[IKK 6B] ASKEP POLIOMIELITIS ANAK revv.pdf

36
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLIOMIELITIS MAKALAH disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VI B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember oleh Ria Aridya Liarucha NIM 112310101011 Haidar Dwi Pratiwi NIM 112310101012 Dicky Andriansyah NIM 112310101027 Bima Satriya D. NIM 112310101030 Wafi Hidayat NIM 112310101034 Andi Susanto NIM 112310101051 Fitania Marizka NIM 112310101064 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2013

Transcript of [IKK 6B] ASKEP POLIOMIELITIS ANAK revv.pdf

  • ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLIOMIELITIS

    MAKALAH

    disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VI B

    Program Studi Ilmu Keperawatan

    Universitas Jember

    oleh

    Ria Aridya Liarucha NIM 112310101011

    Haidar Dwi Pratiwi NIM 112310101012

    Dicky Andriansyah NIM 112310101027

    Bima Satriya D. NIM 112310101030

    Wafi Hidayat NIM 112310101034

    Andi Susanto NIM 112310101051

    Fitania Marizka NIM 112310101064

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS JEMBER

    2013

  • ii

    PRAKATA

    Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya

    sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan

    Keperawatan Pada Pasien Dengan Poliomielitis. Makalah ini disusun untuk

    memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIB pada Program Studi

    Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

    Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu

    Keperawatan Klinik VIB yang telah membimbing kami sehingga kami dapat

    menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih pula kepada teman-teman

    yang secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan semangat dan kerja sama yang

    baik.

    Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima

    kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah

    ini.

    Jember, November 2013

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

    PRAKATA .................................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

    BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

    1.2 Tujuan ...................................................................................... 2

    1.3 Manfaat .................................................................................... 2

    BAB 2. TINJAUAN TEORI ........................................................................ 3

    2.1 Definisi ................................................................................... 3

    2.2 Epidemiologi .......................................................................... 4

    2.3 Etiologi ................................................................................... 6

    2.4 Cara Penularan Penyakit ..................................................... 6

    2.5 Klasifikasi .............................................................................. 7

    2.6 Manifestasi klinis .................................................................. 10

    2.7 Patofisiologi ........................................................................... 12

    2.8 Komplikasi & Prognosis ....................................................... 12

    2.8.1 Komplikasi .................................................................... 12

    2.8.2 Prognosis ....................................................................... 12

    2.9 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 14

    2.10 Penatalaksanaan ................................................................... 15

    2.11 Pencegahan ............................................................................ 16

    BAB 3. PATHWAYS .................................................................................. 18

    BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................ 19

    4.1 Pengkajian ............................................................................... 19

    4.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................... 24

    4.3 Perencanaan ............................................................................ 25

  • iv

    4.4 Implementasi ........................................................................... 28

    4.5 Evaluasi .................................................................................... 29

    BAB 5. PENUTUP ........................................................................................ 31

    5.1 Kesimpulan ............................................................................... 31

    5.2 Saran ......................................................................................... 31

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ .. 32

  • 1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut yang pada keadaan serius

    menyerang susunan saraf pusat. Kerusakan saraf motorik pada medulla spinalis

    menyebabkan paralisis flaksid (Jawetz, et al., 2005). Poliomielitis dahulu disebut

    penyakit lumpuh kanak-kanak, tetapi sekarang diketahui bahwa penyakit ini dapat

    juga menyerang orang dewasa.

    Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu,

    Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI,

    Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan

    secara total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22

    kabupaten/ kota di Indonesia (Budi, et al., 2013).

    Berdasarkan epidemiologi polio di Indonesia, penting bagi perawat untuk

    mengetahui konsep dasar penyakit polio beserta konsep asuhan keperawatannya.

    Perawat dapat berperan serta untuk mencegah dan mengobati penyakit polio di

    Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya promotif

    untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan

    penyakit polio melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penyebarluasan

    informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat, dan

    peningkatan gizi; upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau

    kondisi yang memperberat penyakit polio; upaya kuratif dan rehabilitatif untuk

    menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan tingkat kejadian

    penyakit polio.

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusunlah makalah ini sebagai

    referensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan polio

    sehingga perawat mengetahui dan mampu untuk menerapkannya dalam praktek

    layanan asuhan keperawatan.

  • 2

    1.2 Tujuan

    Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

    1. Menjelaskan konsep dasar penyakit poliomielitis pada anak.

    2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pasien dengan poliomielitis.

    1.3 Manfaat

    Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan makalah ini adalah

    sebagai berikut.

    1. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIB.

    2. Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah pada Program Studi Ilmu

    Keperawatan Universitas Jember.

    3. Menambah wawasan kepada mahasiswa jurusan kesehatan khususnya

    mahasiswa keperawatan.

    4. Melatih mahasiswa dalam menyusun dan membuat karya tulis ilmiah.

  • 3

    BAB 2. TINJAUAN TEORI

    2.1 Definisi

    Poliomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus polio

    dan dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. 50%-70% dari kasus polio

    adalah umur 3-5 tahun (Ranuh, 2008). Poliomielitis adalah penyakit menular akut

    yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu

    sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakan

    bagian susunan saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot (Staf

    Pengajar IKA FKUI, 2005). Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut yang pada

    keadaan serius menyerang susunan saraf pusat. Kerusakan saraf motorik pada

    medulla spinalis menyebabkan paralisis flaksid (Jawetz, et al., 2005).

    Poliomielitis dahulu disebut penyakit lumpuh kanak-kanak, tetapi sekarang

    diketahui bahwa penyakit ini dapat juga menyerang orang dewasa.

    Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

    poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh infeksi virus

    polio yang menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan

    serta atrofi otot pada anak-anak maupun pada orang dewasa.

    Gambar 2.1 Anak penderita polio

  • 4

    Gambar 2.2 Dewasa penderita polio

    2.2 Epidemiologi

    Polio tersebar di seluruh dunia terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan

    Afrika. Kasus terakhir virus polio 3 terjadi di Sri Lanka pada tahun 1993, virus

    polio 1 dan polio 3 di Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1995, dan virus Polio 1

    di Thailand pada tahun 1997.

    India salah satu Negara endemic polio, juga menularkan penyakit ini ke

    Cina dan Syria pada tahun 1999, ke Bulgaria pada tahun 2001, serta ke Lebanon

    pada 2003. Menurut penyelidikan WHO dan Depkes RI, virus polio liar di

    Indonesia pada tahun 2005 berasal dari sudan atau Nigeria yang berada di Arab

    Saudi. Virus tersebut ditularkan ke Negara lain melalui jamaah haji, jemaah

    umroh, dan tenaga kerja lainnya.

    Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio. Penderita

    polio sebanyak 70-80% di daerah endemik adalah anak berusia kurang dari 3

    tahun, dan 80-90% adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang

    tidak diimunisasi, kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak-anak

    yang tidak terdaftar.

  • 5

    Gambar 2.3 Sejarah adanya penyakit polio

    Data terakhir sampai Juni 2007 terdapat 243 kasus polio liar pada tahun

    2007. Negara penyumbang terbesar adalah Nigeria sebanyak 114 kasus, India

    sebanyak 82 kasus, dan Korea Utara sebanyak 13 kasus. Indonesia yang pernah

    mencatat 303 kasus pada tahun 2005 menurun hingga menjadi hanya 2 kasus pada

    tahun 2006 dan tidak ada kasus pada tahun 2007.

    Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu,

    Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI,

  • 6

    Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan

    secara total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22

    kabupaten/ kota di Indonesia (Budi, et al., 2013).

    2.3 Etiologi

    Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV)

    dengan diameter 20-32 nm, berbentuk sferis, tahan pada pH 3-10 sehingga dapat

    tahan terhadap asam lambung dan empedu. Virus tidak rusak beberapa hari dalam

    temperatur 2-8 derajat celcius. Virus masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi

    saluran usus, dan menyebar ke sistem saraf melalui aliran darah (Zulkifli, 2007).

    Virus poliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus Enterovirus dan

    famili Picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2

    (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe

    virus tersebut. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1,

    tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik dan tipe 3 menyebabkan

    epidemi ringan. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi

    bersifat seumur hidup dan spesifik untuk satu tipe (Pasaribu, 2005).

    Gambar 2.4 Poliovirus tipe 1,2, dan 3

    2.4 Cara Penularan Penyakit

    Virus Polio ditularkan terutama dari manusia ke manusia, terutama pada

    fase akut, bersamaan dengan tingginya titer virus polio di faring dan feses. Virus

    polio diduga dapat menyebar melalui saluran pernafasan karena sekresi

    pernafasan merupakan material yang terbukti infeksius untuk virus entero lainnya.

    Meskipun begitu, jalur pernafasan belum terbukti menjadi jalur penularan untuk

  • 7

    virus polio. Transmisi oral biasanya mempunyai peranan yang dominan pada

    penyebaran virus polio di negara berkembang, sedangkan penularan secara fekal-

    oral paling banyak terjadi di daerah miskin. Makanan dan minuman dapat

    terkontaminasi melalui lalat atau karena higienis yang rendah. Sumber penularan

    lain yang mungkin berperan adalah tanah dan air yang terkontaminasi material

    feses, persawahan yang diberi pupuk feses manusia, dan irigasi yang dengan air

    yang telah terkontaminasi virus polio (Afie, 2009).

    Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan

    kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada seseorang yang tinggal

    serumah dengan penderita. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi,

    maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis,

    mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi (Afie,

    2009).

    Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk,

    tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah. Di area dengan

    sanitasi yang bagus dan air minum yang tidak terkontaminasi, rute transmisi

    lainnya mungkin penting. Bahan yang dianggap infeksius untuk virus polio adalah

    feses dan sekresi pernafasan dari pasien yang terinfeksi virus polio atau yang

    menerima OPV (Oral Poliovirus Vaccine) dan produk laboratorium yang

    digunakan untuk percobaan dengan menggunakan virus polio. Bahan yang

    dianggap berpotensi infeksius adalah feses dan sekresi faring yang dikumpulkan

    untuk tujuan apapun dari daerah yang masih terdapat virus polio liar. Darah,

    serum dan cairan serebrospinal tidak diklasifikasikan infeksius untuk virus polio

    (Afie, 2009).

    2.5 Klasifikasi

    Zulkifli (2007) menjelaskan bahwa penyakit polio dapat dibedakan menjadi

    beberapa jenis. Jenis-jenis penyakit polio adalah sebagai berikut.

    1. Polio abortif

    Merupakan bentuk yang paling sering dari penyakit ini. Pasien hanya

    menderita gejala minor, yang di tandai oleh demam, malaise, mengantuk,

  • 8

    nyeri kepala, mual, muntah, konstipasi, dan nyeri tenggorokan dalam

    beberapa kombinasi. Pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.

    2. Polio non-paralisis

    Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan

    sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika

    disentuh.

    3. Polio paralisis spinal

    Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel

    tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot

    tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen,

    kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan.

    Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio

    menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada

    dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf

    tulang belakang dan saraf motorik yang mengontrol gerakan fisik. Pada

    periode inilah muncul gejala seperti flu, namun pada penderita yang tidak

    memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan

    menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak.

    Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang

    serabut saraf.

    Seiring dengan berkembangbiaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus

    akan menghancurkan saraf motorik. Saraf motorik tidak memiliki

    kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan

    bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki

    menyebabkan tungkai menjadi lemas, kondisi ini disebut acute flaccid

    paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan

    kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen

    (perut), disebut quadriplegia.

    4. Polio bulbar

    Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga

    batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung saraf motorik yang

  • 9

    mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai

    saraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf

    muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot

    muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal

    yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan;

    pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus,

    paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.

    Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.

    Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan

    meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian

    biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas

    mengirim perintah bernapas ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal

    karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat tenggelam dalam

    sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan

    trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke

    dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita

    telah menggunakan paru-paru besi (iron lung). Alat ini membantu paru-

    paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di

    dalam tabung. Apabila tekanan udara ditambah, paru-paru akan

    mengempis, sedangkan apabila tekanan udara dikurangi, paru-paru akan

    mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru.

    Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan

    kematian.

    Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia

    penderita. Hingga saat ini, pasien yang bertahan hidup dari polio jenis ini

    harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar

    dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari

    polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang

    sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

  • 10

    2.6 Manifestasi Klinis

    Infeksi virus polio pada manusia sangat bervariasi, dari gejala yang ringan

    sampai terjadi paralysis. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor

    illnesses (gejala ringan) dan major illnesses (gejala berat, baik paralitik, maupun

    non-paralitik).

    Gambar 2.5 Manifestasi klinis pasien polio

    a. Minor Illnesses

    1. Asimtomatis (silent infection)

    Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak

    terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemik diperkirakan

    terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap

    virus tersebut. Merupakan proporsi kasus terbanyak (72%).

  • 11

    2. Poliomielitis abortif

    Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemik,

    terutama yang diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang

    jelas. Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi.

    Timbul mendadak, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari,

    biasanya sekitar 2-10 hari. Gejala berupa infeksi virus, seperti

    malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,

    konstipasi, dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya bisa dengan

    menemukan virus di biakan jaringan.

    b. Major Illnesses

    1. Poliomielitis non-paralitik

    Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala,

    nausea dan muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari,

    kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian

    remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas

    untuk penyakit ini adalah adanya nyeri atau kaku otot belakang leher,

    tubuh dan tungkai dengan hipertonia mungkin disebabkan oleh lesi

    pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak

    berusaha duduk dari posisi tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut

    ke atas sedangkan kedua tangan menunjang kebelakang pada tempat

    tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme,

    kaku kuduk terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky yang

    positif. Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan

    menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan kepala terjatuh ke

    belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat

    perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik.

    2. Poliomielitis paralitik

    Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang terdapat pada

    poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih

  • 12

    kumpulan otot skelet atau kranial, dan timbul paralisis akut. Pada

    bayi ditemukan paralisis vesika urinaria dan atonia usus.

    Secara klinis dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sesuai

    dengan tingginya lesi pada susunan saraf yang terkena.

    a.) Bentuk spinal

    Gejala kelemahan/paralysis/paresis otot leher, abdomen, tubuh,

    diafragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering

    otot besar, pada tungkai bawah otot kuadrisep femoris, pada

    lengan otot deltoideus, dan sifat paralisis adalah asimetris.

    Refleks tendon mengurang/menghilang serta tidak terdapat

    gangguan sensibilitas.

    b.) Bentuk bulbar

    Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak sehingga

    terjadi insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak,

    kesulitan makan, kelumpuhan pita suara dan kesulitan bicara.

    Saraf otak yang terkena adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian

    VII.

    c.) Bentuk bulbospinal

    Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk

    bulbar

    d.) Bentuk ensefalitik

    Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor

    dan kadang-kadang kejang.

    (Estrada dalam Virlta, 2013)

    2.7 Patofisiologi

    Poliomielitis merupakan infeksi dari virus jenis enteroviral yang dapat

    bermanifestasi dalam 4 bentuk yaitu, infeksi yang tidak jelas, menetap,

    nonparalitik, dan paralitik. Poliovirus merupakan RNA virus yang di transmisikan

    memalalui rute oral-fekal, melalui konsumsi dari air yang terkontaminasi feses

    (kotoran manusia). Terdapat tiga jenis yang dapat menyebabkan infeksi pada

  • 13

    manusia. Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 35 hari. Apabila virus masnuk

    kedalam tubuh melalui jalur makan, akan menetap dan berkembang biak di

    kelenjar getah bening nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui

    darah ke seluruh tubuh. Setelah virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan

    mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran saraf pada otot, yang

    menyebabkan kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata.

    Berdasarkan keluhan awal penderita akan mengeluh seperti adanya infeksi

    ringan seperti akibat flu, atau batuk. Pada kasus infeksi yang tidak jelas, keluhan

    disertai dengan adanay mual, muntah, nyeri perut, yang berlangsung selama

    kurang dari 5 hari, dan berkembang menjadi iritasi dari selaput otak. Pada

    paralitik osteomyelitis keluhan akan terus berkembang dari kelemahan anggota

    gerak sampai gangguan pernafasan. Penderita yang telah sembuh dari polio akan

    menimbulkan gejala sindroma postpolio berupa kelemahan dan ketidak

    seimbangan pada anggota gerak yang terinfeksi sebelumnya (Dinkes Siak, 2013).

    2.8 Komplikasi dan Prognosis

    2.8.1 Komplikasi

    Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien polio adalah sebagai berikut.

    1. Hiperkalsuria

    2. Melena

    3. Pelebaran lambung akut

    4. Hipertensi ringan

    5. Pneumonia

    6. Ulkus dekubitus dan emboli paru

    7. Psikosis

    2.8.2 Prognosis

    Hasil akhir dari penyakit ini tergantung bentuknya dan letak lesinya. Jika

    tidak mencapai korda spinalis dan otak, maka kesembuhan total sangat mungkin.

    Keterlibatan otak dan korda spinalis bisa berakibat pada paralisis atau kematian

    (biasanya dari kesulitan bernafas). Secara umum polio lebih sering mengakibatkan

    disabilitas daripada kematian (Estrada dalam Virlta, 2013).

  • 14

    Pasien dengan polio abortif bisa sembuh sepenuhnya. Pada pasien dengan

    polio non-paralitik atau aseptik meningitis, gejala bisa menetap selama 2-10 hari,

    lalu sembuh total. Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian yang terkena.

    Pada kasus polio spinal, sel saraf yang terinfeksi akan hancur sepenuhnya

    sehingga mengakibatkan paralisis akan permanen. Sel yang tidak hancur tapi

    kehilangan fungsi sementara akan kembali setelah 4-6 minggu setelah onset. 50%

    dari penderita polio spinal sembuh total, 25% dengan disabilitas ringan, dan 25%

    dengan disabilitas berat. Perbedaan residual paralisis ini tergantung pada derajat

    viremia, dan imunitas pasien. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat

    ditolong dengan bantuan pernafasan mekanik. Tanpa bantuan ventilasi, kasus

    yang melibatkan sistem pernafasan akan menyebabkan kesulitan bernafas. 5-10%

    pasien dengan polio paralisis meninggal akibat paralisis otot pernafasan (Estrada

    dalam Virlta, 2013).

    Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi

    pusat pernafasan atau infeksi sekunder jalan nafas. Polio bulbar sering

    mengakibatkan kematian bila alat bantu nafas tidak tersedia. Dengan alat bantu

    nafas, angka kematian berkisar antara 25-50%. Bila ventilator tekanan positif

    tersedia angka kematian bisa diturunkan hingga 15%. Otot-otot yang lumpuh dan

    tidak pulih kembali menunjukkan paralisis tipe flasid dengan atonia, arefleksia,

    dan degenerasi (Estrada dalam Virlta, 2013).

    2.9 Pemeriksaan Penunjang

    Virus polio dapat di isolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok

    pada minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda

    dengan enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat di isolasi dari cairan

    serebrospinalis. Bila pemeriksaan isolasi virus tidak mungkin dapat dilakukan,

    maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai serum

    pada fase akut dan konvalesen. Dikatakan positif bila ada kenaikan titer 4 kali

    atau lebih. Tes netralisasi sangat spesifik dan bermanfaat untuk menegakkan

    diagnosa Poliomielitis. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan CF

    (Complement Fixation).

  • 15

    Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukkan pleiositosis biasanya

    kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih banyak polimorfonukleus dari

    limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit yang lebih dominan.

    Sesudah 10-14 hari jumlah sel akan normal kembali. Pada stadium awal kadar

    protein normal, kemudian pada minggu kedua dapat naik sampai 100 mg, dengan

    jumlah set menurun sehingga disebut dissociation cytoalbuminique, dan kembali

    mencapai normal dalam 4-6 minggu. Glukosa normal. Pada pemeriksaan darah

    tepi dalam batas normal dan pada urin terlihat gambaran yang bervariasi dan bisa

    ditemukan albuminuria ringan (Pasaribu, 2005).

    2.10 Penatalaksanaan

    Tidak ada obat untuk polio, hanya bisa dicegah dengan imunisasi.

    Imunisasi lengkap sangat mengurangi risiko terkena polio paralitik. Tidak ada

    antivirus yang efektif melawan poliovirus.

    Tujuan pengobatan polio adalah mengontrol gejala selama infeksi

    berlangsung. Dalam kasus-kasus tertentu, beberapa pasien membutuhkan tindakan

    lifesaving terutama bantuan nafas.

    Berikut pengobatan non spesifik untuk setiap manifestasi klinis dari polio

    menurut Virlta (2013).

    1. Silent infection : istirahat

    2. Poliomielitis abortif : istirahat 7 hari, bila tidak terdapat gejala apa-apa

    aktifitas dapat dimulai lagi. Sesudah 2 bulan dilakukan pemeriksaan lebih

    teliti terhadap kemungkinan kelainan muskuloskeletal.

    3. Poliomielitis paralitik/non-paralitik : istirahat mutlak sedikitnya 2 minggu;

    perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralisis

    pernafasan.

    Pengobatan sesuai dengan fase akut dan post akut adalah sebagi berikut.

    a. Fase akut

    1. Antibiotik untuk mencegah infeksi pada otot yang flaccid

    2. Analgetik untuk mengurangi nyeri kepala, myalgia, dan spasme

  • 16

    3. Antipiretik untuk menurunkan suhu.

    4. Foot board, papan penahan pada telapak kaki, agar kaki terletak

    pada sudut yang tetap terhadap tungkai

    5. Bila terjadi paralisis pernafasan seharusnya dirawat di unti

    perawatan khusus karena penderita memerlukan bantuan

    pernafasan mekanis.

    6. Pada poliomyelitis tipe bulbar kadang-kadang refleks

    menelannya terganggu sehingga beresiko terjadinya pneumonia

    aspirasi. Dalam hal ini kepala anak diletakkan lebih rendah dan

    dimiringkan ke salah satu sisi.

    b. Fase post-akut

    Kontraktur, atrofi dan atoni otot dikurangi dengan fisioterapi.

    Tindakkan ini dilakukan setelah 2 minggu. Penatalaksanaan fisioterapi

    yang dilakukan yaitu:

    1. Heating dengan menggunakan IRR (infra red radiation)

    2. Exercise (active/passive) terutama pada ekskremitas yang

    mengalami kelemahan atau kelumpuhan

    3. Breathing exercise jika diperlukan

    4. Bila perlu pemakaian braces, bidai, hingga operasi ortopedik.

    2.11 Pencegahan

    Poliomielitis dapat dicegah dengan cara antara lain sebagai berikut (Staf

    Pengajar IKA FKUI, 2005).

    1. Jangan masuk daerah endemik.

    2. Dalam daerah endemik jangan melakukan stres yang berat seperti

    tonsilektomi, suntikan dan sebagainya.

    3. Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan.

    4. Imunisasi aktif.

    Vaksin polio dibagi menjadi dua yaitu inactivated polio virus (IPV) yang

    diberikan secara suntikan dan attenuated polio virus (OPV) yang diberikan

    tetesan dibawah lidah. IPV merupakan vaksin yang pertama tersedia secara

  • 17

    menyeluruh pada tahun 1950an. Kelebihan dari IPV adalah berisi virus

    yang lemah, sehingga tidak berhubungan dengan kejadian poliomielitis

    akibat pemberian vaksin. Formulasi yang lebih baik adalah enhanced

    inactivated poliovirus vaccine (eIPV). Vaksin ini diberikan pada usia 2

    bulan, 4 bulan, dan 6 12 bulan dan sebelum masuk sekolah (usia 4 tahun).

    Pemberian OPV terutama sejak tahun 1960an. Imunisasi dengan cara ini

    menyebabkan penurunan yang signifikan pada kasus-kasus poliomielitis di

    dunia. Pemberian secara oral memberikan kelebihan dengan adanya

    pertahana tubuh terhadap virus tersebut di mukosa saluran nafas dan

    pencernaan. Kerugian OPV adalah dapat menyebabkan vaccine-associated

    paralytic poliomyelitis (VAPP). Pemberian vaksin ini diberikan pada usia

    2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan pemberian booster setiap 4 tahun.

    Varian OPV baru berupa monovalent oral poliovirus type 1 vaccine

    (mOPV1) diperkenalkan pertama kali di India pada bulan April 2005. Dari

    penelitan didapatkan bahwa varian baru ini 3 kali lebih efektif dan jauh

    lebih sedikit angka efek samping dibandingkan pemberian OPV pertama,

    sehingga menjadi rekomendasi internasional untuk menghilangkan

    poliovirus (Dinkes, 2013).

  • 18

    2.11 Pathways

    Virus polio (virus RNA)

    Masuk ke tubuh oral-fecal, melalui kotoran, ludah, makanan,

    atau benda lain yang terkontaminasi virus polio

    Berkembang biak di saluran cerna ( tenggorokan dan

    saluran cerna)

    Menyebar melalui kelenjar getah bening dan darah

    Proses

    infeksi Hipertermi

    Menyerang sumsum

    tulang belakang

    Menyerang selaput

    otak

    Menyerang simpul

    saraf

    Menyerang sel anterior

    masa kelabu sumsum

    tulang belakang

    Paralisis

    Meningitis aseptik

    Anoreksia, mual,

    dan muntah

    Gangguan nutrisi kurang

    dari kebutuhan tubuh

    Nyeri

    Paralisis

    Gangguan mobilitas fisik

    Cemas

  • 19

    BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

    4.1 Pengkajian

    PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

    Ruangan : Ruangan tempat pasien di rawat

    Tgl. / Jam MRS : Tanggal dan waktu pasien masuk rumah sakit

    Dx. Medis : poliomielitis

    No. Reg. : No Registrasi perawat dari rekam medis

    TGL/Jam Pengkajian : Tanggal dan waktu saat perawat melakukan pengkajian

    pada pasien anak

    I. Biodata

    A. Identitas Klien

    1. Nama/Nama panggilan : Nama lengkap pasien/Nama panggilan

    yang disukai pasien

    2. Tempat tgl lahir/usia : Biasanya anak yang sering terkena

    penyakit polio adalah yang berusia kurang

    dari 3 tahun

    3. Jenis kelamin : Laki-Laki

    4. A g a m a : Agama pasien

    5. Pendidikan : Pendidikan pasien, biasanya belum sekolah

    6. Alamat : Alamat pasien

    7. Tgl masuk : Tanggal dan waktu pasien masuk rumah

    sakit

    8. Tgl pengkajian : Tanggal perawat melakukan pengkajian

    9. Diagnosa medik : Poliomielitis

    10. Rencana terapi : Rencana terapi pasien

  • 20

    B. Identitas Orang tua

    1. Ayah

    a. N a m a : Nama ayah pasien

    b. U s i a : Usia ayah pasien

    c. Pendidikan : Pendidikan terakhir ayah pasien

    d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Pekerjaan dan sumber penghasilan

    e. A g a m a : Agama ayah pasien

    f. Alamat : Alamat ayah pasien

    2. Ibu

    a. N a m a : Nama ibu pasien

    b. U s i a : Usia ibu pasien

    c. Pendidikan : Pendidikan terakhir ibu pasien

    d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Pekerjaan dan sumber penghasilan

    e. A g a m a : Agama ibu pasien

    f. Alamat : Alamat ibu pasien

    II. Riwayat Kesehatan

    a. Riwayat Kesehatan Sekarang :

    Keluhan Utama :

    Pasien biasanya mengeluh aktivitasnya terganggu karena kelemahan,

    kelelahan, serta kelumpuhan.

    Riwayat Keluhan Utama :

    Awalnya pasien mengeluh semakin hari berat badannya semakin

    berkurang disertai dengan keluahan kelemahan, kelelahan, serta

    kelumpuhan.

    Keluhan yang biasanya dikeluhkan pasien pada saat pengkajian :

    1. Pasien mengeluh aktivitasnya terganggu karena kelemahan,

    kelelahan, serta kelumpuhan.

    2. Keluarga pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini anaknya rewel

    3. Keluarga mengatakan bahwa pasien demam sudah 3 hari yang lalu

    b. Riwayat penyakit terdahulu

  • 21

    Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, biasanya sebelumnya

    pasien belum pernah mengalami penyakit poliomielitis.

    c. Riwayat penyakit keluarga

    Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga pasien. Apabila terdapat

    keluarga yang menderita polio, maka kemungkinan besar keluarga yang

    lain dapat terserang polio dengan mudah.

    d. Pengkajian sosial

    Baisanya pada pasien dengan poliomielitis akan mengalami gangguan

    konsep diri, karena pasien malu dengan kondisi tubuh yang sedang

    dialaminya.

    e. Riwayat sirkulasi

    Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung saat beraktifitas, perubahan

    pada tekanan darah, serta perubahan pada frekuensi jantung.

    f. Riwayat eliminasi

    Pasien biasanya sering sembelit saat BAB. Usus mengalami gangguan

    fungsi. Urine yang keluar sedikit (retensi urin)

    g. Riwayat neurosensori

    Pasien biasanya mengeluh kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan.

    Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,

    tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.

    Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,

    perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,

    kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak

    seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi,

    kejang, sensitiv terhadap gerakan.

    h. Riwayat nyeri/keamanan

    Pasien biasanya akan mengeluh nyeri dan kejang otot, sakit kepala, gatal

    (pruritus), serta sensasi yang abnormal.

    Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama

    Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang

    hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.

  • 22

    i. Riwayat pernafasan

    Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial

    obstruksi.

    j. Riwayat nutrisi

    Pasien biasanya mengalami nafsu makan menurun, berat badan menurun,

    mual dan muntah, dan kesulitan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)..

    III. Pemeriksaan fisik

    1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum pasien polio lemah

    2. Kesadaran : Biasanya pasien dating ke rumah sakit dengan

    kesadaran yang menurun

    3. Tanda tanda vital :

    a. Tekanan darah : Tekanan darah pasien kemungkinan akan

    meningkat

    b. Denyut nadi : Denyut nadi pasien kemungkinan akan

    meningkat

    c. Suhu : Biasanya pasien mengalami hipertermi

    d. Pernapasan : Pernapasan pasien biasanya meningkat

    4. Berat Badan : BB pasien biasanya turun karena anoreksia

    5. Tinggi Badan : Tinggi pasien

    6. Kepala :

    warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, rambut tidak rontok,

    tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tekstur ranbut halus, dan tidak ada

    nyeri tekan, bentuk mata bulat, konjungtiva berwarna merah muda, tidak

    adanya nyeri tekan, bentuk telinga simetris, telinga bersih tidak ada

    kotoran dan tidak ada nyeri tekan, bibir tampak pucat.

    7. Leher :

    warna kulit merata (sama dengan sekitarnya), tida ada lesi, tidak ada

    pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak

    ada nyeri tekan

    8. Thorax dan pernapasan

  • 23

    bentuk dada simetris, tidak ada lesi, pengembangan dada saat bernafas

    simetris, suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan

    9. Abdomen

    warna kulit merata dengan sekitarnya, tidak ada lesi, peristaltik usus 16x

    permenit, tidak ada hepatomegali, tidak ada nyeri tekan, pada saat

    diperkusi timpani.

    10. Genetalia

    Keadaan genetalia normal, tidak ada kelainan atau gangguan pada

    kondisi fisik genetalianya.

    11. Rektum

    Keadaan rektum normal tidak ada hemoroid, prolaps maupun tumor.

    IV. Pemeriksaan Diagnostik

    Biasanya pasien poliomielitis hanya cukup dilakukan pemeriksaan fisik.

    V. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon

    1. Persepsi kesehatan dan pola manajemen

    Keluarga pasien mengetahui tentang apa yang dialami pasien terutama

    ketika tanda-tanda kelemahan fisik serta kelumpuhan mulai muncul,

    namun keluarga pasien tidak mengetahui cara mengatasi hal tersebut.

    2. Pola nutirisi dan metabolik

    Karena penyakit yang dialaminya, nafsu makan pasien menurun

    dikarenakan proses penyakit.

    3. Pola eliminasi

    Terjadi perubahan pada pola eleminasi, dimana pasien merasa sembelit

    saat BAB.

    4. Pola aktivitas dan istirahat

    Pasien mengeluhkan keadaannya yang mengalami kelemahan / keletihan,

    kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,

    quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola

  • 24

    istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,

    cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan.Pola istirahat dan tidur

    5. Pola persepsi dan kognitif

    Pasien merasa nyeri pada alat genitalnya dikarenakan adanya infeksi,

    namun pasein merasa nyaman ketika dia bersama keluarganya, terutama

    ketika ibu pasien selalu disamping pasien untuk menemani pasien.

    6. Pola konsep diri

    Pada pasien dengan poliomielitis biasannya akan mengalami gangguan

    konsep diri karena ketidaknormalan pertumbuhan yang dialaminya serta

    keadaan dirinya yang semakin hari semakin mengalami kelemahan,

    kelelahan, serta kelumpuhan.

    7. Pola peran dan hubungan

    Meskipun pasien merasa kurang percaya diri dengan kondisinya, namun

    pasien masih dapat menjalin interaksi dengan orang-orang disekitarnya,

    terutama dengan kedua orang tuanya.

    8. Pola seksualitas dan reproduksi

    pasien mencemaskan masalah pada seksual (dampak pada hubungan,

    perubahan tingkat kepuasan).

    9. Pola koping dan stress

    Keluarga pasien merasa cemas karena terjadi ketidaknormalan pada An.A.

    muncul faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, pasien

    cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan

    impulsif.

    10. Pola keyakinan dan nilai

    Keluarga pasien berdoa untuk kesembuhan pasien

    4.2 Diagnosa

    1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah.

    2. Hipertermi b/d proses infeksi.

    3. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.

    4. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.

  • 25

    5. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

    4.3 Perencanaan

    No.

    Dx

    Tujuan dan Kriteria

    Hasil

    Intervensi Rasional

    1 Tujuan :

    Setelah dilakukan

    asuhan keperawatan

    selama 3x24 jam,

    diharapkan

    perubahan nutrisi

    membaik,

    Kriteria hasil:

    Mual muntah

    berkurang

    Intake output

    adekuat

    1. Kaji pola makan

    anak.

    2. Berikan makanan

    secara adekuat.

    3. Berikan nutrisi

    kalori, protein,

    vitamin dan mineral.

    4. Timbang berat

    badan.

    5. Berikan makanan

    kesukaan anak.

    6. Berikan makanan

    tapi sering.

    1.) Mengetahui intake dan

    output anak.

    2.) Untuk mencakupi

    masukan sehingga output

    dan intake seimbang.

    3.) Mencukupi kebutuhan

    nutrisi dengan seimbang.

    4.)Mengetahui

    perkembangan anak.

    5.) Menambah masukan

    dan merangsang anak untuk

    makan lebih banyak.

    6.) Mempermudah proses

    pencernaan.

    2 Tujuan :

    Suhu tubuh kembali

    normal

    Kriteria hasil :

    Suhu tubuh normal :

    36,5-37,5oC

    1. Pantau suhu

    tubuh.

    2. Jangan pernah

    menggunakan

    usapan alcohol

    saat

    1) Untuk mencegah

    kedinginan tubuh yang

    berlebih.

    2) Dapat menyebabkan

    efek neurotoksi.

    3) Mengurangi penguapan

  • 26

    mandi/kompres.

    3. Hindari mengigil.

    4. Kompres mandi

    hangat durasi 20-

    30 menit.

    tubuh.

    4) Dapat membantu

    mengurangi demam.

    3. Tujuan:

    Setelah dilakukan

    asuhan keperawatan

    selama 3x24 jam,

    diharapkan klien

    mampu melakukan

    mengontrol nyeri,

    Kriteria hasil:

    Menjelaskan factor

    penyebab nyeri

    Mengikuti

    pengobatan yang

    diberikan

    Mengontrol nyeri

    secara mandiri

    1. Lakukan strategi

    non farmakologis

    untuk membantu anak

    mengatasi nyeri.

    2. Libatkan orang tua

    dalam memilih

    strategi.

    3. Ajarkan anak untuk

    menggunakan strategi

    non farmakologis

    khusus sebelum

    nyeri.

    4. Minta orang tua

    membantu anak

    dengan menggunakan

    srtategi selama nyeri.

    5. Berikan analgesic

    sesuai indikasi.

    1) Teknik-teknik seperti

    relaksasi, pernafasan

    berirama, dan distraksi

    dapat membuat

    2) nyeri dan dapat lebih di

    toleransi.

    3) Karena orang tua adalah

    yang lebih mengetahui

    anak.

    4) Pendekatan ini tampak

    paling efektif pada

    nyeri ringan.

    5) Latihan ini mungkin

    diperlukan untuk

    membantu anak

    berfokus pada tindakan

    yang diperlukan

    mengurangi nyeri.

    4.

    Tujuan:

    Setelah dilakukan

    asuhan keperawatan

    selama 3x24 jam,

    diharapkan klien

    1. Tentukan aktivitas

    atau keadaan fisik

    anak.

    1) Memberikan informasi

    untuk mengembangkan

    rencana perawatan bagi

    program rehabilitasi.

    2) Kelelahan yang dialami

  • 27

    mampu melakukan

    aktivitas lain

    sebagai pengganti

    pergerakan, menjaga

    kestabilan postur,

    Kriteria hasil:

    Dapat mengikuti

    latihan yang

    diberikan

    Dapat

    meminimalisir

    tremor dalam

    melakukan

    pergerakan

    2. Catat dan terima

    keadaan kelemahan

    (kelelahan yang ada).

    3. Indetifikasi factor-

    faktor yang

    mempengaruhi

    kemampuan untuk

    aktif seperti

    pemasukan makanan

    yang tidak adekuat.

    4. Evaluasi

    kemampuan untuk

    melakukan mobilisasi

    secara aman.

    dapat mengindikasikan

    keadaan anak.

    3) Memberikan

    kesempatan untuk

    memecahkan masalah

    untuk mempertahankan

    atau meningkatkan

    mobilitas.

    4) Latihan berjalan dapat

    meningkatkan

    keamanan dan efektifan

    anak untuk berjalan.

    5. Tujuan :

    Kecemasan

    menurun

    Kriteria hasil:

    Anak tenang dan

    dapat

    mengekspresikan

    perasaannya

    Orang tua merasa

    tenang dan

    berpartisipasi dalam

    perawatan anak.

    1. Kaji tingkat realita

    bahaya bagi anak dan

    keluarga tingkat

    ansietas (mis.renda,

    sedang,

    parah).

    2. Nyatakan retalita

    dan situasi seperti apa

    yang dilihat keluarga

    tanpa menayakan apa

    yang dipercaya.

    3. Sediakan informasi

    1. Respon keluarga

    bervariasi tergantung pada

    pola kultural yang

    dipelajari.

    2. Pasien mungkin perlu

    menolak realita sampai siap

    menghadapinya.

    3. Informasi yang

    menimbulkan ansietas

    dapat diberikan dalam

    jumlah yang dapat

    dibatasi setelah periode

  • 28

    yang akurat sesuai

    kebutuhan jika

    diminta oleh

    keluarga.

    4. Hindari harapan

    harapan kosong mis ;

    pertanyaan seperti

    semua akan berjalan

    lancar.

    yang diperpanjang.

    4. Harapanharapan palsu

    akan diintervesikan sebagai

    kurangnya pemahaman atau

    kejujuran.

