Portofolio V (Depresi).pdf

20
PORTOFOLIO KASUS JIWA DEPRESI Disusun Oleh: dr. Roza Insanil Husna Pendamping: dr. Endah Woro Utami dr. Deny Christianto RSUD NGUDI WALUYO WLINGI JULI 2013

description

tugas portofolio dokter internship

Transcript of Portofolio V (Depresi).pdf

Page 1: Portofolio V (Depresi).pdf

PORTOFOLIO KASUS JIWA

DEPRESI

Disusun Oleh:

dr. Roza Insanil Husna

Pendamping:

dr. Endah Woro Utami

dr. Deny Christianto

RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

JULI 2013

Page 2: Portofolio V (Depresi).pdf

1

Nama Peserta : dr. Roza Insanil Husna

Nama Wahana : RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar

Topik : Depresi

Tanggal Kasus : 4 Februari 2013

Nama Pasien : Ny. RA No. RM : -

Tanggal Presentasi : - Nama Pendamping : dr. Deny C./dr. Endah W.

Tempat Presentasi : -

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi

Wanita, 23 tahun, sudah menikah, dilarikan ke RS oleh keluarganya dalam keadaan

pingsan. Sampai di IGD pasien telah sadar namun pasien malah menangis dan tidak

mau bicara, pasien juga menolak dilakukan tindakan medis apapun. Keluarga pasien

mengatakan bahwa kira-kira 1 bulan terakhir pasien sedang ada masalah dengan

suaminya. Pasien jadi sering pingsan dan diam menyendiri, bahkan suatu kali pasien

pernah mengatakan ingin bunuh diri. Sehari-hari pasien masih bisa melakukan aktivitas

seperti biasa.

Tujuan

Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta terapi dari gangguan

depresi.

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Bahasan Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama: Ny. RA Nomor Registrasi: -

Nama Klinik:

IGD RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi

Telp:

-

Terdaftar sejak:

-

Page 3: Portofolio V (Depresi).pdf

2

Data Utama untuk Bahan Diskusi

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Wanita, 23 tahun, sudah menikah, dilarikan ke RS oleh

keluarganya dalam keadaan pingsan. Sampai di IGD pasien telah sadar namun pasien

malah menangis dan tidak mau bicara, pasien juga menolak dilakukan tindakan medis

apapun. Keluarga pasien mengatakan bahwa kira-kira 1 bulan terakhir pasien sedang ada

masalah dengan suaminya. Pasien jadi sering pingsan dan diam menyendiri, bahkan

suatu kali pasien pernah mengatakan ingin bunuh diri. Sehari-hari pasien masih bisa

melakukan aktivitas seperti biasa.

2. Riwayat Pengobatan: -

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: -

4. Riwayat Keluarga: Pasien berasal dari keluarga broken home, kedua orang tuanya

bercerai saat pasien masih kecil. Ibu pasien pernah mengalami depresi saat

menghadapi perceraian.

5. Riwayat Pekerjaan: Mahasiswa

6. Lain-lain:-

Daftar Pustaka

1. Sadock, Benjamin J. dan Sadock, Virginia A. 2010. Kaplan and Sadock's Pocket Handbook of Clinical Psychiatry 5th edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins

2. Halverson, Jerry L. 2013. Depression. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview#showall pada tanggal 19 Juli 2013

3. Maslim, Rudi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Nuh Jaya

Hasil Pembelajaran

1. Definisi Gangguan Depresi

2. Etiologi dan Patofisiologi Gangguan Depresi

3. Manifestasi Klinis Gangguan Depresi

4. Terapi Gangguan Depresi

Page 4: Portofolio V (Depresi).pdf

3

PEMBAHASAN

DEPRESI

Definisi1

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.

Epidemiologi1,2

Pada tahun 2010 di Amerika Serikat, CDC telah merilis laporan tentang

prevalensi depresi selama tahun 2006-2008. Dari 235.067 orang dewasa, 9% di

antaranya memenuhi kriteria depresi dan 3,4% diantaranya memenuhi kriteria

depresi berat.

