KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN...

21
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti : Kurnia Suci Indraningsih PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

Transcript of KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN...

Page 1: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN

KAPASITAS PETANI

Tim Peneliti :

Kurnia Suci Indraningsih

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

Page 2: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

1  

RINGKASAN

Masyarakat di daerah tertinggal umumnya masih bertumpu pada sektor ekonomi konvensional, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri dan sumberdaya potensial lainnya yang belum dikelola secara optimal. Terbatasnya infrastruktur yang ada dan ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang kurang memadai menyebabkan produk yang dihasilkan masyarakat dari daerah tertinggal kurang kompetitif di pasaran. Untuk itu, diperlukan upaya pengembangan ekonomi lokal yang bersifat produktif dan produk berdaya saing guna menjaga kesinambungan pembangunan di daerah tertinggal melalui intervensi pemerintah secara berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang. Dengan keterbatasan yang ada, kondisi SDM petani di wilayah tertinggal terdapat kesenjangan antara kondisi ideal dengan fakta di lapangan. Untuk itu kajian yang mencermati dari aspek dimensi sosial ini dinilai penting dilakukan, mengingat dengan adanya peningkatan kapasitas petani diharapkan akan berdampak pada akselerasi pembangunan pertanian di wilayah tersebut. Hal ini sejalan dengan Paradigma Pertanian untuk Pembangunan dimana salah satu aspeknya menekankan pada pengembangan sumberdaya insani/manusia (petani). Suatu sistem pendekatan tingkat kapasitas mencakup tiga tingkatan yang saling mempengaruhi satu sama lain melalui hubungan ketergantungan yang kompleks dan saling interaktif: (1) Mengaktifkan lingkungan (melalui kebijkan, legislasi, hubungan kekuasaan, dan norma-norma sosial); (2) Tingkat organisasi (kebijakan internal, pengaturan, prosedur, dan kerangka kerja); (3) Tingkat individu (pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan teknis). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi petani, (2) Menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan kapasitas petani dalam menjalankan usahatani yang merespon berbagai dinamika perubahan yang terjadi (seperti perubahan ikllim dan preferensi konsumen terhadap mutu produk pertanian). Lokasi penelitian mencakup wilayah Jawa dan Luar Jawa. Analisis data dalam penelitian ini mencakup: (1) analisis deskriptif eksplanatif dan (2) analisis pengukuran pengembangan/peningkatan kapasitas (United Nations Development Programme, 2010).

Page 3: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

2  

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk

mengubah suatu wilayah yang ditempati oleh komunitas dengan berbagai

permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik agar menjadi daerah maju

dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal

dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Program pembangunan

daerah tertingal lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang

kondisi sosial, budaya ekonomi, keuangan daerah aksesibilitas serta kesediaan

infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut

pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil

seperti perbatasan antar negara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman,

daerah rawan bencana serta daerah pasca konflik (Kementerian Pembangunan

Daerah Tertinggal dan Badan Pusat Statistik, 2010).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014,

telah ditetapkan daftar 183 kabupaten yang masuk katagori daerah tertinggal.

Penentuan 183 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan pada perhitungan 6

(enam) kriteria utama, yaitu: (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya

manusia; (3) infrastruktur (prasarana); (4) kemampuan keuangan lokal (celah

fiskal); (5) aksesibilitas dan (6) karakteristik daerah. Selain kriteria dasar tersebut,

juga dipertimbangkan kondisi kabupaten yang berada di daerah perbatasan antar

negara, daerah rawan bencana dan daerah yang ditentukan secara khusus.

Masyarakat di daerah tertinggal umumnya masih bertumpu pada sektor

ekonomi konvensional, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan, industri dan sumberdaya potensial lainnya yang belum dikelola secara

optimal. Terbatasnya infrastruktur yang ada dan ketersediaan fasilitas pelayanan

umum yang kurang memadai menyebabkan produk yang dihasilkan masyarakat

dari daerah tertinggal kurang kompetitif di pasaran. Untuk itu, diperlukan upaya

pengembangan ekonomi lokal yang bersifat produktif dan produk berdaya saing

Page 4: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

3  

guna menjaga kesinambungan pembangunan di daerah tertinggal melalui

intervensi pemerintah secara berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang.

Salah satu upaya Pemerintah dalam pengembangan ekonomi lokal di

daerah tertinggal adalah kegiatan Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi

Daerah Tertinggal (P2KPDT), yang bertujuan memfasilitasi peningkatan nilai

tambah produksi komoditi unggulan daerah (bidang pertanian, perkebunan,

peternakan, perikanan, pertambangan, pariwisata, industri pengolahan), melalui

penyediaan sistem manajemen untuk mobilisasi sumberdaya (sumberdaya

manusia, sumberdaya alam, investasi, institusi) dalam proses produksi,

pengolahan dan pemasaran. Kegiatan tersebut tidak berarti bahwa sumberdaya

manusia di wilayah tertinggal langsung berubah sikap secara positif. Perlu

dipahami bahwa tumbuhnya sikap tidak dapat terjadi dalam waktu cepat, butuh

waktu yang relatif lama disertai dengan upaya penumbuhan yang berulang-ulang

sehingga menghasilkan sikap yang positif terhadap perubahan terencana berupa

pembangunan.

Pembangunan pertanian dilaksanakan dengan prinsip pertanian

berkelanjutan yang bertumpu pada tiga landasan berimbang, yakni: berorientasi

pada kesejahteraan sosial petani, pekerja dan masyarakat sekitar, ramah

lingkungan dan menciptakan nilai tambah ekonomi bagi petani dan pengusaha.

Dengan demikian, orientasi usaha pertanian harus diubah dari maksimisasi nilai

tambah bagi pemilik perusahaan saja (shareholders) ke optimisasi nilai tambah

pemangku kepentingan (stakeholders) secara luas. Untuk itu, usaha pertanian

semestinya mengikuti suatu protokol Good Agricultural Practices (GAP), Good

Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP), dan atau Good

Corporate Governance (GCG) yang mengakomodir kriteria kesejahteraan sosial

pekerja dan masyarakat sekitar, ramah lingkungan dan menciptakan nilai tambah

ekonomi bagi petani dan pengusaha secara berimbang (Biro Perencanaan, 2013).

1.2. Dasar Pertimbangan

Paradigma Pertanian untuk Pembangunan menekankan pembangunan

pertanian mengemban sepuluh fungsi (Biro Perencanaan, 2013):

1. Pengembangan sumberdaya insani;

Page 5: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

4  

2. Ketahanan pangan;

3. Penguatan ketahanan penghidupan keluarga;

4. Basis (potensial) ketahanan energi (pengembangan bioenergi);

5. Pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan;

6. Jasa lingkungan alam;

7. Basis (potensial) untuk pengembangan bioindustri;

8. Penciptaan iklim kondusif bagi pembangunan;

9. Penguatan daya tahan perekonomian (economic resilient); dan

10. Sumber pertumbuhan berkualitas;

Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) petani dan keluarganya,

secara ideal diarahkan untuk membentuk petani Indonesia yang berdaya dan

memiliki keunggulan-keunggulan sikap dan karakter: (1) memiliki pengetahuan

yang luas di bidang agroekologi maupun agribisnis spesifik lokalita; (2) memiliki

sikap dan perilaku lebih mandiri serta berkemampuan memecahkan masalahnya

sendiri secara tepat dan efisien; (3) memiliki sense of agribusiness sehingga

perencanaan usaha pertanian selalu berorientasi pasar lokal, dalam negeri, dan

ekspor; (4) memiliki keterampilan agribisnis, baik di segmen hulu (perbenihan,

pemupukan, pemilihan usaha produksi produk primer, sekunder, dan tersier),

pada sisi tengah yang mengefisienkan agro-input dan mengoptimalkan agro-

output, di segmen pascapanen dan pengolahan rpoduk primer dan sekunder,

serta di segmen pasar; (5) memiliki ketangguhan dalam menghadapi masalah dan

akibat anomali iklim, terbatasnya sarana produksi, gejolaj harga, sehingga tetap

berkemampuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani

(Rahadian et al., 2003).

Dengan keterbatasan yang ada, kondisi SDM petani di wilayah tertinggal

terdapat kesenjangan dengan kondisi ideal sebagaimana dikemukakan diatas.

