PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat...

11
107 PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI ROBUSTA DAN KEUNTUNGAN PETANI 1 Suseno Budidarsono dan Kusuma Wijaya World Agroforestry Centre - ICRAF SE Asia, PO Box 161, Bogor 16001 1 Tulisan ini merupakan kajian ulang hasil penelitian profitabilitas budidaya kopi di Sumberjaya yang disajikan dalam dua Laporan terpisah : Budidarsono et al. (2000) ; dan Kuncoro dan Budidarsono (2003) ABSTRACT From an environmental perspective, multistrata coffee (and shaded coffee) lead are to be preferred over coffee monoculture, as they protect biodiversity as well as protecting soil on sloping land through the litter layer and the root systems. A recent study on international coffee market draws the conclusion that the market is willing to offer premium price to coffee beans that are produced in environmentally friendly systems. Using the Policy Analysis Matrix methodology this paper aims to understand :(i) how best multistrata coffee can provide incentives to smallholder coffee producers, (ii) what are the returns to land of this kind of land use system, and (iii) are there any strategic advantages embedded in the system that can be used by policy makers in dealing with the coffee cultivation within conflict- sensitive areas such as state forestland, as it has been occurring in Sumberjaya. The study concludes that at proces that reflect long term means, multistrata system are financially and economically viable and also generate sustainable employment opportunity in rural area with better returns to labor than coffee monocultures. The strategic adventage of multistrata coffee system is that these land use systems can be offered as an alternative land use practices in land conflict resolution that is rooted in misperception of the state forest land utilization. Keywords : Multistrata coffee; Profitability; Returns to Land; Returns to Labor; Cost of Establishment

Transcript of PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat...

Page 1: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

107

PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI ROBUSTADAN KEUNTUNGAN PETANI1

Suseno Budidarsono dan Kusuma Wijaya

World Agroforestry Centre - ICRAF SE Asia, PO Box 161, Bogor 16001

1 Tulisan ini merupakan kajian ulang hasil penelitian profitabilitas budidaya kopi di Sumberjaya yang disajikan dalam duaLaporan terpisah : Budidarsono et al. (2000) ; dan Kuncoro dan Budidarsono (2003)

ABSTRACTFrom an environmental perspective, multistrata coffee (andshaded coffee) lead are to be preferred over coffeemonoculture, as they protect biodiversity as well asprotecting soil on sloping land through the litter layer andthe root systems. A recent study on international coffeemarket draws the conclusion that the market is willing tooffer premium price to coffee beans that are produced inenvironmentally friendly systems.

Using the Policy Analysis Matrix methodology thispaper aims to understand :(i) how best multistrata coffeecan provide incentives to smallholder coffee producers,(ii) what are the returns to land of this kind of land usesystem, and (iii) are there any strategic advantagesembedded in the system that can be used by policy makers

in dealing with the coffee cultivation within conflict-sensitive areas such as state forestland, as it has beenoccurring in Sumberjaya.

The study concludes that at proces that reflect longterm means, multistrata system are financially andeconomically viable and also generate sustainableemployment opportunity in rural area with better returnsto labor than coffee monocultures. The strategic adventageof multistrata coffee system is that these land use systemscan be offered as an alternative land use practices in landconflict resolution that is rooted in misperception of thestate forest land utilization.

Keywords : Multistrata coffee; Profitability; Returns toLand; Returns to Labor; Cost ofEstablishment

Page 2: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

108

ABSTRAK

Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopimultistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopimultistrata memiliki fungsi konservasi terhadap keragamanhayati dan juga mampu menekan erosi sampai pada tingkatyang dapat diterima. Sementara itu pasar kopi internasio-nal menawarkan harga premium untuk komoditas kopi yangdihasilkan dari sistem budidaya kopi yang ramah lingkungan.

Dengan menggunakan kerangka analisis Matrix AnalisisKebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM), kajian inimencoba untuk mengetahui (i) seberapa besar kopimultistrata mampu memberikan insentif bagi petani, (ii)seberapa besar profitabilitas lahan yang dihasilkan, dan (iii)adakah keunggulan srategis yang melekat dalam budidayaini yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baiktentang budidaya kopi multistrata sebagai landasan dalampenentuan kebijakan dalam penanganan masalah budidayakopi di kawasan rawan konflik lahan, seperti di Sumberjaya.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa praktekbudidaya kopi multistrata di Sumberjaya secara finansialdan ekonomis ternyata mampu memberikan keuntungan bagipetani dan sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan diperdesaan secara berkelanjutan. Nilai strategis daribudidaya kopi multistrata adalah bahwa penggunaan lahanini bisa digunakan sebagai pilihan dalam penyelesaian konfliklahan yang berakar pada perbedaan persepsi atas pemanfatankawasan hutan.

Kata kunci : Kopi multistrata; Profitabilitas; Returns to Land;Returns to Labor; Biaya Investasi (Cost ofEstablishment)

PENDAHULUANPraktek budidaya kopi multistrata (mixed/ shadedcoffee atau agroforestri kopi) yang dipercaya dapatmemenuhi kepentingan ekonomi dan ekologi pada saatyang sama, baru menjadi wacana sejak dua dasa warsabelakangan ini. Padahal budidaya kopi multi-stratasudah lama dipraktekkan oleh para petani kopi tradisionaldi berbagai belahan dunia, termasuk di antaranya diSumberjaya – kawasan hulu daerah aliran sungai(DAS) Tulang Bawang, propinsi Lampung, PulauSumatra. Kajian tentang manfaat ekologi dari budidayakopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwabudidaya kopi multistrata memiliki fungsi konservasiterhadap keragaman hayati (Faminow dan Rodriguez,2001; Soto-Pinto et al., 2000; Perfecto dan Armbrect,2003), dan mampu menekan erosi sampai pada tingkatyang dapat diterima (Arsyad, 1977; Ginting, 1982;Afandi et al., 1999 dan Hartobudoyo, 1979).Perkembangan pasar kopi internasional menunjukkanbahwa komoditas kopi yang dihasilkan oleh budidayakopi yang ramah lingkungan tersebut, yang olehGiovanucci (2003) disebut sebagai salah satu jenis‘Sustainable Coffee’, berpeluang untuk mendapatkan

harga premium. Panos Varangis, Lead Economistpada Bank Dunia lebih jauh menegaskan:

“Coffee is arguably one of the world’s mostimportant cash crops and is vital to thelivelihood of more than 25 million small coffeefarmers. Sustainable coffees can provide suchbenefits as improved natural resourcemanagement; fewer agrochemicals used inproduction, which decreases costs and healthrisks; and increased use of rural labour, whichprovides more jobs for those in desperateneed.”2

Tulisan ini mencoba untuk memberikan sisipandang finansial dan ekonomi dari praktek budidayakopi multistrata di Sumberjaya. Persoalan yangdiangkat adalah apakah kopi multistrata mampumemberikan imbalan yang lebih baik bagi petani danberapa besar profitabilitas lahan yang mampudihasilkan? Pemahaman ini penting untuk mengeta-hui seberapa besar insentif yang mampu diberikanoleh budidaya kopi multistrata kepada petani. Untukkepentingan kebijakan publik, kajian ini memberikanpemahaman yang lebih baik tentang budidaya kopimultistrata sebagai landasan dalam penentuankebijakan.

METODOLOGIKerangka Analisis: Matrix Analisis KebijakanKerangka analisis yang digunakan dalam kajianprofitabilitas ini adalah Matrix Analisis Kebijakan atauPolicy Analysis Matrix (PAM) yang dikembangkanoleh Monke dan Pearson (1995). Sebagai alatanalisis, PAM merupakan matrix informasi tentangkebijakan pertanian/ sumberdaya alam dan ketidak-sempurnaan pasar dari faktor domestik terkait. Matrikini disusun dengan membandingkan neraca sistemusaha tani atau penggunaan lahan yang dihitungdengan harga finansial (berdasarkan harga aktualpasar lokal) di satu sisi dan neraca yang dihitungdengan estimasi harga ekonomisnya atau harga sosial(yang mencermikan effisiensi penggunaansumberdaya) di sisi yang lain.Secara sederhanakerangka Matrix Analisis Kebijakan disajikan dalamTabel 1

Matrix ini terdiri dari dua set perhitungan.Pertama, perhitungan profitabilitas (kemampuanmenciptakan keuntungan) usaha tani ataupemanfaatan sumberdaya alam; seperti tergambar

2 Pernyataan Varangis yang disampaikan dalam rangka peluncuranbuku ‘The State of Sustainable Coffee: A study of twelve majormarket’ (Giovanucci, 2003) dikutip dari:http://web.worldbank.org/W B S I T E / E X T E R N A L / T O P I C S / T R A D E / 0 ,, c o n t e n t M D K : 2 0 1 3 1 7 8 1 ~ m e n u P K : 6 4 0 2 1 7 5 3 ~pagePK:64020865~piPK:149114~theSitePK:239071,00.html

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Page 3: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

109

3 Gitinger (1982) adalah acuan baku untuk analisis eko-nomidalam proyek pertanian. Terdapat pengukuran pro-fitabilias yanglain seperti IRR (internal rate of returns) dan Rasio Manfaat –Biaya (Benefir – Cost ratio/BCR). IRR merupakan parameter yangmenunjukkan sejauh mana satu investasi mampu memberikankeuntungan. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga umummem-berikan petunjuk bahwa investasi tersebut cukup mengun-tungkan. BCR merupakan perbandingan antara nilai manfaat dannilai biaya dari satu investasi pada tingkat bunga yang telahditentukan. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwainvestasi cukup menguntungkan

secara horizontal, di mana tingkat keuntungan dapatdilihat pada kolom paling kanan yang merupakan selisihdari penerimaan (kolom paling kiri) dan pengeluaran/biaya (kolom-kolom di tengah). Ada dua perhitunganprofitabilitas, yaitu profitabilitas finansial atau privatdan profitabilitas ekonomis atau sosial. Profitabilitasfinansial atau profitabilitas privat yang mengacupada penerimaan dan pengeluaran aktual,menunjukkan daya saing dari suatu sistem usaha tanipada tingkat teknologi dan dalam lingkungan kebijakantertentu. Sedangkan profitabilias ekonomis/sosial,seperti terlihat di baris kedua dalam Tabel 1, adalahperhitungan untung-rugi dengan menggunakan harga-harga ekonomis/sosial yang mencerminkan keunggulankomparatif atau tingkat effisiensi dari suatu sistemusaha tani atau penggunaan lahan. Nilai hasil usahatani atau output (E) dan nilai asupan pertanian (F),mengacu pada harga-harga internasional (dalam halini harga c.i.f untuk barang dan jasa yang diimpor,dan harga f.o.b untuk barang dan jasa yang diekspor)yang sudah terbebas dari berbagai kebijakanperdagangan seperti pajak, subsidi dan tarif. Nilaifaktor domestik (G) berupa modal, tenaga kerja danlahan yang digunakan dalam suatu sistem usaha tani/penggunaan lahan, didekati dengan menduga nilaipengorbanan atas penggunaan sumberdaya tersebut.

Kedua, effect of divergence, yaitu selisihantara hasil perhitungan dengan menggunakan hargafinansial dan hasil perhitungan dengan menggunakanharga ekonomisnya, guna melihat derajat perbedaansebagai akibat dari adanya kebijakan pemerintah dan/atau ketidak-sempurnaan pasar. Perhitungan effectof divergences terlihat pada baris ketiga dalam Tabel1. Meskipun baris ketiga ini hanya melihat selisihantara perhitungan profitabilitas finansial danperhitungan ekonomis atas penerimaan, biaya dankeuntungan, baris ini merupakan inti dari pendekatanMatrix Analisis Kebijakan. Setiap perbedaan yangmuncul, yaitu selisih hasil perhitungan harga finansialdan harga ekonomisnya, memberikan indikasi adanyadampak kebijakan atau kegagalan pasar dalam satusistem ekonomi.

ParameterTiga parameter utama yang dianalisis dalam kajianini adalah (a) profitabilitas, yaitu kemampuanmemberikan keuntungan dengan mengarahkanperhatian kepada returns to land (profitabilitas lahan)dan returns to labour (penerimaan per hari orangkerja/HOK); (b) biaya investasi (cost ofestablishment); dan (c) kebutuhan tenaga kerja.

Profitabilitas diukur dengan menggunakan NetPresent Value (NPV) 3, yaitu selisih antara nilaisekarang dari manfaat/penerimaan dan nilai sekarangdari biaya yang dikeluarkan selama kurun waktutertentu pada tingkat bunga yang ditentukan (Gitinger,

1982 p. 319). Dalam hal ini NPV diukur baik padaharga finansial maupun harga ekonomisnya. Nilaipositif NPV dari satu kegiatan investasi menunjukkanbahwa kegiatan tersebut cukup menguntungkan.Perhitungan NPV dengan menggunakan harga-hargaekonomi (profitabilitas ekonomis), yaitu harga barangdan jasa yang mencerminkan pengorbanan dan nilaipaling effisien, menghasilkan parameter profitabilitaspotensial yang menjadi perhatian para pengambilkeputusan atau masyarakat luas. NPV yang dihitungdengan nilai ekonomi, merupakan indikator besarnyareturns to land atau profitabilitas lahan (Vosti et al.,1998 : 12).

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Tabel 1. Matrix Analisis Kebijakan Biaya

Penerimaan

Tradable

Inputs

Faktor Domestik

Profit

Harga finansial/ privat A B C D1

Harga ekonomis/ social E F G H2

Effect of divergences dan efficient policy

I3 J4 K5 L6

Sumber: Monke dan Pearson (1995, p.19) Keterangan :

1 Keuntungan finansial/privat (D=A-B-C) 2 Keuntungan ekonomis/potensial/social (H=E-F-C) 3 Output transfer (I=A-E) 4 Input transfer (J=B-F) 5 Factor transfer (K=C-G) 6 Net transfer (L=D- H atau L=I-J-K)

Ratio Indicators untuk membandingkan sistemyang berbedaPrivate cost ratio (PCR): C/(A – B)Domestic resource cost ratio (DRC): G/(E – F)Nominal protection coefficient (NPC)

on tradable outputs (NPCO): A/Eon tradable inputs (NPCI): B/F

Effective protection coefficient (EPC): (A– B)/(E – F)Koefisien profitabilitas (PC): (A–B–C)/(E–F–G)or D/HRasio subsidi untuk produser (SRP): L/E or (D –H)/E

Page 4: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

110

Sementara itu, returns to labour (penerimaan upahHOK-1) dihitung dengan cara mengubah ‘surplus’yang ada menjadi upah perhari orang kerja (Vosti etal., 1998 : 13). Secara tekhnis perhitungan dilakukandengan mengubah tingkat upah dalam neraca usahatani sedemikian rupa sehingga NPV = 0. Returns tolabour yang dihitung dengan harga finansialmerupakan indikator insentif produksi bagi petani, yaitumengukur seberapa besar insentif yang mampudiberikan oleh satu sistem usaha tani bagi petani dalamberproduksi.

Berkenan dengan biaya investasi (cost ofestablishment), analisis diarahkan kepada aliran uangkas (cashflow), yaitu besarnya pengeluaran danpenerimaan dalam kurun waktu analisis (25 tahun).Yang dimaksudkan dengan biaya investasi di sini adalahnilai sekarang dari jumlah seluruh pengeluaran sampaipada saat sistem memberikan selisih positif pada aliranuang kas (Vosti et al., 1998 : 14).

Kebutuhan data dan AsumsiKomponen pokok dari Matrix Analisis Kebijakanadalah perhitungan untung-rugi atau neraca usaha tani/penggunaan sumberdaya alam. Oleh karena itu datadan informasi untuk penyusunan neraca usaha tanimutlak harus tersedia. Data dan informasi yangdiperlukan mencakup : asupan usaha tani baik saranaproduksi maupun tenaga kerja dan modal sesuai dengantingkat teknologi yang digunakan, tingkat produksiusaha tani, harga-harga dari komoditas pertanianterkait, harga-harga sarana produksi, tingkat upahtenaga kerja, dan tingkat bunga yang mencerminkanbiaya atas modal yang digunakan. Ada dua macaminformasi harga, upah dan tingkat bunga yangdiperlukan dalam amalisis ini. Pertama, harga-hargadari komoditas yang dihasilkan, tingkat upah dan tingkatbunga di pasar lokal; benar-benar mencerminkanpenerimaan dan pengeluaran aktual dalam sistemusaha tani yang bersangkutan. Kedua, harga-hargaekonomis dari komoditas pertanian dan asupanpertanian terkait, seperti telah disinggung di atas.

Mengingat bahwa investasi budidaya kopi adalahinvestasi jangka panjang (lebih dari 15 tahun), makakurun waktu analisis dalam kajian ini adalah 25 tahundimulai dari permulaan budidaya kopi (tahun nol).Sehubungan dengan hal itu analisis finansial danekonomi atasnya tidak bisa menggunakan data satutahun saja. Data tentang harga-harga yang digunakanuntuk menyusun neraca usaha tani dalam analisis iniadalah rata-rata harga nyata sepuluh tahun tarakhir,yaitu sampai dengan tahun 2000. Dengan demikianefek fluktuasi harga sudah dapat dikurangi dalamdalam penyusunan neraca usaha tani.

Asumsi-asumsi yang dipertimbangkan dalam kajianini adalah sebagai berikut. Pertama, keadaan tahunnol dari lahan budidaya kopi yang menjadi target analisis

adalah sisa tebangan hutan sekunder berupa semakdan atau padang alang-alang, sehingga tidak ada hasilsampingan pada saat persiapan lahan. Kedua, asumsikeadaan makro ekonomi menggunakan data keadaantahun 2000, yaitu tingkat upah nyata pertanian Rp 8,000per hari orang kerja (HOK), nilai tukar Rupiah adalahRp 8,421 untuk setiap US $ 1, dan tingkat bunga nyatayang diguna-kan adalah 15% per tahun untukperhitungan pada harga finansial dan 10% per tahununtuk tingkat bunga nyata pada harga sosial 4.

Sejarah budidaya kopi di SumberjayaSumberjaya adalah nama sebuah kecamatan diwilayah Kabupaten Lampung Barat, PropinsiLampung, yang pada tahun 2000 dimekarkan menjadidua kecamatan yaitu, Kecamatan Sumberjaya danKecamatan Way Tenong. Dalam tulisan ini daerahSumberjaya mengacu pada keadaan sebelum tahun2000, yaitu terdiri atas 28 desa dengan total luaswilayah 54.194 hektar atau 10,9% dari total luasKabupaten Lampung Barat. Wilayah yangberpenduduk mendekati 90,000 (pada tahun 2000)merupakan daerah produsen kopi robusta. Sebagianbesar penduduk bekerja pada sektor pertanian,terutama bercocok tanam kopi dan kebun campuran.Sumbangan budidaya kopi terhadap kegiatan ekonomipenduduk tidak terbatas pada hasil produksi kopisemata, akan tetapi juga terbukanya lapanganpekerjaan di sektor perdagangan dan jasa(pengangkutan).

Budidaya kopi di Sumberjaya mengalamiperkembangan pesat pada dekade 70an dan 80an.Analysis terhadap perubahan penggunan lahan,menunjukkan bahwa luas kawasan berhutan di daerahitu menurun cukup tajam pada dua dekade tersebut,yaitu dari 60% pada tahun 1970 menjadi 13% padatahun 1990 (Ekadinata, 2002). Yang menarik adalahbahwa penurunan luas kawasan berhutan tersebutdiiringi oleh perluasan kebun kopi, bahkan di dalamkawasan hutan lindung dan taman nasional. Selainitu, perluasan kebun kopi tersebut berlangsung seiringdengan membaiknya harga kopi dunia pada waktu itu5.Seolah ada hubungan antara membaiknya harga kopidunia dengan perluasan kebun kopi di Sumberjaya.

Budidaya kopi di Sumberjaya yang kebanyakandilakukan oleh keluarga petani dengan skala kecil(kurang dari 3 ha), dimulai dari cara tradisional denganpraktek peladangan berpindah oleh para perintis etnisSemendo dari Sumatra Selatan, lebih dari satu abadyang lalu. Huitema (1935, dikutip Verbist 2000) menulis

4 Tingkat bunga nyata (adalah tingkat bunga-dikurangi inflasi)digunakan untuk mendiskonto peneriman dan pengeluaran selama25 tahun menjadi nilai sekarang (perhitungan NPV). Dalam kajianini, perhitungan NPV menggunakan tingkat bunga konservatif.

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Page 5: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

111

8 Kusworo (2000) dalam kajiannya tentang sengketa kawasanhutan di Lampung antara lain menjelaskan bahwa pada awaltahun 1980an di Sumberjaya dilancarkan program penghutanankembali kawasan hutan lindung yang sudah digunakan pendudukuntuk berkebun kopi sejak tahun 1950an dengan caramemangkas dan mencabuti pohon kopi dan menggantikannyadengan Kaliandra (Caliandra calothirsus) serta memindahkansecara paksa penduduk yang bermukim di kawasan hutan lindung.

bahwa pada tahun 1880, komoditas kopi sudah dikenaldi daerah ini.Bahkan salah satu desa tertua diSumberjaya, Desa Sukajaya, adalah desa pertama diSumberjaya yang dibangun oleh para pendatang etnisSemendo pada tahun 1891.

Pada awalnya para perintis tersebut mengubahhutan menjadi kebun kopi dengan cara tebas bakar.Pengelolaan kebun kopi dengan asupan rendahdilakukan hanya oleh tenaga kerja keluarga terbataspada pemeliharaan tanaman kopi pada fasepertumbuhan. Mereka biasanya akan membuka kebunkopi yang baru pada saat kebun kopi yang ada sudahmelewati masa ngagung6 atau kebun kopi sudahberkurang hasilnya. Jenis kopi yang dibudidayakansaat itu adalah jenis Arabica dan Liberia. Akan tetapi,karena serangan hama karat daun (blast diseases)atau Hemelia vastarix yang menghancurkanperkebunan kopi di seluruh Indonesia7, sejak tahun1911, jenis Robusta yang dipercaya lebih tahanterhadap serangan hama penyakit dari pada jenisArabica, mulai menggantikan kedua jenis sebelumnya(Huitema, 1935).

Dalam perkembangannya, terjadi perubahan polabudidaya kopi seiring dengan meningkatnya jumlahpenduduk migran dari Jawa dan tempat-tempat lain diProvinsi Lampung, di daerah ini. Pada tahun 1920andengan masuknya tenaga kerja wanita suku Jawauntuk pemeliharaan kebun kopi, para perintis budidayakopi di Sumberjaya terdorong untuk memperluas kebunkopi dengan membuka hutan di Sumberjaya (Benoitet al., 1989). Pada awal tahun 1950an Sumberjayamenjadi daerah target program transmigrasi dari BiroRekonstruksi Nasional yang memindahkan veteranperang kemerdekaan dari Jawa Barat (Kusworo,2000). Pemindahan veteran perang ini kemudian diikutioleh gelombang migrasi spontan dari Jawa dan daerahlain di dan sekitar propinsi Lampung. Para veteranperang dan para migran spontan tersebut memberikankontribusi yang cukup berarti dalam perluasanperkebunan kopi rakyat dan pengembangan tekhnologibudidaya kopi di daerah ini. Seperti misalnya, tekhnikbercocok tanam kopi yang lebih permanen dengan carapengelolaan tanah yang lebih baik (pengendalian gulmadan pemupukan) dan pemeliharaan tanaman kopi(pemangkasan, potong tunas dan lain sebagainya).

Perkembangan lain yang perlu dicatat adalahadanya kecenderungan untuk meningkatkanprodutivitas per unit lahan dengan peningkatanintensitas pengelolaan lahan, khususnya setelahmasuknya para migran suku Jawa. Misalnya : upayakonservasi tanah dengan pembuatan rorak, lubangangin maupun gulud; praktek berkebun campuran dikebun kopi dengan menanami berbagai tanamantahunan (baik kayu ataupun buah-buahan) sebagaitanaman pelindung kopi; dan upaya peningkatanproduksi kopi dengan cara memperbaiki varietastanaman kopi melalui okulasi. Praktek-praktektersebut selain diadopsi dari praktek pengelolaan kebundi Jawa juga dipengaruhi petugas penyuluh lapangandari Dinas Perkebunan dan pelaksanaan programreboisasi dan penghijauan oleh dinas terkait.

Perambahan kawasan hutan lindung dan tamannasional untuk budidaya kopi juga mewarnaiperkembangan budidaya kopi di Sumberjaya, danmenimbulkan masalah sosial yang serius. Upayapenyelesaian secara tuntas sulit dilakukan, bahkanupaya yang pernah dilakukan pun membuahkanpersoalan baru (Kusworo, 2000; Budidarsono et al.,2000: 1-2). Usaha-usaha untuk mencegah perluasankebun kopi ke kawasan hutan negara pernah dilakukanmelalui program penghutanan kembali. Usaha ini tidaksaja membuahkan perlawanan masyarakat danmenyengsarakan penduduk8, akan tetapi lebih dari itu,usaha tersebut tidak mengurangi minat petani petaniuntuk tetap bercocok tanam kopi di kawasan ini.Pengalaman menunjukkan bahwa daya tarik budidayakopi di Sumberjaya jauh lebih kuat dibandingkan denganusaha-usaha pemerintah untuk mencegah perluasankebun kopi ke dalam kawasan hutan lindung. Sepertiternyata dalam krisis ekonomi antara 1998 – 2000 yanglalu, perambahan hutan untuk budidaya kopi kembalimeluas dan hutan lindung yang sudah dihutankankembali pun dibuka lagi untuk kebun kopi.

Penerbitan Surat Keputusan Menteri KehutananNo.31/Kpts-II/2001 tentang penyelenggaraan HutanKemasyarakatan (HKm) merupakan terobosan untukmenjawab persoalan pelik di atas. Surat Keputusantersebut memberikan peluang pengelolaan danpemanfaatan kawasan hutan negara bagi masyarakatguna pemberdayakan kehidupan mereka tanpamengganggu fungsi pokoknya. Melalui skema HKm,kegiatan pengelolan hutan negara diarahkan untukmengoptimalkan manfaat hutan bagi kesejahteraan

5 Harga kopi Robusta pada tahun 1970 dan 1980 mencapai masing-masing US $3.26 per kg dan US $ 4.12/kg (IBRD/The WordBank 2003. p 276).

6 Ngagung istilah lokal yang berarti melimpah. Dikaitkan denganhasil kopi, istilah ngagung hanya berlaku pada saat kebun kopimengalami produksi tertinggi sejak ditanam; biasanya terjadipada saat tanaman kopi berumur antara 6-7 tahun.

7 Disampaikan oleh Mark Hanuzs (penulis “A Cup of Java”, 2003)dalam wawancara dengan Majalah Mingguan GATRA, No. 47tahun IX, 11 Oktober 2003, pp 47-53

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Page 6: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

112

masyarakat secara luas melalui pemanfaatan lahan,jasa lingkungan, dan ekstraksi hasil kayu dan non kayu.Seiring dengan itu, mereka yang memperoleh manfaatdalam skema HKm, diwajibkan untuk menjaga,memperbaiki dan mempertahankan fungsi hutanlindung dengan menerapkan praktek konservasi dalampemanfaatan kawasan hutan.

Tipologi Budidaya KopiPraktek budidaya kopi di Sumberjaya sangat beragam.Secara umum budidaya kopi di wilayah ini dapatdikelompokkan berdasarkan tiga kategori : (a)kompleksitas struktur vegetasi, (b) intensitaspengelolaan kebun, dan (c) status penguasaan lahan(Budidarsono et al., 2000). Berdasarkan strukturvegetasinya, budidaya kopi di Sumberjaya bervariasidi antara dua kutub : kebun kopi monokultur (tanpanaungan) dan kebun kopi multistrata dengan strukturvegetasi yang cukup komplek. Kompleksitas tanamannon kopi dalam kebun kopi multistrata bisa bervariasidalam hal jumlah dan jenisnya; baik yang berada padastrata di atas tanaman utama (kopi), maupun tanamanyang ada di bawah tanaman utama. Dari hasilpengamatan Wulan (2002) terhadap 19 kebun kopimultistrata di Sumberjaya9 , tercatat 66 jenis tumbuhanbernilai ekonomi (Periksa Lampiran 1). Keragamantumbuhan komersial per plot amatan bervariasi antara10 dan 32 jenis. Berdasarkan pengamatan tersebut,Kuncoro dan Budidarsono (2003), dalam analisisekonomi kebun kopi multistrata, mengelompokkankebun kopi dengan naungan menjadi tiga kelompokbesar : (a) kebun kopi dengan naungan pohon buah-buahan, (b) kebun kopi dengan naungan pohon kayu-kayuan dan (c) kebun kopi dengan naungan biasa(pohon dadap atau kayu hujan). Setiap kelompokmasih dapat dibedakan lagi : dengan atau tanpatanaman komersial di bawah tanaman kopi, sepertijahe, nanas, kapulogo dan lain sebagainya.

Berdasarkan intensitas pengelolaan kebun,budidaya kopi di Sumberjaya dapat dikelompokkan kedalam tiga pola : (a) pionir - tradisional, (b) semiinitensif atau intensitas pengelolaan sedang dan (c)intensif atau intensitas pengelolaan tinggi. Sistempionir - tradisional adalah budidaya kopi yang diterapkan oleh para perintis kopi di Sumberjaya dahulu,

yaitu dengan intensitas pengelolaan rendah dan siklusbudidaya relatif pendek (sembilan tahun). Budidayakopi dengan sistem semi intensif biasanya bercirikanpenggunaan asupan eksternal rendah sampai dengansedang (pemupukan Urea dan TSP bervariasi antara200 – 400 kg ha-1), pemeliharaan kebun (koret,pembuatan gulud dan/atau rorak) dan perawatanpohon kopi (pembersihan tunas dan pemangkasanbatang) dilakukan dengan intensitas sedang, usia kebunkopi diusahakan sepanjang mungkin, dan walaupuntidak selalu ada, beberapa menerapkan penggunaannaungan. Bentuk yang terakhir, intensif, yaitupengelolaan budidaya kopi dengan intensitas tinggi,dicirikan oleh penggunaan asupan eksternal yangrelatif tinggi (campuran pupuk N dan P antara 800dan 1000 kg per ha ), pemeliharaan kebun dan pohondilakukan secara intensif, termasuk grafting.

Berdasarkan status penguasaan lahan untukbudidaya kopi, pada dasarnya dapat dikelompokkanmenjadi dua : budidaya kopi di atas lahan milik sendiridan budidaya di atas kawasan hutan negara. Baiksebelum maupun sesudah ada skema HKm,pembedaan ini memiliki konsekuensi finansial yangberarti bagi petani. Sebelum ada skema HKm,walaupun tidak ada mekanisme pembayaran yang jelas,mereka yang membudidayakan kopi di kawasan hutannegara wajib menyisihkan sejumlah uang untukdiserahkan kepada aparat terkait10. Sedangkan dalamskema HKm, mereka yang memanfaatkan kawasanhutan untuk budidaya kopi, wajib melakukan kegiatankonservasi, antara lain melakukan penanaman pohon(baik buah-uahan ataupun kayu) sesuai dengan arahanpihak kehutanan dan kesepakatan kelompok.

Berdasarkan pembedaan jenis budidaya kopi diatas terdapat 42 kemungkinan jenis budidaya kopi diSumberjaya. Untuk kepentingan analisis ini, perhatianakan diarahkan kepada beberapa contoh budidaya kopiyang biasa dilakukan petani, yaitu : dua jenis budidayakopi monokultur di dalam kawasan hutan negaradan tiga jenis budidaya kopi dengan naungan denganintensitas pengelolaan sedang (masing-masingdibedakan menjadi dua yaitu dengan dan tanpatanaman komersial di bawah tanaman kopi). Intensitaspengelolaan sedang sengaja dipilih karena rejimpengelolaan ini yang paling banyak diterapkan olehpetani di Sumberjaya, utama-nya disebabkan oleh

9 Wulan (2002) melakukan inventarisasi tanaman komersial(memiliki nilai ekonomi) dan menggambarkan profilnya.Kegiatan itu dilakukan di 19 plot amatan milik petani respondenyang mewakili pola kebun kopi campuran (multistrtata) di duadesa contoh di Sumberjaya. Inventarisasi dilakukan terhadapsemua jenis pohon komersial yang memiliki diameter lebih dari10 cm. Metode yang digunakan untuk inventarisasi adalah denganmembuat petak tunggal ukuran 20 m x 20 m. Sedangkan untukpenggambaran profil kebun kopi campuran dibuat plot denganukuran 50m x 10 m. Dalam menentukan lokasi petak amatanuntuk menggambar profil kebun Wulan mempertim-bangkan pulatopografi dan jarak plot dan petak amatan dari rumah petaniresponden.

