POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

24
1 POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN PERANAN INDUSTRI MINYAK SAWIT DAN LEMAK DALAM PEREKONOMIAN BALI **) Made Antara *) *) Staf Pengajar pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali Email: [email protected] *) Makalah disajikan pada Webinar Outline ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN EKSPOR MINYAK SAWIT Kelapa Sawit: Pohon Palem Produktif Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Ekspor Minyak Sawit Negata Tujuan Ekspor POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI Industri Sawit sebuah Sistem Agribisnis Sawit Tiga Jalur Hilirisasi Kelapa Sawit Hilirisasi Sawit Menguatkan Kontribusi Industri Sawit Mega-Sektor-Sawit: Memperkuat Sistem Ketahanan Pangan, Enerji, Biomaterial, dan Pelestarian Lingkungan Prospek Masa Depan Industri Minyak Sawit di Indonesia HOAX ISU LINGKUNGAN Isu-Isu Lingkungan Hidup Perkebunan Sawit Moratorium Konsesi Baru Hutan Perawan PERANAN INDUSTRI MINYAK SAWIT DALAM PEREKONOMIAN BALI Pariwisata Motor Penggerak Perekonomian Bali Peran Hasil Industri Hilir Sawit dalam Perekonomian Bali PENUTUP Kesimpulan Rekomendasi REFERENSI 4 September 2021 Kolaborasi

Transcript of POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

Page 1: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

1

POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN

PERANAN INDUSTRI MINYAK SAWIT DAN LEMAK DALAM

PEREKONOMIAN BALI**)

Made Antara*)

*)Staf Pengajar pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali

Email: [email protected]

*) Makalah disajikan pada Webinar

Outline

ABSTRACT

ABSTRAK

PENDAHULUAN

LUAS AREAL, PRODUKSI DAN EKSPOR MINYAK SAWIT

Kelapa Sawit: Pohon Palem Produktif

Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit

Ekspor Minyak Sawit

Negata Tujuan Ekspor

POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI

Industri Sawit sebuah Sistem Agribisnis Sawit

Tiga Jalur Hilirisasi Kelapa Sawit

Hilirisasi Sawit Menguatkan Kontribusi Industri Sawit

Mega-Sektor-Sawit: Memperkuat Sistem Ketahanan Pangan, Enerji, Biomaterial, dan

Pelestarian Lingkungan

Prospek Masa Depan Industri Minyak Sawit di Indonesia

HOAX ISU LINGKUNGAN

Isu-Isu Lingkungan Hidup Perkebunan Sawit

Moratorium Konsesi Baru Hutan Perawan

PERANAN INDUSTRI MINYAK SAWIT DALAM PEREKONOMIAN BALI

Pariwisata Motor Penggerak Perekonomian Bali

Peran Hasil Industri Hilir Sawit dalam Perekonomian Bali

PENUTUP

Kesimpulan

Rekomendasi

REFERENSI

4 September 2021

Kolaborasi

Page 2: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

2

ABSTRACT

Palm oil is one of the plantation commodities that has an important role in the local and national

economy, produces products that are much needed by the industrial sector, absorbs labor, and

generates foreign exchange. Over the last twenty years, the area, production and exports of

crude palm oil have tended to increase. Downstreaming of palm oil in the industrial sector is

able to produce a variety of processed products for export and domestic consumption, and

generate large added value that is able to move the national economy. Tourism as a people's

travel industry involving the hotel, restaurant and travel agency industry is the driving force of

Bali's economy in normal times (without Covid-19), playing a role in absorbing downstream

palm oil industry products such as cooking oil, margarine, candles, soap, various body care

products. , to biodiesel oil which is widely used in the production process of goods and services

in the tourism sector. Thus, the Balinese economy plays a role in encouraging the development

of the palm oil industry in Indonesia, especially from the demand side, because demand can

attract and encourage the production of the downstream palm oil industry. Therefore, it is

recommended that the downstream palm oil industry in Indonesia should continue to be

developed, because processing crude palm oil (CPO) into various kinds of processed products

is able to produce added value that can drive the national economy. The hoax of Indonesian

palm oil plantations that damage the environment that is being campaigned must still be resisted

by presenting true facts and logical arguments, so as to re-awaken Indonesian palm oil

importing countries that palm oil products and other processed products are produced based on

environmentally friendly principles.

Keywords: Downstream Oil Palm, Value Added, Foreign Exchange.

ABSTRAK

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan memiliki peran penting dalam

perekonomian lokal dan nasional, menghasilkan produk yang banyak dibutuhkan oleh sektor

industri, menyerap tenagakerja, dan penghasil devisa. Selama dua puluh tahun terakhir, luas

areal, produksi dan ekspor minyak sawit mentah cenderung meningkat. Hilirisasi sawit di sektor

industri mampu menghasilkan beranekaragam produk olahan untuk ekspor dan konsumsi

domestik, dan menghasilkan nilai tambah besar yang mampu menggerakan perekonomian

nasional. Pariwisata sebagai industri perjalanan orang yang melibatkan industri hotel, restoran

dan biro perjalanan adalah penggerak perekonomian Bali di kala normal (tanpa Coovid-19),

berperanan menyerap produk-produk industri hilir sawit seperti minyak goreng, margarine,

lilin, sabun, berbagai produk perawatan tubuh, hingga minyak biodiesel yang banyak digunakan

dalam proses produksi barang dan jasa di sektor pariwisata. Dengan demikian perekonomian

Bali berperan dalam mendorong pengembangan industri sawit di Indonesia terutama dari sisi

permintaan, karena permintaan dapat menarik dan mendorong produksi industri hilir sawit.

Oleh karena itu disarankan industri hilir sawit di Indonesia sebaiknya terus dikembangkan,

karena pengolahan minyak sawit kasar (CPO) menjadi berbagai macam produk olahan mampu

menghasilkan nilai tambah yang dapat menggerakan perekonomian nasional. Hoax perkebunan

kelapa sawit Indonesia merusak lingkungan yang dikampanyekan harus tetap dilawan dengan

menyajikan fakta-fakta yang benar dan argumentasi yang logis, sehingga menyadarkan kembali

negara-negara importer minyak sawit Indonesia bahwa produk minyak sawit dan produk olahan

lainnya diproduksi berazaskan prinsip-prinsip ramah lingkungan.

Kata Kunci: Hilirisasi Sawit, Nilai Tambah, Devisa Negara.

Page 3: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

3

PENDAHULUAN

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang mempunyai peran

cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia karena kemampuannya

menghasilkan minyak nabati yang banyak dibutuhkan oleh sektor industri. Sifatnya yang tahan

oksidasi dengan tekanan tinggi dan kemampuannya melarutkan bahan kimia yang tidak larut

oleh bahan pelarut lainnya, serta daya melapis yang tinggi membuat minyak kelapa sawit dapat

digunakan untuk beragam peruntukan, diantaranya yaitu untuk minyak masak, minyak industri,

maupun bahan bakar (biodiesel).

Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, merupakan salah satu

komoditas unggulan Indonesia, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara eksporter utama

minyak kelapa sawit mentah dan berbagai produk olahannya. Secara umum produk kelapa sawit

yang dikenal di kalangan masyarakat adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan

minyak inti sawit mentah (Crude Palm Kernel Oil, CPKO). Minyak sawit adalah minyak

“ajaib” yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh masyarakat dunia

melalui Indonesia, merupakan salah satu minyak yang paling banyak diproduksi dan

dikonsumsi di dunia. Minyak yang murah, mudah diproduksi dan harganya sangat stabil ini

digunakan untuk berbagai variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga bisa

digunakan sebagai sumber biofuel atau biodiesel. Pohon kelapa sawit tumbuh di sekitar dan

sepanjang garis khatulistiwa yaitu Asia, Afrika dan Amerika Selatan, karena pohon sawit

membutuhkan suhu hangat, panjang penyinaran, dan curah hujan cukup dalam proses

produksinya.

