ppok+geriatri

34
Presentasi Kasus REHABILITASI MEDIK SEORANG PRIA, 74 TAHUN, DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS EKSASERBASI AKUT DAN BRONCHIECTASIS Oleh : Baharuddin Ahmad G 0006055 Pembimbing : DR. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM 1

description

geriatri ppok

Transcript of ppok+geriatri

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK

SEORANG PRIA, 74 TAHUN, DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIS EKSASERBASI AKUT DAN BRONCHIECTASIS

Oleh :

Baharuddin Ahmad

G 0006055

Pembimbing :

DR. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA

2012

1

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. P

Umur : 74 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : KaliosoRT 3/I Kalijambe, Sragen

Status Perkawinan : Kawin

Tanggal Masuk : 21 Maret 2012

Tanggal Periksa : 27 Maret 2012

No CM : 608256

B. Keluhan Utama

Sesak nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak napas kurang lebih 5 hari SMRS.

Sesak napas dirasakan hampir sepanjang hari, terutama timbul saat pasien

sedang beraktivitas dan akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat.

Sesak napas tidak berkurang dengan perubahan posisi. Pasien biasa tidur

dengan menggunakan 1/2 bantal, mudah lelah (-), sesak disertai mengi (+),

bengkak-bengkak pada kaki maupun wajah (-). Keluhan sesak disertai

dengan batuk.

Batuk timbul terutama pada malam dan pagi hari. Batuk berdahak,

dahak warna putih, kental, volume dahak ± ¼ sdt tiap kali batuk, batuk

darah (-). Panas badan (+), demam sumer-sumer (+), penurunan berat badan

(-), nafsu makan menurun (+)sejak 3 hari SMRS, mual (+). BAK dan BAB

tidak ada kelainan. Sebelumnya, keluhan timbul kambuh-kambuhan.

2

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat minum OAT : (+) 5 tahun yang lalu.

Riwayat merokok : (+) sejak usia +20 tahun

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat merokok : (+)selama ± 54 tahun, sebanyak 1 - 2

bungkus per hari

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat olahraga : disangkal

Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak ½ porsi, dengan nasi, lauk pauk (tahu,

tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu.

Pasien minum air putih sebanyak 5-7 gelas belimbing pehari.

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pria yang sudah menikah. Saat ini pasien mondok di

RS Dr Muwardi dengan menggunakan fasilitas ASKES.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.

B. Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

3

Nadi : 80 x / menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 24x / menit

Suhu : 36,7º C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)

D. Kepala

Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),

pupil isokor (3mm/3mm)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)

I. Leher

Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar

J. Thorax

a. Retraksi (+) infra sternoid, bentuk barrel chest,

simetris

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-)

c. Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, SIC melebar

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, SIC melebar

Perkusi : Sonor/Sonor

4

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan(+/+),

Wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+)

K. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

L. Ektremitas

Oedem Akral

dingin

- - - -

- - - -

M. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

1. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri

cukup

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif

4. Pembicaraan : Normal

5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata

cukup

Afek dan Mood

Afek : Appropiate

Mood : Eutimik

Gangguan Persepsi

Halusinasi : (-)

Ilusi : (-)

Proses Pikir

Bentuk : realistik

Isi : waham (-)

Arus : koheren

5

Sensorium dan Kognitif

Daya konsentrasi : baik

Orientasi : Orang : baik

Waktu : baik

Tempat : baik

Daya Ingat : Jangka panjang : baik

Jangka pendek : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : Baik

N. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Nervus Cranialis : dalam batas normal

Fungsi Sensorik

- Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal

- Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal

- Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas normal

Fungsi Motorik dan Reflek

Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis

5 5 N N +2 +2 - -

5 5 N N +2 +2 - -

O. Range of Motion

NECKROM Pasif ROM Aktif

Fleksi 0 - 70º 0 - 70º

Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º

Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º

Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º

Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º

Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º

6

Ektremitas SuperiorROM Pasif ROM Aktif

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Shoulder

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Ektensi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º

Abduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º

Adduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0-75º

Eksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Internal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Elbow

Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º

Ekstensi 0º 0º 0º 0º

Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Wrist

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70º

Ulnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º

Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º

MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

PIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100º

MCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Trunk

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Right Lateral Bending 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º

Left Lateral Bending 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º

7

Ektremitas InferiorROM Pasif ROM Aktif

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Hip

Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º

Ektensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Abduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º

Adduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º

Eksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Endorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

KneeFleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º

Ekstensi 0º 0º 0º 0º

Ankle

Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Plantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Eversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º

Inversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º

P. Manual Muscle Testing (MMT)

NECK

Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5

Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNK

Fleksor M. Rectus Abdominis 5

EktensorThoracic group 5

Lumbal group 5

Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5

Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

8

Ektremitas Superior Dekstra Sinistra

Shoulder

FleksorM. Deltoideus anterior 5 5

M. Bisepss anterior 5 5

EkstensorM. Deltoideu 5 5

M. Teres Mayor 5 5

AbduktorM. Deltoideus 5 5

M. Biseps 5 5

AdduktorM. Latissimus dorsi 5 5

M. Pectoralis mayor 5 5

Internal RotasiM. Latissimus dorsi 5 5

M. Pectoralis mayor 5 5

Eksternal

Rotasi

M. Teres mayor 5 5

M. Infra supinatus 5 5

Elbow

FleksorM. Biseps 5 5

M. Brachilais 5 5

Eksternsor M. Triseps 5 5

Supinator M. Supinatus 5 5

Pronator M. Pronator teres 5 5

Wrist

Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5

Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5

Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5

FingerFleksor M. Fleksor digitorum 5 5

Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Ektremitas Inferior Dekstra Sinistra

Hip Fleksor M. Psoas mayor 5 5

9

Ekstensor M. Gluteus maksimus 5 5

Abduktor M. Gluteus medius 5 5

Adduktor M. Adduktor longus 5 5

Knee Fleksor Hamstring muscle 5 5

Ekstensor Quadriceps femoris 5 5

Ankle Fleksor M. Tibialis 5 5

Ekstensor M. Soleus 5 5

Status Ambulasi : moderate dependendent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Hb : 14,8 g/dL

Hct : 45 %

AE :4,86 106 / UL

AL : 16.7 103 /UL

AT : 367. 103 /UL

GDS : 151 mg/dL

Natrium : 136 mmol/L

Kalium : 4,1 mmol/L

Chlorida : 101 mmol/L

Analisa Gas Darah

pH :7,450

BE : 0,6 mmol/L

pCO2 : 30,8 mmHg

pO2 : 67, 5 mmHg

HCt : 45%

HCO3 :24,9 mmol/L

Total CO2 :20,0 mmol/L

O2 saturasi :94,8%

B. Rontgen thorak PA

10

Tampak jantung tear drop

Tampak infiltrate dan kalsifikasi di suprahiler kanan, honey combs

appearance di parakardial kanan dan paru hiperaerated

Pada paru tampak gambaran emfisematous, sudut costofrenikus

kanan tertutup perselubungan dan kiri masih lancip

CTR < 50 %

Kesan :

- Bronchiectasis

- Efusi pleura kanan dengan organisasi

- Emphysema lungs

- Radang paru kemungkinan proses spesifik

C. Elektrokardigrafi

Sinus ritme HR 84X/ menit

IV. ASSESMENT

Geriatri

Penyakit paru obstruksi kroniseksaserbasi akut

Bronchiektasis

Bekas TB dengan scwharte

V. DAFTAR MASALAH

Masalah Medis :

Geriatri

Penyakit paru obstruksi kronis eksaserbasi akut

Bronchiectasis

Problem Rehabilitasi Medik

1. Speech Terapi : (-)

2. Okupasi Terapi : keterbatasan melakukan

kegiatan sehari-hari karena

sesak nafas dan batuk

3. Sosiomedik : terkadang membutuhkan

bantuan untuk melakukan

11

kegiatan sehari-hari

4. Ortesa-protesa : (-)

5. Psikologi : beban pikiran karena keterbatasan melakukan

aktivitas sehari-hari

6. Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa

1.O2, 2-3 L / menit

2. Infus RL 20 tpm

3. Injeksi cefotaksim 1 gram/12 jam

5. Injeksi methilprednisolon 62,5 mg/ 8 jam

6. OBH syr 3 x CI

7. ambroxol 3 x 30 mg

8. Nebu Berotec : Atrofen : NaCl 0,9% = 16 : 16 tetes : 1cc per 8 jam

Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi :

chest physical therapy:

