presentasi diandhara

29
Presentasi kasus TETANUS NEONATORUM Oleh : Diandhara Nuryadin, S.Ked 1102010074 Pembimbing : dr. Oki Fitriani, M.Sc. SpA SMF ILMU KESEHATAN ANAK

description

presentasi

Transcript of presentasi diandhara

Page 1: presentasi diandhara

Presentasi kasus

TETANUS NEONATORUM

Oleh :

Diandhara Nuryadin, S.Ked 1102010074

Pembimbing :

dr. Oki Fitriani, M.Sc. SpA

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD SERANG

Desember 2014

Page 2: presentasi diandhara

Identitas Pasien

Nama : By. Ny. SUmur : 6 hariJenis kelamin : Laki-lakiAlamat : Badak Luwung CikandeAgama : IslamNama ayah : Tn. SuburNo RM : 00.16.12.65Tanggal masuk : 16/12/2014Tanggal keluar : 17/12/2014

Anamnesa

Alloanamnesa oleh ibu pasien pada tanggal 17 Desember 2014 Keluhan utama : KejangKeluhan tambahan : Demam, tidak mau menyusu

Riwayat penyakit sekarang :Pasien datang ke RSUD Serang dengan diantar oleh keluarganya setelah

mendapat rujukan dari bidan Eti (Cikande) dengan keluhan kejang dan tidak mau menyusu. Menurut keluarga, pasien mengalami kejang sejak ± 1 hari SMRS sebanyak ± 6 kali dan kejang berlangsung selama ± 2 menit. Keluarga menambahkan, pada saat kejang, kedua tangan pasien mengepal, kaki dan badan pasien kaku, serta mulut pasien mencucu. Menurut keluarga, setelah kejang, keluar banyak busa dari mulut pasien. Keluarga juga menambahkan ada keluhan demam yang dialami pasien sejak 3 hari SMRS. Menurut keluarga, demam yang dialami pasien terjadi terus menerus sepanjang hari. Keluarga juga menambahkan, pasien tidak mau menyusu sejak ± 2 hari SMRS. Menurut keluarga, setelah lahir pasien langsung mau menyusu. Keluhan pasien mengalami kejang sebelumnya disangkal oleh keluarga. Keluhan pasien mengalami batuk dan pilek disangkal oleh keluarga. Keluhan pasien mengalami muntah disangkal oleh keluarga.

Pasien lahir dengan ditolong oleh dukun dengan berat badan lahir seberat 4000 gram. Pasien tidak diimunisasi.

Riwayat pribadia. Riwayat kehamilan ibu pasien

Ibu G2P1A0 hamil anak kedua saat berumur 29 tahun, ibu pasien tidak rutin memeriksakan kehamilannya. Tidak ada riwayat trauma, perdarahan, atau infeksi selama kehamilan.

Page 3: presentasi diandhara

b. Riwayat persalinan ibu pasienIbu pasien melahirkan anak keduanya ditolong oleh dukun, umur kehamilan 9 bulan, berat badan lahir 4000 gram, pada saat lahir pasien tidak langsung menangis, ketuban jernih, tali pusat pasien langsung dibungkus daun sirih oleh dukun.

c. Riwayat imunisasiPasien tidak diimunisasi.

Pemeriksaan FisikKEADAAN UMUM

Keadaan Umum : LemahKesadaran : Compos mentisHeart Rate : 145 x/menit Suhu badan : 370 C Pernapasan : 45 x/menit BB : 3 kgPB : 48 cm STATUS GIZI : (Gizi kurang)

STATUS GENERALISKepala :normocephal, rambut tumbuh teratur, tidak mudah dicabut. Mata :congjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- , reflex cahaya +/+,

mata cekung -/-Telinga :sekret -/-Hidung :pernapasan cuping hidung -/-, sekret -/-, deviasi septum -/-Mulut :trismus (+), sianosis (+)Leher :pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku

kuduk (+) , opistotonus (+)Thoraks :pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

