praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pragmatik merupakan disiplin baru dalam kajian bahasa. Berbeda dengan kajian bahasa sebelumnya yang cenderung formalis; analisis bahasa lebih banyak ditekankan pada analisis struktur bahasa dan elemen-elemen bahasa secara mandiri. Pragmatik berkaitan dengan penggunaan bahasa, yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa di dalam situasi interaksi yang sebenarnya. Pragmatik berkaitan dengan bagaimana masyarakat bahasa (speech community) menggunakan bahasa mereka; bagaimana percakapan diungkapkan di dalam suatu peristiwa tutur, yakni apakah secara langsung atau tidak, strategi bertutur mana yang dipilih, apakah maksud penutur disampaikan secara tersurat atau tersirat. Penggunaan bahasa yang demikian sangat dipengaruhi oleh kondisi pragmatik. Kondisi pragmatik terkait dengan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Objek kajian Pragmatik adalah “makna bahasa” atau mempelajari bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996:1 dalam Ari Subagyo). Dalam komunikasi itulah diharapkan adanya kerja sama antara penutur dan mitra tutur agar tetap terjalin komunikasi yang lancar dan tidak mandeg. Kajian tentang penggunaan bahasa tidak akan lengkap bila tidak dilakukan penyelidikan tertentu terhadap bentuk penggunaan bahasa yang paling umum, yakni percakapan. 1

description

Makalah ini berisi tentang salah satu kajian pragmatik yang meneliti praanggapan iklan sariwangi

Transcript of praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

Page 1: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pragmatik merupakan disiplin baru dalam kajian bahasa. Berbeda dengan kajian bahasa

sebelumnya yang cenderung formalis; analisis bahasa lebih banyak ditekankan pada analisis

struktur bahasa dan elemen-elemen bahasa secara mandiri. Pragmatik berkaitan dengan

penggunaan bahasa, yaitu bagaimana bahasa digunakan oleh penutur bahasa di dalam situasi

interaksi yang sebenarnya. Pragmatik berkaitan dengan bagaimana masyarakat bahasa (speech

community) menggunakan bahasa mereka; bagaimana percakapan diungkapkan di dalam suatu

peristiwa tutur, yakni apakah secara langsung atau tidak, strategi bertutur mana yang dipilih,

apakah maksud penutur disampaikan secara tersurat atau tersirat. Penggunaan bahasa yang

demikian sangat dipengaruhi oleh kondisi pragmatik. Kondisi pragmatik terkait dengan nilai-

nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.

Objek kajian Pragmatik adalah “makna bahasa” atau mempelajari bagaimana satuan

kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996:1 dalam Ari Subagyo). Dalam

komunikasi itulah diharapkan adanya kerja sama antara penutur dan mitra tutur agar tetap terjalin

komunikasi yang lancar dan tidak mandeg. Kajian tentang penggunaan bahasa tidak akan

lengkap bila tidak dilakukan penyelidikan tertentu terhadap bentuk penggunaan bahasa yang

paling umum, yakni percakapan.

Cummings, Louise (2007:94) menyatakan bahwa percakapan memberikan kontribusi

sangat penting bagi pemahaman terhadap fenomena-fenomena pragmatik yang utama. Namun

demikian, yang kurang begitu jelas adalah bagaimana pragmatik harus mulai menganalisis

kontribusi tersebut.

Namun, pada kenyataannya, kemandegan komunikasi terjadi karena kesalahan

praanggapan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur. Hal ini tidak hanya terjadi pada saat

berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari saja, tetapi praanggapan seperti ini juga dapat

ditemui dalam media komunikasi lain yang lebih kompleks. Pada penelitian ini lebih ditekankan

kepada media komunikasi iklan yang memuat kasus praanggapan yang terjadi pada beberapa

iklan televisi.

1

Page 2: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

Dalam berkomunikasi seseorang dapat menyampaikan pesan sebaik-baiknya dengan

menggunakan bahasa yang menurut hematnya mudah dipahami orang lain. Atau,

mengungkapkan pesan itu dalam bahasa yang benar menurut kaidah kebahasaan yang berlaku.

Demikian juga yang harus dilakukan dalam iklan karena iklan merupakan salah satu bentuk

komunikasi (Arifin, Zaenal:1992).

Masalah kebahasaan di dalam iklan itu merupakan hal yang menarik untuk ditelaah.