Keberhasilan Indonesia menyalip Malayisa membangun perkebunan sawit yang berhasil

merebut posisi sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia sejak tahun 2006, telah membawa

perubahan besar baik dalam pasar minyak sawit dunia maupun pasar minyak nabati dunia

secara keseluruhan. Pangsa Indonesia tahun 2016 mencapai 54 persen dari produksi minyak

sawit dunia. Pada waktu yang bersamaan, minyak sawit juga berhasil mendominasi pasar 4

minyak nabati utama dunia (minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak

sunflower) dengan pangsa 40 persen, menggantikan minyak kedelai yang telah 100 tahun

mendominasi pasar minyak nabati dunia (Anonim, 2017a). Byerlee, et al., 2017 (dalam Anonim

2017a) dari Stanford University dalam bukunya The Tropical Crop Revolution tahun 2017

menyebut bahwa perkembangan industri sawit dikategorikan sebagai suatu revolusi minyak

nabati tropis. Revolusi minyak nabati tropis tersebut yang setara dengan revolusi hijau dunia

tahun 1950-an, telah membawa perubahan besar dalam pasar minyak nabati dunia yang ditandai

dengan dominasi minyak Sawit dalam produksi maupun konsumsi minyak nabati dunia.

Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini

secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia. Indonesia

adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang terbesar. Dalam jangka panjang, permintaan

dunia akan minyak sawit menunjukkan kecenderungan meningkat sejalan dengan jumlah

populasi dunia yang bertumbuh dan karenanya meningkatkan konsumsi produk-produk sawit

dengan bahan baku minyak sawit seperti produk makanan dan kosmetik. Sementara itu,

pemerintah di berbagai negara sedang mendukung pemakaian biofuel (Anonim. 2017a).

Perluasan perkebunan sawit di tingkat wilayah (provinsi atau kabupaten) mampu

menyerap banyak tenaga kerja, baik sebagai petani sawit dan pekerja pada perusahaan perkebunan sawit. Perkembangan perkebunan sawit juga berhasil mendorong berkembangnya

sektor ekonomi lainnya, sehingga daerah tersebut tumbuh menjadi pusat ekonomi baru

(agropolitan=kota di areal pertanian), seperti Siak di Riau, Sungai Lilin di Sumatera Selatan

dan Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah. Perkembangan tidak hanya pada level produksi (on-

fam), tetapi juga mendorong berkembangnya industri hilir sawit (off-fam downstream) yang

berkontribusi terhadap perekonomian regional dan nasional melalui penyerapan tenaga kerja,

peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai tambah (Anonim, 2021b).

Page 4: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

4

Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia mempunyai potensi

yang besar untuk memasarkan minyak sawit dan inti sawit baik di dalam maupun luar negeri.

Pasar potensial yang akan menyerap pemasaran minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit

mentah (CPKO) adalah industri fraksinasi/ranifasi (terutama industri minyak goreng), lemak

khusus (cocoa butter substitute), margarine/shortening, oleochemical, dan sabun mandi.

Dalam waktu dekat ada dua hal yang bisa mendongkrak ekspor minyak sawit RI. Pertama

adalah kebijakan restocking China terutama menjelang perayaan tahun baru Imlek dan adanya

perayaan Diwali di India November nanti. Dengan populasi masing-masing lebih dari 1,3 miliar

penduduk, India dan China menjadi konsumen sekaligus importir minyak sawit terbesar di

dunia. Impor minyak sawit kedua negara tersebut lebih banyak digunakan untuk kebutuhan

konsumsi. Bulan September-November biasanya menjadi puncak produksi minyak sawit di

Indonesia dan Malaysia. Namun dengan adanya ancaman fenomena iklim La Nina

yang berpotensi menyebabkan banjir bisa menjadi ancaman terhadap pasokan minyak sawit.

Melalui perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang cukup revolusioner, CPO dapat

diolah menjadi berbagai produk turunan yang banyak dibutuhkan oleh berbagai sektor industri

sebagai bahan baku industri, seperti pembuatan minyak goreng, margarine, lilin, sabun,

berbagai produk perawatan tubuh, hingga pembuatan biodiesel yang banyak dibutuhkan oleh

negara-negara Uni Eropa. Industri sawit nasional secara nyata berkontribusi terhadap

perekonomian nasional, kesejahteraan petani sawit, masyarakat konsumen, dan terpenting

adalah memperbaiki kualitas ekologis, yang bertolak belakang dengan hoax industri sawit

Indonesia merusak lingkungan, yang selama ini digunakan sebagai isu black campaign oleh

NGO Uni Eropa.

LUAS AREAL, PRODUKSI DAN EKSPOR MINYAK SAWIT

Kelapa Sawit: Pohon Palem Produktif

Kelapa sawit adalah salah satu pohon palem produktif utama yang dikembangkan di

Indonesia. Tumbuhan ini adalah penghasil minyak nabati terbesar di dunia, terutama karena

minyak dapat diproduksi baik dari serabut buah maupun inti. Minyak sawit dapat digunakan

untuk minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Sifatnya yang tahan

oksidasi dengan tekanan tinggi dan kemampuannya melarutkan bahan kimia yang tidak larut

oleh bahan pelarut lainnya, serta daya melapis yang tinggi membuatnya dapat digunakan untuk

beragam peruntukan. Daerah penyebaran kelapa sawit di Indonesia terutama di daerah pantai

timur Sumatra, Aceh, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Barat. Penampilan pohon kelapa sawit

agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.

Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah

yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Tinggi

tanaman ini dapat mencapai 24 meter. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak

bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak

bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah

terdiri dari tiga lapisan: 1) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. 2)

Mesoskarp, serabut buah 3) Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit (kernel, yang

ebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti

berkualitas tinggi. Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E.

oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini

memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan

E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua

species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera

sekarang ulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Bagian diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa

sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.

Page 5: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

5

Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki

kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Selain dari

bagian serabut buah atau mesokarp, inti atau kernel buah juga dapat diolah menjadi minyak inti

yang kemudian menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Proses pembuatan

minyak sawit dimulai dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C.

Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan

pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan

pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang

akan turun ke bagian bawah lumpur (Anonim, 2013)

Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit

Hanya beberapa industri di Indonesia menunjukkan perkembangan secepat industri

minyak kelapa sawit selama 20 tahun terakhir. Perkembangan ini tampak dalam luas areal,

produksi dan ekspor minyak sawit dari Indonesia. Ditarik oleh permintaan global yang terus

meningkat terhadap produk minyak sawit mentah dan keuntungan yang meningkat, maka

budidaya kelapa sawit di Indonesia meningkatkan secara signifikan, baik diusahakan oleh

petani kecil maupun para pengusaha besar, yang berimbas pada isu negatif pada lingkungan

hidup dan penurunan jumlah produksi produk pertanian lain, karena banyak petani beralih ke

budidaya kelapa sawit. Sebagian besar produk minyak kelapa sawit Indonesia diekspor ke

China (RRT), India, Pakistan, Rusia, dan negara di Uni Eropa.

Berdasarkan Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019 (BPS, 2019), selama 20 tahun

terakhir (2000-2019) luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat.

Tahun 2000 hanya seluas 4,2 juta ha, dua puluh tahun kemudian tahun 2019 telah meningkat

menjadi 14,6 juta ha. Jadi selama dua puluh tahun meningkat sebesar 10,4 juta ha (228%) atau

setiap tahun meningkat rata-rata sebesar 52 ribu ha (12,4%) melampau luas perkebuan kelapa

sawit Malaysia (tabel 1). Peningkatan luas areal ini disebabkan oleh adanya usaha ekstensifikasi

atau perluasan areal oleh perusahaan perkebunan swasta dan BUMN.