- breathing control

- deep breathing

- latihan batuk

- chest expansion exercise

- postural drainage

2. Speech Terapi : (-)

3. Okupasi Terapi : latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik : memberi edukasi kepada pasien dan keluarga

mengenai penyakit pasien

5. Ortesa-protesa : (-)

6. Psikologi : Psikoterapi suportif , mengurangi kecemasan pasien

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP

12

A. Impairment : Geriatri, PPOK, Bronchiectasis

B. Disabilitas : sesak napas, batuk

C. Handicap : keterbatasan aktivitas sehari-hari karena mudah sesak

VIII. PLANNING

Planning Diagnostik : spirometri bila stabil

Planning Terapi : tidak ada

Planning Edukasi :

- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi

- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan

- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi

Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.

IX. GOAL

A. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan

B. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien

C. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk yang dapat

memperburuk keadaan penderita (seperti gagal nafas, infeksi

berulang)

D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang

diderita pasien

X. PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : dubia et malam

Ad fungsionam : dubia et bonam

13

TINJAUAN PUSTAKA

A. GERIARTRI

Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses

menua atau aging process merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap

makhluk hidup di dunia ini. Hingga sekarang belum ada definisi yang memuaskan

mengenai proses menua ini. Definisi yang paling sederhana ialah "menjadi tua",

sedangkan definisi yang lebih kompleks dari Stehler: "Proses menua merupakan

perubahan yang berhubungan dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, terjadi

kerusakan yang progresif, yang mengakibatkan penurunan adaptasi terhadap

lingkungan sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan organisme untuk bertahan

hidup".

Sedangkan menurut Harman, proses menua ialah penjumlahan semua

perubahan yang terjadi dengan berlalunya waktu. Perubahan ini menjadi penyebab

atau berkaitan erat dengan meningkatnya kerentanan tubuh terhadap penyakit yang

berakhir dengan kematian.

Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya. Banyak teori mengenai proses menua ini.

Teori yang menjelaskan tentang sebab-sebab menua antara lain:

1. Teori “ Genetik clock” Tiap spesies mempunyai di dalam nukleusnya

suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu.

2. Mutasi somatik (teori Error Catastrophe) Proses menua dipengaruhi oleh

faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik (radiasi dan

14

zat-zat kimia) Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNARNA),

maupun dalam proses translasi (RNAprotein/enzim).

3. Rusaknya sistem imun tubuh (with incised Auto-Antibodies) Mutasi yang

berulang atau perubahan protein pasca-translasi, dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self

recognition).

4. Teori menua karena metabolisme Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat

dalam Goldstein, et al, 1989), memperlihatkan bahwa pengurangan intake

kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan

memperpanjang umur

5. Kerusakan akibat radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam

bebas, dan di dalam tubuh kita jika fagosit pecah, dan sebagai produk

sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria (Oen, 1993).

Radikal bebas dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa non-enzimatik,

seperti: vitamin C (asam askorbat), provitamin A (Beta-Karoten), dan vitamin

E (Tocopherol).

Batasan usia lanjut di Indonesia menurut WHO South East Asia Regional

Office (Organisasi Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah

usia lebih dari 60 tahun. Selain istilah usia lanjut, istilah yang sering muncul adalah

geriatri. Tidak jarang pasien usia lanjut disalahartikan sebagai pasien geriatri,

padahal pasien usia lanjut belum tentu geriatri. Sebaliknya, pasien geriatri sudah

pasti berusia lanjut.

a. DEP.KES RI

1. 60 – 69 th à usia lanjut

2. ≥ 70 th à usia lanjut resiko tinggi

b. WHO :

1. 60 – 64 th à transition to elderly person

2. 65 – 79 th à old

3. ≥ 80 th à old old

c. Menurut Bould et al (1989)

1. 65 – 74 th à “young” old

2. 75 – 84 th à “ old “ old

15

3. ≥ 85 th à ”oldest” old

Konsep "Menua Sehat"

Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging).

Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Dalam hal ini, yang

terpenting adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus

dimulai sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Prevensi yang

dimaksudkan adalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses

patologik.

Healthy aging akan dipengaruhi oleh

1. faktor-faktor:Endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue

dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini

seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environtment) di mana

seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling

tepat disebut gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi, kini lebih

Asesmen Geriartri

Asesmen Geriatri adalah suatu proses pendekatan multidisiplin untuk menilai

aspek medik, fungsional, psikososial dan ekonomi penderita usia lanjut dalam rangka

menyusun rencana program pengobatan dan pemeliharaan kesehatan yang rasional.

Asesmen Geriatrik ada 2 macam yaitu :

1. Asesmen geriatrik administrative

2. Asesmen geriatrik klinik

Uji Klinis tentang Asesmen Geriatrik

1. Hendrik et al (1984) Asesmen Geriatrik mempunyai efek terhadap

pencegahan mortalitas, rehospitalisasi dan mengurangi kunjungan ke dokter.

2. Rubenstein et al (1984) Asesmen geriatrik menunjukkan keuntungan

dengan biaya lebih murah dibandingkan pendekatan perawatan rumah sakit

konvensional pada frail elderly.

3. Applegate et al (1990) Pengkajian geriatrik memberikan perbaikan fungsi

dan menurunkan resiko perawatan di nursing home.

16

4. Stuck et al (1995) Program asesmen geriatrik dirumah dapat

memperlambat timbulnya keterbatasan dan menurunkan angka perawatan di

institusi kesehatan.

Penanganan Holistik (Hadi Martono, 1999; Kane et al, 1999)

Mengingat sifat dan karakteristik penderita usia lanjut seperti disebutkan di

atas, maka penanganannya harus bersifat holistik, yaitu:

1. Penegakan diagnosis: berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan

pada golongan usia lain, penegakan diagnosis pada penderita usia lanjut

dilaksanakan dengan tata cara khusus yang disebut dengan asesmen geriatrik.

Cara ini merupakan suatu analisis multidimensional dan sebaiknya dilakukan

oleh suatu tim geriatrik.

2. Penatalaksanaan penderita: penatalaksanaan penderita juga dilaksanakan

oleh suatu tim multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dan disebut

sebagai "tim geriatri". Hal ini perlu mengingat semua aspek penyakit (fisik-

psikis), sosial-ekonomi, dan lingkungan harus mendapat perhatian yang sama.

Susunan dan besar tim bisa berbeda-beda tergantung pada tingkatan

pelayanan. Di tingkat pelayanan dasar, hanya diperlukan tim "inti" yang

terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga sosiomedik.

3. Pelayanan kesehatan vertikal dan horisontal: aspek holistik dari pelayanan

geriatri harus tercermin dari pemberian pelayanan vertikal, yaitu pelayanan

yang diberikan dari Puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi,

yaitu di rumah sakit provinsi. Pelayanan kesehatan horizontal adalah

pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan bagian dari pelayanan

kesejahteraan menyeluruh. Dengan demikian, ada kerjasama lintas sektoral

dengan bidang kesejahteraan lain, misalnya agama, pendidikan/kebudayaan,

olah raga, dan sosial.

4. Jenis pelayanan kesehatan: sesuai dengan batasan geriatri seperti tersebut di

atas, maka pelayanan kesehatan yang diberikan harus meliputi aspek

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi dengan memperhatikan aspek

psiko-sosial serta lingkungan.

Tugas masing-masing anggota tim adalah sebagai berikut:

Asesmen lingkungan/sosial: petugas sosio-medik

17

Asesmen fisik: dokter/perawat.

Asesmen psikis: dokter/perawat/psikolog-psikogeriatris.

Asesmen fungsional/disabilitas: dokter/terapis rehabilitasi.

Asesmen psikologik: dokter-psikolog/psikogeriatri.

Dengan tata cara asesmen geriatric yang terarah dan terpola, maka

kemungkinan terjadinya "mis/under diagnosis" yang sering didapatkan pada praktik

geriatri dapat dihindari atau dieliminasi sekecil mungkin.

Karakteristik Pasien Geriatri

1. Penurunan kapasitas fungsional yang meliputi : fisik, psikologik, sosial,

ekonomi

2. Multi patologik

3. Presentasi penyakit tidak spesifik

4. Cepat memburuk bila tidak segera diobati

5. Resiko komplikasi penyakit dan terapi

6. Perlu program rehabilitasi

Pasien geriatri memiliki beberapa ciri khas, yaitu: multipatologi, tampilan

gejala dan tanda penyakit tidak khas, daya cadangan faali menurun, biasanya disertai

gangguan status fungsional. Sedangkan di Indonesia pada umumnya disertai dengan

gangguan nutrisi.

Multipatologi berarti penyakit yang dialami oleh seseorang pada saat yang

sama lebih daripada satu. Misalnya seorang pasien wanita yang menderita nyeri

sendi (osteoartritis) yang disertai dengan pengeroposan tulang (osteoporosis). Atau

seorang penderita dengan penyakit kencing manis, darah tinggi, gangguan persarafan

di kaki, dan katarak.

B. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial (Alsaggaf dkk, 2004).

Epidemiologi

18

Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita

meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama,

2005).

Faktor Risiko

Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit biasanya

muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut.

Faktor host :

a) Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang

ditemukan.

b) Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas

merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.

Faktor lingkungan :

a) Asap tembakau

b) occupational dust anf chemical

c) Polusi udara

d) Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

Patofisiologi

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,

parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru

dijumpai peningkatan akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel

radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien

B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau mempertahankan

inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting

yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif

(Alsaggaf dkk, 2004).

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar

(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan

vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang

pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan

jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.

Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya

19

siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan

menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran napas dengan

peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang

menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada

parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.

Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa

terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.

Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah

yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang

pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan

infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah

lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding

pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada

bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi

lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel

goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi

kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan

oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).

Gejala klinis PPOK

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk.

Adapun gejala yang terlihat seperti :

a) Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan

lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas

bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

b) Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu

pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila

eksaserbasi.

c) Sesak napas (wheezing)

20

Riawayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini

menunjukan komponen reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan

satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat

pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas

yang sempit oleh radang atau sikatrik.

d) Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran

napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

e) Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merypakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,

2004) .

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan :

a) Gambaran klinis :

- Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala

diatas.

- Faktor-faktor resiko

- Pemeriksaan Fisik :

pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah

suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan

(ronkhi atau wheezing)

b) Pemeriksaan penunjang :

- Pemeriksaan radiologi

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular

shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari

hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi

dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan

21

pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke

distal.

- Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)

- Pemeriksaan gas darah

- Pemeriksaan EKG

- Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan

dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis

dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan

spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala,

mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan

meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri

dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan

rehabilitasi.

a) Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.

b) Terapi eksaserbasi akut dengan:

- antibiotik

- terapi oksigen

- chest fisioterapi

- bronkodilator

c) Terapi jangka panjang dengan:

- antibiotik

- bronkodilator

NormalNormal HyperinflationHyperinflation

22

- latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik

- mukolitik dan ekspektoran

- terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami

gagal napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg)

(Alsaggaf dkk, 2004)

- Rehabilitasi:

a. chest fisioterapi

Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien

tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi

otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien tersebut dapat

merasakan naiknya abdomen, sementara dinding toraksnya

masih diam.

Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong),

bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk mencegah

terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara yang kecil.

Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh

gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret.

Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat

membantu mobilisasi sekret.

Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan

mulai batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan

kekuatan yang cukup untuk mobilisasi mukus tanpa

memyebabkan kolapsnya jalan napas.

Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama

ekshalasi.

b. psikoterapi

Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena

keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

c.rehabilitasi pekerjaan (okupasi terapi)

Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak

dan penguatan ekstremitas superior.

23

Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan

kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi.

Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.

Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan

peningkatan energi (Garisson, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian

Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.

2. Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian

Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru

RS Persahabatan. Jakarta.

3. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary

Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba.

www.emedicine.com

4. Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik.

Departement of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas

24