ppt jurnal

download ppt jurnal

of 35

description

blok 18

Transcript of ppt jurnal

PowerPoint Presentation

Tugas Review JurnalHiperparatiroidPendahuluan

Hipertiroid primer adalah penyebab utama hiperkalemia, yang terjadi pada 1 dari 1000 populasi. Banyak pasien pada umumnya tidak bergejala sehingga menimbulkan kesulitan saat awal mendiagnosisnya. Diagnosis pasti dari hiperparatiroid ini adalah kenaikan level kalsium dalam darah.

Klasifikasi

Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer) Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder) Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)

Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)

Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostic yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormone paratiroid dan ion kalsium.

Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Marcocci C, 2011)

Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)

Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.

Etiologi

Hiperparatoid primer disebabkan oleh adanya single adenoma (80 sampai dengan 85 %), hiperplasia kelenjar (10-15 %) dan karsinoma (0,5 %), bagian dari penyakit genetik seperti neoplasia endokrin mulitple tipe 1 dan 2A, serta radiasi dan telapi lithium jangka panjang pada usia anak anak meningkatkan prevalensi terjadinya hiperparatroid di usia dewasa. (Marcocci C, 2011)

Penyebab hiperparatiroid primer yang ditinjau dari genetikPenyakitGen yang TerlibatMekanisme PatogenikManifestasi KlinikMultiple Endocrine Neoplasia (MEN tipe 1)MEN1, CDKN1BKehilangan fungsi, mutasiTumor adrenal, tumor kelenjar pituitari, dan lipomaMultiple Endocrine Neoplasia (MEN tipe 2A)RETKelebihan fungsi mutasiKanker tiroid medular, feokromositoma, amiloidosis kutanFamilial hypocalciuric hypercalcemiaCASRKehilangan fungsiHipokalsiuri relaltifFamilial isolated hyperparathyroidismMEN1, CDC73, CASR, CDKN18Kehilangan fungsiMenimbulkan manifestasi yang kurang spesifik dibandingkan sindroma yang lainEtiologi hiperparatiroid sekunder timbul bersamaan sebagai manifestasi dari Gagal Ginjal Kronik. Hiperparatiroid sekunder timbul sebagai respon maladaptive dari penurunan fungsi ginjal, gangguan ekskresi fosfat, dan kegagalan pengangkifan vitamin D. Adanya disregulasi dari kalsium dan gangguan homeostasis fosfat menyebabkan serum fosfor meningkat dan penurunan kalsisitrol sebagai bentuk aktif dari vitamin D.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiorid tiap tahun. Hiperparatiroid primer merupakan salah satu dari dua penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi dari semua usia tetapi paling sering dari hasil studi 21 / 1000 hiperparatiroid primer ditemukan dalam prevalensi wanita berusia 55-75. Wanita mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan pria. Defisiensi vitamin D pada penduduk di Eropa Selatan dapat berkontribusi dalam prevalensi hiperparatiroid primer. Tindakan radiasi pada leher dan thoraks bagian atas pada penyakit benigna sekitar 15-25 % merupakan salah satu factor terjadinya hiperparatiroid primer. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetic seperti neoplasia endokrin multiple tipe I dan II (Adami S et al, 2002).

Patofisiologi Hiperparatiroid

Hiperparatiroidisme primer juga diakibatkan karena kelebihan produksi hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang tidak teregulasi akibat hiperfungsi pada kelenjar paratiroid di mana akan menyebabkan gangguan homeostasis kalsium. Sekitar 80% kasus hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma pada satu kelenjar paratiroid dan 12-15% disebabkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid yang multipel. Penyebab yang jarang adalah karsinoma paratiroid hanya 1-2% kasus. Kebanyakan kasus adenoma atau hiperplasia paratiroid tidak diketahui penyebabnya, tetapi diduga melibatkan faktor genetik. Walaupun jarang, kelainan akibat faktor genetic yang diturunkan harus dipertimbangkan pada penderita hiperparatiroidisme primer, antara lain: Multiple Endocrine Neoplasia syndromes (MEN) tipe 1, MEN tipe 2A, Familial Isolated Hyperparathyroidism (FIHP) dan Familial Hypocalciuric Hypercalcemia, di mana hiperplasia pada kelenjar paratiroid yang multiple merupakan dasar dari kelainan tersebut.

Patofisiologi dari hiperparatiroidisme sekunder terutama diakibatkan karena adanya hiperphospathemia dan defisiensi serta resistensi dari Vitamin D.

Parathyroid Hormone

Hormon paratiroid merupakan regulator paling penting pada metabolism kalsium. PTH disekresikan berdasarkan stimulus pada hipokalsemia dan hiperfosfatemia. PTH terutama bekerja pada 2 organ: tulang dan ginjal.PTH menstimulasi osteoclast dan menyebabkan resorpsi tulang, menyebabkan peningkatan konsentrasi serum kalsium dan fosfor.PTH menstimulasi 1 alpha hydroxylase pada ginjal, menyebabkan peningkatan produksi 1,25 dihydroxyvitamin, serta meningkatkan reabsorbsi kalsium pada distal tubulus renal, menyebabkan penurunan klirens kalsium. Efek pada klirens fosfat berkebalikan dengan kalsium. PTH dapat menurunkan reabsorbsi fosfor pada proximal tubulus renal hingga 85% pada orang sehat serta kurang dari 15% pada pasien dialysis.PTH tidak memiliki efek langsung pada intestinal, namun secara tidak langsung meningkatkan absorbs kalsium dan fosfor pada intestinal.

Vitamin D

Vitamin D merupakan faktor esensial dari keseimbangan regulasi kalsium dan fosfor. Vitamin D disintesis pada kulit dan terdapat juga dalam makanan. Bentuk aktifnya yaitu 1,25 dihydroxyvitamin D. Fungsi utamanya adalah meningkatkan avaibilitas dari kalsium dan fosfor untuk pembentukan tulang. Pada beberapa studi ditunjukkan beberapa fungsi penting dari vitamin D pada banyak jaringan lainnya. Vitamin D meningkatkan kemampuan intestinal untuk menyerap kalsium dan fosfor, meningkatkan serum levelnya.

1. Bersamaan dengan PTH, vitamin D juga merupakan faktor yang diperlukan pada proses resorpsi tulang.2. Vitamin D juga meningkatkan reabsorbsi kalsium urin dan fosfor dalam tubulus renalis.3. Reseptor vitamin D mempunyai efek langsung pada kelenjar paratiroid untuk mensupresi sekresi PTH. (Saliba W & Haddad EB, 2009).

Manifestasi klinis

- Tulang rapuh yang mudah patah (osteoporosis) - batu ginjal- buang air kecil berlebihan - nyeri perut - Mudah lelah - Depresi - Nyeri Tulang dan Sendi - Keluhan sering terjadi tanpa penyebab yang jelas - Mual, muntah atau hilangnya nafsu makanPemeriksaan PenunjangHiperparatiroid Primer

Untuk diagnosis hiperparatiroid primer dikonfirmasi dengan pemeriksaan peningkatan kalsium serum dan peningkatan hormon paratiroid.Setiap kali diagnosis PHPT dicurigai, dalam 24- jam pengumpulan urin untuk kalsium dan ekskresi kreatinin. Ekskresi kalsium urin biasanya meningkat pada pasien dengan PHPT. Ekskresi kalsium urin yang berlebihan (> 400 mg / 24 jam) dianggap sebagai faktor risiko prediktif untuk masa depan komplikasi dari PHPT dan berfungsi sebagai dasar untuk merekomendasikan paratiroidektomi.

Hiperparatiroid sekunder

Pemeriksaan laboratoriumHormon parathiroid meningkatKalsium serum dapat normal atau menurunFosfat serum menurun pada defisiensi vitamin D

Fosfat serum meningkat pada insufisiensi atau gagal ginjalKadar 25-hydroxyvitamin D menurun, kurang dari 20 mg per milliliter (50 nmol per liter)Radiologis: Rontgen (komplikasi pada organ target)Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasiCystic-cystic dalam tulangTrabeculae di tulangErosi subperiostalNefrolithiasis

UltrasonografiDigunakan untuk evaluasi pembesaran kelanjar paratiroid.PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

TatalaksanaPRIMERSampai saat ini, tidak ada terapi definitif untuk hiperparatiroid primer. Namun pengobatan pilihan tetap tersedia bagi pasien yang menolak paratiroidektomi. Untuk meningkatkan densitas tulang, digunakan terapi estrogen terkonjugasi dengan dosis 0.625 mg ditambah dengan medroksiprogesteron 5 mg per hari selama 2 tahunUntuk penignkatkan densitas mineral tulang dapat digunakan bisfosfonat alendronat 10 mg per hari selama 2 tahun, hasilnya didapatkan peningkatan densitas pada lumbar spine dan pelvis.Pada pasien yang densitas mineral tulang nya tidak rendah namun serum kalsium nya lebih dari 1 mg per deciliter penggunaan cinacelet diperbolehkan dengan dosis 30 mg satu atau dua kali per hari.ParatiroidektomiTindakan ini direkomendasikan untuk seluruh pasien dengan hiperparatiroid primer. Pasien dengan hiperkalsemia (serum kalsium 30 mg/mL.Phosphate binderCalcium-based phosphate binders, seperti calcium carbonate atau calcium acetate Non-calcium-based phosphate binders, seperti sevelamer hydrochloride atau lanthanum carbonateSuplementasi kalsium dibatasi kurang dari 2 gr/hariVitamin D dan analognya:Calcitriol Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Analog calcitriol: Paricalcitol, doxercalciferol, maxacalcitol, dan falecalcitriolPasien yang mengalami nyeri tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan pendekatan operatif. Umumnya, jika terjadi hiperparatiroidisme persisten berat dengan kadar hormon paratiroid lebih tinggi dari 800 pg/mL dan keadaan hiperkalsemia dan hiperfosfatemia walaupun dengan pengoreksian kadar kalsium dan fosfor, serta tebukti adanya kelainan pada tulang, paratiroidektoimi sebaiknya dipertimbangkan (Saliba W, 2009)

Operatif

Pasien yang mengalami nyeri tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan pendekatan operatif. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika terjadi hiperparatiroidisme persisten berat dengan kadar hormon paratiroid lebih tinggi dari 800 pg/mL dan keadaan hiperkalsemia dan hiperfosfatemia walaupun dengan pengoreksian kadar kalsium dan fosfor, serta tebukti adanya kelainan pada tulang, paratiroidektoimi sebaiknya dipertimbangkan (Saliba W, 2009)

Prognosis Di USA, operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dapat memberikan kesembuhan yang cukup tinggi, angka kesembuhan setelah pengangkatan sekitar 95%KomplikasiKomplikasi hiperparatiroidisme terutama berkaitan dengan efek jangka panjang akan terlalu sedikitnya kalsium dalam tulang dan terlalu banyak kalsium yang beredar dalam aliran darahKomplikasi umum meliputi: (next slide)

Osteoporosis. Hilangnya kalsium sering menyebabkan lemah, tulang rapuh yang fraktur dengan mudah (osteoporosis).Batu ginjal. Kelebihan kalsium dalam darah dapat menyebabkan kelebihan kalsium dalam urin, yang kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya batu kalsium dan zat lainnya terbentuk dalam ginjal. Sebuah batu ginjal biasanya menyebabkan nyeri yang signifikan saat melewati saluran kemih.

Penyakit kardiovaskular. Meskipun belum dapat dijelaskan secara detail, kadar kalsium yang tinggi berhubungan dengan kondisi kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) dan beberapa jenis penyakit jantung.Hipoparatiroidisme Neonatal. Dalam kondisi parah, hiperparatiroidisme yg tidak diobati pada wanita hamil dapat menyebabkan tingkat yang sangat rendah kadar kalsium pada bayi baru lahir.

Daftar PustakaAdami S, et al. Epidemiology of primary hyperparathyroidism in Europe, J Bone Miner Res, No. 17. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12412773 [Diakses pada 12 Desember 2012].Saliba W, Haddad EB. 2009. Secondary Hyperparathyroidism: Pathophysiology and Treatment. J Am Board Fam Med, vol. 22no. 5574-581 Available at : http://www.jabfm.org/content/22/5/574.long#ref-list-1 [Diakses pada 11 Desember 2014].Bilezikian JP, Khan AA, Potts JT. 2009. Guidelines for the Management of Asymptomatic Primary Hyperparathyroidism: Summary Statement from the Third International Workshop. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 94(2):335339. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19193908 . [Diakses pada 11 Desember 2014]. Cunningham J, Locatelli F, Rodriguez M. 2011. Secondary Hyperparathyroidism: Pathogenesis, Disease Progression, and Therapeutic Options. Clinical Journal of American Society Nephrology. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21454719 . [Diakses pada 11 Desember 2014].

Elaraj Dina M, Clark OH. 2008. Current Status and Treatment of Primary Hyperparathyroidism. The Permanente Journal, Volume 12 No. 1 35-36. Avaible at: https://www.thepermanentejournal.org/files/Winter2008PDFS/hyperparathyroidism.pdf [Diakses pada 11 Desember 2014]. Marcocci C, Cetani F. 2011. Clinical Practice of Primary Hyperparathyroidism. New England Journal of Medinice. Available at http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1106636 . [Diakses pada 11 Desember 2014]. Saliba W, El-Haddad B. 2009. Secondary Hyperparathyroidism: Pathophysiology and Treatment. Journal of American Board Family Medicine. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19734404 . [Diakses pada 11 Desember 2014]. Syarifuddin Faisal, Sanusi Harsinen. 2010.Hiperparatiroidisme Primer. MEDICINUS, vol. 23 no.2, 42-43. Avaible at: http://www.dexamedica.com/sites/default/files/FA%20Medicinus%20edisi%20Juni-Agst%202010.pdf [Diakses pada 11 Desember 2014].