Peningkatan luas areal sudah tentu diikuti oleh peningkatan produksi. Selama 20 tahun

terakhir (2000-2019), produksi minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO) tahun 2000

hanya sebanyak 7,0 juta ton, dua puluh tahun kemudian tahun 2019 produksi meningkat

menjadi 48,4 juta ton. Jadi selama dua puluh tahun (2000-2019) produksi minyak kelapa sawit

mentah meningkat sebesar 41,4 juta ton (591,4%), atau meningkat rata-rata setiap tahun sebesar

2,1 juta ton (29,6%). Sedangkan produksi minyak inti sawit (Crude Palm Kernel Oil, CPKO)

tahun 2000 hanya 1,4 juta ton, dua puluh tahun kemudian tahun 2019 produksi sebanyak 9,7

juta ton. Jadi selama dua puluh tahun (2000-2019), produksi minyak inti sawit meningkat

sebanyak 8,3 juta ton (592,9%), atau meningkat rata-rata setiap tahun sebanyak 415 ribu ton

(29,6%)(tabel 2).

Page 6: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

6

Tabel 1

Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Indonesia Menurut Status Pengusahaan (ha), 2000-2019

Sumber: BPS (2019): Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019.

Catatan: data 2019*=data sementara/perkiraan

Page 7: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

7

Tabel 2

Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Indonesia Menurut Status Pengusahaan (ton), 2000-2019

Sumber: BPS (2019): Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019.

Catatan: data 2019*=data sementara/perkiraan

Jika diperbandingkan luas areal dan produksi kelapa sawit dalam sebuah grafik batang

dengan hanya mengambil data lima tahun terakhir (2015-2019), maka tampak jelas

perbandingannya seperti gambar 1. Kotak hijau simbul luas areal perkebunan kelapa sawit

cenderung meningkat, diikuti oleh grafik batang warna oranye simbul produksi juga cenderung

meningkat selama lima tahun terakhir (2015-2019). Jadi peningkatan produksi CPO dan CPKO

seiring dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit.

Page 8: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

8

Gambar 1

Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia,

2015-2019 (Sumber: BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019)

Jika diambil hanya produksi kelapa sawit mentah (CPO) tahun 2019 per status

pengusahaan dan per provinsi terlihat seperti infografik gambar 2. Pada grafik tampak bahwa

pengusaha perkebunan kelapa sawit dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu perkebunan besar

swasta, perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara, kontribusnya terhadap total produksi

minyak kelapa sawit tahun 2019, masing-masing 30,1 juta ton (62%), 16,2 juta ton (34%) dan

2,1 juta ton (4%). Jika ditelisik lebih jauh kontribusi per provinsi terhadap total produksi CPO

tahun 2019 yaitu Sumatera Utara sebanyak 14%, Riau sebanyak 20%, Kalimantan Tengah

sebanyak 15%, Sumatera Selatan sebanyak 9%, Kalimantan Barat sebanyak 10%, dan sisanya

mencakup 22 provinsi sebanyak 32%.

Page 9: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

9

Gambar 2

Produksi Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) Menurut Provinsi tahun 2019 (Sumber: BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019)

Adapun sebaran areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia hamper merata di seluruh

Indonesia, mulai dari Sumatera (Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan), Kalimantan (Kalbar,

Kalteng dan Kaltim), Sulawesi (Gorontalo, Sultra), Maluku sampai Papua Barat (gambar 3).

Page 10: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

10

Gambar 3

Sebaran Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2019 (Sumber: BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019)

Page 11: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

11

Ekspor Minyak Sawit

Pasar utama produksi minyak kelapa sawit Indonesia adalah untuk pasar luar negeri

(ekspor), dan sisanya adalah untuk konsumsi industri di dalam negeri. Produk ekspor minyak

sawit Indonesia adalah minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO), minyak inti kelapa

sawit (Crude Palm Kernel Oil, CPKO), dan produk-produk olahan lanjutan CPO dan CPKO.

Dengan demikian produk ekspor minyak kelapa sawit adalah andalan sumber devisa negara

setelah migas. Namun demikian, Indonesia juga ada menginmpor minyak kelapa sawit dalam

volume kcil.

Selama dua puluh tahun terakhir (2000-2019), seiring peningkatan luas areal dan

produksi, maka volume ekspor CPO, CPKO dan produk olahannya serta perolehan nilai devisa

cenderung meningkat (tabel 3). Tahun 2000 volume ekspor CPO sebanyak 4,1 juta ton dengan

nilai devisa sebanyak 1.087,3 ribu USD, dua puluh tahun kemudian tahun 2019 volume ekspor

ekspor CPO meningkat menjadi 28,3 juta ton dengan perolehan nilai devisa sebanyak 14.716,3

ribu USD. Jadi selama dua puluh tahun (2000-2019) volume ekspor CPO meningkat sebanyak

24,2 juta ton dan nilai devisa meningkat sebanyak 13.639,0 ribu USD, atau setiap tahun volume

ekspor dan nilai devisa meningkat masing-masing sebanyak 1,21 juta ton dan nilia devisa

meningkat sebanyak 681,95 ribu USD.

Berdasarkan kelompok minyak sawit kode Harmonized System (HS), pada tahun 2019

ekspor terbesar adalah Other Palm Oil (HS 15111000) sebesar 69,09% terhadap total ekspor

minyak sawit Indonesia. Berikutnya kontribusi ekspor minyak sawit terbesar adalah Crude

Palm Oil (HS 15111000), Other Palm Oil Kernel (HS 15132900), dan Crude Oil of Palm

Kernel (HS 1513210) dengan kontribusi masing-masing sebesar 24,50%, 4,26% dan 2,15%

terhadap total ekspor (gambar 4).

Gambar 4

Perbandingan Volume Ekspor Minyak Sawit Menurut Jenisnya, 2019 (Sumber: BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019)

Page 12: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

12

Tabel 3

Ekspor dan Impor Minyak Kelapa Sawit dan Inti Sawit, 2000-2019

Sumber: BPS (2019): Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019

Page 13: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

13

Jika diambil data volume ekspor dan perolehan nilai devisa hanya lima tahun terakhir

(2015-2019) sebagai bahan perbandingan untuk digambarkan dalam sebuah grafik seperti

disajikan pada gambar 5 (BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019), tampak bahwa

total ekspor minyak sawit selama lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan,

kecuali pada tahun 2016 mengalami penurunan. Peningkatan ekspor minyak sawit terbesar

terjadi pada tahun 2017 dengan volume ekspor sebesar 29,97 juta ton atau meningkat sebesar

19,44% dibandingkan tahun 2016. Namun peningkatan volume ekspor tersebut tidak seiring

dengan peningkatan nilai ekspor, yang justru mengalami penurunan sebesar 12,03% pada tahun

2018 dibandingkan 2017 dan 12,32% pada tahun 2019 dibanding 2018. Penurunan nilai devisa

ini disebabkan oleh penurunan harga minyak sawit di pasar dunia. Berdasarkan publikasi World

Bank Commodities Price Data (The Pink Sheet) yang dirilis pada tanggal 3 November 2020,

tercatat rata-ratga harga minyak sawit di pasar dunia cenderung mengalami penurunan. Pada

tahun 2017, tercatat rata-rata harga minyak sawit sebesar 751** US$/mt. Selanjutnya terjadi

penurunan harga pada tahun 2018 dan 2019 menjadi 639**US$ dan 601**US$/mt.

Gambar 5

Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit, 2015-2019

(Sumber: BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019)

Negata Tujuan Ekspor

Produksi minyak sawit Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara dan sisanya

dipasarkan di dalam negeri. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia menjangkau lima benua

yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia. Pada tahun

2019, lima besar negara pengimpor CPO Indonesia adalah India, Malaysia, Spanyol, Singapura,

dan Belanda. Total ekspor CPO ke lima negara tersebut mencapai 94,08 persen terhadap total

ekspor CPO Indonesia. Negara tujuan ekspor CPO terbesar yaitu India dengan volume ekspor

3,99 juta ton atau 53,88 persen dari total volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 2.175

juta. Selanjutnya CPO paling banyak diekspor menuju Malaysia dan Spanyol dengan kontribusi

ekspor sebesar 12,56 persen dan 12,54 persen dari total ekspor CPO (gambar 6).

Page 14: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

14

Gambar 6

Perbandingan Volume CPO Menurut Negara Tujuan, 2019

(Sumber: BPS, 2019: Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019)

Anonim (2021a) menyatakan bahwa akibat dari situasi pendemi yang berdampak

global, performa volume ekspor minyak sawit Indonesia pada 2020 dengan total ekspor

sebanyak 34,007 juta ton turun dibandingkan dengan performa ekspor tahun 2019 sebanyak

37,39 juta ton. Penurunan terbesar terjadi ke China (-1,96 juta ton), ke EU (-280,7 ribu ton), ke

Bangladesh (-323,9 ribu ton), ke Timur Tengah (-230,7 ribu ton) dank e Afrika (-249,2 ribu

ton), sedangkan ekspor ke Pakistan naik (+275,7 ribu ton) dan ke India naik 111,7 ribu ton.

Meskipun terjadi penurunan volume ekspor, secara nilai ekspor tahun 2020 mencapai USD

22,97 miliar lebih tinggi daripada tahun 2019 sebesar USD 20,27 miliar.

Neraca perdagangan bulanan Indonesia pada tahun 2019 hampir selalu negatif dengan

total deficit sebesar USD 3,23 miliar, sedangkan pada tgahun 2020 selalu positif kecuali pada

bulan Januari dan April dengan total nilai USD 21,72 miliar. Selama tahgun 2020, neraca

perdagangan Indonesia surplus sebesar USD 21,27 miliar, di mana ekspor produk kelapa sawit

menyumbang sebesar USD 22,97 miliar. Angka tersebut menunjukan bahwa di masa

pandemic, kontribusi minyak sawit terhadap devis negara sangat signifikan dalam menjaga

neraca perdagangan nasional tetap positif (Anonim, 2021).

Tahun 2021 pengaruh pandemic Coovid-19 diperkirakan belum berakhir. Produksi

minyakj sawit Indonesia 2021 akan naik signifikan karena pemeliharaan kebun yang lebih baik,

cuaca yang mendukung dan harga yang menarik, sehingga diperkirakan produksi mencapai 49

juta ton untuk CPO dan 4,65 juta ton untuk CPKO (Anonim, 2021). Dengan komitmen

pemerintah untuk melanjutkan program B30, konsumsi biodiesel diperkirakan sebesar 8,2 juta

KL (April 2021) yang setara dengan 8 juta ton minyak sawit. Penggunaan sawit untuk

oleokimia di 2021 diperkirakan sekitar 2 juta ton untuk domestic dan sekitar 4,5 juta ton untuk

ekspor (April 2021)(Anonim 2021). Dengan perkiraan fakta-fakta seperti di atas, maka prospek

perkembangan produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit cukup prospektif atau menjanjikan

di tahun 2021 ini.

Posisi sebagai Eksporter

Ekspektasi produksi minyak kelapa sawit dunia disajikan pada tabel 4. Pada tabel 4

tampak bahwa berdasarkan ekspektasi tahun 2016, produksi minyak kelapa sawit dunia sekitar

68,8 juta ton di kontribusi oleh lima negara. Namun Indonesia masih menduduki peringkat

pertama dalam ekspor minyak kelapa sawit dunia, kemudian di urutan kedua dan ketiga disusul

oleh Malaysia dan Thailand.

Page 15: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

15

Tabel 4

Ekspektasi Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia tahun 2016

No Negara Produksi (ton metrik)

1 Indonesia 37,785,553

2 Malaysia 21,000,000

3 Thailand 2,200,000

4 Kolombia 1,320,000

5 Nigeria 970,000

Dunia 63,275,553 Sumber: Anonim (2017b)

Catatan: Data Indonesia 2016 dikoreksi berdasarkan data produksi BPS (2019)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memainkan peran sederhana di sektor kelapa sawit

Indonesia karena memiliki perkebunan relatif sempit, sementara perusahaan-perusahaan swasta

besar (misalnya, Wilmar Group dan Sinar Mas Group) dominan karena menghasilkan setengah

lebih dari total produksi minyak sawit di Indonesia. Para petani skala kecil memproduksi sekitar

40% dari total produksi Indonesia. Namun kebanyakan petani kecil ini sangat rentan

keadaannya apabila terjadi penurunan harga minyak kelapa sawit dunia, karena mereka tidak

dapat menikmati cadangan uang tunai (atau pinjaman bank) seperti yang dinikmati perusahaan

besar. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia (misal: Unilever Indonesia) telah atau sedang

melakukan investasi untuk meningkatkan kapasitas penyulingan minyak sawit. Hal ini sesuai

dengan ambisi Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan dari sumber

daya alam dalam negeri. Indonesia selama ini berfokus (dan tergantung) pada ekspor minyak

sawit mentah (dan bahan baku mentah lainnya), tetapi selama beberapa tahun terakhir in I

sedang mendorong proses pengolahan produk sumber daya alam supaya memiliki harga jual

yang lebih tinggi dan mendapatkan nilai tambah. Guna mendukung peningkatan nilai tambah

produk kelapa sawit, pengembangan produk hilir sawit jadi pilihan. Anonim (2018)

menyatakan bahwa program peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri tersebut, telah

menghasilkan kinerja gemilang yang terlihat dari indikator rasio ekspor produk hulu dengan

produk hilir yang semula 60%:40% pada tahun 2010 bergeser menjadi 22%:78% di 2017.

Kebijakan Pajak Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Dalam usaha mendorong perkembangan industri hilir kelapa sawit, pajak ekspor untuk

produk minyak sawit yang telah disuling telah dipotong dalam beberapa tahun belakangan ini.

Sementara itu, pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) berada di antara 0%-22,5% tergantung

pada harga minyak sawit internasional. Indonesia memiliki 'mekanisme otomatis', sehingga

ketika harga CPO acuan pemerintah (berdasarkan harga CPO lokal dan internasional) jatuh di

bawah 750 USD per metrik ton, pajak ekspor dipotong menjadi 0%. Ini terjadi di antara Oktober

2014 dan Mei 2016 waktu harga acuan ini jatuh di bawah 750 dollar AS per metrik ton.

Masalahnya, bebas pajak ekspor berarti pemerintah kehilangan sebagian besar pendapatan

pajak ekspor (yang sangat dibutuhkan) dari industri minyak sawit. Akhirnya pemerintah

memutuskan untuk mengintroduksi pungutan ekspor minyak sawit di pertengahan 2015.

Pungutan sebesar 50 USD per metrik ton diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan

pungutan senilai 30 USD per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk minyak sawit

olahan. Pendapatan dari pungutan baru ini digunakan (sebagian) untuk mendanai program

subsidi biodiesel pemerintah (Anonim, 2017b).

Anonim (2017b) menyatakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi harga minyak

kelapa sawit, yaitu (1) permintaan & persediaan, (2) harga minyak nabati lain (terutama

Page 16: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

16

kedelai), (3) cuaca, (4) kebijakan impor negara-negara importirf minyak kelapa sawit, (5)

perubahan dalam kebijakan pajak dan pungutan ekspor/impor. Pada Februari 2015, Pemerintah

mengumumkan kenaikan subsidi biodiesel dari Rp 1.500 per liter menjadi Rp 4.000 per liter,

sebuah upaya untuk melindungi para produsen biodiesel domestik. Melalui program biodiesel

ini, pemerintah mengkompensasi para produsen karena perbedaan harga antara diesel biasa dan

biodiesel yang terjadi akibat rendahnya harga minyak mentah dunia (sejak pertengahan 2014).

Selain untuk mendanai subsidi ini, hasil dari pungutan ekspor juga disalurkan untuk penanaman

kembali, penelitian, dan pengembangan sumberdaya manusia di industri minyak sawit

Indonesia.

POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI

Industri Sawit sebagai sebuah Sistem Agribisnis Sawit

Jika penggunakan konsep sistem agribisnis, maka perkebunan sawit nasional saat ini

sudah berkembang meluas mulai dari sektor hulu (up-stream sector), sektor perkebunan sawit

(on-farm sector), sektor hilir (down-stream sector) sampai sektor jasa penunjang (supporting

service sector) yang mendukung semua sektor, sehingga membentuk sebuah sistem yang

disebut sistem agribisnis sawit (gambar 7). Jika ditelusuri peran masing-masing sektor atau

subsistem, yaitu: (1) sektor hulu (up-stream sector) yakni industri-industri yang menghasilkan

barang-barang modal teknologi (embodied technology) bagi kebun sawit maupun untuk sektor

hilir. Sektor hulu ini mencakup industri pembibitan (breeding dan nursery industry), industri

pupuk dan pestisida (agrochemical industry), serta industri peralatan dan mesin (agro-otomotif

industry). (2) Sektor perkebunan kelapa sawit (on-farm sector) yakni berupa kegiatan budidaya

tanaman kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit (kebun sawit) baik kebun sawit rakyat, kebun

sawit swasta maupun kebun sawit BUMN yang saat ini tersebar pada sekitar 200 kabupaten.

Hasil sektor on-farm ini berupa minyak sawit mentah (CPO), minyak Inti (PKO), dan biomas

yang menjadi input bagi sektor hilir. (3) Sektor hilir (down-stream sector) yang mengolah

CPO/CPKO dan biomas menjadi produk olahan baik produk setengah jadi maupun produk jadi.

Termasuk didalamnya yakni industri oleopangan (oleofood industry), industri

oleokimia/biomaterial (biosurfactant, biolubrikan, biofamasi/toiletries/nutrisikal, bioplastic dan

lain-lain) serta industri bioenergi (biodiesel, biopremium/bioethanol, bioavtur, dan lain-lain).

(4) Sektor Jasa pendukung (supporting services sector) yakni industri/lembaga yang

menyediakan jasa bagi sektor hulu, perkebunan dan hilir, seperti lembaga riset dan

pengembangan (litbang), pelatihan/pendidikan SDM, perbankan, asuransi, transportasi,

pelabuhan dan logistik, kebijakan pemerintah (tata ruang, pertanahan, fiskal, moneter,

standarnisasi, perijinan, dan lain-lain), infrastruktur jalan dan lainnya. (5) Sektor perdagangan

dan pemasaran (lokal, antar pulau, internasional), yakni sektor yang berperan sebagai perantara

perdagangan input dari sector hulu ke sektor on-farm atau output dari sector on-farm ke sector

hilir atau ekspor dari sector hilir ke pasar luar negeri, baik berupa minyak sawit mentah maupun

produk olahan sawit. Pelaku di sektor ini ada yang tidak memiliki atau ada yang tidak memiliki

perkebunan sawit.

Page 17: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

17

Kelima sektor atau subsistem tersebut merupakan satu kesatuan entitas ekonomi yang

saling terkait dan saling ketergantungan dalam mega-sektor-sawit. Sektor kebun sawit tidak

dapat berkembang tanpa sektor hulu maupun sektor hilir dan demikian sebaliknya. Sektor hulu,

sektor kebun sawit, sektor hilir tidak dapat berkembang tanpa dukungan sektor jasa pendukung

dan sector perantara/intermediary yaitu para pedagang dan eksportir. Menurut Anonim (2017a),

dalam mega-sektor-sawit berlaku teori konvoi yakni kecepatan iring-iringan suatu konvoi

ditentukan oleh elemen konvoi yang paling lambat lajunya. Demikian juga megasektor sawit,

perkembangan megasektor secara keseluruhan ditentukan oleh sektor-sektor yang paling

lambat perkembangannya atau dukungannya. Oleh karena itu, megasektor sawit tersebut perlu

dikelola secara utuh, berimbang dan terintegrasi dari hulu ke hilir.

Tiga Jalur Hilirisasi Kelapa Sawit

Seperti diinformasikan oleh Anonim (2017c), secara umum, jalur hilirisasi kelapa sawit

yang berkembang di Indonesia saat ini dapat dikelompokan atas tiga yaitu: (1) jalur hilirisasi

oleopangan (oleofood complex); (2) jalur hilirisasi oleokimia (oleochemical complex); dan (3)

jalur hilirisasi biodiesel (biofuel complex). Ketiga jalur hilirisasi sawit tersebut dikembangkan

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan domestik (maupun substitusi impor) maupun

memenuhi kebutuhan pasar dunia. Bahkan jika dilihat lebih detail, produk sawit digunakan oleh

seluruh masyarakat dunia selama 24 jam.

Gambar 7

Sistem Agribisnis Kelapa Sawit

Page 18: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

18

Gambar 8

Tiga jalur Hilirisasi Minyak Kelapa Sawit (Sumber: Anonim, 2017c)

Hilirisasi Sawit Menguatkan Kontribusi Industri Sawit

Berkembangnya hilirisasi sawit di Indonesia semakin menguatkan kontribusi industri

sawit terhadap perekonomian nasional, salah satunya sebagai sumber devisa. Anonim (2019)

mengatakan bahwa di tengah pandemi dan kelesuan ekonomi global akibat pandemi Covid-19,

minyak sawit dan produk turunannya menjadi kontributor utama dalam net trade Indonesia

yang berhasil memecahkan rekor surplus perdagangan tertinggi mencapai USD 22.9 miliar atau

Rp 321.5 triliun. Selain pada aspek ekonomi dan sosial, pengembangan industri sawit nasional

juga berkontribusi pada lingkungan seperti berperan sebagai “paru-paru ekologis” dengan

fungsi fotosintesis, carbon sink, produksi biomasa, fungsi konservasi tanah dan air (hidrologis),

hingga menjadi solusi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui produksi biofuel

yang rendah emisi seperti biodiesel, biohidrokarbon (greenfuel) dan produk bioenergi lainnya.

Page 19: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

19

Uraian di atas menunjukkan besarnya peran industri sawit dalam aspek ekonomi, sosial

dan lingkungan. Namun, besarnya peran dan kontribusi industri sawit tersebut masih dipandang

sebelah mata khususnya oleh generasi milenial dan gen-Z yang sudah terpapar oleh gerakan

anti sawit dan black campaign yang banyak dipublikasikan oleh LSM melalui sosial media.

Sebenarnya black campaign yang menggunakan isu lingkungan, sosial dan kesehatan yang

merusak citra industri sawit merupakan bagian dari agenda politik ekonomi negara importir

terkait proteksionisme dan persaingan dagang antar minyak nabati lainnya. Namun, akibat

ketimpangan informasi yang didapatkan oleh generasi milenial dan gen-Z terkait minyak sawit

yang dapat mengarahkan pada preferensi dan point of view tertentu terhadap sawit yang

dikhawatirkan akan melemahkan industri sawit nasional yang pada akhirnya menimbulkan efek

domino yang negatif terhadap perekonomian, mengingat industri sawit menjadi salah satu

sektor startegis bagi perekonomian Indonesia.

Menurut Matupalesa dkk (2019), Sumatera Utara memiliki potensi besar

mengembangkan hilirisasi industri sawit karena ditunjang oleh area perkebunan yang luas,

berdirinya perusahaan anchor yang membantu proses riset, dan ketersediaan tenaga kerja yang

melimpah. Hilirisasi industri kelapa sawit akan meningkatkan value added dari produk sawit

tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dan

Indonesia. Progress hilirisasi sudah berjalan hingga tahap keempat dan untuk mengoptimalan

value added diperlukan hilirisasi lanjutan tahap kelima dan keenam, di mana teknologi untuk

hal tersebut sudah tersedia dan biaya yang diperlukan lebih rendah karena sudah ada

perusahaan anchor sebagai produsen hilirisasi tahap empat yang berposisi sebagai intermediate

input bagi investor hilirisasi lanjutan tersebut.

Mega-Sektor-Sawit: Memperkuat Sistem Ketahanan Pangan, Enerji, Biomaterial, dan

Pelestarian Lingkungan

Mega-sektor-sawit menghasilkan bahan pangan (oleofood), biomaterial, bioenergi dan

jasa lingkungan yang cukup besar, sehingga merupakan bagian penting dari sistem ketahanan

pangan, sistem ketahanan biomaterial, sistem ketahanan bioenergi dan sistem pelestarian

lingkungan hidup nasional (bahkan dunia) baik saat ini maupun di masa yang akan datang.

Dalam bidang sosial, mega-sektor-sawit juga berkontribusi pada penciptaan kesempatan kerja

dan berusaha yang luas dan besar. Mega-sektor-sawit menjadi penggerak ekonomi pedesaan,

pemerataan ekonomi, dan pengurangan kemiskinan khususnya di kawasan pedesaan. Kawasan

sentra-sentra sawit di berbagai daerah telah menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru ekonomi

daerah. Dalam aspek ekologis mega-sektor-sawit juga memiliki peran strategis, seperti dalam

berbagai studi baik dalam maupun luar negeri. Proses produksi biologis perkebunan

sawit merupakan bagian dari “paru-paru dunia” yang menyerap karbondioksida dari atmosfer

bumi dan menghasilkan oksigen bagi kehidupan. Dari 11,8 juta kebun sawit Indonesia (2016)

setiap tahun menyerap sekitar 1,8 milyar ton karbondioksida dari udara bumi dan memasok 200

juta ton oksigen ke udara bumi setiap tahun. Selain itu, bioenergi yang dihasilkannya seperti

biodiesel dapat mengganti energi fosil yang mengotori udara bumi, sehingga merupakan bagian

dari solusi atas pemanasan global khususnya pada penurunan emisi karbon dunia. Manfaat

strategis dari mega-sektor-sawit diproyeksikan masih lebih besar lagi di masa yang akan datang.

Sampai saat ini mega-sektor-sawit nasional masih berada pada tahap awal industrialisasi yakni

pada fase memanfaatkan kelimpahan sumber daya alam (factor-driven). Tahap industrialisasi

mega-sektor-sawit yang lebih maju dan segera dimasuki adalah tahap peningkatan

produktivitas (capital-driven) dan selanjutnya pada tahap peningkatan produktivitas total dan

nilai tambah tinggi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan SDM kreatif (innovation-

driven). Jika pada saat ini (fase factor-driven) mega-sektor-sawit lebih banyak diperankan

sektor kebun sawit, fase industrialisasi mega-sektor-sawit lebih maju tersebut akan lebih

banyak diperankan oleh sektor hulu, sektor hilir dan sektor jasa penunjang, yang diintegrasikan

Page 20: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

20

dengan sektor perkebunan sawit. Industrialisasi lanjutan tersebut akan membawa mega-sektor-

sawit pada produktivitas tinggi, menikmati nilai tambah tinggi dari ratusan produk jadi dan

menghasilkan /menghemat devisa setidaknya 5 kali dari saat ini.

Prospek Masa Depan Industri Minyak Sawit di Indonesia Era booming komoditi 2000-an membawa berkah bagi Indonesia karena berlimpahnya

sumberdaya alam negara ini. Harga minyak sawit naik tajam setelah tahun 2005, namun krisis

global menyebabkan penurunan tajam harga CPO di tahun 2008. Terjadi rebound yang kuat

namun setelah tahun 2011 harga CPO telah melemah, terutama karena permintaan dari China

menurun, sementara rendahnya harga minyak mentah (sejak pertengahan 2014) mengurangi

permintaan biofuel berbahan baku minyak sawit. Karena itu, prospek industri minyak sawit

suram dalam jangka waktu pendek, terutama karena Indonesia masih terlalu bergantung pada

CPO dibandingkan produk-produk minyak sawit olahan. Pada saat permintaan global kuat,

bisnis minyak sawit di Indonesia menguntungkan karena alasan-alasan berikut (Anonim

2017b):

Margin laba yang besar, sementara komoditi ini mudah diproduksi

Permintaan internasional yang besar dan terus berkembang seiring kenaikan jumlah penduduk global

Biaya produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia adalah yang paling murah di dunia

Produktivitas lebih tinggi dibandingkan produk minyak nabati lainnya.

Penggunaan biofuel diduga akan meningkat secara signifikan, sementara penggunaan besin diperkirakan akan berkurang

Namun, terdapat beberapa permasalahan yang menghalangi perkembangan industri

minyak sawit dunia, yaitu:

Kesadaran pentingnya membuat lebih banyak kebijakan ramah lingkungan

Konflik masalah tanah antara investor dengan ngan penduduk lokal karena ketidakjelasan kepemilikan tanah

Ketidakjelasan hukum dan perundang-undangan

Biaya logistik yang tinggi karena kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia

(GIMNI)(dalam Anonim, 2018) menginformasikan bahwa konsumsi minyak sawit di dalam

negeri dapat menyentuh angka 12,759 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2017 sebanyak 11,056

juta ton. Pemakaian CPO domestik digunakan lebih dominan kepada industri pangan, dengan

rincian sebanyak 8,414 juta ton untuk makanan dan specialty fats, sementara 845 ribu ton untuk

oleochemical dan soap noodle. Lalu, 3,5 juta ton memenuhi kebutuhan biodiesel. Merujuk dari

data tersebut, berati industri hilir sawit tetap menjanjikan. Sahat Sinaga, menjelaskan industri

hilir sawit tetap menarik di tahun ini, baik untuk sektor minyak nabati, oleokimia, maupun

biodiesel.

HOAX ISU LINGKUNGAN

Isu-Isu Lingkungan Hidup Perkebunan Sawit Pencapaian industri sawit nasional yang demikian impressive, telah mencuri perhatian

publik global. Masyarakat umum, akademisi, LSM di negara-negara maju (EU, USA),

lembaga-lembaga internasional, dalam beberapa tahun terakhir tekun memantau perkembangan

industri sawit nasional. Berbagai bentuk kampanye negatif dan kebijakan protektif untuk

menjegal sawit, merupakan bagian dari reaksi atas revolusi minyak sawit yang membuat

produsen minyak nabati lain merasa terancam. Ironisnya, publik di Indonesia di mana kebun-

kebun sawit berada sebagian besar malah belum mengetahui secara pasti perkembangan

industri sawit nasional. Jangan-jangan pemerintah juga belum mengetahui sudah seperti apa

industri sawit yang mengguncang dunia itu.

Page 21: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

21

Pemerintah Indonesia telah sering dikritik kelompok-kelompok pencinta lingkungan

hidup karena terlalu banyak memberikan ruang untuk perkebunan kelapa sawit yang berdampak

pada penggundulan hutan dan penghancuran lahan bakau. Sejalan semakin banyaknya

perusahaan internasional yang mencari minyak sawit ramah lingkungan sesuai dengan kriteria

Roundtable on Sustainable Palm Oil - perkebunan-perkebunan di Indonesia dan pemerintah

perlu mengembangkan kebijakan-kebijakan ramah lingkungan. Para pemerintah negara-negara

barat (misalnya Uni Eropa) telah membuat aturan-aturan hukum yang lebih ketat mengenai

produk-produk impor yang mengandung minyak sawit, dan karena itu mendorong produksi

minyak sawit yang ramah lingkungan.

Pada tahun 2011, Indonesia medirikan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang

bertujuan untuk meningkatkan daya saing global dari minyak sawit Indonesia dan mengaturnya

dalam aturan-aturan ramah lingkungan yang lebih ketat. Semua produsen minyak sawit di

Indonesia didorong untuk mendapatkan sertifikasi ISPO. Namun, ISPO ini tidak diakui secara

internasional.

Moratorium Konsesi Baru Hutan Perawan Pemerintah Indonesia menandatangani moratorium berjangka waktu dua tahun

mengenai hutan primer yang mulai berlaku 20 Mei 2011 dan selesai masa berlakunya pada Mei

2013. Setelah habis masa berlakunya, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono

memperpanjang moratorium ke dua tahun selanjutnya. Moratorium ini mengimplikasikan

pemberhentian sementara dari pemberian izin-izin baru untuk menggunakan area hutan hujan

tropis dan lahan bakau di Indonesia. Sebagai gantinya Indonesia menerima paket 1,0 milyar

dollar AS dari Norwegia. Pada beberapa kesempatan, media internasional melaporkan bahwa

moratorium ini telah dilanggar oleh perusahaan-perusahaan Indonesia. Kendati begitu,

moratorium ini berhasil membatasi - untuk sementara - ekspansi perkebunan-perkebunan sawit.

Pihak-pihak yang skeptis terhadap moratorium tersebut menunjukkan bahwa sebelum

penerapannya Pemerintah Indonesia telah memberikan konsesi tanah seluas 9 juta hektar untuk

lahan baru. Selain itu, perusahaan-perusahaan besar minyak sawit masih memiliki lahan luas

yang baru setengahnya ditanami, berarti masih banyak ruang untuk ekspansi. Pada Mei 2015,

Presiden Joko Widodo kembali memperpanjang moratorium ini untuk periode 2 tahun.

PERANAN INDUSTRI MINYAK SAWIT DALAM PEREKONOMIAN BALI

Pariwisata Motor Penggerak Perekonomian Bali

Salah satu destinasi pariwisata di Indonesia adalah pulau Bali. Bahkan masyarakat dunia

merupakan yang pertama mengakui Bali sebagai tujuan wisata, sejak dibukanya Hotel Bali pada

tahun 1928. Sejak saat itu jumlah wisatawan meningkat dari beberapa ratus menjadi ribuan

orang per tahun. Di antara pengunjung, beberapa orang terkenal menjadikan Bali sebagai

tempat pesta. Orang-orang yang membuat foto tentang Bali, bahkan membuat film dengan

reputasi Bali sebagai pulau yang indah, unik dan eksotik yang dikenal masyarakat dunia

(Picard, 1996). Bukti lain tentang Bali yang sangat terkenal di mata dunia adalah dengan adanya

berbagai penghargaan internasional yang telah diterima Bali. Salah satunya diberikan oleh

Majalah Travel and Leisure yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), yang

menobatkan pulau pariwisata Bali sebagai terbaik kedua di dunia tahun 2015 (Kompas.com

Travel, 2016).

Sejak tahun 1980-an kepariwisataan di Bali mulai berkembang dan tahun 1990-an

mencapai perkembangan sangat pesat, sehingga Bali menjadi salah satu ikon pariwisata

Indonesia dan menjadi daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan daerah tujuan wisata

tervafourit di dunia. Hal ini membawa dampak terhadap perekonomian Bali, baik secara mikro

maupun makro.

Page 22: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

22

Perekonomian Bali yang didominansi oleh pariwisata mempunyai karakteristik yang

unik dibandingkan dengan perekonomoian provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pilar-pilar

ekonomi yang dibangun lewat keunggulan industri pariwisata sebagai leading sector, telah

membuka beragam peluang yang dapat mendorong aktivitas ekonomi dan pengembangan etos

kerja masyarakat. Dimensi itu tergambar dari meluasnya kesempatan kerja, besarnya peluang

peningkatan pendapatan masyarakat, luasnya jaringan pemasaran yang meliputi batas-batas

lokal sampai tingkat nasional, bahkan ke tingkat internasional. Dengan dukungan industri

pariwisata yang sangat besar telah meyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan

langsung seperti perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa

memberikan distribusi yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali, dan

penerimaan devisa bagi negara.

Peranan sektor pariwisata dalam perekonomian Bali tidak hanya dari kontribusinya

terhadap pembentukan nilai tambah bruto, tetapi juga dapat dilihat dari pengeluaran wisatawan

untuk pembelian barang dan jasa selama berada di Bali. Pengeluaran wisatawan dapat

memberikan dampak langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung merupakan akibat

dari pembelian langsung wisatawan terhadap barang dan jasa yang tersedia di wilayah, di mana

wisatawan tersebut melakukan perjalanan. Sedangkan dampak tidak langsung meliputi

pembelian terhadap barang dan jasa oleh wisatawan di mana secara tidak langsung

mempengaruhi sektor-sektor ekonomi yang memproduksi barang dan jasa tersebut baik

produsen maupun penyediaannya/perdagangan seperti pedagang besar yang menjual barang ke

pedagang eceran yang selanjutnya dibeli oleh wisatawan atau produsen yang menghasilkan

barang/jasa yang barang dan jasanya dibeli oleh wisatawan melalui pedagang eceran dsb.

Perekonomian Bali (di era Normal/tanpa pandemi Covid-19) digerakkan oleh sektor

pariwisata, didukung oleh sektor pertanian dan sector industri kecil dan menengah. Antara dan

Sri Sumarniasih (2017) mencatat bahwa (1) Kontribusi pariwisata Bali terhadap Pariwisata

Nasional sangat penting, karena sekitar 36% dari total wisatawan mancanegara yang

berkunjung ke Indonesia pada tahun 2015 datang langsung ke Bali. Hal ini menunjukkan bahwa

destinasi pariwisata Bali berpotensi menjadi sumber devisa pemerintah Indonesia. Oleh karena

itu, pemerintah Indonesia saat ini sangat berharap pariwisata menjadi sumber devisa pelengkap

devisa dari ekspor komoditas pertanian dan migas; (2) Apabila pariwisata diwakili oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran, maka kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Bali

(Produk Domestik Regional Bruto, PDRB dari sisi produksi) sebesar 27,82% pada tahun 2010

meningkat menjadi 31,35% pada tahun 2014 (update data: 41,59% tahun 2019, sebelum

Pandemi Covid-19). Namun jika pariwisata diwakili oleh sektor tersier (sektor jasa), kontribusi

pariwisata terhadap perekonomian Bali (PDRB Bali) sebesar 65,28% pada tahun 2010

meningkat menjadi 68,28% pada tahun 2014 (update data: 75,56% tahun 2019, sebelum

Pandemi Covid-19). Maknanya, peran pariwisata dalam pembentukan PDRB Bali atau peran

pariwisata sebagai penggerak utama perekonomian Bali relatif besar; (3) Banyaknya kegiatan

ekonomi di Bali (bahkan di luar Bali) yang terkait langsung, tidak langsung dan terimbas

dengan jasa pariwisata, sehingga kegiatan ekonomi tersebut banyak menyerap tenaga kerja.

Jika pariwisata diwakili oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, jumlah tenaga kerja yang

bekerja di bidang pariwisata sebanyak 571.274 orang (26,24%) pada tahun 2010, dan

meningkat menjadi 628.585 orang (27,64%) pada tahun 2014. Jika pariwisata diwakili oleh

sektor tersier (sektor jasa), maka jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang pariwisata

sebanyak 1.046.530 orang (48,96%) pada tahun 2010, dan meningkat menjadi 1.178.201 orang

(51,81%) pada tahun 2014. Artinya pariwisata di Bali berperan besar dalam menyerap tenaga

kerja atau menciptakan lapangan kerja.

