PPOK PA
-
Upload
mada-dwi-hari -
Category
Documents
-
view
234 -
download
1
description
Transcript of PPOK PA
REFERAT PATOLOGI ANATOMI
BLOK SISTEM RESPIRASI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Disusun oleh :
Kelompok 20
Tito Prasetyo G1A013003
Fikri Fachri Pradika Busono G1A013027
Mada Dwi Hari G1A013057
Asisten:
Muthia Kamal Putri
G1A012129
KEMENTERIAN RISET DAN TEKHNOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
2
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS REFERAT PATOLOGI ANATOMI
PPOK
BLOK RESPIRASI
Kelompok 20
Oleh:
Tito Prasetyo G1A013003
Fikri Fachri Pradika Busono G1A013027
Mada Dwi Hari G1A013057
Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian identifikasi
laboratorium Patologi Anatomi blok Respirasi pada Jurusan Kedokteran Umum,
Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Diterima dan disahkan,
Purwokerto, Maret 2015
Asisten Praktikum,
Muthia Kamal Putri
G1A012129
3
I. PENDAHULUAN
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang
dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet
H, 2006)
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting
dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai
adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang),
derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk
kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji
spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK.
PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita
PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan
produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal
nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage /
derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.(Riyanto dan Hisyam, 2006)
4
II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh
proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat
diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya (PDPI,2010).
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK (PDPI,2010)
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut (PDPI,2010) :
1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
2. Pertambahan penduduk
3. Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
4. Industrialisasi, Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambangan.
B. Etiologi
C. Epidemiologi
PPOK disebabkan oleh pajanan zat toksik ataupun gas yang sudah kronis. Negara
berkembang paling sering terjadi olehkarena banyaknya rokok serta asapnya yang
mencapai angka 90%. Pada masyarakat negara berkembang yang masih
5
menggunakan bahan bakar untuk apapupun melalui tungku atau bara api di
ruangan dengan ventilasi udara yang kurang juga bisa memicu terjadinya
PPOK.Derajat keparahan seseorang dengan PPOK bisa dilihat dari jumlah rokok
yang dihisapnya setiap hari. Faktor risiko yang bisa menyebabkan kematian pada
pasien COPD yaitu merokok 30 batang per hari sebanyak 20 kali.Iklim dan polusi
memegang peranan yang kurang, tetapi pada saat musim kemarau dengan polusi
yang cukup banyak bisa sebagai faktor pemicu (Kumar and Clark, 2009).
D. Faktor Risiko
Faktor risikio pasien dengan PPOK menurut Kasper (2005) adalah sebagai berikut
:
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a) Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600.
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
6
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
6. Genetik.
PPOK adalah penyakit yang melibatkan banyak gen dan merupakan
contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko genetik yang telah
diketahui adalah defisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu penghambat yang
bersikulasi dari protease serine.1
7. Debu dan Bahan Kimia Okupasi.
Paparan partikel dan bahan kimia okupasi, juga merupakan faktor
resiko berkembangnya PPOK. Meliputi agen kimia dan debu organik dan
anorganik serta bau-bauan.
8. Polusi Udara Dalam Rumah.
Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan
baik, dapat menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.
9. Polusi Udara Di Luar Rumah.
Peranan polusi udara luar rumah dalam menyebabkan PPOK tidak
jelas, tetapi tampaknya lebih kecil dibandingkan merokok. Polusi udara dari
pembakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap-asap pabrik.
10. Stress Oksidatif.
Paru-paru secara terus menerus terpapar oleh oksidan yang
dikeluarkan secara endogendari fagosit dan jenis sel lainnya, atau secara
eksogen dari polusi udara atau asap rokok. Akibat dari ketidakseimbangan
antara oksidan dan anti oksidan maka paru-paru mengalami stress oksidatif.
Selain menghasilkan perlukaan langsung, juga mengaktivase mekanisme
molekuler yang menginisiasi inflamasi paru.
11. Infeksi.
Kolonisasi bakteri yang dihubungkan dengan inflamasi saluran nafas,
7
dapat juga berperan dalam eksaserbasi. Akibatnya akan menyebabkan
penurunan fungsi paru dan menimbulkan gejala gangguaan pernafasan.
