Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

64
PORTOFOLIO KASUS BEDAH LUKA BAKAR GRADE II 90% Diajukan kepada Yth. dr. Farah Heniyati Disusun oleh : dr. Florinda UNSOED Pendamping : dr. Farah Heniyati

Transcript of Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Page 1: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

PORTOFOLIO

KASUS BEDAH

LUKA BAKAR GRADE II 90%

Diajukan kepada Yth.

dr. Farah Heniyati

Disusun oleh : dr. Florinda

UNSOED

Pendamping : dr. Farah Heniyati

RSUD BANJARNEGARA

Page 2: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

2013

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta : UNSOED dr. Florinda

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Banjarnegara - Jawa Tengah

Topik : Laki-laki 30 tahun dengan Luka Bakar Grade 90%

Tanggal (kasus) : 3 Juni 2013

Pendamping : dr. Farah Heniyati

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Ti Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:

Laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan post terbakar setelah tabrakan

sepeda motor (motor pasien membawa drum bensin). Pasien membeli bensin

dalam drum dengan sepeda motor, dalam perjalanan pulang motor pasien

terserempet motor lainnya. Kedua motor terjatuh. Bensin dalam drum yang

dibawa pasien tumpah, kemudian terbakar bersama pasien dan motornya.

Luka bakar hampir seluruh tubuh, kecuali setengah bagian wajah dan bagian

kepala yang berambut.

Tujuan:

Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen kegawatdaruratan

Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Page 3: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

DATA PASIEN

Nama : Tn. J

Usia : 30 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Sijenggung 3/2 Banjarnegara

No. RM : 599028

Tanggal Masuk : 3 Juni 2013

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis:

Keluhan Utama : Luka bakar

Riwayat Penyakit Sekarang :

Laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan post terbakar setelah tabrakan

sepeda motor (motor pasien membawa drum bensin). Pasien membeli bensin

dalam drum dengan sepeda motor, dalam perjalanan pulang motor pasien

terserempet motor lainnya. Kedua motor terjatuh. Bensin dalam drum yang

dibawa pasien tumpah, kemudian terbakar bersama pasien dan motornya.

Luka bakar hampir seluruh tubuh, kecuali setengah bagian wajah dan bagian

kepala yang berambut.

2. Riwayat kesehatan/ penyakit:

Riwayat penyakit Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

3. Riwayat keluarga

Riwayat penyakit Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma dalam keluarga

disangkal.

Hasil pembelajaran:

1. Menegakkan diagnosis luka bakar berdasarkan data anamnesis, temuan

klinis pada pasien dan pemeriksaan penunjang laboratorium.

2. Mewaspadai kegawatdaruratan luka bakar

3. Terapi penanganan pada luka bakar

4. Edukasi mengenai penyakit, pemberian terapi dan prognosis luka bakar

Page 4: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif

Keluhan Utama : Luka bakar

Riwayat Penyakit Sekarang :

Laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan post terbakar setelah tabrakan

sepeda motor (motor pasien membawa drum bensin). Pasien membeli bensin

dalam drum dengan sepeda motor, dalam perjalanan pulang motor pasien

terserempet motor lainnya. Kedua motor terjatuh. Bensin dalam drum yang

dibawa pasien tumpah, kemudian terbakar bersama pasien dan motornya.

Luka bakar hampir seluruh tubuh, kecuali setengah bagian wajah dan bagian

kepala yang berambut.

Riwayat kesehatan/ penyakit:

Riwayat penyakit Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Riwayat keluarga

Riwayat penyakit Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma dalam keluarga

disangkal.

2. Obyektif

Keadaan Umum : Tampak kesakitan, sadar penuh (composmentis)

Kesadaran : GCS E4 M6 V5

Tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 70 kali/menit, reguler

Pernapasan : 24 kali/menit

Suhu : 37,0 oC

Primary Survey

A : Kesan bebas, pasien sadar penuh dan dapat berteriak kesakitan. Namun

tetap diwaspadai kemungkinan adanya trauma inhalasi karena luka bakar

mengenai leher dan sebagian wajah.

B : Spontan, frekuensi nafas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup

Page 5: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

C : Tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 70x/menit, suhu 37oC

D : GCS 15, E4M6V5

Pemeriksaan fisik (Secondary Survey) :

Kepala : Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam

distribusi merata dengan sebagian kecil terbakar, tampak luka bakar grade I

pada setengah bagian wajah bagian bawah sebatas hidung (dagu, pipi bagian

bawah, hidung)

Mata : Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak

ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm, alis tidak terbakar

Telinga : tidak ada otore, tidak ada deformitas

Hidung : tampak luka bakar grade I di sekitar septum nasal, Nafas cuping

hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.

Mulut : Bibir oedem, tidak sianosis, tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi ada

yang berlubang, tidak karies, Faring dan Tonsil sulit dinilai

Leher : Tampak luka bakar grade II, tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar

Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thorax

Cor

Inspeksi : Tampak luka bakar grade I dan II, Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat di SIC V 2 jari medial linea

mid clavicula sinistra

Perkusi :

Batas jantung kanan atas SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD

Batas jantung kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak

ada bising

Pulmo 

Inspeksi : Tampak luka bakar grade I dan II, simetris, tidak ada retraksi,

tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas

Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus.dextra = sinistra

Page 6: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi : SD vesikuler, tidak ada suara tambahan

Abdomen :

Inspeksi : datar, tampak luka bakar grade I dan II

Auskultasi: peristaltik (+) normal

Palpasi : supel

Perkusi : timpani

Ekstremitas : tampak luka bakar grade I dan II, tidak ada deformitas, tidak

oedem

Status lokalis

Kepala dan leher : 3 %

Trunkus anterior : 18 %

Trunkus posterior : 18 %

Esktremitas atas kanan : 8 %

Ekstremitas atas kiri : 8 %

Ekstremitas bawah kanan : 17 %

Ekstremitas bawah kiri : 17 %

Genitalia : 1 % +

Total : 90 %

Ket. :

: tidak luka bakar

: bula

Depan Belakang

Page 7: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Pemeriksaan penunjang:

Laboratorium: (4 Mei 2013)

Darah Rutin : Hb : 11,6 mg/dL 13,0-17,0 mg/dl

Ht : 34,8 % 40 –54 %

AL : 11.200 4000 –11.000/L

AE : 3,72 x 106/L 4.5 –6.2 x 106/L

AT : 37.000 / L 150.000-400.000/L

Laboratorium: (5 Mei 2013)

Darah Rutin : Hb : 13,6 mg/dL 13,0-17,0 mg/dl

Ht : 43,1 % 40 –54 %

AL : 9.610 /L 4000 –11.000/L

AE : 4,69 x 106/L 4.5 –6.2 x 106/L

AT : 36.000 / L 150.000-400.000/L

Kimia Darah :GDS : 139 mg / dL 70-180 mg / dL

Ureum : 64,3 mg / dL 10-50 mg / dL

Kreatinin : 1,0 mg / dL 0,6-0,9 mg / dL

Protein Total : 2,94 g / dL 6,6-8,6 g / dL

Albumin : 2,35 g / dL 4,0-5,7 g / dL

Globulin : 0,60 g / dL 1,5-3,0 g / dL

Elektrolit : Natrium : 146,4 mmol / L 135-155 mmol / L

Kalium : 5,28 mmol / L 3,6-5,5 mmol /

L

Chlorida : 117,8 mmol / L 98-107 mmol / L

Waktu Perdarahan (BT) : 2’05” 1-3 menit

Waktu Pembekuan (CT) : 4’50” 1-6 menit

3. Ringkasan

Laki-laki 50 tahun, datang dengan keluhan post terbakar setelah tabrakan

sepeda motor (motor pasien membawa drum bensin). Pasien membeli bensin

dalam drum dengan sepeda motor, dalam perjalanan pulang motor pasien

terserempet motor lainnya. Kedua motor terjatuh. Bensin dalam drum yang

Page 8: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

dibawa pasien tumpah, kemudian terbakar bersama pasien dan motornya.