Bahkan, dapat dikatakan bahwa pada bahasalah letak keberhasilan sebuah iklan. Bahasa

hendaknya harus menarik dan komunikatif. Kekomunikatifan bahasa iklan sering dibentuk

melalui kata-kata yang kreatif, bukan sekadar mengucapkan kata-kata. Apa yang diucapkan

dalam iklan, antara lain, mencakupi pemilihan kata, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kiasan, pola-

pola irama, komponen bunyi, dan ciri-ciri formal lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (421 via Balai Pustaka), iklan adalah (1) berita

pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang

ditawarkan, (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual,

dipasang di dalam media massa seperti surat kabar mengenai barang atau jasa yang dijual,

dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah. Untuk itu, penulis akan

menganalisis wacana iklan-iklan televisi dilihat dari struktur dan pola yang terkandung di

dalamnya.

Jika dilihat dari pekerjaan kreatifnya, maka media iklan terbagi menjadi dua macam,

yaitu: (1) media lini atas (above the line) ; media utama yang digunakan dalam kegiatan

periklanan, contoh ; televisi, radio, majalah, surat kabar, (2) media lini bawah (below the line) ;

media pendukung dalam kegiatan periklanan, contoh : pamflet, brosur dan poster

(edwi.dosen.upnyk.ac.id).

Di dalam iklan, bahasa digunakan sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan baik.

Dengan demikian, penggunaan bahasa dalam iklan juga mempunyai tujuan tersendiri dengan

para pembeli (konsumen) sebagai sasarannya. Tujuan penggunaan bahasa itu, antara lain, adalah

untuk membentuk persepsi, mengubah sikap, dan akhirnya mempengaruhi tindakan para

konsumen. Oleh karena itu, bahasa yang tertuang di dalam iklan seharusnya merupakan hasil

olahan yang cermat agar iklan itu mencapai hasil yang maksimal. Bahasa iklan tidak hanya

2

Page 3: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

menyuguhkan bentuk-bentuk verbal yang bersifat lugas, tetapi juga menyiratkan daya persuasif

yang tinggi di balik bentuk verbal yang disuguhkan itu. Para konsumen diharapkan untuk tidak

hanya membaca/mendengar yang tersurat/terucap, tetapi juga tergiring untuk menangkap yang

tersirat di balik bahasa iklan itu. Untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media

(termasuk iklan) dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. (www.dbp.gov.my)

Kasus praanggapan banyak kita jumpai pada komunikasi sehari-hari, Seperti yang

digagas oleh Frege bahwa yang dibahas tidak lagi terbatas pada pengacuan sederhana seperti

“analisis eksistensial yang kering kerontang” (periksa Levinson, 1983:172 dalam Ari Subagyo):

melainkan sampai pada pembuktian benar-salah sebuah pernyataan. Perkembangan itulah yang

mempengaruhi linguistik (pragmatik). Hal itu pula yang terjadi pada media komunikasi lain

seperti media massa dalam bentuk cetak maupun elektronik, khususnya media komunikasi iklan

televisi.

Hal yang tidak kalah menarik dalam melihat iklan adalah bagaimana kohesi iklan dalam

membentuk kepaduan wacana iklan. Selain itu, analisis tekstual serta kontekstual wacana iklan

niaga melalui televisi juga merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti. Hal-hal itulah yang

akan dicoba dilakukan melalui penelitian ini.

Harapannya, melalui komunikasi (percakapan) pada iklan televisi dapat menjadi contoh

adanya kemandegan komunikasi yang ditimbulkan berbagai faktor. Pilihan bahasa sebagai

peristiwa sosial tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-

faktor di luarnya. Pilihan bahasa erat terkait dengan situasi sosial masyarakat pemakainya.

Perbedaan usia, tingkat pendidikan, dan status sosial seseorang dapat mempengaruhi pilihan

bahasanya ketika berbicara dengan orang lain.

Berdasarkan paparan di atas, aspek pragmatik mengkaji tentang hubungan antara tanda

(lambang) dan objeknya. Namun, di sisi lain aspek pragmatik berkenaan pula dengan kaidah-

kaidah teks yang berlaku untuk interpretasi. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas

kajian pragmatik dari segi praanggapan pada iklan teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu

Kental Manis Bendera. Praanggapan yang dimaksud adalah dugaan atau anggapan penutur

kepada mitra tutur bahwa mitra tutur telah mengetahui apa yang dimaksud penutur. Dalam

makalah ini akan dipaparkan sejauh mana peranan praanggapan dalam hal berkomunikasi,

sehingga komunikasi tetap mencapai tujuannya dan tidak mandeg. Menurut penulis, masalah

3

Page 4: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

seperti ini sangat menarik untuk dikaji, sebagai seorang penutur juga harus memperhatikan

kejelasan maksud tuturan.

Penelitian ini berisi tentang analisis diskursif tentang sebuah iklan televisi yang

mengangkat kasus pragmatik. Dari latar belakang itulah, maka dapat ditarik permasalahan

sebagai berikut: Bagaimana penggunaan praanggapan dalam iklan Teh Sariwangi, Permen Hexos

dan Susu Kental Manis Bendera? Setelah diketahui analisisnya diharapkan penulis dapat

mengetahui tujuan penggunaan praanggapan dalam iklan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disimpulkan, permasalahan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah penggunaan praanggapan dalam iklan Teh

Sariwangi, Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera? Dengan submasalah sebagai

berikut:

a. Apa jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi?

b. Apa jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Permen Hexos?

c. Apa jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Susu Kental Manis Bendera?

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah iklan televisi yang terdiri dari Teh Sariwangi,

Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi

2. Mendeskripsikan jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Permen Hexos

3. Mendeskripsikan jenis praanggapan yang terdapat pada iklan Susu Kental Manis Bendera

4

Page 5: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

1.5 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian

tujuan penelitian, dan sistematika penyajian. Keempat hal inilah yang melatarbelakangi

penelitian mengenai analisis praanggapan yang terdapat pada iklan Teh Sariwangi,

Permen Hexos dan Susu Kental Manis Bendera

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir yang

melandasi penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi jenis penelitian yang dilakukan, subjek penelitian, sumber data, data

penelitian, teknik pengumpulan data dan instrument penelitian

5

Page 6: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Relevan

Praanggapan, sebagai salah satu bagian dari pragmatik sangat menarik untuk diteliti.

Melalui praanggapan pula, dapat diketahui komunikasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan atau

tidak, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan yang dimaksud penutur.

Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus tentang praanggapan, karena itu

peneliti tertarik untuk meneliti kajian ini lebih menadalam. Berikut ini dikaji hasil penelitian

terdahulu yang relevan atau yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini.

Peneliti mengambil salah satu penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini,

yakni penelitian dari Arono mahasiswa FKIP Universitas Bengkulu dalam skripsinya yang

berjudul Kajian Praanggapan dan Implikatur Wacana Lisan Dialog Liputan Enam Petang SCTV.

Dalam penelitiannya, Arono (2009), penulis memilih dialog dalam wawancara Liputan

Enam Petang SCTV sebagai subjek penelitiannya. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Dialog

yang dilakukan oleh pewawancara, narasumber, dan telewawancara bahwa tidak tutur yang

mereka gunakan tidak selalu mengatakan maksud seperti apa yang mereka maksudkan

sebagaimana adanya, tentu akan terdapat permasalahan dalam tuturan. Oleh sebab itulah, maka

penulis bekeinginan untuk meneliti tutura yang terdapat dalam dialog untuk mengetahui makna

yang terkandung di dalamnya.

Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah sama-sama

bersifat penelitian kualitiatif, meskipun penelitian terdahulu diterapkan pada media televisi

berupa dialog lisan pada siaran berita, hal tersebut bisa menjadi acuan bagi peneliti untuk

meneliti topik yang sama dengan fokus yang berbeda.

Dari penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi untuk mencoba penelitian serupa

dengan objek yang berbeda, yakni pada iklan televisi. Peneliti mencoba meneliti kajian yang

sama (yaitu praanggapan) namun ditujukan kepada iklan televisi.

6

Page 7: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

2.2. Kajian Pustaka

2.2.1 Hakikat Praanggapan

Praanggapan adalah hasil pengindonesiaan kata bahasa Inggris Presupposition (periksa

Kridalaksana, 1993:278 via Subagyo, Ari). Presupposition (yang sering juga diindonesiakan

menjadi presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahsa Inggris berarti “to

suppose beforehand” (menduga sebelumnya); dalam arti sebelum pembicara atau penulis

mengujarkan sesuatu, ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang

dibicarakan (Soewandi, tt, dal 1 via Subagyo, Ari). Dengan demikian, praanggapan (presuposisi)

adalah dugaan. Kenyakinan, atau anggapan tentang orang lain atau sesuatu hal, yang sudah

dimiliki seseorang sebelum ia mengutarakan suatu ujaran.

Lubis (1991:59) mengatakan bahwa yang disebut presuposisi (praanggapan) adalah

hakikat rujukan yang dirujuk oleh kata atau frasa atau kalimat. Maksudnya kalau ada suatu

pernyataan, maka selalu ada presuposisi bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai baik

secara sederhana maupun majemuk mempunyai suatu rujukan.

Rustono (1999:103) mengemukakan pengertian praanggapan yaitu pengetahuan bersama

antara penutur dan mitra tutur yang tidak dituturkan dan merupakan prasyarat yang

memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar. Stalnaker dalam Rustono (1999:98-99)

mengemukakan bahwa praangapan adalah apa yang digunakan oleh penutur sebagai dasar

bersama bagi para peserta percakapan. Yang dimaksud dengan dasar bersama itu adalah sebuah

paraangapan hendaknya dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur sebagai pelaku

percakapan dalam melakukan tindak tutur.

Presuposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum

menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur, bukan kalimat

(Yule,George: 1996:43). Yule menambahkan pula beberapa pembahasan tentang konsep,

presuposisi dibicarakan sebagai hubungan antara dua proposisi.

Di dalam analisis wacana, praanggapan memegang peranan penting di dalam menetapkan

keruntutan (koherensi) wacana (Selinker et al., 19-74 dalam Rani, Abdul: 2006). Menurut Leech

(1921:288), praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar kelancaran wacana yang komunikatif.

Perlu diingat bahwa praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si penutur sebagai dasar

penuturnya. Lebih lanjut, Givon (1979a:50) juga beranggapan bahwa praanggapan dalam analisis

7

Page 8: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

wacana disebut dengan praanggapan pragmatis, yaitu ‘yang ditentukan batas-batasnya

berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh

pendengar tanpa tantangan’ (dalam Yule&Brown, 1996:28).

Menurut Yule&Brown (1985:29) praanggapan dapat diidentifikasi dalam bentuk asumsi

yang dibuat penyapa akan diterima pesapa tanpa penolakan. Stubbs (1983:215) menyatakan

bahwa praanggapan adalah proposisi yang dianggap penyapa diketahui pesapa dan proposisi

tersebut tidak berubah walaupun ujaran praanggapan tersebut dibentuk kalimat negatif (dalam

Pangaribuan, Tagor,2008:85).

Levinson (1985:180-185 dalam Pangaribuan, Tagor, 2008:85) sependapat dengan pakar di

atas dengan menyatakan bahwa praanggapan merupakan pengetahuan yang diasumsi penyapa

diketahui pesapa dan praanggapan tersebut tidak berubah biarpun tuturan diubah bentuknya

menjadi negatif.

Menurut Rahardi, Kunjana (2003), sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan atau

mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan

itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali.

2.2.2 Jenis-jenis Praanggapan

Menurut Ari Subagyo dalam handout pembelajaran Pragmatik, membagi praanggapan

menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Praanggapan Eksistensial

Praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang menunjukkan

eksistensi/keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit

(periksa Asher dan Simpson, eds. 1994:1191). Praanggapan ini dilacak dari

predikatnya.

b. Praanggapan Faktif

Praanggapan faktif adalah praanggapan yang mengungkapkan kebenaran dalan

klausa bahwa. Praanggapannya identik dengan informasi yang terdapat dalam

klausa bahwa.

8

Page 9: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

c. Praanggapan Kategorial

Praanggapan ini dihasilkan dari kelengkapan semantis tertentu pada predikat

Dalam hal ini, adverbial seperti tentu saja, sudah, belum, masih dan sebagainya

menjadi penting.

Yule, George dalam bukunya yang berjudul Pragmatik menambahkan, dalam analisis

tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkansecara khusus, presupposisi sudah

diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa dan struktur. Yule membagi

praanggapan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Presuposisi Faktif (nyata)

Informasi yang dipraanggapkan yang mengikuti kata kerja ‘tahu’ dapat dianggap

sebagai kenyataan.

b. Presuposisi Leksikal

Pemakaian suatu bentuk dengan makna yang dinyatakan secara konvensional

ditafsirkan dengan presuposisi bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)

dipahami.

c. Presuposisi Struktural

Dalam hal ini, struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai

presuposisi secara tetap dan konensional bahwa bagian struktur itu sudah

diasumsikan kebenarannya.

c. Presuposisi Non-faktif

Suatu presuposisi yang diasumsikan tidak benar. Presuposisi ini menciptakan

suatu counter-factual presupposition (prseuposisi factual tandingan), yang berarti

bahwa apa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi merupakan

kebalikan (lawannya) dari benar, atau ‘bertolak belakang dengan kenyataan’.

2.2.3 Fungsi Praanggapan dalam Proses Pemahaman

Praanggapan adalah suatu bentuk penggunaan bahasa pemahaman juga suatu proses

penggunaan bahasa. Dengan unsur kesamaan ini, praanggapan dan pemahaman merupakan

9

Page 10: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

bagian dari peristiwa komunikas. Karena itu hubungan antara peranan praanggapan dan

pemahaman dapat diamati dari peristiwa komunikasi.

Prinsip-prinsip penggunaan praanggapan

Dalam tindak komunikasi, penggunaan praanggapan terdiri dari pemakaiannya dan

penafsirannya. Pemakaian praanggapan tunduk pada prinsip-prinsip kerjasama (Grice,

1975:41-58; Garnham, 1985:106). Penafsiran praanggapan tunduk pada prinsip

penafsiran pragmatic (Yule&Brown, 1985:58-67). Prinsip ini terdiri dari prinsip

interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi local menyatakan bahwa

penafsrir terbatas untuk tidak menafsir lebih dari yang dibutuhkan, dan prinsip analogi

menyatakan bahwa penasir tidak mengubah interpretasi sebelum ada penggantian pada

bentuk yang sedang diinterpretasi.

2.2.4 Model Struktur Iklan

Berkenaan denagn struktur wacana, Bolen (1984) dalam Rani, Abdul (2006) memandang

struktur wacana iklan dari segi proposisinya. Menurut pendapatnya, wacana iklan mempunyai

tiga unsur pembentuk struktur wacana, yaitu (1) butir utama (headline), (2) badan (body), dan (3)

penutup (close). Pada bagian ini,penulis hanya menjelaskan butir utama dan badan iklan yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis.

2.2.4.1 Butir Utama

Tujuan pertama dalam wacana iklan adalah menarik perhatian. Untuk itu,

diperlukan pesan-pesan iklan yang menarik dan penting sehingga dapat menarik

calon konsumen. Bagian yang menyajikan itu disebut butir utama. Bagian

tersebut dapat menyajikan proposisi-proposisi sebagai berikut:

(a) Proposisi yang Menekankan Keuntungan Calon Konsumen

Proposisi ini sering dimanfaatkan sebagai alat untuk memancing perhatian

konsumen.

(b) Proposisi yang Membangkitkan Rasa Ingin Tahu pada Para Calon Konsumen

Butir utama yang membangkitkan rasa ingin tahu calon konsumen juga

digunakan untuk menarik perhatian konsumen pada tahap awal.

(c). Proposisi yang Berupa Pertanyaan yang Menuntut Perhatian Lebih

10

Page 11: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

Proposisi yang berupa pertanyaan sering menarik perhatian lebih besar jika

pertanyaan itu sesuai dengan masalah yang dialami konsumennya.

Pertanyaan itu dapat menarik perhatian calon konsumen secara efektif sebab

keseluruhan iklan yang dibuat tersebut diharapkan dapat menjawab

pertanyaan yang diajukan.

(d) Proposisi yang Memberi Komando atau Perintah kepada Calon Konsumen

Proposisi yang member komando atau perintah untuk melaksanakan

kegiatan sebagai butir utama dalam iklan radio atau televisi.

(e) Proposisi yang Menarik Perhatian Konsumen Khusus

Proposisi yang menarik perhatian konsumen atau sasaran khusus (attract the

target market) juga dimanfaatkan untuk menarik perhatian pada awal

komunikasi. Butir utama yang menyatakan batas khalayak sasaran dapat

membantu menarik perhatian calon konsumen yang menjadi sasarannya.

2.2.4.2 Badan Iklan

Tujuan tahap kedua, setelah menarik perhatian, adalah menarik minat dan

kesadaran calon konsumen. Tujuan tahap ini diwadahi dalam bagian badan.

Dengan berdasar pada motif calon konsumen dalam membeli sesuatu, yaitu

motif emosional dan motif rasional, maka bagian badan wacana iklan hendaknya

mengandung alasan objektif(rasional) dan alasan subjektif (emosional). Alasan

objektif berupa informasi yang dapat diterima oleh nalar calon konsumen

sedangkan alasan subjektif berupa hal-hal yang dapat mengajak emosi calon

konsumen. Berdasarkan jenis proposisi yang diungkapkan, bagian badan iklan

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) berisi alasan subjektif, (2) berisi alasan

objektif, dan (3) campuran alan subjektif dan objektif.

2.3 Kerangka Berpikir

Mengingat persoalan yang menjadi tumpuan pelaksanaan penelitian ini berkait persoalan

pemakaian praanggapan pada iklan televisi dan analisis kualifikasi jenis praanggapannya, maka

pendekatan yang digunakan dalam pemecahan tersebut sepenuhnya berangkat dari pendekatan

11

Page 12: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

ilmu pragmatik, khususnya praanggapan (presuposisi). Dalam praanggapan (presuposisi),

diasumsikan bahwa praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar kelancaran wacana yang

komunikatif. Sebagai contoh, penulis mengambil contoh iklan permen Hexos yang menggunakan

praanggapan dalam berkomunikasi. Dalam konteks tersebut, seorang pembeli akan mengambil

fotocopyan yang sudah lebih dulu dipesannya. Pranggapan ini muncul ketika pembeli

menanyakan ‘aslinya mana mas?”, yang seharusnya diartikan sebagai copyan yang asli, namun

tukang fotocopy menjawabnya dengan, “Tegal”. Dalam kasus tersebut, tentu saja akan terjadi

kemandegan komunikasi. Gambaran di atas mengisyaratkan bahwa setiap tuturan yang

dipraanggapkan belum tentu dipahami oleh mitra tutur, meski konteksnya sudah jelas. Artinya,

bahwa pandangan di atas mengisyaratkan pula bahwa tuturan dapat dikatakan

mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran

tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak

dapat dikatakan sama sekali.

Oleh karena itu, dalam iklan televisi pun kerap kita jumpai iklan yang menggunakan

praanggapan sebagai salah satu tujuan tertentu. Tujuan itu dapat bermacam-macam seperti: untuk

memancing perhatian konsumen. membangkitkan rasa ingin tahu, menarik perhatian lebih besar,

memberi komando atau perintah untuk melaksanakan kegiatan, danmenarik perhatian konsumen

atau sasaran khusus. Langkah-langkah lebih lanjut yang ditempuh dalam Penggunaan

Praanggapan yang Terdapat pada Iklan Televisi: Teh Sariwangi, Susu Bendera Kental Manis,

dan Permen Hexos dapat dilihat pada metode penelitian.

12

Page 13: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk pembahasan masalah yang diajukan dalam penelitian ini diperlukan data

kebahasaan yang relevan, yang diperoleh melalui penelitain terhadap objek penelitiannya. Dalam

penelitian ini akan ditempuh enam tahapan strategis, yaitu; (1) jenis penelitian, (2) subjek

penelitian, (3) sumber data, (4) data penelitian, dan (5) teknik pengumpulan data, dan (6)

instrumen penelitian. Keenam hal tersebut akan dijelaskan secara terperinci dalam setiap subbab

berikut ini.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, maksudnya

penelitian ini berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data,

jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan mengiterpretasi. Disebut penelitian kualitatif

karena penelitian ini dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

diperoleh melalui prosedur penelitian statistik atau bentuk hitung lainnya yang menggunakan

ukuran angka (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Hoepfl, 1997 dan Golafshani, 2003). Kualitatif

berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik

fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik,

bahasa, atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan,

angka, skor atau nilai; peringkat atau frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan

perhitungan matematik atau statistik (Creswell, 2002) (dalam studikasus.blogspot.com)

Di samping itu, tujuan penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah untuk menganilisis

yang diteliti agar diperoleh informasi mengenai perilaku, perasaan, keyakinan ide, bentuk

pemikiran serta dapat menghasilkan sebuah teori (Syamsudin&Damaianti,2007:74).

Demikian juga dalam penelitian ini, direncanakan untuk meneliti iklan televisi yang

menggunakan praanggapan. Penelitian ini akan menganalisis praanggapan yang terdapat dalam

iklan Teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu Bendera Kental Manis.

13

Page 14: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Iklan Televisi: Teh Sariwangi, Permen Hexos dan Susu

Bendera Kental Manis.

3.3 Sumber Data

Peneliti mengambil sumber data dari iklan-iklan televisi. Sumber data utama dicatat

melalui catatan tertulis dan melalui perekaman video iklan televise, khususnya iklan Teh Sari,

Permen Hexos, dan Susu Bendera Kental Manis. Data yang diambil adalah tuturan penutur

kepada lawan tuturnya yang menimbulkan praanggapan.

3.4 Data Penelitian

Data penelitian berkaitan dengan praanggapan yang terdapat dalam 3 iklan. Ketiga iklan

ini memiliki konteks yang berbeda-beda. Salah satu data yang diambil dalam iklan Hexos,

misalnya, seperti pada potongan praanggapan beikut.

(Konteks: Seorang gadis sedang buru-buru ke tempat fotocopy untuk mengambil kertas

fotocopyan yang sudah dipesannya)

Gadis : Aslinya mana mas?

Tukang F.C : Tegal

Data di atas menunjukkan bahwa terjadi praanggapan yang menimbulkan komunikasi

mandeg. Pada akhirnya ketiga data tersebut akan penulis analisis jenis peraanggapannya.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, catat dan rekam. Metode simak

digunakan untuk mengklasifikasikan iklan-iklan yang termasuk dalam kategori praanggapan atau

14

Page 15: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

bukan. Data yang diperoleh melalui metode simak kemudian diabadikan dengan cara

mencatatnya pada lembar analisis iklan dan sekaligus direkam (mencari rekaman iklan).

Penggunaan teknik rekam di samping teknik catat dimaksudkan, bahwa hasil perekaman

tersebut menjadi alat pengecekan kembali kebenaran data yang sudah dicatat tersebut.

Penggunaan cara ini cukup bermanfaat, mengingat iklan televisi memang lebih baik untuk

dilampirkan rekamannya.

Teknik rekam adalah teknik penjaringan data dengan merekam penggunaan bahasa. Yang

direkam tentu saja adalah penggunaan bahasa dalam bentuk lisan. Teknik catat adalah teknik

menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu data. Kegiatan merekam data

atau karena sebab tertentu perekam tidak mungkin dilakukan. Data yang dijaring dari sumber

tertulis, misalnya, dapat langsung dicatat dalam kartu data (Kesuma, Mastoyo Jati, 2007).

3.6 Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrument penelitian adalah peneliti sendiri sebagai

alat pengumpulan data, tentunya dengan bekal pengetahuan yang memadahi terkait ilmu

pragmatic, khususnya praanggapan (presuposisi). Pada penelitian ini, peneliti memiliki senjata

untuk “dapat memutuskan” dan menilai keadaan terhadap yang diteliti. Dalam hal ini peneliti

menggunakan rekaman iklan televisi dan hasil kartu catat sebagai hasilnya.

3.7 Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasi sesuai dengan praanggapannya, tahap

selanjutnya, yaitu analisis data. Pada tahap ini data dianalisis dengan metode kualitatif. Analisis

data dalam penelitian ini menggunakan metode pragmatis. Metode pragmatis digunakan untuk

menunjuk jenis praanggapan (preposisi) yang digunakan dalam iklan dengan subjenis alat

penentunya, yaitu mitra wicara yang berhubungan dengan fungsi interpersonal bahasa yang

menghasilkan komunikasi yang tidak sesuai dengan tujuan. Data dianalisis dengan mengambil

konteks dan tuturan tokoh pada iklan.

15

Page 16: praanggapan pada salah satu iklan: sariwangi (2)

DAFTAR ISI

Arifin, Zaenal, dkk. 1992. Pemakaian Bahasa dalam Iklan Reklame Berita dan Papan Reklame.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud

Edwi Arief Sosiawan. Media Iklan. edwi.dosen.upnyk.ac.id/MED.IKLAN.1.doc diakses 1

Nopember 2009

dbp.gov.my

Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kesuma, Tri Santoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta:

Carasvatibooks

Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Gramedia

Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma

Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia

studikasus.blogspot.com

Subagyo, Ari. Pragmatik (dalam handout mata kuliah Pragmatik)

Syamsudin&Damaianti. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung:Remaja

Rosdakarya

Yule & Brown. 1996. Analisis Wacana Discourse-Analysis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

16