POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH...

19
Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia 201 POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH HISTORIS PANGAN BERAS DAN NONBERAS DI INDONESIA Household Food Consumption Pattern in Rice and Non Rice Food Historical Regions of Indonesia A. Ayiek Sih Sayekti Fakultas Pertanian, INSTIPER Yogyakarta Jl. Nangka II Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta ABSTRACT Research on food consumption of historically different basic food (rice and non rice) for different region of households was conducted to examine its different pattern. The household is divided into three strata, namely low, medium, and high income, to find out typical consumption pattern based on income level, so as urban and rural pattern. Consumption pattern is analyzed using tables and graphs on 11 food groups in Indonesia and provinces of West Sumatra, East Kalimantan, and Papua as research locations using SUSENAS DATA 1999 and 2002 of household level. The study result indicates that there is a different consumption pattern by region and by income strata for several food crops. The results could be used to anticipate future demand of foods in Indonesia, including its production and distribution. Key words: food, consumption, rice, non rice ABSTRAK Penelitian tentang konsumsi pangan rumah tangga pada wilayah yang berbeda historis makanan pokoknya (beras dan nonberas) dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pola konsumsi. Rumah tangga dibagi ke dalam strata pendapatan rendah, sedang, dan tinggi untuk mendapatkan pola konsumsi yang khas menurut strata pendapatan, demikian pula menurut perkotaan dan perdesaan. Gambaran pola konsumsi disajikan dan dianalisis dengan tabel dan grafik terhadap 11 kelompok pangan untuk Indonesia, dengan Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Papua sebagai wilayah penelitian dengan data tingkat rumah tangga SUSENAS 1999 dan 2002. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda untuk beberapa kelompok pangan. Hasil ini diharapkan dapat digunakan untuk mengantisipasi permintaan terhadap kelompok-kelompok pangan di Indonesia di masa datang terkait dengan produksi dan distribusinya. Kata kunci : pangan, konsumsi, beras, nonberas PENDAHULUAN Dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Peran pangan dan gizi menjadi sangat penting dalam mencapai tujuan ini. Orientasi pembangunan

Transcript of POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH...

Page 1: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

201

POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH HISTORIS PANGAN BERAS DAN NONBERAS DI INDONESIA

Household Food Consumption Pattern in Rice and Non Rice Food Historical Regions of Indonesia

A. Ayiek Sih Sayekti

Fakultas Pertanian, INSTIPER YogyakartaJl. Nangka II Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta

ABSTRACT

Research on food consumption of historically different basic food (rice and non rice) for different region of households was conducted to examine its different pattern. The household is divided into three strata, namely low, medium, and high income, to find out typical consumption pattern based on income level, so as urban and rural pattern. Consumption pattern is analyzed using tables and graphs on 11 food groups in Indonesia and provinces of West Sumatra, East Kalimantan, and Papua as research locations using SUSENAS DATA 1999 and 2002 of household level. The study result indicates that there is a different consumption pattern by region and by income strata for several food crops. The results could be used to anticipate future demand of foods in Indonesia, including its production and distribution.

Key words: food, consumption, rice, non rice

ABSTRAK

Penelitian tentang konsumsi pangan rumah tangga pada wilayah yang berbeda historis makanan pokoknya (beras dan nonberas) dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pola konsumsi. Rumah tangga dibagi ke dalam strata pendapatan rendah, sedang, dan tinggi untuk mendapatkan pola konsumsi yang khas menurut strata pendapatan, demikian pula menurut perkotaan dan perdesaan. Gambaran pola konsumsi disajikan dan dianalisis dengan tabel dan grafik terhadap 11 kelompok pangan untuk Indonesia, dengan Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Papua sebagai wilayah penelitian dengan data tingkat rumah tangga SUSENAS 1999 dan 2002. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda untuk beberapa kelompok pangan. Hasil ini diharapkan dapat digunakan untuk mengantisipasi permintaan terhadap kelompok-kelompok pangan di Indonesia di masa datang terkait dengan produksi dan distribusinya.

Kata kunci : pangan, konsumsi, beras, nonberas

PENDAHULUAN

Dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Peran pangan dan gizi menjadi sangat penting dalam mencapai tujuan ini. Orientasi pembangunan

Page 2: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

202

pangan akan bergeser dari program berorientasi beras ke program berorientasi pangan dan akan menekankan pada perbaikan ketahanan pangan, kesempatan kerja dan pendapatan petani. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Hal ini dapat dicapai melalui diversifikasi pangan (produksi dan konsumsi), peningkatan kualitas dan kuantitas pangan, dan pengamanan kestabilan harga pada tingkat yang terjangkau oleh masyarakat.

Sumber utama masalah kekurangan pangan bukan pada aspek penyediaan bahan pangan. Pada saat ini secara nasional ketersediaan pangan telah mencapai 3000 kkal/kap/hari dibandingkan dengan kebutuhan pemenuhan makanan yang hanya sekitar 2500 kkal/kapita/hari atau dengan perkataan lain ada surplus penyediaan bahan pangan secara nasional. Surplus ini tidak dapat diserap oleh masyarakat yang masuk dalam kategori rawan pangan karena ketidakmampuan dalam daya beli. Selain itu, terdapat kendala dalam aspek distribusi sehingga beberapa daerah yang jauh dari produksi dan tempat penyimpanan bahan pangan terpaksa harus membeli bahan pangan dengan harga yang jauh lebih mahal.

Terdapat peningkatan nyata dari konsumsi rumah tangga pada makanan olahan dari 6,61 persen dalam tahun 1980 menjadi 10,60 persen dalam tahun 1990. Salah satu contoh produk olahan yang banyak dikonsumsi di Indonesia adalah mi instan. Pada tahun 2000 lalu, angka konsumsi mi instan di Indonesia adalah 43 bungkus/kapita/tahun. Produk olahan ini mudah didapat, mudah dimasak dan terjangkau oleh sebagian besar konsumen. Apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan program diversifikasi pangan yaitu mengurangi ketergantungan pada beras, fenomena ini menciptakan ketergantungan terhadap impor gandum.Ketergantungan pada impor gandum yang semakin besar yaitu 3,5 juta ton pada tahun 2001 dan 3,8 juta ton pada tahun 2002 merupakan hal yang berlawanan dengan tujuan pembangunan pertanian dan konsumsi berkelanjutan. Diperlukan suatu strategi nasional untuk mengembalikan konsumen pada produk-produk pangan lain seperti ketela pohon, ubi jalar, jagung, sagu, dan garut yang merupakan pangan lokal dan diproduksi dari sistem pertanian berkelanjutan. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara ke dua setelah Cina sebagai produsen terbesar dunia ubi jalar. Bahkan bersama Brazil dan Malaysia memiliki keanekaragaman talas terbesar di dunia.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa keragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan ciri-ciri demografis, aspek sosial, ekonomi serta potensi sumberdaya alam setempat. Akibat perbedaantersebut ditambah dengan kendala dalam distribusi pangan antar daerah, menyebabkan pola konsumsi pangan antar daerah akan bervariasi dari suatu daerah ke daerah lain. Seperti diketahui, Indonesia terbagi ke dalam wilayah-wilayah yang secara historis mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, dan wilayah yang mengkonsumsi biji-bijian lain atau umbi-umbian. Dalam hal ini, selain faktor-faktor tersebut yang telah disebutkan, maka faktor kebiasaan (habit) yang berkaitan dengan unsur sosial budaya, lingkungan ekonomi, dan kebutuhan biologis yang mempengaruhi seseorang melakukan pemilihan jenis makanan yang

Page 3: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

203

mereka konsumsi. Pentingnya kebiasaan makan dapat dilihat dari kondisi di mana makin beragam jenis makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga, maka semakin baiklah kondisi tersebut dalam mendukung kebijakan diversifikasi pangan yang merupakan faktor penting dalam pemecahan masalah beras yang merupakan barometer ketahanan pangan nasional.

Terdapat dugaan bahwa pola konsumsi sangat berkaitan erat dengan pola produksi setempat. Hal ini menyebabkan munculnya penelitian-penelitian yang membandingkan tingkat partisipasi konsumsi pangan dengan misalnya tipe agroekosistem daerah (Sudaryanto dan Sayuti, 1999), karena variasi daerah menurut tipe agroekosistem menunjukkan perbedaan sistem usahataninya. Ali (2002) membedakan wilayah historis konsumsi makanan pokok beras dan nonberas untuk menganalisis pola konsumsi beras di Indonesia. Dengan perbedaan wilayah-wilayah tersebut ingin diketahui apakah juga ada perbedaan dalam pola konsumsi pangannya.

Indonesia pada saat ini masih memikul beban berat dalam hal ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini terbukti dari ketergantungan yang sangat tinggi pada beras yang ketersediaannya memerlukan sejumlah besar impor dari negara lain.

