PPn II (Restitusi) terbaru

37

Click here to load reader

Transcript of PPn II (Restitusi) terbaru

Page 1: PPn II (Restitusi) terbaru

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

PROGRAM VOKASI

Restitusi dan Pengembalian Pendahuluan PPn serta

Pemeriksaan PPn

oleh

Kelompok 13

Ajeng Nur Azizah Arfan (0906572172)

Renny Widyastuti (0906572525)

Septaria Seri Buena Ginting (0906548482)

Sebagai salah satu komponen penilaian

Depok

2010

Page 2: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

DAFTAR ISI

Daftar Isi…………………………………………………………………………...i

Bab I Pendahuluan

1.1 Gambaran Umum Industri ................................................................1

1.2 Dasar Hukum……………………………………………………….2

Bab II Ringkasan Peraturan

Bab III Pembahasan

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

i

Page 3: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Bab I

Pendahuluan

1.1 Gambaran Umum

Dalam Self Assessment System, kewajiban perpajakan yang harus

dilaksanakan oleh Wajib Pajak diimbangi pula dengan adanya hak-hak

perpajakan. Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak

merupakan salah satu hak perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak.

Kelebihan pembayaran pajak Pertambahan Nilai dapat terjadi

apabila jumlah pajak yang dibayar atau dipungut dari seorang pengusaha

kena pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang, atau telah

dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

Namun oleh Fiskus pemberian restitusi kepada Wajib Pajak harus

melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu. dimana pemeriksaan

dilakukan dengan dua cara, yaitu Pemeriksaan Sederhana Kantor untuk

setiap Masa Pajak dan Pemeriksaan Sederhana Lapangan pada akhir

Masa Pajak. Tujuan dilakukannya pemeriksaan sehubungan dengan

restitusi adalah menguji keabsahan dan kebenaran dari dokumen berupa

Faktur Pajak baik Pajak Keluaran maupun Pajak Masukan, mengetahui

Jenis Kegiatan Usaha dari Wajib Pajak, menentukan berapa Jumlah

Penyerahan dan berapa Jumlah Pembelian dalam suatu Masa Pajak, dan

mengetahui hubungan anatar Jenis Kegiatan Usaha dengan Pajak yang

dikreditkan, serta menentukan berapa jumlah yang harus direstitusi.

Proses permohonan restitusi yang dilakukan oleh Wajib Pajak

(perusahaan) sudah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Adakalanya pada proses pemeriksaan ini sering disalah gunakan

oleh fiskus. Maka pemerintah menanggapi isu tersebut dengan

memberikan suatu fasilitas pengembalian pendahuluan bagi Pengusaha

Kena Pajak Tertentu.

Pemberian fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan pelayanan

yang lebih cepat dan mudah. Ketentuan mekanisme dari pengembalian

tersebut hanya melalui proses penelitian saja bagi tanpa pemeriksaan,

i

Page 4: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

oleh karena itu Wajib Pajak diharapkan agar tidak memanfaatkan

kemudahan tersebut untuk usahanya.

1.2 Dasar Hukum

Memperoleh atau menerima Pengembalian Kelebihan Pembayaran

Pajak merupakan hak wajib pajak sebagaimana diatur UU No. 6 Tahun

1983 jo UU No. 16 Tahun 2000 pasal 17, pasal 17B, pasal 17C, pasal 17D,

pasal 11.

Sebelum perubahan UU PPN tahun 2000, Pajak Masukan yang

lebih besar dari Pajak Keluaran hanya boleh dikompensasi ke masa pajak

berikutnya. Tetapi sejak ada perubahan pada pasal 9 ayat 4a yaitu UU No

8 Tahun 1983 jo UU No 18 Tahun 2000, PM yang lebih besar dari PK itu

boleh diajukan permohonan pengembaliannya pada akhir tahun buku. Dan

pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

72/PMK.03/2010 dan Peraturan DJP Nomor PER-48/PJ./2008 tanggal 16

Desember 2008 yang telah dicabut dengan PER - 49/PJ/2010.

Pada Tahun 2007 UU KUP pasal 17E mengatur tentang restitusi

PPN untuk Turis Asing.

1.2.1 Peraturan Menteri Keuangan

Permenkeu No. 72/PMK.03/2010 mengenai Tata Cara

Pengembalian Kelebihan PPN atau PPnBM

Permenkeu No. 71/PMK.03/2010 mengenai Pengusaha Kena

Pajak Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak

Permenkeu No. 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan

wajib pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pembayaran pajak.

Permenkeu No. 193/PMK.03/2007 jo PMK 54/PMK.03/2009

tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan,

Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi

i

Page 5: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Persyaratan Tertentu YangDapat Diberikan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak

Permenkeu No 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara

Pemeriksaan Pajak

1.2.2 Peraturan Direktur Jendral Pajak dan Keputusan Direktur

Jendral Pajak

PER-48/PJ./2008 yang telah dicabut dengan PER - 49/PJ/2010

PER - 1/PJ./2008 Tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan

Kriteria Tertentu Dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

PER - 31/PJ/2010 Tentang Tata Cara Penetapan Pengusaha

Kena Pajak Beresiko Rendah

KEP-550/PJ./2000 jo KEP - 213/PJ./2003 tentang Tata Cara

Penetapan Wajib Pajak Yang Memenuhi Kriteria Tertentu Dan

Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan

Pembayaran Pajak Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pembayaran Pajak

1.2.3 Surat Edaran Direktur Jendral Pajak

SE - 09/PJ.53/2006 Tentang Jangka Waktu Penyelesaian

Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN Atau PPnBM

SE - 2/PJ./2008 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak

Dengan Kriteria Tertentu

Bab II

i

Page 6: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Ringkasan Peraturan

“Apabila dalam suatu Masa Pajak, PM yang dapat dikreditkan lebih besar

daripada PK, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke

Masa Pajak berikutnya” demikian bunyi Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan

PPN atau Pajak PPnBM dan bunyi dari Pasal 9 ayat (4) UU No. 42 Tahun 2009,

menjelaskan secara umum kondisi yang menyebabkan terjadinya kelebihan

pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

2.1 Terjadinya Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai

Secara khusus kelebihan pajak terjadi apabila :

a. Kelebihan PM terhadap Pajak PK dalam suatu

Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a), ayat (4b)

dan ayat (4c) UU PPN. Hal tersebut dapat disebabkan oleh :

1. Pembelian BKP atau perolehan JKP yang dilakukan sebelum usaha

dimulai oleh pengusaha biasanya diikuti dengan pembelian BKP

modal. Apabila pengusaha sudah dikukuhkan sebagai PKP maka

PPN yang dibayar merupakan PM, sedangkan PK-nya belum

dipungut karena belum ada penyerahan BKP ataupun JKP. Jikalau

PK-nya sudah ada, jumlahnya pun relatif lebih kecil. Oleh karena itu

PM-nya akan selalu lebih besar dari PK-nya.

2. PKP yang melakukan kegiatan ekspor BKP dikenakan PPN dengan

tarif 0%, maka dapat dipastikan jumlah PK akan selalu lebih kecil

daripada PK-nya dari perolehan BKP maupun JKP yang

berhubungan langsung dengan kegiatan ekspor.

3. PKP menyerahkan BKP dan atau JKP kepada PPN akan selalu

menimbulkan lebih bayar. PKP bersangkutan yang belum sempat

mengkreditkan PM dalam Masa Pajak yang sama karena PPN yang

terutang sudah dipungut dan disetor ke kas negara oleh pemungut

PPN.

4. PKP menyerahkan BKP dan atau JKP sehubungan dengan proyek

milik pemerintah yang dananya berasal dari bantuan luar negeri baik

i

Page 7: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

berupa hibah maupun pinjaman mengakibatkan kelebihan PM dari

adanya pemberian fasilitas PPN dan PPnBM yang terutang tidak

dipungut atas penyerahan BKP dan atau JKP atau impor BKP atas

proyek pemerintah yang dananya berasal dari luar negeri.

5. PKP melakukan penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut atau

bahan pengemas ke kawasan memperoleh fasilitas PPN tidak

dipungut. Fasilitas inilah yang membuka kemungkinan PM lebih

besar dari PK.

b. Kekeliruan pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP

Terjadi kesalahan pemungutan atau pembayaran pajak yang

seharusnya tidak terutang. Berdasarkan Pasal 7 ayat (3), (4), dan (5)

PP Nomor 143 Tahun 2000, berhak mengajukan permohonan

pengembalian adalah importir, pembeli atau penerima jasa atau pihak

yang memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari luar daerah

pabean sepanjan PM tersebut belum dibebankan sebagai biaya,

dikreditkan apabila pembeli atau penerima jasa adalah Pengusaha

PKP.

2.2 Restitusi dan Pengembalian Pendahuluan

Restitusi itu sendiri ada dua macam yaitu pengembalian

pendahuluan dan pengembalian biasa.

Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan

pembayaran PPN tanpa melalui proses pemeriksaan, cukup melalui

proses penelitian kemudian diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh Dirjen Pajak.