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur

hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10%

perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah

didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5%

dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.

Jenis Kelamin

Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan

depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-

laki. Alasan untuk perbedaan tersebut didalilkan sebagai keterlibatan dari

perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model

perilaku keputusasaan yang dipelajari. Ketidakseimbangan regulasi hormon

dapat mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya

dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang

telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan

pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah

tangga dan kemiskinan.

Usia

Page 5: Portofolio V (Depresi).pdf

4

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat

adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset

antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset

selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis

menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada

orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun.

Status Perkawinan

Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang

yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai

atau berpisah.

Faktor Sosioekonomi dan Budaya

Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan

depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah

perkotaan.

Etiologi1,2

Etiologi depresi terdiri dari:

Faktor genetik

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan

gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak

kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.

Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di

dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan

genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak

mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik

kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan

mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan

bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat

berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat

pertama.

Page 6: Portofolio V (Depresi).pdf

5

Faktor Biokmia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam

metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin

dan dopamine. Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor

neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain

yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino

khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi

neurendokrin dan neuroanatomis.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

Faktor Kepribadian Premorbid

Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama

hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna.

Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung, pesimis dan kurang

bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan lebih

ramah dari rata-rata.

Page 7: Portofolio V (Depresi).pdf

6

Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan

dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar,

mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa

mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran

depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model

yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka

respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang

belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan

dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor

lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang

mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita

mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota

keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana

pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka

anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap

gangguan depresif.

Faktor Lingkungan

Kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya

berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam

keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi

faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat

gangguan depresif muncul.

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa

peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode

pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan

untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai

episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama.

Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan

fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal.

Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada

resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya,

bahkan tanpa adanya stresor external.

Page 8: Portofolio V (Depresi).pdf

7

Klasifikasi3

Berdasarkan PPDGJ-III, gangguan depresi dibedakan menjadi:

F32. Episode Depresif

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di

bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana

perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan

berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit

saja. Gejala lazim lainnya adalah:

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan

pada episode tipe ringan sekalipun)

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke

hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat

memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu.

Sebagaimana pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan

variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah,

terutama di masa remaja. Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan

agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada

depresinya, dan perubahan suasana perasaan (mood) mungkin juga terselubung

oleh cirri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik,

dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh

preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat

keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk

penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika

gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Page 9: Portofolio V (Depresi).pdf

8

Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok dan

memperkembangkan cirri khas yang dipandang secara luas mempunyai makna

klinis khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah kehilangan minat atau

kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati, tiadanya reaksi

emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan,

bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih

parah pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang

nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu makan

secara mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau

lebih dari berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok.

Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggap ada apabila sekitar empat dari

gejala itu pasti dijumpai.

F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan

kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai

gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini,

ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk

menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di

antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-

kurangnya sekitar 2 minggu.

Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah

tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan

biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan berhenti

berfungsi sama sekali.

F32.1 Episode depresif sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas

yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-

kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala

mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara

keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh

episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.

Page 10: Portofolio V (Depresi).pdf

9

Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya

menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan

dan urusan rumah tangga.

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan

ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi

merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak

berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata

terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah bahwa

sindrom somatik hampir selalu ada pada episode dpresif berat.

Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif

ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat

gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok,

maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan

banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian, penentuan

menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya

2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu

kurang dari 2 minggu.

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita

akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah

tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif

berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus

digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2

terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.

Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung

Page 11: Portofolio V (Depresi).pdf

10

jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa

suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging

membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi

atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari

skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya.

Kategori ini hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat

tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus

digunakan subkategori gangguan depresif berulang.

F32.8 Episode depresif lainnya

Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan

gambaran yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3,

meskipun kesan diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai

depresi. Contohnya termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis

somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti

ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif

somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang bukan akibat

penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat pada pelayanan

rumah sakit umum).

F32.9 Episode depresif YTT

F33. Gangguan Depresif Berulang

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana

dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat

adanya episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas

yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria

hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya

dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan,

lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuany sangat

bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding

dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima puluhan. Episode

Page 12: Portofolio V (Depresi).pdf

11

masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya sekitar 6

bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya

sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat

depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,

kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai

tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh

sters; dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi menetap

dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria.

Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang

mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan

mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka

diagnosisnya harus diubahmenjadi gangguan afektif bipolar.

Manifestasi Klinis1,3

Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan

energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan,

berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam

tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk

tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu

menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga

pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah

sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup

lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang

tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan

mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang

sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh

tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan

tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi

untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur,

khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari

karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan

peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah

dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.

Page 13: Portofolio V (Depresi).pdf

12

Diagnosis1,3

Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk

kepada DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of

Mental and Behavioral Disorders. Menurut PPDGJ, gangguan afektif berupa

depresi dapat terbagi menjadi episode depresif dan episode depresif berulang,

dimana episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif ringan, sedang,

dan berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang

episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik,

episode kini berat dengan gejala psikotik dan episode kini dalam remisi.

DSM-IV mendefinisikan sejumlah gangguan psikiatrik yang dapat

diidentifikasi (meskipun ada kemungkinan tumpang tindih) dan berisi kriteria

diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis. Diagnosis dibuat berdasarkan

kenyataan dari riwayat pasien yang khas dan tampilan klinis yang cocok dan

memenuhi sejumlah kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik

politetik, tidak perlu seluruh kriteria dipenuhi untuk membuat diagnosa).

DSM-IV telah memperbaiki reabilitas diagnosis (kemungkinan orang

yang berbeda akan membuat diagnosis yang sama pada pasien yang sama),

tetapi hanya mempunyai dampak yang sederhana terhadap validitas. Hal ini

boleh jadi karena DSM-IV telah memecah kondisi psikiatrik menjadi terlalu

banyak bagian-bagian dan setiap bagian tidak mewakili suatu kondisi yang sah.

Walaupun DSM-IV dapat dipergunakan lintas kultural, penggunaannya pada

situasi tertentu memerlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan gejala-

gejala.

Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSM-IV juga

menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap informasi penting

lainnya, yaitu:

1. Aksis I : Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di atas.

2. Aksis II : Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi mental

3. Aksis III : Gangguan-gangguan fisik yang berhubungan dengan

gangguan mental

4. Aksis IV : Daftar masalah psikososial dan lingkungan, biasanya

Page 14: Portofolio V (Depresi).pdf

13

selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu demikian,

seperti tidak punya pekerjaan, perceraian, problem

keuangan, korban penelantaran anak dan lain-lain.

DSM-IV telah menyusun gangguan mood tambahan baik di dalam badan

teks dan didalam appendiks. Gangguan-gangguan tersebut adalah sindrom yang

berhubungan dengan depresi, berupa gangguan depresif ringan (minor

depressive diorder), gangguan depresif singkat rekuren, dan gangguan disforik

pramenstruasi. Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala tidak mencapai

keparahan yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat. Pada

gangguan depresif singkat rekuren gejala episode depresif memang mencapai

keparahan gejala yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat

tetapi hanya untuk waktu singkat, dengan lama waktu yang tidak memenuhi

kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.

DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat

secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan

depresi, dan juga menuliskan deskriptor keparahan untuk episode depresif berat.

a. Depresif Berat dengan Ciri Psikotik

Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan

penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk.

b. Depresif Berat dengan Ciri Melankolik

Kepentingan yang potensial untuk mengenali ciri melankolik dari

gangguan depresif berat adalah untuk mengidentifikasi suatu kelompok

pasien yang dinyatakan oleh beberapa data adalah lebih responsive

terhadap terapi farmakologi daripada pasien nonmelankolik.

c. Depresif Berat dengan Ciri Atipikal

Diperkenalkannya tipe depresi dengan ciri atipikal yang

didefinisikan secara resmi adaah sebagai respons terhadap penelitian

dan data klinis yang menyatakan bahwa pasien atipikal memiliki

karakteristik yang spesifik dan dapat diramalkan. Ciri atipikal klasik

adalah makan berlebihan dan tidur berlebihan.

Page 15: Portofolio V (Depresi).pdf

14

Pemeriksaan

Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa

instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk

membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi

yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang

sering digunakan, yaitu:

a. Beck’s Depression Inventory

b. Hamilton Depression Scale

c. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk

mengukur keparahan dan kedalaman dari gejala – gejala depresi seperti

yang tertera dalam the American Psychiatric Association's Diagnostik and

Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) pada

pasien dengan depresi klinis. BDI dapat digunakan untuk dewasa

ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atascan be used for both

adults and adolescents 13 years of age and older, dan merupakan

sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam

penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan

terapi.

BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis,

tetapi lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat

keparahannya sesuai dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-

pertanyaan yang tertera pada BDI II menilai gejala-gejala khas dari

depresi seperti gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal,

ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum, ketidaksukaan

terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk bunuh diri,

menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran

tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan

berat badan dan kehilangan libido.

Page 16: Portofolio V (Depresi).pdf

15

Diferensial Diagnosis1,2

Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti pada

penderita depresi, dapat menyebabkan kesalahan diagnostik sehingga

menyebabkan terapi yang inadekuat untuk pasien. Berdasarkan kepustakaan,

ada beberapa kondisi yang harus benar-benar diperhatikan sebagai diagnosa

banding dari depresi, diantaranya adalah:

Penyakit sistem saraf pusat (misal: Parkinson disease, dementia, multiple

sclerosis, neoplasma)

Kelainan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)

Kondisi yang berkaitan dengan obat-obatan (cocaine abuse, efek

samping obat antidepressan)

Penyakit infeksi (mononucleosis, pneumonia)

Penyakit tidur

Terapi1,2

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada

sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua,

pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga,

suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala

sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya.

Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi

psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya

berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat

dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan

dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika

dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi

mungkin terganggu.

Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek

farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa

pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi

tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat

pada antidepresan.

Page 17: Portofolio V (Depresi).pdf

16

Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses

farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek

farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali

(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja

untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin

dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan

etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem

neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan dibahas

adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan

kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs).

a. Trisiklik

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum

digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan

depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi

menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin

sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier

(imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang

paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena

mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan

tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan

harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat

ini tersedia dalam formulasi generik.

Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake

neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder

diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin,

sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada

sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat

kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder,

sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih

responsive terhadap amin tersier.

Page 18: Portofolio V (Depresi).pdf

17

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15

tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses

penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria,

akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik.

Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam

pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh.

Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat

interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan

tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat

menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang

akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati. Contoh obat

golongan ini adalah moclobemide.

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan

lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan

trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan

setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya

mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya

dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena

mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang

memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik

dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya

akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena

akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang

disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang,

kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.

d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme

yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada

SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Contoh obat

dari golongan ini adalah desvenlafaxine dan duloxetine.

Page 19: Portofolio V (Depresi).pdf

18

Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya,

masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi

medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu.

Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama

Terapi Non Farmakologis

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan

depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. Saat

ini telah ditemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai

berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik

terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan

respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3)

disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap

farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik

terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.

Page 20: Portofolio V (Depresi).pdf

19

Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang

memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi

berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah

rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada

satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang,

dengan menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang

kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua,

masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan

atau memperberat gejala depresif sekarang.

Prognosis1,2

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang

dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak

diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang

diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3

bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.

Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan

depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama.

Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik

yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode

ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya

gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu

yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah

indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya

penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala

gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.