PP

73
Care of Patients (COP) CARE of PATIENTS (COP) Perawatan Pasien (PP) Gambaran Umum Tujuan utama suatu RSUP Sanglah adalah merawat pasien. Untuk menyediakan perawtan yang sesuai dengan kebutuhan unit setiap pasien, dibutuhkan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa kegiatan yang mendasar dalam perawatan pasien. Berlaku untuk semua bidang, kegiatan kegiatan ini meliputi : merencanakan dan memberikan perawatan kepada pasien, memantau untuk memahami hasil perawatan itu, memodifikasi perawatan, jika diperlukan, menuntaskan perawatan dan merencanakan tindaka lanjut (follow up) Standar COP 1 : Kebijakan dan prosedur serta undang-undang dan peraturan yang berlaku memandu keseragaman perawatan untuk semua pasien COP 2 : Terdapat suatu proses untuk mengintegrasi dan mengkoordinasikan perawatan yang diberikan kepada setiap pasien COP 3 : Terdapat kebijakan dan prosedur untuk memandu perawatan pasien berisiko tinggi dan penyediaan layanan berisiko tinggi COP 4 : Berbagai pilihan makanan yang tepat untuk status gizi, dan konsisten dengan perawatan klinis pasien tersedia secara teratur COP 5 : Pasien dengan risiko menderita gangguan gizi menerima terapi gizi COP 6 : Pasien didukung secara efektif dalam mengelola rasa nyeri COP 7 : Perawatan pasien dalam keadaan menjelang ajal mengoptimalkan kenyamanan dan martabatnya Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012 85

description

PP

Transcript of PP

Page 1: PP

Care of Patients (COP)

CARE of PATIENTS (COP) Perawatan Pasien (PP)

Gambaran Umum Tujuan utama suatu RSUP Sanglah adalah merawat pasien. Untuk menyediakan perawtan yang sesuai dengan kebutuhan unit setiap pasien, dibutuhkan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa kegiatan yang mendasar dalam perawatan pasien. Berlaku untuk semua bidang, kegiatan kegiatan ini meliputi : merencanakan dan memberikan perawatan kepada pasien, memantau untuk memahami hasil perawatan itu, memodifikasi perawatan, jika diperlukan, menuntaskan perawatan dan merencanakan tindaka lanjut (follow up)

StandarCOP 1 : Kebijakan dan prosedur serta undang-undang dan peraturan

yang berlaku memandu keseragaman perawatan untuk semua pasien

COP 2 : Terdapat suatu proses untuk mengintegrasi dan mengkoordinasikan perawatan yang diberikan kepada setiap pasien

COP 3 : Terdapat kebijakan dan prosedur untuk memandu perawatan pasien berisiko tinggi dan penyediaan layanan berisiko tinggi

COP 4 : Berbagai pilihan makanan yang tepat untuk status gizi, dan konsisten dengan perawatan klinis pasien tersedia secara teratur

COP 5 : Pasien dengan risiko menderita gangguan gizi menerima terapi gizi

COP 6 : Pasien didukung secara efektif dalam mengelola rasa nyeriCOP 7 : Perawatan pasien dalam keadaan menjelang ajal

mengoptimalkan kenyamanan dan martabatnya

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

85

Page 2: PP

Care of Patients (COP)

I. Standar 1 : RSUP Sanglah Denpasar memberikan pelayanan yang sama di seluruh unit pelayanan

Kebijakan :

1. Akses ke dan ketepatan untuk perawatan dan pengobatan tidak tergantung pada kemampuan pasien untuk membayar dan sumber pembayaran

2. Akses keperawatan dan pengobatan yang tepat oleh dokter dengan kompetensi yang sama di seluruh unit pelayanan dan pelayanan diberikan selama 24 jam termasuk hari libur dengan adanya jadwal on call.

3. Sumber daya yang dibutuhkan disesuaikan dengan tingkat kondisi pasien4. Untuk semua pasien yang memerlukan penanganan anastesi mendapatkan

pelayanan yang sama diseluruh unit pelayanan.5. Pasien dengan kebutuhan keperatawan yang sama menerima tingkat keperawatan

yang sama di seluruh unit pelayanan.

II. Standar 2 : Terdapat suatu proses untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan perawatan yang diberikan kepada setiap pasien.

Kebijakan :1. Setiap pasien yang akan dilakukan rawat inap, dilakukan pengkajian awal dan

rencana perawatan terhadap pasien tersebut2. Kebutuhan pemeriksaan diagnostik dan laboratorium dilakukan sesuai dengan

indikasi klinis3. Setiap perkembangan / perubahan kondisi pasien di dokumentasikan pada rekam

medis dan di informasikan kepada pasien/ keluarganya4. Setiap hasil pemeriksaan di tulis pada form catatan perkembangan terintegrasi pada

rekam medis5. Bila pasien dirawat oleh tiga dokter atau lebih atau dalam waktu 2x24 jam diagnosa

medis belum bisa ditegakkan dengan pasti, maka akan dilakukan rapat tim6. Semua hasil atau kesimpulan rapat tim di tulis dalam form catatan perkembangan

terintegrasi.

1. SPO Case ManagerKebijakan :1. Pasien yang membutuhkan koordinasi seorang case manager adalah :

a Pasien yang memiliki masalah multiple, kompleksb Pasien yang dirawat dalam waktu lama ( diluar periode yang

direkomendasikan)c Pasien yang dirawat dalam jangka waktu lama untuk suatu alasand Pasien yang membutuhkan perawatan intensif untuk rehabilitasi dan

perawatan komunitas.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

86

Page 3: PP

Care of Patients (COP)

e Pasien yang masih membutuhkan perawatan di RS tetapi RS tidak memiliki biaya perawatan dan RS tidak memiliki kemampuan membantu dengan sistem yang berlaku.

2. Case manager melakukan koordinasi dangen Ka. Ruangan, Ka. UPP, Ka. Instalasi, Bidang keperawatan, Bidang Pelayanan Medis, maupun bagian perbendaharaan.

Prosedur :1. Menigidentifikasi pasien-pasien yang membutuhkan koordinasi case manager2. Mengkoordinasikan masalah pelayanan pasien dengan DPJP maupun bagian /

Instalasi/ Unit terkait dengan rencana maupun tindakan medis/ keperawatan3. Memberikan informasi kepada pasien/ keluarga mengenai perkembangan

pelayanan kesehatannya4. Turut serta dalam rapat tim pelayanan pasien5. Membuat laporan perkembangan pasien6. Melakukan koordinasi dengan kepala ruangan , Ka. UPP, Ka. Instalasi, Bidang

Keperawatan, Bidang Pelayanan Medis, maupun bagian Perbendaharaan.

2. SPO Rapat TimKebijakan :1. Pasien yang memerlukan koordinasi lintas Instalasi / SMF / kasus multidisiplin /

Length Of Stay (LOS) lebih dari 7 hari atau melebihi hari rawat sesuai Clinical Pathway

2. Dirawat oleh 3 dokter atau lebih wajib dilakukan pembahasan kasus dengan SMF terkait.

3. Bila dalam waktu lebih dari 2x24 jam belum bisa ditegakkan diagnosis pasti.Prosedur :

1. DPJP Utama berkoordinasi dengan kepala ruangan tempat pasien dirawat untuk dilakukan rapat tim atau kepala ruangan berkoordinasi dengan DPJP Utama kalau pasien tersebut memerlukan rapat tim medis.

2. Kepala Ruangan melaporkan hasil koordinasi ke Kepala Instalasi, bidang Pelayanan Medis dan Komite Medik untuk menentukan waktu, tempat dan dokter yang diundang.

3. Rapat tim dilaksanakan setelah semua yang diundang lengkap hadir disertai dengan perwakilan dari Instalasi atau bidang Pelayanan Medis

4. Rapat tim medis dipimpin oleh DPJP Utama5. Jika hasil rapat tim memutuskan adanya perubahan DPJP maka untuk selanjutnya

DPJP yang baru bertanggung jawab untuk memimpin tim6. Kesimpulan dari rapat tim medis ditulis di catatan perkembangan terintegrasi oleh

DPJP Utama dan ditandatangani oleh DPJP Utama.7. Hasil kesimpulan rapat tim medis diinformasikan kepada pasien atau keluarganya

untuk meminta persetujuan tentang program yang akan dilakukan selanjutnya

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

87

Page 4: PP

Care of Patients (COP)

III. Standar 3 : Pelayanan Pasien Beresiko Tinggi Dan Penyediaan Layanan Beresiko Tinggi

Standar 3.1-3.2 : Pelayanan Keadaan Darurat Dan Resusitasi

1. SPO Resusitasi Jantung ParuKebijakan :1. Semua pasien yang datang ke Triage Instalasi Gawat Darurat dengan Katagori 12. Katagori 1 dengan kasus bedah akan ditangani di Ruang Resusitasi Triage Bedah.3. Katagori 1 dengan kasus medik akan ditangani di Ruang Resusitasi Triage Medik.4. Katagori 1 dengan kasus kebidanan selain kegawatan janin akan ditangani di Ruang

Resusitasi Triage Kebidanan.5. Pasien di Resusitasi oleh tim Resusitasi dengan formasi sebagai berikut :

a. Tim Leader diperankan oleh dokter DPJP sesuai kasus pasienb Airway dokter diperankan oleh dokter anestesi ( minimal chief )c Circulation dokter diperankan oleh dokter anestesi ( minimal residen label

kuning )d Airway nurse diperankan oleh perawat Triagee Circulation nurse diperankan oleh perawat Triagef Scribe nurse diperankan oleh perawat Triage.

Prosedur :

1. Dokter Triage yang menerima atau mengkaji pasien dengan katagori 1 selanjutnya menghubungi operator untuk diaktifkannya panggilan khusus tim resusitasi.

2. Perawat Triage menyiapkan dan memindahkan pasien ke ruang resusitasi.3. Operator mengaktifkan team rhesusitasi dengan menyuarakan kode “Rhesus call ”

sebanyak 3 kali melalui pengeras suara.4. Rhesus call bedah bila kasus trauma ditangani di ruang rhesusitasi bedah, rhesus call

kebidanan ditangani di ruang rhesusitasi bedah,Rhesus call anak di ruang rhesusitasi medik,Rhesus call cardio di ruang rhesusitasi medic,Rhesus call interna di ruang reshusitasi medik,Rhesus call neuro di ruang rhesusitasi medik.

5. Dalam waktu 2 menit tim sudah berkumpul dilokasi tempat pasien dirawat.6. Pasien distabilkan oleh tim selama 2 jam, yang selanjutnya pasien harus sudah

ditentukan perkembangannya.Bila pasien tidak dapat distabilkan ( gagal ) maka pasien akan dirawat jenasahnya oleh perawat Triage yang selanjutnya jenasah dikirim oleh CS ke kamar jenasah. Bila pasien perlu penanganan operasi ,maka pasien akan segera diantar ke ruang operasi,bila pasien dinyatakan dirawat konservatif,maka pasien dirawat di ruang intensif.Pasien yang sudah stabil akan diarahkan juga untuk diperiksa atau dikonsulkan ke dokter SMF.

7. Pencatatan dan dokumentasi pasien sepenuhnya dibantu oleh perawat Triage.8. Pendaftaran administrasi akan dilakukan oleh tim admission.9. Satpam akan mengamankan nilai keselamatan dan kenyamanan lingkungan kerja.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

88

Page 5: PP

Care of Patients (COP)

2. SPO Code Blue Kebijakan :1. Setiap kegawatdaruratan henti nafas dan atau henti jantung pada pasien yang

memungkinkan untuk dapat ditolong ditangani dengan mengaktifkan Code Blue2. TMRCCB (Tim Medis Reaksi Cepat Code Blue) terdiri dari :

a. Dokter Anestesi sebagai koordinator TMRCCBb. Dokter Jantung sebagai anggota TMRCCBc. Perawat 1, Perawat 2 dan Perawat 3 sebagai anggota TMRCCB

3. Untuk patien yang dinyatakan DNAR (Do Not attempt Resuscitation) di pasang gelang ungu

4. Petugas medis (perawat, dokter, residen, spesialis) penemu pertama pasien ancaman gangguan napas dan sirkulasi dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar (BHD), kemudian petugas yang lainnya mengaktifkan Code Blue.

Prosedur :1. Petugas medis (perawat, dokter, residen, spesialis) penemu pertama pasien

ancaman gangguan napas dan sirkulasi melakukan tindakan bantuan hidup dasar (BHD).

2. Perhatikan label pasien yang mengalami ancaman gangguan nafas dan sirkulasi. 3. Bila label ungu tidak perlu mengaktifkan Code Blue.4. Bila tidak ada label atau label selain ungu segera aktifkan Code Blue dengan

menghubungi ke Sentral Code Blue melalui ekstensi 333 dan menyampaikan lokasi kejadian dengan cara memanggil TMRCCB melalui pengeras suara ke seluruh bangsal, IRD dan manajemen ”Code Blue Ruang ......... Kamar.........”

5. Perawat, dokter, karyawan atau satuan pengamanan di Pos Stasion TMRCCB lokasi kejadian secara simultan melakukan:a. Mengamankan Airway, Circulation dan Breathing.b. Mengisolasi lingkungan pasien.

6. TMRCCB Sentral datang ke lokasi kejadian Pos Stasion Code Blue dengan membawa DC Shock.

7. Penanganan dan tanggung jawab pasien diambil alih oleh TMRCCB 8. Setelah melakukan penanganan, diputuskan untuk penanganan selanjutnya di RTI /

ICCU, PJT, ruang operasi, rumah sakit lain atau pasien dinyatakan meninggal.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

89

Page 6: PP

Care of Patients (COP)

ALUR CODE BLUE

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

90

RTI / HCU

POS STASION TMRCCBRSUP SANGLAH DPS

Amankan:

1 Airway2 Circulation3 Breathing

Isolasi Lingkungan

Pasien

Emergency CallTelp. 333

RTI / HCU

TRANSPORTASI

RESUSITASI

STANDAR POS STASION TMRCCBTenaga: PPDS-1 dan PerawatAlat: Ambo bag dan, Laringoskopi

(dewasa dan anak)DC Shock (9) buah ada Pos StationObat: Sesuai dengan daftar Obat dalam koper. Khusus VIP: Chief Residence dan Dokter Jaga

STANDAR SENTRAL TMRCCBTim: Anestiologist, Kardiologist, Perawat 1, Perawat 2, dan Perawat 3Alat: Sesuai Daftar Standar AlatObat: Sesuai Daftar Standar Obat pada Troli dan disegel.