Adapun PKP yang mendapat pengembalian pendahuluan adalah:

WP kriteria tertentu atau WP Patuh (Ps. 17C UU KUP)

WP yang memenuhi persyaratan tertentu (Ps. 17D UU

KUP)

PKP beresiko rendah (Ps. 9 (4c) UU PPN)

i

Page 8: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Dengan adanya mekanisme pengembalian pendahuluan pajak ini, pihak

wajib pajak dan pihak DJP sama-sama diuntungkan. Bagi wajib pajak yang

patuh dan taat pajak, mekanisme ini akan menguntungkan dari sisi cashflow

karena tidak perlu menunggu lama untuk meminta pengembalian atau restitusi

pajak. Sementara bagi DJP, mekanisme ini dapat menghemat tenaga pemeriksa

pajak sehingga energi pemeriksa tidak hanya dihabiskan untuk melakukan

pemeriksaan lebih bayar tetapi juga untuk melakukan penggalian potensi pajak

terhadap Wajib Pajak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan ketaatannya

terhadap ketentuan pajak.

Agar kemudahan ini tidak disalahgunakan oleh wajib pajak yang berniat

tidak baik, UU KUP memberikan ancaman sanksi berupa kenaikan 100% jika

berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata terhadap wajib pajak ditebitkan SKPKB.

Dengan demikian, hanya Wajib Pajak yang memang taatlah yang akan

menggunakan kemudahan ini.

Pengembalian biasa diberikan kepada PKP selain PKP yang

mendapatkan pengembalian pendahuluan. Terhadap permohonan PKP tersebut

dilakukan proses pemeriksaan.

2.3 Tata Cara Permohonan Pengembalian

PKP mengajukan permintaan pengembalian kelebihan pajak yaitu dengan

mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara

mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)” pada SPT Masa Pajak PPN yang

menyatakan lebih bayar, atau dengan cara membuat surat permohonan

tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi) dalam SPT Masa PPN tidak

diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak.

PKP diperlakukan sebagai PKP berisiko rendah dalam hal yang

mengajukan permohonan PKP berisiko rendah yang juga berstatus sebagai PKP

kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi persyaratan tertentu

Permohonan pengembalian diajukan kepada Kepala KPP tempat PKP

dikukuhkan. Permohonan pengembalian ditentukan 1 permohonan untuk 1 Masa

Pajak

Permohonan pengembalian dapat diproses melalui penelitian atau

pemeriksaan. Penelitian dilakukan terhadap permohonan yang diajukan oleh:

i

Page 9: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

o PKP kriteria tertentu eks Pasal 17C UU KUP

o PKP yang memenuhi persyaratan tertentu eks Pasal 17D UU KUP,

atau

o PKP berisiko rendah eks Pasal 9 ayat (4c) UU PPN

Sedangkan pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian yang

diajukan oleh PKP selain PKP di atas.

2.4 Pengusaha Kena Pajak yang mendapat Pengembalian Pendahuluan

2.4.1 Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu

Penjelasan mengenai PKP dengan kriteria tertentu atau disebut juga

sebagai wajib pajak patuh terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak

Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

Pembayaran Pajak dan juga tertulis dalam Pasal 17C ayat (2) UU No. 28 Tahun

2007 yaitu wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,

kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur

atau menunda pembayaran pajak.

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga

pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar

Tanpa Pengecualian selama 3 tahun berturut-turut, dan

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun

terakhir.

Tepat waktu dalam penyampaian SPT meliputi :

a. Penyampaian SPT tepat waktu dalam 3 tahun terakhir

i

Page 10: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

b. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk

Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 Masa Pajak

untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada huruf b

telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT

Masa Masa Pajak berikutnya.

Wajib pajak patuh ditetapkan setiap awal tahun yaitu pada tanggal 20

Januari dan status Wajib Pajak Patuh berlaku untuk dua tahun pajak, status

sebagai Wajib Pajak Patuh menjadi batal dipersyaratkan sama dengan Pasal 17C

Undang-undang PPN No.28 tahun 2007.

2.4.2 Pengusaha Kena Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah

Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi

Persyaratan Tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Republik Indonesia Nomor 54/PMK.03/2009 dan juga tertuang dalam Pasal 17D

UU No. 28 Tahun 2007 mengenai KUP, PKP yang memenuhi persyaratan

tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak, yaitu PKP yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah

tertentu.

Batasan PKP Kriteria Tertentu adalah Omzet dalam SPT Masa PPN untuk

suatu masa pajak paling banyak Rp 400.000.000 dengan kelebihan pembayaran

pajak PPN paling banyak Rp 28.000.000.000 ditambah persyaratan telah

memasukan SPT Tahunan PPh Badan.

2.4.3. Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah

UU No. 42 Tahun 2009 memperkenalkan ketentuan baru tentang PKP

Berisiko Rendah. PKP yang ditetapkan sebagai PKP Berisiko rendah memiliki hak

i

Page 11: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan PPN dengan proses yang lebih

cepat dan lebih sederhana daripada pengembalian (restitusi).

Bagi PKP Berisiko rendah yang sudah mendapatkan pengembalian

pendahuluan kemudian dilakukan pemeriksaan dan dilakukan koreksi, maka atas

kurang bayarnya hanya dikenakan sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP yaitu

bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Dengan demikian maksimal sanksi yang

bisa dikenakan hanya 48% saja.

