praktek belajar klinik 1
-
Upload
dian-mutiara-chairunnisa -
Category
Documents
-
view
42 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of praktek belajar klinik 1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin bertambah usia manusia maka semakin tambah kemungkinan
terkena penyakit. Semakin bertambah usia maka sel-sel manusia bertambah tua
dan berkurang fungsi serta anatominya. Dengan demikian akan semakin dekat dan
mudah terkena penyakit. Penyakit yang mungkin muncul adalah salah satunya
diabetes melitus. Meskipun diabetes melitus mungkin juga terjadi pada usia anak
dan muda tergantung jenis DM yang menjangkit.
Diabetes melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Gangren adalah nekrosis
yang di sertai pembusukan jaringan, yang sering sebagai akibat kerja kuman
tertentu, misalnya Klostridia. Jaringan yang terkena tampak berwarna hitam
karena penimbunan senyawa sulfida, besi dari Hb yang rusak. Jadi nekrosis
isemik bagian distal anggota tubuh dapat menjadi gangren bila mengalami infeksi
yang sesuai.
Diabetes Melitus penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun bisa
dikendalikan.Untuk mengendalikan penyakit Diabetes Melitus diperlukan
pengetahuan dan kemauan dari pasien. Untuk itu pasien memerlukan bantuan
dalam menghadapi penyakit Diabetes Melitus dengan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
Perawat berada pada posisi tepat untuk terlibat dalam berbagai aspek
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien DM. Perawat perlu
berpartisipasi secara aktif dari sejak pengkajian sampai dengan evaluasi tindakan.
Oleh karena itu, peran tenaga keperawatan dalam memberikan keperawatan pada
klien ini menjadi sangat penting terutama setelah diagnosis ditegakkan agar
komplikasi yang serius tidak terjadi, seperti salah satu contoh gangguan saraf tepi
dengan gejala berupa kesemutan, terutama pada kaki di waktu malam sehingga
1

mengganggu tidur, selain itu juga disertai gangguan penglihatan dan kelainan
kulit berupa gatal/bisul.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi pada kelenjar pankreas ?
2. Apa definisi dari diabetes melitus ?
3. Apa saja klasifikasi dari diabetes mellitus ?
4. Apa saja etiologi diabetes melitus ?
5. Bagaiamana pathofisiologi dan web of caution dari diabetes melitus ?
6. Bagaimana manifestasi klinis diabetes melitus ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus ?
8. Bagaimana penetalaksanaan medis dari diabetes mellitus ?
9. Apa saja komplikasi dari diabetes melitus ?
10. Bagaimana konsep dasar abses pada diabetes mellitus?
11. Bagaimana pemberian asuhan keperwatan pada pasien diabetes melitus
dengan abses diabetes mellitus?
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih dalam konsep dan asuhan keperawatan diabetes
mellitus dengan abses.
B. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar pankreas.
2. Untuk mengetahui definisi dari diabetes melitus.
3. Untuk mengetahui klafikasi dari diabetes melitus.
4. Untuk mengetahui etiologi diabetes melitus.
5. Untuk mengetahui Bagaiamana pathofisiologi dari diabetes melitus.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis diabetes melitus.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang daridiabetes mellitus.
8. Untuk mengetahui penetalaksanaan medis dari diabetes mellitus.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari diabetes melitus.
10. Untuk mengetahui konsep dasar abses pada diabetes mellitus
11. Untuk mengetahui cara pemberian asuhan keperwatan pada pasien
diabetes melitus.
2

1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat
memahami pengertian dan asuhan keperawatan dari diabetes mellitus dengan
abses serta dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan
gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan
keperawatan
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Prankeas
Prankeas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak
retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I dan II.
Kepala pankreas terletak dekat kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai ke
lien. Pankreas menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar
eksokrin.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan
tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke
duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian
yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin. Pankreas terdiri dari :
a. Kepala pankreas.
b. Badan pankreas.
c. Ekor pankreas.
Ada dua jaringan utama yang menyusun pankreas :
a. Jaringan Asini.
Berfungsi untuk mensekresi getah pecernaan dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans.
Pulau Langerhans adalah kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76×175
mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas,
walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan
pankreas. Pulau-pulau ini menyusun 1-2% berat pankreas.
Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel
yang membentuk pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau langerhans berbentuk oval
tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau
langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan, setengah dari sel ini
menyekresi hormon insulin. Dalam tubuh manusia normal pulau langerhans
menghasilkan empat jenis sel :
4

1. Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% mmeprodukdi glukagon menjadi faktor
hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif.
2. Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin.
3. Sel-sel D 5-15% membuat somatostatin.
4. Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida.
Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino, satu
sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum dapat berfungsi ia harus
berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam membran sel. Sekresi insulin
dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang berlebihan akan
merangsang sekresi insulin dan bila kadar glukosa normal atau rendah maka
sekresi insulin akan berkurang. Mekanisme kerja insulin :
1. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel/jaringan tubuh
kecuali otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah.
2. Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel.
3. Meningkatkan sentesis protein di otak dan di hati.
4. Menghambat kerja hormon yang sensitif terhadap lipase, meningkatkan
sintesis lipida.
5. Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.
Efek insulin :
1. Efek insulin pada metabolisme karbohidrat, glukosa yang di absorbsi
dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat, meningkatkan
penyimpanan \dan penggunaan glukosa dlam hati, dan meningkatkan
metabolisme dalam otot. Penyimpanan glukosa dalam otot meningkatkan
transpor glukosa melalui membran sel otot.
2. Efek insulin pada metabolisme lemak dalam jangka panjang. Kekurangan
insulin menyebabkan arteriosklerosis, serangan jantung ,stroke dan
penyakit vaskuler lainnya. Kelebihan insulin menyebabkan sintesis dan
penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel hati,
kelebihan ion sitrat, dan isositrat.
3. Efek insulin pada metabolisme protein : tranpor aktif banyak asam amino
ke dalam sel, membentuk protein baru meningktakan traslasi messenger
RNA, meningkatkan kecepatan transkripsi DNA.
5

2.2 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, Sylvia Anderson, Vol 2. 2005 : 1260).
Dibetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. Diabetes adalah kata
Yunani yang berarti mengalirkan/mengalihkan (siphon). Mellitus adalah kata latin
untuk madu, atau gula. Diabetes melitus adalah penyakit dimana seseorang
mengeluarkan/mengalirkan sejumlah besar urin yang terasa manis (Corwin,
Elizabeth J. 2000:542).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang
terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak.(Medical Surgical Nursing, Brunner and Suddarth,
1998).
2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan tipe, Diabetes Melitus terbagi atas :
a. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), disebut juga
Juvenile Diabetes, memerlukan terapi insulin
b. 5DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM),
terjadi resistensi kerja insulin normal, sering terjadi keterlambatan dalam
sekresi setelah makan, terjadi di atas usia 35 tahun ke atas
c. Diabetes Gestasional, terjadi selama kehamilan, faktor resiko terjadinya
GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan
riwayat diabetes gestasional terdahulu. Diabetes gestasional ini dapat
menimbulkan efek negatif pada kehamilan dan meningkatkan risiko
malformasi kongenital,lahir mati, dan bayi bertubuh besar, yang dapat
menimbulkan msalah persalinan.
2.4 Etiologi
a. DM Tipe I :
1. Faktor genetik (HLA atau Human Leukosit Antigen)
2. Faktor lingkungan (infeksi virus coxakie dan Gondogen )
6

3. Faktor imunologi (respon autoimun)
b. DM Tipe II :
1. Faktor genetik (diabetes awitan dewasa muda (MODY))
2. Faktor usia (Resistensi insulin)
3. Obesitas
2.5 Patofisiologi
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.
Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,1995).
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pakreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
7

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogenilisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogensis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obasitas. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
2.6 Manifestasi Klinis
1) Poliuri (peningkatan pengeluaran urin)
2) Polidipsi (peningkatan rasa haus)
3) Polifagi (peningkatan rasa lapar)
4) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
5) Mata kabur
8

2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah : meningkat 200 – 1000 mg/dl, atau lebih
2. Aseton plasma (keton) : positif secara menyolok
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/l
5. Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
6. Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun. Fosfor: lebih sering menurun. Hemoglobin glikosilat:
kadarnya menngkat 2 – 4 kali lipat
7. Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (Asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentraasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal)
10. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari Diaabetes melitus (Diabetik
ketoasidosis).
11. Pemeriksaan fungsi ttiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
menongkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
12. Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
13. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih,
infeksi pernafasan, dan infeksi pada luka.
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum Pasti DM
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum Pasti DM
9

Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
2.8 Penatalaksaan Medis
1. Diet
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d. Mempertahankan kadar KGD normal
e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
f. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
Prinsip diet DM, adalah:
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
2. Latihan (Berolahraga), berfungsi :
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
g. Menurunkan kadar gula dalam darah dengan meningkatkan
metabolisme.
h. Mempermudah transportasi glukosa untuk masuk ke dalam sel.
3. Obat
a. Obat hipoglikemia oral.
10

b. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
c. Insulin
2.9 Komplikasi Diabetes Mellitus
A. Komplikasi Akut :
1. Diabetes ketoasidosis (DKA)
2. Hyperglycemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC)
3. Hipoglikemia
4. Penyakit makrovaskuler
5. Penyakit mikrovaskuler
B. Komplikasi Kronik :
1. Retinopati diabetic (kematian atau kerusakan retina)
2. Nefropati diabetic (kematian atau kerusakan glomerulus ginjal)
3. Neuropati diabetic (kematian atau kerusakan saraf-saraf perifer)
C. Komplikasi Makrovaskuler
1. Jantung koroner (PJK)
2. Pembuluh darah kaku
11

WOC
12
Genetik
Orang tua menderita DM
Diturunkan melewati kromosom
Virus
Lingkungan
Tipe antigen HLA
Masuk ke dalam tubuh melalui janin plasenta
Desmiksi sel β pankreas
Glukosa darah dan urine meningkat
Insulin
Coxakie dan gondongan
Glukosa tidak dapat mengubah menjadi glikogen
hiperglikemi
Auto imun
Sel-sel fagosit tidak mengenal sel-sel tubuh tidak dikenal
Menyerang sel β
Desmuksi sel β
Defusiensi insulin
Glukosa tidak dapat mengubah menjadi glukagon
Glukosa darah dan urine meningkat
hiperglikemi
Diabetes Mellitus

13
Diabetes Mellitus
hiperglikemia
Glukosa tidak bisa masuk ke
dalam sel
Sel kekurangan nutrisi
Kompensasi tubuh
Metabolisme sel
Sel kelelahan
Katabolisme protein di otot
Sel tidak menggunakan
glukosa sebagai energy
Tubuh lemas
intoleransi aktivitas
Rasa lapar
Mual, muntahnutrisi kurang dari kebutuhan
Poliuri
Penurunan pemakaian
glukosa oleh sel
hipeglikemia
Glycosuria
Dehidrasi
Hemokonsentrasi
Thrombosis
Aterosklerosis
Perubahan pada perifer
kekurangan volume cairan
Gangrene
gangguan integritas kulit
Hiperglikemia
Glukosa tidak masuk dalam sel
Glukosa dalam darah meningkat
Aterosklerosis (pembuluh darah
kaku)
Sirkulasi darah terhambat
O2 ke jaringan berkurang
pucat
Mk: gangguan perfusi jaringan
Mudah lelah
Osmotic diuresis

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan,
sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.
3. Riwayat Penyakit Saat Ini
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit
yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasion
b. Riwayat ISK berulang
c. Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
d. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. Pernafasan B1 (breath)
RR = 20 x/mnt
Tidak ada sesak nafas
Tidak ada batuk pilek
Tidak memiliki riwayat asma
14

