PRESENTASI KASUS KECIL dr Heppy.docx
-
Upload
reza-muttaqien -
Category
Documents
-
view
239 -
download
5
Transcript of PRESENTASI KASUS KECIL dr Heppy.docx
PRESENTASI KASUS
ULKUS DIABETIKUM
Disusun oleh :
Prabawa Yugaswara G4A013085
Aisyah Nur Aini G4A013086
Herlinda Yudi Saputri G4A013087
Pembimbing :
dr. Heppy Oktavianto, Sp.PD
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
ULKUS DIABETIKUM
Pada tanggal, Mei 2014
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto
Disusun oleh :
Prabawa Yugaswara G4A013085
Aisyah Nur Aini G4A013086
Herlinda Yudi Saputri G4A013087
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Heppy Oktavianto , Sp.PD
2
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormone yang
diporoduksi pancreas, mengendalikan kadar gula dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddarth, 2002).
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan
prevalensi Diabetes melitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15
tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural
sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara
maju, sehingga diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun
2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan
di daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di
daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Rini, 2008).
Terdapat dua jenis penyakit diabetes melitus, yaitu diabetes
melitus tipe 1 (insulin-dependen diabetes melitus) yaitu kondisi defisiensi
produksi insulin oleh pankreas. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan
pemberian insulin. Diabetes melitus tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes
melitus) yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar
terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin),
sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes
mellitus tipe 2 ini lebih banyak ditemukan dan diperkirakan meliputi 90% dari
semua kasus diabetes diseluruh dunia (Maulana, 2008).
Banyak faktor yang akan menyebabkan seseorang menderita diabaetes
mellitus salah satunya adalah faktor keturunan. Akan tetapi pada penderita
3
diabetes banyak yang tidak menyadarinya karena gejala awal diabetes tidak
terlalu terlihat. Untuk mengetahui seseorang terkena diabetes ada beberapa
gejala umum yang dialami oleh penderita diabetes yaitu poliuri (urinasi yang
sering), polidipsi (banyak minum akibat meningkatnya tingkat kehausan), dan
polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan). Gejala awalnya berhubungan
dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah
sampai di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika
kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan
air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam
jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang
dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengompensasikan hal ini, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan (polifagi) (Maulana, 2008).
Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah
kulit, tendon, otot, tulang dan persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat
terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung
akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri
perifer sering mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas bawah
(Tarwoto, 2012).
Menurut Sudoyo (2006) Gangren Kaki Diabetes memang masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat, Hasil pengobatan kaki diabetes sering
mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan
keluarganya. Sering kali kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian.
Di Indonesia masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal. Oleh karena itu Pada tahun 2005 International Diabetes Federation
mengambil tema “ tahun kaki diabetes “mengingat pentingnya pengelolaan kaki
diabetes untuk dikembangkan (Tetty, 2011).
4
Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya
amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40
kali lebih sering pada penderita DM dibandingkan dengan non-DM.
Komplikasi akibat kaki diabetik menyebabkan lama rawat penderita DM menjadi
lebih panjang. Lebih dari 25% penderita DM yang dirawat adalah akibat
kaki diabetik. Sebagian besar amputasi pada kaki diabetik bermula dari ulkus
pada kulit. Bila dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang adekuat akan dapat
mengurangi kejadian tindakan amputasi (Eva, 2008).
Prevalensi penderita ulkus diabetik di Amerika Serikat sebesar 15-20%,
risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM.
Penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat memerlukan biaya yang tinggi
untuk perawatan yang diperkirakan antara Rp $10.000 - $12.000 per tahun untuk
seorang penderita. Sedangkan prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia
sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetika
merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk
diabetes mellitus. Penderita ulkus diabetika di Indonesia memerlukan biaya
yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per
tahun untuk seorang penderita (Rini, 2008).
5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. D
Usia : 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bancarkembar RT 02/06, Purwokerto Utara
Tanggal masuk : 21 Maret 2014
Tanggal periksa : 28 Maret 2014
No. CM : 000858
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : ulkus pada kaki kiri
2. Keluhan Tambahan
Nyeri dan bengkak pada kaki kiri. Terdapat luka bekas operasi yang
tidak sembuh-sembuh pada kaki kiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 21 maret dengan keluhan
terdapat ulkus pada kaki kiri. Ulkus didapatkan setelah operasi 3 bulan
yang lalu pada bulan Desember 2013 oleh karena terdapat benjolan
pada kaki kanan dan kiri. Kira-kira setelah beberapa minggu pasca
operasi, bekas operasi pada kaki kanan lukanya menutup, sedangkan
pada bekas operasi pada kaki kiri, luka tidak menutup, malah cenderung
melebar. Dari hari kehari, kaki kiri dirasakan semakin membengkak dan
luka tetap tidak menutup. Keluhan ini dirasakan oleh pasien sampai
mengganggu aktifitas. Selain terdapat ulkus dan bengkak pada kaki kiri,
pasien juga merasakan nyeri pada kaki kiri. Keluhan sering buang air
kecil, nafsu makan dan minum meningkat disangkal oleh pasien.
6
Sebelum dilakukannya operasi pada kedua kaki, pasien mengakui
bahwa pasien mengetahui menderita penyakit kencing manis dan pasien
kontrol teratur ke Poli penyakit dalam RSMS. Dari kontrol teratur ke
Poli penyakit dalam RSMS, pasien mengkonsumsi obat hipertensi dan
kencing manis. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat
badan sebanyak kira-kira 16 kg, dari berat badan awal ±76 kg, dan berat
badan sekarang ±60 kg dalam 1 tahun terakhir sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat di RS karena penyakit
kencing manis ataupun oleh karena penyakit lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit kencing manis : diakui
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat penyakit paru : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat penyakit paru : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
b. Personal habit
Pasien menyangkal menyukai makan-makanan manis, asin ataupun
makanan bersantan. Pasien mengakui menyukai makan buah-
buahan.
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : sedang
2. Kesadaran : compos mentis, GCS = 15 E4M6V5
3. Vital sign
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36 oC
4. Status Generalis
a. Kepala
1) Bentuk : mesochepal, simetris
2) Rambut : hitam, tidak mudah dicabut,
distribusi merata, tidak rontok
b. Mata
1) Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
2) Konjungtiva : anemis (-/-)
3) Sclera : ikterik (-/-)
4) Pupil : reflek cahaya (+/+), isokor
5) Exopthalmus : (-/-)
6) Lapang pandang : tidak dilakukan pemeriksaan
7) Lensa : keruh (-/-)
8) Gerak mata : normal
9) Tekanan bola mata : nomal
10) Nistagmus : (-/-)
c. Telinga
1) otore (-/-)
2) deformitas (-/-)
3) nyeri tekan (-/-)
d. Hidung
1) nafas cuping hidung (-/-)
2) deformitas (-/-)
8
3) discharge (-/-)
e. Mulut
1) bibir sianosis (-)
2) bibir kering (-)
3) lidah kotor (-)
f. Leher
1) Trakhea : deviasi trakhea (-/-)
2) Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
3) Kelenjar thyroid : tidak membesar
4) JVP : Tidak meningkat (5+2 mmHg)
g. Dada
1) Paru
a) Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), jejas (-)
b) Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
ketinggalan gerak (-)
c) Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Wheezing(-), ronkhi basah halus (-), ronkhi basah
kasar (-)
2) Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis terlihat di SIC V 2 jari medial LMCS
b) Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS,
tidak kuat angkat
c) Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah : SIC V LPSS
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari medial
LMCS
d) Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
h. Abdomen
1) Inspeksi : datar
9
2) Auskultasi : bising usus (+) normal
3) Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak beralih (-)
4) Palpasi : supel permukaan rata, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-)
i. Ekstrimitas
Tabel 1. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Ulkus - - - +
Nyeri - - - +
Ikterik - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep
Patela
+
+
+
+
+
+
+
+
Reflek patologis - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap
(dilakukan di RSMS Purwokerto) 21 Maret 2014
Darah lengkap
Hemoglobin : 13,7 g/dl
Leukosit : 30610 uL
Hematokrit : 41 %
Trombosit : 257000/uL
MCV : 84,0 fL
MCH : 28,1 pg
MCHC : 33,5%
RDW : 12,4%
Hitung Jenis
Basofil : 0,3 %
10
Eosinofil : 0,0 %
Batang : 1,0 %
Segmen : 84,1 %
Limfosit : 8,6 %
Monosit : 6,0 %
Kimia Klinik
GDS : 360 mg/dL
GDS (stik di ruangan) : 407
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 22 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 362 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 24 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 282 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 25 Maret 2014
GDP : 230 mg/dL
GD2PP : 218 mg/dL
HBA1C : >14,0 %
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 26 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 259 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 27 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 154 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 28 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 287 mg/dL
V. RESUME
1. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 21 maret dengan keluhan
terdapat ulkus pada kaki kiri. Ulkus didapatkan setelah operasi 3 bulan
yang lalu pada bulan Desember 2013 oleh karena terdapat benjolan
pada kaki kanan dan kiri. Kira-kira setelah beberapa minggu pasca
operasi, bekas operasi pada kaki kanan lukanya menutup, sedangkan
pada bekas operasi pada kaki kiri, luka tidak menutup, malah cenderung
melebar. Dari hari kehari, kaki kiri dirasakan semakin membengkak dan
luka tetap tidak menutup. Keluhan ini dirasakan oleh pasien sampai
11
mengganggu aktifitas. Selain terdapat ulkus dan bengkak pada kaki kiri,
pasien juga merasakan nyeri pada kaki kiri. Keluhan sering buang air
kecil, nafsu makan dan minum meningkat disangkal oleh pasien.