Dari segi ekonomi, dampak positif pariwisata di Bali dapat dilihat dari beberapa

indikator, yaitu (1) sebagai sumber devisa negara, (2) potensi pasar barang dan jasa yang

dihasilkan oleh masyarakat setempat, (3) ) untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang

Page 23: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

23

kegiatannya secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan jasa pariwisata, (4)

meningkatkan kesempatan kerja, baik di sektor-sektor yang berhubungan langsung seperti

hotel, restoran, dan agen perjalanan, maupun pada sektor-sektor keterkaitan tidak langsung

seperti Industri kerajinan tangan, penyediaan hasil pertanian, atraksi budaya, usaha eceran, dan

kegiatan jasa lainnya, (5) sebagai sumber pajak tidak langsung daerah, dan (6) merangsang

kreativitas seniman, seperti industri kecil, dan seni pertunjukan tradisional (Antara dan Pitana,

2009). Dampak positif yang begitu besar ditimbulkan oleh pariwisata di Bali, karena pariwisata

di Bali mempunyai keterkaitan langsung, tidak langsung, dan terinduksi dengan kegiatan atau

sektor ekonomi lainnya (Antara, 1999).

Peran Hasil Industri Hilir Sawit dalam Perekonomian Bali

Hasil industri hilir sawit memang tidak berkontribusi langsung dalam pembentukan

output sector-sektor perekonomian Bali seperti halnya perekonomian suatu Provinsi di

Sumatera atau Kalimantan yang memilik perkebunan kelapa sawit dan industri hilir sawit,

karerna di Bali memang tidak ada perkebunan dan pengolahan sawit. Namun secara tidak

langsung produk industri hilir sawit seperti minyak goreng, margarine, lilin, sabun, berbagai

produk perawatan tubuh, hingga minyak biodiesel banyak digunakan dalam proses produksi

barang dan jasa di sector pariwisata, restoran atau biro perjalanan, dan masyarakat Bali pada

umumnya. Dengan demikian produk industri hilir sawit berkontribusi besar dalam

mempercepat perputaran roda perekonomian Bali, dengan kata lain sebagai pelumas motor

penggerak perekonomian Bali yaitu pariwisata dan industri kecil dan menengah, sehingga dapat

dikatakan produk industri hilir sawit memiliki peran besar dalam perekonomian Bali. Misal,

Produk hilir sawit berupa minyak goreng sangat banyak dikonsumsi masyarakat Bali dan

pariwisata, al. Bimoli, Filma, Tropical, Slim, Sunco, Sania. Kunci Mas, Sedaap, Fortune, dan

Forvita. Minyak biodiesel dikonsumsi oleh sektor transportasi. Produk-produk oleopangan dan

eleokimia banyak dikonsumsi industri kecil dan menengah di berbagai sektor perekonomian di

Bali.

PENUTUP

Kesimpulan

1) Produk minyak sawit mentah (CPO) memiliki potensi besar dikembangkan di sektor

industri hilir, yang menghasil nilai tambah besar di dalam negeri untuk menggerakan

perekonomian nasional, dibandingkan diekspor dalam bentuk CPO yang tidak

menghasilkan nilai tambah.

2) Pariwisata sebagai industri perjalanan orang yang melibatkan industri hotel, restoran dan

biro perjalanan adalah penggerak perekonomian Bali di kala normal (tanpa Coovid-19),

berperanan menyerap produk-produk industri hilir sawit seperti minyak goreng, margarine,

lilin, sabun, berbagai produk perawatan tubuh, hingga minyak biodiesel yang banyak

digunakan dalam proses produksi barang dan jasa di sektor pariwisata. Dengan demikian

perekonomian Bali berperan dalam mendorong pengembangan industri sawit di Indonesia

terutama dari sisi permintaan, karena permintaan dapat menarik dan mendorong produksi

industri hilir sawit.

Rekomendasi

1) Industri hilir sawit di Indonesia sebaiknya terus dikembangkan, karena pengolahan minyak

sawit mentah (CPO) menjadi berbagai macam produk olahan hilir mampu menghasilkan

nilai tambah, yang dapat menggerakan perekonomian nasional.

2) Hoax perkebunan kelapa sawit Indonesia merusak lingkungan harus tetap dilawan dengan

menyajikan fakta-fakta yang benar dan argumentasi yang logis, sehingga menyadarkan

Page 24: POTENSI PRODUK HILIR SAWIT DI SEKTOR INDUSTRI DAN …

24

kembali negara-negara importer minyak sawit Indonesia bahwa produk minyak sawit dan

produk olahan lainnya diproduksi berazaskan prinsip-prinsip ramah lingkungan.

REFERENSI

Anonim. 2013. Market Brief Kelapa Sawit dan Olahannya. Kementerian Perdagangan

republic Indonesia. Tersedia:

http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/researchcorner/8491378877725.pd

f.

Anonim. 2017a. Megasektor Sawit dan Kebutuhan Pengelolaan Baru | Gabungan Pengusaha

Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Tersedia: https://gapki.id/news/3152/megasektor-

sawit-dan-kebutuhan-pengelolaan-baru.

Anonim. 2017b. Minyak Kelapa Sawit. Dalam Indonesian Investment. Tersedia:

https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166.

Anonim. 2017c. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Industri Hilir Sawit Minyak Sawit

Indonesia. Dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Tersedia:

https://gapki.id/news/2422/strategi-dan-kebijakan-pengembangan-industri-hilir-minyak-

sawit-indonesia

Anonim. 2018. Produk Hilir Sawit Diminati Pasar Global. Berita Sawit Indonesia, 4 Juli

2018. Tersedia: https://sawitindonesia.com/produk-hilir-sawit-diminati-pasar-global/

Anonim. 2019. Pacu Industri Hilir Sawit, Untuk Tingkatkan Nilai Tambah. Dalam Info Sawit.

Tersedia: https://www.infosawit.com/news/9404/pacu-industri-hilir-sawit--untuk-

tingkatkan-nilai-tambah.

Anonim. 2021a. Refleksi Industri Sawit 2020 dan Prospek 2021. Gabungan Pengusaha Kelapa

Sawit Indonesia (GAPKI). Tersedia: https://gapki.id/news/18768/refleksi-industri-sawit-

2020-prospek-2021.

Anonim. 2021b. TOR Palm O’Corner. Webinar PALM O’CORNER, yang diselenggarakan

oleh Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) berkolaborasi dengan

Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMAGRI) Universitas Udayana dengan topik

“Industri Sawit: Hoax Vs Fakta” yang dilaksanakan pada 4 September 2021.

Antara, M. 1999. Impact of Government Expenditure and Tourism on Performance of Bali

Economy: Social Accounting Matrix Approach. Doctoral Dissertation at the Department

of Agriculture Economic, Post Graduate School, Bogor Agricultural Institute.

Antara, Made dan Sri Sumarniasih, Made. 2017. Role of Tourism in Economy of Bali and

Indonesia. Journal of Tourism and Hospitality Management December 2017, Vol. 5, No.

2, pp. 34-44 ISSN: 2372-5125 (Print), 2372-5133 (Online) Copyright © The Author(s). All

Rights Reserved. Published by American Research Institute for Policy Development DOI:

10.15640/jthm.v5n2a4 URL: https://doi.org/10.15640/jthm.v5n2a4.

Antara, Made and Pitana, IG.. 2009. Tourism Labour Market in the Asia Pacific Region: The

Case of Indonesia. PPt. Presented at the Fifth UNWTO International Conference on

Tourism Statistics: Tourism an Engine for Employment Creation. Held in Bali, Indonesia,

30 March – 2 April 2009. https://webunwto.s3-eu-west-

1.amazonaws.com/imported_images/39102/antara.pdf.

BPS. 2019. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019-Indonesian Oil Palm Statistics 2019.

Penerbit/Published by: Badan Pusat Statistik/BPS–Statistics Indonesia. Tersedia: https://www.bps.go.id › publication › 2020/11/30 › stat.

Matupalesa, A; Fanani, I dan Nauly, Y.D. 2019. Hilirisasi Industri Sawit di Sumatera Utara-

Downstreaming Palm Oil Industry in North Sumatera. In ResearchGate.

https://www.researchgate.net/publication/333675851. DOI:10.31092/jpbc.v3i1.280

Picard, Michael. 2016. Bali: Cultural Tourism and Touristic Culture. Singapore Archipelago

Press. 231 pages.