Indonesia terbagi dalam wilayah-wilayah yang sangat beragam potensi sumberdaya dan beragam kondisi perkotaan perdesaan yang berakibat pada perbedaan dalam aspek sosial ekonomi. Keragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan ciri-ciri demografis, aspek sosial, ekonomi, serta potensi sumberdaya alam setempat. Akibat perbedaan tersebut dan kendala dalam distribusi antar daerah, pola konsumsi antar daerah akan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, bahkan antar perkotaan dan perdesaan.

Pola permintaan pangan akan berubah apabila terjadi perubahan pada tingkat perkembangan ekonomi suatu negara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkait dengan hal ini adalah : (a) adanya kecenderungan ke arah menurunnya konsumsi bahan makanan pokok tradisional (beras dan umbi-umbian) dan meningkatnya konsumsi pangan lain. Hal ini terlihat dari peningkatan konsumsi biji-bijian non tradisional (seperti produk-produk gandum), diikuti oleh peningkatan konsumsi makanan protein tinggi (misalnya hasil-hasil ternak). (b) adanya keunikan dalam menu yang menekankan pada beras, demikian pula pergeseran pola konsumsi masyarakat menuju konsumsi beras dari yang sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu, serta pergeseran ke menu beras dari strata pendapatan rendah yang sebelumnya mengkonsumsi umbi-umbian dan padi-padian selain beras. (c) adanya kecenderungan peningkatan konsumsi makanan jadi dengan semakin tingginya partisipasi wanita dalam sektor publik yang mengurangi kesempatan penyediaan masakan rumah seperti dilakukan pada masa-masa lalu.

Dari beberapa hal yang telah dikemukakan di atas, maka secara spesifik dapat dirumuskan masalah yang perlu diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pola konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia pada wilayah

Page 4: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

204

2. historis makanan pokok beras dan nonberas, daerah perkotaan-perdesaan, dan pola konsumsi pangan pada berbagai strata pendapatan ?

Penelitian ini bertujuan mengetahui pola konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia pada wilayah historis makanan pokok beras dan nonberas, daerah perkotaan-perdesaan, dan pola konsumsi pangan pada berbagai strata pendapatan.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Keragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan ciri-ciri demografis, aspek sosial, ekonomi, serta potensi sumberdaya alam setempat. Pola konsumsi juga ditentukan oleh kebiasaan (habit), yaitu hasil dari proses panjang yang melekat menjadi perilaku yang sulit diubah. Indonesia terbagi dalam dua wilayah historis konsumsi pangan, yaitu beras dan nonberas (umbi-umbian). Perubahan-perubahan pada ciri-ciri demografis, dan aspek-aspek tersebut kemungkinan dapat mengakibatkan pergeseran pola konsumsi, termasuk di wilayah dengan perbedaan historis konsumsi pangan, perkotaan dan perdesa-an, pada berbagai strata pendapatan.

Obyek dan Data Penelitian

Penelitian menggunakan data yang diperoleh dari hasil survey yang dikelola oleh Biro Pusat Statistik. Survey yang dimaksud adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1999 dan 2002, yang meliputi data karakteristik rumah tangga dan konsumsi atau pengeluaran rumah tangga atas konsumsi makanan, yang terbatas pada pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Menggunakan data tiga provinsi yang dipilih secara random yaitu Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Papua, analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran pola konsumsi wilayah yang secara historis mengkonsumsi beras dan wilayah nonberas, serta daerah perkotaan-perdesaan di Indonesia. Menggunakan dasar pemilihan wilayah seperti dilakukan oleh Ali (2002) yang menyusun kesetaraan pola konsumsi beras di Indonesia dengan mempertimbangkan dua faktor, yaitu : (1) tingkat konsumsi kalori per kapita per hari yang diperoleh dari beras pada tahun 1990, 1993, dan 1996, dan (2) historis, apakah beras sejak semula merupakan makanan pokok di wilayah yang dimaksud.

Jumlah sampel survey hasil pencacahan tahun 1999 dari tiga provinsi adalah 3633 rumah tangga, sedangkan tahun 2002 adalah 2846 rumah tangga yang meliputi dua provinsi yaitu Sumatera Barat dan Kalimantan Timur (tidak

Page 5: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

205

tersedia data untuk Provinsi Papua). Sampel untuk pola konsumsi pangan pada strata pendapatan sebanyak 973 dan 1.162 rumah tangga untuk tahun 1999 dan 2002, yaitu rumah tangga yang mengkonsumsi semua kelompok pangan.