KRITERIA ANCAMAN GANGGUAN NAFAS :

1 Henti nafas2 Laju nafas < 5 x/mnt3 Laju nafas > 35 x/mnt

Ancaman gangguan sirkulasi:

1. Henti jantung2. Laju nadi < 40 x/mnt3. Laju nadi > 140 x/mnt4. Perub mendadak P sist < 90

mmHg

“Code Blue Ruang…….Kamar…..”

KEJADIAN ANCAMAN GANGGUAN NAFAS & SIRKULASI

Label (+) Label (-)

Page 7: PP

Care of Patients (COP)

3. SPO Penatalksanaan Pasien Dengan Cardiac ArrestKebijakan :1. Setiap orang yang bisa melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Dalam hal ini

petugas medis (perawat, dokter, residen, spesialis) dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar.

2. Ada 5 kunci untuk melakukan resusitasi yaitu: Segera mengenali pasien dengan cardiac arrest dan mengaktifkan sistem respon emergensi, segera melakukan CPR, segera lakukan defibilasi / DC shock, efektif memberikan bantuan hidup lanjut dan melakukan tindakan terintegrasi setelah pasien cardiac arrest.

3. Sumber : 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC, 2010 Handbook of Emergency Cardiovascular Care for Healthcare Provider.

Prosedur:1. Tepuk, cubit, rangsang nyeri (untuk menilai kesadaran)2. Cek nadi karotis3. Aktifkan sistem emergensi4. Bila tidak ada denyut nadi, segera lakukan resusitasi jantung paru dengan posisi 3

jari di atas proccesus xiphoideus dengan posisi tangan tegak lurus membentuk sudut 90 derajat ( pada anak dengan 1 tangan, pada bayi dengan kedua jari). Frekuensi tindakan 100x/mnt tanpa henti selama 2 menit. Bersamaan dengan itu berikan oksigen. Dengan perbandingan compresi 30 : 2 kali nafas bantuan

5. Lihat, dengar dan rasakan pernafasan pasien, bila tidak bernafas beri bantuan nafas (baging-baging) sesuai frekuensi pernafasan penolong (bila RJP dilakukan 2 orang)

6. Lakukan evaluasi nadi karotis setiap 1 periode7. Perhatikan apakah pasien shockable atau tidak8. Perhatikan irama yang terdapat pada ECG9. Jika VT/VF segera berikan DC shock 360 Joule (monofasik) atau 200 Joule (bifasik).

Setelah itu lakukan lagi RJP selama 2 menit dan diusahakan pemasangan IV line10. Jika masih shock segera, lakukan DC shock lagi sesuai diatas, lalu berikan adrenalin

1 mg setiap 3-5 menit sambil dilakukan RJP 2 menit. Saat itu pertimbangkan untuk intubasi / penanganan airway lebih lanjut.

11. Jika masih shock, maka berikan DC shock lagi seperti di atas, setelah itu lalukan RJP 2 menit, berikan obat amiodaron bolus 300 mg dan terapi kemungkinan penyebabnya.

12. Jika sesuai 8, ternyata ECG asistol maka segera lakukan RJP 2 menit, pasang IV line dan pertimbangkan intubasi / penanganan airway lebih lanjut

13. Jika masih shock, kembali ke no 1014. Jika tidak shock maka tetap diberikan RJP 2 menit dan terapi penyebab yang

mungkin15. Jika masih shock, maka kembali ke no 10

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

91

Page 8: PP

Care of Patients (COP)

16. Jika tidak shock, maka ditangani sebagai di post cardiac arrest care atau jika tidak ada tanda” kembali ke pernafasan spontan maka lakukan RJP selama 30 menit, lalu pertolongan dihentikan

17. Lakukan pencatatan / pendokumentasian dengan benar4. SPO Indikasi Pasien Masuk Iccu

Kebijakan :1. Pasien yang dicurigai dengan infark miokard ST elevasi yang onsetnya

sampai 24 jam terutama yang akan mendapatkan terapi trombolitik atau Intervensi Koroner Perkutan (IKP) primer.

2. Pasien dengan IMA yang onset > 24 jam dengan komplikasi, atau pasien unstable dengan risiko tinggi (gagal jantung yang membutuhkan terapi intravena dan monitoring hemodinamik atau support intra-aortic ballon, disritmia jantung berat, gangguan konduksi, pacemaker temporer).

3. Pasien dengan syok kardiogenik4. Pasien sindroma koroner akut unstable risiko tinggi (nyeri angina

berkepanjangan atau berulang, gagal jantung, ST depresi difus signifikan, perubahan ST dinamis, troponin meningkat)

5. Pasien unstable setelah complicated PCI yang membutuhkan perhatian khusus (sesuai dengan permintaan operator PCI)

6. Pasien dengan aritmia jantung yang mengancam jiwa sebagai akibat dari penyakit jantung iskemik, kardiomiopati, penyakit jantung reumatik, gangguan elektrolit, efek obat atau keracunan.

7. Pasien dengan odema paru akut yang tidak teratasi dengan terapi awal dan tergantung dari penyakit dasarnya.

8. Pasien yang membutuhkan monitoring hemodinamik untuk evaluasi terapi misalnya pasien dengan hipertensi emergency.

9. Pasien setelah transplantasi jantung dengan masalah akut seperti infeksi, gangguan hemodinamik, gangguan keseimbangan elektrolit, dicurigai reaksi penolakan akut

10. Emboli paru masif11. Pasien dengan tamponade jantung12. Pasien dengan hipertensi pulmonal13. Pasien dengan kecurigaan diseksi aortaProsedur :1. Lakukan anamnesa2. Lakukan pemeriksaan fisik3. Lakukan pemeriksaan penunjang4. Penegakkan diagnosa

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

92

Page 9: PP

Care of Patients (COP)

5. SPO Pemasangan C V C (Cetral Vena Cateter)Kebijakan :1. Pelayanan mengutamakan keselamatan 2. Pelayanan dilakukan di tempat yang tersedia monitor dan perlengkapan

serta obat-obat resusitasi (RTI/HCU dan ruang bedah).3. Dilaksanakan oleh Dokter SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi yang bertugas

atau residen PPDS anestesi yang telah memiliki kompetensi berdasarkan arahan DPJP

Prosedur :1. Indikasi pemasangan kateter vena sentral berdasarkan penilaian klinis dan

laboratorium yang yang menyeluruh.2. Pasien diterima oleh perawat dan atau PPDS anestesi yang bertugas serta

dievaluasi oleh Dokter SMF Ilmu Anestesia dan Reanimasi yang bertugas atau oleh residen PPDS anestesi yang telah memiliki kompetensi.

3. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, Dokter SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi akan melakukan pemeriksaan tambahan Sebelum pemasangan, pasien dan atau keluarga penanggung jawab wajib diberikan inform consent tentang tindakan yang akan dilakukan baik indikasi serta resiko tindakan dan pengelolaan resiko tindakan.

4. DPJP anestesi atau residen PPDS anestesi harus memakai semua sumber daya yang tersedia untuk mengurangi risiko tindakan pemasangan kateter vena sentral.

5. PPemasangan kateter vena sentral oleh residen yang dengan pengalaman memasang kurang dari tiga kali wajib di supervisi oleh DPJP.

6. Apabila terjadi kegagalan insersi sebanyak dua kali, maka pemasangan harus dilakukan dengan menggunakan panduan ultrasonografi(USG).

7. Pasien dengan penyulit diwajibkan memasang kateter vena sentral dengan panduan USG.

8. Pemasangan harus dilakukan dengan teknik aseptik

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

93

Page 10: PP

Care of Patients (COP)

Standar 3.3 : Pasien–pasien yang menggunakan darah dan produk darahKebijakan :1. Semua pasien yang akan diberikan darah wajib dilakukan cross match2. Penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk daran diberikan sesuai

dengan kebijakan dan prosedur3. Pasien yang menggunakan darah dan produk darah, menanda tangani inform

consent dan dikerjakan sesuai dengan prosedur

6. SPO Uji Cocok SerasiKebijakan :

1. Untuk menghindari adanya reaksi transfusi dan keamanan pasien, maka setiap kantong darah yang akan ditransfusikan kepada pasien harus melalui crossmatching dan tes kecocokan.

2. Prosedur tetap ini hanya dilakukan oleh petugas UTD / PTTD atau petugas yang sudah dilatih khusus untuk melakukan Cross Matching dan Tes Kecocokan

Prosedur :

Persiapan Sampel:

Sample preparation:

1. Contoh darah pasien yang akan diperiksa haruslah darah beku dan berumur tidak lebih dari 2 X 24 jam

2. Tetapkan Golongan Darah ABO & Rhesusnya sesuai dengan Prosedur Tetap Pemeriksaan Golongan Darah

3. Ambilkan Darah Donor sebanyak yang diperlukan.

4. Ambil dari slang kantong darah contoh darahnya + 1 ml dan tentukan golongan darah ABO & Rhesusnya.

5. Antara Darah Pasien dan Darah Donor harus bergolongan darah sama baik ABO maupun Rhesus.

6. Pisahkan serum / plasma contoh darah pasien dan darah donor

7. Buat Suspensi sel darah merah pasien 5% dan sel darah merah donor 5%.

8. Buat suspensi sel darah merah pasien 1% dan sel darah (darah donor 1 % dengan cara memasukkan ID Dilluent –2 sebanyak 500 ul kedalam tabung dan dengan mikropipet tambahkan 5 ul sel darah merah pekat (PRC) atau 10 ul darah lengkap (WB)) Kocok isi tabung minggu homogen.

a. Cek ulang semua pencatatan yang telah diisi oleh orang kedua

Mengisi Lembar Kerja Pemeriksaan

Lembar kerja pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

94

Page 11: PP

Care of Patients (COP)

a. Lembar kerja pemeriksaan uji cocok serasi untuk permintaan darah, satu kantong darah

b. Lembar kerja pemeriksaan uji cocok serasi untuk permintaan darah > dari satu kantong darah

Langkah Pemeriksaan

Examination steps:

a. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan Instruksi Kerja Pemeriksaan Uji Cocok Serasi Metode Aglutinasi Untuk metode Agglutinasi lakukan sesuai dengan Instruksi Kerja Pemeriksaan

Uji Cocok Serasi Metode gel Untuk pengerjaan menggunakan Gel Test lakukan sesuai dengan Instruksi

Kerja Pemeriksaan Uji Cocok Serasi Metode Gell Testa. Baca dan catat hasil pemeriksaan pada lembar kerja pemeriksaan dan lembar kerja

Uji Cocok Serasib. Hasil yang telah dicatat dan dicek oleh orang kedua, kemudian dicek oleh

penanggung jawab

7. SPO Transfusi Darah Kebijakan :1. Indikasi Transfusi Darah :1.1. Indikasi tranfusi darah berdasarkan komponen darah yang diberikan adalah:

a. Sel Darah Merah (SDM) : SDM Pekat: diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu

berat, pra operatif atau anemia kronik dimana volume plasmanya normal SDM Pekat Cuci: untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma. SDM Miskin Leukosit: untuk penderita yang tergantung pada transfusi

darah. SDM Pekat Beku yang dicuci: diberikan untuk penderita yang mempunyai

antibodi terhadap SDM yang menetap. SDM diradiasi: untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.

b. Leukosit / Granulosit Konsentrat: diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak membaik / berat yang tidak sembuh dengan pemberian antibiotik, kualitas leukosit menurun..

c. Trombosit: diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi trombosit.

d. Plasma atau produksi plasma: untuk mengganti faktor pembekuan, pengganti cairan yang hilang. Contoh: Plasma Segar Beku untuk penderita Hemofilia, Krio Presipitat untuk penderita Hemofilia dan Von Willebrand.

1.2. Indikasi transfusi secara umum :a. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan.b. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.c. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

95

Page 12: PP

Care of Patients (COP)

d. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma substitute atau larutan albumin.

1.3. Indikasi khusus Sel Darah Merah (SDM) Pekat :a. Kehilangan darah > 20% dan volume darah lebih dari 1000ccb. Hb < 8 gr/dlc. Hb < 10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama, misalnya: emfisema, atau penyakit

jantung iskemikd. Hb < 10 gr/dl dengan darah autologe. Hb < 12 gr/dl dan tergantung pada ventilator2. Dapat disebutkan bahwa: Hb sekitar 5 adalah CRITICAL, Hb sekitar 8 adalah

TOLERABLE, Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL. 3. Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi yang kuat.4. Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang / kurang.

Prosedur :1. Pasien yang mempunyai indikasi untuk dilakukan transfusi, diambil contoh

darahnya untuk dikirim ke PMI untuk dilakukan cross-matching dengan darah dari pendonor, atau darah simpan yang ada di PMI. Sampel darah dikirim bersama lembar khusus permintaan darah yang ditandatangani oleh dokter yang meminta dan petugas / perawat yang mengambil sampel darah tersebut.

2. Setelah proses di PMI selesai, darah yang akan ditransfusi diambil dengan menggunakan termos khusus. Darah yang diambil secukupnya sesuai kebutuhan awal, sebab darah idealnya harus disimpan dalam temperatur dan tempat yang khusus di PMI.

3. Darah tidak perlu dihangatkan sebelum diberikan karena dapat menyebabnya rusaknya sel-sel darahnya, tetapi cukup menggunakan blood warmer saat pemberian darah tersebut.

4. Cek nama pasien, nomor medical record, serta nomor yang tercantum di lembaran kertas kantong darah, dicocokkan dengan data-data pasien, oleh minimal 2 perawat

5. Kecepatan pemberian sesuai dengan instruksi dokter, biasanya 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah yang diberikan.

6. Dalam hal keadaan timbulnya reaksi alergi akibat transfusi, maka yang pertama kali dilakukan adalah menyetop pemberian transfusi yang sedang berlangsung. Sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam 15 menit pertama, sehingga harus diawasi pada awal prosedur.

8. SPO Pemberian Transfusi Darah Pada Pasien Anak-AnakKebijakan :

Indikasi :

TRANSFUSI RBC1. Bayi berumur diatas 4 bulan

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

96

Page 13: PP

Care of Patients (COP)

a. Kehilangan darah intraoperatif ≥ 15% total volume darahb. Hemoglobin < 8,0 g/dl1) Pada periode perioperatif, dengan gejala-gejala anemia2) Pada kemoterapi / radioterapi3) pada anemia kongenital kronis / anemia simptomatik didapat4) pada prosedur bedah emergensi dengan kehilangan darah yang dapat

diperkirakan pada pasien anemia preoperatif yang bermakna5) pada anemia preoperatif bila terapi koreksi lainnya tidak tersediac. Hemoglobin < 13,0 g/dl dengan:1) Penyakit kardiopulmonal yang berat2) ECMOd. Kehilangan darah akut dengan hipovolemia yang tidak responsif terhadap

terapi laine. Program transfusi berkelanjutan (seperti pada thalasemia dan Sindroma

Diamond Blackfan yang tidak responsif terhadap terapi lainnya)2. Bayi berumur dibawah 4 bulan

a. Hemoglobin < 7,0 g/dl dengan retikulosit yang rendah dan symptom anemiab. Hemoglobin < 10,0 g/dl dengan bayi:1) Oksigen sungkup < 35%2) Oksigen nasal kanul3) Continuous Positif Airway Pressure (CPAP) atau Intermittent Mandatory

Ventilation (IMV) dengan tekanan udara H2O < 6 cm 4) Apneu atau bradikardia yang signifikan5) Takikardia atau takipneu yang signifikan6) Penambahan berat badan yang rendahc. Hemoglobin < 12,0 g/dl dengan bayi:1) Oksigen Sungkup > 35%2) CPAP / IMV dengan tekanan udara H2O ≥ 6-8 cm d. Hemoglobin < 15,0 g/dl dengan:1) ECMO2) Penyakit jantung sianotik bawaan

TRANSFUSI TROMBOSIT

1. Menjaga kadar trombosit ≥ 100.000/ul pada perdarahan SSP atau direncanakan tindakan operasi SSP

2. Menjaga kadar trombosit ≥ 50.000/ul jika terdapat perdarahan aktif atau akan menjalani operasi mayor

3. Sebagai transfuse profilaksis pada pasien dengan kadar trombosit 5-10.000/ul4. Trombosit < 20.000/ul dengan kegagalan sumsum tulang dengan risiko perdarahan5. Trombosit < 10.000/ul dengan kegagalan sumsum tulang tanpa risiko perdarahan TRANSFUSI GRANULOSIT1. Netrofil < 0,5 x 109/L dan infeksi bakteri yang tidak responsif dengan terapi standar.2. Netrofil < 0,5 x 109/L dan infeksi jamur yang tidak reponsif dengan terapi standar.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

97

Page 14: PP

Care of Patients (COP)

TRANSFUSI FFP 1. Terapi pengganti:

a. Bila konsentrat faktor spesifik tidak tersedia, termasuk tapi tidak terbatas pada F II, V, X dan XI, protein C atau S

b. PT > 1,5 kali nilai tengah normal pada usia yang sesuai dan atau PTT > 1,5 kali nilai normal tertinggi pada usia yang sesuai

c. Selama therapeutic plasma exchange jika FFP diindikasikan2. Menetralkan warfarin pada keadaan darurat, misalnya sebelum suatu prosedur

invasif dengan perdarahan aktif

TRANSFUSI KRIOPESIPITAT1. Hipofibrinogenemia atau disfibrinogenemia dengan perdarahan aktif atau akan

menjalani suatu prosedur invasif2. Defisiensi F XIII dengan perdarahan aktif atau akan menjalani prosedur invasif3. Terbatasnya donor kriopresipitat langsung pada episode perdarahan pada anak

kecil dengan hemofilia A4. Penyakit Von Willebrand bila DDAVP merupakan kontraindikasi atau tidak tersedia,

dan bila konsentrat faktor VIII yang dibuat dari plasma yang dinaktivasi virusnya, yang mengandung WB, tidaktersedia.

5. Perdarahan aktif6. Sebelum suatu prosedur invasif.

TRANSFUSI DARAH LENGKAP1. Perdarahan pada anak umur < 2 tahunOperasi jantung yang komplek dan memerlukan kardiopulmonal bypass

DOSIS TRANSFUSI

1. Sel darah merah: dosis 10-15 ml/kg BB dapat meningkatkanHb 2-3 g/dl.2. Trombosit: dosis 5-10 ml/kg BB dapat meningkatkan trombosit 50.000-100.000/ul3. Granulosit: dosis ≥ 1x 109 netrofil/kg BB, diulang sampai terlihat respon klinis4. FFP: dosis 10-15 ml/kg BB dapat meningkatkan faktor 15-20%5. AHF: dosis 1-2 unit/10 kg BB dapat meningkatkan fibrinogen 60-100 mg/kg BB

Prosedur Kerja :

1. Tentukan indikasi transfusi dengan jelas dan tepat2. Pilih darah / komponen darah yang akan diberikan3. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusikan4. Informed Concent kepada pasien atau orang tua / wali pasien5. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes cocok serasi)6. Isi formulir permintaan darah (PMI) dengan lengkap7. Cocokkan darah yang datang dari Bank Darah / PMI (nama pasien, nomor rekam

medis, jenis darah)

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

98

Page 15: PP

Care of Patients (COP)

8. Prosedur di bangsal:a. Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusib. Darah yang datang dicek ulang dan lakukan uji kebocoran kantong darahc. Catat waktu mulai dan selesai transfusi dikerjakan

9. Persiapan transfusi darah:a. Siapkan peralatan infuse: tiang penyangga, set transfusi, lokasi jalur infus,

ukuran jarum kateter (no.18-20), filter 170-200 mikroliter. Kantong darah sebaiknya memakai kantong darah khusus untuk anak

b. Bekerja secara aseptikc. Cara pemasangan akses transfusi darah:

1) Pilih vena yang besar, lurus dan tidak pada persendian2) Masukkan abocath, kemudian hubungkan dengan set transfusi3) Berikan pertama kali NaCl 0,9% sebelum darah atau komponen darah

lainnyad. Persiapkan labu darah:

1) Perhatikan dengan teliti: nama penderita, golongan darah, hasil uji cocok serasi, nomor labu darah / label, ada atau tidaknya gumpalan darah

2) Labu darah jangan dikocok, cukup dibolak-balik 2-3 kali3) Segera sebelum diberikan, labu darah dihangatkan mendekati suhu tubuh.

e. Temperatur darah harus dijaga. Untuk transfusi yang diberikan secara cepat ( > 100 ml/menit), jaga suhu jangan sampai hipotermia (dapat mengakibatkan aritmia hingga henti jantung). Bila setelah dating dari bangsal darah tidak segera digunakan, simpan dulu dilemari pendingin

f. Tidak diperkenankan menambah obat apapun kedalam kantung darahg. Kecepatan infus tergantung kasus yang dihadapi: kehilangan darah akut,

kecepatan > 100 ml/menit sampai tekanan sistolik 100 mmHgh. Anemia kronis, tiap unit darah diberikan dalam waktu 4 jam (tidak melebihi 2

ml/menit)i. Penderita penyakit jantung, paru-paru dan ginjal: bila harus mendapat lebih

dari 2 unit darah lebih aman diberikan dalam 2 kali secara terpisahj. Transfusi darah lengkap dan PRC dimulai dalam waktu 30 menit setelah

kantung darah dikeluarkan dari lemari pendingin, diberikan dalam waktu tidak lebih dari 4 jam

k. Transfusi trombosit dimulai sesegera mungkin setelah produk darah diterima, diberikan dalam waktu 20 menit

l. Transfusi FFP dimulai dalam 30 menit setelah kantong darah dikeluarkan dari lemari pendingin, diberikan dalamwaktu 20 menit.

m. Transfusi kriopesipitat dan faktor VIII tidak lebih dari 10 ml/menitn. Pada PRC atau darah yang sedikit kandungan plasmanya, viskositasnya tinggi

sehingga kecepatan aliran akan berkurang, perlu dicampur dengan NaCl fisiologis (50-100 ml/unit)

10. PemantauanPemantauan pasien dilakukan sebelum, selama dan sesudah selesai transfusi:

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

99

Page 16: PP

Care of Patients (COP)

a. Pantau kecepatan tetesan dan reaksi transfuse darah pada 15-30 menit pertama transfusi

b. Pantauan rutin adalah tanda vital, diuresis, lokasi jalur infus (reaksi inflamasi dan ekstravasasi), terjadinya reaksi transfusi

c. Bila ada risiko overload dapat diberikan diuretik kuat (furosemid) intavena, pantauan dilanjutkan sampai 12-24 jam pasca transfusi

11. Evaluasi akhira. Setelah darah atau komponen darah yang ditransfusikan habis, kantung

transfuse diganti dengan infuse NaClb. Lepas jarum infus, cek sekitar lokasi, bila ada tanda radang segera tekan dan

tutup dengan kasa sterilc. Bila ditemukan tanda radang, kirim ujung kateter ke laboratorium bekteriologid. Pantau kembali akan kemungkinan terjadinya reaksi transfusie. Pemeriksaan darah ulang pasca transfusi

PRINSIP

BLOOD SAFETY : Getting the right blood to the right patient in the right place at the right time.Transfusion is not indication is contraindication

9. SPO Kualitas Dan Keamanan DarahKebijakan :

1. Semua darah yang akan didistribusikan baik kepada pasien harus selalu berkualitas dan aman

2. Prosedur tetap ini harus dilaksanakan oleh semua petugas bank darah.

Prosedur Kerja :

1. Lakukan pengamatan secara makroskopis, pada saat pengambilan darah atau komponen darah dari tempat penyimpanan untuk tes Uji Cocok Serasi dengan sampel darah pasien. Hal-hal yang diamati: a. Identitas dalam label darah (No Kantong, Tanggal Pengambilan, Tanggal

Pembuatan Komponen, Tanggal Kadaluarsa dan Petugas) harus lengkap dan jelas terbaca)

b. Kondisi kantong darah. Apakah ada kebocoran atau tidakc. Pengamatan terhadap adanya hemolisisd. Volume Darah

2. Catat semua hasil pengamatan dari langkah diatas pada lembar Kerja Kualitas dan Keamanan Darah dan harus dicek oleh orang kedua.

3. Lakukan tes Serologi Golongan Darah dan Tes Uji Cocok Serasi sebelum darah dapat ditransfusikan kepada pasien. Pelaksanaan ini harus sesuai dengan Prosedur Tetap Serologi Golongan Darah dan Prosedur Tetap Tes Uji Cocok Serasi.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

100

Page 17: PP

Care of Patients (COP)

4. Simpan darah atau komponen darah yang sudah di tes Serologi Golongan Darah dan Uji Cocok Serasi khusus ditempat penyimpanan darah yang sudah dicross.

5. Lakukan pengamatan dan pengecekan kemabli pada saat proses pengiriman darah ke pasien, meliputi :a. Identitas dalam label darah (No Kantong, Tanggal Pengambilan, Tanggal

Pembuatan Komponen, Tanggal Kadaluarsa dan Petugas) harus lengkap dan jelas terbaca.

b. Kondisi kantong darah. Apakah ada kebocoran atau tidakc. Pengamatan terhadap adanya hemolisisd. Volume Darahe. Identitas penerima darah yang tergantung pada label darah harus sesuai dengan

formulir permintaan darah6. Catat hasil pengamatan dan pengecekan pada lembar kerja Kualitas dan Keamanan

Darah.7. Harus ada orang kedua yang mengecek dan menandatangani lembar kerja tersebut

10. SPO Pencatatan Dan Pelaporan Reaksi TransfusiKebijakan : Kasus reaksi yang timbul dari transfusi darah harus selalu direspon

dengan mengadakan tes ulang dan hasilnya dicatat dan dilaporkan kepada dokter yang meminta serta dilaporkan kepada pimpinan unit kerja.

Prosedur Kerja :Kirim ke Bank Darah sisa darah yang dititip akibat adanya suatu reaksi transfusi dengan surat pengantar yang diisi oleh dokter , permintaan pemeriksaan ulang yang disertai contoh darah yang baru dengan identitas jelas seperti : Nama, Umur, Diagnosa, Ruangan, gejala Reaksi Transfusi.

1. Bagi petugas bank darah, lakukan langkah-langkah sebagai berikut:a. Berkonsultasi dengan staf dokter UTD Pembina PMI Balib. Lakukan pemeriksaan Cross Matching ulang dengan sistem tabung antara lain:

i. Cek Golongan darah Pasien sistem ABO Cek Golongan darah Pasien Sistem Rhesus

ii. Cek Golongan darah Donor sistem ABOiii. Cek Golongan darah Donor sistem Rhesus

Dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan cross matching.

2. Catat nama pasien pada formulir cross matching ulang dengan melengkapi: Nama pasien, Diagnosa, Ruangan. Dengan demikian formulir hasil pemeriksaan cross cek ulang dilengkapi sesuai hasil pemeriksaan ulang dan kemudian dikonsultasikan dengan dokter. UTD Pembina PMI Daerah Bali memberi kesimpulan-kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan atas analisa pemeriksaan ulang tersebut diatas dan ditandatangani oleh dokter. Bila

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

101

Page 18: PP

Care of Patients (COP)

di UTD Pembina tidak ditemukan hasil yang memuaskan maka pemeriksaan dirujuk ke UTD Pusat melampirkan hasil pemeriksaan yang kita dapatkan dan dilengkapi dengan contoh darah pasien dan darah donor.

3. Hasil dibuat rangkap 3 yaitu:a. Untuk dokter yang memintab. Untuk arsip bank darahc. Untuk arsip di subkomite medik transfusi darah

Standar 3.5 : Kebijakan Dan Prosedur Penanganan Pasien Dengan Infeksi Menula

11. SPO Proses Pasien Pandemi InfluenzaKebijakan : Pasien-pasien dengan penyakit menular di rawat di ruangan

khusus seperti : Flu Burung (Flu H.5.N.1), swine flu (Flu H.1.N.1), dan SARS di rawat di ruang isolasi tekanan negatif

Prosedur Kerja :1. Rujukan pasien dari luar :

a. Diarahkan oleh dokter yang sedang bertugas sebagai Manager On Duty / MOD, pasien langsung ke ruang isolasi Nusa Indah lewat pintu belakang utara. Perujuk diingatkan untuk memakai APD dan akan dilakukan dekontaminasi di RSUP.

b. Diterima oleh perawat ruang Nusa Indah yang sudah memakai APD lengkap dan dibawa ke kamar periksa untuk dilakukan triase dan pemeriksaan lanjutan,

c. Mobil ambulance dan petugas perujuk dilakukan dekontaminasi.

2. Tempat perawatan sementara (triase) dan definitipProses triase pasien rujukan dilakukan di ruang isolasi Nusa Indah (kamar periksa) selanjutnya dilakukan perawatan difinitip di ruang sesuai dengan klasifikasi kasus.

a. Untuk pasien IRD, IRJ,Wing International yang dicurigai flu burung langsung dikirim ke ruang isolasi Nusa Indah.

b. Proses pulang dan perawatan jenasah.Semua pasien yang dirawat di ruang isolasi Nusa Indah proses pulangnya baik sehat atau meninggal dilakukan di ruang isolasi Nusa Indah.

12. SPO Penerimaan Pasien Rabies.Kebijakan : Pasien rabies di rawat di uangan sendiriProsedur Kerja : 1. Rujukan pasien dari luar :

a. Diarahkan oleh dokter yang sedang bertugas sebagai Manager On Duty (MOD), pasien langsung ke ruang isolasi Nusa Indah lewat pintu belakang utara.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

102

Page 19: PP

Care of Patients (COP)

b. Dokter MOD menginformasikan melalui telepon ke ruang Nusa Indah agar mempersiapkan ruangan.

c. Perujuk diingatkan untuk memakai APD.d. Diterima oleh perawat Nusa Indah yang sudah memakai APD lengkap sesuai

dengan kebutuhan dan dibawa ke kamar isolasi rabies. 2. Tempat perawatan, seperti: triage IRD, poliklinik rawat jalan dan wing

international: pasien diantar oleh petugas dari ruangan tersebut ke ruang Nusa Indah.

13. SPO Pemakaian Alat Pelindung Diri (Apd) LengkapPersiapan Alat :

1. Tempat cuci tangan dengan air mengalir2. Sabun cair / larutan antiseptik3. Sepatu boot 1 ps4. Apron/gown1bh5. Celemek 1 bh6. Sarung tangan pendek 1 ps7. Sarung tangan panjang 1ps8. Masker N95 1bh9. Topi bedah/penutup kepala 1bh10. Visor 1 bh11. Google 1 bh12. Masker bedah 1 bh

Prosedur Kerja :1. Buka baju kerja, jam tangan dan cincin.2. Lakukan cuci tangan sesuai 7 langkah cuci tangan pada air mengalir.3. Pakai baju bedah.4. Gunakan sepatu boot sampai ujung celana bedah masuk seluruhnya ke dalam

sepatu.5. Pakai gown sampai menutupi seluruh badan, mulai dari leher hingga lutut, dari

lengan hingga bagian pergelangan tangan,diselubungkan ke belakang punggung dan ikatkan.

6. Pakai celemek dengan menggantungkan di leher dan diikatkan ke belakang pinggang.

7. Gunakan Masker N95 yang sebelumnya telah di fit tes dan tanpa ada kebocoran.8. Gunakan topi bedah sampai menutupi seluruh rambut dan telinga.9. Kenakan kaca mata/google, pasang pada wajah dan mata sesuaikan agar pas.10. Gunakan masker bedah dengan menutupi, hidung mulut,bagian bawah dagu dan

rambut pada wajah.11. Pakai sarung tangan pendek sampai menutupi bagian pergelangan tangan gown.12. Gunakan sarung tangan panjang sampai menutupi sampai lengan gown.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

103

Page 20: PP

Care of Patients (COP)

Standar 3.6 : Pelayanan pasien hemodilisis

14. Pelayanan Pasien Hd CitoKebijakan :1. Prioritas pasien cito ditentukan atas indikasi medik oleh dokter atas pertimbangan

prognosis.2. Indikasi HD cito dilakukan bila pengobatan konservatif tidak berhasil dalam 24 jam.3. Indikasi HD cito antara lain:

a. Hiperkalemiab. Sindrom overload (edema paru)c. Asidosis metabolikd. Intoksikasi alkohol atau obat-obatan.

4. Pasien HD cito (baik pasien reguler ataupun baru) harus mendapat persetujuan dari dokter Nefrologi RSUP Sanglah Denpasar.

5. Respon time pelayanan pasien HD cito adalah 6 jam.6. Bila sarana HD saat itu penuh, pasien tetap menjalani terapi konservatif sambil

menunggu pelayanan HD berikutnya.7. Biaya tindakan HD cito sesuai dengan pola tarif yang berlaku

Prosedur Kerja :

1. Dokter jaga / perawat ruangan menghubungi ruang HD untuk pelayanan HD cito. 2. Bila tempat tersedia, perawat ruang HD menyiapkan tempat, alat dan sarana pasien

HD cito.3. Perawat HD memanggil pasien dan memberikan pelayanan HD.4. Billing atau perawat menginput pelayanan tindakan HD cito di komputer.5. Selesai HD pasien dijemput kembali oleh perawat / petugas ruangan tempat pasien

dirawat.

15. Pelayanan Pasien Hd Rawat InapKebijakan :1. Pasien dengan hemodialisis dilakukan di ruang khusus hemodialisis 2. Inform consent diperlukan setiap HD pada pasien rawat inap/cito.3. Peresapan pasien HD Rawat Inap / cito dilakukan setiap kali tindakan dialisis4. Untuk pasien dengam resiko untuk mobilisasi dan memakai peralatan ventilator

dilakukan di ruang intensif Prosedur Kerja :

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

104

Page 21: PP

Care of Patients (COP)

1. Ada permintaan tertulis tindakan HD (peresepan HD) dari dokter yang merawat dan sudah mendapat persetujuan dari dokter bagian nefrologi RSUP Sanglah dengan menulis nama dokter konsultan yang menyetujui.

2. Status hemodinamik pasien harus stabil dengan atau tanpa obat vasopresin (tekanan darah sistolik minimal 100 mmHg). Bila tekanan darah < 100 mmHg harus ada pernyataan tertulis dari dokter konsultan yang mengijinkan HD.

3. Periksa HbsAg dan anti HCV sesegera mungkin.4. Periksa HIV bila ada kecurigaan melalui tim VCT.5. Bila ada instruksi dokter untuk transfusi darah saat HD, siapkan di ruang perawatan

/ IRD.6. Keluarga pasien sudah menandatangani persetujuan tindakan HD.7. Bila pasien baru, belum mempunyai akses vaskuler, segera dilakukan pemasangan

kateter double lumen sebelum tindakan HD.8. Pasien segera dikirim ke ruang HD bila sudah dipanggil petugas HD.9. Petugas HD menyiapkan sarana sirkulasi ekstrakorporeal pada mesin HD (setting,

priming, soaking) dengan dializer baru atau reuse.10. Petugas HD melakukan tindakan HD pada pasien baik dengan AV shunt maupun

kateter double lumen.11. Petugas HD melakukan pengawasan pasien selama HD, baik monitor pasien, kerja

mesin, sambungan-sambungan antara blood line, AV fistula dan dialser, maupun perdarahan pada luka tusukan.Petugas HD melakukan pencatatan semua tindakan pada blanko observasi.

12. Dokter di ruang HD melalukan pemeriksaan pada pasien yang menjalani HD, dan mengambil tindakan bila terjadi komplikasi selama HD dengan persetujuan dokter konsultan nefrologi.

13. Petugas HD mengakhiri tindakan HD pada pasien setelah program HD selesai.

16. Pelayanan Pasien Hd Rawat JalanKebijakan :

1. Pasien dengan hemodialisis dilakukan di ruang khusus hemodialisis

2. Peresepan pasien HD Rawat Jalan dievaluasi setiap bulan dan atau bila ada perubahan kondisi pasien

3. Inform Consent pada pasien hemodialisis di ulang setahun sekali pada pasien stabil rawat jalan

Prosedur Kerja :1. Ada permintaan tertulis tindakan HD (peresepan HD) dari dokter yang merawat dan

sudah mendapat persetujuan dari dokter bagian nefrologi RSUP Sanglah dengan menulis nama dokter konsultan yang menyetujui.

2. Status hemodinamik pasien harus stabil dengan atau tanpa obat vasopresin (tekanan darah sistolik minimal 100 mmHg). Bila tekanan darah < 100 mmHg harus ada pernyataan tertulis dari dokter konsultan yang mengijinkan HD.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

105

Page 22: PP

Care of Patients (COP)

3. Sudah melakukan pemeriksaan HbsAg dan anti HCV.4. Bila ada instruksi dokter untuk transfusi darah saat HD, siapkan segera saat

memulai HD.5. Keluarga pasien sudah menandatangani persetujuan tindakan HD.6. Pasien segera masuk ke ruang HD bila sudah dipanggil petugas HD.7. Petugas HD menyiapkan sarana sirkulasi ekstrakorporeal pada mesin HD (setting,

priming, soaking) dengan dializer baru atau reuse.8. Petugas HD melakukan tindakan HD pada pasien baik dengan AV shunt maupun

kateter double lumen.9. Petugas HD melakukan pengawasan pasien selama HD, baik monitor pasien, kerja

mesin, sambungan-sambungan antara blood line, AV fistula dan dializer, maupun perdarahan pada luka tusukan.

10. Petugas HD melakukan pencatatan semua tindakan pada blanko observasi.11. Dokter di ruang HD melalukan pemeriksaan pada pasien yang menjalani HD, dan

mengambil tindakan bila terjadi komplikasi selama HD dengan persetujuan dokter konsultan nefrologi.

12. Petugas HD mengakhiri tindakan HD pada pasien setelah program HD selesai.

17. Pelayanan Hemodialisis Pasien Dengan Traveling Dialysis Kebijakan :

1. Pasien dan dokter Nefrologi mengadakan perjanjian2. Tarif pelayanan sesuai dengan pola tarif yang berlaku3. Tarif pasien lokal sesuai dengan kelas yang diminta4. Pembayaran tunai dengan US Dolar; pembayaran dengan rupiah memakai kurs

dolar pada saat ituProsedur Kerja :

1. Pasien, keluarga pasien, biro perjalanan wisata yang ingin mendapat informasi tentang pelayanan HD di RSUP Sanglah bisa menghubungi / mengirimkan fax ke RSUP Sanglah dengan nomor : (0361) 224206; lewat e-mail [email protected] atau lewat telp ke nomor : (0361) 227911-15 ext. 108, (0361) 245733 ditujukan kepada dokter bagian Nefrologi

2. Dokter penanggungjawab HD menjawab Fax / Surat / e-mail dan memberikan informasi mengenai tarif dan fasilitas pelayanan dan perawatan HD di RSUP Sanglah Denpasar serta memberikan kepastian mengenai jadwal yang diminta.

3. Bila pasien dan dokter sudah sepakat pasien mngirimkan Traveling Diálysis dan data medis

4. Perawat ruang HD mencatat jadwal pasien di papan / buku amprah jadwal HD5. Pasien datang langsung ke ruang HD6. Billing mendaftarkan pasien ke loket pendaftaran 7. Perawat memberikan tindakan HD8. Dokter visite, mengisi formulir Asuransi pasien bila ada9. Setelah selesai HD kasir memberikan kwintansi pembayaran

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

106

Page 23: PP

Care of Patients (COP)

10. Pembayaran tunai dilakukan di kasir R HD11. Pembayaran dengan kartu kredit dilakukan di kasir IRD

18. SPO Persiapan Pasien ReuseKebijakan Penggunaan Dialiser Proses Ulang (Reuse Dialiyzer)

1. Dialiser proses ulang adalah pemakaian ulang dialiser secara baku untuk pasien yang sama.

2. Tujuan dari penggunaan ulang dialiser adalah agar pelayanan hemodialisis lebih mudah, murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

3. Pemakaian ulang dializer (reuse dialiyzer)dilakukan dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan lingkungan.

4. Pelaksanaan Dialiser proses ulang sesuai dengan prinsif kewaspadaan universal (universal precaution) dan sesuai dengan prosedur.

5. Pelaksanaan Dialiser proses ulang dapat dilakukan secara otomatis dengan mesin dan atau dilakukan secara manual apabila mesin reuse mengalami kerusakan.

6. Setiap dialiser proses ulang harus mempunyai volume kompartement darah/volume priming ≥ 80% dari volume awal. Volume priming awal dialiser dapat dilihat pada lis produk dialiser.

7. Air yang digunakan untuk keperluan reuse harus memenuhi standar kualitas air untuk hemodialisis sesuai dengan kriteria Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI)

8. Kualifikasi staf yang melakukan pemerosesan ulang dialiser adalah perawat atau tenaga non medis yang sudah dilatih dan bukti pelatihan /sertifikat disimpan pada file pribadi staff

9. Pelabelan Dialiser:a. Pelabelalan dilakukan sebelum dialiser dipakai pertama kali dengan

menggunakan tinta /spidol permanen.b. Komponen label terdiri dari : nama pasien, no cm dan tanggal pemakain

pertama kali ditulis dengan tinta permanen.c. Apa bila pasien mempunyai nama sama, pada labeling ditambahkan asal dan,

atau umur pasien untuk membedakannya.d. Pelabelan tambahan dengan stiker dilakukan pada setiap kali reuse dengan

menulis: tanggal reuse, jam dan volume priming dialiser dengan menempelkan stiker tersebut pada dialiser.

10. Cairan desinfektana. Ciran desinfektan yang digunakan untuk proses ulang dialiser adalah renalin

(paractic acid)11. Penyimpanan dialiser:

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

107

Page 24: PP

Care of Patients (COP)

a. Diliser disimpan pada tempat yang bersih, sejuk tertutup dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.

b. Suhu penyimpanan antara 15°C sampai denga 24 °Cc. Batas minimum penyimpanan untuk dapat digunakan kembali adalah 11 jam.d. Batas maksimun penyimpanan adalah 30 hari.

12. Pemakaian ulang dializer (reuse dialiyzer) di wajibkan untuk pasien-pasien ASKES, JAMKESMAS ,JKBM dan Pasien umum dengan status kelas 1 sampai kelas 3

13. Pasien dengan cara bayar umum klas VIP memakai dialiser single use14. Dialiser dapat dipakai maksimal 8 kali ( 1 kali baru dan 7 kali pakai ulang).15. Pasien dengan hasil tes serologi positif ( HbSAg, anti HCV dan HIV) dan pasien yang

belum dilakukan pemeriksaan serologi pada kasus emergensi , tidak dilakukan pemrosesan ulang dialiser.

16. Setelah dilakukan pembilasan sesuai prosedur pembilasan dialiser pakai ulang, dilakukan pemeriksaan dengan renalin residual tes strip.

Prosedur :1. Siapkan Renalin 100 konsentrasi 100% (10 L) yang akan digunakan untuk

sterilisasi dialiser dan hubungkan ke tubing / selang intake dari Renatron.2. Siapkan Renalin 1 % (dicampur dengan air R.O) untuk sterilisasi Cap, RC connector

dan untuk membilas permukaan mesin Renatron (lihat prosedur Persiapan Renalin® 1%).

3. Siapkan pelindung / proteksi seperti hand gloves / sarung tangan, kaca mata dan apron.

4. Nyalakan / putar kran RO, Cek tekanan / pressure air RO yg menuju ke Renatron sebagai berikut:a. Tekanan Statik (Static Pressure) = 20-55 Psi atau 1,38 – 3,79 Bar (baca

penunjukan di pressure gauge meter).b. Tekanan Dinamik (Dynamic Pressure.) 30-35 Psi atau 2,07-2,41 bar (step atau

langkah ke 4).5. Cek tanggal kadaluarsa dari Renalin 100 (lihat pada galon renalin).6. Lakukan kalibrasi sebelum melakukan proses sterilisasi dialiser (1 kali dalam sehari

/ pagi hari).

19. SPO Penerimaan / Perekrutan Pasien Capd BaruKebijakan : Konsensus Dialisis Pernefri 2003Prosedur :1. Pasien rawat jalan/rawat inap dengan CKD st V baik pasien baru / pasien HD rutin

yang ingin menggunakan metode CAPD, mendaftar di loket pendaftaran poliklinik dengan tujuan poliklinik CAPD pada jam kerja poliklinik nefrologi.

2. Dokter danPerawat CAPD memberi penjelasan kepada pasien tentang prosedur-prosedur dalam CAPD

3. Dokter Nefrologi RSUP Sanglah menilai layak / tidaknya pasien memakai metode CAPD

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

108

Page 25: PP

Care of Patients (COP)

4. Pasien di Cek Lab lengkap, Rontgen Thorak, BOF dan USG abdomen

5. Setelah hasil pemeriksaan lengkap, dilanjutkan dengan konsul ke Bagian Kardiologi, Anastesi dan Bedah

6. Bila semua bagian sudah menyetujui, pasien dipersiapkan untuk operasi pemasangan thenkcoff dan menandatangai persetujuan tindakan

7. Bila pasien tidak layak operasi pasien kembali ke metode HD

Standar 3.7 : Kebijakan dan prosedur pasien dengan restrain

20. SPO Pelayanan Pasien Dengan RestrainKebijakan :1. Program dari dokter yang merawat2. Pengikatan dilakukan apabila pasien:

a. Mencederai b. Membahayakan orang lainc. Merusak lingkungan dan peralatand. Gaduh gelisah

3. Restrain dapat dilakukan secara mekanik dan farmakologi4. Penggunaan restrain farmakologi harus diputuskan oleh tim medis5. Pemasangan restrain mekanik dilakukan oleh tim (5-6 orang) berdasarkan program

dokter dan selama pengawasan dilakukan oleh perawat ruangan. Prosedur :1. Persiapan:

a. Tali pengikat khususb. Informed Consent

2. Pelaksanaan:a. Mengidentifikasi perilaku yang memerlukan restrainb. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga dengan

menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti, terutama tujuan dan lamanya pengikatan sehingga tidak ada kesan menghukum.

c. Gunakan cara yang sesuai untuk pengikatan yaitu dikerjakan oleh tim dengan susunan:1) Empat menahan anggota gerak2) Satu mengendalikan kepala3) Satu melakukan prosedur pengikatan

d. Tiap anggota gerak satu ikatane. Perhatikan lokasi ikatan sehingga tidak mengganggu aliran darah / cairanf. Posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah aspirasi

Lakukan pemeriksaan vital sign tiap satu jam.g. Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat oleh stafh. Untuk penanganan pasien psikiatri:

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

109

Page 26: PP

Care of Patients (COP)

1) Bisa dilanjutkan dengan pemberian medikasi dan pasien diobservasi setiap 30 menit dan setiap 15 menit untuk pasien dengan Delirium

2) Bila pasien sudah dapat dikendalikan dengan medikasi, ikatan mulai dilepas satu persatu.

3) Dua ikatan terakhir harus dibuka bersama-sama. Tidak dianjurkan untuk mengikat pasien hanya satu ikatan pada anggota gerak

i. Untuk pasien-pasien di ruangan Intensif dilakukan restrain farmakologi dengan diberikan obat Medazolane dan Fentanyl drip selama 24 jam atau bolus sesuai kebutuhan pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Pertahankan privasi pasienb. Hindari pengikatan pasien pada side rail tempat tidurc. Jauhkan simpul ikatan dari jangkauan pasiend. Berikan rasa nyaman selama pengikatane. Monitor kondisi area yang diikatf. Lakukan perubahan posisi secara periodikg. Sediakan alat untuk memanggil perawat misalnya belh. Bantu pemenuhan kebutuhan dasar pasien seperti: makan, minum, eliminasi dan

kebersihan dirii. Evaluasi secara periodik kelanjutan restrain dengan melibatkan pasien (bila

memungkinkan) saat merencanakan pelepasan restrain.j. Monitor respon pasien selama restraink. Minta bantuan pengamanan bila diperlukanl. Dokumentasikan mengapa pasien harus diikatm. Mencuci tangan

Standar 3.8 : Pelayanan populasi berisiko

21. SPO Pengkajian Paripurna Pada Pasien Geriatri

Kebijakan : Pasien Lansia Di Rawat Di Ruangan Lansia Dirawat Oleh DPJP Penyakit Dalam Konsultan Geriatri

Prosedur Kerja :

1. Dilakukan pengkajian pada pasien berusia lebih dari 60 tahun dengan dua atau lebih penyakit kronik degeneratif yang disertai dengan sindrom geriatri.

2. Dilakukan di IRD atau poliklinik atau ruang perawatan oleh DPJP Konsultan Geriatri dan peserta didik serta Team IPT Geriatri.

3. Dilakukan Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan indikasi

4. Pengkajian status fungsional dengan pemeriksaan;a. ADL (Activity of Daily Living) Bartel dan Katz

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

110

Page 27: PP

Care of Patients (COP)

b. IADL ( Instrumental Activity of Daily Living )5. Pengkajian status mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelektual

memori baru dan lama dinilai dengan pemeriksaan MMSE (Mini-Mental State Examination), AMT (Abbreviated Mental Test )

6. Dilakukan penapisan inkontinensia7. Dilakukan asessmen Nutrisi8. Pengkajian status psikologis pasien dengan GDS (Geriatric Depression Scale )9. Pelaksanaan assesmen lingkungan dilakukan di rumah penderita dilakukan oleh

residen dibawah bimbingan tim Geriatri10. Dilakukan asessmen Nutrisi11. Pengkajian status psikologis pasien dengan GDS (Geriatric Depression Scale )12. Pelaksanaan assesmen lingkungan dilakukan di rumah penderita dilakukan oleh

residen dibawah bimbingan tim Geriatri13. Dibuatkan daftar masalah dan kesimpulan dari rekapitulasi asesmen sebagai

berikut:a. Identitasb. Diagnosis (Klinis, Fisik- Antopometri dan laboratorium)c. Impairment (kerusakan) yang berkaitan dengan aging yang tidak disebabkan

oleh penyakit (sifatnya lebih ringan) d. Disability (kelumpuhan)e. Handicap (keterbatasan)

14. Rekomendasia. Non Farmakologib. Farmakologi

PELAYANAN BAGI PASIEN DENGAN KASUS KEKERASAN DAN DIPERLAKUKAN TIDAK SENONOH

22. SPO Penatalaksanaan Kejahatan SeksualKebijakan : Pasien-pasien yang dirawat oleh karena kasus kekerasan dan beresiko

diperlakukan tidak senonoh mendapatkan penanganan sesuai dengan prosedur yang ada semua pasien mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik.

Prosedur Kerja : 1. Periksa surat permintaan dari pihak kepolisian atau yang bersangkutan atau

keluarga.2. Lakukan Informed Consent kepada yang bersangkutan atau keluarga.3. Periksa keadaan umum, kesadaran dan tanda vital.4. Lakukan anamnesis sesuai rekam medis forensik.5. Periksa luka-luka pada seluruh tubuh korban / pasien dan tanda-tanda keracunan.6. Periksa korban / pasien dalam posisi litotomi.7. Periksa genetalia dengan teknik lateral traksi.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

111

Page 28: PP

Care of Patients (COP)

8. Periksa anatomi dan fisiologi anus.9. Evaluasi jejas pada genetalia dan anus.10. Foto luka-luka dengan kamera digital pada dua posisi (jauh dan dekat).11. Ambil sampel pemeriksaan usap vulva dan bilasan kanalis servikalis serta usap

anus.12. Lakukan pemeriksaan PSA terhadap sampel usap vulva dan bilasan kanalis

servikalis serta usap anus.13. Lakukan pemeriksaan kehamilan terhadap sampel urin.14. Berikan obat pencegah kehamilan terhadap sesuai indikasi.15. Lakukan pemeriksaan kejiwaan jika ada indikasi kelainan mental.16. Lakukan pemeriksaan toksikologi jika ada indikasi.17. Lakukan pemerisaan DNA jika diperlukan.18. Buat VER / SKM dan diserahkan kepada yang berhak.

23. SPO Pemeriksaan Korban KekerasanProsedur 1. Ada permintaan tertulis dari penyidik (polisi) pada saat pemeriksaan atau

menyusul.2. Ada persetujuan yang bersangkutan atau keluarga3. Diperiksa lokasi, jenis dan gambaran luka4. Untuk menentukan kualifikasi luka dipergunakan skor yang dapat diaplikasikan. 5. Untuk Kasus Non Accidental (bukan kecelakaan):

a. Untuk korban dengan kedaruratan medis, maka yang bersangkutan ditangani bersama antara bedah dan forensik. Bedah menangani secara medis sebagai pasien, sedangkan forensik mengumpulkan bukti medis dari korban

b. Jika korban datang tanpa kedaruratan medis, maka yang bersangkutan langsung ditangani oleh dokter forensik, sedangkan bila memerlukan penanganan medis dikonsulkan ke bagian yang terkait.

c. Dokter forensik dikonsulkan pada korban dengan surat permintaan visum atau tanpa surat permintaan visum. Bagi korban yang tanpa surat permintaan visum, dokter forensik berfungsi untuk memberikan fasilitasi hukum kepada korban dan memenuhi kewajiban RS untuk melapor.

Standar 3.9 : Pelayanan Pasien Dengan KemotherapiKebijakan1. Pasien-pasien yang mendapat kemoterapi di berikan di ruangan oleh DPJP atau chief

residen dibawah bimbingan/supervisi DPJP2. Pengoplosan obat kemoterapi dilakukan oleh instalasi farmasi3. Peresepan obat kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis sesuai dengan

bidangnya dan telah mendapatkan SK Dirut.