PKP yang Dapat Ditetapkan Sebagai PKP Berisiko Rendah

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 71/MK.03/2010 tentang  PKP Berisiko Rendah yang diberikan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, dan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN

adalah PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) dari huruf a sampai

dengan huruf e UU PPN, maka yang termasuk dengan PKP Bersiko Rendah

adalah :

a. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud

b. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP

kepada Pemungut PPN

c. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang

PPN-nya tidak dipungut.

d. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud.

e. PKP yang melakukan ekspor JKP

f. PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (2a) UU PPN.

PKP tersebut diatas dapat mengajukan permintaan pengembalian

kelebihan pajak pada setiap masa pajak yang menyatakan terdapat kelebihan

pembayaran pajak.

Dan untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi

syarat sebagai berikut :

i

Page 12: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

a. PKP merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat

puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di

bursa efek di Indonesia.

b. PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki

secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah.

c. Produsen selain PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan

angka 2, yang memenuhi persyaratan tertentu.

Dengan syarat tambahan, ketiga kelompok PKP di atas tidak pernah

dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan atau penyidikan dalam jangka waktu

24  bulan terakhir.

Persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh kelompok PKP dalam angka

3 di atas adalah :

a. Tepat waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan

terakhir.

b. Nilai BKP yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% 

adalah produksi sendiri.

c. Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya diaudit oleh

Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau

Wajar Dengan Pengecualian.

Permohonan Penetapan PKP Berisiko Rendah

PKP yang memenuhi kriteria dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 tentang PKP Berisiko Rendah yang diberikan

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak harus menyampaikan permohonan

kepada DJP untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah dengan menggunakan

formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I PER-31/PJ/2010. Permohonan

tersebut harus dilampiri dengan :

a. Keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa

Laporan Bulanan Kepemilikan Saham Emiten atau Perusahaan Publik

dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40%

dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di

Indonesia.

i

Page 13: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

b. Keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Akta

Pendirian dan perubahannya, bagi perusahaan yang saham

mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan

atau Pemerintah Daerah.

c. Surat Pernyataan bahwa nilai BKP yang dijual pada tahun

sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri dan Laporan

Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya yang diaudit oleh Akuntan

Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar

Dengan Pengecualian, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan

BUMN/BUMD.

d. Permohonan yang telah dilampiri dengan lampiran disampaikan

kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai PKP

paling lambat 15  hari kerja sebelum dimulainya Masa Pajak PKP

ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah.

Keputusan Penetapan PKP Berisiko Rendah

Terhadap permohonan penetapan PKP Berisiko rendah yang diajukan

wajib pajak, DJP akan melakukan penelitian atas kelengkapan permohonan dan

pemenuhan persyaratan PKP Berisiko rendah.

DJP menerbitkan keputusan penetapan sebagai PKP berisiko rendah (jika

permohonan diterima) atau SPT bahwa permohonan tidak dapat diproses paling

lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan wajib

pajak. Surat Keputusan Penetapan PKP Berisiko Rendah dibuat dengan

menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran II PER-31/PJ/2010,

sedangkan SPT bahwa Permohonan Tidak Dapat Diproses dibuat dengan

menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran III

PER-31/PJ/2010.

Apabila batas waktu 15 hari kerja berakhir tetapi DJP tidak menerbitkan

Surat Keputusan Penetapan PKP Berisiko Rendah atau SPT bahwa permohonan

tidak dapat diproses, maka permohonan PKP dianggap dikabulkan.

Konsekuensinya DJP harus menerbitkan keputusan penetapan sebagai PKP

berisiko rendah paling lama 15 hari kerja setelah berakhirnya batas waktu 15 hari

kerja yang diberikan kepada DJP untuk memproses permohonan wajib pajak.

i

Page 14: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Keputusan penetapan sebagai PKP berisiko tersebut berlaku sejak setelah

berakhirnya jangka waktu 15 hari kerja yang pertama.

Keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah berlaku untuk 24 Masa Pajak

sejak Masa Pajak PKP ditetapkan sebagai PKP beresiko rendah.

3. Restitusi PPN untuk Turis Asing

Mulai Masa Pajak April 2010, diatur mengenai restitusi PPN bagi orang

asing yang meninggalkan Indonesia dengan membawa barang yang terbebani

PPN dengan jumlah tertentu. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 16E ayat

(1) UU PPN berisi PPN dan PPnBM yang sudah dibayar atas pembelian BKP

yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar

negeri dapat diminta kembali.

Jadi, baik dalam UU KUP maupun UU PPN, istilah turis asing memang

tidak ada, namun substansi ketentuan ini ditujukan untuk turis asing. Hal ini

dipertegas dalam penjelasan Pasal 16E ayat (1) yang menyatakan bahwa

ketentuan ini untuk menarik minat pemegang paspor luar negeri untuk berkunjung

ke Indonesia.

Persyaratan PPN yang dapat di restitusi oleh Turis Asing (Pasal 17E ayat

(2) UU PPN), yaitu :

1. Nilai PPN  minimal Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan dapat

disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

2. Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum

keberangkatan ke luar Daerah Pabean, dan

3. FP memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU

PPN, kecuali pada kolom NPWP dan alamat pembeli diisi dengan nomor

paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas

penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak

mempunyai NPWP.

Perhatikan syarat yang ketiga, apabila pemegang paspor luar negeri tidak

memiliki NPWP (pada umumnya turis asing memang tidak berNPWP), kolom

i

Page 15: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

NPWP dan alamat pembeli dalam FP diisi dengan nomor paspor dan alamat

pembeli di luar negeri. Kalimat ini mengisyaratkan bahwa bisa saja pemegang

paspor luar negeri ini memiliki NPWP yang itu berarti SPDN. Hal ini berarti

bahwa ketentuan ini mengkoreksi apa yang dinyatakan dalam Pasal 17E

Undang-undang KUP yang menyatakan bahwa yang dapat melakukan restitusi

ini adalah orang pribadi bukan subjek pajak dalam negeri. Bahwa ketentuan

inilah yang benar karena tidak ada kaitan PPN dengan status sebagai subjek

pajak dalam negeri dan PPN hanya berkaitan dengan konsumsi di dalam atau di

luar daerah pabean.

Tata cara permohonan restitusi untuk Turis Asing

Pasal 17E ayat (3) UU PPN mengatur tentang mekanisme bagaimana

turis asing dapat melakukan restitusi PPN Berdasarkan ketentuan ini,

permintaan kembali dilakukan pada saat turis asing tersebut meninggalkan

Indonesia dan disampaikan kepada Dirjen Pajak melalui kantor DJP yang

berada di bandara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan (Pasal 16E ayat (4)

UU PPN), adalah :

a. Paspor

b. Pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan ke luar Daerah

Pabean, dan

c. Faktur Pajak

4. Penelitian PPN

Dirjen Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) setelah melakukan penelitian atas

permohonan pengembalian yang diajukan oleh :

a. PKP kriteria tertentu eks Pasal 17C UU KUP

b. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu eks Pasal 17D UU

KUP

c. PKP berisiko rendah eks Pasal 9 ayat (4c) UU PPN

i

Page 16: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Dirjen Pajak harus menerbitkan SKPPKP paling lama 1 bulan sejak saat

diterimanya permohonan

Apabila jangka waktu 1 bulan telah lewat dan Dirjen Pajak tidak menerbitkan

SKPPKP, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan SKPPKP

harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah jangka waktu 1 bulan berakhir.

Proses penelitian dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan

pajak adalah mengikuti ketentuan sebagai berikut :

a. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pajak disampaikan oleh

PKP kriteria tertentu atau disebut juga sebagai Wajib Pajak Patuh,

penelitian dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam

Pasal 17C UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak

Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pembayaran Pajak, dengan melakukan penelitian atas:

1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya.

2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak.

3. Kebenaran Kredit Pajak atau PM berdasarkan hasil konfirmasi

dalam sistem aplikasi DJP atau konfirmasi dengan

menggunakan surat.

4. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib

pajak, dan

5. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau

dalam surat pemberitahuan perubahan alamat.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak

tidak diterbitkan apabila (Pasal 17C Undang-undang PPN No.28 tahun

2007) :

a. Wajib pajak yang sedang dalam penyidikan pidana pajak.

b. Terlambat menyampaikan SPT Masa untuk jenis pajak tertentu

dalam 2 masa pajak berturut-turut.

c. Terlambat menyampaikan SPT Masa untuk jenis pajak tertentu

dalam 3 dalam 1 (satu) tahun kalender; atau

d. Terlambat Menyampaikan SPT Tahunan.

i

Page 17: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Kepada PKP akan diberitahukan secara tertulis apabila hasil

penelitian menunjukan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak tidak dapat diterbitkan.

b. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh

PKP yang memenuhi persyaratan tertentu, penelitian dilakukan

berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17D UU KUP

dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah

Penyerahan, Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi

Persyaratan Tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 54/PMK.03/2009, dengan cukup

melaksanakan penelitian atas :

1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya.

2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak.

3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib

pajak, dan

4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT atau dalam SPT

perubahan alamat.

Serupa dengan proses penelitian atas Wajib Pajak Patuh, KPP

setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak dari wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu,

menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

Pajak paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap

untuk Pajak Pertambahan Nilai.

c. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh

PKP berisiko rendah, penelitian dilakukan berdasarkan Pasal 6c

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara

Pengembalian Kelebihan PPN dan atau PPnBM terhadap :

i

Page 18: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

1. Kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN.

2. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya.

3. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, dan

4. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib

pajak.

SKPPKP permohonan pengembalian oleh PKP berisiko rendah tidak

diterbitkan jika:

a. hasil penelitian menyatakan PKP tidak memenuhi ketentuan

Pasal 9 ayat (4b) huruf a, b, c, d, dan e UU PPN;

b. hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar;

c. lampiran SPT tidak lengkap; dan/atau

d. pembayaran Pajak tidak benar

Dalam hal SKPPKP tidak diterbitkan, maka :

d. terhadap PKP harus diberikan pemberitahuan secara tertulis

(sesuai lampiran PMK 72/PMK.03/2010)

e. permohonan pengembalian diproses berdasarkan ketentuan

Pasal 17B Undang-Undang KUP

5. Pemeriksaan PPN

Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan

pajak yang diajukan oleh PKP selain Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah,

Pengusaha Kena Pajak Kriteria tertentu atau PKP yang memenuhi Persyaratan

Tertentu.

DJP setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian

kelebihan Pajak harus menerbitkan SKP paling lama 12 bulan sejak permohonan

pengembalian kelebihan Pajak diterima sebagai catatan jangka waktu 12 bulan

tidak berlaku dalam hal terhadap PKP sedang dilakukan pemeriksaan bukti

permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.

i

Page 19: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Sebagaimana telah diungkapkan pada tulisan pertama, bahwa pada

dasarnya PKP berhak mendapatkan pengembalian kelebihan pajak apabila

berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti PKP tersebut mempunyai kelebihan

pembayaran pajak. Produk hukum hasil pemeriksaan berupa Surat Ketetapan

Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Oleh karena itu apabila hasil pemeriksaan terhadap PKP kriteria tertentu,

PKP yang memenuhi persyaratan tertentu, dan PKP Berisiko Rendah yang telah

mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak menunjukan pajak

kurang bayar atau kelebihan pajak tidak sebesar yang diminta oleh PKP maka

kepadanya dikenakan Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari

jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C

ayat (5) atau Pasal 17D ayat (5) UU KUP untuk PKP Kriteria Tertentu dan PKP

yang memenuhi Persyaratan Tertentu.

Sedangkan bila berdasarkan hasil pemeriksaan SKPKB, PKP Berisiko

rendah wajib membayar jumlah kekurangan Pajak ditambah dengan sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan, paling lama 24 bulan, dari

jumlah kekurangan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

ayat (2) Undang-Undang KUP.

Dan sesuai dengan Pasal 17B UU No. 28 Tahun 2008 tentang KUP,

apabila DJP tidak memberi keputusan atas permohonan Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan

dan SKPLB harus diterbitkan dengan jangka waktu 1 bulan sejak penyampaian

surat tersebut. Namun, bila SKPLB tersebut terlambat di terbitkan, maka kepada

wajib pajak akan mendapat imbalan 2% perbulan dihitung sejak berakhirnya

jangka waktu 1 bulan, sampai SKPLB diterbitkan dan bagian dari bulan dihitung 1

bulan.

Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang disampaikan oleh:

a. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;

b. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17C Undang-Undang KUP; atau

c. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP,

i

Page 20: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelum

Pengusaha Kena Pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud

pada huruf a, huruf b, dan huruf c, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan

pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai

yang menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut.

Bab III

KASUS

Contoh Kasus 1

Pengenaan sanksi administrasi sebesar 100% sebagaimana dengan ketetapan

Direktur Jendral Pajak dari jumlah kekurangan pembayaran pajak atas SKPKB.

a. PKP telah menerima atau memperoleh Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak sebesar Rp 60.000.000, dan berdasarkan pemeriksaan

diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Pajak Keluaran Rp 100.000.000

b. Pajak Masukan Rp 150.000.000

Dan dengan acuan tersebut maka DJP menerbitkan SKPKB dengan hasil

pemeriksaan :

a. Pajak Keluaran Rp 100.000.000

b. Kredit Pajak

- Pajak Masukan Rp 150.000.000

- Jumlah Pengembalian

Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 60.000.000 (-)

- Jumlah Pajak Yang dapat dikreditkan Rp90.000.000 (-)

Pajak Yang kurang dibayar Rp10.000.000

i

Page 21: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Sanksi Administrasi 100% (Rp 10.000.000 x 100%) Rp10.000.000 (+)

Jumlah yang masih harus dibayar Rp 20.000.000

b. Dalam hal SKPKB Wajib Pajak membayar Rp 10.000.000 pada tanggal 3

Desember 2010 dan pada tanggal 5 Desember 2010 diterbitkan Surat

Tagihan Pajak, maka sanksi administrasi berupa bunga 2% sebagai

berikut :

- Pajak yang masih harus dibayar Rp10.000.000

- Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Rp10.000.000 (-)

- Kurang Bayar Rp 0

Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp 10.000.000) Rp 20.000.000

Contoh kasus 2

pengenaan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% berdasarkan jumlah

pajak yang masih harus dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh

tempo pelunasan atau terlambat dibayar.

a. Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp 1.120.000 yang diterbitkan pada

tanggal 2 Januari 2010 dengan batas pelunasan tanggal 1 Februari 2010.

Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak

dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah tetap sebesar Rp 224.000.

Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai

berikut :

angsuran 1 : 2% x Rp 1.120.000 = Rp 22.400

angsuran 2 : 2% x Rp 896.000 = Rp 17.920

angsuran 3 : 2% x Rp 672.000 = Rp 13.440

angsuran 4 : 2% x Rp 448.000 = Rp 8.960

angsuran 5 : 2% x Rp 224.000 = Rp 4.480

b. Wajib Pajak yang diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak

sampai dengan 30 juni 2010.

Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKPKB

tersebut sebesar 5 x 2% x Rp 1.120.000 = Rp 112.000

i

Page 22: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Contoh kasus 3 : Jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak

SPT tahunan PPh badan tahun 2007 dari PT. ABC menyatakan lebih bayar Rp

1.000.000.000,00 dan dimintakan restitusi, bukti penerimaan SPT dari KPP

tanggal 30 Maret 2008.

Apabila sampai dengan 30 Maret 2009, KPP belum menerbitkan ketetapan pajak

maka permohonan WP dianggap dikabulkan, dan KPP harus menerbitkan SKPLB

paling lambat tanggal 30 April 2009.

Apabila tanggal 10 Mei 2009 baru diterbitkan SKPLB sebesar Rp

1.000.000.000,00 maka WP diberikan imbalan bunga sebesar 2 %, Rp

20.000.000,00 ; jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan tersebut tidak

berlaku, apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tindak pidana

dibidang perpajakan dan pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti

permulaan tindak pidana dibidang perpajakan.

Apabila tidak dilanjutkan dengan penyidikan, atau dilanjutkan dengan penyidikan

dan penuntutan sampai dengan mendapat putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, WP diputus bebas atau lepas dari segala

tuntutan hukum dan kemudian diterbitkan SKPLB, kepada WP diberikan imbalan

bunga 2% perbulan maksimal 48%, dihitung sejak batas waktu 12 bulan berakhir

sampai dengan tanggal diterbitkan SKPLB, bagian bulan dihitung satu bulan

penuh.

Contoh kasus 4 : restitusi PPN bagi subjek pajak luar negeri

Mister Choi Shiwon warga negara korea selatan sebagai turis membeli BKP di

Jakarta seharga Rp 100.000.000,00, PPN yang sudah dibayar Rp 10.000.000,00,

barang tersebut dibawa pulang ke Korea selatan, maka PPN sebesar Rp

10.000.000,00 yang sudah dibayar dapat dikembalikan.

Contoh Kasus 5 : Ekspor fiktif dan faktur pajak fiktif

Ekspor benar dan tidak ada faktur pajak

PT XYZ eksportir garmen ke Timur Tengah, membeli garmen atau BKP

dari para pengusaha kecil (bukan PKP) di daerah Jawa Timur atau Jawa

Tengah yang tidak terutang PPN atau tidak ada PM, maka :

i

Page 23: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

SPT masa PPN : PK 0

PM 0

NIHIL

Tidak ada restitusi PPN dan tidak ada kerugian negara.

Ekspor benar dan faktur pajak fiktif

PT DEF eksportir barang ke Timur Tengah membeli garmen atau BKP dari

pengusaha kecil (bukan PKP) yang tidak terutang PPN atau tidak ada PM,

tetapi PT DEF membeli faktur pajak fiktif dengan mengubah dokumen

pembelian seakan-akan membeli BKP dari BKP, mengakibatkan SPT

masa PPN Lebih Bayar atau PT DEF dapat memperoleh restitusi PPN

sebesar faktur pajak fiktif tersebut, maka :

SPT masa PPN : PK 0

PM 3.000.000.000,00

Lebih bayar 3.000.000.000,00

Dalam hal ini negara dirugikan sebesar Rp 3.000.000.000,00 karena

membayarkan uang restitusi ke WP, tetapi uang tersebut belum pernah

disetorkan ke kas negara.

