PPOK

38
BAB I PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DEFINISI PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK. ANATOMI PARU

description

ppok

Transcript of PPOK

BAB IPENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIKDEFINISIPPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas.Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK.

ANATOMI PARUParu-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum. Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis yang konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf,yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur-struktur mediastinum lain. Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat hillus pulmonalis, suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonalis Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan inferior. Paru-paru kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior.

EPIDEMIOLOGIDi Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama yang agak jarang terekpose karena kurangnya informasi yang diberikan.Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE 5,8). Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%). PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang kronik. Co morbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hipertensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan axiety. Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok yang banyak dipastikan memiliki prevalen-si PPOK yang tinggi. Namun sangat disayangkan data prevalensi PPOK tidak dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian PPOK secara komprehensip agar pencegahan PPOK dapat dilakukan dengan baik.Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) 2. Pertambahan penduduk3. Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an4. Industrialisasi5. Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambanganDi negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal parumenunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).

Tingkat Keparahan PPOK Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American Thoracic Society (ATS)4 penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut : a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0. b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan nilai VEP1 50 % c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak napas atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang. d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala berat. e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat.

Tipe PPOKBerdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam : a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70 % b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya mec. nunjukkan VEP1 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi d. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.

Klasifikasi menurut GOLDPPOK diklasifikasikan berdasarkan gabungan antara gejala klinis pasien, derajat keparahan berdasarkan spirometri, kuesioner mMRC dan CAT, serta terjadinya eksaserbasi dalam setahun.Berdasarkan spirometri :

Kuisioner mMRC (modified British Medical Research Council):Kuesioner ini digunakan untuk mengukur derajat sesak dengan aktivitas yang masih dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK. Selain itu, dapat mengukur status kesehatan dan memprediksi resiko mortalitas pasien PPOK.

CAT (COPD Assessment Test ) : merupakan suatu kuesioner, dimana terdapat 8 point pertanyaan yang dapat mengukur status kesehatan dan perburukan dari PPOK.

FAKTOR RISIKO1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :a. Riwayat merokok1. Perokok aktif2. Perokok pasif3. Bekas perokokb. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :1. Ringan: 0-2002. Sedang: 200-6003. Berat: > 6002. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja3. Hipereaktiviti bronkus4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di IndonesiaBeberapa faktor risiko antara lain 1. Pajanan dari partikel antara lain : a. MerokokMerokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di Negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. b. Polusi indoorMemasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunnya.c. Polusi outdoorPolusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-bakaran/pabrik/tambang. d. Polusi di tempat kerjaPolusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industry. 2. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.3. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik PATOLOGI, PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenisemfisema:a. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lamab. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawahc. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleuraObstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas. Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar ( sentrilobular ), emfisema panasinar ( panlobular ) dan emfisema periasinar ( perilobular ) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene , TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

DIAGNOSISGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :A. Gambaran klinisa. Anamnesis- Keluhan- Riwayat penyakit- Faktor predisposisib. Pemeriksaan fisisB. Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan rutinb. Pemeriksaan khususA. Gambaran Klinisa. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengib. Pemeriksaan fisisPPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertropi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauhPink pufferGambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed - lipsbreathingBlue bloaterGambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan periferPursed - lips breathingAdalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.B. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan rutin1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudiandilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil2. Darah rutinHb, Ht, leukosit3. RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lainPada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasusb. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)1. Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %2. Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal3. Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan4. Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid5. Analisis gas darahTerutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik6. Radiologi CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru7. ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.8. EkokardiografiMenilai funfsi jantung kanan9. bakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.10. Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

MACAM PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

BRONKITIS KRONISKelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.Gambaran RadiologiPenyakit bronchitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran yang khas pada foto horaks. Pada foto rontgen hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Gambaran radiogram bronchitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik. Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat merupakan variasi normal pada foto thoraks. Bronchitis kronik secara radiologic di bagi dalam 3 golongan, yaitu: 1. Golongan ringan di temukan corakan paru yang ramai di bagian basal paru.2. Golongan sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di parakardial kanan dan kiri3. Golongan berat ditemukan hal-hal tersebut diatas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi bronchitis kronik.

BRONKOEKTASISSuatu keadaan bronkus atau bronkiolus yang melebar akibat hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis, atau dapat pula dasebabkan oleh kalainan konganital yang dikanal sabagai sindrom kartagener, yaitu suatu sindom yang terdiri atas bronkietasis, sinusitis dan destrokardia. Keluhan biasanya sesak, batuk kronis secret yang banyak dan kental kadang-kadang bercampur darah (hemoptisis) dan pada pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas kasar dan ronki basah kasar. Gambaran RadiologiFoto thoraks polos tampak gambaran berupa bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat di lapangan bawah paru atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju kehilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga dapat berupa translusen yang sering dikenal dengan sarang tawon (honey comb appearance). Bulatan ranslusen dapat berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang berupa kista-kista translusen atau kadang kadang berisi cairan (air fluid level).

EMFISEMASuatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (PDPI). Suatu keadaan di mana paru lebih banyak berisi udara, sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun ukuran paru secara vertical kea rah diafragma. Emfisema dapat dibedakan menjadi:1. Emfisema obstruktif, terdiri atas Akut Kronik Bollus2. Emfisema non-obstruktif, yang bersifat Kompensasi Senilis (postural)

Gambaran RadiologiAkibat penambahan ukuran paru anterior-posterior akan menyebabkan bentuk toraks kifosis, sedang penambahan ukuran paru vertical menyebabkan diafragma letak rendah dengan diafragma yang datar dan peranjakan diafragma berkurang pada pengamatan fluoroskopi.Dengan aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun submental, akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vascular paru yang relative jarang.

PENATALAKSANAANA. Penatalaksanaan umum PPOKTujuan penatalaksanaan : Mengurangi gejala Mencegah eksaserbasi berulang Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualiti hidup penderitaPenatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1. Edukasi2. Obat - obatan3. Terapi oksigen4. Ventilasi mekanik5. Nutrisi6. RehabilitasiPPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.1. EdukasiEdukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.Tujuan edukasi pada pasien PPOK :1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal3. Mencapai aktiviti optimal4. Meningkatkan kualiti hidupEdukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah1. Pengetahuan dasar tentang PPOK2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya3. Cara pencegahan perburukan penyakit4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)5. Penyesuaian aktivitiAgar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :1. Berhenti merokokDisampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan2. Pengunaan obat - obatan- Macam obat dan jenisnya- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dgn selangwaku tertentu atau kalau perlu saja )- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya3. Penggunaan oksigen Kapan oksigen harus digunakan Berapa dosisnya Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannyaTanda eksaserbasi :- Batuk atau sesak bertambah- Sputum bertambah- Sputum berubah warna6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitiEdukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibelPemberian edukasi berdasar derajat penyakit :Ringan- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhentimerokok- Segera berobat bila timbul gejalaSedang- Menggunakan obat dengan tepat- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini- Program latihan fisik dan pernapasanBerat- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan- Penggunaan oksigen di rumah2. Obat - obatana. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).Macam - macam bronkodilator : Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). Golongan agonis beta - 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaituterdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :- Lini I : amoksisilinmakrolid- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanatsefalosporinkuinolonmakrolid baruPerawatan di Rumah Sakit dapat dipilih- Amoksilin dan klavulanat- Sefalosporin generasi II & III injeksi- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas- Aminoglikose per injeksi- Kuinolon per injeksi- Sefalosporin generasi IV per injeksid. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutine. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikaneksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f. AntitusifDiberikan dengan hati hati, Gejala Golongan Obat Obat & Kemasan DosisTanpa gejala Tanpa obat, Gejala intermiten ( pada waktu aktiviti )Agonis 2 Inhalasi kerja cepatBila perluGejala terus menerus Antikolinergik Ipratropium bromida 20 gr, 2 - 4 semprot 3 4x/hariInhalasi Agonis 2 kerja cepatFenoterol 100gr/semprot 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hariSalbutamol 100gr/semprot 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hariTerbutalin 0,5gr/semprot 2 - 4 semprot 3 - 4 x/hariProkaterol 10gr/semprot 2 - 4 semprot 3 x/hari

Kombinasi terapi Ipratropium bromid 2 - 4 semprot 20gr+salbutamol 100gr persemprot 3 - 4 x/hariPasien memakai Inhalasi agonis 2 kerja Inhalasi Agonis 2 kerja lambat ( tidak dipakai untuk eksaserbasi )Formoterol 6gr, 12gr/semprot 1 - 2 semprot 2 x/hari tidak melebihi 2 x/hari Atau timbul gejala pada waktu malam atau pagi hari.Salmeterol 25gr/semprot 1 - 2 semprot 2 x/hari tidak melebihi 2 x/hariTeofilin Teofilin lepas lambat, Teofilin/ aminofilin 150 mg x 3 - 4x/hari 400 - 800mg/hari 3 - 4 x/hariAnti oksidan N asetil sistein 600mg/hrPasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas dalam aktiviti harian meskipun mendapat pengobatan bronkodilator maksimal Kortikosteroid oral (uji kortikosteroid ). Prednison Metil prednisolon 30 - 40mg/hr selama 2mg Uji kortikosteroid memberikan respons positif Inhalasi KortikosteroidBeklometason 50gr, 250gr/semprot 1 - 2 semprot 2 - 4 x/hari.Budesonid 100gr, 250gr, 400gr/semprot 200 - 400gr 2x/hari maks 2400gr/hari.Sebaiknya pemberian kortikosteroid inhalasi dicoba bila mungkin untuk memperkecil efek samping Flutikason 125gr/semprot 125 - 250gr 2x/hari maks 1000gr/hari3. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.Manfaat oksigen Mengurangi sesak Memperbaiki aktiviti Mengurangi hipertensi pulmonal Mengurangi vasokonstriksi Mengurangi hematokrit Memperbaiki fungsi neuropsikiatri Meningkatkan kualiti hidup

DAFTAR PUSTAKA1. Jurnal EPIDEMIOLOGIC STUDY OF CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-882. Rasad, Sjahrira, RADIOLOGI DIAGNOSTIK EDISI KEDUA3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA, Tahun 1973 20034. Antonio et all 2014. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA5. Roberto RR et all 2013. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA