preeklamsi

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 PREEKLAMPSIA Preeklampsia merupakan penyakit dalam kehamilan yang ditandai dengan gejala hipertensi, edema dan proteinuria. Eklampsia merupakan kegawat-daruratan obstetri yang morbiditas dan mortalitasnya tinggi bagi ibu dan bayinya. Insidens preeklampsia adalah 7-10 % dari kehamilan dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia. Preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan kematian janin dalam kandungan. II.1.1 Definisi Preeklampsia Preeklampsia merupakan sindroma spesifik-kehamilan berupa penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (William, 2005) Preeklamsi merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan trias: hipertensi, edema dan proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai segera setelah persalinan. (Rustam Mochtar, 1998; B. Taber, 1994; Cunningham et. at. 1989; Budiono W. et. at. 1997) II.1.2 Faktor Risiko Preeklampsia

description

gkgukgu

Transcript of preeklamsi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1PREEKLAMPSIA Preeklampsia merupakan penyakit dalam kehamilan yang ditandai dengan gejala hipertensi, edema dan proteinuria. Eklampsia merupakan kegawat-daruratan obstetri yang morbiditas dan mortalitasnya tinggi bagi ibu dan bayinya. Insidens preeklampsia adalah 7-10 % dari kehamilan dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia. Preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan kematian janin dalam kandungan. II.1.1Definisi PreeklampsiaPreeklampsia merupakan sindroma spesifik-kehamilan berupa penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (William, 2005)Preeklamsi merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan trias: hipertensi, edema dan proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai segera setelah persalinan. (Rustam Mochtar, 1998; B. Taber, 1994; Cunningham et. at. 1989; Budiono W. et. at. 1997)

II.1.2Faktor Risiko Preeklampsia1) Riwayat preeklampsiaSeseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.2) PrimigravidaPada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.3) Kegemukan4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih.5) Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, atau penyakit ginjal.

II.1.3PatofisiologiEtiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori- teori yang saat ini adalah :1) Teori Kelainan Vaskularisasi PlasentaPada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan ototnya tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.2) Teori Radikal BebasPlasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.3) Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janinPada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Maka, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Akibatnya, lapisan ototnya tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.4) Teori GenetikPreeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang memiliki riwayat menderita preeklampsia.5) Teori Defisiensi GiziPenelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

II.1.4Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.

II.1.5Diagnosis PreeklampsiaDiagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.b) Proteinuria kuantitatif > 300 mg/24 jam atau kualitatif dipstik: 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstearm.c) Edem: lokal pada tungkai tidak digunakan dalam kriteria diagnostik kecuali anasarka.2) Preeklampsia berat, bila disertai salah satu atau lebih tanda dan gejala sebagai berikut:a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.b) Proteinuria 5 gr/jumlah urin dalam 24 jam atau kualitatif dipstik: 3+ atau 4+c) Oligouria, yaitu jumlah urine < 400 cc/ 24 jam.d) Kenaikan kreatinin serume) Terdapat edema paru dan sianosisf) Adanya gangguan serebral, nyeri kepala dan gangguan penglihatang) Rasa nyeri di epigastrium dan kuadran kanan atas abdomenh) Hemolisis mikroangiopatiki) Gangguan fungsi heparj) Trombositopenia

Pembagian preeklampsia berat: a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsiab. Preeklampsia berat dengan impending eklmpsia (nyeri kepala, mata kabur, mual muntah, nyeri epigastrium)

II.1.6Komplikasi Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklampsia: Solusio plasentaKomplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia. HipofibrinogenemiaBiasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala. HemolisisPenderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut. Perdarahan otakKomplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia. Kelainan mataKehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri. Edema paru-paru Nekrosis hatiNekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain.Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya. Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan lowplatelet. Merupakan sindrom gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT, SGOT], gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia ( 2 minggu 2. proteinuria menetap selama > 2 minggu3. hasil tes laboratorium yang abnormal4. adanya gejala atau tanda 1 atau lebih preeklampsia beratSikap terhadap kehamilanya: Bila usia kehamilan 37 minggu, persalinan ditunggu sampai onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperingan kala II.

b. Penatalaksanaan Preeklampsia BeratDasar pengelolaan preeklampsia berat :1. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa.2. Kedua baru menentukan sikap terhadap kehamilannya :a. Ekspektatif, konsevatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.b. Aktif, agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, akhiri kehamilan setelah mendapatkan terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Pemberian terapi medikamentosaa. Segera masuk RS.b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.c. Infus RL atau D5%.d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.e. Antihipertensi.Diberikan bila TD 180/110. Obat yang diberikan adalah nifedipine 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, dosis maksimal 120 mg dalam 24 jam.f. Diuretik tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena: 1. Memperberat penurunan perfusi plasenta2. Memperberat hipovolemiaDiuretik baru diberikan jika terdapat edema paru, gagal jantung kongstif atau edema anasarka. Diuretik yang diberikan adalah furosemid. Sikap terhahap kehamilannyaKonservatif, ekspektatif :a. Tujuan: mempertahankan kehamilanb. Indikasi : kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala impending eklampsia.Aktif,agresif :a. Tujuan : terminasi kehamilanb. Bila didapatkan 1 atau lebih keadaan di bawah ini:Ibu :1. Kegagalan terapi medikamentosa : setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan tidak terjadi perubahan dan setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan terjadi kenaikan tekanan darah.2. Adanya tanda dan gejala impending eklampsia.3. Gangguan fungsi hepar maupun fungsi ginjal.4. Dicurigai terjadi solusio plasenta.5. Timbulnya onset partus.6. Ketuban pecah dini.7. Perdarahan.Janin :1. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG2. NST non reaktif3. Timbulnya oligohidramnion4. Adanya tanda fetal distressLaboratoriumAdanya tandra sindrom HELLP, khususnya menurunyya trombosit dengan cepat.B. Cara persalinanSedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.a. Penderita belum inpartuDilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 5. Bila induksi gagal harus disusul dengan SC.Indikasi SC : tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam induksi persalinan gagal terjadi fetal distressb. Penderita sudah inpartu Memperingan kala II Antikonvulsan. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kuntinyu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.Infus intravena kontinu: Loading dose : initial doseBerikan 4 6 gram MgSO4 20% diberikan dalam 500 cc RL selama 15-20 menit Maintenance dose :Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena tiap 4-6 jamInjeksi intamuskular intermiten:a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.b) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%) disuntikan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam-dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa: Reflek patela (+) Tidak terdapat depresi pernapasan Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 mld) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.e) Siapkan antidotumJika terjadi henti napas Berikan bantuan dengan ventilator Berikan kalsium glukonas 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi. Antihipertensi.a) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun.b) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intramuskular setiap 2 jam.c) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan: Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit. Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg intravenaPersalinan Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika SC akan dilakukan, perhatikan bahwa: Tidak terdapat koagulopati Anestesi yang aman/terpilih adalah anestesia umum. Jangan lakukan anestesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi. Jika anestesia yang umum tidak tersedia atau janin mati lakukan persalinan pervaginam. Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.