Sebelum dilakukannya operasi pada kedua kaki, pasien mengakui
bahwa pasien mengetahui menderita penyakit kencing manis dan pasien
kontrol teratur ke Poli penyakit dalam RSMS. Dari kontrol teratur ke
Poli penyakit dalam RSMS, pasien mengkonsumsi obat hipertensi dan
kencing manis. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat
badan sebanyak kira-kira 16 kg, dari berat badan awal ±76 kg, dan berat
badan sekarang ±60 kg dalam 1 tahun terakhir sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat di RS karena penyakit
kencing manis ataupun oleh karena penyakit lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Ekstrimitas
Pemeriksaan Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Ulkus - - - +
Nyeri - - - +
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap (dilakukan di RSMS Purwokerto) 21 Maret 2014
Leukosit : 30610 uL
Kimia Klinik
GDS : 360 mg/dL
GDS (stik di ruangan) : 407 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 22 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 362 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 24 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 282 mg/dL
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 25 Maret 2014
GDP : 230 mg/dL
GD2PP : 218 mg/dL
HBA1C : >14,0 %
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 26 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 259 mg/dL
12
Kimia Klinik (dilakukan di RSMS) 28 Maret 2014
GDS (stik di ruangan) : 287 mg/dL
VI. DIAGNOSIS KLINIS
- Diabetes mellitus tipe 2 dengan ulkus dan abses pedis sinistra grade 1
VII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
- IVFD RL 12 tpm
- Inj Ceftiaxon 2x1 gr
- Inj Novorapid 3x8 u.s.c
- Inj. Lantus 0-0-24
b. Non Farmakologi
- Edukasi pada pasien dan keluarga tentang penyakit, faktor risiko,
pengobatan dan komplikasi penyakit. Edukasi pada pasien untuk
menjaga pola makan, dan kontrol rutin ke dokter.
c. Monitoring
- Kadar gula darah
- Perawatan luka
- Pemeriksaan fungsi sensorik
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari,
2009). Diabetes adalah penyakit seumur hidup ditandai dengan peningkatan
kadar gula dalam darah. Diabetes adalah penyebab utama yang
menyebabkan kebutaan dan penyakit ginjal di seluruh dunia. Diabetes
mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh keturunan atau
diperoleh karena kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau oleh tidak
efektifnya insulin yang dihasilkan (Riaz, 2009).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Singgih,
2003).
B. Epidemiologi dan Insidensi
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease, diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui
menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk menderita
diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di
kaki, dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi
(Frykberg, 2002).
Separuh lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari
komplikasi ulkus diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas,
reamputasi dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil
14
perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan
sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12% (Jones, 2007).
Komunitas Latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika dan Native
Amerika mempunyai angka prevalensi diabetes tertinggi didunia,
dimungkinkan berkembangnya ulkus diabetes (California Podiatric
Medical Association Diabetic Wound Care, 2008).
Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90%
diantaranya adalah penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetik cenderung
terjadi sekitar 10 tahun setelah menderita diabetes, sehingga kelainan kaki
diabetik dan ulkus diabetes dapat terjadi setelah waktu itu (Frykberg,
2002).
C. Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum
dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik.
b. Angiopati diabetik.
c. Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetik adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot
kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki
klien (Rochmah, 2006).
D. Faktor Risiko.
Faktor-faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 menurut
American Diabetes Association (ADA) terdiri atas faktor risiko mayor dan
15
faktor risiko lainnya. Faktor risiko mayor terdiri atas riwayat keluarga
dengan diabetes melitus, obesitas, kurang aktivitas fisik, ras / etnik,
hipertensi, kolesterol yang tidak terkontrol, riwayat diabetes mellitus
pada kehamilan, sindroma polikistik ovarium. Sedangkan faktor risiko
lainnya berupa faktor nutrisi, konsumsi alkohol, faktor stress, kebiasaan
merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan kafein, dan intake zat besi
(PERKENI, 2006 ; Soebardi, 2006).
