Poliomielitis Pada Anak

31

Click here to load reader

Transcript of Poliomielitis Pada Anak

Poliomielitis pada AnakMakalahDisusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning

Disusun oleh :S. Krissattryo Rosarianto I.Kelompok [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana2013

Pendahuluan

I.Latar BelakangPoliomielitis adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh suatu kelompok virus neurotropik (tipe I,II, dan III). Virus poliomielitis mempunyai afinitas khusus pada sel-sel kornu anterior medula spinalis dan inti saraf motorik tertentu di batang otak. Sel-sel saraf yang terkena mengalami nekrosis dan otot-otot yang disuplainya menjadi paralisis.Penyakit ini cukup sering terjadi pada anak-anak, terutama mereka yang belum melakukan imunisasi secara lengkap, prognosis daripada penyakit polio sebenarnya baik, asalkan penanganannya cepat dan tepat, sesuai dengan berat ringannya gejala klinis, sebelum berlanjut pada komplikasi yang tidak diinginkan. Pada kasus ini, seorang anak datang dengan keluhan kaki kanannya tidak dapatdigerakkan sejak 2 hari yang lalu, dan dari riwayat imunisasi diketahui bahwa ia hanya mendapat imunisasi polio 2 kali yaitu pada waktu usia 2 dan 4 bulan.II.Rumusan MasalahRumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena kaki kanannya tidak dapat digerakkan sejak 2 hari yang lalu III. HipotesisHipotesis dalam makalah ini adalah anak laki-laki tersebut menderita poliomielitis.