Untuk itu kajian yang mencermati dari aspek dimensi sosial ini dinilai penting

dilakukan, mengingat dengan adanya peningkatan kapasitas petani diharapkan

akan berdampak pada akselerasi pembangunan pertanian di wilayah tersebut. Hal

ini sejalan dengan Paradigma Pertanian untuk Pembangunan dimana salah satu

aspeknya menekankan pada pengembangan sumberdaya insani/manusia (petani).

Page 6: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

5  

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah rekomendasi kebijakan akselerasi

pembangunan pertanian wilayah tertinggal melalui peningkatan kapasitas petani.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi petani.

2. Menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan kapasitas petani dalam

menjalankan usahatani yang merespon berbagai dinamika perubahan yang

terjadi (seperti perubahan ikllim dan preferensi konsumen terhadap mutu

produk pertanian).

1.4. Keluaran yang Diharapkan

1.4.1. Keluaran Umum

Rekomendasi kebijakan akselerasi pembangunan pertanian wilayah

tertinggal melalui peningkatan kapasitas petani.

1.4.2. Keluaran Khusus

2. Hasil identifikasi karakteristik sosial ekonomi petani.

3. Hasil analisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan kapasitas petani dalam

menjalankan usahatani yang merespon berbagai dinamika perubahan yang

terjadi (seperti perubahan ikllim dan preferensi konsumen terhadap mutu

produk pertanian).

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah Kementerian Pertanian terutama

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Pemerintah Daerah (Dinas

Pertanian, Bakorluh, dan Bapeluh), serta petani dan pelaku usaha. Luaran

kegiatan ini berguna bagi Dinas Pertanian, Bakorluh, dan Bapeluh untuk

membangun peningkatan kapasitas petani di daerah. Luaran kegiatan ini juga

berguna bagi Kementerian Pertanian untuk merumuskan kebijakan dalam

mempercepat pembangunan pertanian di wilayah tertinggal, untuk mewujudkan

Page 7: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

6  

peningkatan kesejahteraan petani.

Page 8: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

7  

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Secara umum konsep peningkatan kapasitas atau capacity building dapat

dimaknai sebagai proses membangun kapasitas individu, kelompok atau

organisasi. Capacity building dapat juga diartikan sebagai upaya memperkuat

kapasitas individu, kelompok atau organisasi yang dicerminkan melalui

pengembangan kemampuan, ketrampilan, potensi dan bakat serta penguasaan

kompetensi-kompetensi sehingga individu, kelompok atau organisasi dapat

bertahan dan mampu mengatasi tantangan perubahan yang terjadi secara cepat

dan tak terduga. Capacity building dapat pula dimaknai sebagai proses kreatif

dalam membangun kapasitas yang belum nampak. Pengertian mengenai

karakteristik dari pengembangan kapasitas menurut Milen (2004) bahwa

pengembangan kapasitas tentunya merupakan proses peningkatan terus menerus

(berkelanjutan) dari individu, organisasi atau institusi, tidak hanya terjadi satu kali.

Ini merupakan proses internal yang hanya bisa difungsikan dan dipercepat dengan

bantuan dari luar sebagai contoh penyumbang (donator).

Dimensi peningkatan kapasitas menurut Fiszbein (1997), difokuskan pada:

(1) kemampuan tenaga kerja (labor); (2) kemampuan teknologi yang diwujudkan

dalam bentuk organisasi atau kelembagaan; dan (3) kemampuan capital yang

diwujudkan dalam bentuk dukungan sumberdaya, sarana, dan prasarana. Eade

(1998) merumuskan peningkatan kapasitas dalam tiga dimensi, yaitu: (1) individu;

(2) organisasi; dan (3) jaringan kerja (network). Nampaknya pengembangan

dimensi individu dan organisasi merupakan kunci utama atau titik strategis bagi

perbaikan kinerja (Mentz, 1997), tetapi masuknya dimensi jaringan kerja ini

sangat penting karena melalui dimensi ini individu dan organisasi dapat belajar

mengembangkan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya.