Luka bakar hampir seluruh tubuh, kecuali setengah bagian wajah dan bagian

kepala yang berambut.

Pemeriksaan fisik:

- Tampak kesakitan

- Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 70 kali/menit, RR 24 kali/menit,

suhu 37,0 oC

- Kesan airway bebas, namun tetap diwaspadai kemungkinan trauma

inhalasi.

- Tampak luka bakar grade II di sebagian wajah dan leher, trunkus anterior

dan posterior, keempat ekstremitas, dan genitalia (90%).

Pemeriksaan Laboratorium:

- Hb 11,6 g/dL

- Ht 34,8 %

- AL 11.200/L

- AE 3,72 x 106/L

- AT 37. 000 / L

- Ureum 64,3 mg / dL

- Kreatinin 1,0 mg / dL

Ket. :

: tidak luka bakar

: bula

Depan Belakang

Page 9: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

- Protein Total 2,94 g / dL

- Albumin 2,35 g / dL

- Globulin 0,60 g / dL

4. Assessment (penalaran klinis):

Pada presentasi kasus ini dibahas tentang sebuah kasus mengenai luka

bakar. Tn.J, usia 30 tahun datang dengan keluhan post terbakar setelah

tabrakan sepeda motor (motor pasien membawa drum bensin). Luka bakar

hampir seluruh tubuh, kecuali setengah bagian wajah dan bagian kepala yang

berambut. Pasien tersambar api dalam jangka waktu yang cukup lama. Tidak

ada keluhan sesak nafas, pusing, mual, maupun muntah.

Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu

diperhatikan ABCD dari pasien. Dari pemeriksaan umum tidak ditemukan alis

mata dan bulu hidung yang terbakar. Hal ini dapat menyingkirkan adanya

trauma inhalasi. Namun luka bakar mengenai leher dan sebagian wajah,

sehingga masih harus diwaspadai kemungkinan terjadinya trauma inhalasi.

Pernapasan normal dan pasien masih dapat berteriak kesakitan. Tekanan darah

pasien 110/70 mmHg dengan frekuensi nadi 70 kali/menit. Hal ini dapat

belum menunjukkan adanya gangguan pada sistem kardiovaskular akibat

terjadinya hipovolemik yang diakibatkan penguapan berlebih dan keluarnya

cairan intravaskular.

Pada tubuh ditemukan luka bakar di setengah bagian wajah dan leher

(3%), trunkus anterior (18%), trunkus posterior (18%), ekstremitas atas kanan

kecuali sebagian telapak tangan (8%), ekstremitas atas kiri kecuali sebagian

telapak tangan (8%), ekstremitas bawah kanan kecuali sebagian telapak kaki

(17%), ekstremitas bawah kiri kecuali sebagian telapak kaki (17%), dan

genitalia (1%). Luas luka ditentukan menurut diagram The Rule of Nines dari

Wallace. Total luas luka bakar mencapai 90% dengan kedalaman derajat II.

Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II sebab kerusakan

meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi

akut dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau

pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien

Page 10: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya

hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar

juga tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III

dijumpai kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah

(cekung) dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang

sensasi akibat kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.

Pemeriksaan laboratorium darah dilakukan 1 hari setelah kejadian.

Ditemukan peningkatan leukosit, penurunan hemoglobin, eritrosit dan

trombosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi

inflamasi. ???????????

5. Rencana Penatalaksanaan

Diagnosis :

Luka bakar grade II 90%

Pemeriksaan penunjang tambahan :

- Urinalisis

- Analisis gas darah

- Radiologi – jika ada indikasi ARDS????

- Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS

dan MODS

Terapi :

a. O2 liter/menit

b. Pasang DC

c. Resusitasi cairan IVFD RL loading

d. Perawatan luka bakar

Seluruh pakaian ditanggalkan untuk mengehentikan proses trauma bakar.

Luka bakar dibersihkan dengan air bersih untuk menurunkan suhu di

daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses luka bakar pada

jaringan. Luka di seluruh permukaan yang terbakar kemudian dioleskan

Burnazin (Silver sulfadiazine) sebagai antiinfeksi topikal. Untuk menutup

Page 11: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan NaCl untuk

mencegah penguapan.

e. Medikamentosa

- inj. Ketorolac 30mg (iv)

- inj. Ceftriaxone 1gr

f. Konsultasi Spesialis Bedah

Konsultasi Spesialis Bedah (residen) :

1. Penuhi kebutuhan cairan

Dengan rumus Baxter dapat dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:

Kebutuhan cairan = 4 x BB x % luka bakar

= 4 x 60 x 90

= 2.1.6000 mL / 24 jam

Pada 8 jam pertama pasien diberikan 10.800 mL. Kemudian pada 16 jam

kemudian diberikan cairan sebanyak 10.800 mL.

8 jam pertama = 10.800 mL/8 jam = 1350 mL/jam = 337 tpm

8 jam kedua = 10.800 mL/16 jam = 675 mL/jam = 169 tpm

Pada hari kedua diberikan cairan sebanyak setengah cairan pertama yaitu

10.800 mL/24 jam. Pada hari ketiga jumlah cairan kembali dikurangi

setengahnya menjadi 5.400 mL/24 jam. Jumlah cairan dapat dikurangi

bahkan dihentikan bila diuresis pasien memuaskan dan pasien dapat

minum tanpa kesulitan.

2. O2

3. Pasang NGT

4. Pasang DC

5. Medikamentosa

- Ketorolac 30 mg drip

- inj. Ceftriaxone 1 gr

- inj. Ranitidin 1 amp

6. Cek laboratorium darah lengkap, urinalisis, Analisa Gas Darah

Page 12: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

7. Edukasi keluarga pasien

8. Konsultasi spesialis anestesi

Pendidikan :

Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi pasien,

pengobatan yang akan diberikan, serta prognosis pasien.

Konsultasi Spesialis Anestesi :

Anamnesis : riwayat luka bakar di wajah

PF : kesadaran Composmentis

TD 150/80, HR 100 kali/menit

Diagnosis : Combustio grade II 90%, susp. Trauma Inhalasi

Tindakan : Motivasi keluarga

Pasang ET no. 7,5

Inj. Pethidin 80 mg (iv)

Inj. Propofol 100 mg (iv)

Inj. Tramus 25 mg (iv)

Rawat ICU

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan

Mengobservasi tanda

vital, tanda klinis pasien

Pasca rehidrasi di

IGD dan selama

masa perawatan di

rumah sakit

Keadaan umum pasien membaik

Tanda vital baik

Pemantauan balance

cairan

Selama di IGD dan

bangsal

Kebutuhan cairan terpenuhi

dengan seimbang, output yang

dihasilkan dari urin bag yang

terpasang sesuai dengan jumlah

cairan yang telah diberikan

Pemberian obat-obatan

pada pasien

Setiap hari Tanda-tanda syok hipovolemia

membaik, keadaan umum pasien

membaik, proses perdarahan

Page 13: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

berhenti, tidak dijumpai efek

samping obat yang berat.

Perawatan di ICU Setelah selesai

penatalaksanaan

awal dan stabilisasi

di IGD

Pasien dapat ditangani lebih

lanjut oleh dokter spesialis

anestesi dan bedah.

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan

luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita

juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada

luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,

serta parut hipertrofik dan kontraktur.

Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit ini

sudah didiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam

pada pasien ini adalah bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka,

penyembuhan dapat terjadi secara spontan dan telah dilakukan terapi pengobatan

yang adekuat terhadap luka bakar. Prognosis ad sanactionam pada pasien ini

adalah bonam karena faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada angka

rekurensi.

FOLLOW UP

Tanggal 4 Juni 2013 pagi

Diagnosa : Combustio grade II 90%

Keluhan : luka bakar hamper seluruh tubuh

KU : kesakitan

Kesadaran : GCS E4M6V-ET

Vital sign : TD 180/150 mmHg, Nadi 150 kali/menit, suhu 37,3oC

PF : tampak luka bakar grade I dan II hampir di seluruh tubuh

Page 14: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Pemeriksaan lab :

Darah Rutin : Hb : 11,6 mg/dL 13,0-17,0 mg/dl

Ht : 34,8 % 40 –54 %

AL : 11.200 4000 –11.000/L

AE : 3,72 x 106/L 4.5 –6.2 x 106/L

AT : 37.000 / L 150.000-400.000/L

Te rapi : 

- O2

- IVFD RL

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv)

- Inj. Ketorolac 30 mg drip

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)

- Diit cair per NGT 4 x 200 cc

- Inpepsa syr 3 x 1 c

- Fentanil 200 iv dalam 50 cc NaCl, berikan 8 cc/jam, maksimal 16 cc/jam

- Inj. Dexamethasone 3 x 1 amp

- Diazepam 2 cc/jam

Tanggal 4 Juni 2013 sore

Vital signs : TD 150/86mmHg, N 97 kali/menit, suhu 36,2oC, SpO2 100%

Terapi : inj. Lasix 1 x 1 amp ekstra, terapi lain lanjutkan

Tanggal 5 Juni 2013 pagi

Diagnosa : Combustio grade II 90%

Keluhan : luka bakar hampir seluruh tubuh, nyeri

KU : kesakitan

Kesadaran : GCS E4M6V-ET

Vital sign : TD 135/90 mmHg, Nadi 93 kali/menit, suhu 37,2oC

PF : tampak luka bakar grade I dan II hampir di seluruh tubuh

Pemeriksaan lab :

Darah Rutin : Hb : 13,6 mg/dL 13,0-17,0 mg/dl

Page 15: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Ht : 43,1 % 40 –54 %

AL : 9.610 /L 4000 –11.000/L

AE : 4,69 x 106/L 4.5 –6.2 x 106/L

AT : 36.000 / L 150.000-400.000/L

Kimia Darah :GDS : 139 mg / dL 70-180 mg / dL

Ureum : 64,3 mg / dL 10-50 mg / dL

Kreatinin : 1,0 mg / dL 0,6-0,9 mg / dL

Protein Total : 2,94 g / dL 6,6-8,6 g / dL

Albumin : 2,35 g / dL 4,0-5,7 g / dL

Globulin : 0,60 g / dL 1,5-3,0 g / dL

Elektrolit : Natrium : 146,4 mmol / L 135-155 mmol / L

Kalium : 5,28 mmol / L 3,6-5,5 mmol /

L

Chlorida : 117,8 mmol / L 98-107 mmol / L

Waktu Perdarahan (BT) : 2’05” 1-3 menit

Waktu Pembekuan (CT) : 4’50” 1-6 menit

Te rapi : 

- Diit cair per NGT 4 x 200 cc

- IVFD RL : Aminofluid = 3 : 1 30 tpm

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr (iv)

- Ketorolac 3 x 30 mg drip

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)

- Diit cair per NGT 4 x 200 cc

- Inpepsa syr 3 x 1 c

- Rawat luka Burnazine zalf + kassa basah

- Pro debridemen, cek ulang lab (DR, ureum, kreatinin, albumin, elektrolit,

GDS), konsultasi anestesi

- O2 NRM

Debridement

Diagnosis Pra Bedah : Combustio grade II-III 60%

Diagnosis Pasca Bedah : Combustio grade II-III 60%

Page 16: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Laporan operasi :

– Dalam posisi supine stadium GA, dilakukan desinfeksi

– Dilakukan debridemen

– Tutup luka dengan kassa moist dan kassa kering

Tanggal 5 Juni 2013 sore

S : snoring (-), gargling (-)

