Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

5
1 Pusat Kajian Manajemen Kebijakan-LAN Policy Brief SEJAUHMANA PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN DAN LEMBAGA? RINGKASAN EKSEKUTIF elain memenuhi tuntutan dan amanat gerakan reformasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (good governance), reformasi birokrasi merupakan suatu keniscayaan untuk menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan. Globalisasi menuntut keunggulan komparatif antar negara dalam memberikan pelayanan prima kepada stakeholder internasional. Oleh sebab itu, program reformasi birokrasi menjadi prioritas utama Pemerintah. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan reformasi birokrasi, Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Permenpan- RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 telah menetapkan suatu kerangka kebijakan dan strategi implementasi reformasi birokrasi. Namun demikian, pelaksanaan program- program reformasi birokrasi ternyata kurang berhasil mencapai sasaran-sasaran jangka menengah (periode 2010-2014) untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Berbagai indikator seperti indeks persepsi korupsi, integritas pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, dan indeks efektifitas pemerintahan mengindikasikan rendahnya kinerja dan efektifitas pelaksanaan reformasi birokrasi. Karena itu, permasalahan kebijakan yang hendak dipecahkan dalam risalah kebijakan (policy brief) ini adalah bagaimana meningkatkan akselerasi dan efektifitas pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga. Faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi, sekaligus juga bisa menjadi faktor yang menghambat percepatan dan efektifitas implementasi reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga. Akan tetapi faktor penyebab yang paling menonjol adalah penerapan strategi implementasi top down yang menyeragamkan kebijakan, dan pelaksanaan program-program reformasi birokrasi, yang dilakukan tanpa menganalisis dan mempertimbangkan tugas dan fungsi (core business) serta karakteristik dan masalah governance yang spesifik dari masing-masing instansi (one size fits all). Risalah kebijakan ini mengusulkan enam alternatif kebijakan untuk meningkatkan akselerasi dan efektifitas implementasi kebijakan reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga. Sekaligus menjadi rekomendasi kebijakan yang diberikan adalah mensinergikan keenam opsi kebijakan tersebut, dengan lebih menekankan pada pemberian kebebasan kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan kreasi dan inovasi kebijakan. Kemudian dalam strategi implementasi reformasi birokrasi perlu dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi (core business) serta karakteristik dan masalah governance yang spesifik dari masing-masing instansi. PENDAHULUAN Kebijakan reformasi birokrasi Indonesia didesain dalam rangka menggapai visi Terwujudnya pemerintahan kelas dunia”. Maka makna dari visi tersebut adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi, yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada 2025. Pemerintah telah menetapkan kerangka dan arah kebijakan reformasi birokrasi melalui S No. 01/PKMK/2013

description

Selain memenuhi tuntutan dan amanat gerakan reformasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (good governance), reformasi birokrasi merupakan suatu keniscayaan untuk menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan. Globalisasi menuntut keunggulan komparatif antar negara dalam memberikan pelayanan prima kepada stakeholder internasional. Oleh sebab itu, program reformasi birokrasi menjadi prioritas utama Pemerintah. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan reformasi birokrasi, Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Permenpan- RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 telah menetapkan suatu kerangka kebijakan dan strategi implementasi reformasi birokrasi. Namun demikian, pelaksanaan program- program reformasi birokrasi ternyata kurang berhasil mencapai sasaran-sasaran jangka menengah (periode 2010-2014) untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Berbagai indikator seperti indeks persepsi korupsi, integritas pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, dan indeks efektifitas pemerintahan mengindikasikan rendahnya kinerja dan efektifitas pelaksanaan reformasi birokrasi.

Transcript of Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

Page 1: Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

1

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan-LAN

Policy Brief

SEJAUHMANA PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN DAN LEMBAGA?

RINGKASAN EKSEKUTIF

elain memenuhi tuntutan dan amanat gerakan reformasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (good governance), reformasi birokrasi

merupakan suatu keniscayaan untuk menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan. Globalisasi menuntut keunggulan komparatif antar negara dalam memberikan pelayanan prima kepada stakeholder internasional. Oleh sebab itu, program reformasi birokrasi menjadi prioritas utama Pemerintah.

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan reformasi birokrasi, Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Permenpan-RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 telah menetapkan suatu kerangka kebijakan dan strategi implementasi reformasi birokrasi.

Namun demikian, pelaksanaan program-program reformasi birokrasi ternyata kurang berhasil mencapai sasaran-sasaran jangka menengah (periode 2010-2014) untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Berbagai indikator seperti indeks persepsi korupsi, integritas pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, dan indeks efektifitas pemerintahan mengindikasikan rendahnya kinerja dan efektifitas pelaksanaan reformasi birokrasi.

Karena itu, permasalahan kebijakan yang hendak dipecahkan dalam risalah kebijakan (policy brief) ini adalah bagaimana meningkatkan akselerasi dan efektifitas pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi, sekaligus juga

bisa menjadi faktor yang menghambat percepatan dan efektifitas implementasi reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga. Akan tetapi faktor penyebab yang paling menonjol adalah penerapan strategi implementasi top down yang menyeragamkan kebijakan, dan pelaksanaan program-program reformasi birokrasi, yang dilakukan tanpa menganalisis dan mempertimbangkan tugas dan fungsi (core business) serta karakteristik dan masalah governance yang spesifik dari masing-masing instansi (one size fits all).

Risalah kebijakan ini mengusulkan enam alternatif kebijakan untuk meningkatkan akselerasi dan efektifitas implementasi kebijakan reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga. Sekaligus menjadi rekomendasi kebijakan yang diberikan adalah mensinergikan keenam opsi kebijakan tersebut, dengan lebih menekankan pada pemberian kebebasan kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan kreasi dan inovasi kebijakan. Kemudian dalam strategi implementasi reformasi birokrasi perlu dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi (core business) serta karakteristik dan masalah governance yang spesifik dari masing-masing instansi.

PENDAHULUAN Kebijakan reformasi birokrasi Indonesia

didesain dalam rangka menggapai visi “Terwujudnya pemerintahan kelas dunia”. Maka makna dari visi tersebut adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi, yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada 2025.

Pemerintah telah menetapkan kerangka dan arah kebijakan reformasi birokrasi melalui

S

No. 01/PKMK/2013

Page 2: Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

2

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan-LAN

Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Permenpan-RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-RB No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.

Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi diperlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindak-lanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpan-RB No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpan-RB No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara On-line.

Perjalanan reformasi birokrasi sejak tahun 2007/2008 yang diawali oleh Kementerian Keuangan, BPK dan Mahkamah Agung sampai saat ini, capaian hasilnya masih dinilai rendah.

Target pelaksanaan reformasi birokrasi yang disertai dengan tunjangan kinerja / remunerasi adalah seluruh kementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah. Sampai saat ini sudah ada 5 gelombang atau periode penerimaan tunjangan kinerja bagi kementerian/lembaga: 1. Gelombang pertama, September 2007 :

Kemenkeu, BPK dan MA (3 instansi); 2. Gelombang kedua, Januari 2009 : Sekretariat

Kabinet dan Sekretariat Negara (2 Instansi); 3. Gelombang ketiga, Juni 2010 : TNI, POLRI,

Kemenhan, BPKP, Kemenko Perekonomian, Kemenko Polhukam, Kemenko Kesra, Kemenpan dan RB, Kemen PPN/Bappenas (9 Instansi);

4. Gelombang keempat, Januari 2011 : Kejaksaan dan Kemenkumham (2 Instansi);

5. Gelombang kelima, Januari 2012 : Kementerian Perindustrian, Kementerian Ristek, Kementerian Pertanian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), serta Kementerian Perumahan Rakyat. Serta ditambah dengan 15 LPNK meliputi BKPM, BPPT, Badan POM, BKN, BPS, BATAN, LAN, LEMHANAS, ANRI, BKKBN, LEMSANEG, LKPP, BNN, BNPT serta LIPI (20 Instansi).