Suara nafas normal.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
TD = 130/80 mmHg
Nadi = 84 x/mnt
Suhu = 36,5 oC
Suara jantung vesikuler
Perfusi perifer baik
Turgor kulit buruk
Intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr
Klien tampak gelisah.
3. Persyarafan B3 (brain)
Kadang pasien merasa pusing
Bentuk kepala simetris
GCS= 4 5 6
Pupil normal
Orientasi tempat-waktu-orang baik
Reflek bicara baik
Pendengaran baik
Penglihatan baik
4. Perkemihan B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.010
osmolalitas urin 50-150 mosmol/L
5. Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan baik, tidak ada mual/muntah, BAB 2 x/hr pagi dan sore.
Klien tidak ada sakit maagh.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Mandi 2 x/hr pagi dan sore, kulit bersih, turgor kulit buruk, tidak ada
nyeri otot dan persendian.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya aterosklerosis
ditandai dengan pucat.
15

2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
diuresis osmotic ditandai dengan poliuria.
3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
4. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
perifer ditandai dengan terbentuknya gangrene.
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik ditandai dengan lemah, lemas.
3.3 Rencana Intervensi
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya aterosklerosis ditandai dengan pucat.Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.Kriteria Hasil :- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler 80x/mnt- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis- Kulit sekitar luka teraba hangat.- Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
Intervensi Rasional Mandiri :1. Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi. 1. Dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
2. Meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
3. kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
Kolaborasi :Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat
16

mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan diuresis osmotic ditandai dengan poliuria.Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam hidrasi adekuat.Kriteria hasil :
- Tanda vital stabil RR : 20x/mnt, HR : 80x/mnt, Suhu 36,50c- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik- Haluaran urine tepat secara individu- Nadi perifer dapat diraba
Intervensi Rasional Mandiri :Kaji riwayat klien terdekat sehubungan dengan lamanya/intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang berlebihan.
Akan sangat membantu dalam memperkirakan kekurangan volume cairan total, tanda dan gejala mungkinsudah ada beberapa hari sebelumnya.
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia, perkiraan berat dan ringan hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik klien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi baring.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
Pantau pengeluaran dan masukan, catat berat jenis urine.
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
Ukur berat badan klien tiap hari. Agar dapat membantu status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 cc/hari dalam batas yang dapat ditoleransi oleh jantung.
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi cairan.
Kolaborasi :Berikan terapi cairan sesuai indikasi. Tipe dan jumlah cairan tergantung
pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
17

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi tercukupi.Kriteria Hasil :- Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat - Menunjukkan tingkat energi biasanya- Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi Rasional Mandiri :Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi.
Mengetahui pemasukan makanan yang adekuat.
Tentukan program diet dan pola makanan dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri perut, kembung mual, muntahan, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi.
Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung.
Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsangan, cemas, sakit kepala dan pusing.
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, sedangkan insulin tetap diberikan maka hipoglikemia dapat terjadi).
Kolaborasi :Kolaborasi dengan ahli diet untuk pemberian diet.
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi nutrisi klien.
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi perifer ditandai dengan terbentuknya gangreneTujuan : Setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam sirkulasi perifer normal.Kriteria hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler 80x/mnt- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis- Kulit sekitar luka teraba hangat.- Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah- Pus dan jaringan berkurang- Adanya jaringan granulasi.
Intervensi Rasional Mandiri :1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses
penyembuhan. 1. Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
2. Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
18

menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
Kolaborasi :Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
Intoleransi Altivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik ditandai dengan lemas, lemah.Tujuan : Setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam terdapat peningkatan aktivitas.Kriteria Hasil :- Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.Intervensi Rasional
1. Observasi nadi, pernapasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
1. Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
2. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
2. Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.
3. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
3. Untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
4. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien.
4. Mengurangi kebutuhan energi
19

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.2000. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& sudarth.vol2.e/8.Jakarta:EGC.
Price, Sylvia Anderson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Imran, Ali. 2012. Askep DM. http://vrans7sain7.blogspot.com/2012/10/askep-
dm.html. Diakses tanggal 05 Maret 2014 Pukul 08.00 WIB
Aini, Nur’aini Uni. 2012. Diabetes Melitus.
http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-
bedah-kmb/askep-diabetes-melitus/ . Diakses pada tanggal 06 Maret 2014
pukul 10.00 WIB.
20