O : Paru : SD vesikuler, Suara tambahan -/-

Urine (+) coklat

Luka bakar : pus (-)

A : Combustio grade II 90%

P : Terapi melanjutkan

Tanggal 6 Juni 2013

KU : gelisah

Te rapi : 

- IVFD RL : Aminofluid = 3 : 1 30 tpm

- Inj. Terfacef 1 x 1 gr

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv)

- Inj. Trolax 3 x 30 mg

- Diazepam 2cc/j (k/p)

- Fentanil syringepump 8cc/jam, maksimal 16 cc/jam

- Rawat luka Burnazine zalf + kassa basah

Tanggal 7 Juni 2013

S : nyeri (+)

O : KU lemah, composmentis

A : Combustio grade II 90% e.c api bensin

P : - Diet cair 4 x 200 cc via NGT

- Inf. RL : Aminofluid 30 tpm 3 : 1

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

Page 17: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

- Rawat luka dengan Burnazin zalf + kassa basah NaCl + Sofratulle

- Fentanil titrasi TS anestesi

- Inj. Diazepan 3 x 10 mg

Tanggal 8 Juni 2013 pagi

S : nyeri (+) luka bakar hampir seluruh tubuh

O : KU kesakitan, composmentis

Status generalisata : tampak luka bakar di seluruh tubuh tertutup perban

A : Combustio grade II-III 90% e.c api bensin

P : - Diet cair TKTP 4 x 200 cc via NGT

- Inf. RL : Aminofluid 30 tpm 3 : 1

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

- Rawat luka dengan Burnazin zalf + kassa basah NaCl + Sofratulle

2 hari sekali

- Fentanil titrasi TS anestesi

- Inj. Diazepan 3 x 10 mg

Pindah bangsal

Latih minum per oral

Tanggal 8 Juni 2013 sore

S : pasien gelisah dan kesakitan

P : inj. Diazepam ½ amp iv pelan.

Jika masih gelisah setelah 10-15 menit, ulangi inj. Diazepam ½ amp

Tanggal 9 Juni 2013

Keluhan : gelisah

Terapi: - Diet cair TKTP 4 x 200 cc via NGT

- Inf. RL : Aminofluid 30 tpm 3 : 1

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

Page 18: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

- Rawat luka dengan Burnazin zalf + kassa basah NaCl + Sofratulle

- Fentanil titrasi TS anestesi

Tanggal 10 Juni 2013 pagi

S : gelisah, demam

O :

A : Combustio grade II-III 60% e.c api bensin

P : - Diet cair TKTP 4 x 200 cc via NGT

- Inf. RL : Aminofluid 40 tpm 3 : 1

- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

- Fentanil dan diazepam TS anestesi (k/p)

- Rawat luka dengan Burnazin zalf + kassa basah NaCl + Sofratulle

2 hari sekali

- Fisioterapi

Tanggal 10 Juni 2013 sore

S : gelisah, demam

O : TD 110/70 mmHg, Nadi 130 kali/menit, suhu 37oC

A : Combustio grade II-III 60% e.c api bensin

Sepsis

P : Terapi melanjutkan

Tanggal 10 Juni 2013 jam 22:00

S : napas dalam, gargling

Tanggal 11 Juni 2013 jam 03:50

Tekanan darah tidak terukur, pulsasi nadi tidak teraba, pupil midriasis maksimal,

refleks cahaya (-).

Page 19: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

EKG flat.

Pasien dinyatakan meninggal di hadapan keluarga.

Banjarnegara, Agustus 2013

Mengetahui.

dr. Farah Heniyati

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN ETIOLOGI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,

listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas

dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase

syok) sampai fase lanjut.

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung

maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada

kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik

maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,

penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

Paparan api

o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,

dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat

membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat

alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat

Page 20: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera

tambahan berupa cedera kontak.

o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan

benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh

yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar

akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan

semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan

ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan

berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya

menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit

sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan

keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang

menandai permukaan cairan.

Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator

mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang

tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi

inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas

distal di paru.

Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan

oklusi jalan nafas akibat edema.

Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.

Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang

menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan

luka bakar tambahan.

Zat kimia (asam atau basa)

Radiasi

Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

Page 21: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu

tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung

menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju

yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis

seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu

tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar.

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka

bakar derajat I, II, atau III:

Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak

jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya

sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya

tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau

hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Derajat II

Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih

terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.

Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar

keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang masih “sehat”

tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar

Page 22: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh

darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.

Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik,

dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga

cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Derajat III

Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau

jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel

yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk

menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit.

Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada

dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak

intak.

Page 23: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan

kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya

trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.

Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.

Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan

suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan

cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan

mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,

tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka

bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.

Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya

meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar

dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat

untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.

Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas

luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa

Page 24: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,

punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas

kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki

kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini

membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang

dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan

kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.

Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,

dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Page 25: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Metode Lund dan Browder

Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh

di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas

permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas

permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan

disesuaikan dengan usia:

o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai

14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap

tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai

nilai dewasa.

Page 26: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body surface

area affected by burns in children.

PEMBAGIAN LUKA BAKAR

1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas

usia 50 tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir

pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2. Luka bakar sedang (moderate burn)

Page 27: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat

III kurang dari 10 %

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa

> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang

tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,

tangan, kaki, dan perineum

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel

darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.

Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang

mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan

intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan

akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada

luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi

tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok

hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,

nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.

Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada

kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan

mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring

yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala

sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan

mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi

Page 28: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual

dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60%

hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini

ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang

merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh

kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem

pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain

berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran

napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial

ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten

terhadap berbagai antibiotik.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang

berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi

invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan

eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam

invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau

pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng

yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah

terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan

keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-

mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II

menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler

di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang

didarahinya nanti.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan

kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar

demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,

Page 29: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran

kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.

Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di

darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh

dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa

elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel

kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam

mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik

jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami

kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,

peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase

mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala

yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak

Curling.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan

protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi,

metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga

memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama

didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita

menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian,

korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila

luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak

berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka

bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka

bakar, yaitu:

Page 30: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

1. Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada

saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan

adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan

gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.

2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut

Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)

dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang

timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan

(luka dan sepsis luka)

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi

jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut

hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan

jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan

berlangsung lama

Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis

Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi

protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan

ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah

disebut juga sebagai zona nekrosis.

2. Zona statis

Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi.

Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan

trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow

phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi

lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin

berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemi

Page 31: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa

vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan

umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami

penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona

pertama.

INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk

dirawat inap bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%

2. Luka bakar derajat II > 10%

3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,

kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan

untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi

4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma

mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada

sebelumnya

6. Adanya trauma inhalasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan

MODS

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Page 32: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama

adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan

mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang

menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar

di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka

bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka

bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal

yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada

pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh

karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah

mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang

mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma

terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu,

penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.

Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat

membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.

Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.

Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan

transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan,

melepas dari eskar yang mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

1. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan

manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan

sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.

2. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan

menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi

Page 33: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah

mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika

dibanding dengan intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi

jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian

oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga

akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator

sepsis.

4. Perawatan jalan nafas

5. Penghisapan sekret (secara berkala)

6. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen

jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.

Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9%

ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-

zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi

sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih

kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar

8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki

kompliansi paru

b. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat

dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia

jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan

agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan,

optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin

survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi

dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari

Page 34: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya

pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat

mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi

fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada

beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua.

Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua.

c. Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya

dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak

sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi

yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat

dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan

fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan

demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah

terjadinya SIRS dan MODS.

Page 35: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan

morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan

‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2

mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-

10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang

bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri

walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan

benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris

(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari

ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak

akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.

Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan

menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya

iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan

dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin

lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi

komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas

jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex)

yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini

mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.

Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –

organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar

yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Page 36: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian

cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka

bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis

dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan

ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.

Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan

lebih dari 3 minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang

timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh

posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang

terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah

(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu

pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas

permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang

dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka

bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh

melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil

perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum

dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah

yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”.

Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan

keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan

dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai

lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan

penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam.

Page 37: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong

“electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,

endpoint yang lebih mudah ditentukan

- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada

saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal

dari eksisi

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari

metode ini adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada

luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis,

kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses

maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah

tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,

bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat

dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft.

Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang

diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor

tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang

pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar

1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan

dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia

pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor

sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin

‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.

Page 38: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan

epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan

dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom

setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh

karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa

faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan

jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang

dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut

tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

PROGNOSIS

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan

luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.

Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita

juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada

luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,

serta parut hipertrofik dan kontraktur.

KOMPLIKASI

Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ

Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis

Pendahuluan

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap

berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma,

luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.

Page 39: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator

inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses

penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan

faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi)

dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi

dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS

(Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai

organ (Multi-system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas

pada pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan

SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan

dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,

injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury.

Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of

Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila

dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:

- Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)

- Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

- Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2

rendah (PaCO2 < 32 mmHg)

- Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000

sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur

darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan

dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan

fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat

dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu

proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS

menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum

keadaan yang berawal dari SIRS.

Page 40: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Patofisiologi

Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone

dalam beberapa tahap.

Tahap I

Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka

bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai

mediator pro-inflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon

inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel

retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi.

Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNFα), interleukin (IL1,

IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular

respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-

sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin,

leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida

nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin

mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini

mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek

pembatasan (walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah

inflamasi terisolasi.

Tahap II

Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru

meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi

produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon

fase akut yang terkontrol secara simultan melalui penurunan kadar mediator

proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis reseptor IL1 dan

mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF

(Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator

tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down

regulating cytokine production dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah

dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.

Tahap III

Page 41: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS);

terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi

destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas

dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam berbagai organ dan

mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik (terjadi

peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular,

akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang

mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi

inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien

luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori

yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya

terjadi secara simultan.

Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan

penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus

terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa

menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah

terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora

normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya

akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan

beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap

kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak

oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi

disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut

menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.

Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang

memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena

gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik

(ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal

khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir

dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer

Page 42: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang

meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator

sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama

gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi

barrier kulit.

Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang

sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis.

LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang

pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada

hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas

pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.

Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik

pada fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras

seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-

inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak

hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan

kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena luka

bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.

Tatalaksana

Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah

perkembangan SIRS, MODS, dan sepsis.

Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8

jam pertama pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa

usus, pemberian NED ini bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi

hipometabolik pada fase akut / syok dan mengendalikan status hiperkatabolisme

yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan antibiotika tidak dibenarkan

karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu keseimbangan flora

usus.

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan

cedera termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan

sedini mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang,

Page 43: Presentasi Kasus - Florinda - Bedah - Luka Bakar Grade II 90%

hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan

dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai

masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss

yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses

inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak

menunggu jaringan granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan

memperberat stres metabolisme.

Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin

dianggap tidak bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat

namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.

Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan

menjinakkan leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi

lypoxygenase pathway pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga

menghasilkan leukotrien yang lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek

pada cyclo-oxygenase pathway asam arakhidonat, sehingga menghasilkan

tromboksan yang lebih benigna menggantikan tromboksan (ThromboxaneA2)

yang bersifat maligna.

Komplikasi

Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang

mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress

Syndrome (ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran

cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena dalam (Deep Vein

Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation

(DIC)