Untuk keperluan analisis pola permintaan pangan menurut strata pendapatan tahun 1999 dan tahun 2002, sampel rumah tangga dijadikan tiga kelompok dengan cara menetapkan batas-batas pengeluaran pangan (Rp/rumah tangga/bulan) sehingga menjadi tiga kelompok pengeluaran rendah, sedang, dan tinggi. Patokan yang digunakan untuk masing-masing kelompok adalah: kelompok pengeluaran rendah yaitu rumah tangga dengan pengeluaran pangan 40 persen terendah, kelompok pengeluaran sedang yaitu pengeluaran pangan 40 persen menengah, dan kelompok pengeluaran tinggi yaitu pengeluaran pangan 20 persen teratas. Pengeluaran pangan rumah tangga sebagai proxi dari pendapatan pada strata pendapatan rendah sedang dan tinggi, masing-masing besarnya adalah 69,05 persen, 68,49 persen dan 66,82 persen dari total pengeluaran konsumsi rumah tangga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk, dan perubahan komposisinya sebagai indikasi perubahan tingkat kesejahteraan. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana tiap wilayah menunjukkan pola konsumsi pangannya, maka berikut ini akan diuraikan gambaran tentang:

1. Konsumsi Pangan Rumah tangga Dirinci Menurut Jenis Pangan dalam Tiap Kelompok Pangan, Perkotaan dan Perdesaan Per Minggu

2. Konsumsi Pangan Rumah tangga Menurut Kelompok Pangan Pada Berbagai Strata Pendapatan

Konsumsi Pangan Rumah Tangga Dirinci Menurut Jenis Pangan dalam Tiap Kelompok Pangan, Perkotaan dan Perdesaan

Kelompok Padi-padian : Beras

Di Sumatera Barat, tingkat konsumsi beras di daerah perkotaan lebih rendah daripada di perdesaan, baik pada tahun 1999 maupun tahun 2002, demikian pula halnya di Kalimantan Timur. Di Papua, tingkat konsumsi beras di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan. Kondisi tingkat konsumsi beras di 3 provinsi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

Jenis padi-padian lain selain beras tidak banyak dikonsumsi selain tepung terigu, dan jagung basah dengan kulit, dalam jumlah kecil

Page 6: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

206

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

11.309

7.913

4.103

8.163

6.749

7.919

0

2

4

6

8

10

12

Gambar 1. Konsumsi Beras Rumah Tangga per Minggu Tahun 1999 (kg)

Kelompok Umbi-umbian : Kentang, Ketela Rambat

Terdapat perbedaan jenis umbi-umbian dengan tingkat konsumsi paling tinggi pada masing-masing provinsi. Di Sumatera Barat, jenis dengan tingkat konsumsi tertinggi adalah kentang, yang konsumsinya di perdesaan sedikit lebih tinggi daripada di perkotaan. Gambar 2 menunjukkan tingkat konsumsi kentang di Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan Papua.

Gambar 2. Konsumsi Kentang Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Page 7: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

207

Tingkat konsumsi ketela rambat/ubi jalar di seluruh provinsi lebih tinggi di perdesaan. Gambar 3 menunjukkan konsumsi ketela rambat di ketiga provinsi tersebut.

Sebagaimana terlihat dalam gambar, konsumsi ketela rambat di Papua di perdesaan adalah jauh lebih tinggi daripada di provinsi lain. Sagu dan talas, yang banyak dikonsumsi di Papua tingkat konsumsinya juga lebih tinggi di daerah perdesaan.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0.2910.314

2.721

0.1070.13 0.2840

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Gambar 3. Konsumsi Ketela Rambat Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Kelompok Ikan : Ikan tongkol

Terdapat perbedaan tingkat konsumsi pada tiap jenis ikan di daerah perkotaan dan perdesaan. Di seluruh wilayah, konsumsi ikan tongkol lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Gambar 4 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan tongkol di perkotaan Papua adalah tertinggi dibandingkan provinsi lain.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0.201

0.159

0.3160.303

0.308

0.589

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Gambar 4. Konsumsi Ikan Tongkol Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg).

Page 8: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

208

Kelompok Daging : Daging Sapi, Daging Ayam Ras, Daging Ayam Kampung

Gambar 5 menunjukkan konsumsi daging sapi, di daerah perkotaan dan perdesaan, yang memperlihatkan bahwa kecuali di Kalimantan Timur, tingkat konsumsinya lebih tinggi di perkotaan.

Gambar 5. Konsumsi Daging Sapi Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Di daerah perkotaan seluruh provinsi, daging ayam ras lebih tinggi tingkat konsumsinya daripada di perdesaan. Gambar 6 menunjukkan hal ini.

Gambar 6. Konsumsi Daging Ayam Ras Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Page 9: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

209

Di daerah perkotaan Kalimantan Timur dan Papua, tingkat konsumsi daging ayam kampung lebih tinggi daripada di perdesaan. Selanjutnya di Papua, tingkat konsumsi untuk semua jenis daging lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Gambar 7 menunjukkan konsumsi daging ayam kampung.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0,065

0,039

0,021

0,038

0,053

0,028

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0,07

Gambar 7. Konsumsi Daging Ayam Kampung Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Kelompok Telur dan Susu : Telur Ayam Ras, Susu Kental Manis

Di daerah perkotaan di tiga provinsi, tingkat konsumsi telur ayam ras lebih tinggi daripada di perdesaan, sedangkan telur ayam kampung dan telur itik/itik manila lebih tinggi di perdesaan. Gambar 8 menunjukkan konsumsi telur ayam ras.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0,2710,269

0,049

0,432 0,4620,506

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

Gambar 8. Konsumsi Telur Ayam Ras Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Page 10: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

210

Gambar 9 menunjukkan konsumsi susu kental manis yang memper-lihatkan bahwa tingkat konsumsi di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0.095

0.189

0.1270.183

0.276

0.573

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Gambar 9. Konsumsi Susu Kental Manis Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kaleng kecil = 397 gr)

Untuk semua jenis susu, tingkat konsumsi daerah perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan, dan khususnya di Papua, susu bubuk dan susu bubuk bayi tidak dikonsumsi di perdesaan.

Kelompok Sayur-sayuran : Bayam dan Daun Ketela Pohon

Beberapa jenis sayuran yang tingkat konsumsinya lebih tinggi di perkotaan adalah bayam, kangkung, tomat sayur, tauge, bawang putih, dan cabai merah.Sedangkan yang lebih tinggi di daerah perdesaan adalah kol/kubis, dan daun ketela pohon. Gambar 10 menunjukkan bahwa konsumsi bayam di Papua tertinggi dibandingkan provinsi lain baik di perkotaan maupun perdesaan.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0.217

0.323

0.497

0.366

0.484

0.546

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Gambar 10. Konsumsi Bayam Rumah Tangga per Minggu pada tahun 1999 (kg)

Page 11: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

211

Sebagaimana kol/kubis, tingkat konsumsi daun ketela pohon di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0,479

0,453

0,689

0,257

0,197

0,46

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Gambar 11. Konsumsi Daun Ketela Pohon Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999

Kelompok Kacang-kacangan : Tahu

Tingkat konsumsi tahu lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan di ketiga provinsi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12.

Sumbar

Kaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0.31

0.264

0.156

0.646

0.379

0.597

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

Gambar 12. Konsumsi Tahu Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (kg)

Page 12: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

212

Kelompok Buah-buahan : Jeruk

Di daerah perkotaan, tingkat konsumsi jeruk, mangga, dan pepaya lebih tinggi daripada di perdesaan, sedangkan apel hanya dikonsumsi di perkotaan. Gambar 13 menunjukkan konsumsi jeruk di tiga provinsi tersebut. Adapun tingkat konsumsi semangka dan melon lebih tinggi di perkotaan, sementara tomat buah hanya dikonsumsi di perkotaan, sedangkan nangka hanya dikonsumsi di daerah perdesaan.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

0.255

0.102

0.037

0.38

0.227

0.195

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

Gambar 13. Konsumsi Jeruk Rumah Tangga per Minggu (kg)

Kelompok Minyak dan Lemak : Kelapa

Kecuali di Kalimantan Timur, tingkat konsumsi minyak kelapa lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan, demikian pula minyak goreng lainnya. Tingkat konsumsi kelapa lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Gambar 14 menunjukkan hal ini.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

2.993

0.559

1.069

1.53

0.464

0.817

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Gambar 14. Konsumsi Kelapa Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (butir)

Page 13: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

213

Kelompok Bahan Minuman : Gula Pasir

Kecuali di Papua, tingkat konsumsi gula pasir di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Gambar 15 menunjukkan hal tersebut.

SumbarKaltim

Papua

Perkotaan

Perdesaan

6,236

11,325

6,864

5,738

11,136

10,587

0

2

4

6

8

10

12

Gambar 15. Konsumsi Gula Pasir Rumah Tangga per Minggu pada Tahun 1999 (ons)

Kelompok Makanan dan Minuman Jadi

Nilai konsumsi pada beberapa jenis makanan dan minuman jadi lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan yaitu kue basah, makanan gorengan, nasi campur/rames, lontong/ketupat sayur, mie bakso/mi rebus/mi goreng dan minuman lainnya (kopi, kopi susu, teh dan lain-lain). Beberapa jenis yang hanya di konsumsi di perkotaan adalah soto/gule/sop/rawon/cincang, es, ikan (goreng, bakar, presto, pindang, pepes dan sebagainya), ayam/daging (goreng, bakar dan sebagainya), dan makanan jadi lainnya.