24. SPO Kemoterapi Pada Kanker ServiksKebijakan :1. Kemoterapi dilakukan oleh DPJP yang telah mendapatkan privilege/kompetensi

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

112

Page 29: PP

Care of Patients (COP)

yang sesuai.2. Kemoterapi diberikan pada kasus kanker serviks stadium IIB keatas.3. Persyaratan kemoterapi pada kanker serviks:KU penderita baik

Lab: Hb ≥10 g/dl - 12 g/dL Leukosit ≥ 3x103/µL Trombosit ≥ 100x103/µL

Fungsi ginjal + hepar baik4. Jenis kemoterapi:

a. Ca Cervix jenis squamosa terapi: BOM / BOM-Pb. Ca Cervix jenis Adenoma terapi: PVB

Prosedur Kerja :1. Persyaratan kemoterapi harus terpenuhi2. Dokter memberikan Informed Consent pada pasien atau keluarganya.3. Perawat menyiapkan dan memastikan kelengkapan alat pelindung diri, alat-alat

pemberian kemoterapi, cairan pelarut, obat premedikasi dan obat kemoterapi.4. Dokter dan perawat menggunakan alat pelindung diri.5. Dokter didampingi perawat memasukkan obat kemoterapi sesuai dengan pedoman

kemoterapi pada kasus Kanker Serviks6. Kemoterapi BOM (Bleomycin-Oncovin-Mytomicin)Hari I:Vit B6 200 mg diencerkan 20 cc aqua dimasukkan IV pelan-pelan dengan wing needle, dilanjutkan dengan oncovin 1 mg dilarutkan dengan 20 cc aqua dimasukkan IV pelan-pelan dengan wing needle. (Oncovin bisa mengakibatkan nekrosis jaringan sehingga harus diberikan secara pelan-pelan lewat wing needle dan sebelumnya telah dites dengan aquabidest 5-10 cc).3 jam kemudian diberikan Bleomycin 5 mg/150 cc dengan Dextrose 5% selama 2-3 jam. (larutan Bleomycin 15 mg dilarutkan dalm 450 cc Dextrose 5% semuanya dipakai untuk 3 hari).

25. SPO Kemoterapi Pada Limfoma Hodgkin (Lh)Kebijakan :1. Standar Pelayanan Medis RSUP Sanglah tahun 20092. Kemoterapi dilakukan oleh DPJP yang telah mendapatkan privilege/kompetensi

yang sesuai.Prosedur Kerja :1. Persyaratan kemoterapi harus terpenuhi2. Dokter memberikan Informed Consent pada pasien atau keluarganya.3. Perawat menyiapkan dan memastikan kelengkapan alat pelindung diri, alat-alat

pemberian kemoterapi, cairan pelarut, obat premedikasi dan obat kemoterapi.4. Dokter dan perawat menggunakan alat pelindung diri.5. Dokter didampingi perawat memasukkan obat kemoterapi sesuai dengan pedoman

kemoterapi pada kasus LH6. Kemoterapi pada LH : Regimen terapi: ABVD (Adriamycin, Bleomycine, Vinblastin

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

113

Page 30: PP

Care of Patients (COP)

dan Dacarbazine) a. Hari 1:

1) Doxorubicin 25 mg/m2 intravena dibolus pelan 3-5 menit2) Bleomycin 10 mg/m2 intravena dibolus pelan selama 10 menit3) Vinblastin 6 mg/m2 intravena dibolus pelan selama 1-2 menit4) Dacarbazine 150 mg/m2 intravena diberikan dalam NS 100-250 cc

selama 15-30 menitb. Hari 2:

Dacarbazine 150 mg/m2 intravena diberikan dalam NS 100-250 cc selama 15-30 menit

c. Hari 3:Dacarbazine 150 mg/m2 intravena diberikan dalam NS 100-250 cc selama 15-30 menit

d. Hari 4:Dacarbazine 150 mg/m2 intravena diberikan dalam NS 100-250 cc selama 15-30 menit

26. SPO Kemoterapi Neoadjuvant / Adjuvant Folfox Untuk Kanker KolorektalProsedur Kerja :1. Informed consent2. Siapkan dan pastikan kelengkapan alat pelindung diri, alat-alat pemberian

kemoterapi, cairan pelarut, obat premedikasi dan obat kemoterapi3. Gunakan alat pelindung diri4. Pasang IV line, pastikan tidak ada ekstravasasi5. Berikan premedikasi kemoterapi berupa:

a. Loading cairan kristaloid 500 – 1000 ccb. Injeksi deksamethasone 10 mg IVc. Injeksi ranitidine 50 mg IVd. Injeksi diphenhidramin 50 mg IVe. Injeksi obat anti emetik

6. Istirahat 30 menit7. Campurkan obat kemoterapi dengan pelarutnya didalam kotak pelarutan

kemoterapi8. Berikan obat kemoterapi berupa :

a. Oxaliplatin 85 mg/m2, dalam D5% 500 cc, 2 jam (hari 1)b. Leucovorin 200 mg/m2, dalam D5% 500 cc, 2 jam, hari1-2c. 5FU 400 mg/m2 bolus, diikuti 5FU 600 mg/m2, drip selama 20 jam, hari 1-2 d. Kemoterapi diberikan 2 mingguan

9. Selesai pemberian kemoterapi, tempatkan semua alat dan vial bekas kemoterapi di tempat sampah medis

10. Observasi dan catat efek samping kemoterapi.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

114

Page 31: PP

Care of Patients (COP)

IV. Standar 4 : Terapi Makanan Dan Gizi

1. SPO Pembuatan Permintaan Makanan Harian Pasien Dengan KomputerKebijakan : 1. Pasien mendapatkan Makanan dan Nutrisi yang sesuai dengan pasien dan dicatat

dalam rekam medis2. Pasien diberikan pilihan makanan3. Makanan dari luar

Prosedur :1. Catat nama pasien, diagnosa, diit pasien dalam Daftar Pemberian dan Evaluasi

Makanan Pasien.2. Dari daftar tersebut diinput ke sistem informasi (komputer) sesuai dengan jenis diit

yang tercantum dalam daftar Pemberian dan Evaluasi Makanan Pasien.3. Setelah diinput, kirim ke Instalasi Gizi 4. Di Instalasi Gizi data Permintaan Makanan Pasien diprint / cetak.

2. SPO Permintaan Makanan Dengan Menu Pilihan :Prosedur :1. Persiapan menu pilihan dan alat tulis2. Kunjungan ke pasien

a. Salam b. Menyerahkan menu pilihan kepada pasien atau keluarga pasien untuk dipilih

3. Merekap menu yang telah dipilih pasien dalam Daftar Pemberian dan Evaluasi Makanan Pasien

4. Data permintaan makanan pasien (input di billing) dan kirim ke Instalasi Gizi 5. Di Instalasi gizi data Permintaan Makanan Pasien di print/cetak

Standar 4.1 :1. Makanan disiapkan, disimpan dengan cara yang mengurangi resiko rusak dan

kontaminasi2. Distribusi makanan tepat waktu

3. SPO Makanan Disiapkan Dengan Cara Mengurangi Risiko Kontaminasi Dan Pembusukan

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

115

Page 32: PP

Care of Patients (COP)

Kebijakan :1. Penyimpanan makanan dengan suhu kamar 1-2 jam sebelum distribusi dan 2. untuk makanan dingin disimpan dengan suhu 4 ºCProsedur :1 Bahan makanan / makanan diterima oleh tim penerima bahan makanan sesuai

dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam pengadaan bahan makanan.2 Bahan makanan / makanan disimpan sesuai dengan jenisnya yaitu: gudang bahan

makanan kering (suhu kamar) dan penyimpanan bahan makanan basah (cold storage) sesuai dengan suhu yang telah ditentukan yaitu:a. Suhu lauk hewani (kecuali telur) disimpan di freezer dengan suhu -2 s/d -4

ºC.b. Suhu sayuran dan buah disimpan di cooling store dengan suhu 5 s/d 10 ºC

3 Rotasi penggunaan makanan yang disimpan di gudang dengan sistem FIFO (First In First Out)

4 Menjaga kebersihan gudang kering maupun cold storage setiap hari.5 Makanan yang sudah diolah mengalami penyimpanan dalam rentang waktu

pendek 1-2 jam, menunggu waktu distribusi.6. Semua makanan setelah diolah ditempatkan pada wadah-wadah yang bersih dan

ditutup dengan wrap maupun gelas plastik7. Untuk snack (puding), telur rebus, abon disimpan di Chiller,dengan suhu dibawah

10 ºC.

4. SPO Produk Nutrisi Enteral Disimpan Sesuai RekomendasiKebijakan :

1. Produk nutrisi enteral buatan pabrik yang berupa tepung / bubuk / serbuk yang sudah diterima tim penerima bahan makanan langsung disimpan di gudang bahan makanan kering.

2. Produk nutrisi enteral buatan pabrik disimpan sesuai dengan berlakunya kadaluarsa produk tersebut.

3. Tinggi rak dari lantai minimal 15 cm dan jarak penyimpanan bahan tertinggi dengan langit-langit minimal 60 cm.

4. Pengambilan produk nutrisi dengan cara FIFO (First In First Out)5. Menjaga kebersihan gudang setiap hari dari gangguan serangga dan binatang

pengerat.6. Suhu penyimpanan bahan kering sesuai suhu kamar, 22 s/d 25 ºC.7. Bahan produk yang sudah terbuka hanya untuk keperluan sedikit harus diberi

tanggal dan tahun pengambilan8. Setelah pengambilan, harus dilipat playbag dan tutup rapat-rapat simpan ditempat

sejuk, kering dan bersih9. Isinya harus dihabiskan dalam waktu kurang dari 1 bulan.

5. SPO Permintaan makanan dari luar / Pasien tidak mau makanan RS

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

116

Page 33: PP

Care of Patients (COP)

Prosedur :

1. Ahli Gizi mengunjungi pasien rawat inap yang menginginkan makanan dari luar rumah sakit / menolak makanan yang diberikan di rumah sakit.

2. Memberikan penjelasan ke pasien / keluarga tentang diet yang diberikan.3. Apabila pasien tetap menolak makanan dari rumah sakit maka ahli Gizi mengijinkan

pasien / keluarga untuk memberikan makanan dari luar rumah sakit yang memenuhi persyaratan sesuai dengan makanan rumah sakit serta diperlihatkan ke ahli Gizi / perawat sebelum diberikan ke pasien.

4. Untuk yang menjalankan diet khusus, harus seijin dokter yang bertanggung-jawab / Dokter Spesialis Gizi Klinik

5. Untuk hari libur / hari Besar pasien melapor

V. Standar 5 : Pasien Dengan Resiko Kekurangan Gizi Menerima Terapi Gizi

1. Pelayanan terapi Gizi medik di Rawat Inap

Prosedur :

1. Setiap pasien MRS baru harus dilakukan screening (penapisan) gizi oleh perawat ruangan, untuk menjaring pasien yang terindikasi atau berisiko mengalami masalah gizi.

2. Pasien yang terindikasi atau berisiko mengalami masalah gizi dikomunikasikan oleh perawat ruangan dengan dietisien untuk dilakukan pengkajian gizi (assessment).

3. Pasien yang telah dilakukan pengkajian gizi, dilaporkan ke Dr. SpGK untuk dilakukan penegakan diagnosis kerja, dan perumusan formulasi diet.

4. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, Dokter Spesialis Gizi Klinik akan melakukan pemeriksaan tambahan yang terkait dengan penyakit sistem organ yang diderita pasien.

5. Tin Terapi Gizi (TTG) dibawah koordinator Dokter Spesialis Gizi Klinik akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan keadaan gizi pasien secara rutin.

6. Apabila diperlukan terapi suportif (suplemenatsi) Dokter Spesialis Gizi Klinik akan memberikan resep sesuai dengan indikasi.

7. Bila DPJP menemukan pasien dengan masalah terkait gizi, yang tidak terdeteksi melalui screening di atas, maka DPJP wajib membuat surat konsul ke TTG, guna memberikan pelayanan terapi gizi medik pasien tersebut seperti tersebut di atas

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

117

Page 34: PP

Care of Patients (COP)

Pasien MRS

Ahli GiziPenapisan dan pengkajian gizi

DPJP

Konsul

Alur pelayanan Terapi Gizi Medik

PROSES CATATAN MUTU KKETERANGAN

kter Spesialis Gizi Klinik

Melakukan Penilaian SGA Menetapkan Diagnosis (klinik,

metabolik, status gizi dan fungsi saluran cerna)

Merumuskan preskripsi dan formula diet

Menetapkan cara pemberian

Oral Enteral Parenteral

Standar diet RS

Formula; Polimerik, oligomerik

Vena central, perifer

Dr. Spesialis Gizi Klinik dan Ahli Gizi

Monitoring dan evaluasi

Dr. Spesialis Gizi Klinik dan Ahli Gizi

Form penapisan dan pengkajian gizi

Form konsul

SPO konsul gizi klinik

SPO pelayanan terapi nutrisi rawat inap

PPMRS= Peraturan Pemberian makanan

Rumah Sakit

Formularium Rumah Sakit Sanglah

SPO informed concent

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

118

Form Penilaian Status Gizi dan Rencana Terapi Gizi

Form perjalanan penyakit

Page 35: PP

Care of Patients (COP)

KIE

SPO visite

SPO memulanglkan pasien

2. SPO Pelayanan Gizi Klinik Rawat Jalan

Prosedur :

1. Pasien datang sendiri atau dikonsulkan oleh dokter spesialis lain. 2. Pasien diterima dan dilakukan pengkajian gizi oleh dietisien, dan dilakukan

pemeriksaan, diagnosis gizi medik, dan formulasi diet oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik.

3. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, akan dilakukan pemeriksaan tambahan yang terkait dengan penyakit sistem organ yang diderita pasien.

4. Setelah semua hasil pemeriksaan sesuai dengan indikasi lengkap, Dokter Spesialis Gizi Klinik menetapkan kesimpulan diagnosis gizi, dan merumuskan formulasi intervensi nutrisi.

5. Apabila diperlukan terapi suportif (suplementasi), Dokter Spesialis Gizi Klinik menuliskan resep sesuai formularium pelayanan gizi rumah sakit.

6. Formulasi diet dijabarkan dalam bentuk menu dan disampaikan kepada pasien oleh dietisien.

3. SPO Pelayanan Terapi Gizi Medik Pada Rawat Intensif Di Rti / Iccu / Burn CenterProsedur :1. Konsultasi dilakukan oleh semua Dokter SMF ke Dokter Spesialis Gizi Klinik (TTG)

yang bertugas pada saat itu dengan membuat surat konsul.2. Dokter Spesialis Gizi Klinik yang bertugas datang ke tempat pasien dirawat untuk

melakukan evaluasi kebutuhan gizi pasien.3. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan, Dokter Spesialis Gizi Klinik melakukan

pemeriksaan tambahan yang terkait dengan penyakit sistem organ yang diderita pasien.

4. Setelah semua hasil pemeriksaan penunjang sesuai dengan indikasi dianalisis, Dokter Spesialis Gizi KLinik yang bertugas akan segera memberikan jawaban kepada SMF yang mengirim, untuk mendapatkan terapi gizi.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

119

Pasien

pulang

Page 36: PP

Care of Patients (COP)

5. Apabila diperlukan terapi suportif (suplementasi), Dokter Spesialis Gizi Klinik akan melakukannya sesuai dengan indikasi.

4. SPO Konsultasi Gizi Medik Dokter Spesialis Gizi KlinikProsedur :1. Konsultasi dilaksanakan secara tertulis ditujukan kepada bagian/SMF Gizi Klinik2. Konsultasi ditulis dengan menggunakan lembar khusus rekam medik3. Dalam konsultasi dicantumkan secara jelas kronologis penyakit pasien, data

penunjang dan maksud konsultasi4. Dicantumkan tanda tangan dan nama terang dokter yang meminta konsultasi. Bila

diperlukan, dokter yang meminta konsultasi mendampingi dokter yang menjawab/memberikan konsultasi (Dr. SpGK) pada waktu pemeriksaan agar bisa berdialog

5. Jawaban konsul ditulis dalam lembar jawaban khusus rekam medik, memberikan anjuran pemeriksaan penunjang, terapi, atau tindakan yang diperlukan

6. Konsultasi dapat dilakukan di ruang rawat jalan, rawat inap pasien atau mendatangi disiplin terkait

7. Konsultasi dapat dalam bentuk konsultasi berencana atau segera/cito (sesuai dengan kebutuhan, apakah keadaan pasien emergency atau tidak)Dalam keadaan atau kasus-kasus tertentu, dapat dibentuk tim yang terdiri atas beberapa konsutan sesuai dengan bidangnya

VI. Standar 6 : Pengelolaan Nyeri

1. SPO Penanganan Nyeri

Kebijakan : SK Menteri Kesehatan RI No. 519/Menkes/PER/III/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit.

Prosedur :

1. DPJP menentukan skor nyeri.2. Bila skor nyeri ≤ 4 (nyeri ringan), DPJP akan langsung melakukan penanganan nyeri.3. Bila skor ≥ 5 (nyeri sedang-berat), DPJP langsung melakukan konsultasi

penanganan nyeri kepada tim nyeri.4. Tim nyeri melakukan evaluasi terhadap penanganan nyeri terhadap pasien.5. Tim nyeri menjawab konsultasi DPJP dan menyatakan pasien rawat bersama dalam

penanganan nyeri bila pasien membutuhkan.6. Penanganan nyeri oleh tim nyeri dilaksanakan sampai nyeri berkurang sampai skor

nyeri 4.7. Bila skor nyeri ≤ 4 tim nyeri menyerahkan kembali penanganan nyeri kepada DPJP.8. Pada pasien yang dilakukan pembedahan, penanganan nyeri dimulai dari

preoperasi hingga pasca operasi minimal sampai hari ketiga pasca operasi atau

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

120

Page 37: PP

Care of Patients (COP)

selama DPJP tetap mengkonsulkan kepada tim nyeri untuk rawat bersama sampai skor nyeri 0.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

121

Page 38: PP

Care of Patients (COP)

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

NOMOR: HK.03.05/SK.IV.D.23/ /2012

T E N T A N G

PEMBENTUKAN TIM KLINIS PENANGANAN NYERI

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

-----------------------------------------------------------------------------

DIREKTUR UTAMA RSUP SANGLAH DENPASAR

Menimbang : Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan di RSUP Sanglah Denpasar khususnya dalam penanganan nyeri maka RSUP Sanglah Denpasar membentuk akan melakukan pelayanan penanganan Nyeri, ditetapkan dengan Keputusan Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar

Mengingat:

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5063);

2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5072);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4502);

4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 436/Menkes/SK/VI/1993 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis, junto Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;

5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 0584/Menkes/SK/VI/1995 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional;

6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional;

7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2005 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Kelas A;

8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1676/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar;

9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1012/Menkes/SKI/IX/2007 tentang Susunan Dan Uraian Jabatan Serta Tata Hubungan Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar;

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

122

Page 39: PP

Care of Patients (COP)

10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 121/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Medik Herbal;

12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 003/Menkes/Per/2010 tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan;

13. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor HK.03.05/II/1635/2010 tentang Rumah Sakit Untuk Pelayanan dan Pengembangan Pengobatan Komplementer dan Alternatif.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA TENTANG PEMBENTUKAN TIM KLINIS PENANGANAN NYERI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Pertama : Mencabut Keputusan Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar Nomor HK.03.05/SK.IV.D23/16220a/2011 tertanggal 20 Desember 2011, tentang Pembentukan Tim Klinis Pelayanan dan Pengembangan Pengobatan Komplementer-Alternatif Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Kedua : Membentuk Tim Klinis Penanganan Nyeri, dengan susunan personalia seperti tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Tugas Tim Klinis adalah :

1. Membuat SPO (Standar Prosedur Operasional) Penanganan Nyeri di RSUP Sanglah Denpasar.

2. Membuat standar pelayanan medik Penanganan Nyeri.3. Mengevaluasi pelaksana Penanganan Nyeri.

Keempat : Tim Klinis dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab dengan membuat Laporan secara berkala kepada Ketua Komite Medik RSUP Sanglah Denpasar.

Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

123

Page 40: PP

Care of Patients (COP)

KEMENTERIAN KESEHATAN RIDIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASARJalan Diponegoro Denpasar Bali (80114)

Telepon. (0361) 227911-15, 225482, 223869, Faximile: (0361)224206Email : [email protected] : www.sanglahhospitalbali.com

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

NOMOR: HK.03.05/SK.IV.D.23/ /2012

SUSUNAN TIM KLINIS PENANGANAN NYERI

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Pelindung : Direktur Utama RSUP Sanglah DenpasarPenasehat : Para Direktur RSUP Sanglah DenpasarPenanggungjawab : Ketua Komite Medik RSUP Sanglah DenpasarKetua : Dr. Tjok Gde Agung Senapathi, Sp.An.KAR

Sekretaris : Dr. I Made Gede Widnyana, Sp.An.KAR, M.Kes

Anggota/pelaksana :

1. Dr. Putu Pramana Suarjaya, Sp.An.KMN, M.Kes (SMF Anestesi)2. Dr. I Gede Budiarta, Sp.An.KMN (SMF Anestesi)3. Dr. I Made Gede Widnyana,Sp.An.KAR, M.Kes (SMF Anestesi)4. Dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K) (SMF Obstetri & Ginekologi)5. Dr. Hariyasa Sanjaya, Sp.OG (SMF Obstetri & Ginekologi)6. Dr. I G P Suka Aryana, Sp.PD(K-Ger) ( SMF Ilmu Penyakit Dalam)7. Dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, Sp.BS,M.Kes (SMF Bedah Saraf)8. Dr. I Wayan Niryana, Sp.BS,M.Kes (SMF Bedah Saraf)9. DR.Dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K) (SMF Neurologi)10. Dr. Ida Bagus Budiarta, Sp.B (SMF Bedah)11. Dr. I Wayan Sudarsa, Sp.B.Onk (SMF Bedah)12. Dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT(K) (SMF Bedah Ortopedi)13. Dr. Tjok Gd Oka Dharmayuda, Sp.OT (SMF Bedah Ortopedi)14. Dr. Kadek Budi Santosa, SpU (SMF Urologi)15. Dr. I Wayan Dharma Artana, Sp.A (SMF Ilmu Penyakit Anak)16. Dr. Made Dharmajaya, Sp.B, Sp.BA (SMF Bedah)

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

124

Page 41: PP

Care of Patients (COP)

17. Dr. Ketut Sudartana, Sp.B,KBD (SMF Bedah)18. Dr. I Wayan Sucipta, Sp.THT-KL (SMF THT)19. Dr. A A Mas Putrawati Triningrat, Sp.M (SMF Mata)20. Drg. Stefanus A Triwibowo, Sp.BM (SMF Gigi dan Mulut)21. Dr. Lely Setyawati, Sp.KJ(K) (SMF Psikiatri)22. Dr. A A A Srikandhyawati, Sp.RM (SMF Rehabilitasi Medik)

2. Patient Controlled Analgesia (Pca) Intravena Untuk Tata Laksana NyeriKebijakan :1. Analgesia intravena PCA dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesiologi dan

atau PPDS I anestesi yang telah dinyatakan kompeten .2. Selama penggunaan PCA, tetap memperhatikan teknik aseptik dan standar

precaution3. Indikasi analgesia intravena PCA:

a. Pasien dengan pembedahan di daerah leher, toraks, abdomen, ginekologi, ekstremitas yang diprediksi akan mengalami nyeri sedang-berat pasca bedah Visual Analogue Scale (VAS) > 40mm atau Numerical Rating Scale (NRS) > 4.

b. Nyeri akut lainnya.c. Nyeri kronik dan nyeri kanker.

4. Kontraindikasi untuk analgesia intravena PCA:a. Pasien menolak.b. Pasien dengan keterbatasan mental, fisik dan pengetahuan untuk

mengaktivasi tombol alat PCA.c. Alergi terhadap obat analgesia intravena PCA.

5. Pasca bedah Dokter Spesialis Anestesiologi dan atau PPDS I anestesi akan memberikan instruksi regimen analgesia intravena PCA pasca bedah yang meliputi :a. Jenis obat, bolus awal, dosis bolus PCA, lock out interval, dan dosis

maksimal tiap jam atau 4 jamb. Pemantauan yang harus dilakukanc. Tata laksana kompikasi dan efek sampingd. Tata laksana breakthrough pain e. Yang harus dihubungi bila terjadi komplikasi

6. Di ruang rawat, pasien dimonitor secara periodik di ruang rawat: tanda vital, skala nyeri, A/D rasio, pruritus, retensi urine, derajat sedasi baik oleh dokter anestesiologi, dokter jaga / MOD maupun oleh perawat ruangan.

7. Analgesia intravena PCA untuk tata laksana nyeri pasca bedah dilakukan selama 2 sampai 3 hari pasca bedah dan dapat diperpanjang bila dipandang perlu.

8. Tindakan dan obat-obatan yang diberikan dicatat pada rekam medis pasien.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

125

Page 42: PP

Care of Patients (COP)

9. Naloxone injeksi harus tersedia setiap saat di ruang rawat pasien yang mendapat terapi PCA intravena untuk antidotum opioid.

Prosedur :

1. Informed Consent dan edukasi tentang PCA kepada pasien dan penunggunya.2. Persiapan mesin PCA, obat serta instruksi selanjutnya dilakukan oleh

Dokter Spesialis Anestesi. 3. Pada pasien pasca operasi, PCA dimulai segera setelah pasien sadar baik dan

mampu berkomunikasi.4. Terapi PCA untuk nyeri akut paska bedah dapat dikombinasikan dengan

obat-obat lainnya sesuai konsep multimodal analgesia yang dapat dimulai pada periode perioperatif.

5. Bila dipandang perlu, saat memulai PCA opioid intravena, dapat diberikan dosis bolus awal sesuai instruksi Dokter Spesialis Anestesi untuk mencapai target intensitas nyeri VAS < 40 mm atau NRS < 4.

6. Dalam 1 jam pertama terapi PCA, evaluasi dan monitoring intensitas nyeri dilakukan setiap 15 menit, dan bila diperlukan VAS > 40 mm atau NRS > 4 diberikan dosis bolus tambahan sesuai instruksi dokter anestesi.

7. Pemberian obat-obat yang bersifat sedasi harus sepengetahuan dokter anestesi karena akan berinteraksi sinergis dengan obat opioid pada PCA

8. Monitoring dan observasi : a. Harus tercatat di lembar observasi APS PCA intravena.b. Skala sedasi, skala nyeri, frekuensi nafas, nadi, dan skala PONV serta efek

samping lainnya harus dicatat setiap 15 menit untuk 1 jam pertama dan selanjutnya minimal setiap 3 jam sampai PCA dihentikan.

c. Pulse oksimetri hanya jika ada indikasi, tapi harus tersedia di ruang rawat pasien.

d. Berikan oksigen dengan nasal kanul 2 L/mnt atau lebih sesuai indikasi.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

126

Page 43: PP

Care of Patients (COP)

Indikasi Pulse Oksimetri

Kontinyu pulse oksimetri dilakukan pada pasien berisiko dengan:

- Skala sedasi ≥ 5- Sleep apneu, snoring

atau obstruksi jalan nafas lainnya

- Spot oksimetri < 94%- Mempunyai masalah

kardiovaskular dan respirasi yang berisiko

- Mendapat obat sedasi lainnya

- Dengan terapi oksigen

Spot pulse oksimetri dilakukan pada:

- Takipneu atau bradipneu- Agitasi atau konfusion- Suspek gangguan

oksigenasi

9. Komplikasi PCA intravena: bila terjadi depresi nafas atau over sedasia. Hentikan PCA ( tutup 3-way stop cock dan matikan mesin PCA)b. Hentikan obat dan infus lainnya yang bersifat sedasic. Usahakan untuk membangunkan pasiend. Segera hubungi dokter anestesie. Jika pasien apneu: berikan ventilasi dengan sungkup muka dan bag, oksigen

100% f. Jika pasien bernafas: pertahankan patensi jalan nafas, monitor saturasi

oksigen dan berikan oksigen via sungkup muka 8 L/mntg. Periksa sirkulasi. Jika pulseless lakukan RJP.10. Berikan naloxone sesuai instruksi yang tertulis dari dokter anestesi:a. Encerkan NALOXONE / NOKOBA 0.4 mg (½ ampul) dengan NaCl 0.9% 19 ml

sehingga 1 ml = 20 microgram naloxoneb. Untuk sedasi berlebihan (sulit dibangunkan, skala sedasi Ramsay ≥ 5 ) :

berikan NALOXONE / NOKOBA 2 mikrogram/kg bb intravena, dapat diulangi setiap 1-2 menit s/d maksimal 5 dosis

Berat badan pasien ..........kg, jadi berikan ..........ml naloxone / x pemberianc. Untuk resusitasi dengan depresi nafas / henti nafas, skala sedasi = 6, berikan

NALOXONE / NOKOBA 10 mikrogram/kgbb intravena, dapat diulangi setiap 1-2 menit s/d maksimal 5 dosis

Berat badan pasien ..........kg, jadi berikan ..........ml naloxone / x pemberian

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

127

Page 44: PP

Care of Patients (COP)

11. Penghentian PCAa. Keputusan untuk menghentikan PCA idealnya harus dikonsultasikan dengan

dokter anestesi.b. Sebagian besar pasien biasanya akan menghentikan sendiri pemakaian PCA-

nya seiring dengan berkurangnya nyeri.c. Segera setelah penghentian PCA harus diberikan analgesia oral.d. Waktu penghentian PCA harus tercatat.e. Bila ada opioid yang tersisa harus dibuang dan tidak boleh digunakan untuk

pasien lain.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

128

Page 45: PP

Care of Patients (COP)

ALGORITMA PENANGANAN NYERI DENGAN PATIENT CONTROLLED ANALGESIA (PCA)

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

129

BOLUS DI RR :Morphine ( atau alternative opioid) 1-2 mg iv setiap 5-10 menit sampai vas ≤ 4 dari 10

atau RR < 12x/min ( hentikan pemberian bolus)

Start PCA IVDemand dose : 1 mg morphine (atau 25-30 mcg fentanyl)Lockout interval : 5-10 menit, batas max 4 jam : 10 mg,

tanpa infus kontinyu

Nyeri berkurang bermakna, pasien puas

Lanjutkan regimen PCA IV sampai dirubah ke

analgesia oral

Pasien tetap mengeluh nyeri

Apakah pasien berhasil mendapatkan 2-3 dosis

dalam 1 jam

YAApakah pasien

Tersedasi ?

Pasien tersedasi

Tambahka

n analgesia

non opioid

Pasien tidak tersedasi

berikan bolus morphine 1

mg dan naikkan demand

dose 1,5 mg

Nyeri berkurang

Lanjutkan

regimen

PCA IV

sampai

dirubah ke analgesia oral

Tetap

mengelu

h nyer

i

Bolus morphine 1mg dan

tambahka

n infus kontinyu

TIDAKUlangi

edukasi ke pasien

Page 46: PP

Care of Patients (COP)

3. Panduan Umum Penanganan Nyeri Akut Intensitas Nyeri Sedang

Kebijakan : 1. SK Menteri Kesehatan RI No.519/Menkes/PER/III/2011 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit2. Standar Pelayanan Medik Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif RSUP

Sanglah Denpasar, 2012Prosedur :1. Anamnesa dan evaluasi mengenai riwayat nyeri pasien secara menyeluruh2. Penilaian VAS 50-69 mm atau NRS 5-6.3. Diberikan kombinasi obat sesuai konsep multimodal analgesia.4. Berikan asetaminophen secara oral, bila tidak memungkinkan oral diberikan

secara parenteral, dosis 10-15 mg/kgbb setiap 4-6 jam, dengan maksimal dosis 4 gr/24 jam (dewasa). Pemberian secara parenteral diberikan dalam waktu >15 menit, tidak boleh lebih cepat dari 15 menit. Tidak direkomendasikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati

5. Tambahkan NSAID non selektif atau NSAID selektif secara oral ataupun parenteral sesuai indikasi dan kontraindikasi, yang diberikan sesuai jadwal waktunya (setiap 8 atau 12 jam sekali). Tidak direkomendasikan menggunakan kombinasi 2 NSAID yang segolongan.

6. Evaluasi intensitas nyeri dilakukan setelah 30-60 menit setelah obat diberikan, bila intensitas nyeri tidak berkurang, diberikan tambahan opioid ringan:a. Tramadol 1-2 mg/kgbb oral atau intravena. Bila diberikan secara

intravena, jangan dibolus, berikan secara perlahan-lahan, sebaiknya diberikan dengan drip NaCl 0,9% 100 ml.

b. Codein tablet, 10-60 mg (3 mg/kgbb/hari), maksimal 240 mg/hari diberikan dalam dosis terbagi 4-6 kali/hari.

7. Evaluasi ulang dilakukan setelah 30-60 menit, bila intensitas nyeri berkurang menjadi nyeri ringan yang tolerable, terapi dilanjutkan sesuai medikamentosa tersebut, tetapi bila nyeri tidak berkurang, diberikan opioid kuat secara sistemik.

8. Pilihan opioid sistemik dapat dilihat pada protokol nyeri berat.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

130

Page 47: PP

Care of Patients (COP)

4. Panduan Umum Penanganan Nyeri Akut Intensitas Nyeri BeratKebijakan :

1. SK Menteri Kesehatan RI No.519/Menkes/PER/III/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit.

2. Standar Pelayanan Medik Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Sanglah Denpasar, 2012.

Prosedur :

1. Anamnesa dan evaluasi mengenai riwayat nyeri pasien secara menyeluruh.2. Penilaian VAS ≥ 70 mm atau NRS ≥7.3. Diberikan kombinasi obat sesuai konsep multimodal analgesia.4. Dapat diberikan kombinasi asetaminophen, NSAID non selektif dan selektif

sesuai indikasi dan kontraindikasi.5. Berikan opioid kuat:

a. Morfin / fentanyl intravena menggunakan mesin Patient Controlled Analgesia (PCA) yang didahului dengan bolus awal morfin / fentanyl intravena untuk menurunkan intensitas nyeri

b. Regional Analgesia atau blok saraf tepi menggunakan kombinasi anestesi lokal dan atau opioid bila memungkinkan sesuai indikasi dan kontraindikasi.

6. Evaluasi dilakukan setiap 15-30 menit untuk mencapai penurunan intensitas nyeri berat menjadi nyeri ringan yang tolerable.

7. Bila dengan pemberian opioid pasien masih tetap nyeri tapi telah terjadi efek samping kearah overdosis opioid (sedasi berlebihan dan depresi nafas), dapat diberikan tambahan obat adjuvant seperti antikonvulsan, antidepresan, antagonis NMDA, clonidine, dll.

8. Bila nyeri telah terkontrol dan stabil, pemberian opioid intravena dapat dirubah menjadi opioid oral dengan konversi dosis intravena menjadi oral sesuai dosis ekuianalgesia.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

131

Page 48: PP

Care of Patients (COP)

VII. Standar 7: Akhir Kehidupan1. SPO Penanganan Pasien Akhir Kehidupan

Kebijakan :1. Untuk pasien-pasien yang dinyatakan mati batang otak tidak dilakukan resusitasi,

diberikan terapi suportif saja2. Semua pasien yang mengalami fase akhir kehidupannya ( pasien yang mendekati

ajal ) berhak mendapatkan pelayanan rohaniawan yang dilaksanakan seesuai dengan rosedur

Prosedur :1. Pada pasien-pasien yang di rawat paliatif dan menunjukkan tanda-tanda mati, maka

Tim Paliatif akan menyampaikan kondis pasien kepada keluarga.2. Tim Paliatif akan melaksanakan edukasi kepada keluarga pasien dan berkomunikasi

dengan dokter DPJP mengenai keinginan keluarga pasien3. Sementara ini di Rumah Sakit Sanglah Denpasar kegiatan ini akan dilakukan di

ruang perawatan pasien4. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan oleh Tim Paliatif yang jaga saat itu.5. Kalau keluarga menginginkan rohaniawan yang mendampingi saat-saat terakhir,

maka Tim Paliatif akan menghubungi Humas Rumah Sakit Sanglah Denpasar akan memfasilitasi.

2. Protap Bersama Pelayanan Terpadu Kegiatan Kerohanian Kebijakan :1. SK DIRUT RSUP Sanglah Denpasar Nomor RSUP/SK-HK.00.06-D.23/028 tentang

Hak dan Kewajiban Pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.2. Hak pemenuhan kebutuhan dalam menjalankan ritual / doa keselamatan bersama

terkait pada hak pelanggan (konsumen) untuk mendapatkan pelayanan yang memuaskan sesuai dengan yang dipersyaratkan JCI.

3. Pelayanan Doa Keselamatan bersama dapat dilakukan dengan baik di RSUP Sanglah dan terkordinir melalui satu pintu.

4. Tim Pelayanan Kegiatan Kerohanian yang dibuat di RSUP Sanglah melakukan kordinasi dan pemantauan melekat terhadap pelaksanaan pelayanan.

Prosedur :1. Pasien dan atau keluarga dapat meminta ke rumah sakit melalui petugas

ruangan / pesawat untuk pelaksanaan Kegiatan Kerohanian yang ingin dilakukan.

2. Petugas ruangan yang menerima permintaan tersebut, menanyakan kepada keluarga / mengecek di rekam medis jika ada tercantum agama dan atau kepercayaan yang dianut oleh pasien / pelanggan.

3. Petugas ruangan mengisi blangko permintaan (terlampir) serta menginformasikan pelaksanaan kegiatan kerohanian kepada keluarga dan atau pasien.

4. Petugas ruangan menghubungi petugas yang berwenang untuk konfirmasi waktu dan pelaksanaan secara rinci.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

132

Page 49: PP

Care of Patients (COP)

5. Sesuai waktu, telah tersedia petugas layanan, kesiapan pasien dan atau keluarga maka kegiatan kerohanian dapat dilakukan di kamar pasien dan apabila proses ini dilaksanakan dimana beberapa pasien bercampur dalam satu ruangan dengan pasien yang bersangkutan, maka diwajibkan kepada petugas ruangan agar terlebih dahulu minta ijin kepada pasien yang disebelahnya.

6. Proses layanan Kegiatan Kerohanian dapat dilakukan sekurang-kurangnya jam 21.00 Wita.

7. Ruangan yang dimanfaatkan untuk itu ialah ruang rawat inap tempat pasien dirawat / jika memungkinkan pasien dipindah ke ruangan khusus yang memang disiapkan untuk kepentingan proses Kegiatan Kerohanian.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

133

Page 50: PP

Care of Patients (COP)

Pasien/keluarga

Melakukan Permintaan Pelayanan Kerohanian

Perawat Ruangan

Memberikan formpermintaan layanan

Pasien/keluarga

Mengisi FormPermintaan layanan

kerohanian

3. Alur Permintaan Pelayanan KerohanianPROSES CATATAN MUTU

4. SPO Do Not Attempt Resuscitation (Dnar)Kebijakan :1. Instruksi DNAR harus dilakukan secara tertulis di lembar khusus oleh dokter yang

meminta, setelah disetujui dalam rapat tim dokter yang merawat, atau disetujui oleh 3 orang dokter yaitu Spesialis Anestesiologi dan 2 orang dokter lain yang ditunjuk oleh Komite Medik rumah sakit.

2. Status DNAR diberlakukan terhadap pasien dengan fungsi otak masih ada atau dengan harapan akan ada pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3. Pasien yang masih sadar tetapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik / paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

Prosedur :1. Pasien dengan klinis kegagalan jantung, paru atau organ lain atau dengan penyakit

stadium akhir tetapi fungsi otak masih ada, dibicarakan dalam rapat tim dokter yang merawat, dokter lain yang ditunjuk komite medik dan perwakilan dari komite medik.

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

134

Mulai

A/2Formulir permintaan

Formulir Permintaan

Page 51: PP

Care of Patients (COP)

2. Hasil rapat tim disampaikan ke pihak keluarga, dan setelah keluarga setuju (dengan tanda tangan persetujuan), status DNAR ditulis di lembaran khusus.

3. Semua terapi tetap diberikan, dan pada saat pernapasan pasien berhenti dan atau jantung pasien berhenti berdenyut, RJP tidak dilakukan

5. SPO Penentuan Mati Batang Otak (Mbo)Kebijakan :1. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3 orang dokter yaitu Spesialis

Anestesiologi, Spesialis Neurologi dan 1 dokter lain yang ditunjuk oleh Komite Medik rumah sakit.

2. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang otak yang ireversibel (MBO), atas persetujuan pihak keluarga.

3. Jika dipertimbangkan donasi organ bantuan jantung paru tetap diteruskan sampai organ yang diperlukan telah

Prosedur :

1. Pasien dengan klinis kerusakan fungsi batang otak yang ireversibel, didiskusikan dalam rapat tim dokter (melibatkan Spesialis Anestesiologi, Spesialis Neurologi dan dokter lain yang ditunjuk oleh Komite Medik serta perwakilan dari Komite Medik.

2. Hasil rapat tim yaitu pasien dinyatakan MBO disampaikan ke pihak keluarga oleh tim dokter dan pasien ditentukan meninggal (dibuatkan sertifikasi MBO).

3. Setelah Mendapat Persetujuan Keluarga, Semua Terapi Dihentikan (Kecuali Dipertimbangkan Ada Donasi Organ, Bantuan Jantung Paru Tetap Diberikan Sampai Organ Yang Didonor Telah Diambil).

4. Pasien dengan ventilasi mekanik (ventilator), diatur pemberian fraksi oksigen maksimal 21%, jumlah bantuan nafas semenit sesuai dengan jumlah nafas orang normal pada umumnya dan PEEP sebesar 4-5 mmHg.

5. Jika Semua Fungsi Jantung (Hemodinamik) Dan Paru (Respirasi) Memburuk, Tidak Dilakukan Resusitasi Jantung Paru (Dnar), Sampai Semua Kerja Organ Berhenti Bekerja, Diinformasikan Ke Pihak Keluarga

Intelectual Right of Sanglah Hospital 2012

135