CorInspeksi : iktus kordis tidak terlihatPalpasi : iktus kordis terabaPerkusi : tidak dilakukanAuskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo Inspeksi : simetris saat statis dan dinamisPalpasi : tidak dilakukanPerkusi : sonor diseluruh lapang paru Auskultasi : vesikuler, Rhonki +/+, Whezing -/-

Page 4: presentasi diandhara

Abdomen Inspeksi : tampak perut datarAuskultasi : bising usus (+)Perkusi : timpani di keempat kuadranPalpasi : hepar dan lien tidak teraba, dinding abdomen tegang seperti papan

TANDA RANGSANG MENINGEALKaku kuduk +Brudzinski 1 +Brudzinski 2 +Laseque +Kernig +

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Darah pada tanggal 17 Oktober 2014

Hb = 19,2 g/dl leukosit = 13.450 /ul Ht = 60,1 % trombosit = 283.000 /ulMCV = 99,2 fl MCH = 31,7 pgMCHC= 31,9 g/dL GDS = 66 mg/dL

Diagnosa kerja

Tetanus Neonatorum

Penatalaksaan

PrognosisBerdasarkan Black Scoring

Skor Mortalitas0-1 (ringan) 10%

2-3 (sedang) 10-20%

4 (berat) 20-40%

5-6 (sangat berat) 50%

Masa inkubasi <7 hariScore : 1Awitan penyakit <48 jamScore : 1

Page 5: presentasi diandhara

Tempat masuk tidak diketahuiScore : 0Spasme (+)Score : 1Panas badan >38,4Score : 1Takikardia (-)Score : 0

Jumlah : 4Kesan : tetanus tipe berat dengan presentasi kematian 20-40%Prognosis : dubia ad malam

Rencana Pemeriksaan Lanjutan- Rontgen thorax

LEMBAR PERJALANAN PENYAKIT / FOLLOW UP

Nama : Fatin Sidqia No. RM : 15.21.03 Ruang : F1 IIIUmur/kelamin : 1th 7

bulan/perempuanKelas : 3

Tgl Jam Perjalanan Penyakit / follow up

Intruksi dokterTherapy / tindakan

medic

Tanda tangan / nama dr

17/okt/2014

9 kg

S/ kaku leher,kaju mulut, demam, batuk O/ KU: lemah KS : CM

HR : 128x/menitRR : 24x/menitT : 37,8 0CWajah : trismus +, opistotonus +Mata : CA -/-, SI -/- edema palpebra +/+Hidung : PCH (-)Mulut : PCO (-)Leher : kaku kuduk (+)Torak : simetris saat statis dan dinamis,

Infus 2A 9 tpm makroTetagam 500 IU Diazepam 6x4 mg IVCefotaxim 3x300 mg IVMetronidazol

Page 6: presentasi diandhara

retraksi (-)Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheziing -/-Abdomen : BU (+) hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : akral hangat

3x67,5mg IVParasetamol 3x100 mg IV

18/10/14

9 kg

S/ kaku seluruh tubuh, batuk, demamO/ KU: lemah KS : CMHR : 136x/menitRR : 60x/menitT : 39,9 0CWajah : trismus +Mata : CA -/-, SI -/- Hidung : PCH (-)Mulut : POC (-)Leher : kaku kuduk (+)Torak : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (+)Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheziing -/-Abdomen : BU (+) hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : akral hangat opistotonus

Infus 3A 8 tpm

makro

O2 1L/m

Tetagam 500 IU

Diazepam 6x4 mg

IV

Extra diazepam

4mg jika kejang

Cefotaxim

3x300mg IV

Metronidazol

3x67,5mg IV

Parasetamol 100

mg IV / 6-8 jam

Salbutamol 3x0,8

mg)

MC 8x10cc

Page 7: presentasi diandhara

TEORI SINGKAT

TETANUS

Definisi

Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot

dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan

basil Gram positif anaerob. Bakteri ini nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas,

pengeringan dan desinfektan. Spora adalah di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus

hewan dan kotoran manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin

yang bernama tetanospasmin.

Etiologi

C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan

berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas

Page 8: presentasi diandhara

dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga

resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak

ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.

Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari

kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam

tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang

menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu

tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun

juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospasmin merupakan toksin

yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton,

larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik

Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptic. Kuman tetanus tumbuh

subur pada suhu 17o C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula

media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasi glukosa.

Patogenesis dan Patofisiologi

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,

Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke

dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4

penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan

eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini

bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal,

tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil

atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang

berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotonga tali pusat

yang tidak steril.

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam

lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya, toksin

akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem

limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem

Page 9: presentasi diandhara

saraf termasuk otak. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion

spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom. Toksin dari tempat luka menyebar

ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke

dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya

menyebar ke SSP. Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan saraf

tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga

terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini

menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma

aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif

terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik

terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot

masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum tulang belakang terjadi kekakuan yang

berat, pada extremitas, otot-otot bergari pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Bilamana

toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai mengalami kejang umum yang

spontan. Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot

agonis dan antagonis. Racun atau neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi

terpendek yang berasal dari system saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan

punggung serta kekakuan dari otot leher.

Tetanospasmin pada system saraf otonom juga verpengaruh, sehingga terjadi gangguan

pernapasan, metabolism, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan

neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis

merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena penderita sudah

meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernapasan

mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan di kelola

dengan teliti.

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari

refleks synaptik di spinal cord.

Page 10: presentasi diandhara

Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral

ganglioside.

Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan

gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung,

peninggian cathecholamine dalam urine.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya

aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot

masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap

afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi

agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa

kekornu anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri

kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada

voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena

biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan

oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

Mortalitas dan morbiditas

Secara keseluruhan, tingkat kematian sekitar 45%. Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau

tidaknya seseorang mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang

pernah mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi

atau tidak divaksinasi sama sekali. Angka kematian di AS 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2

dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi. Angka kematian

di Amerika Serikat adalah 18% 1998-2000 dan 11% tahun 1995-1997, tingkat kematian sebesar 91%

dilaporkan pada tahun 1947. Angka kematian yang tertinggi bagi orang-orang berusia 60 (40%)

dibandingkan dengan mereka yang berusia 20 sampai 59 tahun (8%). Dari tahun 1998 hingga 2000,

75% kematian di Amerika Serikat adalah di antara pasien yang lebih tua dari 60 tahun.

Page 11: presentasi diandhara

Manifestasi klinik

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa

minggu). Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya. Terdapat hubungan antara

jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka

dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin

panjang.

Bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:

1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )

2. Cephalic Tetanus

3. Generalized tetanus (Tetanus umum)4.

4. Neonatal tetanus.

Karakteristik dari tetanus

• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.

• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya

• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian

timbul

kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter.

• Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )

• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut

tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

eksistensi,

lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

Page 12: presentasi diandhara

• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,

bahkan

dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

1. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat

dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus

lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa

progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.

Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang

ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai

prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai

sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

2. Chepalic Tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2

hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka pada daerah

muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus cephalic

dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic

ialah tetanus yang berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan

kelumpuhan dari safar kranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N.

IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari

bahkan berbulan-bulan.

Tetanus chepalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya

prognosanya jelek.

3. Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak

dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus

merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-

otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku

Page 13: presentasi diandhara

kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni

spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.

Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,

sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan

didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40

C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai

takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala

klinis.

4. Neonatal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan

yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun

penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak

steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada

tahun 1981, ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus biasanya ditolong melalui

tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ). 56 kasus ( 68,29 % ),

tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) , dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ).

Berdasarkan derajatnya tetanus terbagi atas :

Grade I: ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.