Konsumsi Pangan Rumah Tangga Menurut Kelompok Pangan pada Berbagai Strata Pendapatan

Gambaran tentang pola konsumsi rumah tangga terhadap setiap kelompok pangan pada berbagai strata pendapatan yang disajikan dalam persentase pengeluaran /rumah tangga/bulan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada tahun 1999 dan 2002 dapat diketahui bahwa di semua daerah penelitian, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase pengeluaran untuk kelompok padi-padian. Untuk setiap strata pendapatan, persentase pengeluaran kelompok padi-padian di Sumatera Barat tertinggi. Berdasarkan hal ini dapat dijelaskan, bahwa kondisi tentang menempati posisi wilayah historis konsumsi pangan yaitu Sumatera Barat sebagai wilayah historis konsumsi beras dan Papua sebagai wilayah historis konsumsi nonberas adalah masih relevan untuk saat ini. Di Kalimantan Timur pada setiap strata pendapatan terjadi penurunan sekitar lima persen, jika dibandingkan tahun 1999. Gambar 18 menunjukkan hal ini.

Page 14: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

214

Page 15: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

215

2. Pada tahun 1999 dan 2002, secara garis besar dapat diketahui bahwa di semua daerah penelitian, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase pengeluaran untuk kelompok umbi-umbian. Pada tahun 1999 di setiap strata pendapatan, Papua mempunyai persentase pengeluaran terbesar. Hal ini sesuai dengan kondisi provinsi ini sebagai wilayah historis konsumsi nonberasyang sampai saat ini masih relevan. Jika dibandingkan antara tahun 1999 dan 2002, maka di Provinsi Sumatera Barat pada setiap strata hanya terjadi sedikit penurunan persentase pengeluaran untuk kelompok pangan ini. Gambar 16menunjukkan hal ini.

RendahSedang

Tinggi

th 1999

th 2002

2.44

1.84

1.43

2.46

2.1

1.77

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Gambar 16. Konsumsi Umbi-umbian Rumah Tangga per Bulan di Sumatera Barat pada Tahun 1999 dan 2002 (%)

Di Kalimantan Timur, pada strata pendapatan rendah dan sedang terjadi peningkatan, sedangkan pada strata pendapatan tinggi mengalami penurunan. Gambar 17 menunjukkan hal ini.

RendahSedang

Tinggi

th 1999

th 2002

2.38

1.9

1.36

2.04

1.872.09

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Gambar 17. Konsumsi Umbi-umbian Rumah Tangga per Bulan di Kalimantan Timur pada Tahun 1999 dan 2002 (%)

Page 16: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

216

3. Pada kelompok pangan ini tahun 1999 di setiap provinsi, strata pendapatan sedang mempunyai persentase pengeluaran tertinggi. Jika dibandingkan antara tahun 1999 dan 2002, maka di Sumatera Barat terjadi peningkatan hanya pada strata pendapatan rendah, sedangkan pada strata lainnya terjadi penurunan. Di Kalimantan Timur pada strata pendapatan rendah dan sedang, terjadi peningkatan, tetapi pada strata pendapatan tinggi terjadi penurunan.

4. Pada tahun 1999 dan 2002 dapat diketahui bahwa di semua daerah penelitian, semakin tinggi pendapatan semakin besar persentase pengeluaran untuk kelompok pangan ini. Pada setiap strata pendapatan tahun 1999, Papua mempunyai persentase pengeluaran terbesar untuk kelompok pangan ini. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002 di Sumatera Barat, maka pada setiap strata pendapatan terdapat peningkatan persentase pengeluaran, dan terbesar peningkatannya terjadi pada strata pendapatan tinggi dan terendah pada strata pendapatan rendah. Di Kalimantan Timur, peningkatan terjadi pada strata pendapatan sedang dan tinggi, dan peningkatan ini hanya sedikit saja. Pada strata pendapatan rendah terjadi penurunan,

5. Pada tahun 1999 dan 2002 dapat diketahui bahwa di semua daerah penelitian, strata pendapatan tinggi mempunyai persentase pengeluaran terendah untuk kelompok pangan sayur-sayuran. Pada setiap strata pendapatan tahun 1999, Sumatera Barat mempunyai persentase pengeluaran terbesar untuk kelompok pangan ini. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002 di Sumatera Barat, maka pada setiap strata pendapatan terdapat penurunan persentase pengeluaran. Di Kalimantan Timur, penurunan terjadi pada strata pendapatan sedang dan tinggi. Pada strata pendapatan rendah terjadi peningkatan.

6. Pada tahun 1999 dan 2002 dapat diketahui bahwa di Kalimantan Timur dan Papua, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase pengeluaran untuk kelompok kacang-kacangan. Pada tahun 1999 di setiap strata pendapatan, Papua mempunyai persentase pengeluaran yang terbesar dibandingkan dua provinsi yang lain. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002 di Sumatera Barat, maka pada strata pendapatan rendah dan tinggi terdapat peningkatan persentase pengeluaran. Pada strata pendapatan sedang terjadi sedikit penurunan. Di Kalimantan Timur, penurunan terjadi pada seluruh strata pendapatan dan penurunan terbesar terjadi pada strata pendapatan tinggi.

7. Pada tahun 1999 dapat diketahui bahwa di Kalimantan Timur dan Papua, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase pengeluaran untuk kelompok pangan ini, sedangkan di Sumatera Barat, semakin tinggi pendapatan semakin tinggi persentase pengeluaran. Pada setiap strata pendapatan tahun 1999, Kalimantan Timur mempunyai persentase pengeluaran terkecil untuk kelompok pangan ini. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002, di Sumatera Barat pada setiap strata pendapatan terdapat peningkatan persentase pengeluaran. Di Kalimantan Timur, pada setiap strata pendapatan terdapat peningkatan konsumsi dan peningkatan tertinggi terdapat pada strata pendapatan tinggi.

Page 17: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Wilayah Historis Pangan Beras dan Nonberas di Indonesia

217

8. Pada tahun 1999 dan 2002 secara garis besar dapat diketahui, bahwa di semua daerah penelitian, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase pengeluaran untuk kelompok minyak dan lemak Di tahun 1999 pada strata pendapatan rendah dan sedang, Sumatera Barat mempunyai persentase pengeluaran yang terbesar dibandingkan dua provinsi yang lain. Jika dibandingkan antara tahun 1999 dan 2002, maka di Sumatera Barat pada setiap strata terjadi penurunan persentase pengeluaran untuk kelompok pangan ini. Sebagaimana di Sumatera Barat, konsumsi minyak dan lemak pada tahun 2002 di Kalimantan Timur pada setiap strata pendapatan menurun, dan penurunan terbesar terdapat pada strata pendapatan tinggi.

9. Pada tahun 1999 dan 2002, secara garis besar dapat diketahui bahwa di semua daerah penelitian, semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase pengeluaran untuk kelompok bahan minuman. Pada tahun 1999 di setiap strata pendapatan, Sumatera Barat mempunyai persentase pengeluaran yang terkecil dibandingkan dua provinsi yang lain. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002 di Sumatera Barat, maka pada setiap strata pendapatan terdapat penurunan persentase pengeluaran. Sebagaimana di Sumatera Barat, tedapat penurunan konsumsi bahan minuman pada tahun 2002 di Kalimantan Timur, dan persentase terbesar penurunan terdapat pada strata pendapatan tinggi.

10. Pada tahun 1999 dan 2002 dapat diketahui bahwa di semua daerah penelitian, semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi persentase pengeluaran untuk kelompok pangan ini. Pada setiap strata pendapatan tahun 1999, Sumatera Barat mempunyai persentase pengeluaran terbesar untuk kelompok pangan ini. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002 di Sumatera Barat, maka hanya pada strata pendapatan tinggi saja terdapat peningkatan persentase pengeluaran, sedangkan pada kedua strata lain, terjadi sedikit penurunan. Di Kalimantan Timur, terjadi peningkatan pada setiap strata pendapatan.

11. Pada tahun 1999 dapat diketahui bahwa di Sumatera Barat dan Papua, semakin tinggi pendapatan semakin besar persentase pengeluaran untuk kelompok pangan ini. Pada strata pendapatan rendah dan sedang tahun 1999, Kalimantan Timur mempunyai persentase pengeluaran terbesar untuk kelompok pangan ini. Jika dibandingkan pada tahun 1999 dan 2002 di Sumatera Barat, maka pada setiap strata pendapatan terdapat peningkatan persentase pengeluaran. Di Kalimantan Timur, peningkatan paling tinggi terdapat pada strata pendapatan tinggi.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Terdapat perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah historis konsumsi beras dan nonberas, daerah perdesaan-perkotaan pada berbagai strata pendapatan. Pertama, konsumsi sumber karbohidrat padi-padian pada wilayah

Page 18: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

A. Ayiek Sih Sayekti

218

historis makanan pokok beras lebih tinggi daripada konsumsi pada wilayah historis konsumsi nonberas. Kedua, konsumsi sumber karbohidrat padi-padian khususnya beras pada wilayah historis makanan pokok beras di daerah perkotaan lebih rendah daripada di perdesaan, sedangkan pada wilayah historis makanan pokok nonberas lebih tinggi di perkotaan. Ketiga, konsumsi sumber karbohidrat umbi-umbian pada wilayah historis makanan pokok nonberas lebih tinggi daripada konsumsi pada wilayah historis konsumsi beras. Keempat, konsumsi sumber karbohidrat umbi-umbian untuk sebagian besar jenis umbi pada wilayah historis makanan pokok beras dan non beras, di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Kelima, konsumsi sumber protein nabati yaitu kacang-kacangan dan sumber protein hewani yaitu daging, telur dan susu lebih tinggi di wilayah historis konsumsi makanan pokok nonberas dibandingkan di wilayah historis beras, sedangkan kelompok-kelompok pangan lainnya bervariasi.

Pada seluruh wilayah, semakin tinggi pendapatan semakin rendah konsumsi pangan sumber karbohidrat padi-padian dan semakin tinggi konsumsi sumber protein hewani daging, telur dan susu, serta makanan dan minuman jadi. Sedangkan untuk kelompok-kelompok pangan lain bervariasi.

Implikasi Kebijakan

Untuk mengurangi ketergantungan impor, usaha diversifikasi pangan nonberas (umbi-umbian) sumber karbohidrat pada masyarakat perkotaan di wilayah historis beras dan nonberas, harus terus didorong dengan dukungan penuh dari pemerintah, mengingat potensi produksi dan keragaman umbi-umbian yang terdapat di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Bakir. 2002. Pola Konsumsi Beras di Indonesia. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

BPS. 1999. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia

Sudaryanto, T. dan Sayuti, R. 1990. Analisa Permintaan Bahan Pangan dengan Pendekatan Persamaan Sistem, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 38 (2) : 141 –159.

Page 19: POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_B2_2009.pdf · sebelumnya secara historis bukan beras untuk daerah-daerah tertentu,

Tabel 1. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Per Bulan Tahun 1999 dan 2002 (%)

Sumatera Barat Timur Papua*)

Kelompok pengeluaran Kelompok pengeluaran Kelompok pengeluaran

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang TinggiKelompok pangan

1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002

Padi-padian

Umbi-umbian

Ikan

Daging, telur & susu

Sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Minyak & lemak

Bahan minuman

Makanan & minuman jadi

Makanan & minuman lainnya

24,54

2,46

9,50

9,04

14,05

2,40

4,07

6,44

3,75

13,85

9,90

24,29

2,44

10,47

9,27

10,34

2,57

4,71

4,90

3,66

13,22

14,14

20,36

2,10

10,07

10,57

12,70

2,46

4,29

5,69

3,48

16,89

11,38

20,36

1,84

9,81

12,70

9,49

2,24

4,89

4,16

3,04

16,11

15,34

16,53

1,77

9,81

12,92

11,05

2,30

4,89

4,77

3,17

20,31

12,49

14,37

1,43

9,39

16,07

8,17

2,32

5,67

3,30

2,71

20,71

15,85

23,61

2,04

10,78

11,02

8,93

4,01

3,83

5,74

6,09

10,36

13,60

18,60

2,38

11,72

10,53

9,34

3,96

5,90

5,08

6,04

11,83

14,61

18,16

1,87

12,07

13,26

9,14

3,64

3,64

4,62

5,64

12,80

15,16

13,65

1,90

13,13

13,36

7,90

3,26

5,61

3,99

5,37

14,62

17,22

16,03

2,09

11,92

15,39

8,12

3,05

3,29

4,80

5,87

17,02

12,42

10,95

1,36

11,29

16,62

6,84

2,47

6,93

2,96

4,25

19,62

16,71

21,99

4,19

9,51

11,66

10,75

4,63

5,21

6,27

6,78

9,59

9,41

15,38

3,31

11,67

15,61

11,73

4,44

4,58

5,19

6,29

10,87

10,93

11,03

2,67

8,43

18,48

9,20

3,84

4,15

4,33

4,50

12,80

20,57

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

(dalam Rp) 354.507 440.376 611.972 749.986 963.384 1.269.284 356.099 465.038 573.410 771.111 962.844 1.321.139 354.615 617.816 1.069.816

Sumber : Analisis Data SusenasKeterangan : *) tidak tersedia data Papua tahun 2002.