Ekspor benar dan faktur pajak benar

PT APA eksportir barang-barang elektronik atau BKP, pada waktu import

atau membeli barang modal dan barang baku, serta memperoleh JKP

membayar PPN (PM), maka :

SPT masa PPN : PK 0

PM 3.000.000.000,00

Lebih bayar 3.000.000.000,00

PT APA restitusi PPN sebesar Rp 3.000.000.000,00 berasal dari PPN

yang sudah dibayar pada waktu import, pembelian atau perolehan BKP

atau JKP ; negara tidak dirugikan karena mengembalian PPN ke WP yang

sebelumnya sudah diterima

Ekspor fiktif dan faktur pajak benar

PT AJAR sebagai produsen barang-barang elektronik atau BKP, seluruh

hasil produksinya dijual di dalam negeri seharga Rp 80.000.000.000,00

yang terutang PPN sebesar 10% yang merupakan pajak keluaran ; tetapi

PT AJAR mengubah dokumen penjualan menjadi dokumen ekspor yang

i

Page 24: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

dikenakan PPN sebesar 0 %. PT AJAR impor atau membeli BKP

membayar PPN yang merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK,

misalnya harga perolehan Rp 50.000.000.000,00 dan PM yang dapat

dikreditkan sebesar Rp 5.000.000.000,00, maka :

SPT masa PPN : PK 0 seharusnya PK 8.000.000.000

PM 5.000.000.000 PM 5.000.000.000

Lebih bayar 5.000.000.000 Kurang bayar 3.000.000.000

PT AJAR menerima restitusi PPN sebesar Rp 5.000.000.000,00 yang

seharusnya tidak dikembalikan, dalam hal ini mengakibatkan kerugian

negara sebesar PPN yang dikembalikan ditambah selisih PK dan PM yang

seharusnya disetorkan ke kas negara sebesar Rp 3.000.000.000,00,

jumlah kerugian negara Rp 8.000.000.000,00

Mengurangi PPN dengan Faktur Pajak Fiktif

PT. SAY Faktur pajak fiktif digunakan untuk mengurangi PPN yang harus

disetorkan ke Kas Negara.

SPT masa PPN : PK 1.000.000.000

PM 200.000.000

Lebih Bayar 800.000.000

Untuk mengurangi PPN

yang seharusnya disetorkan

ke Kas Negara PT SAY

membeli faktur pajak fiktif 300.000.000

PPN yang disetorkan ke kas

negara 500.000.000

Dalam hal ini tidak terjadi restitusi PPN, namun demikian negara dirugikan

sebesar faktur pajak fiktif yang dikreditkan pada PK ; SPT masa PPN

kurang bayar, kalau tidak dilakukan pemeriksaan pajak, WP aman dapat

mengurangi jumlah PPN yang harus disetor ke kas negara.

Ekspor fiktif dan faktur pajak fiktif

PT PAY pengusaha fiktif yang tidak melakukan ekspor BKP dan tidak

melakukan pembelian BKP, membuat dokumen ekspor fiktif dan membuat

atau membeli faktur pajak fiktif yang digunakan untuk restitusi PPN.

i

Page 25: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Dalam hal ini tidak ada arus barang, tapi ada arus dokumen fiktif ; dan

apabila hanya dilakukan penelitian formal, tidak diketemukan kesalahan.

Apabila berhasil menerima uang restitusi PPN, berapa besarnya kerugian

negara ?

Contoh kasus 6 : Faktur pajak cacat, tidak benar atau tidak benar

pengisiannya.

SPT masa PPN bulan Juni 2007

PK 1.000.000.000,00

PM 700.000.000,00

Kurang Bayar 300.000.000,00

Dilakukan pemeriksaan pajak ditemukan faktur pajak standar atas pajak

masukan yang cacat, tidak benar atau tidak lengkap pengisiannya sebesar

Rp 100.000.000,00 diterbitkan SKPKB PPN :

Pokok pajak 100.000.000,00

Sanksi Ps. 13 (3c) KUP 100% 100.000.000,00

Kurang bayar 200.000.000,00

Bab IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa restitusi dan pengembalian pendahuluan merupakan

hak wajib pajak. Wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak yang mendapat fasilitas pengembalian pendahuluan adalah :

a. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu

b. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi Persyaratan Tertentu

c. Pengusaha Kena Pajak Beresiko Rendah

Atas ketiga PKP tersebut diberikan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak cukup melalui penelitian saja. Sedangkan selain PKP

yang disebutkan diatas diberikan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak melalui proses pemeriksaan.

i

Page 26: PPn II (Restitusi) terbaru

Pajak Pertambahan Nilai II

Terhadap PKP yang sudah diberikan pengembalian pendahuluan

dapat dilakukan pemeriksaan untuk menghindari penyalahgunaan

pemberian fasilitas percepatan restitusi yang dapat merugikan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Sukardji, Untung. 2009. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta. PT Raja Grafindo

Persada

Sukardji, Untung. 2010. Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta. PT

Raja Grafindo Persada

Tim penyusun. 2009.Susunan Dalam Satu Naskah 9 (Sembilan) Undang-undang

Perpajakan. Jakarta. PT Integral Data Prima

i