II.2Kehamilan Lewat Waktu (Serotinus)II.2.1 DefinisiKehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan yang dihitung dari HPHT, di mana usia kehamilannya melebihi 42 minggu dan belum terjadi persalinan. Serotinus/postterm adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan berdasarkan perhitungan kehamilan dengan HPHT dan belum terjadi persalinan Aterm adalah kehamilan 38-42 minggu (periode persalinan normal) Postmatur adalah penggambaran janin yang memperlihatkan adanya kelainan akibat kehamilan yang berlangsung lebih dari yang seharusnya (serotinus).

II.2.2InsidensAngka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan, di mana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5-7%.

II.2.3EtiologiEtiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim.Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut : Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering. Tidak diketahui. Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan. Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi. Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi. Faktor genetik juga dapat memainkan peran.

II.2.4 PatofisiologiPada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.Sebab Terjadinya Kehamilan PosttermSeperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut :1. Pengaruh ProgesteronPenurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.2. Teori OksitosinPemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.3. Teori Kortisol/ACTH JaninDalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.4. Saraf UterusTekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.5. HerediterBeberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.

II.2.5ResikoRisiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik. Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.

II.2.6Manifestasi Klinis Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :Stadium I:kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering,rapuh, dan mudah mengelupas.Stadium II:seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.Stadium III:seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan talipusat.

Pengaruh dari serotinus adalah :1. Terhadap Ibu :Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan postpartum.2. Terhadap Bayi :Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar, moulage.Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu : Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram) Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur Rambut lanugo hilang atau sangat kurang Verniks kaseosa di badan kurang Kuku-kuku panjang Rambut kepala agak tebal Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

II.2.7DiagnosisTidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%.Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilan lewat waktu :1. HPHT jelas.2. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.3. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).4. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.5. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.

II.2.8Pemeriksaan PenunjangMenurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. Pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan seperti :1. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis.2. Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan Ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.3. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.4. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa mengakibatkan gawat janin.5. Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia kehamilan.Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat dilakukan :1. Tes tanpa tekanan (non stress test).Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.2. Gerakan janin.Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal > 1 cm/bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion, maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.3. Amnioskopi.Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.II.2.9TatalaksanaPerlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga setiap persalinan kehamilan posterm harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai.Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score).Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain :1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.2. Induksi dengan oksitosin.3. Bedah seksio sesaria.The American College of Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa kehamilan postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring janin lebih rendah.Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.

Table 1. Skor Bishop0123

Pendataran serviks0-30%40-50%60-70%80%

Pembukaan serviks01-23-45-6

Penurunan kepala dari Hodge III-3-2-1, 0+1, +2

Konsistensi serviksKerasSedangLunak

Posisi serviksPosteriorSearah sumbu jalan lahirAnterior

Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil. Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin. Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan pengukuran PS lagi.

Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip Oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada : 1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang 1. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau2. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.Pada kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.II.2.10 Komplikasi1. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :1. Plasenta Kalsifikasi Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang Degenerasi jaringan plasenta Perubahan biokimia1. Komplikasi pada IbuKomplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.

2. Komplikasi pada JaninKomplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.1. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.2. Komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.II.2.11 PencegahanPencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar, Dikman, 2005.Hipertensi dalam Kehamilan Edisi IV. Fakultas Kedokteran UNAIR: Surabaya2. Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Volume 1. Jakarta: EGC.3. Depkes RI. 2001. Standart Pelayanan kebidanan.4. Doenges, E. Marilyn. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.5. Hendaryono, Henny. 2007.Materi Kuliah Patologi Kebidanan. Jombang6. Himpunan kedokteran feto maternal POGI. 2005.Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Semarang7. Lowdermilk & Shannon, E Perry. 2000. Maternity & Womans Health Care. Philadelpia: Mosby.8. Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC9. Mochtar, Rustam. 1998. Simposium Obstetri. Jilid I. Jakarta: EGC.10. Mochtar, Rustam. 1998.Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. EGC: Jakarta11. Prawiroharjo, Sarwono, 2005.Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta12. Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI13. Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.14. Prawiroharjo.APN. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Institusi DEPKES R15. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka16. Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono17. Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC18. _____. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.