Perkembangan Pemberian Tunjangan Kinerja

Kepada K/L sejak Tahun 2008 s/d 2013

1. Kemenkeu2. MA3. BPK

4.Kemensetneg5.Setkab

6. Kemenko Perekonomian

7. Kemenko Polhukam

8. Kemenko Kesra

9. Kemen PPN/Bappenas

10.BPKP11.Kemen PANRB12.Kemen

Pertahanan13.TNI14.POLRI

15.Kemenkum & HAM

16.Kejaksaan Agung

17.Kemenperin18.Kemenristek 19.Kementan20.Kemen PPPA21.Kemenpera22.BKPM23.BPPT24.BPOM25.BKN26.BPS27.BATAN28.LAN29.Lemhanas30.ANRI31.BKKBN32.Lemsaneg33.LKPP34.BNN35.BNPT36.LIPI

2008 2009 2010 2011 2012

32

9

2

20

2013

37. Kemendag38. Kemenkes39. Kemen PU40. Kemenlu41. LAPAN42. Kemenkominfo43. Kemendikbud44. BNPPTKI45. Kemenhut46. Kemendagri47. Bapeten48. Setjen DPR RI49. Kemen KP50. BMKG51. BIN52. Perpusnas53. Kemen LH54. Bakorkamla55. Setjen DKN56. Kemenhub57. Kemenakertrans58. Kemenparekraf59. Kemen PDT60. Kemen ESDM61. BSN62. Kemensos63. Basarnas64. Setjen Ombudsman

TK : 70%

TK : 35-50%

Di DPR

28

Sumber : Kemenpan-RB Tahun 2013

Target tersebut diharapkan tidak hanya

tercapai di atas kertas, akan tetapi diharapkan dapat membawa perubahan terhadap reformasi birokrasi secara signifikan. Permasalahan tumpang tindih kebijakan, sudah terjadi sejak lama baik di Pusat maupun di daerah perlu segera dibenahi. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi perlu kebijakan yang tepat dan dilaksanakan secara bertahap dan sesuai kebutuhan instansi, dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Reformasi birokrasi yang dilaksanakan untuk kementerian/lembaga saat ini, untuk lebih optimalnya perlu dikaji lebih seksama dari berbagai aspek, antara lain : kebijakannya, area perubahannya, penyeragamannya, sumber daya manusia aparatur yang ada, ketersediaan anggaran, dan tingkat kelengkapan berkas dokumen yang dibutuhkan.

ANALISIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN/ LEMBAGA

Pada periode 2010-2014, telah ditetapkan tiga sasaran jangka menengah dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi. Sasaran pertama, “terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme”; kedua, “terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat”; dan ketiga, “meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi”.

Page 3: Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

3

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan-LAN

Pencapaian ketiga sasaran tersebut diukur dengan menggunakan berbagai indikator. Sasaran I menggunakan indikator Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dan opini BPK (Wajar Tanpa Pengecualian/WTP); sasaran II memakai indikator integritas pelayanan publik dan peringkat kemudahan berusaha; dan sasaran III menggunakan indikator indeks efektivitas pemerintahan dan instansi pemerintah yang akuntabel (SAKIP).

Sejauh ini pencapaian ketiga sasaran tersebut kurang memuaskan, sebagaimana ditunjukkan oleh pencapaian target-target indikator. IPK Indonesia tahun 2013, misalnya, hanya mencapai 32 dari target 50 pada tahun 2014. Dalam hal opini BPK, dari 93 lembaga yang sudah diperiksa 69 sudah mendapatkan opini WTP pada tahun 2012. Meskipun jumlah Opini WTP naik dari tahun 2011 (67 entitas), namun secara persentase mengalami penurunan sebanyak 3%, sebelumnya 77% (target WTP untuk K/L Pusat adalah 100%).

Target skor integritas pelayanan publik K/L Pusat tahun 2014 sebesar 8,0 kemungkinan juga tidak akan tercapai. Pada 2012 skor itu baru mencapai 6,86 dari baseline 6,64 pada 2009. Target peringkat kemudahan berusaha pada ranking 75 di tahun 2014 juga kecil kemungkinan untuk dicapai. Pada tahun 2013, peringkat kemudahan berusaha Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia itu hanya 128 dari 185 negara yang disurvei.

Selain itu, target skor indeks efektifitas pemerintahan tahun 2014 sebesar 0,5 juga akan sulit dicapai. Pada tahun 2012 skor itu hanya -0,29 (dari skala -2,5 sampai +2,5). Namun demikian, kita masih bisa berharap pada pencapaian target indikator akuntabilitas instansi pemerintah tahun 2014 sebesar 100%. Untuk kementerian/lembaga, pada tahun 2012 target itu telah mencapai 95,06 persen.

Karena itu, masalah kebijakan yang menjadi kajian dari risalah kebijakan ini adalah bagaimana meningkatkan akselerasi dan efektifitas reformasi birokrasi di kementerian/lembaga? Sebelum merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi permasalahan lambat dan kurang efektifnya implementasi kebijakan reformasi birokrasi tersebut tentu faktor-faktor penyebab permasalahan ini harus dianalisis dan diidentifikasi terlebih dahulu.

Pada dasarnya terdapat enam faktor penyebab utama yang menimbulkan permasalahan itu, yaitu:

1. Faktor desain kebijakan reformasi birokrasi: (Permenpan RB Nomor 8 Tahun 2008, Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Permenpan-RB No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Permenpan-RB No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara On-line). Kebijakan reformasi birokrasi ternyata tidak membuat birokrasi semakin terarah dan terintegrasi, dalam prakteknya kebijakan dari setiap sektor (kementerian/lembaga) berjalan sendiri-sendiri dan saling tumpang-tindih, misalnya: antara kebijakan sistem penganggaran (Kemenkeu) dan kebijakan perencanaan pembangunan nasional (Kemen PPN/BAPPENAS); kebijakan LAKIP/RB (Kemen PAN & RB), kebijakan LPPD, LKPD, LEKPD, EKKPD, EKOPD, EDOB (Kemendagri), dan LKPJ (DPRD).

2. Faktor terkait area perubahan reformasi birokrasi, yaitu reformasi di delapan area perubahan dirasakan terlalu besar dan memerlukan upaya yang sangat besar. Tidak semua area perubahan reformasi birokrasi harus dirubah dan bisa dijangkau. Beberapa area perubahan birokrasi sudah berjalan baik dan bisa ditingkatkan lagi.

3. Faktor penyeragaman pendekatan kebijakan dan pelaksanaan reformasi birokrasi, tanpa secara wajar mempertimbangkan karakteristik dan kondisi/permasalahan governance yang spesifik dan “core business” serta tugas fungsi masing-masing instansi(one size fits all). Tugas fungsi dan “core business” instansi yang berbeda-beda, memerlukan penanganan dan strategi reformasi birokrasi yang berbeda-beda pula. Misalnya, terlalu menekankan pada penyeragaman kebijakan yang prosedural yang bersifat top down, tanpa mempertimbangkan kondisi spesifik pada struktur implementasi reformasi birokrasi di lapangan (street level).

4. Faktor SDM. Belum mempertimbangkan ketersediaan SDM yang kompeten. Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dilaksanakan oleh tim reformasi birokrasi yang kompeten, kredibel dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengarahkan proses reformasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Dengan memperhatikan kondisi yang ada saat

Page 4: Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

4

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan-LAN

ini, kendala tim reformasi birokrasi yang kurangt kompeten, kredibel dan lemah komitmen menjadi hambatan. Beberapa instansi menggunakan jasa konsultan untuk mengarahkan program dan proses reformasi instansi. Dampaknya, program dan proses reformasi birokrasi tersebut belum terinternalisasi, bagus di atas kertas namun implementasi banyak hambatan.

5. Faktor keterbatasan dan pengalokasian anggaran. Belum mempertimbangkan ketersediaan anggaran untuk reformasi birokrasi. Ketersediaan anggaran untuk program reformasi birokrasi setiap instansi sangat berbeda-beda. Salah satu instansi dapat meng-hire konsultan asing dengan anggaran yang cukup besar untuk program reformasi birokrasinya, akan tetapi beberapa instansi kesulitan anggaran untuk menjalankan program reformasi birokrasi, selain tidak dianggarkan secara khusus. Selain belum mencapai hasil yang sesuai harapan, praktek ini bertentangan dengan spirit reformasi birokrasi yang bertujuan melakukan efisiensi anggaran.

6. Faktor birokratisasi reformasi birokrasi. Dalam banyak kasus, pemenuhan dokumen reformasi birokrasi menjadi prioritas utama reformasi birokrasi, dibandingkan dengan reformasi yang bersifat substansial. Target dan tujuan reformasi birokrasi menjadi salah arah, dan belum mencapai sasaran yang diharapkan. Di internal instansi semua sumber daya yang ada terfokus untuk memenuhi target kelengkapan dokumen reformasi birokrasi. Perubahan reformasi birokrasi yang dirasakan masih dari sisi dokumentasi, dari sisi manfaat masih belum bisa dirasakan, apalagi pihak eksternal masih belum merasakan hasil dan manfaat reformasi birokrasi tersebut.

ALTERNATIF KEBIJAKAN PENINGKATAN AKSELERASI DAN EFEKTIFITAS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

Dalam mendorong peningkatan akselerasi dan efektifitas implementasi reformasi birokrasi terdapat beberapa alternatif solusi kebijakan, antara lain sebagai berikut : 1. Desain kebijakan.

- Kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis perlu jelas; sosialisasi yang baik agar tidak multi persepsi, dengan template dan best

practice, dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi gelombang pertama.

- Penyusunan strategi reformasi birokrasi agar lebih top down, namun proses pelaksanaannya lebih bottom up sehingga sesuai kebutuhan K/L.

- Program reformasi birokrasi harus bersama-sama dilakukan di lembaga yudikatif dan legislatif.

2. Aspek area perubahan reformasi birokrasi. Tidak semua area perubahan harus dilaksanakan reformasi birokrasi (secara serentak). Untuk efisiensi dan efektifitas reformasi birokrasi, diperlukan assessment terlebih dahulu, untuk mempertimbangkan prioritas, kebutuhan, tahapan dan kesiapan dalam melaksanakan area perubahan reformasi birokrasi.

3. Fleksibilitas, inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Diperlukan adanya pemisahan/klasifikasi/segmentasi reformasi birokrasi untuk K/L dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program reformasi birokrasi agar tidak bias dan tumpang tindih, dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Kementerian dan lembaga didorong untuk melakukan inovasi-inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaan program-program reformasi birokrasi.

4. Penguatan SDM. Diperlukan tim reformasi birokrasi yang kompeten, kredibel dan punya komitmen yang kuat dari seluruh level, mulai pimpinan puncak sampai level bawah. Karena itu, perlu segera mengesahkan RUU ASN, sehingga institusi birokrasi dijabat oleh birokrat yang benar-benar kompeten, berintegritas dan memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).

5. Manajemen anggaran reformasi birokrasi. Penggunaan anggaran reformasi briokrasi perlu dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan reward and punishment secara adil dan sungguh-sungguh, serta dipantau oleh lembaga pemantau yang independen.

6. Simplifikasi dokumen reformasi birokrasi. Diperlukan penyederhanaan dokumentasi reformasi birokrasi sehingga energi dan fokus birokrasi tidak tersita secara tidak efisien pada proses penyiapan dokumentasi reformasi birokrasi.

Page 5: Policy brief sejauhmana pelaksanaan (pusat kajian manajemen kebijakan 2013)

5

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan-LAN

Penerapan opsi-opsi kebijakan ini tentu memiliki potensi memberikan dampak-dampak yang tidak diinginkan (spillover and externalities). Opsi penguatan SDM, misalnya, perlu dirancang suatu exit policy untuk mengganti pejabat-pejabat yang tidak kompeten, kredibel dan kurang memiliki komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, dan akuntabel (good governance). Opsi desain kebijakan juga mensyaratkan perubahan-perubahan terhadap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan dan pelaksanaan reformasi birokrasi.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Keenam alternatif kebijakan untuk meningkatkan akselerasi dan efektifitas pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/lembaga itu tidaklah berdiri sendiri, namun harus dilaksanakan secara sinergis dan saling menguatkan. Namun demikian, Pemerintah hendaknya lebih mendorong kementerian/lembaga untuk melakukan inovasi-inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, tanpa memaksa mereka untuk menyeragamkan atau menggunakan strategi dan pendekatan reformasi birokrasi yang sama yang bersifat top down dengan tidak mempertimbangkan permasalahan dan kondisi governance yang spesifik dari masing-masing kementerian/lembaga tersebut (one size fits all).

REFERENSI 1. Dwiyanto, Agus, Reformasi Birokrasi Publik di

Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.

2. Global Coruption Barometer, Indonesia, Efektivitas Implementasi Reformasi Birokrasi, 2013.

3. Masmanian and Sabatier, The Implementation of Public Policy A Framework of Analysis, Policy Studies Journal, Januari, 1980.

4. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

5. Permenpan-RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Lembaga Administrasi Negara – RI Pusat Kajian Manajemen Kebijakan Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat