Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

8
9 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA” Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya Untuk Kepentingan Bioprospeksi 1 AKHIRTA ATIKANA Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI Kompleks Cibinong Science Center Jl. Raya Jakarta Bogor KM 46, Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat 16911 Tel. 021 – 8754587/ Fax. 021 8754588 Email: [email protected] Pendahuluan Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman flora dan fauna yang tinggi, nomor dua setelah Brazil. Selain beraneka ragam flora dan fauna di daratan, potensi kekayaan laut Indonesia juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Salah satu dari keanekaragaman hayati laut Indonesia yang terkenal hingga manca negara adalah ekosistem terumbu karang yang indah dan sudah diakui dunia. Di samping itu, terumbu karang Indonesia merupakan bagian dari kawasan World Coral Triangle dan sebanyak 16% dari ekosistem terumbu karang dunia ada di Indonesia. Beberapa lokasi terumbu karang Indonesia bahkan kini sudah dikembangkan menjadi wahana pariwisata yang dapat menambah pemasukan devisa negara, seperti yang ada di taman nasional Bunaken, Raja Ampat, Wakatobi, Karimun Jawa, serta Derawan dan Maratua. Terumbu karang merupakan habitat penting untuk perkembangbiakan berbagai biota laut seperti ikan dan kerang. Selain itu, terumbu karang juga merupakan tempat berlindung bagi binatang avertebrata seperti spons dan koral. Spons (phylum: Porifera) merupakan hewan multiseluler yang diyakini sebagai binatang tertua sejak era prekambia. Secara anatomi skeleton (kerangka), spons dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu Hexactinellida, Calcarea dan Demospongia (Gambar 1). Namun demikian, berbagai jenis spons dapat memiliki morfologi yang berbeda-beda dan seringkali bergantung pada lokasi, ketersediaan makanan, suhu, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Morfologi tubuh spons dan berbagai tipe sel yang menyusun tubuh spons dapat dilihat di Gambar 2. Secara sederhana, spons berbentuk silinder dengan saluran spongocoel yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi air di tubuh spons. Air yang masuk ke dalam tubuh spons akan dikeluarkan kembali melalui osculum. Selain itu, tubuh spons tersusun atas berbagai jenis sel seperti pinacocytes, mesohyl, ostia, choanocytes, dan amoebocytes. Pada beberapa spons juga memiliki sclerocytes, yaitu spikula kecil yang ada di dalam mesohyl. Selain sebagai tempat berlindung dan habitat ikan karang, spons juga merupakan sumber makanan bagi berbagai organisme yang hidup di sekitarnya. Di samping berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan hidup dan kesehatan ekosistem terumbu karang, spons juga berkontribusi dalam daur siklus karbon dan nitrogen di ekosistem terumbu karang melalui sirkulasi air dan nutrien, dengan melakukan filtrasi air laut di dalam tubuhnya. Di dalam perairan, spons memanfaatkan karbon BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Transcript of Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

Page 1: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

9 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya Untuk Kepentingan Bioprospeksi1

AKHIRTA ATIKANA Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI Kompleks Cibinong Science Center Jl. Raya Jakarta Bogor KM 46, Cibinong, Kab. Bogor, Jawa Barat 16911 Tel. 021 – 8754587/ Fax. 021 8754588 Email: [email protected]

Pendahuluan

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman flora dan fauna yang tinggi, nomor dua setelah Brazil. Selain beraneka ragam flora dan fauna di daratan, potensi kekayaan laut Indonesia juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Salah satu dari keanekaragaman hayati laut Indonesia yang terkenal hingga manca negara adalah ekosistem terumbu karang yang indah dan sudah diakui dunia. Di samping itu, terumbu karang Indonesia merupakan bagian dari kawasan World Coral Triangle dan sebanyak 16% dari ekosistem terumbu karang dunia ada di Indonesia. Beberapa lokasi terumbu karang Indonesia bahkan kini sudah dikembangkan menjadi wahana pariwisata yang dapat menambah pemasukan devisa negara, seperti yang ada di taman nasional Bunaken, Raja Ampat, Wakatobi, Karimun

Jawa, serta Derawan dan Maratua.

