Policy Brief - kesga.kemkes.go.idkesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Policy Brief SKI -...

6
1 P e n d a h u l u a n Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia belum menunjukkan hasil yang diharapkan dan masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia. AKI di Indonesia masih terbilang tinggi di Kawasan Asia Tenggara meskipun berbagai program telah dilaksanakan selama lebih dari dua dekade. Indonesia juga tidak berhasil untuk mencapai target MDGs nomor 5 mengenai penurunan kematian ibu di tahun 2015. Saat ini, Indonesia memiliki target SDGs untuk dicapain pada tahun 2030, tentunya akan diperlukan upaya yang sangat besar, konsisten, tepat guna dan tepat sasaran untuk mampu menurunkan angka kematian ibu sesuai dengan target. Penurunan AKI menjadi prioritas terhadap peningkatan kesehatan ibu dan anak. Ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memenuhi hak asasi manusia Indonesia serta sejalan dengan visi Presiden Republik Indonesia untuk menjamin kesehatan ibu hamil dan anak usia sekolah dalam rangka meningkatkan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selalu memprioritaskan program penurunan AKI sebagai program utama kesehatan ibu. Berbagai program penurunan AKI diselenggarakan oleh pemerintah melalui penguatan program hulu sampai dengan hilir, dari pencegahan sampai kepada pengobatan. Pada tahun 1994, Kemenkes memprioritaskan peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pelaksanaan Audit Maternal dan Perinatal (AMP). AMP dimaksudkan untuk mendapatkan informasi terkait kematian setiap ibu (yang terjadi di fasilitas kesehatan maupun di komunitas), yang berkenaan dengan faktor medis (data fasilitas dan tenaga kesehatan) maupun faktor sosial/non-medis (data komunitas). Pelaksanaan AMP dilakukan melalui pengkajian kasus yang terstruktur untuk dijadikan pembelajaran dalam mencegah terjadinya kasus kematian ibu serupa di masa yang akan datang. Data non- medis diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor “Tidak seharusnya ada seorang ibu yang meninggal dunia karena melahirkan kehidupan di dunia ini” Surveilans Kematian Ibu (SKI) Policy Brief Surveilans Kematian Ibu (SKI) Policy Brief, Surveilans Kemaan Ibu (SKI)

Transcript of Policy Brief - kesga.kemkes.go.idkesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Policy Brief SKI -...

1

Pendahuluan

Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia belum menunjukkan hasil yang diharapkan dan masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia. AKI di Indonesia masih terbilang tinggi di Kawasan Asia Tenggara meskipun berbagai program telah dilaksanakan selama lebih dari dua dekade. Indonesia juga tidak berhasil untuk mencapai target MDGs nomor 5 mengenai penurunan kematian ibu di tahun 2015. Saat ini, Indonesia memiliki target SDGs untuk dicapain pada tahun 2030, tentunya akan diperlukan upaya yang sangat besar, konsisten, tepat guna dan tepat sasaran untuk mampu menurunkan angka kematian ibu sesuai dengan target. Penurunan AKI menjadi prioritas terhadap peningkatan kesehatan ibu dan anak. Ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memenuhi hak asasi manusia Indonesia serta sejalan dengan visi Presiden Republik Indonesia untuk menjamin kesehatan ibu hamil dan anak usia sekolah dalam rangka meningkatkan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selalu memprioritaskan program penurunan AKI sebagai program utama kesehatan ibu. Berbagai program penurunan AKI diselenggarakan oleh pemerintah melalui penguatan program hulu sampai dengan hilir, dari pencegahan sampai kepada pengobatan. Pada tahun 1994, Kemenkes memprioritaskan peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pelaksanaan Audit Maternal dan Perinatal (AMP). AMP dimaksudkan untuk mendapatkan informasi terkait kematian setiap ibu (yang terjadi di fasilitas kesehatan maupun di komunitas), yang berkenaan dengan faktor medis (data fasilitas dan tenaga kesehatan) maupun faktor sosial/non-medis (data komunitas). Pelaksanaan AMP dilakukan melalui pengkajian kasus yang terstruktur untuk dijadikan pembelajaran dalam mencegah terjadinya kasus kematian ibu serupa di masa yang akan datang. Data non-medis diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor

“Tidak seharusnya ada seorang ibu yang meninggal dunia karena

melahirkan kehidupan di dunia ini”

Surveilans Kematian Ibu (SKI)Policy BriefSurveilans Kematian Ibu (SKI)

Policy Brief, Surveilans Kematian Ibu (SKI)

2

(terutama keterlambatan) yang berkontribusi terhadap kejadian setiap kematian ibu. Namun, pelaksanaan AMP ini tidak sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan. Pengkajian kasus tidak dilaksanakan secara terstruktur sehingga pembelajaran yang diperoleh dari pengkajian kasus sangat minim. Pada tahun 2010, Kemenkes melakukan revisi Pedoman AMP dengan paradigma no name, no blame, no shame dan no pro-justicia. Pedoman AMP Revisi 2010 ini kemudian diperkuat dengan program Surveilans Kematian Ibu (SKI). Pada SKI, terdapat penambahan aktifitas untuk mengurangi under-reporting kematian ibu dengan melakukan skrining kematian ibu pada kematian wanita usia subur. Identifikasi kematian ibu dari skrining kematian usia subur diharapkan dapat menjaring kematian ibu pada kehamilan muda dan juga pada masa nifas. Selain itu, pada SKI ditekankan dilaksanakannya rekomendasi yang telah dirumuskan pada pertemuan pengkajian kasus dengan melibatkan semua unsur yang terkait. Tindak-lanjut atau pelaksanaan rekomendasi yang dirumuskan adalah merupakan kegiatan Respon pada siklus SKI. Sehingga sistem SKI ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan sebagai acuan intervensi pedoman untuk mencegah kematian ibu dan untuk memperbaiki pengukuran AKI.

Situasi Saat Ini

Saat ini, telah dilakukan finalisasi pedoman SKI dan uji coba implementasi pedoman tersebut di dua kabupaten terpilih, yaitu Kabupaten Sampang di Jawa Timur dan Kabupaten Lombok Tengah di NTB. Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ditunjuk untuk melakukan pendampingan teknis pelaksanaan SKI yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan. Dari ujicoba yang dilakukan di kedua kabupaten terpilih, diperoleh pembelajaran sebagai berikut:

1. Identifikasi kematian ibu melalui skriningkematian Wanita Usia Subur (WUS) 15-49tahun di tingkat komunitas (desa) dapatdilakukan dengan baik, sehingga dapatmenekan angka under-reporting kematianibu. Dari hasil skrining kematian WUSdidapatkan tambahan suspected kematianibu sebanyak 3 kematian dari 24 yangdilaporkan (12.5%) di Lombok Tengah; dan10 kematian dari 15 yang dilaporkan(66.7%) di Sampang.

2. Refresher training untuk sekretariat AMPdi tingkat kabupaten, yang juga adalahsekretariat SKI, telah memotivasisekretariat tersebut untuk melakukanupaya perbaikan (kualitas dankelengkapan) data untuk kepentinganpengkajian kasus kematian.

3. Refresher training untuk para bidankoordinator dan bidan RS untuk mengisiformulir otopsi verbal maternal (OVM) danringkasan rekam medis maternal(RMM/RMMP), dapat meningkatkankelengkapan dan kualitas data OVM,RMMP, RMM yang akan dikaji oleh timpengkaji AMP. Dengan demikian,kronologis dari kejadian terkait kasuskematian lebih mudah dipahami dan lebih

Identifikasi dan notifikasi kematian ibu

Melaporkan kematian

ibu

Mengkaji kematian ibu melalui AMP

Analis dan Interpretasi

Rekomendasi dan

Penanggulangan (Response)

Surveilans Kematian Ibu

Policy Brief, Surveilans Kematian Ibu (SKI)

Policy Brief, Surveilans Kematian Ibu (SKI) 3

memungkinkan bagi para pengkaji untuk menentukan penyebab kematian.