World Bank dalam Edralin (1997) memfokuskan peningkatan kemampuan

kepada: (1) pengembangan sumberdaya manusia, khususnya melalui pelatihan,

rekruitmen, pemanfaatan dan pemberhentian tenaga kerja profesional, manajerial

Page 9: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

8  

dan teknis; (2) organisasi, yaitu pengaturan struktur, proses, sumberdaya, dan

gaya manajemen; (3) jaringan kerja interaksi organisasi, yaitu koordinasi

kegiatan-kegiatan organisasi, fungsi jaringan kerja, dan interaksi formal dan

informal; (4) lingkungan organisasi, yaitu aturan dan perundang-undangan yang

mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan kekuasaan antara lembaga,

kebijakan yang menghambat tugas-tugas pembangunan, dan dukungan keuangan

dan anggaran; dan (5) lingkungan kegiatan yang luas, yaitu mencakup faktor

politik, ekonomi, dan kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap kinerja. United

Nations Development Pragramme (UNDP) memfokuskan pada tiga dimensi yaitu:

(1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM

dimanfaatkan; (2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-

bahan yang diperlukan, dan gedung; dan (3) teknologi yaitu organisasi dan gaya

manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan keputusan, pengendalian dan

evaluasi, serta sistim informasi manajemen. United Nations memusatkan

perhatiannya kepada: (1) mandat atau struktur legal; (2) struktur kelembagaan;

(3) pendekatan manajerial; (4) kemampuan organisasional dan teknis; (5)

kemampuan fiskal lokal; dan (6) kegiatan-kegiatan program (Edralin, 1997).

Pengembangan sumberdaya manusia misalnya, dapat dilihat sebagai suatu

strategi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan memelihara nilai-nilai

moral dan etos kerja. Pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting

agar suatu lembaga pemerintahan mampu: (1) menyusun rencana strategis

ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas; (2) memformulasikan kebijakan

dengan memperhatikan nilai efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas,

keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan; (3) mendesain organisasi untuk menjamin

efisiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat, dan

(4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel,

adaptif, dan lebih berkembang. Pengembangan jaringan kerja merupakan strategi

untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama atau kolaborasi dengan pihak-

pihak luar dengan prinsip saling menguntungkan (Pratama et al., 2014).

Bila dicermati berbagai pendapat diatas maka capacity building sebenarnya

berkenaan dengan strategi menata input dan proses dalam mencapai output dan

outcome, dan menata feedback untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada tahap

Page 10: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

9  

berikutnya. Strategi menata input berkenaan dengan kemampuan lembaga

menyediakan berbagai jenis dan jumlah serta kualitas sumberdaya manusia dan

non manusia agar siap untuk digunakan bila diperlukan. Strategi menata proses

berkaitan dengan kemampuan lembaga merancang, memproses dan

mengembangkan kebijakan, organisasi dan manajemen. Dan strategi menata

feedback berkenaan dengan kemampuan melakukan perbaikan secara

berkesinambungan dengan mempelajari hasil yang dicapai, kelemahan-kelemahan

input dan proses, dan mencoba melakukan tindakan perbaikan secara nyata

setelah melakukan berbagai penyesuaian dengan lingkungan. Strategi-strategi

tersebut harus dinilai secara cermat tingkat kelayakannya pada bidang-bidang

strategis yang menjadi prioritas utama kegiatan pemerintahan pada saat sekarang

(Pratama et al., 2014).

2.2. Hasil Penelitian Terkait

Hasil penelitian Anantanyu (2009) mengungkapkan bahwa tingkat

dukungan penyuluhan pertanian memberikan pengaruh terhadap peningkatan

kapasitas petani, peningkatan partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok

tani, serta mendorong kapasitas kelembagaan kelompok tani. Peningkatan

dukungan penyuluhan pertanian dilakukan melalui proses-proses penyadaran,

pemberdayaan, pengorganisasian, pemantapan, dan penguatan terhadap petani

dan kelembagaan kelompok tani. Peran penyuluh tersebut memerlukan dukungan

kompetensi yang memadai dan pendekatan penyuluhan yang partisipatif.

Peningkatan kapasitas petani dapat dilakukan melalui proses pembelajaran non

formal, terutama melalui interaksi petani dengan lingkungan sosialnya dan

partisipasi petani dalam kelembagaan kelompok tani.

Hasil penelitian Fatchiya (2010) dikemukakan bahwa strategi

pengembangan kapasitas pembudidaya ikan didasarkan pada potensi

sumberdaya, karakteristik sosial ekonomi pelaku usaha, dan iklim usaha yang

meliputi kelembagaaan keuangan, input produksi, informasi, dan pemasaran.

Keikutsertaan pembudidaya ikan dalam kegiatan penyuluhan dan dukungan

kinerja penyuluhan dalam proses pembelajaran dan menjalin jejaring terbukti

meningkatkan kapasitas pembudidaya ikan dan keberlanjutan usaha.

Page 11: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

10  

Pengembangan sistem informasi melalui teknologi komunikasi dan informasi di

desa-desa sentra produksi, yang memudahkan diakses oleh pembudidaya ikan.

Page 12: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

11  

III. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Kapasitas adalah kemampuan untuk melaksanakan tujuan (Goodman et al,

1998 dalam LaFond and Brown, 2003). Hal ini juga telah digambarkan sebagai

"saham sumberdaya" yang tersedia bagi suatu organisasi atau sistem serta

sebagai tindakan yang mengubah sumberdaya menjadi kinerja (Moore, Brown,

dan Honan, 2001 dalam LaFond and Brown, 2003). Peningkatan kapasitas (atau

pengembangan kapasitas) adalah proses yang meningkatkan kemampuan

seseorang, kelompok, organisasi, atau sistem untuk memenuhi tujuan atau untuk

melakukan kinerja yang lebih baik. Kinerja adalah hasil atau keseluruhan hasil

yang mewakili produktivitas dan kompetensi terkait untuk tujuan, atau standar

tujuan yang dibentuk.

Peningkatan kapasitas mencerminkan dua cara dalam melakukan

perubahan yang diharapkan sebagai hasil dari intervensi. Pendekatan tradisional

untuk peningkatan kapasitas terkonsentrasi pada fungsi dan sistem

organisasi internal (struktur, strategi, staf, dan keterampilan). Morgan (1997

dalam LaFond and Brown, 2003), mengemukakan perlunya mempertimbangkan

aspek "makro" peningkatan kapasitas yang berhubungan dengan perilaku dan

pelaksanaan organisasi kelompok atau individu dan perannya dalam sistem yang

lebih luas (seperti peran dalam sistem kesehatan sektor publik, kementerian

pertanian, kementerian kesehatan, atau kesehatan unit tingkat kabupaten dalam

memperbaiki kesehatan pedesaan). Secara umum, ada lebih banyak pengalaman

bekerja dan mengukur kapasitas di tingkat mikro dari pada tingkat makro.

Kerangka pemikiran kebijakan akselerasi pembangunan pertanian wilayah

tertinggal melalui peningkatan kapasitas petani ditunjukkan pada Gambar 1 .

Page 13: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

12  

Tingkat perubahan: Respons inti peningkatan kapasitas 

TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 

INSTITUSI REGIONAL

STABILITAS  ADAPTABILITAS 

KINERJA 

STRUKTUR 

INSTITUSIONAL 

KEPEMIMPINAN PENGETAHUAN  AKUNTABILITAS

• Proses efisien  

• Definisi yang jelas 

tentang peran dan 

tanggung jawab  

• Mekanisme 

penilaian berbasis  

kelayakan 

• Mekanisme 

koordinasi

• Visi dirumuskan 

secara jelas  

• Standar 

komunikasi 

• Alat manajemen 

• Mekanisme 

penyuluhan 

• Mekanisme 

penelitian yang 

terkait penawaran 

dan permintaan  

• Strategi pening‐

katan daya ingat 

dan fungsi otak 

• Mekanisme berbagi 

pengetahuan  & alat 

• Standar sistem audit dan praktek 

• Mekanisme perencanaan partisipatif  

• Mekanisme umpan baik pemangku kepentingan 

 

Ketersediaan Sumberdaya (manusia, finansial dan fisik) serta KompetensiMASUKAN 

DAMPAK: 

perubahan 

kesejahteraan 

petani 

HASIL: 

perubahan 

kinerja, 

stabilitas dan 

adaptabilitas 

kelembagaan 

LUARAN: 

produk yang 

dihasilkan 

atau layanan 

yang 

disediakan 

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kebijakan Akselerasi Pembangunan Pertanian Wilayah Tertinggal melalui Peningkatan Kapasitas Petani (Didaptasi dari Measuring Capacity Development UNDP, 2010)

Page 14: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

13  

United Nations Development Programme (UNDP, 2008) membedakan tiga

tingkatan kapasitas, yakni: (1) Lingkungan yang mendukung adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan sistem yang lebih luas di mana individu dan

organisasi berfungsi dan satu dengan yang lain saling memfasilitasi atau

menghambat keberadaan dan kinerjanya. Tingkat kapasitas ini tidak mudah untuk

dipahami secara konkrit, tetapi merupakan pusat pemahaman masalah kapasitas.

Lingkungan yang mendukung menentukan 'aturan main' untuk interaksi antara

dan di antara organisasi. Kapasitas pada tingkat lingkungan yang kondusif

termasuk kebijakan, legislasi, hubungan kekuasaan dan norma-norma sosial,

semua yang mengatur mandat, prioritas, model operasi/prosedur dan keterlibatan

masyarakat di seluruh bagian yang berbeda dari masyarakat; (2) Tingkat

kapasitas organisasi yang terdiri dari kebijakan internal, pengaturan, prosedur dan

kerangka kerja yang memungkinkan organisasi untuk mengoperasikan dan

memenuhi mandatnya, dan yang memungkinkan bekerja sama dengan kapasitas

individu untuk mencapai tujuan. Jika sumberdaya ini tersedia dengan baik,

kemampuan organisasi untuk melakukan pencapaian tujuan akan lebih besar

dibandingkan bila bagian-bagian yang ada tidak terorganisir dengan baik; (3)

Tingkat individu, di mana kapasitasnya mengacu pada keterampilan, pengalaman

dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Setiap orang diberkahi dengan ragam

kapasitas yang memungkinkan individu untuk melakukan aktivitasnya, baik di

rumah, di tempat kerja atau di masyarakat pada umumnya. Beberapa kapasitas

tersebut di antaranya diperoleh melalui pendidikan formal, pelatihan dan melalui

proses pembelajaran (learning by doing) dari pengalaman orang lain. Sistem

pendekatan tingkatan kapasitas sebagaimana yang telah dikemukakan di atas

dicantumkan pada Gambar 2.

Page 15: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

14  

Mengaktifkan lingkungan (kebijakan, legislasi, hubungan kekuasaan, norma-norma sosial)

Tingkat organisasi (kebijakan internal, pengaturan, prosedur, kerangka kerja)

Tingkat individu (pengalaman, pengetahuan, keterampilan teknis)

Gambar 2. Sistem Pendekatan Tingkatan Kapasitas (Sumber: UNDP, 2008)

Page 16: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

15  

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Menggunakan pendekatan berbasis hasil untuk mengukur peningkatan

kapasitas petani, dengan melihat tiga tingkat pengukuran:

1. Dampak: perubahan kesejahteraan petani

2. Hasil: perubahan dalam kinerja kelembagaan, stabilitas dan kemampuan

beradaptasi

3. Keluaran: produk yang dihasilkan atau layanan yang tersedia berdasarkan

pada isu-isu inti pengembangan/peningkatan kapasitas (kelembagaan

pengaturan, kepemimpinan, pengetahuan, dan akuntabilitas).

Setiap tingkat terkait erat ke tingkat yang berikutnya sehingga terlihat kemajuan

terhadap tujuan pembangunan pertanian yang didorong antara lain oleh

perubahan dalam lembaga-lembaga regional, kinerja, stabilitas dan kemampuan

beradaptasi. Semakin kuat suatu lembaga, maka kemampuan untuk

melaksanakan mandat akan lebih baik

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden

3.3.1. Dasar Pertimbangan

Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

1. Provinsi/kabupaten terpilih dikategorikan sebagai wilayah tertinggal dan dapat

ditelusuri alur keterkaitan antara masukan, keluaran, hasil, dan dampak

sehingga dapat diukur peningkatan kapasitas petani.

2. Kebijakan pembangunan pertanian regional dapat ditelusuri dengan baik.

3.3.2. Lokasi dan Responden

Lokasi kajian mencakup wilayah Jawa dan Luar Jawa. Beberapa Provinsi

dipilih secara purposif yang dinilai representatif untuk dilakukan kajian kebijakan

akselerasi pembangunan pertanian wilayah tertinggal melalui peningkatan

kapasitas petani.

Page 17: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

16  

3.4. Data dan Metode Analisis

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Data dikumpulkan berdasarkan karakteristik data, yakni data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan data utama yang digunakan untuk

menjawab tujuan kajian, sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap.

Data primer dikumpulkan langsung dari responden, yakni seluruh pemangku

kepentingan yang terkait dengan pembangunan pertanian wilayah tertinggal.

3.4.2. Metode Analisis

Semua lembaga, formal maupun informal, di sektor publik, masyarakat sipil

dan sektor swasta, memiliki tujuan untuk melakukan fungsi dan menghasilkan

produk dan layanan yang memungkinkan dilaksanakan pembangunan. Dengan

demikian, digunakan aset sumberdaya yang ada (manusia , keuangan, dan fisik)

serta kompetensi untuk mengkonversi masukan (input) untuk keluaran (output)

seperti kebijakan, peraturan dan mekanisme kepatutan/kelayakan, dan produk

pengetahuan; yang pada gilirannya berkontribusi terhadap pencapaian hasil

seperti peningkatan pelayanan; sehingga memberikan kontribusi terhadap

dampak atau pencapaian tujuan pembangunan pertanian seperti peningkatan

kesejahteraan petani dan peningkatan kinerja.

Alur dari masukan - kegiatan - keluaran - hasil - dampak, dikenal sebagai

hasil rantai yang sederhana, dan sistematis dengan menggunakan pendekatan

sebab-akibat untuk mengelola dan mengukur hasil pembangunan secara nyata.

Pengukuran hasil pengembangan atau peningkatan kapasitas juga sama,

membutuhkan pendekatan yang sistematis dengan fokus pada hasil nyata.

Pengelolaan hasil pembangunan yang dilakukan terlebih dahulu dan hasil

pembangunan yang berbasis manajemen, diterapkan oleh banyak pemerintah dan

badan-badan internasional untuk menyederhanakan perencanaan dan memastikan

tetap fokus pada pencapaian dampak dan hasil, daripada produk yang dihasilkan

atau jumlah masukan. Pada Tabel 1 dan Tabel 2 dirinci pengukuran perubahan

Page 18: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

17  

kinerja, stabilitas, dan adaptabilitas institusi serta keterkaitan antara isu inti

dengan respon peningkatan kapasitas.

Tabel 1. Pengukuran Perubahan Kinerja, Stabilitas, dan Adaptabilitas Institusi No. Faktor-faktor yang Diukur Komponen 1. Kinerja Keefektifan

Efisiensi 2. Stabilitas Kelembagaan

Memperkecil risiko (risk mitigation)

3. Adaptabilitas Investasi untuk inovasi Perbaikan yang berkelanjutan

Tabel 2. Keterkaitan antara Isu Inti dengan Respon Peningkatan Kapasitas

Isu Inti

Respon Peningkatan Kapasitas

Pengaturan kelembagaan Reformasi kelembagaan dan mekanisme pemberian insentif

Kepemimpinan Pengembangan/peningkatan kepemimpinan

Pengetahuan Pelatihan dan proses pembelajaran

Akuntabilitas Mekanisme interaksi (metode partisipatif, akses informasi)

Page 19: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

18  

IV. ANALISIS RISIKO PENELITIAN

Kegiatan pelaksanaan penelitian ini diperkirakan akan mengalami hambatan

yang menjadi risiko. Pada Tabel 3 ditampilkan beberapa risiko yang diduga

dihadapi dalam penelitian ini dan beberapa cara penanganan risikonya. Upaya

penanganan terhadap risiko ini diharapkan masih dapat ditingkatkan dengan

melakukan komunikasi yang intensif dengan pihak-pihak terkait.

Tabel 3. Daftar Risiko yang mungkin Dihadapi untuk Mencapai Tujuan

No. Jenis Risiko Penyebab Dampak Penanganan

1. Kegiatan penelitian tidak optimal

- Anggaran belum tersedia pada waktu direncanakan ke lapangan

- Peneliti yang merangkap di beberapa kegiatan penelitian

- Kelebihan beban kerja di bagian entry data dan pengolahan data

- Jadwal survai lapang menjadi mundur

- Peneliti terbagi waktu dan konsentrasinya sehingga kurang fokus dengan kegiatan penelitian ini

- Target pengolahan data tidak sesuai jadwal sehingga mempengaruhi penyelesaian laporan penelitian

- Ketersediaan anggaran pada waktu merencanakan ke lapangan

- Pendistribusian tenaga peneliti dengan baik, sehingga tidak terjadi kelebihan beban pada beberapa peneliti saja.

- Merekrut tenaga pengolah data

V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN 5.1. Susunan Tim Pelaksana

Susunan tim penelitian menurut golongan dan kepangkatan, jabatan

fungsional dan bidang keahlian adalah sebagai berikut (Tabel 3):

Page 20: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

19  

Tabel 3. Susunan Tim Penelitian

No N a m a Golongan/ Pangkat

Jabatan Fungsional

Kedudukan dalam tim

1. Dr. Kurnia Suci Indraningsih IV/a Peneliti Muda Ketua Tim

2. Ir. Wahyuning K. Sejati, MS IV/b Peneliti Madya Anggota

3. PM Anggota 4. PM Anggota 5. PM Anggota

5.2. Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan tahun kalender dari

Januari sampai dengan Desember tahun 2015 dengan rincian jadwal sebagai

berikut (Tabel 4):

Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Jenis Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Pembuatan proposal Seminar proposal Perbaikan proposal Studi literatur Penyusunan kuesioner Pra survai dan pretest kuesioner Survai utama Pengolahan dan analisis data Penulisan laporan kemajuan Penulisan draft laporan akhir Seminar hasil penelitian Perbaikan laporan akhir Penggandaan laporan akhir

DAFTAR PUSTAKA

Anantanyu, S. 2009. Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Biro Perencanaan. 2013. Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan. Jakarta.

Page 21: KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/RPTP_2015_08.pdf ·  · 2014-09-03pengembangan ekonomi lokal yang bersifat ... sistem pendekatan

20  

Eade, D. 1998. Capacity Building: An Approach to People-Centreted Development. Oxford UK: Oxfam, GB.

Edralin, J.S. 1997. The New Local Governance and Capacity Building: A Strategic Approach. Regional Development Studies, Vol. 3.

Fatchiya, A. 2010. Pola Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan di Provinsi Jawa Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fiszbein, A. 1997. The Emergence of Local Capacity: Lesson from Columbia. World Development 25 (7): 1029 – 1043.

Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Badan Pusat Statistik. 2010. Sistem Informasi Statistik Pembangunan Daerah Tertinggal. http://kpdt.bps.go.id/ (15 Maret 2014).

LaFond, A. and L. Brown. 2003. A Guide to Monitoring and Evaluation of Capacity- Building Interventions in the Health Sector in Developing Countries Measure Evaluation Manual Series, No. 7 Measure Evaluation Project USAID. University of North Carolina. Chapel Hill.

Mentz, J.C.N. 1997. Personal and Institutional Factors in Capacity Building and Institutional Development. Working Paper No. 14. Maastrict: ECDPM.

Milen, A. 2004. Pegangan Dasar Pengembangan Kapasitas. Pondok Pustaka Jogja. Yogyakarta.

Pratama, A., M. Mustam, dan T. Djumiarti. 2014. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Dalam Koordinasi Pelayanan Perizinan Di BPPT Kota Semarang. Journal of Public Policy and Management Review 3 (1): 1-11. http:// ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/4373 (14 April 2014).

Rahadian. 2003. Reinjenering Penyuluhan. Draf III Bahan Bahasan di STTP Malang, 6 Oktober 2003. Jakarta.

United Nations Development Programme. 2008. Capacity Development Practice Note. http://www.undp-alm.org/sites/default/files/downloads/pn_capacity_ development1.pdf (16 Mei 2014)

United Nations Development Programme. 2010. Capacity Development: Measuring Capacity. http://www.undp.org/content/dam/aplaws/publication/ en/publications/capacity-development/undp-paper-on-measuring-capacity/ UNDP_Measuring_Capacity_July_2010.pdf (12 Mei 2014).

United Nations United Nations Development Programme