    4.4 Pelaksanaan Perawat melaksanakan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah

    disebutkan diatas.

    Hari/tanggal Waktu No.

    Dx

    Implementasi

    Senin, 12

    November

    2013

    08.00

    Wib

    1 1. Telah mengkaji pola makan anak.

    2. Telah memberikan makanan secara

    adekuat.

    3. Telah memberikan nutrisi kalori, protein,

    vitamin dan mineral.

    4. Telah menimbang berat badan.

    5. Telah memberikan makanan kesukaan

    anak.

    6. Telah memberikan makanan tapi sering.

    Senin, 16

    November

    2013

    09.00

    Wib

    2 1. Telah memantau suhu tubuh.

    2. Tidak menggunakan usapan alcohol saat

    mandi/kompres.

    3. Telah menghindari mengigil.

    4. Telah mengkompres mandi hangat durasi

  • 29

    20-30 menit.

    Senin, 16

    November

    2013

    10.00

    Wib

    3 1. Telah melakukan strategi non

    farmakologis untuk membantu anak

    mengatasi nyeri.

    2. Telah melibatkan orang tua dalam

    memilih strategi.

    3. Telah mengajarkan anak untuk

    menggunakan strategi non farmakologis

    khusus sebelum nyeri.

    4. Telah meminta orang tua membantu anak

    dengan menggunakan srtategi selama

    nyeri.

    5. Telah memberikan analgesic sesuai

    indikasi.

    Senin, 16

    November

    2013

    11.00

    Wib

    4 1. Telah menentukan aktivitas atau keadaan

    fisik anak.

    2. Telah mencatat dan terima keadaan

    kelemahan (kelelahan yang ada).

    3. Telah mengidentifikasi factor-faktor yang

    mempengaruhi kemampuan untuk aktif

    seperti pemasukan makanan yang tidak

    adekuat.

    4. Telah mengevaluasi kemampuan untuk

    melakukan mobilisasi secara aman.

    4.5 Evaluasi

    Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengevaluasi apakah tindakan

    keperawatan yang teah diberikan mencapai tujuan atau kriteria hasil yang telah

    ditetapkan. Berikut salah satu evaluasi dari diagnosa pertama.

  • 30

    Hari/tanggal Waktu No. Dx Evaluasi

    Senin, 15

    November

    2013

    10.00 Wib 1 S: Ibu klien mengatakan bahwa anaknya

    sudah tidak mengeluh mual muntah lagi

    O: Klien terlihat tenang., TTV dalam batas

    normal, intake output adekuat

    A: masalah teratasi sebagian

    P: intervensi dilanjutkan

    Senin, 12

    November

    2013

    10.00 Wib 2 S: Ibu klien mengatakan bahwa badan

    anaknya sudah tidak panas lagi.

    O: Klien terlihat tenang., TTV dalam batas

    normal, fokus pada suhu 37,0 oC

    A: masalah teratasi

    P: intervensi dihentikan

    Senin, 13

    November

    2013

    11.00 Wib 3 S: ibu klien mengatakan anaknya sudah

    tidak nyeri lagi, mengerti cara mengatasi

    nyeri sesaat, dan paham mengenai

    pengobatan yang danjurkan.

    O:Pasien terlihat tenang, TTV normal,

    tidak menunjukkan adanya nyeri.

    A:Masalah teratasi

    P: intervensi dihentikan

  • 31

    BAB 5. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh infeksi

    virus polio yang menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan

    kelumpuhan serta atrofi otot pada anak-anak maupun pada orang dewasa. Virus

    poliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus Enterovirus dan famili

    Picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan

    tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut.

    Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukkan pleiositosis biasanya

    kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih banyak polimorfonukleus dari

    limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit yang lebih dominan.

    Tujuan pengobatan polio adalah mengontrol gejala selama infeksi berlangsung.

    Dalam kasus-kasus tertentu, beberapa pasien membutuhkan tindakan lifesaving

    terutama bantuan nafas.

    5.2 Saran

    a. Pada mahasiswa

    Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat

    mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit poliomielitis

    baik mengenai pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis maupun

    pencegahan serta penerapan asuhan keperawatannya.

    b. Pada Dosen

    Dosen diharapkan dapat memfasilitasi mahasiswa apabila terdapat mahasiswa

    yang kurang paham tentang penyakit poliomielitis dan memberikan tambahan

    materi atau penjelaskan apabila materi yang diberikan kurang lengkap atau

    kurang jelas.

  • 32

    DAFTAR PUSTAKA

    Afie. 2009. Cara Penyebaran Virus Polio. http://afie.staff.uns.ac.id/

    2009/02/06/cara-penyebaran-virus-polio/ [14 November 2013]

    Budi, et al. 2013. Makalah Virologi Virus Polio Kelompok IV. Makalah.

    Dipublikasikan. Surakarta: Akademi Analis Kesehatan Nasional.

    Dinkes Siak. 2013. Poliomyelitis. http://diskes.siakkab.go.id/

    diskes/index.php?categoryid=48&p5038_articleid=15&pid=5038 08

    November 2013]

    Jawetz, et al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta:

    Salemba Medika.

    Pasaribu, Syahril. 2005. Aspek Diagnostik Poliomielitis. Artikel Ilmiah.

    Dipublikasikan. Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU.

    Ranuh. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi-Ikatan

    Dokter Indonesia.

    Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Keokteran UI. 2005. Ilmu Kesehatan

    Anak Jilid 2. Jakarta: Infomedika.

    Virlta, Chkaa. 2013. Poliomyelitis. http://www.scribd.com/doc/165109179/

    Poliomyelitis [05 November 2013]

    Zulkifli, Andi. 2007. Epidemiologi Penyakit Polio. Makalah. Dipublikasikan.

    Makassar: Universitas Hasanuddin.