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

10 Kebanyakan petani tertutup dalam hal besarnya jumlah uang yangharus diserahkan. Pungutan ini merupakan pungutan tidak resmidan besarnya pungutan ditentukan oleh para oknum aparat terkaitsecara arbitrer. Namun demikian pada tahun 2000, pemerintahProvinsi Lampung mengeluarkan Peraturan daerah No. 7 tentangpenarikan retribusi hasil hutan non kayu. Dalam peraturan tersebutantara lain dinyatakan bahwa besarnya retribusi komoditas kopiyang dihasilkan dari kawasan hutan adalah Rp. 610/kg. Akantetapi Peraturan Daerah tersebut ditunda pelaksanaanya, karenabanyak ditentang baik oleh petani maupun pembeli internasional(KOMPAS, 8 Maret 2000; KOMPAS, 3 Agustus 2000)

Page 7: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

113

pionir-tradisional. Perlu digaris-bawahi bahwa NPVnegatif tidak selalu berarti bahwa sistem tersebut tidakmemberikan penerimaan bagi petani. NPV negatifmemberikan petunjuk bahwa sumberdaya yangdigunakan (lahan, tenaga kerja dan modal) akan lebihmenguntungkan untuk melakukan kegiatan yang lain.

Jika profitabilitas lahan dengan harga sosial dipakaisebagai indikator profitabilitas potensial dalamperspektif para pengambil keputusan, makaberdasarkan skenario produksi selama 25 tahun, kopinaungan berpotensi memberikan keuntungan bersihbervariasi antara Rp. 7,5 juta (kopi naungan sederhanatanpa tanaman komersial pada strata bawah) sampaidengan Rp. 33.5 juta (kopi multistrata berbasis buah-buahan dengan tanaman komersial pada strata bawah).Secara finansial kemampuan memberikan keuntungandakhil (IRR) dari budidaya kopi multistrata berkisarantara 21.4% dan 36.5%; relatif lebih besar dari padatingkat bunga resmi pada tahun 2000.

Hasil perhitungan penerimaan per HOK (returnsto labour) yang merupakan indikator besarnya insentifyang bisa disediakan oleh suatu sistem usaha tani,menunjukkan bahwa budidaya kopi multistrata mampumemberikan returns to labour yang relatif lebih besardari pada tingkat upah rata – rata kegiatan pertaniandi Sumberjaya (dalam hal ini Rp. 8.000 HOK-1). Iniberimplikasi pada dua hal. Pertama, budidayamultistrata bisa menjadi agen untuk memperbaiki danmempertahankan kawasan lindung yang sekaligusmemperbaiki kehidupan petani. Kedua, sistem usahatani yang memiliki insentif yang tinggi cenderungmenjadi daya tarik bagi penduduk di sekitarnya, yangpada gilirannya akan mengancam daya dukung wilayahkarena meningkatnya tekanan penduduk. Hal keduaini, sampai derajat tertentu, sudah terjadi di wilayahSumberjaya sejak dua dasa warsa belakangan.

Dari perhitungan aliran uang kas (cashflow), kopimultistrata menghasilkan positif cashflow lebih cepat(pada tahun keempat) dari pada budidaya kopimonokultur di dalam kawasan hutan (positif cashflowbaru terjadi pada tahun kelima). Ini berimplikasi padabesarnya biaya investasi dan jumlah tenaga kerja yangdiperlukan pada tahap establishment. Seperti terlihatdalam Tabel 4, besarnya biaya investasi (cost ofestablishment) dan tenaga kerja yang dibutuhkanuntuk budidaya kopi monokultur relatif lebih besar daripada budidaya multistrata.

Dari segi investasi yang harus ditanam, nilaiinvestasi sebesar Rp. 7 juta ha-1 dan direalisasikanselama empat tahun, nampaknya bukan merupakanjumlah yang terlalu besar bagi petani. Apalagi jikadicermati dengan seksama, sebagian besar investasiadalah dalam bentuk upah tenaga kerja yang biasanyamerupakan tenaga kerja keluarga. Dengan demikian,sebenarnya pengeluaran nyata sudah barang tentu

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

harga kopi yang cenderung rendah, dan harga pupukyang cenderung meningkat. Tabel 2 berikutmenyajikan rincian budidaya kopi yang menjadi targetanalisis tulisan ini.

HASIL DAN PEMBAHASANKeuntungan, Investasi dan Penyerapan TenagaKerjaTabel 3 menyajikan hasil perhitungan profitabilitas daribeberapa budidaya kopi di Sumberjaya. Angka-angkadalam Tabel 3 menunjukkan bahwa pola budidayakopi multistrata jauh lebih menguntungkandibandingkan pola monokultur. Seperti terlihat dalamtabel, semua jenis budidaya kopi multistratamenghasilkan NPV positif. Sedangkan budidaya kopimonokultur menghasilkan nilai NPV negatif untuk pola

Tabel 2. Budidaya Kopi yang menjadi target analisisdan asumsi pengelolaan.

Jenis Budidaya Struktur Rejim Kopi Vegetasi Pengelolaan

1. Kopi Monokultur di dalam kawasan hutana. pionir – Mono- rendah; tidak

tradisional kultur dipupukb. semi intensif Mono- sedang; pupuk

kultur 200 kg ha-1 mulaitahun ketujuh

2. Kopi dengan naungan sederhanaa. dengan tanaman Kom sedang; pupuk

komersial pada -plek 200 kg ha-1 mulaistrata bawah tahun ketujuh

b. tanpa Seder- sedang; pupuktanaman komersial hana pada 200 kg ha-1

strata bawah mulai tahunketujuh

3. Kopi Multistrata dengan pohon buah-buahana. dengan tanaman Komplek sedang; pupuk

komersial pada 200 kg ha-1mulaistrata bawah tahun

ketujuhb. tanpa tanaman Kom- sedang; pupuk

komersial pada plek 200 kg ha-1mulaistrata bawah tahun ketujuh

4. Kopi Multistrata dengan pohon buah-buahana. dengan tanaman Kom- sedang; pupuk

komersial pada plek 200 kg ha-1mulaistrata bawah tahun ketujuh

b. tanpa tanaman Kom- sedang; pupukkomersial pada plek 200 kg ha-1mulaistrata bawah tahun ketujuh

Page 8: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

114

lebih kecil dari jumlah itu. Dibandingkan denganbesarnya anggaran biaya yang disediakan pemerintahuntuk penghutanan kembali (reboisasi), yaitu Rp 5 jutaper hektar (wawancara dengan Kepala DinasKehutanan Lapung Barat), nilai investasi budidaya kopimultistrata memang lebih besar. Akan tetapi, nilaiinvestasi budidaya kopi multistrata memberikanmanfaat yang lebih besar dan bernilai strategis dalamkebijakan publik. Seperti diketahui bahwa budidayakopi multistrata memberikan manfaat langsung secaraberkelanjutan bagi petani berupa hasil-hasil pertaniandan tersedianya kesempatan kerja (107 -166 HOKha-1 tahun-1). Selain itu, fungsi hutan lindung sepertiyang diharapkan masyarakat banyak, dapat diperbaikidan dipertahankan melalui budidaya kopi multistratatanpa harus disediakan anggaran publik untuk programpenghutanan kembali, karena investasi kopi multistratadilakukan oleh petani.

Menyangkut kebutuhan tenaga kerja, angka-angka jumlah tenaga kerja di dalam Tabel 4memberikan indikasi bahwa intensitas kegiatanbudidaya kopi pada tahap establishment cukup tinggi.Budidaya kopi multistrata kerja adalah pada tahunawal budidaya, yaitu sekitar 350 HOK per hektar,baik untuk kopi monokultur maupun multistrata. Padatahap operasional, budidaya kopi monokulutur denganpengelolaan semi intensif membutuhkan tenaga kerjapaling besar (184 HOK ha-1tahun-1) di antara sistemlainnya, dan relatif lebih besar dari pada budidaya kopimultistrata yang menyerap rata-rata 107 HOK ha-1

tahun-1. Perbedaan yang menonjol terletak pada

jumlah tenaga kerja untuk perawatan kebun (koret danpemupukan). Budidaya kopi monokultur,memperkerjakan rata – rata 69 HOK/ha/ tahun (pionir-tradisional) dan 86 HOK ha-1 tahun-1 (semi intensif)untuk penyiangan (koret). Sementara itu budidaya kopimultistrata hanya memerlukan 32 HOK ha-1 tahun-1.

Bertolak dari hasil perhitungan di atas dapatdisimpulkan bahwa dengan kemampuan menyeraptenaga kerja sebesar 107 – 166 HOK ha-1tahun-1 dandengan tingkat penerimaan upah per HOK lebih besardari upah pertanian rata-rata di wilayah ini, kopimultistrata memberikan kontribusi yang berarti dalammeningkatkan kesejahteraan penduduk di sampingmemperbaiki kondisi lahan di dalam kawasan yangdiharapkan memiliki fungsi lindung. Sementara itukendala tenaga kerja yang dihadapi petani kopimultistrata relatif lebih kecil dari pada kendala serupabagi mereka yang melakukan budidaya kopimonokultur.

KESIMPULANPraktek budidaya kopi multistrata di Sumberjaya yangdipercaya dapat memiliki fungsi lindung bagi daerahaliran sungai, secara finansial ternyata mampumemberikan keuntungan bagi petani dan sekaligusmenyediakan lapangan pekerjaan di perdesaan secaraberkelanjutan. Nilai strategis dari budidaya kopimultistrata adalah bahwa pilihan penggunaan lahan inibisa menjadi alat penyelesaian konflik lahan yangberakar pada perbedaan persepsi atas penggunaankawasan hutan.

Tabel 3. Profitabilitas budidaya kopi : monokultur dan multistrata.

Profitabilitas lahan Penerimaan IRR (Returns to land) per HOK) dalam

NPV pada NPV pada (Returns hargaharga finansial harga lsosial to Labour) financialRp. 000 Rp. 000 Rp. (%)

1. Kopi Monokultur di dalam kawasan hutana.    pionir – tradisional (1,881) (541) 6,176 4.9b.    semi intensif

24 5,730 8,016 15.12. Kopi dengan naungan sederhanaa.    dengan tanaman komersial pada strata bawah 6,994 15,684 13,501 31.8b.    tanpa tanaman komersial pada strata bawah

2,443 7,485 9,927 21.43. Kopi Multistrata dengan pohon buah-buahana.    dengan tanaman komersial pada strata bawah 15,342 33,510 18,771 36.5b.    tanpa tanaman komersial pada strata bawah

10,853 25,476 15,683 29.34. Kopi Multistrata dengan pohon kayu-kayuana.    dengan tanaman komersial pada strata bawah 7,496 15,981 13,924 32.2b.    tanpa tanaman komersial pada strata bawah 3,501 9,329 8,933 23.3Sumber : Perhitungan penulis

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Page 9: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

115

DAFTAR PUSTAKAAfandi T.; Rosadi, B.; Manik T.K.; Senge M.; Oki Y.

dan T. Adachi. 1999. In Ginting, C.; Gafur, A.;Susilo, F.X.; Salam, A.K.; Karyanto, A.; Utomo, S.D.; Kamal, M.; Lumbanraja, J. and Z. Abidin (eds.),‘The dynamics of soil water pressure under coffeetree with different weed management in a hillyarea of Lampung, Indonesia”.. ProceedingsInternational Seminar Toward SustainableAgriculture in Humid Tropics Facing 21st Century.Bandar Lampung, Sept. 27-28, 1999. Universityof Lampung. pp. 387-394

Arsyad, S. 1977. Pengawetan Tanah dan Air. InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Benoit, D.; Pain, M.; Levang, P. and O. Sevin. 1989.Transmigration et Sponteneous en Indone-sia/Transmigration and Spontaneous Migration inIndonesia : Propinsi Lampung. ORSTOM –Departemen Transmigrasi RI, Jakarta

Budidarsono, S.; Kuncoro, S. A. and T.P. Tomich.2000. A Profitability Assessment of Robustacoffee system in Sumberjaya watershed,Lampung, Sumatra, Indonesia. Southeast AsiaPolicy Research Working Paper No 16. ICRAFSEA, Bogor.

Ekadinata, A.P. 2002. Deteksi perubahan lahan meng-gunakan citra satelit multisensor di Sumber-jaya,Lampung. Skripsi S1, Jurusan Managemen Hutan,Fakultas Kehutanan, Institute Pertanian Bogor.Bogor.

Faminow, D.M. and E.A. Rodriguez. 2001. Biodi-versity of Flora and Fauna in Shaded CoffeeSystems. ICRAF – Latin America RegionalOfice. Lima.

Giovanucci, D. 2003. The State of SustainableCoffee: A study of twelve major market.Columbia: ICO.

Gintings, A. N. 1982. Aliran Permukaan dan ErosiTanah yang Tertutup Tanaman Kopi dan HutanAlam di Sumberjaya - Lampung Utara. LaporanNo. 399. Bogor, Balai Peneli-tian Hutan

Gitinger, J.P. 1982. Economic Analysis of AgriculturalProjects. Second Edition. Baltimore, Johns HopkinUniversity Press.

Hartobudoyo, D. 1979. Pemangkasan Kopi. Jember,Balai Penelitian Perkebunan Bogor, Sub BalaiPenelitian Budidaya.

IBRD/The World Bank. 2003. Global EconomicProspect 2004, Realizing the Develop-mentPromise of the Doha Agenda. Washington DC.

Tabel 4. Biaya investasi, positif cashflow dan tenaga kerja.