Terumbu karang merupakan habitat penting untuk perkembangbiakan berbagai biota laut seperti ikan dan kerang. Selain itu, terumbu karang juga merupakan tempat berlindung bagi binatang avertebrata seperti spons dan koral. Spons (phylum: Porifera) merupakan hewan multiseluler yang diyakini sebagai binatang tertua sejak era prekambia. Secara anatomi skeleton (kerangka), spons dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu Hexactinellida, Calcarea dan Demospongia (Gambar 1).

Namun demikian, berbagai jenis spons dapat memiliki morfologi yang berbeda-beda dan seringkali bergantung pada lokasi, ketersediaan makanan, suhu, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Morfologi tubuh spons dan berbagai tipe sel yang menyusun tubuh spons dapat dilihat di Gambar 2. Secara sederhana, spons berbentuk silinder dengan saluran

spongocoel yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi air di tubuh spons. Air yang masuk ke dalam tubuh spons akan dikeluarkan kembali melalui osculum. Selain itu, tubuh spons tersusun atas berbagai jenis sel seperti pinacocytes, mesohyl, ostia, choanocytes, dan amoebocytes. Pada beberapa spons juga memiliki sclerocytes, yaitu spikula kecil yang ada di dalam mesohyl.

Selain sebagai tempat berlindung dan habitat ikan karang, spons juga merupakan sumber makanan bagi berbagai organisme yang hidup di sekitarnya. Di samping berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan hidup dan kesehatan ekosistem terumbu karang, spons juga berkontribusi dalam daur siklus karbon dan nitrogen di ekosistem terumbu karang melalui sirkulasi air dan nutrien, dengan melakukan filtrasi air laut di dalam tubuhnya. Di dalam perairan, spons memanfaatkan karbon

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 2: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

10 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

organik yang terlarut dalam air (DOC, Dissolved Organic Carbon) dan mengubahnya menjadi karbon yang dapat dimanfaatkan oleh

organisme heterotrophic lain yang membutuhkan nutrien. Sirkulasi nutrien ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap kualitas air laut

pada ekosistem terumbu karang (de Goeij et al., 2013).

Gambar 1. Klasifikasi spons berdasarkan jenis spikulanya (modifikasi dari Hickman et al., 2001)

Gambar 2. (a) Morfologi spons dan (b) berbagai tipe sel yang menyusun tubuh spons (https://courses.lumenlearning.com/wm-biology2/chapter/morphology-of-sponges/

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 3: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

11 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

Spons juga diketahui memiliki hubungan simbiosis dengan berbagai komunitas mikroorganisme. Simbiosis antara spons dan mikroorganisme asosiasinya (atau sering disebut simbion) ini dapat mencakup 35% dari biomassa spons (Egan & Thomas, 2015). Mikroorganisme simbion memiliki beberapa peran penting, antara lain adalah peran dalam metabolisme spons, dalam fotosintesis,

dan dapat merupakan bagian dari pertahanan diri dari spons. Salah satu jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses fotosintesis adalah Cyanobacteria. Mikroorganisme jenis Cyanobacteria membantu spons untuk bertahan hidup di daerah yang tidak banyak terdapat makanan dengan cara memanfaatkan sumber makanan alternatif bagi spons, antara lain dengan

mengubah sulfur yang terlarut di dalam air laut, atau yang berupa nitrogen. Interaksi yang terjadi antara spons dan mikroorganisme simbionnya dengan organisme-organisme lain yang hidup di dalam ekosistem terumbu karang sangat penting karena tiap organisme saling mempengaruhi keberlangsungan di dalam ekosistem tersebut (Gambar 3).

Gambar 3. Berbagai faktor yang mempengaruhi siklus dan fungsi pada ekosistem terumbu karang (modifikasi Pita et al., 2018).

Potensi Spons dari Indonesia Untuk Kepentingan Bioprospeksi

Berbagai jenis spons yang ada di Indonesia memiliki warna dan

morfologi yang berbeda-beda (Gambar 4). Hasil penelitian menyebutkan ada lebih dari 800 jenis spons yang telah berhasil dikoleksi dan diidentifikasi dari berbagai wilayah perairan di Indonesia (de Voogd & van Soest, 2002). Selain itu, hasil

survey dari Pusat Penelitian Oceanografi LIPI, juga menyebutkan bahwa perairan Indonesia bagian timur memiliki keberlimpahan spons yang relative tinggi jika dibandingkan dengan perairan Indonesia wilayah

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 4: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

12 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

barat (Rachmat, 2007). Hal ini sesuai dengan lokasi Indonesia wilayah timur

yang merupakan bagian dari World Coral Triangle, yang terkenal dengan

keberlimpahan terumbu karangnya.

Gambar 4. Berbagai jenis spons di perairan Indonesia: Melophlus sarassinorum (a), Rhabdastrella globostellata (b,c,h), Penares solasii (d), Petrosia sp. (e,f), dan Theonella sp. (gambar koleksi pribadi).

Selain berperan penting dalam mempertahankan stabilitas dan fungsi ekosistem, spons juga diketahui memiliki kemampuan untuk mensintesis senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai bahan baku obat. Sebanyak 37% dari bahan kimia berpotensi obat yang dikembangkan dari laut diketahui berasal dari spons (Gambar 5). Disamping itu, ulasan rangkuman beragam studi terhadap berbagai jenis spons Indonesia juga menunjukan banyak

senyawa jenis baru yang dikoleksi dari berbagai jenis spons Indonesia (Mehbub et al., 2014), terutama senyawa dari golongan alkaloid (Putra & Jaswir 2014, Tapilatu 2015). Salah satu jenis spons tersebut adalah dari spons jenis Acanthostrongylophora yang berasal dari Manado, Sulawesi. Hasil penelitian terhadap spons Acanthostrongylophora, terutama jenis A. ingens, menunjukan bahwa spons tersebut mampu menghasilkan senyawa alkaloid baru yang bermanfaat sebagai anti malaria dan diberi nama

manzamine (Rao et al., 2004, El Desoky et al., 2014). Selain Acanthostrongylophora, spons jenis Melophlus sarassinorum juga dilaporkan mampu memproduksi senyawa melophlins, yang bermanfaat sebagai antikanker (Aoki et al., 2000a). Di samping itu, senyawa-senyawa jenis baru juga ditemukan di spons Lamellodysidea herbacea (Hanif et al., 2007), Haliclona sp. (Aoki et al., 2000b) dan Petrosia strongylata (Aoki et al., 2002) dari Indonesia.

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 5: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

13 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

Gambar 5. Sumber senyawa alam yang berasal dari laut (Blunt et al., 2005)

Gambar 6. Berbagai jenis bakteri simbion pada spons (Webster & Taylor, 2012) Potensi Mikroorganisme yang Berasosiasi dengan Spons Indonesia Untuk Bioprospeksi

Berdasarkan komunitas mikroorganisme simbion, spons dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu High Microbial Abundance

(HMA) dan Low Microbial Abundance (LMA). Komunitas mikroorganisme pada spons kategori HMA kurang lebih dua atau tiga kali lebih besar dari komunitas mikroorganisme yang terdeteksi pada air laut. Sementara komunitas mikroorganisme pada spons kategori LMA kurang lebih

hampir sama dengan komunitas mikroorganisme yang terdeteksi pada air laut (Webster & Taylor, 2012). Komunitas mikroorganisme yang hidup bersimbiosis dengan spons antara lain dapat berupa berbagai jenis bakteri dan archaea, serta beberapa eukariota lain seperti diatom, dinoflagella

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 6: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

14 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

dan fungi. Sementara itu, bakteri simbion terbesar pada spons berasal dari jenis Proteobacteria (Gambar 6).

Spons dan mikroorganisme simbion yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif merupakan target untuk penelitian-penelitian terkini, terutama di bidang kesehatan dan farmasi (Mehbub et al.,

2014). Senyawa-senyawa bioaktif yang diproduksi oleh spons dan mikroorgansme simbionnya antara lain diketahui bermanfaat sebagai antivirus, antibiotik, antimikroba, dan antifungi (Indraningrat et al., 2016). Hasil penelusuran ilmiah terhadap berbagai mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons

menunjukan bahwa bakteri merupakan produsen terbesar dari senyawa yang berpotensi sebagai antimikroba (90%). Bakteri dari genus Steptomyces dan fungi dari genus Aspergillus diketahui merupakan produsen senyawa antimikroba terbanyak (Gambar 7).

Gambar 7. Distribusi mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons yang diketahui mampu memproduksi senyawa antimikroba: (a) bakteri dan fungi; (B) bakteri; and (C) fungi (Indraningrat et al., 2016).

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 7: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

15 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

Di antara mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons Indonesia, fungi Penicillium cf montanense telah diisolasi dari spons Xestospongia exigua yang berasal dari Bali. P. montanense ini mampu menghasilkan senyawa xestodecalactones yang aktif dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans (Edrada et al., 2002). Selain itu, fungi Aspergillus versicolor dari spons Xestospongia exigua telah dilaporkan berhasil dikoleksi dari Bali. A. versicolor ini menghasilkan senyawa aspergillitine yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis (Lin et al., 2003). Aktinomisetes dari genus Micromonospora yang diisolasi dari spons Acanthostrongylophora sp. di Manado juga diketahui mampu menghasilkan senyawa manzamine A yang dapat dikembangkan sebagai obat antimalaria (Peroud et al., 2006).

Penutup

Saat ini, semakin banyak mikroba patogen yang telah dilaporkan menjadi resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yang umum digunakan oleh masyarakat, sehingga penemuan dan pengembangan antibiotik jenis baru menjadi penting dan krusial untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi farmasi modern, proses penemuan kandidat antibiotik jenis baru dapat dilakukan dengan eksplorasi secara menyeluruh terhadap sumber daya alam yang secara ilmiah telah terbukti mampu menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kandidat obat-obatan, seperti spons dan mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons.

Berbagai metode yang telah umum dilakukan untuk ekstraksi senyawa dari spons dan mikroorganisme simbion adalah dengan menggunakan berbagai jenis pelarut organik, seperti etanol, methanol, etil asetat, dan juga pelarut air. Selain itu, metode terkini berupa eksplorasi terhadap sekuen genom dan metagenom secara keseluruhan juga diharapkan mampu mempercepat proses penemuan dan pengembangan obat jenis baru. Metode next generation sequencing (NGS) dapat dimanfaatkan untuk studi metagenom dan identifikasi komposisi mikroorganisme pada spons. Di samping itu, adanya sekuen genom memungkinkan identifikasi gen-gen yang bertanggung jawab terhadap proses sintesis senyawa aktif, seperti gen Polyketide

Synthase (PKS) dan Non-Ribosomal Peptide Synthase (NRPS) yang bertanggung jawab untuk produksi Polyketides dan Non-Ribosomal Peptides. Kedua senyawa tersebut (Polyketides dan Non-Ribosomal Peptides) merupakan contoh senyawa bioaktif yang telah banyak diesktrak dari spons dan mikroorganisme asosiasinya. Terlebih lagi, eksplorasi dan identifikasi gen-gen PKS dan NRPS pada spons dan mikroorganisme simbionnya dapat digunakan untuk menentukan secara cepat potensi spons dan mikroorganisme simbionnya dalam memproduksi senyawa-senyawa aktif yang bermanfaat sebagai obat. Riset yang berbasis sekuen genom juga diketahui mampu mempercepat dan memaksimalkan proses penemuan senyawa-senyawa jenis baru yang berpotensi sebagai kandidat bahan baku obat (Caron et al., 2001).

Daftar Pustaka Aoki, S., Higuchi, K., Ye, Y.,

Satari, R., and Kobayashi, M. (2000a). Melophlins A and B, Novel Tetramic Acids Reversing the Phenotype of Ras-Transformed Cells, from the Marine Sponge Melophlus Sarassinorum. Tetrahedron 56: 1833–1836.

Aoki, S., Matsui, K., Tanaka, K., Satari, R., and Kobayashi, M. (2000b) Lembehyne A, a

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020

Page 8: Potensi Spons Indonesia dan Mikroorganisme Asosiasinya ...

16 1 Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel yang diterbitkan oleh majalah online PPI Wageningen “AKSATA”

Novel Neuritogenic Polyacetylene from a Marine Sponge Haliclona Sp. Tetrahedron 56: 9945-9948

Aoki, S., Naka, Y., Itoh, T., Furukawa, T., Rachmat, R., Akiyama, S., and Kobayashi, M. (2002) Lembehsterols A and B, Novel Sulfated Sterols Inhibiting Thymidine Phosphorylase, from Marine Sponge Petrosia strongylata. Chemical Pharmacology Bulletin 50: 827-830

Biology for Majors II. Module 11: Invertebrates. Different Cell Types in Sponges. 2020. Https://Courses.Lumenlearning.Com/Wm-Biology2/Chapter/Morphology-Of-Sponges/ (Diakses tanggal 03 September 2020).

Blunt, J. W.; Copp, B. R.; Munro, M. H. G.; Northcote, P. T. and Prinsep, M. R., (2005). Review Article: Marine Natural Products. Natural Product. Report.22: 15-61

Caron, P.R., Mullican, M. D., Mashal, R. D., Wilson, K. P., Su, M.S. and Murcko, M.A. (2001). Chemogenomic approaches to drug discovery. Current Opinion. Chemical. Biology. 6, 1101-1110.

De Goeij J. M, Van Oevelen D, Vermeij M. J. A, Osinga R, Middelburg J. J, De Goeij AFPM and Admiraal W. (2013). Surviving in a Marine Desert: the Sponge Loop Retains Resources within

Coral Reefs. Science, 342: 108−110

Egan, S. and Thomas, T. (2015). Editorial For: Microbial Symbiosis of Marine Sessile Hosts- Diversity and Function. Frontiers in Microbiology. 6: 585.Doi:10.3389/Fmicb.2015.00585. PMC 4468920. PMID 26136729

Hanif, N., Tanaka, J., Setiawan, A., Trianto, A., De Voogd, N., Murni, A. et al.,.(2007) Polybrominated Diphenyl Ethers from the Indonesian Sponge Lamellodysidea herbacea. Journal Natural Product 70: 432-435

Hickman, C.P., Robert, L.S., and Larson, A. (2001). Integrated Principles of Zoology (11th Ed.). New York: Mcgraw-Hill. P. 247. ISBN: 978-0-07-290961-6

Indraningrat, A.A.G., Smidt, H. and Sipkema, D. (2016). Bioprospecting Sponge-Associated Microbes for Antimicrobial Compounds. Marine Drugs,14: 1-87.

Mehbub, M.F., Lei, J., Franco, C., and Zhang, W. (2014) Marine Sponge Derived Natural Products between 2001 and 2010: Trends and Opportunities for Discovery of Bioactives. Marine Drugs 12: 4539-4577

Pita, L., Rix, L., Slaby, B.M., Franke, A. and Hentschel, U. (2018). The Sponge Holobiont in a Changing Ocean: from Microbes to

Ecosystems. Microbiome, 6(1): 46.

Rachmat, Rachmaniar. 2007. Sponge Diversity, Distribution, Abundance, and Secondary Metabolites Content. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Pusat penelitian Oceanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, p. 123-138

Rao, K., Kasanah, N., Wahyuono, S., Tekwani, B.L., Schinazi, R.F., and Hamann, M.T. (2004). Three New Manzamine Alkaloids from a Common Indonesian Sponge. Journal Natural Product 67: 1314-1318.

De Voogd NJ and Van Soest RWM. 2002. Indonesian sponges of the genus Petrosia Vosmaer (Demospongia: Haplosclerida). Zoologishe Mededelingen: 174

Tapilatu, Y.H. (2015). Status of Drug Discovery Research based on Marine Organisms from Eastern Indonesia. Procedia Chemistry 14: 484-492

Webster, N.S. and Taylor, M.W., (2012). Marine Sponges and Their Microbial Symbionts: Love and Other Relationships. Environmental Microbiology,14(2): 335-46.

BioTrends Vol.11 No.2 Tahun 2020