Isi

1. AnamnesisAnamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung (autoanamnesis) maupun kepada orang tua sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar.1Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian besar data (diperkirakan sampai 80%) yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Bahkan pada beberapa keadaan, anamnesis merupakan cara tercepat dan satu-satunya kunci menuju diagnosis, baik pada kasus dengan latar belakang penyebab faktor biomedik, psikososial maupun keduanya. Berdasarkan anamnesis ini pula sering dapat ditentukan sifat dan beratnya penyakit dan terdapatnya faktor emosi-psikososial yang mungkin melatarbelakangi, yang semuanya berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan penyakitnya. 1a. IdentitasIdentitas pasien diperlukan untuk memastikan bahwa benar-benar anak tersebut yang dimaksudkan, dan tidak keliru dengan anak lain. Kesalahan identifikasi dapat berakibat fatal, baik secara medik, etika maupun hukum. 1b. Keluhan UtamaAnamnesis tentang penyakitnya sendiri diawali dengan keluhan utama, ialah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama diucapkan oleh orang tua pasien. 1c. Riwayat Perjalanan PenyakitPada riwayat penyakit ini disusun cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesadaran penderita sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien telah mendapat pengobatan sebelumnya, hendaklah ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, serta obat apa saja yang telah diberikan dan bagaimana hasil pengobatan tersebut. Perlu juga ditanyakan hal-hal untuk mengetahui kemungkinan perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadinya komplikasi, gejala sisa, bahkan juga kecacatan. 1d. Riwayat Kehamilan IbuDi sini perlu ditanyakan keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Obat-obat yang diminum ibu selama masa hamil perlu ditanyakan. Dirinci pula berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa kunjungan antenatal tersebut. 1e. Riwayat KelahiranHal-ihwal yang bersangkutan dengan kelahiran pasien harus ditanyakan dan dicatat dengan teliti, termasuk tanggal lahir, tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara kelahiran, adanya kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir dan morbiditas yang ada pada hari-hari pertama setelah lahir. Masa kehamilan juga perlu ditanyakan, apakah cukup bulan, kurang bulan, atau lewat bulan. 1f. Riwayat Pertumbuhan dan PerkembanganStatus pertumbuhan anak dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari Kartu Menuju Sehat atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Kurva panjang badan/ tinggi badan menggambarkan riwayat pertumbuhan yang sebenarnya. Dari pola kurva tersebut dapat dideteksi terdapatnya riwayat penyakit kronik, MEP, penyakit endokrinologis dan lain-lainnya. 1Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui apakah tahapan-tahapan perkembangan dilalui dengan mulus ataukah terdapat penyimpangan. 1g. Riwayat ImunisasiStatus imunisasi penderita harus secara rutin ditanyakan, khususnya imunisasi BCG, DPT, Polio, dan Campak, bila mungkin dengan tanggal saat imunisasi diberikan dan dimana diberikan. Beberapa imunisasi lain seperti rubela, gondongan, dan hepatitis juga ditanyakan. Hal-hal tersebut, di samping perlu untuk mengetahui status perlindungan pediatrik yang diperoleh bayi dan anak, juga dapat membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu (misalnya penyakit polio hampir tidak pernah ditemukan pada anak yang sudah mendapat imunisasi polio secara benar). 1h. Riwayat Penyakit Yang Pernah DideritaPenyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui, karena kadang-kadang ada hubungannya dengan penyakit sekarang, atau setidaknya memberi informasi untuk membantu pembuatan diagnosis dan penatalaksanaan penyakitnya sekarang. 12. Pemeriksaan FisikBerbeda dengan pendekatan pada orang dewasa, agar pemeriksa dapat berkomunikasi dengan baik dengan anak, maka perlu diketahui cara-cara pendekatan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak merasa takut, tidak menangis, dan tidak menolak untuk diperiksa. 1Cara pemeriksaan fisis pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan cara pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi(periksa lihat), palpasi(periksa raba), perkusi (periksa ketuk) dan auskultasi (periska dengar). 11. Keadaan UmumPemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distres akut yang memerlukan pertolongan segera, ataukah pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis yang lebih lengkap. 1Hal pertam yang dilihat adalah kesan keadaan sakit, apakah pasien tidak tampak sakit, tampak sakit ringan, sedang atau berat. Selanjutnya perhatikan kesadaran pasien. Kesadaran baru dapat dinilai bila pasien tidak tidur. Penilaian kesadaran ditanyakan sebagai komposmentis, apatik, somnolen, sopor, koma, delirium. 1Disamping kesadaran, juga dinilai status mental dan tingkah laku pasien; apakah pasien tampak gembira, tenang koperatif, ketakutan, agresif, hiperaktif, gaduh gelisah, murung, atau cengeng. 12. NadiPemeriksaan nadi harus dilakukan pada keempat ekstremitas. Yang dinilai ialah frekuensi, ekualitas, irama serta kualitas nadi. 13. Tekanan DarahIdealnya, setiap pasien harus diukur tekanan darah pada ke 4 ekstremitasnya. Pemeriksaan pada satu ekstremitas saja dapat dibenarkan, bila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal pada ke 4 ekstremitas.4. PernapasanTanda vital ketiga yang perlu dinilai adalah pernapasan pasien. Di samping frekuensi pernapasan, tipe dan kedalaman pernapasan perlu diperhatikan. Dalam keadaan normal, tipe pernapasan bayi ialah abdominal atau diafragmatik.5. SuhuDemam adalah manifestasi berbagai penyakit. Suhu tubuh dapat sedikit meningkat bila anak menangis, setelah makan, setelah bermain dan ansietas. Infeksi berat, termasuk sepsis, yang ada pada anak besar disertai dengan demam, pada bayi baru lahir terutama prematur justru dapat disertai hipotermia. Hipotermia juga terdapat pada dehidrasi dan renjatan.3. Pemeriksaan Penunjanga.Cara Pengumpulan SpesimenBeberapa cara pengumpulan spesimen dibedakan menurut: 2I. Untuk penderita yang tidak dirawat: tinjaII. Untuk penderita yang dirawat:a) Flaccid paralisis: tinja, apus tenggorokanb) Meningo-enchepalitis: tinja, apus tenggorokan dan cairan serebrospinal.c) Kematian: brain stem, spinal cord dan decending colon dan serum.b.Spesimen untuk isolasi virusSemua spesimen untuk isolasi virus harus dikumpulkan secepatnya setelah timbul gejala penyakit. Kontaminasi spesimen untuk isolasi virus ini harus dicegah atau dihindari. Beberapa spesimen untuk isolasi virus. 2TinjaSpesimen tinja merupakan satu-satunya spesimen yang bermanfaat dan sebaiknya dalam 7 hari setelah timbul gejala. Pengeluaran virus dalam tinja dapat terjadi terus-menerus maka dilakukan pengumpulan tinja dua kali dengan jarak 24-48 jam. Tinja sebesar kuku ibu jari orang dewasa (4-8 gram) diambil, lalu dimasukkan dalam tempat tinja dari plastik, dan plastik tersebut harus kering bersih, tidak bocor dan tertutup rapat. 2Bila tinja tidak dapat diperoleh misalnya kesulitan pengambilan atau sedang di lapangan, tinja dapat diambil dengan menggunakan straw (pipa sedotan). Straw ini khusus dibuat dari plastik dan dimasukkan dalam rectum secara perlahan-lahan dan dengan sedikit gerakan, tinja dalam jumlah cukup dapat diperoleh. Straw yang berisi tinja dimasukkan dalam botol kering, bersih dan tertutup rapat. 2

Apus TenggorokanApus tenggorokan steril diusapkan perlahan ke dinding tonsil bagian belakang pharing, setelah keluar lidi dipotong di bawah ujung kapas. Ujung kapas dimasukkan dalam botol screw cap berisi Virus Transport Media (VTM). Apus tenggorokan agak kurang bermanfaat mengingat virus polio hanya berada di oropharinx 7-10 hari setelah onset penyakit. 2