Nilai sekarang Tahun Jumlah tenaga kerjainvestasi terjadinya yang diperlukan

Jenis kebun (discounted cost positive Pada tahap Pada tahapof establishment) cashflow establishment operasional

(Ribuan Rp ha-1) Tahun ke: (hok-1ha-1) (hok ha-1thn-1)1. Kopi Monokultur di dalam kawasan hutana.   pionir – tradisional 9,004 5 1,043 120b.  semi intensif 9,187 5 1,050 1842. Kopi dengan naungan sederhanaa.   dengan tanaman komersial pada 6,997 4 871 107

strata bawahb.   tanpa tanaman komersial pada 7,003 4 871 107

strata bawah3. Kopi Multistrata dengan pohon buah-buahana.   dengan tanaman komersial 7,018 4 873 162

pada strata bawahb.   tanpa tanaman komersial 7,018 4 873 166

pada strata bawah4. Kopi Multistrata dengan pohon kayu-kayuana.   dengan tanaman komersial 6,988 4 870 107

pada strata bawahb.   tanpa tanaman komersial 6,988 4 870 107

pada strata bawahSumber : perhitungan penulis

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Page 10: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

116

Verbist, B.; Ekadinata, A.P. dan S. Budidarsono. 2004.Penyebab alih guna lahan dan akibatnya terhadapfungsi daerah aliran sungai (DAS) pada lansekapagroforestri berbasis kopi di Sumatra. Agrivita 26(1): 29-38.

Vosti, S.A.; Witcover, J.; Gockowski, J.; Tomich, T.P.;Carpentier, C.L.; Faminow, M.; Oliveira, S. andC. Diaw. 2000. Working Group on Economicand Social Indicators – Report on Methods forthe ASN Best-Bet Matrix.

Wulan, Y. C. 2002. Penilaian manfaat ekonomi sistimkopi multistrata di Sumberjaya, Lampung Barat.Skripsi S1 Jurusan Manajemen Hutan, FakultasKehutanan IPB, Bogor. pp 58.

Kuncoro, S. A. and S. Budidarsono. 2003. ImprovingResilience trough diversity – Analysis on shadedcoffee system in Sumberjaya watershed, WestLampung, Indonesia. Working Paper. ICRAF –SEA, Bogor

Kusworo, A. 2000. Perambah Hutan atau KambingHitam? Potret Sengketa Kawasan Hutan diLampung. Bogor, Pustaka Latin. pp 101

Perfecto, I. dan I. Armbrecht. 2003. ‘The CoffeeAgroecosystem in the Neotropics: CombiningEcological and Economic Goals’.dalamVandermeer, J.H. (Ed) Tropical Agroecosystems,pp 159-194. Florida, CRC Press

Soto-Pinto, L.; Perfecto I.; Castillo-Hernandez, J. andJ. Caballero-Nieto. 2000. Shade Effect on CoffeeProduction at the Northen Tzeltzal zone of theState of Chiapas, Mexico. Agriculture Ecosystemsand Environment: 80, 61-69.

Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

Tabel Lampiran: Tanaman komersial di dalam kebun kopi multistrata

No Nama Lokal Nama Ilmiah Klas Strata Frekuensi (%)1 Dadap Erythrina sububrams D 89.52 Jarak Ricinus communis C 5.3%3 Kihujan Gliricidia sepium C 84.24 Hamerang Ficus fulva C 26.35 Kayu afrika Maesopsis eminii E 21.16 Murbei Morus alba D 5.37 Petai cina Leucaena leucocephala C 42.18 Teureup Artocarpus elasticus E 15.89 Tisuk Hibiscus cannabinus E 10.5310 Waru Hibiscus spp. D 5.311 Bayur Pterospermum spp. E 5.312 Cemara Cryptomeria japonica E 5.313 Jati Tectona grandis E 10.514 Mahoni Swietenia mahogani E 15.815 Pasang Quercus sundaica E 21.116 Sawo Manila Manilkara zapota E 21.117 Sengon Paraserianthes falcataria D 21.118 Trembesi Samanea saman D 5.319 Suren Toona sureni E 10.520 Tenam Anisoptera spp. E 5.321 Sonokeling Dalbergia latifolia D 42.122 Alpukat Persea americana D 73.723 Asam Tamarindus indica E 10.5

Page 11: PRAKTEK KONSERVASI DALAM BUDIDAYA KOPI · PDF file108 ABSTRAK Kajian -kajian tentang manfaat ekologi dari budidaya kopi multistrata mengarah pada kesimpulan bahwa budidaya kopi multistrata

117Budidarsono dan Wijaya, Praktek Konservasi Dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani

No Nama Lokal Nama Ilmiah Klas Strata Frekuensi (%)24 Belimbing Averrhoa bilimbi C 5.325 Cempedak Artocarpus integer E 10.526 Duku Lansium domesticum E 15.827 Durian Durio zibethinus D 78.928 Jambu air Syzygium aqueum C 36.829 Jambu batu Psidium guajava C 78.930 Jambu bol Eugenia malaccencis C 31.631 Jengkol Pithecellobium jiringa D 42.132 Jeruk Citrus nobilis C 36.833 Kedondong Spondias pinnata D 10.534 Lengkeng Dimocarpus longan D 10.535 Limus Mangifera foetida D 47.436 Mangga Mangifera indica D 68.437 Nangka Artocarpus heterophyllus D 10038 Petai Parkia speciosa D 63.139 Rambutan Nephelium lappaceum D 52.640 Sawo Manilkara kauki D 15.841 Sirsak Annona muricata C 21.142 Tangkil Gnetum gnemon C 47.443 Aren Arenga pinnata E 47.444 Bambu Bambusoidea spp. E 42.145 Cengkeh Eugenia aromatica C 47.446 Coklat Theobroma cacao C 15.847 Kayu manis Cinnamomum burmanii C 68.448 Kelapa Cocos nucifera E 31.649 Kemiri Aleurites moluccana E 36.850 Kopi Coffea robusta B 10051 Lada Piper ningrum52 Pepaya Carica papaya B 36.853 Pinang Areca catechu D 10.554 Pisang Musa sp. B 89.555 Randu Ceiba pentandra56 Salam Eugenia polyantha E 21.157 Cabe Capsicum frutescens A 5.358 Jahe Zingiber offcinale A 10.559 Kapulaga Amomum compactum A 10.560 Kunyit Curcuma longa A 21.161 Laja Alpinia galanga A 10.562 Nanas Annanas comosus A 10.563 Salak Salacca zalacca A 10.564 Singkong Manihot esculenta A 5.365 Talas Colocasia esculenta A 15.866 Rambai Baccaurea motleyana A 5.3Sumber : Wulan (2002)

Keterengan Klas Strata:Strata A : ketinggian 0-1 meter, terdiri dari tanaman permukaanStrata B : ketinggian 1-5 meter, terdiri dari kopi, pisang dan pepayaStrata C : ketinggain 5-15 meterStrata D : ketinggian 15-20 meterStrata E : ketinggian lebih dari 20 meter

Tabel Lampiran: Tanaman komersial di dalam kebun kopi multistrata (lanjutan).