4. Pendampingan oleh tim pengkaji dariPusat pada saat pengkajian kasus kematiandi Kabupaten, dapat meningkatkankemampuan para pengkaji kabupatendalam melakukan pengkajian kasus secaraterstruktur dan sistematis. Hal tersebutdapat menghasilkan rekomendasi danrespon yang lebih baik, yaitu rekomendasidan respon yang spesifik, terukur, mampulaksana, relevan, dan tepat waktu atauSpecific, Measurable, Achievable, Relevant,dan Timely (SMART).

5. Hasil rekomendasi dari proses AMPkemudian dikomunikasikan kepadapemangku kebijakan terkait dalam bentukadvokasi untuk keterlibatan sektor lainatau adanya perbaikan kebijakan sebagaitindak lanjut atau respon (yang dapatberupa respon jangka pendek, menengah,dan panjang)

Dari hasil uji-coba di kedua kabupaten tersebut, dapat dilakukan analis berdasarkan data 71.8% kasus dari total kematian (78 kasus) selama periode 2017-2018. Dari Analis data tersebut, dapat diketahui faktor-faktor keterlambatan apa saja yang berkontribusi terhadap kematian ibu, penyebab akhir, serta Sebab Kematian Obstetrik Primer Ibu (COD – Cause of Death).

Pola Keterlambatan yang dialami ibu meninggal (%)

Gambar di atas menunjukkan bahwa keterlambatan mencari pertolongan ke tenaga kesehatan serta penolakan untuk dirujuk/mendapat pengobatan, dan keterlambatan mendapat perawatan setelah masuk di faskes masih merupakan permasalahan di kedua kabupaten. Keterlambatan karena akses geografis dan transportasi hanya terlihat di kabupaten Sampang. Seorang ibu hamil dapat mengalami 1 keterlambatan saja, tetapi juga dapat mengalami 2 bahkan 3 keterlambatan.

Penyebab kematian obstetrik primer (COD) terbanyak adalah perdarahan dan hipertensi dalam kehamilan. Sedangkan tiga penyebab akhir kematian (final cause) utama di kedua kabupaten terdiri dari syok hipovolemik (terkait perdarahan), dan disfungsi serebral serta edema paru (terkait hipertensi dalam kehamilan). Sedangkan faktor penyumbang utama kematian diantaranya adalah sepsis dan anemia. Namun perlu diperhatikan bahwa proporsi kasus yang tidak dapat ditentukan

23.5

17.6

17.6

11.8

5.9

29.4

23.5

0

17.6

0

17.6

11.8

5.9

20.5

17.9

17.9

2.6

12.8

5.1

5.1

2.6

17.9

12.8

10.3

10.3

5.1

0 5 10 15 20 25 30 35

Terlambat mencari bantuan

Menolak pengobatan/rujukan

Mencari pertolongan tradisionaldulu

Lainnya (misalnya sosial budaya)

Tidak tersedia biaya untukperawatan

Tidak tersedia transportasi

Geografis

Terlambat mencapai fasilitaskesehatan

Terlambat menerima pertolongansetelah tiba di faskes

Kurangnya fasilitas peralatan ataubahan yang diperlukan

Kurangnya SDM yang kompeten

Tata laksana kasus yang kurang baik

Masalah komunikasi

Terla

mba

t 1Te

rlam

bat 2

Terla

mba

t 3

Lombok Tengah Sampang

Policy Brief, Surveilans Kematian Ibu (SKI) 4

penyebab akhir dan faktor penyumbang kematiannya cukup besar karena terbatasnya informasi yang tersedia dari dokumen AMP, khususnya pada kasus-kasus kematian ibu sebelum dilakukan uji-coba dan penguatan SKI/AMP.

Kegiatan-kegiatan diatas tersebut pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu baik dari sisi medis maupun non-medis. Untuk menginisiasi tindak-lanjut rekomendasi (Respon), dalam uji-coba telah dilakukan inisiasi/ fasilitasi pertemuan multi-sektor dari tingkat kabupaten dan nasional. Beragam sektor tersebut antara lain: Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa. Pada pertemuan tersebut disampaikan dukungan yang diperlukan dari sektor non-kesehatan untuk melaksanakan rekomendasi.

Implikasi Kebijakan

Agar siklus yang lengkap dan komprehensif dari SKI dapat terlaksana, maka diperlukan komponen kunci kebijakan yang mendukung sistem, yaitu:

a. Kebijakan nasional untuk notifikasi seluruhkematian ibu (saat ini belum ada);

b. Kebijakan nasional untuk melakukanpengkajian seluruh kematian ibu (saat inisudah ada);

c. Kebijakan nasional mengenai komitepengkaji kematian ibu di tingkat nasional(saat ini baru ada di kabupaten/ kota);

d. Kebijakan mengenai komite pengkajikematian ibu di tingkat sub-nasional (perludiadakan juga di tingkat provinsi);

e. Kebijakan mengenai pertemuan duatahunan komite pengkaji kematian ibu ditingkat nasional (saat ini belum ada);

f. Komite Nasional lintas sektoral untukpenurunan AKI (saat ini sedang disiapkan).

Prinsip kunci untuk pelaksanaan siklus SKI yang berkelanjutan yang perlu dilakukan oleh pengelola program di tingkat kabupaten/ kota adalah: a. Notifikasi dan investigasi seluruh kematian

WUS (15-49 tahun) melalui skriningdengan kematian ibu dengan formulirMama-In oleh bidan desa setempat.

b. Notifikasi kematian ibu dalam waktu 24jam sejak kematian terjadi di fasilitaskesehatan – tingkat pertama maupuntingkat lanjut (atau dalam 3x24 jam jika ibumeninggal di komunitas)

c. Laporan nihil (tidak ada kejadian kematian)tetap dilaporkan secara rutin setiapbulannya dari fasilitas kesehatan dankomunitas ke Dinas Kesehatan kab/ kotasetempat.

d. Setiap kematian yang dicurigai sebagaikematian ibu akan dikumpulkan datanyadengan menggunakan formulir OVM, danRMM serta RMMP bila sesuai

e. Pengkajian tepat waktu untuk seluruhkematian yang dicurigai sebagai kematian

Policy Brief, Surveilans Kematian Ibu (SKI) 5

ibu, dengan menggunakan formulir PM dan RPM, oleh tim pengkaji yang kompeten.

f. Respon segera, jika memungkinkan, untukmembantu fasilitas kesehatan (danmasyarakat dalam mencegah kasuskematian yang serupa, dan memastikanpesan kunci yang ingin disampaikanditerima oleh pihak yang dapat membuatperubahan.

g. Untuk menjalankan rekomendasi yangmerupakan komponen respon dari SKI,diperlukan untuk melibatkan pemangkukebijakan lain baik lintas program danlintas sektor, salah satunya untukpencatatan dan pelaporan.

h. Pengkajian dan analisis di tingkatkabupaten, provinsi dan nasionaldilakukan tepat waktu sehingga dapatmengidentifikasi trend dan pola kematianibu. Untuk itu diperlukan juga digitalisasidan pooling data SKI/AMP supaya dapatdianalis di tingkat yang lebih tinggi.

i. Tenaga di tingkat kabupaten/provinsi yangkompeten diperlukan untuk menjagakualitas dan validitas data SKI/AMP.

j. Publikasi yang tepat waktu dari temuandan rekomendasi yang dihasilkandilakukan baik di tingkat kabupaten,provinsi maupun nasional.

k. Monitoring terhadap sistem SKI danpelaksanaan rekomendasi (respon)dilakukan secara terus menerus.

Rekomendasi

Karena sistem pencatatan registrasi vital belum terimplementasi, SKI dapat berfungsi sebagai registrasi kematian WUS dan Ibu. Sebagai salah satu inovasi dalam penurunan AKI, SKI merupakan sistem yang dapat dilaksanakan di seluruh daerah melalui penguatan sistem yang sudah berjalan saat ini, yaitu kegiatan pencatatan dan pelaporan kematian ibu, AMP dan respon. SKI bukan merupakan kegiatan yang berbeda dengan kegiatan sebelumnya, dan tidak membutuhkan anggaran ekstra dibandingkan dengan kegiatan AMP. SKI merupakan siklus yang lebih lengkap dan komprehensif dari kegiatan pencatatan dan pelaporan kematian ibu dibandingkan dengan AMP yang saat ini sudah berjalan.

Melalui penyempurnaan siklus ini, maka akselerasi penurunan AKI dengan upaya-upaya inovatif dapat dilaksanakan di setiap daerah (kabupaten). Penganggaran dan kerjasama lintas program dan lintas sektor sangat diperlukan untuk terlaksananya SKI yang baik. Monitoring terhadap keseluruhan siklus SKI perlu dilakukan untuk menjamin pencegahan terjadinya kematian ibu serupa di masa yang akan datang.

Oleh sebab itu, selain hal tersebut diatas, maka diperlukan juga: a) Rencana Aksi untuk Pengambil Kebijakan Nasional dan Provinsi; b) Rencana Aksi untuk Organisasi Profesi; dan c) Rencana Aksi untuk Masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan dan berpartisipasi aktif dalam program penurunan AKI.

6

Penutup

Penurunan AKI adalah tanggung jawab penguasa wilayah dan semua sektor, bukan hanya sektor kesehatan. Dengan adanya SKI yang bertujuan mencegah kematian ibu dan meningkatkan kualitas pelayanan obstetri, diharapkan bahwa pengumpulan data rutin harus diikuti dengan pengkajian, formulasi rekomendasi dan aksi, dimana komitmen terhadap pelaksanaan aksi (respon) merupakan kunci sukses SKI.

Referensi

1. The ASEAN Secretariat. 2017. ASEANStatistical Report on MillenniumDevelopment Goals 2017. Jakarta.

2. Dinkes Kabupaten Lombok Tengah. 2016.Laporan Tahunan 2015.

3. Dinas Kesehatan (Dinkes) KabupatenSampang. 2016. Laporan Tahunan 2015.

4. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.2016. Pedoman Surveilans Kematian Ibu.Jakarta.

5. World Health Organization (WHO). 2013a.Maternal Death Surveillance and Response:Technical guidance informulirion for actionto prevent maternal death. Switzerland:Geneva.

6. World Health Organization (WHO). 2016.Time to respond: a report on the globalimplementation of maternal deathsurveillance and response (MDSR).Switzerland: Geneva.

7. Laporan Pilot MDSR 2017 – 2018

Kontak

1. Direktorat Kesehatan Keluarga, Sub-DitMaternal Neonatal, KementerianKesehatan

2. Prof. Asri Adisasmita dan Yulia Nur Izati,SKM, M.Epid

Policy Brief, Surveilans Kematian Ibu (SKI)

Subdirektorat Kesehatan Maternal dan NeonatalDirektorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan

Bekerjasama dengan UNFPA dan Global Affairs Canada (GAC)

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:Direktorat Kesehatan KeluargaKementerian KesehatanJl. HR Rasuna Said blok x5 Kavling 4-9 Jakarta Selatan 12950Telp: 021 - 5203884