Cairan SerebrospinalDua sampai 3 cc cairan serebrospinal dimasukkan dalam vial screw cap tanpa VTM. 2

Jaringan NekroskopiDiambil pada jaringan otak, servikal, lumbar kord, medulla dan pons pada penderita yang meninggal. Spesimen dimasukkan dalam vial screw cap dengan VTM yang cukup agar spesimen tetap basah. Besarnya jaringan yang diambil sekitar 1 cm3. 2

c.Spesimen untuk test SerologiSpesimen yang digunakan adalah serum darah. Diagnosis ini secara rutin tidak lagi direkomendasikan karena kesulitan intepretasi pada testnya terutama apabila cakupan imunisasi polio telah tinggi. Untuk survei serologi cukup diambil satu spesimen, yang memerlukan 5 cc darah.Pengambilan darah dapat menggunakan filter paper. Filter paper yang digunakan adalah filter khusus . Jumlah filter paper yang dibutuhkan sangat tergantung dari merk/ukuran/ketentuan dari pembuatnya.2

4. Diagnosis KerjaPoliomielitis adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh suatu kelompok virus neurotropik (tipe I,II, dan III). Virus poliomielitis mempunyai afinitas khusus pada sel-sel kornu anterior medula spinalis dan inti saraf motorik tertentu di batang otak. Sel-sel saraf yang terkena mengalami nekrosis dan otot-otot yang disuplainya menjadi paralisis. 3Infeksi polio yang jelas bisa ringan, mulainya tiba-tiba dan berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari; gejalanya termasuk demam, sakit tenggorok, sakit kepala, mual , muntah, anoreksia, dan nyeri abdomen. Secara klasik, tanda paralisis terjadi setelah 2 sampai 6 hari sebagai akibat sebaran virus secara hematogen ke sistem saraf pusat. Secara khas distribusi paralisis adalah asimetris,yang lebih sering terkena ialah otot anggota gerak bawah dan otot yang lebih besar dibandingkan dengan otot anggota gerak bagian atas dan otot yang lebih kecil. Bisa mengenai kelompok otot yang terisolasi, atau bisa juga terjadi perluasan paralisis ke seluruh anggota tubuh. 3

5. Diagnosis Banding

Mielitis TransversalMielitis transversal ditandai dengan berawalnya kelemahan progresif dan gangguan sensoris mendadak pada tungkai bawah. Riwayat infeksi virus sebelumnya yang disertai dengan demam dan malaise didokumentasi pada kebanyakan kasus. Beberapa virus telah dilibatkan termasuk virus Epstein-Barr dan herpes, influenza, rubella, parotitis epidemika (mumps) dan virus varisella. Setidaknya tiga hipotesis telah diusulkan untuk menjelaskan patogenesis mielitis transversal: respons autoimun diperantarai sel, invasi langsung virus pada medulla spinalis, dan vaskulitis autoimun. Pemeriksaan patologis medulla menunjukkan pelunakan yang nyata dan infiltrasi limfosit perivaskular, mendukung dasar imunologis pada kelainan ini. 4Nyeri punggung atau perut bawah dan parestesia kaki merupakan gejala menonjol pada stadium awal. Otot kaki lemah dan flaksid, dan ketinggian sensoris biasanya terdapat pada daerah toraks tengah. Nyeri, suhu dan sensasi sentuhan ringan terkena, tetapi posisi sendi dan rasa getaran dapat dipertahankan. Gangguan sfingter adalah lazim, dalam hal ini kateterisasi kandung kencing diperlukan. Demam dan kaku kuduk ada pada awal kebanyakan kasus. Defisit neurologis berkembang selama 2-3 hari dan kemudian plateau (mendatar), dengan flaksiditas yang secara bertahap berubah menjadi spastisitas dan bersama dengan perkembangan tanda neuron motorik bagian atas pada tungkai bawah. 4

Sindrom Guillain-BarreSindrom Guillain-Barre adalah polineuropati pascainfeksi yang mengakibatkan demielinisasi terutama pada saraf motorik tetapi kadang-kadang juga saraf sensoris. Sindrom ini mengenai orang dari semua umur dan bukan herediter.Paralisis biasanya menyertai infeksi virus nonspesifik pada sekitar 10 hari. Infeksi aslinya hanya dapat menyebabkan gejala saluran cerna (Campilobacter sp) atau gejala saluran pernapasan atas. Kelamahan biasanya mulai dari tungkai bawah dan secara progresif melibatkan tubuh, tungkai atas, dan akhirnya otot-otot bulbar. Otot proksimal dan distal relatif secara simetris dilibatkan, tetapi asimetris ditemukan pada 9% penderita. Mulainya bertahap dan menjelek selama beberapa hari atau beberapa minggu. Terutama pada kasus dengan mulai mendadak, lunak pada palpasi dan nyeri pada otot adalah biasa pada tahap awal. Anak iritabel. Kelemahan mungkin menjelek menjadi ketidakmampuan atau menolak berjalan, dan selanjutnya tetraplegia flaksid. Parestesia terjadi pada beberapa kasus. 4

Paralisis HisterikalGangguan gaya berjalan histeritikal biasanya terjadi dalam hubungannya dengan paralisis histerik dari satu tungkai atau lebih. Gaya berjalan biasanya aneh, mudah dikenali sebagai gaya berjalan histerikal, dan tidak seperti gangguan gaya berjalan yang dicetuskan oleh penyakit organik. Pada keadaan lain, gangguan gaya berjalan histerikal dapat menyerupai gangguan gaya berjalan organik dan dapat sulit diidentifikasi.Pasien histerikal juga biasanya mengontraksikan otot-ototnya sangat lambat ketika diminta, menunjukkan konsentrasi dan usaha yang kuat untuk menimbulkan kontraksi. Tanda objektif dari penyakit neurologik tidak ada; tungkai yang terkena menunjukkan tahanan normal terhadap manipulasi pasif, refleks tendo profunda sama pada kedua sisi tubuh, dan respons plantaris menurun. 56. EtiologiEnterovirus adalah virus RNA yang termasuk famili Pikornaviridae. Subkelompok enterovirus asli-koksakivirus, ekovirus, dan poliovirus. Enterovirus menyimpan aktivitas selama beberapa hari pada suhu kamar dan dapat disimpan sampai waktu tidak terhingga pada suhu dingin. Mereka dengan cepat diinaktifkan oleh panas, formaldehid, klorinasi, dan sinar ultraviolet. Enterovirus, kecuali pada kebanyakan anggota koksaki kelompok A, tumbuh baik pada banyak biakan sel dan menimbulkan pengaruh sitopatik (CPE) yang berbeda dengan efek sitopatik yang disebabkan oleh herpesvirus, adenovirus, dan reovirus. 6

7. EpidemiologiEpidemiologi semua virus enterovirus manusia mirip. Enterovirus tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi tinggi selama bulan-bulan musim hangat pada daerah yang bermusim. Penelitian tentang poliomielitis telah memperlihatkan dengan mencolok bahwa infeksi enterovirus ini disebarkan antar manusia tanpa ada intervensi dari hewan tingkat rendah ataupun pejamu serangga. Hal ini terjadi juga untuk seluruh enterovirus manusia. 7Mayoritas yang terinfeksi bisa mengeluarkan virus tanpa manifestasi klinis apapun. Penyakit ringan atau subklinis merupakan sumber infeksi penting karena sering tidak disadari bahwa individu ini sedang mengeluarkan virus. Pada poliomielitis yang bersifat paralisis, sebaran infeksi dar individu yang menderita paralisis nyata, relatif kurang penting. 7Penyakit yang disebabkan oleh enterovirus lebih sering dilaporkan terjadi pada bayi muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Data ini mencerminkan peningkatan keterlibatan kelompok usia muda untuk penyakit ini, tetapi kebanyakan enterovirus sering diisolasi dari anak pada 4 tahun pertama kehidupannya. Kontak antar manusia yang dekat penting untuk penyebaran virus ini dan kemampuan berkomunikasi antar anggota rumah tangga paling besar pada anak. 7Seroepidemiologi infeksi enterovirus memperlihatkan peningkatan penyebaran infeksi antar anak dalam status sosioekonomi rendah. Keadaan kehidupan yang sesak yang disebabkan kepadatan mungkin dikaitkan dengan higiene buruk, yang meningkatkan penyebaran fecal-oral dari agen penyakit. Epidemiologi klinis yang disebabkan oleh virus ini memperlihatkan bahwa sekret pernapasan yang mengandung virus bukanlah saran penyebaran yang penting. 7

8. Manifestasi Klinis

Infeksi Virus PolioBila orang yang rentan telah terinfeksi dengan virus polio, salah satu dari respon berikut dapat terjadi, dalam urutan frekuensi ini: 1) infeksi tidak jelas pada 90-95% mereka yang terinfeksi, 2) poliomielitis abortif, 3) poliomielitis nonparalitik, 4) poliomielitis paralitik. 6

Poliomielitis AbortifSakit demam singkat terjadi dengan satu atau lebih gejala-gejala berikut: malaise, anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi, dan nyeri perut. Koryza, batuk, eksudat faring, diare, dan nyeri perut lokal serta kekakuan jarang. Demam jarang melebihi 39,5C, dan faring biasanya menunjukkan sedikit perubahan walaupun sering ada keluhan nyeri tenggorok.

Poliomielitis NonparalitikGejala-gejalanya adalah seperti gejala poliomielitis abortif, kecuali bahwa nyeri kepala, mual, dan muntah lebih parah, dan ada nyeri dan kekakuan nyeri otot leher posterior, badan dan tungkai. Paralisis kandung kencing yang cepat menghilang sering dijumpai, dan konstipasi sering ada. Sekitar dua pertiga anak mengalami jeda bebas-gejala antara fase pertama (Sakit minor) dan fase kedua (sakit sistem saraf sentral atau sakit mayor). Kaku kuduk dan spina akan terjadi sebagai dasar diagnosis poliomielitis nonparalitik selama fase kedua.Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda kaku kuduk spina dan perubahan pada refleks superfisial dan dalam. Pada stadium awal semua refleks secara normal aktif dan tetap demikian kecuali kalau terjadi paralisis. Perubahan pada refleks, bertambah atau kurang, dapat mendahului kelemahan pada 12-24 jam; dengan demikian adalah penting untuk mendeteksinya, terutama pada penderita nonparalitik yang ditangani di rumah.Refleks superfisial, yaitu refleks kremaster dan perut dan refleks otot spinal dan glutea, biasanya yang pertama menghilang. Refleks spina dan glutea dapat sebelum refleks perut dan kremaster muncul. Perubahan pada refleks tendon dalam biasanya terjadi 8-24 jam sesudah penurunan refleks superfisial dan menunjukkan paresis tungkai yang segera akan terjadi. Tidak ada refleks tendon dengan paralisis. Defek sensoris tidak terjadi pada poliomielitis.

Poliomielitis ParalitikManifestasinya adalah manifestasi poliomielitis nonparalitik yang disebutkan satu per satu ditambah dengan satu atau lebih kelompok otot, skelet atau kranial. Gejala-gejala ini dapat disertai dengan jeda tanpa gejala beberapa hari dan kemudia pada puncak berulang dengan paralisis. Paralisis kandung kencing lamanya 1-3 hari pada sekitar 20% penderita dan atoni usus besar adalah lazim, kadang-kadang sampai mengarah pada ileus paralitikus. Pada beberapa penderita paralisis otot mungkin merupakan tanda awal.Paralisis flaksid merupakan ekspresi klinis cedera neuron yang paling jelas. Terjadiny atrofi muskuler disebabkan oleh denervasi ditambah atrofi karena tidak digunakan. Nyeri, spastisitas, kaku kuduk dan kekakuan spinal, serta hipertoni pada awal penyakit mungkin karena lesi batang otak, ganglia spinalis, dan kolumna posterior. Aritmia respirasi dan jantung, tekanan darah dan perubahan vasomotor, serta yang serupa merupakan refleksi cedera terhadap pusat-pusat vital dalam medulla.Pada pemeriksaan fisik distribusi paralisis khas kadang-kadang baik kadang-kadang tidak. Untuk mendeteksi kelemahan otot ringan, sering perlu memakai tahanan halus dalam melawan kelompok otot yang sedang diuji. Pada bentuk spinal ada kelemahan beberapa otot leher, perut, batang tubuh, diafragma, thoraks, atau tungkai. Pada bentuk bulber ada kelemahan pada distribusi motorik dari satu saraf kranial atau lebih dengan atau tanpa disfungsi pusat-pusat vital respirasi dan sirkulasi. Komponen-komponen dari kedua bentuk diatas terjadi bersama-sama pada poliomielitis bulbospinalis.Gambaran penyakit khas tertentu terjadi:1. Poliomielitis spiral murni dengan insufisiensi pernapasan mencakup kesesakan, kelemahan, atau paralisis otot-otot pernafasan (terutama diafragma dan interkostal) tanpa keterlibatan klinis saraf-saraf kranial atau puat-pusat vital yang dapat dilihat. Terutama yang terkena segmen medulla spinalis servikal dan thoraks.2. Poliomielitis bulber murni mencakup paralisis nukleus saraf kranial dengan atau tanpa keterlibatan pusat-pusat vital yang mengendalikan pernapasan, sirkulasi, dan suhu tubuh. Keterlibatan saraf kranial 9,10 dan 12 menyebabkan paralisis faring, lidah, dan laring akibat penyumbatan jalan nafas.3. Poliomielitis bulbospinal dengan insufisiensi pernafasan mengenai otot-otot pernafasan bersama dengan paralisis bulber.Infeksi polio yang jelas bisa ringan, mulainya tiba-tiba dan berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari; gejalanya termasuk demam, sakit tenggorok, sakit kepala, mual, muntah, anoreksia, dan nyeri abdomen. Biasanya tidak ada yang ditemukan dalam pemeriksaan fisik. Meningitis virus bisa terjadi selama fase dini ini.Secara klasik, tanda paralisis terjadi setelah 2 sampai 6 hari sebagai akibat sebaran virus secara hematogen ke sistem saraf pusat. Secara khas distribusi paralisis adalah asimetris, yang lebih sering terkena ialah otot anggota gerak bawah dan otot yang lebih besar dibandingkan dengan anggota gerak bagian atas dan otot yang lebih kecil. Bisa mengenai kelompok otot yang terisolasi, atau bisa juga terjadi perluasan paralisis ke seluruh anggota tubuh.8Biasanya ketika temperatur pasien kembali normal, paralisis menjadi tidak progresif dan pemulihan terjadi dengan derajat yang berbeda-beda dalam beberapa minggu atau beberapa bulan berikutnya. Atrofi otot yang terlibat jelas terlihat setelah 4 sampai 8 minggu. Pemulihan mungkin sangat lamban dan tidak didapat kesempurnaan pemulihan dalam 6 sampai 18 bulan.Terkenanya nukleus motorik saraf kranial dan pusat pernapasan dan peredaran darah di medulla oblongata disebut poliomielitis bulbaris. Hal ini bisa terjadi tanpa jelas terlihat terkenanya medulla spinalis. Bentuk poliomielitis ini sangat potensial mengancam kehidupan dan terjadi pada 5 sampai 10% dari semua infeksi yang bersifat paralisis. Bila pusat pernapasan dikenai, pernapasan menjadi tidak teratur dan bisa menimbulkan apnea. Terkenanya pusat vasomotor akan mengubah denyut nadi dan tekanan darah secara dramatis. Dikenainya segmen servikalis dan torakalis medulla spinalis bisa melumpuhkan otot-otot pernapasan. 7

9. Patofisiologi dan PatologiEnterovirus masuk ke pejamu melalui orofaring. Infeksi diketahui terjadi di saluran pencernaan; namun tempat khusus dan jenis selnya tidak diketahui. Dari usus halus virus menyebar ke sistem limfatik setempat dan ke darah. Selama infeksi akut, enterovirus bisa ditemukan pada serum maupun dari fraksi sel darah; monosit merupakan sel bersirkulasi yang paling mungkin terinfeksi. Pasien mungkin asimtomastis atau sedikit menderita keluhan selama permulaan stadium replikasi di usus (1-5 hari). 7Bisa juga sistem organ terutama terinfeksi secara sekunder maka terjadi keluhan klinis tambahan yang khas untuk organ tersebut dalam 1 sampai 2 minggu setelah infeksi dan bisa terjadi viremia sekunder. Selaput otak, miokardium, hati, otak, dan pankreas adalah organ target yang mungkin. Virus bisa juga ditemukan di urine, yang bisa menandakan infeksi genitourinarius atau tanda pengeluaran kuman saja. Enterovirus mungkin dikeluarkan di tinja selama 6 sampai 8 minggu setelah awitan penyakit, tetapi dideteksi dalam waktu lebih singkat di orofaring, biasanya hanya selama 5 sampai 7 hari pertama. 7Neuropati poliomielitis dan penyakit paralisis lain disebabkan oleh enterovirus nonpolio karena penghancuran seluler langsung. Cedera sekunder mungkin karena mekanisme imunologis. Gejala-gejala lain disebabkan oleh lisis virus sel hospes termasuk penyakit neonatus tersebar, meningitis aseptik, ensefalitis, dan penyakit saluran pernapasan akut. Pada poliomielitis, lesi neuron terjadi pada (1) medulla spinalis (terutama sel kornu-anterior dan pada tingkat yang lebih ringan kornu intermedius dan dorsalis serta ganglia radiks dorsalis); (2) medulla (nukleus vestibuler, nukleus saraf kranial, dan formasi retikularis, yang berisi pusat-pusat vital); (3) serebellum (hanya nukleus pada atap dan vermis); (4) otak tengah (terutama substansia abu-abu tetapi juga substansia nigra dan kadang-kadang nukleus merah); (5) talamus dan hipotalamus; (6) pallidum; dan (7) korteks serebri (korteks motoris). Daerah-daerah yang terselamatkan: (1) korteks seluruh otak kecuali daerah motorik; (2) serebellum kecuali vermis dan nukleus linea mediana dalam; dan (3) substansia alba medulla spinalis. 6

10. PenatalaksanaanDasar-dasar menejemen yang luas adalah menghilangkan ketakutan, meminimalkan terjadinya deformitas skelet, mencegah dan menemukan komplikasi disamping komplikasi neuromuskuloskeletal, dan mempersiapkan anak dan keluarga untuk pengobatan yang lama yang mungkin diperlukan dan untuk kecacatan permanen bila hal ini akan terjadi. Penderita dengan bentuk poliomielitis nonparalitik dan paralitik ringan dapat diobati di rumah. 6Untuk bentuk abortif cukup analgesik, sedatif, diet yang menarik, dan tirah baring secukupnya sampai suhu anak normal selama beberapa hari. Penghindaran daya upaya kejadian 2 minggu lebih baik, dan harus ada pemeriksaan neuromuskuloskeleton yang teliti 2 bulan kemudian untuk mendeteksi setiap keterlibatan kecil. 6Pengobatan untuk bentuk nonparalitik serupa dengan pengobatan untuk bentuk abortif, pengurangan rasa sakit terindikasi terutama untuk kekencangan otot yang tidak enak dan spasme leher, batang tubuh, serta tungkai. Analgesik adalah lebih efektif bila dikombinasi dengan pemakaian kantong panas selama 15-30 menit setiap 2-4 jam. Penderita demikian juga harus diperiksa dengan hati-hati 2 bulan sesudah penyembuhan nyata untuk mendeteksi sisa-sisa minor yang mungkin menyebabkan masalah pada postur tubuh untuk tahun-tahun berikutnya. 6Kebanyakan penderita dengan bentuk paralitik memerlukan rawat inap. Diperlukan suasana yang tenang. Kesejajaran tubuh yang sesuai diperlukan untuk menghindari deformitas skelet berlebihan. Gerakan aktif dan pasif terindikasi segera setelah nyeri hilang. Opiat dan sedatif dapat diizinkan hanya jika tidak ada gangguan atau ancaman ventilasi. Diet yang menarik dan masukan cairan yang relatif tinggi harus dimulai segera jika tidak ada muntah. Tambahan garam harus diberikan jika suhu lingkungan tinggi atau jika pemakaian kantong hangat memicu keluarnya keringat. Anoreksia pada mulanya sering. Diet dan masukkan cairan cukup dapat dipertahankan dengan penempatan kateter vena sentral. 6Menejemen poliomielitis bulber murni terdiri atas pemeliharaan jalan nafas dan menghindari semua risiko inhalasi ludah, makanan dan muntahan.Keseimbangan cairan dan elektrolit paling baik dipertahankan dengan infus intravena karena makanan pipa atau oral dalam beberapa hari pertama dapat mencetuskan muntah. Disamping pengamatan yang ketat untuk insufisiensi pernafasan, tekanan darah harus diukur setidak-tidaknya dua kali sehari karena hipertensi sering terjadi dan kadang-kadang menyebabkan enselopati hipertensif. Penderita dengan poliomielitis bulber murni mungkin memerlukan trakeostomi karena paralisis plikavokalis atau konstriksi hipofaring; sebagian besar yang sembuh menderita sedikit gangguan sisa, walaupun penderita menunjukkan disfagia ringan dan kadang-kadang kelelahan vokal dengan bicara yang tidak jelas. 6Ventilasi yang terganggu harus dikenali awal; peningkatan kecemasan, kegelisahan, dan kelelahan merupakan indikasi awal untuk segera intervensi. Trakeostomi terindikasi untuk beberapa penderita dengan poliomielitis bulber murni, paralisis otot spinal pernapasan, dan paralisis bulbospinal karena penderita ini biasanya tidak mampu batuk, kadang-kadang selama beberapa bulan. Respirator mekanik sering diperlukan. 6

11. PencegahanVaksinasi merupakan satu-satunya cara efektif pencegahan poliomielitis. Cara-cara higienis membantu membatasi penyebaran infeksi pada anak yang masih muda, tetapi imunisasi perlu untuk mengendalikan penyebaran pada kelompok umur yang lebih tua. Kemanjuran vaksin polio yang diinaktifkan (inactivated polio vaccine [IPV]), dan vaksin polio hidup yang dilemahkan yang diberikan secara oral (oral polio vaccine[OPV]) telah dibentuk dengan baik. Kedua vaksin memicu produksi antibodi yang melawan tiga strain virus polio. Respon imun spesifik tergantung pada dosis dan potensi vaksin serta umur dan status imun vaksin. 6IPV tidak memicu produksi IgA usus, sedang OPV memicu imunitas mukosa yang berarti sepanjang saluran cerna atas dan bawah. Infeksi usus dengan tipe liar mungkin terjadi pada resipien IPV dan ditularkan ke individu nonimun. OPV merangsang produksi IgA sekretori faring serta usus, mencegah replikasi virus pada tempat-tempat ini. Penularan virus tipe liar melalui penyebaran tinja dibatasi pada resipien OPV. 6Seri primer OPV terdiri atas dua dosis yang diberikan dengan interval paling sedikit 6 minggu dan dimulai pada usia 2 bulan (biasanya usia antara 2 dan 4 bulan). Dosis ketiga (booster#1) dapat diberikan setiap saat antara usia 6 dan 18 bulan (biasanya pada usia 6 bulan) dan dosis dosis kempat (booster#2) saat masuk sekolah (usia 4-6 tahun). Pemberian booster kedua tidak diperlukan apabila booster pertama diberikan setelah usia anak 4 tahun. Anak yang belum diimunisasi sebelum usia 1 tahun harus menerima dua dosis OPV dengan interval 6 sampai 8 minggu, dan dosis ketiga 2 sampai 12 bulan kemudian. Dosis keempat harus diberikan saat anak masuk sekolah (usia 4-6 tahun)apabila dosis ketiga diberikan sebelum anak berusia 4 tahun.Seri primer e-IPV terdiri atas 2 dosis (0,5 ml subkutis) yang diberikandengan interval 4 sampai 8 minggu dan dimulai pada usia 2 tahun, dengan dosis ketiga diberikan 6 sampai 12 bulan kemudian. Suntikan booster diberikan saat masuk sekolah (usia 4-6 tahun). Suntikan booster berkala tambahan mungkin dapat dianjurkan seiring semakin banyaknya pengalaman dengan vaksin suntik yang potensinya telah ditingkatkan.

12. KomplikasiBeberapa pasien pengidap poliomyelitis, selama 10-40 tahun kemudian akanmenampakkan puncak dari gejala seperti kelemahan otot, penurunan kemampuan beraktifitassehari-hari, dan/ atrofi otot. Gejala ini didefinisikan sebagai atrofi otot post-polio yang berlanjut.Manifestasi lain dari post-polio sindrom termasuk nyeri otot, deformitas tulang, kelelahan dankram. Perkembangan kemunduran otot pada post-polio sindrom umumnya lambat dan padabeberapa kasus tidak bisa dilihat hanya dalam 1-2 tahun.Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi, diantaranya: 81. Deformitas Tulang. Disebabkan oleh kelemahan otot, deformitas tulang mungkin akan terjadi disebabkanoleh positioning yang salah.2. Abnormalitas Neurologis. Saraf yang terjepit mungkin terjadi pada pasien pengidap polio dan menyebabkan eksaserbasi atropi otot dan kelemahan.3. Komplikasi respiratory. Skoliosis dan atropi otot dapat menyebabkan penyakit paru. Penyakit paru tersebutakan berakibat pada insufisiensi pernafasan dan core pulmonale.

13. Prognosis Mortalitas pada epidemi poliomielitis perkotaan yang besar di Amerika Serikat pada masa pravaksin adalah 5-7%. Kebanyakan kematian terjadi pada 2 minggu pertama sesudah mulai. Mortalitas dan tingkat kecacatan lebih besar sesudah umur pubertas. Pada umumnya semakin luas paralisis pada 10 hari pertama sakit, semakin berat cacat yang terjadi. Perbaikan yang tidak diharapkan mungkin tampak segera sesudah demam turun dan juga sekitar 6 minggu sesudah mulai, waktu yang bersesuaian dengan perbaikan fungsional neuron inaktif sementara. 6Tingkat penyembuhan fungsional tergantung pada terapi yang cukup dan segera sebagaimana dikaitkan dengan posisi tubuh yang tepat, gerakan aktif, penggunaan alat pembantu, dan sangat penting motivasi psikologis penderita untuk kembali pada kehidupan yang sepenuhnya dan senormal mungkin. 6

Penutup

I. KesimpulanKesimpulan dari makalah ini adalah anak berusia 7 tahun tersebut menderita poliomielitis yang dikarenakan oleh infeksi yang disebabkan oleh poliovirus dan tidak lengkapnya imunisasi polio yang harusnya diperoleh anak tersebut.

II. Daftar Pustaka1. Wahidiyat I, Matondang CS, Sastroasmoro HS. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: FKUI, 1991.h. 3-37.2. Wahyuono G, Herawati MH. Peran laboratorium dalam menunjang eradikasi polio. Media Litbang Kesehatan XVII Nomor 1 Tahun 2007.h. 48.3. Hadyanto. Poliomielitis dan dasar-dasar pembedahan rehabilitasi: teknik-teknik untuk rumah sakit daerah. Jakarta: EGC, 1996.h. 134. Beherman RE, Kliegman R. Nelson ilmu kesehatan anak. Vol 3. Ed. 15. Jakarta: EGC, 2000.h. 2114 2142.5. Isselbacher KJ. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC, 1999.h. 153.6. Beherman RE, Kliegman R. Nelson ilmu kesehatan anak.Vol 2. Ed. 15 Jakarta: EGC, 2000.h. 1077-86.7. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Vol 3. Edisi ke 20. Jakarta: EGC; 2006. h. 37-8,710-12.8. Elzouki AY, Harfi HA, Nazer HM.Textbook of clinical pediatrics, Volume 1.New York: Springer, 2012. p. 1244.

Page | 11