12. Status Sosioekonomi
13. Nutrisi.
14. Asma.
Pada orang dewasa dengan asma memeliki resiko 12x lipat lebih besar
menderita PPOK, dibandingkan orang dewasa tanpa menderita asma
E. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari PPOK, yaitu (Brunner dan Suddarth . 2005) :
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang
dengan pengobatan yang diberikan
b. Berdahak kronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa diser-
tai batuk
c. Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat
progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
d. Peningkatan volume sputum
e. Sesak nafas yang progresif
f. Dada terasa sesak (chest tightness)
g. Sputum yang purulen
h. Meningkatnya kebutuhan bronkodilator
i. Lemah, lesu dan mudah lelah
Selain itu, masih menurut Brunner dan Suddarth pada tahun 2005, ada be-
berapa tanda dan gejala yang khas pada PPOK, yaitu :
a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
b. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat
banyak.
8
c. Dispnea.
d. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
e. Anoreksia.
f. Penurunan berat badan dan kelemahan.
g. Takikardi dan berkeringat.
h. Hipoksia dan sesak dalam.
F. Penegakan Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (foto toraks, spirometri dan lain-lain). Diagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan
PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat
menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (PPOK ringan, sedang dan berat)
(Brunner dan Suddarth . 2005).
1. Anamnesis
a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
c. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
d. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
e. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperin-
flasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat
seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi
toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Inspeksi
9
1) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
2) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)
3) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
4) Pelebaran sela iga
b. Perkusi
Hipersonor
c. Auskultasi
1) Fremitus melemah,
2) Suara nafas vesikuler melemah atau normal
3) Ekspirasi memanjang
4) Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
5) Ronki
G. Patogenesis
Inflamasi paru pada pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi
normal terhadap partikel dan gas beracun seperti asap rokok yang berlangsung
lama. Selain itu faktor genetik ikut mempengaruhi. Inflamasi lebih lanjut,
diperburuk oleh stress oksidatif dan kelebihan proteinase pada paru-paru. Secara
bersamaan, mekanisme ini akan menyebabkan perubahan patologis (Maranatha,
2005).
PPOK ditandai oleh pola tertentu dari inflamasi yang melibatkan netrofil,
makrofag dan limfositosis. Sel-sel ini akan melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel struktural, pada saluran nafas dan parenkim paru.
Berbagai mediator inflamasi itu, akan menarik sel inflamasi dari darah ( faktor
kemotakik), memperkuat proses inflamasi (sitokin proinflamasi), dan
menginduksi perubahan struktural (faktor pertumbuhan) (Maranatha, 2005).
Stress oksidatif mungkin merupakan mekanisme penguat dari proses
terjadinya PPOK. stress oksidatif lebih lanjut, meningkat pada eksaserbasi.
Oksidan dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat lainnya, dan dilepaskan dari sel
inflamasi teraktifasi seperti makrofag dan neutrofil. Stress oksidatif memiliki
10
konsekuensi buruk pada paru paru, yang meliputi aktifasi gen inflamasi, inaktifasi
antiprotese yang menstimulasi sekresi mukus dan eksudat plasma (Maranatha,
2005).
Bagan 1. Patogenesis PPOK
H. Patofisiologi
Inflamasi dan air trapping adalah dasar dari PPOK. Pada pasien PPOK
penurunan FEV1 disebakan inflamasi dan penyempitan saluran nafas periferal,
sementara penurunan pertukaran gas disebabkan oleh kerusakan jaringan
parenkim paru. Besarnya inflamasi, fibrosis dan eksudat pada saluran nafas kecil,
berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Cepatnya
penurunan FEV1, merupakan karakteristik dari PPOK. Obstruksi saluran nafas
periferal secara progresif, menyebabkan air trapping selama ekspirasi dan
mengakibatkan hiperinflasi. Hiperinflasi ini akan menurunkan kapasitas inspirasi,
Asap rokok, Partikel dan gas beracun
Inflamasi paru
Faktor penjamu
Antioksidan
Stress oksidatif
Antiprotease
Protease
Mekanisme perbaikan
Patologi PPOK
11
sehingga kapasitas residu fungsional meningkat. Diperkirakan hiperinflasi
berkembang sejak awal penyakit dan merupakan mekanisme utama untuk dispnea
eksersional (Price, 2005).
Abnormalitas dari pertukaran gas itu akan menyebabkan terjadinya
hipoksemia dan hiperkapnia. Akibat dari obstruksi saluran nafas periferal
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi – perfusi (VA/Q) disertai gangguan
fungsi otot pernafasan, terjadilah retensi CO2 (Price, 2005).
Hipersekresi mukus, penyebab batuk kronis, tidak dialami semua pasien
dengan PPOK. Hal ini disebabkan metaplasia mukus dengan peningkatan jumlah
sel-sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa, sebagai respon terhadap iritasi
saluran nafas kronis akibat asap rokok dan agen berbahaya lainnya (Price, 2005).
Hipertensi ringan juga dapat terjadi pada pasien PPOK. hal ini disebabkan
vasokonstriksi hipoksik dari arteri pulmonal kecil, yang akhirnya menyebabkan
trejadinya hiperplasia intima. Pada PPOK, tejadi respon inflamasi pada pembuluh
darah serupa dengan yang terlihat pada saluran nafas dan pada disfungsi sel
endotel (Price, 2005).
I. Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya
Gambar 1. Histopatologi Bronkitis Kronik (PPOK),.
12
Gambar 2.Histopatologi Emfisema (PPOK),.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya. Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk
kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,sekurang-kurangnya dua
tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. EmfisemaSuatu
kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal,disertai kerusakan dinding alveoli (PDPI, 2010).
Dengan gambaran Histopatologis penyakit tersebut:
1. Pada bronkitis kronik sebukan radang berupa limfosit dan sel plasma dalam
stroma, disertai penebalan otot polos dinding bronkus.
2. Mikroskopik tampak rongga-rongga alveoli melebar penuh berisi udara, se-
bagian bergabung menjadi satu gelembung yang besar.
J. Terapi Lama
Antikolinergik dan β agonist memiliki mekanisme yang berbeda untuk
mengurangi brokokonstiksi, dan ada suatu rangkaian cerita yag panjang dari ter-
api kombinasi dengan agen short-acting pada klasifikasi untuk chronic PPOK.
Seperti kombinasi-kombinasi yang diperbolehkan pada dosis yang rendah dan
13
dengan cara demikian bisa menjadi lebih aman. Teophilin oral juga bisa dikombi-
nasikan dengan bronkodilator kerja singkat untuk beberapa tahun. Studi berikut-
nya, biasanya, memperlihatkan hanya perbaikan yang ringan pada bronkodilatasi
butuh biaya dari penurunan efek yang merugikan. Saran dari kelompok profes-
sional merekomendasikan itu sebagai gejala dari chronic PPOK yang progress,
pasien mendapatkan penanganan yang teratur dengan satu atau lebih bronkodila-
tor kerja lama, dan kortikosteroid inhalasi jika pasien mengalami eksaserbasi
ulangan (Fitriani santi, 2011).
Kombinasi dari suatu antikolinergik kerja singkat dengan β agonis kerja
lama , atau kombinasi dari antikolinergik kerja lama dengan β agonis kerja
singkat atau lama, yang diperlihatkan pada banyak studi untuk fungsi perbaikan
fungsi paru dapripada monoterapi dengan komponen individual. Laporan secara
sistematis dimiliki oleh flucicasone dan salmeterol, dan budesonide dan for-
moterol, adalah baik pada placebo dan punya peranan penting untuk klinis yang
berarti untuk perbaikan fungsi paru untuk esaserbasidan kualitas hidup. Efek pada
harapan hidup adalah tidak hilang. Beberapa pendapat memutuskan keamanan
dari terapi kombinasi, hal itu punya pengaruh yang kuat terhadap far-
makoekonomik, dan peran dari agen baru (Fitriani santi, 2011).
K. Terapi Baru
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut (PDPI, 2010) :
a) Berhenti merokok. Disampaikan pertama kali kepada penderita pada
waktu diagnosis PPOK ditegakkan
b) Pengunaan obat - obatan
a. Macam obat dan jenisnya
b. Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
c. Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu
atau kalau perlu saja )
14
d. Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
c) Penggunaan oksigen
a. Kapan oksigen harus digunakan
b. Berapa dosisnya
c. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
d) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
e) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
f) Tanda eksaserbasi :
a. Batuk atau sesak bertambah
b. Sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
g) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
h) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.
3. Obat - obatan
Medikamentosa yang digunakan dalam pengobatan PPOK (PDPI, 2010):
a) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit
( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek
panjang ( long acting ).
b) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 mg.
c) Antibiotika
15
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
a. Lini I : amoksisilin
makrolid
b. Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru.
d) . Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
4. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen (PDPI, 2010):
a) Mengurangi sesak
b) Memperbaiki aktiviti
c) Mengurangi hipertensi pulmonal
d) Mengurangi vasokonstriksi
e) Mengurangi hematokrit
f) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
g) Meningkatkan kualiti hidup
4. Ventilasi mekanik
16
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di
rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi mekanik dapat dilakukan
dengan cara (PDPI, 2010) :
a) ventilasi mekanik dengan intubasi
b) ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan (PDPI, 2010) :
a) Penurunan berat badan
b) Kadar albumin darah
c) Antropometri
d) Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
e) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak
akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster (PDPI, 2010)
6. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai (PDPI, 2010):
17
a) Simptom pernapasan berat
b) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c) Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog.Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi
dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisik yang baik akan
menghasilkan (PDPI, 2010) :
a) Peningkatan VO2 max
b) Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
c) Peningkatan cardiac output dan stroke volume
d) Peningkatan efisiensi distribusi darah
e) Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
a) Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b) Endurance exercise.
L. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah (PDPI, 2010):
1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
18
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limposit darah (PDPI, 2010).
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan (PDPI, 2010).
M. Prognosis
PPOK biasanya secara bertahap semakin memburuk dari waktu ke waktu
dan dapat menyebabkan kematian. Tingkat di mana parahnya bervariasi antara
individu. Faktor-faktor yang memprediksi prognosis yang lebih buruk adalah
(PDPI, 2010) :
1. Parah obstruksi aliran udara (FEV rendah 1)
2. Miskin menggunakan kapasitas
3. Sesak napas Secara signifikan
4. kurus atau gemuk
5. Komplikasi seperti kegagalan pernapasan atau pulmonale cor
6. Lanjutan merokok.
19
III. KESIMPULAN
1. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
2. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.
2. Karakteristik pulmonal penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya
bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal terhadap
partikel atau gas berbahaya.
3. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Penghentian
merokok mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi riwayat dari PPOK..
4. Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi keparahan
eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan. Setiap pengobatan harus spesifik
terhadap setiap pasien, karena keparah dari gejala dan keparahan dari keterbatasan
aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi keparahan eksaserbasi,
adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum.
5. Terapi farmakologisnya meliputi Kombinasi antara kortikosteroid inhalasi dengan
bronkodilator , bronkodilator ,kortikosteroid inhalasi, Phosphodiesterase-4 inhibitors,
Methylxalines dan kortikosteroid oral. Untuk manajemen eksaserbasi dapat dilakukan
dengan oksigen, bronkodilator, kortikosteroid sistemik dan antibiotik
20
DAFTAR PUSTAKA
Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
Brunner & Saddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC
Fitriani santi. 2011. Refrat Bronkitis PPOK. Bagian Penyakit Dalam RSUD Kota
Bekasi. Jakarta.
Hauser, K, et al. 2005. Harisson’s Principle Of Internal Medicine 16th Edition. New
York : McGraw Hill
Kumar, P. and Clark, M. 2009. Clinical Medicine Seventh Edition. Spain : Elsevier
Maranatha D.2005. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). In : Alsagaff H,
Wibisono J, Winariani eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya. Gramik
FK Unair 2004. 9-30
PDPI .2010. Penyakit Paru Obstruktif Kronik : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta.
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (edisi
6). Jakarta : EGC.
Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p.
984-5.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed. California:
Brooks/Cole Cengage Learning.
Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:. p. 1-18.
Ukena, D., Liat, Fishman., Wilhelm, B. 2008. Bronchial Asthma: Diagnosis and
Long-Term Treatment in Adults. Deutsches Artzelblatt International.
105(21): 385–394.
21
Virtual. 2011. Bronchial Asthma, Etiology Pathogenesis, Clinical Features,
Diagnostic, Treatment, and Prophylactic. Available at :
http://dvirtualdoctor.hubpages.com/hub/Bronchial-asthma-Etiology-
pathogenesis-clinical-features-diagnostics-treatment-and-prophylactic.