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran
dari kaki diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-
faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat
diubah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1. Umur
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena
proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin
sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa
darah yang tinggi kurang optimal . proses aging menyebabkan
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi
makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi
darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai
yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
2. Lama Menderita Diabetes Mellitus ≥ 10 tahun.
Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar
glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang
berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati
dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang
mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan /
luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak
dirasakan karena terjadinya gangguan neurophati perifer (Tambunan,
2006; Waspadji, 2006).
16
Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :
1. Neurophati (sensorik, motorik, perifer).
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan
terjadi gangguan mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi
pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf
yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga
kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi
menjadi penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi
ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
2. Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2
(wanita) dan IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat
badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin.
Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan
hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang
berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang / besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai
akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk dari kaki
diabetes (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
3. Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes
mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat
menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain
itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat
merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada
endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses
adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi
sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
17
mengakibatkan terjadinya ulkus (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang
masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk
hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan
hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding
sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
5. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.
Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya
peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan
konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak
biasanya rendah (≤45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 m g/dl,
kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan
mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan
menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang
akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah
ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
6. Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per
hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes
dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam
rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi
18
penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi
kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat
clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.
Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke
arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun
(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
7. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Mellitus.
Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat
penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan
trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi
kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet penderita diabetes
mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki
profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan
memperbaiki sistem koagulasi darah (Tambunan, 2006; Waspadji,
2006).
8. Kurangnya Aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk
meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki
kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka
akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin
(lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki
metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme
lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik
yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan
mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu
dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha
(Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi
keterbatasan gerak sendi.
19
Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri,
duduk dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki
misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan
menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk,
meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan
mencengkram pada jari–jari kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin
dan teratur terutama pada saat kaki terasa dingin. (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
9. Pengobatan Tidak Teratur.
Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah
dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.
Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara
tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes
Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat
arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti
aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes
Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk
menganjurkan penggunaan secara rutin (Waspadji, 2006).
Pengobatan tidak teratur termasuk di dalamnya pemeriksaan
terhadap kaki Penggolongan dari kaki diabetes berdasarkan risiko
terjadinya yang dapat dijadikan acuan dalam memeriksa kaki
penderita diabetes mellitus dan tindakan pencegahan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Sensasi normal tanpa deformitas
b. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
c. Insensitivitas tanpa deformitas
d. Iskemia tanpa deformitas
e. Kombinasi antara adanya insensitivitas, deformitas dan atau
iskemia (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
10. Perawatan Kaki Tidak Teratur.
Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur
akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada
20
kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus
yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih,
membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam
kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan
sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem
kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak,
supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki
(contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan
menyebabkan kulit menjadi kering dan retak- retak. menggunting
kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara
lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah
dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang
menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan
menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan
ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan penutup
kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh
podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat
kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas
atau bantal panas (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
Perawatan luka sejak pasien datang harus ditangani dengan
baik dan teliti, klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement
yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam Dressing
(pembalut) yang masing – masing dapat dimanfaatkan sesuai dengan
keadaan luka dan letak luka tersebut, teapi jangan lupa tindakan
debridement merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu
sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka, debridement yang baik
and adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh sehingga membantu
mengurangi produksi pus/ cairan dari ulkus / gangrene diabetik
(Waspadji, 2006).
11. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat
Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas
21
kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan
terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali
dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi
neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.
Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki
yang pas dan nyaman untuk penderita diabetes
mellitus.Penggunaan alas kaki yang tepat harus memperhatikan hal
hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir,
memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih
dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan
iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit, sepatu harus terbuat dari
kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan tidak boleh
dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara berangsur-
angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti
setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan
memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki
berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin
(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006)
E. Patogenesis
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes
mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga
faktor yang sering disebut Trias yaitu :
1. Iskemik
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan
oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada
pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis,
tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus
yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
22
2. Neuropati
Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa
penyempitan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi
pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian
distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus
diabetika.
3. Infeksi
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media
pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada
ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens,
Clostridium novy, dan Clostridium septikum.
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh
darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh
darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya,
dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer,
kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan
closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang
abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya (Rini, 2008).
23
F. Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu (Rini, 2008):
a) Pain (nyeri).
b) Paleness (kepucatan).
c) Paresthesia (kesemutan).
d) Pulselessness (denyut nadi hilang)
e) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus).
G. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ulkus diabetik dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
sebagai berikut (Rini, 2008):
1. Anamnesis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a) Pain (nyeri).
b) Paleness (kepucatan).
c) Paresthesia (kesemutan).
d) Pulselessness (denyut nadi hilang)
e) Paralysis (lumpuh).
24
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
e. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
f. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
g. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
h. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus).
Jadi lakukakan lah anamnesis pasien ulkus dengan menanyakan 5P
dan tanyakan keluhan apasaja yang dirasakan oleh pasien
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang
atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau
hilang. Klasifikasi ini membantu untuk mengetahui seberapa pentingnya
pemeriksaan fisik terutama kaki saat mendiagnostik ulkus diabeticum,
klasifikasi tersebut dinamakan Klasifikasi Wagner 1983 yang membagi
ulkus diabetic dalam 6 derajat :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam mendiagnostik ulkus diabetikum di bagi
atas
a. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan
sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan
25
b. Pemeriksaan Radiologis
gas subkutan, benda asing, osteomyelitis
c. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif
melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi
tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist),
penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif,
profilaktik, kuratif atau emergensi.
Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan
mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia,
hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung
koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada
kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak
akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus,
fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
26
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
1. debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringan nekrotik.
2. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan
melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering
dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
3. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang
secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat
hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang
optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan
jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla
serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi.
Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan
nekrotik.
4. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan
efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
a. mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. mengurangi risiko infeksi lokal.
Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang
besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar
kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan
beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.
27
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak
mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi
atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat
mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan
adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi
roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu
boot ambulatory.Total contact cast merupakan metode off loading yang
paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian
Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan
memberikian kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti
bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki
terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan
karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan
dan belakang (tumit).
I. Komplikasi
Komplikasi pada penderita ulkus diabetikum adalah proses kematian
jaringan sekitar ulkus pada daerah kaki yang sudah tidak dapat di
sembuhkan atau dirawat dengan tindakan keperawatan. Sehingga
komplikasi terbesar adalah proses pembedahan pada kaki yang terkena
ulkus tersebut, Terapi bedah untuk kaki dapat terdiri dari tindakan bedah
kecil seperti insisi, pengaliran abses, debridemen dan nefrotomi. Prinsipnya
adalah pengeluaran semua jaringan nekrotik untuk maksud eliminasi infeksi
sehingga luka dapat sembuh.Tindakan bedah berupa amputasi dilakukan
berdasarkan indikasi yang tepat (Misnadiarly, 2006).
J. Prognosis
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya
menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedic (Rini, 2008).
28
K. Pencegahan
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut adalah sebagai berkut (Rini, 2008):
1. Memperbaiki kelainan vaskuler.
2. Pengelolaan pada masalah yang timbul (infeksi, dll).
3. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi
4. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
5. Menghentikan kebiasaan merokok.
Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara berikut:
1. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2. Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang
retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-
jari kaki (contoh: krem sorbolene).
3. Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi
kering dan retak-retak.
4. Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih
mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
5. Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya
diobati hanya oleh podiatrist.
6. Meminta bantuan orang lain untuk memeriksa kaki dan celah kaki
setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet.
Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.Penggunaan alas kaki
tepat, dengan cara berikut:
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman
dipakai (biasanya satu nomor diatas nomor sepatu yang dipakai).
29
3. Sebelum memakai sepatu, memeriksa sepatu terlebih dahulu, kalau ada
batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan
Kaki terhadap kulit.
4. Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari
kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaos kaki.
5. Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
6. Memakai kaos kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
7. Kaos kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan
sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
8. Memakai kaos kaki apabila kaki terasa dingin.
9. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan
termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
10. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya
adrenalin, nikotin.
11. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap
kontrol walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.
30
BAB IV
KESIMPULAN
Ulkus diabetic adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes
mellitus yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat. Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati
penyakit arteri, dan deformitas kaki atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati
perifer mempengaruhi sensorik, motorik, dan otonom. Umumnya infeksi pada
diabetic ulcer adalah polimikrioba dengan Staphylococcus serta Streptococcus
adalah bakteri yang paling dominan menyebabkan infeksi. Oleh karena itu,
penanganan infeksi memerlukan antibiotika yang sesuai. Pemilihan antibiotic
secara empiris berdasarkan tingkat keparahan dengan kriteria luka yang
mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan mengancam nyawa. Manajemen
luka diabetic itu sendiri meliputi cleansing, debridement, dan dressing.
31
DAFTAR PUSTAKA
California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. Cited
September 2008
Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam
Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62
Jones R. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA. 2007
Misnadiarly. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Penerbit Populer Obor,
Jakarta, 2006
Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru
W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4
Riaz, S. 2009. Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular
Genetics. Pakistan: Punjab University.
Rini TH. 2008, Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes
Mellitus, Penerbit FK UNDIP, Semarang. Hal : 43-45
Rochmah W. Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut. Dalam : Aru W, dkk, editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta,
2006
Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003. Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140
32