PPOK eksarsebasi akut

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi dan angka mortalitas PPOK terus meningkat. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 115.000 kematian pada tahun 2000. Pada tahun 2020, The Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan menduduki peringkat ketiga penyakit penyebab kematian dan peringkat kedua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat keempat penyakit penting yang menimbulkan kecacatan. 1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam dan merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. 2 Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. 2

description

paru

Transcript of PPOK eksarsebasi akut

Page 1: PPOK eksarsebasi akut

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi dan angka mortalitas PPOK terus meningkat. Di Amerika Serikat

diperkirakan terdapat 115.000 kematian pada tahun 2000. Pada tahun 2020, The

Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan menduduki

peringkat ketiga penyakit penyebab kematian dan peringkat kedua belas penyebab

penyakit dan juga sebagai peringkat keempat penyakit penting yang menimbulkan

kecacatan.1

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992,

PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam dan merokok

merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.2

Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya

kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang

sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas.2

Page 2: PPOK eksarsebasi akut

2

1.2 Definisi

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat

dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,

yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam

saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya

disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini

dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi

dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible

atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan

dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau

berbahaya.3

1.3 Etiologi

Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK,

yaitu :4

a. Faktor host :faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran

napas.

b. Faktor exposure : merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi

lingkungan, dan infeksi bronkopulmoner berulang.

Penyakit paru obstruksi kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi

akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien

mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan

dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan

pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya

disebabkan oleh infeksi mukosa trakeobronkial (terutama Streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis), iritasi kronik pada

saluran napas seperti rokok (bronkitis kronik, polusi debu), defisiensi alfa-1

antitripsin (emfisema) atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab

Page 3: PPOK eksarsebasi akut

3

eksaserbasi akut ini tidak diketahui.

Merokok merupakan penyebab PPOK

terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.2

1.4 Patofisiologi

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar

(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan

vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang

pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan

jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.

Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya

siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan

menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan

peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang

menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada

parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.

Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa

terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada

bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (<2mm) menjadi

lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel

goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi

kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh

berkurangnya elastisitas paru-paru.6

Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara

karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan

vasokontriksi otot polos bronkus seperti terlihat pada gambar 1.6

Page 4: PPOK eksarsebasi akut

4

Gambar 1. Perbandingan jalan nafas normal dan PPOK

Proses pernafasan PPOK dibanding normal, saluran nafas normal akan

melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi diikuti oleh proses

pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan alveolar pada PPOK

rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas ketika ekspirasi dan

menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran nafas perifer

mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi dan fibrosis, lumen

saluran nafas akan tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak didalamnya akibat

bersihan mukosilier kurang sempurna.7

1.5 Klasifikasi

I. Klasifikasi 5

Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan

WHO adalah sebagai berikut:

Page 5: PPOK eksarsebasi akut

5

Tabel 1. Klasifikasi PPOK

Klasifikasi Penyakit

Gejala Klinis Spirometri

Beresiko = Derajat 0 Gejala klinis (+)

(Batuk, produksi sputum)

-Normal

PPOK Ringan = Derajat I -Dengan atau tanpa gejala

klinis (Batuk, produksi sputum)

-VEP1/KVP < 75%

VEP1 < 80% prediksi

PPOK Sedang = Derajat II - Dengan atau tanpa gejala

klinis (Batuk, produksi sputum)

- gejala bertambah sehingga

menjadi sesak

-VEP1/KVP < 75%

-30% < VEP1 < 80% prediksi

IIA: 50% < VEP1< 80% prediksi

IIB: 30% < VEP1 < 50% prediksi

PPOK Berat = Derajat III -gejala diatas ditambah tanda-

tanda gagal napas dan gagal

jantung kanan

-VEP1/KVP <75%

-VEP1 < 30% prediksi

1.6 Gejala klinis PPOK

Gejala klinis PPOK yaitu sesak napas, batuk, produksi sputum, aktivitas

terbatas:5

1. Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan

lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah

berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

2. Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya be rdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi

hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

3. Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan

komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya

penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga

(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang

atau sikatrik.

4. Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari

salurannapas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

5. Anoreksia dan berat badan menurun, penurunan berat badan merupakan tanda

progresif jelek

Page 6: PPOK eksarsebasi akut

6

Gejala klinis PPOK Eksaserbasi akut:5

1. Batuk bertambah

2. Produksi sputum bertambah

3. Sputum berubah warna

4. Sesak napas bertambah

5. Keterbatasan aktivitas

6. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

7. Penurunan kesadaran

1.7 Diagnosis9

1. Anamnesis

Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif,

faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala, riwayat

paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat

keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di rumah sakit

sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas.

2. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i

leher dan edema tungkai

Palpasi

- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

Page 7: PPOK eksarsebasi akut

7

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:

FEV1/ FVC < 75%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV1 pasca

bronkodilator, 80% prediksi.

4. Laboratorium

Darah rutin : Hb, Ht, leukosit

Khusus : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (kongenital).

5. Foto toraks

Hiperlusensi regional dan gambaran bronkovaskuler kasar,

Gambaran jantung mengecil.

Diafragma datar dan lenting (overinflasi).

6. Kultur dan sensitiviti kuman

Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi

kuman terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan

jika tidak ada respon terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan

pada permulaan penyakit.

Page 8: PPOK eksarsebasi akut

8

Berikut bagan Diagnosis PPOK:5

1.8 Diagnosis Banding PPOK

Asma Bronkial

SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Faktor resiko:

Usia

R/ Pajanan: asap rokok, polusi

udara, polusi tempat kerja

Sesak nafas

Batuk kronik produksi sputum

Keterbatasan aktiviti

Pemeriksaan Fisik

Bentuk dada: Barrel chest

Punggunaan otot bantu napas

Fremitus melemah

Hipersonor

Vesikuler melemah/normal

Ekspirasi memanjnag

Rongten Thoraks:

Normal

Atau ada kelainan; hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar,

corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum

Curiga PPOK

Fasiliti spirometri (-) Fasiliti spirometri (+)

Infiltrasi, massa

Bukan PPOK Bukan PPOK Beresiko PPOK

Derajat 0

Normal 30% < VEP1 < 80% prediksi

VEP1/KVP < 75%

PPOK Derajat

I/II/II

Page 9: PPOK eksarsebasi akut

9

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis

Perbedaan asma dengan PPOK

ASMA PPOK

Timbul pada usia muda

Sakit mendadak

Riwayat merokok

Riwayat Atopi

Sesak dengan mengi

berulang

Batuk kronik berdahak

HRB

Reversibel

Variabeliti harian

Eosinofil sputum

Netrofil sputum

Makrofag sputum

++

++

+/-

++

+++

+

+++

++

++

+

-

+

-

-

+++

+

+

++

+

-

+

-

+

-

Tes Diagnostik

Spirometri

Kapasitas

Radiology

Pathology

Inflamasi

ASMA

Obstruksi dapat

reversible sepenuhnya

Biasanya normal

Hiperinflasi hanya pada

eksaserbasi, namun

normal di luar serangan

Hyperplasia kelenjar

mucus

Struktur alveolar utuh

Sel Mast dan

eosinophils

mendominasi

Limfosit CD4+

PPOK

Obstruksi tidak

reversible sepenuhnya

Berkurang (dengan

emphysema)

Hiperinflasi cenderung

lebih persisten. Penyakit

bullous dapat ditemukan

Metaplasia kelenjar

mucus

Kerusakan jaringan

alveolar (emphysema)

Makrofag dan neutrofil

mendominasi Limfosit

CD8+

Page 10: PPOK eksarsebasi akut

10

PENATALAKSANAAN

Kortikosteroid Inhalasi

Leukotriene modifier

Anticholinergic inhalasi

Untuk kasus ringan

hingga berat persisten

Digunakan sebagai

medikasi pengontrol

Hanya digunakan pada

eksaserbasi. Tidak

diindikasikan untuk

maintenance

Untuk kasus sedang

hingga berat

Tidak direkomendasikan

Digunakan untuk

maintenance dan selama

eksaserbasi

1.9 Penatalaksanaan PPOK8

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.

Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti

dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah

kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih

bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah

inti dari edukasi pengobatan dari asma.

Page 11: PPOK eksarsebasi akut

11

2. Obat-obatan

Bronkodilator

Macam - macam bronkodilator :

Agonis ß-2 : fenoterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,

salmeterol. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai

obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek

panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi

akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi

subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat

Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide Digunakan

pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.

Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan

mempermudah penderita.

Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi ß-2 dan steroid belum

memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet

biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan

bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut

Kortokosteroid

Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam

bentuk oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari,

terutama bagi penderita dengan uji steroid positif.

Ekspektoran

Gunakan obat batuk hitam (OBH)

Mukolitik

Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid

Page 12: PPOK eksarsebasi akut

12

Antitusif

Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.

3. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena

hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi

dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, dan karbohidrat diberikan

dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan

meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang berlebihan

menghasilkan Co2 yang berlebihan.

4. Rehabiltasi

Latihan pernapasan dengan pursed-lips

Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)

Latihan otot pernapasan dan ektremiti

Page 13: PPOK eksarsebasi akut

13

Alogaritma Penanganan PPOK:

Gambar: Penatalaksanaan PPOK Derajat Ringan

Page 14: PPOK eksarsebasi akut

14

Gambar: Penatalaksanaan PPOK Derajat Sedang dan Berat

Page 15: PPOK eksarsebasi akut

15

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut5

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit :

Prognosis

Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.

Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak

nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila

pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien

akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50

tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat

atau meninggal.8

Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas,

pemeriksaan fisik)

Analisa gas darah

Foto thorax

1. Terapi oksigen

2. Bronkodilator

a. Inhalasi/nebuliser

b. Agonis beta 2

c. Antikolinergik

d. Metil xantin, bolus atau drip (IV)

3. Antibiotik: gol kuinolon, gol. Sefalosporin generasi III

4. Kortikosteroid sistemik

5. Diuretik bila retensi cairan

Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas,

pemeriksaan fisik)

Analisa gas darah

Foto thorax

Mengancam jiwa ( gagal napas akut) Tidak mengancam jiwa

ICU Rawat Inap

Page 16: PPOK eksarsebasi akut

16

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. Y

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Masuk Rumah Sakit: 14 juni 2012

Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak nafas bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mulai merasakan sesak napas. Sesak

dirasakan hampir setiap hari, baik pagi, siang, ataupun malam hari. Sesak

muncul terutama saat beraktivitas. Sesak berkurang saat istirahat saat

sesak tidak terdapat suara menciut “ngik”. Sesak muncul tidak disebabkan

pencetus (debu, udara dingin). Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak

berwarna putih, tidak berdarah. Keluhan sesak napas dirasakan lebih kuat

daripada batuk, nyeri dada tidak ada.

1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas hebat disertai batuk

berdahak yang lebih banyak dari sebelumnya, sesak bertambah saat

beraktifitas dan berkurang saat istirahat, nyeri dada tidak ada, dada

berdebar-debar tidak ada, demam tidak ada, bengkak pada kaki di sangkal,

penurunan berat badan yang signifikan selama pasien batuk tidak ada,

pasien dibawa ke IGD RSUD AA.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma tidak ada

Riwayat TB dan minum obat selama 6 bulan tidak ada.

Pasien memiliki riwayat hipertensi 2 tahun yang lalu

Riwayat penyakit jantung tidak ada.

Tidak ada riwayat trauma di daerah dada

Page 17: PPOK eksarsebasi akut

17

Riwayat Penyakit Keluarga

Belum pernah ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Ventilasi di rumah cukup baik

Pasien memiliki riwayat merokok sejak umur 24 tahun dan menghabiskan

1 bungkus rokok sehari. Pasien juga seorang petani dan sering

menyemprotkan racun tanaman

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Komposmentis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 160/100 mmHg

Nadi : 102 x/menit, irama reguler

Nafas : 30 x/menit, ekspirasi memanjang

Suhu : 36,5ºC

TB : 165 Cm

BB : 65 Kg

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Mulut : pursed-lips breathing

Thoraks

Paru

Inspeksi :gerakan nafas simetris, gerakan otot bantu nafas (+),

retraksi iga (+)

Palpasi : Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Hipersonor

Auskultasi : Ekspirasi memanjang, vesikuler,

ronki (+/+) pada kedua apeks paru dan wheezing (+/+).

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 3 jari medial LMC Sinistra RIC VI

Page 18: PPOK eksarsebasi akut

18

Perkusi : Batas-batas jantung

Kanan: Linea sternalis dekstra RIC VI

Kiri : 3 jari medial LMC sinistra RIC VI

Auskultasi : Bunyi jantung normal, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), striae (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+)/ N

Ekstremitas (Superior et inferior) : akral hangat, sianosis (-), pitting udem (-),

clubbing finger (-)

Pemeriksaan Penunjang :

1. Laboratorium

Hasil laboratorium :

Darah rutin

Hb : 16,3 gr/dl

Hematokrit : 46 %

Leukosit : 14.700 /mm3

Trombosit : 440.000/mm3

Laboratorium Kimia Darah:

GDS : 134 mg/dl

Ureum : 21,4 mg/dl

Kreatinin : 1,14 mg/dl

AST : 24 IU/L

ALT : 11 IU/L

BUN : 10 mg/dl

2. Rontgen :

Page 19: PPOK eksarsebasi akut

19

Dari rontgen thorax didapatkan:

Cor: Tampak ramping, CTR < 50%.

Pulmo: Gambaran hiperlusen di kedua lapangan paru, sela iga mendatar, dada

emfisematous, diafragma letak rendah.

Kesan: PPOK

Resume

Pasien Tn. Y, 54 tahun, masuk ke RSUD AA pada tanggal 14 Juni 2012

dengan keluhan utama sesak napas bertambah berat sejak 1 hari SMRS. Sesak

semakin terasa berat saat beraktivitas dan hampir selalu muncul setiap hari yang

disertai dahak agak kental berwarna putih yang banyak. Sejak 1 tahun yang lalu,

pasien mulai merasakan sesak napas. Sesak dirasakan hampir setiap hari, sesak

muncul terutama saat beraktivitas. Sesak berkurang saat istirahat, keluhan sesak

napas dirasakan lebih kuat daripada batuk. Pasien juga mengeluhkan batuk

berdahak berwarna putih. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah

160/100 mmHg, pursed-lips breathing, hipersonor pada perkusi, menggunakan

otot bantu pernafasan (+), retraksi iga (+), ekspirasi memanjang, ronkhi (+/+),

wheezing (+/+). Ictus cordis teraba 3 jari medial LMC Sinistra RIC VI, batas

jantung kanan di linea sternalis dekstra RIC VI, kiri 3 jari medial LMC sinistra

RIC VI. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis dan rongent PPOK.

DIAGOSIS KERJA:

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) eksaserbasi akut + Hipertensi

grade II

DIAGNOSIS BANDING:

1. Asma Bronkial

2. Pneumotorkas

3. Gagal jantung kronik

DAFTAR MASALAH:

1. Sesak dan Batuk

2. Hipertensi grade II

Page 20: PPOK eksarsebasi akut

20

ANALISA MASALAH

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK karena adanya keluhan sesak

napas yang disertai batuk produktif. Gejala sesak nafas dan batuk sudah sering

dirasakan pasien berulang-ulang dalam 1tahun terakhir, terutama dirasakan saat

beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pursed-lips breathing, hipersonor

pada perkusi, menggunakan otot bantu pernafasan (+), retraksi iga (+), ekspirasi

memanjang, ronkhi (+/+), wheezing (+/+).

Pasien juga memiliki riwayat merokok ± 1 bungkus per hari sejak usia 24

tahun dan berhenti 3 tahun yang lalu. Berdasarkan Indeks Brinkman (IB), pada

pasien ini termasuk perokok derajat sedang. Merokok merupakan faktor pemicu

PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Merokok dan polusi udara

oleh asap menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan

produksi mukus, menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (batuk

produktif > 3 bulan/ tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran

udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga

udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi

sesak nafas.

Pada pasien ini mengarah pada PPOK eksaserbasi akut dengan infeksi

sekunder, karena ditandai dengan adanya leukositosis yaitu ditemukan leukosit

14.700 /mm3. Peningkatan leukosit pada pasien ini kemungkinan besar

disebabkan oleh infeksi mukosa trakeobronkial (biasanya Streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis). Infeksi bakteri

dianggap berperan besar sebagai penyebab eksaserbasi. Beberapa bukti klinis

menunjukkan infeksi pernapasan merupakan penyebab 50-70% eksaserbasi pada

PPOK dan 40-60% disebabkan oleh bakteri.

PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi : - istirahat/bed rest

- hindari faktor pemicu seperti asap atau gas beracun

- hindari aktivitas yang berlebihan

Page 21: PPOK eksarsebasi akut

21

Farmakologi :

Oksigen 3-4 L/menit

IVFD NaCl 0,9% + aminophylline 1 ampul 20 gtt/menit

Nebulizer salbutamol 4x1

Inj. Dexamethason 3x1 amp

Inj. Cefotaxim 2x1

OBH 3x1

Captopril 2x25mg

Follow Up

Tanggal S O A P

14/6/2012 Sesak (+),

batuk

berdahak

(+), badan

terasa lemah

TD:

170/100mmHg

N: 100 x/menit

RR : 30 x/menit

S : 36,5 ºC

PPOK eksaserbasi

akut+ hipertensi

-IVFD NaCl 0,9% +

aminophylline 1 ampul 20

gtt/menit

- O2 3-4 L/menit

-salbutamol nebulizer 4x1

-Inj. Dexamethason 3x2 amp

-Inj. Cefotaxim 2x1

-OBH 3x1

-Captopril 2 x 25mg

15/6/2012 Sesak (+),

batuk

berdahak

(+), badan

terasa lemah

TD: 140/90mmHg

N: 72 x/menit

RR : 29 x/menit

S : 36,4 ºC

PPOK eksaserbasi

akut + hipertensi

Terapi lanjut

16/6/2012 Sesak ,

batuk

berdaha (+),

badan terasa

lemah

TD:

160/100mmHg

N: 110 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,5 ºC

PPOK eksaserbasi

akut+ hipertensi

Stop aminophyline

17/6/2012 Sesak ,

batuk

berdahak (+)

badan terasa

lemah

TD:

140/100mmHg

N: 84 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,8 ºC

PPOK eksaserbasi

akut+ hipertensi

Terapi Lanjut

Page 22: PPOK eksarsebasi akut

22

18/6/2012 Sesak ,

badan terasa

lemah

TD: 140/90mmHg

N: 88 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 37 ºC

PPOK eksaserbasi

akut+ hipertensi

Terapi lanjut

19/6/2012 Sesak ,

badan terasa

lemah (-)

TD: 130/80mmHg

N: 100 x/menit

RR : 30 x/menit

S : 36,5 ºC

PPOK eksaserbasi

akut+hipertensi

Pasien pulang

Page 23: PPOK eksarsebasi akut

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Agustin H, Yunus F. Proses metabolisme pada penyakit paru obstruksi kronik

(PPOK). J Respir Indo. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia. 2008; 28(3): 155-60.

2. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam

jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam

FKUI; 2006. 984-5.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003. [29 Juni 2012].

Diunduh dari: http://www.klikpdpi.com

4. Antariksa B. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Bagian

pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FK UI-RS Persahabatan; 2009. [13

Juni 2012]. Diunduh dari: http://repository.ui.ac.id.

5. Mengunnegoro H, dkk. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: PDPI, 2001.

6. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107.

7. Price AS, Wilson CML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Edisi 6. Vol 2. Jakarta; EGC, 2006, 785-788

8. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary

Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba.

www.emedicine.com