- Period of onset > 6 hari

- Ttrismus positif tapi tidak berat

- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum

terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II: sedang

Page 14: presentasi diandhara

- Masa inkubasi 10-14 hari

- Period of onset 3 hari atau kurang

- Trismus dan disfagi ada

- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada

Grade III: berat

- Masa inkubasi < 10 hari

- Period of onset < 3 hari

- Trismus dan disfagia berat

- apnei spell

- takikardia

- peningkatan sistem otonom

Grade IV :

-Grade III dengan tambahan gejala seperti gangguan otonom berat, hipertensi berat,

takikardia yang diselingi dengan hipotensi dan bradikardia.

Diagnosis

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :

1.Gejala klinik

- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Diagnosis banding

Page 15: presentasi diandhara

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali dijumpai dari

pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan

darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase

sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau

tidak lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

1. Meningitis bacterial

Pada penyakit ini trismus tidak ada da kesadaran penderita biasanya menurun.

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan

cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa

menurun.

2. Poliomyelitis

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.

Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio diisolasi dari

tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.

3. Rabies

Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan,

kejang bersifat klonik.

4. Keracunan strychnine

Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.

5. Tetani

Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat

dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan

biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

6. Retropharyngeal abses

Trismus selalu ada pada penyaikit ini, tetapi kejang umum tidak ada.

7. Tonsillitis berat

Pada penderita panas tinggi, kejang tidak ada tapi trismus ada.

8. Efek samping fenotiasin

Page 16: presentasi diandhara

Adanya riwayat minum obat fenotiasin. Kelainan berupa sindrom ektrapiramidal.

Adanya reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot.

9. Kaku kuduk juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher

dan spondilitis leher.

Penatalaksanaan

A. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan

tersebut dapat diperinci sbb :

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

- Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),

membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata

laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian

Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut

dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat- obatan

Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan

tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM

diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan

preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2

gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat

digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Page 17: presentasi diandhara

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan

untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika

broad spektrum dapat dilakukan.

Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole

Diberikan terutama bila penderita alergi penisilin.

Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis

Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam

Anti tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:

- Toksin bebas dalam darah

- Toksin bergabung dengan jaringan saraf

Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah

bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum

pemberian antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit

dan mata, dan harus sedia adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal

dari serum kuda, yang bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.

Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Berhrmann (1987) dan Grossman

(1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan

setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS

diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan

dosis i.m, sekali pemberian.

Antitoksin lainnya

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis

3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara

intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",

yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Page 18: presentasi diandhara

Tetanus toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai.

Antikonvulsan

Tabel : JENIS ANTIKONVULSAN

___________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping

________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM) Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

________________________________________________________

Obat yang lazim digunakan ialah :

- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5

mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap

kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung)

dengan dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.

- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat

berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat

di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau

tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila

ada gangguan saraf otonom.

- Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan

dengan dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.

- Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

Komplikasi

- Pada saluran pernapasan

Page 19: presentasi diandhara

Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya

kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta

sukar menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi

pneumonia aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks dan

mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

- Pada kardiovaskular

Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,

hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

- Pada tulang dan otot

- Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.

Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus

menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan

juga dapat miositis ossifikans sirkumskripta.

- Komplikasi yang lain :

1. Laserasi lidah akibat kejang

2. Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja

3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan

mengganggu pusat oengatur suhu.

Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi yaitu : bronkopneumonia,

cardiac arrest, septicemia dan pneumothoraks.

Prognosa

Dipengaruhi oleh beberapa factor :

1. Masa inkubasi

Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin

pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari

tergolong berat.

Page 20: presentasi diandhara

2. Umur

Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin

jelek.

3. Period of onset

Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus

sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.

4. Panas

Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.

5. Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.

6. Ada tidaknya komplikasi

7. Frekusensi kejang

Semakin sering prognosanya makin jelek.

Pencegahan

Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya

cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian imunisasi telah dapat

dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif ( DPT atau DT ).

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada

anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus)

Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar

dan anti tetanus serum untu profilaksis.

DAFTAR PUSTAKA

Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 2001,

Page 21: presentasi diandhara

49- 51.

Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.

http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-prmh279.htm

http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf