POLIP NASI

50
POLIP NASI Kel. A-11 Fk Yarsi 2010

Transcript of POLIP NASI

Page 1: POLIP NASI

POLIP NASI

Kel. A-11Fk Yarsi

2010

Page 2: POLIP NASI

POLIP NASI

merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Terletak di dalam rongga hidung dan berasal dari pembengkakan mukosa hidung atau sinus.

Page 3: POLIP NASI

Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.

Page 4: POLIP NASI

ETIOLOGI

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu :

Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus

Adanya gangguan keseimbangan vasomotor

Adanya peningkatan tekanan cairaninterstitial dan edema mukosa hidung

Page 5: POLIP NASI

Fenomena Bernoulli Menyatakan bahwa cairan / udara yang mengalir

melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Akibatnya jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanannegatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip.

Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit dikompleks osteomeatal (KOM) di meatus medius.

Walaupun demikian polip juga dapattimbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel.

Page 6: POLIP NASI

KOM (Kompleks osteomeatal) Kompleks: terdiri dari beberapa struktur

yaitu konka media, meatus medius, ethmoid terutama antrum, processus uncinatus (didepan ethmoid), infundibulum ethmoid

Osteo: tulang Meatal:meatus medius

Biasanya polip mengisi celah kosong antara konka media dengan dinding lateral hidung

Page 7: POLIP NASI
Page 8: POLIP NASI

Teori lain: Akibat adanya tekanan negatif, terjadi

penurunan tekanan cairan ekstravaskuler sehingga terjadi peningkatan pembentukan cairan jaringan yang mengakibatkan cairan yang bertambah ini akan menumpuk di jaringan ikat longgar dibawah mukosa ethmoid dan antrum

Page 9: POLIP NASI

Teori Alergi Berdasarkan frekuensi yang tinggi pada

penderita alergi dan beberapa bukti: Persamaan histologi, polip dengan reaksi

jaringan alergi yaitu ada edema & eosinofilia Ada eosinofilia pada darah & sekret hidung Adanya hubungan erat antara polip dengan

sinusitis yang disertai asma, rhinitis vasomotorika, urtikaria dan eksema

Hilangnya polip pada kasus yang sensitif dengan cara menghindari alergen dan hiposensitisasi

Page 10: POLIP NASI

Teori Peradangan & Infeksi Pembentukan polip sering diasosiasikan

dengan inflamasi kronik ( infeksi bakteri / virus)

Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan, terutama didaerah sempit di kompleks osteomeatal.

Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius.

Page 11: POLIP NASI

Pada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius.

Lalu terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitealisasi mukosa. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid (mukosa masih berfungsi sehingga masih terasa sakit).

Bila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip (struktur berubah karena jaringan mati sehingga sensitivitas hilang).

Page 12: POLIP NASI

Teori Obstruksi Mekanik Deviasi septum

Deviasi ringan: tidak ada obstruksi Deviasi berat: deviasi septum dengan spina (runcing

dan tajam). Spina menekan konka inferior (paling sering) dan konka media lalu terjadi edema.

Menurut Ogawa, polip lebih sering didapatkan pada rongga hidung dengan septum yang cekung, yang menyebabkan aliran udaranya akan lebih cepat dari bagian cembung di rongga hidung sisi lain. Percepatan ini menimbulkan tekanan negatif yang merupakan rangsangan bagi mukosa hidung sehingga meradang dan terjadi edema

Hipertrofi dan hiperplasia konka inferior dan media

Page 13: POLIP NASI

Teori Gangguan Vasomotor Infeksi berulang – ulang menyebabkan periflebitis dan

perilimfangitis sehingga terjadi obstruksi aliran cairan interstitial yang mengakibatkan kongesti dan edema pada tunika propia.

Lalu terjadi gangguan regulasi vascular yang mengakibatkan dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan adanya edema dan lama-kelamaan menjadi polip.

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.

Page 14: POLIP NASI

Intoleransi Aspirin Pada intoleransi aspirin, terjadinya

polip nasi disebabkan karena inhibisi cyclooxygenase enzyme. Inhibisi tersebut menyebabkan pelepasan mediator radang, yaitu cysteinyl leucotrienes.

Page 15: POLIP NASI

Perubahan Polisakaridadi postulatkan pada 1971 olehJackson dan Arihood

Genetik

Predisposisi genetik diketahui sebagai penyebab polipoid pada fibrosis kistik

Page 16: POLIP NASI

Lokasi Polip Dinding lateral cavum

nasi Dinding medial sinus

maxillaris Labyrinth ethmoid (paling

sering), bisa bilateral / unilateralKemudian keluar melalui meatus medius menuju cavum nasi dan mendesak & melebarkan bentuk dinding tulang

Page 17: POLIP NASI

Polip antrokoana: polip yang besar dalam nasofaring dan berasal dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila dan ostium asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana dan membesar dalam nasofaring (sering unilateral)

Polip antara perbatasan mukosa hidung dengan mukosa sinus

Page 18: POLIP NASI

POLIP ANTROKOANAL

Page 19: POLIP NASI

Klasifikasi Polip Polip oedematosa: warna putih / keabu –

abuan, mengkilat. Jaringan ikatnya sedikit dan banyak rongga yang berisi cairan

Polip fibrosa: polip nasi yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan, tidak mengkilat dan banyak jaringan ikat

Polip vaskuler: polip yang berwarna kemerah – merahan karena banyak pembuluh darah

Page 20: POLIP NASI
Page 21: POLIP NASI

Gejala Klinis Keluhan utama: hidung tersumbat. sumbatan ini

menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus.

Gejala lain: hiposmia, anosmia (gangguan penciuman), sakit kepala, ingus purulen (rinitis / sinusitis kronis), bersin dan gatal pada hidung (alergi)

Gejala sekunder bila ada kel. Organ lainnya: post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka,  telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup

Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.

Page 22: POLIP NASI

Diagnosis Anamnesa

Keluhan utama: hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus.

Gejala lain: gangguan penciuman (Anosmia / hiposmia).Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri dihidung disertai sakit kepala didaerah frontal. Rinore dari jernih sampai purulen.

Gejala sekunder:adanya post nasal drip, sakit kepala,nyeri muka, suara nasal (bindeng), bernafas lewat mulut, halitosis, telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan.

Page 23: POLIP NASI

Pemeriksaan fisik Inspeksi

Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid

Page 24: POLIP NASI

Rhinoskopi anterior (Polip dapat terlihat) Tampak adanya massa lunak, bertangkai, tidak nyeri

jika ditekan, tidak mudah berdarah Deformitas septum membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.

Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi

inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil.

Polip dapat diobservasi berasal daridaerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.

Page 25: POLIP NASI

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) Stadium 1: polip masih terbatas

dimeatus medius Stadium 2: polip sudah keluar dari

meatus medius, tampak dirongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung

Stadium 3: polip yang massif

Page 26: POLIP NASI

Rhinoskopi posteriorTujuan: untuk melihat apakah polip sudah

masuk ke koana atau nasofaringPada pemeriksaan rhinoskopi posterior bila

ukurannya besar akan tampak massa berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di nasofaring

Page 27: POLIP NASI
Page 28: POLIP NASI

Endoskopi nasal Adanya fasilitas endoskop akan sangat

membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak

terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

Page 29: POLIP NASI

Pemeriksaan radiologi Foto polos sinus paranasal (posisi

waters, AP, aldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan didalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip.

Karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis didaerah kompleks osteomeatal.

Page 30: POLIP NASI

Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal.

CT terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan polip yang rekuren juga dipeerlikan potongan aksial.

Page 31: POLIP NASI
Page 32: POLIP NASI

Pemeriksaan Biopsi Indikasi: jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia

lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen

Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag.

Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.

Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang alergi dan Polip Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya.

Page 33: POLIP NASI

Pemeriksaan Pulasan Cairan Hidung Menggunakan Giemsa dan Wright: ditemukan

sel – sel eosinofil dan sel – sel radang. Pemeriksaan Alergi

Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.

Pemeriksaan Laboratorium Untuk membedakan sinusitis alergi atau non

alergi. Pada sunisitis alergi ditemukan eosinofil pada swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis kronis.

Page 34: POLIP NASI

DD Inverted Papilloma

Neoplasma invasif, berkembang cepat dan berulang

Warna merah muda seperti daging dan licin Terutama unilateral Diagnosis: Pemeriksaan Biopsi

Page 35: POLIP NASI
Page 36: POLIP NASI

Angiofibroma nasofaring juvenile Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini

mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung.

Anamnesis: sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial.

Page 37: POLIP NASI

Rhinoskopi posterior: massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi.

Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang.

Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya.

Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan vaskularisasi tumor.

Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra indikasi karena bisa terjadi perdarahan.

Angiofibroma Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki

Page 38: POLIP NASI
Page 39: POLIP NASI

Keganasan Pada Hidung Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya

zat-zat kimia seperti nikel, debu kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain.

Paling sering terjadi pada laki-laki. Gejala klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea,

epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea.

Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor .

Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk sel squamous berkeratin

Page 40: POLIP NASI

Penatalaksanaan Prinsip pengelolaan polip adalah dengan operatif dan

non operatif. Pengelolaan polip nasi seharusnya berdasarkan faktor penyebabnya, tetapi sayangnya penyebab polip nasi belum diketahui secara pasti. Karena penyebab yang mendasari terjadinya polip nasi adalah reaksi alergi, pengelolaanya adalah mengatasi reaksi alergi yang terjadi. Polip yang masih kecil dapat diobati dengan konservatif.

Ada 3 macam terapi polip hidung, yaitu : Medikamentosa(konservatif) : kortikosteroid,

antibiotik & anti alergi. Operasi Kombinasi : medikamentosa & operasi

Page 41: POLIP NASI

Terapi Konservatif Kortikosteroid sistemik (Polipektomi Medikamentosa)

merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal. Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien yang tidak dapat dilakukan operasi.

Dosis dewasa: prednison (30-60mg) selama 4-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu.

Dosis anak-anak: max 1mg/kb/hari selama 5-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu.

Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatam ini.

Page 42: POLIP NASI

Kortikosteroid spray Dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif

tidak efektif untuk polip yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah kekambuhan.

Polip tipe eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal disbanding polip tipe neutrofilik.

Steroid nasal: flucitason, beclomethasone, budesonide efektif untuk menurunkan gejala subjektif, dan meningkatkan aliran udara di hidung.

Page 43: POLIP NASI

Leukotrin inhibitorMenghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase yang akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi.

Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi.

Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.

Bisa juga diberikan dekongestan dan sodium cromolyn

Page 44: POLIP NASI

Operasi Pembedahan dilakukan jika :1. Polip menghalangi saluran nafas2. Polip menghalangi drainase dari sinus

sehingga sering terjadi infeksi sinus3. Polip berhubungan dengan tumor4. Pada anak – anak dengan multipel polip

atau kronik rhinosinusitist yang gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan

Page 45: POLIP NASI

Tindakan operasi yang dapat dilakukan meliputi : Polipektomi intranasal Antrostomi intranasal Ethmoidektomi intranasal Ethmoidektomi ekstranasal Caldwell-Luc (CWL) Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

(BSEF)

Page 46: POLIP NASI

Polipektomi intranasal: merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun belum memadati rongga hidung.

Etmoidektomi intra nasal atau etmoidektomi ekstranasal: untuk polip etmoid

Operasi Caldwell_Luc: untuk sinus maksila Etmoidektomi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS): merupakan tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal. Efektif membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan.

Page 47: POLIP NASI

Surgical micro debridement:merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik

Page 48: POLIP NASI

Komplikasi Operasi SSP – Kerusakan LCS , meningitis,

perdarahan intrakranial, abses otak, hernisasi otak

Mata - Kebutaan, trauma nervus opticus, orbital hematoma, trauma otot-otot mata bisa menyebabkan diplopia, trauma yang mengenai duktus lakrimalis dapat menyebabkan epiphora

Pembuluh darah – trauma pada pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan.

Kematian

Page 49: POLIP NASI

Prognosis Polip nasi dapat muncul kembali

selama iritasi alergi masih tetap berlanjut.

Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel.

Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi relaps

Page 50: POLIP NASI

Daftar pustaka Nuty W. Nizar & Endang Mangunkusumo. Polip Hidung dalam Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC, !997: 173-94

Calderon, Devalia, Davies. Biology of Nasal Epithelium dalam Nasal Polyposis. Copenhagen:Munksgaard,1997. 31-41

Larsen, Tos. Origin and Structure of Nasal Polyps dalam Nasal Polyposis. Copenhagen:Munksgaard,1997.17-21

Drake Lee AB. Nasal polyps. In : Scott Brown`s Otolaryngology, Rrhinology. 5th ed. Vol 4 (Kerr A, Mackay IS, Bull TR edts). Butterworths. London. 1987 : 142-53.

Archer. Nasal Polyps, Non surgical Treatment. http:// emedicine.com Kirtane M V, Prathamesh S Pai. NASAL POLYPOSIS. BMJ 1995;311:1411-

1414 (25 November) Fadil,M. Diagnosis Dini Tumor hidung dan Sinus Paranasal. Kumpilan

Makalah Seminar Sehari Penatalaksanaan Penyakit Hidung Masa Kini. Jakarta.2004.

McClay,Jhon E MD. Nasal Polyps, di akses dari http://www.emedicine.com/

Bechara Y Ghorayeb. Nasal polyps. Di akses dari www.otolaryngology Houston.htm)

Valerie J Lund. Diagnosis and treatment of nasal polyps di akses dari http://www.otolayngology/Houston Htm.