pola asuh

18
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pola Asuh Pengasuhan menurut Porwadarminta (dalam Amal, 2005) adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud disini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat (dalam Amal, 2005) mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minumnya, pakaiannya dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian di atas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002), pengertian pola asuh adalah merupakan suatu bentuk (struktur), system dalam menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak kecil. Sedangkan pola asuh menurut Soetjiningsih (2004) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Dalam laporan Temu Ilmiah Sistem Kesejahteraan Anak Nasional, 1998 (dalam Garliah, 2003) pola asuh orang tua dirumuskan sebagai seperangkat sikap dan perilaku yang tertata, yang diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya. Kohn, 1986 (dalam Tarmudji, 1991) mengatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang Page | 1

Transcript of pola asuh

Page 1: pola asuh

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pola Asuh

Pengasuhan menurut Porwadarminta (dalam Amal, 2005) adalah orang yang

melaksanakan tugas membimbing, memimpin atau mengelola. Pengasuhan yang

dimaksud disini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat (dalam Amal, 2005) mengasuh

anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan,

minumnya, pakaiannya dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa.

Dengan pengertian di atas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud

adalah kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan

kepentingan hidupnya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002), pengertian pola

asuh adalah merupakan suatu bentuk (struktur), system dalam menjaga, merawat,

mendidik dan membimbing anak kecil. Sedangkan pola asuh menurut Soetjiningsih

(2004) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban

dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan

masyarakat pada umumnya.

Dalam laporan Temu Ilmiah Sistem Kesejahteraan Anak Nasional, 1998 (dalam

Garliah, 2003) pola asuh orang tua dirumuskan sebagai seperangkat sikap dan perilaku

yang tertata, yang diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya. Kohn,

1986 (dalam Tarmudji, 1991) mengatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua

dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua

memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan

otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Ukuran keluarga mempunyai pengaruh terhadap pola asuh keluarga dan hasil-hasil yang

dicapai oleh anak. Keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan

pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil

menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Penelitian

telah menghubungkan perbedaan ini dengan perkembangan intelektual dan penampilan

prestasi di sekolah (Feiring dan Lewia, 1984).

Page | 1

Page 2: pola asuh

B. Macam – Macam Pola Asuh Orang Tua

Menurut Fels Research Institute, corak hubungan orang tua anak dapat dibedakan

menjadi tiga pola, yaitu :

1. Pola menerima – menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua

terhadap anak.

2. Pola memiliki – melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua

terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan

memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.

3. Pola demokrasi – otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak

dalam menentukan kegiatan- kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti

orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan dalam pola

demokrasi, sampai batas – batas tertentu anak dapat berpartisipasi dalam

keputusan-keputusan keluarga (Ahmadi, 1991: 180)

Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam

mengasuh anaknya yakni antara lain :

1. Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan

mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.

2. Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak

berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.

3. Memanjakan. Permisivitas yang berlebihan, dan memanjakan membuat anak

menjadi egois, sering menuntut, dsb

4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan

anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan

yang terbuka.

5. Penerimaan. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih

sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan

kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.

6. Dominasi. Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat

jujur, sopan, dan berhati-hati tapi cenderung malu, patuh, dan mudah

dipengaruhi orang lain, mengalah, dan sangat sensitive.

7. Tunduk pada anak. Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan

anaknya mendominasi mereka dan rumah mereka.

8. Favoritisme. Meskipun mereka berkata mereka mencintai semua anak dengan

sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka

lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak lain di dalam

keluarga.

Page | 2

Page 3: pola asuh

9. Ambisi orang tua. Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak

mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering

dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua

supaya anak mereka naik di tangga status sosial yang lebih tinggi. (Hurlock,

1990: 204)

Menurut Hoffman, 1970 (dalam Garliah, 2003) pola asuh terdiri dari tiga tipe atau

tiga macam, yaitu :

1. Induction (pola asuh bina kasih)

Adalah suatu teknik disiplin dimana orang tua memberi penjelasan atau alasan

mengapa anak harus mengubah perilakunya. Pada tipe pola asuh seperti ini

dijumpai perilaku orang tua yang directive dan supportive nya tinggi.

2. Power Assertion (pola asuh unjuk rasa)

Adalah perilaku orang tua tertentu yang menghasilkan tekanan-tekanan

eksternal pada anak agar mereka berperilaku sesuai dengan keinginan orang

tua. Pada tipe pola asuh ini dijumpai perilaku orang tua yang directive nya

tinggi dan supportivenya rendah.

3. Love withdrawal (pola asuh lepas kasih)

Adalah pernyataan-pernyataan nonfisik dari rasa dan sikap tidak setuju orang

tua terhadap perilaku anak dengan implikasi tidak diberikannya lagi kasih

sayang sampai anak merubah perilakunya. Pada tipe pola asuh ini dijumpai

perilaku orang tua yang directive dan supportive nya rendah.

Sedangkan menurut Bolsom menyatakan bahwa pola asuh dapat digolongkan

dalam tiga macam, yakni :

1. Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,

biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung

memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa

yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum

anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi

biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari

anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

2. Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan  kepentingan

anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola

asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau

Page | 3

Page 4: pola asuh

pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap

kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan

anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih

dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

3. Permisitif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan

kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang

cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak

apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan

oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga

seringkali disukai oleh anak.

Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, pola asuh otoriter

adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap

semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk

bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri (Gunarsa, 1995: 87). Jadi pola asuh

otoriter merupakan pola asuh orang tua terhadap anak dengan menentukan sendiri aturan-

aturan dan batasan-batasan dimana aturan dan batasan tersebut mutlak harus ditaati oleh

anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak.

Pada pola asuh otoriter ini anak hanya dianggap sebagai objek pelaksana saja dan

orang tua yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak. Jika anak menentang

atau membantah, maka orang tua tidak segan memberikan hukuman. Dalam hal ini

kebebasan anak sangat dibatasi. Apa saja yang dilakukan oleh anak harus sesuai dengan

keinginan orang tua. Pada pola asuh ini hanya akan terjadi komunikasi satu arah. Orang

tua yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan

keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang

tua. Karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas

dan kewajibannya.

Pada pola asuh otoriter ini, perkembangan anak semata-mata ditentukan oleh

orang tua. Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak dapat

mempengaruhi proses pembentukan kepribadian anak. Sikap pribadi anak yang otoriter

biasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu di dalam

semua tindakan, dan lambat berinisiatif (Ahmadi, 1991: 112). Orang tua yang

menerapkan pola asuh otoriter mengakibatkan anak, cenderung mengalami keragu-

raguan dalam setiap perbuatan dan tindakan ketika melakukan suatu hal yang dapat

membentuk pribadi penyendiri sehingga nantinya mengalami kesulitan dalam

pergaulannya dengan lingkungan sekitarnya.

Page | 4

Page 5: pola asuh

Utami Munandar mengemukakan bahwa sikap orang tua yang otoriter paling

tidak menunjang perkembangan kepribadian dan tanggung jawab sosial. Anak menjadi

patuh, sopan, rajin dalam mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi kurang bebas dan kurang

percaya diri (Munandar, 1992:127).

Anak yang dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan mengalami

perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi kurang kreatif jika

orang tua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang

seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua akan menekan daya kreativitas

anak yang sedang berkembang, sehingga anak tidak akan berani mencoba, dan ia tidak

akan mengembangkan kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak mendapat

kesempatan untuk mencoba. Anak juga akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia

merasa tidak dapat mengimbangi teman-temannya dalam segala hal sehingga anak

menjadi pasif dalam pergaulan. Semakin lama ia akan mempunyai perasaan rendah diri

dan kehilangan kepercayaan kepada dirinya sendiri. Karena kepercayaan terhadap diri

sendiri tidak ada, maka setelah dewasa pun akan terus mencari bantuan, perlindungan,

dan pengamanan. Ini berarti bahwa anak tidak berani memikul tanggung jawab (Kartono,

1992: 98).

Dengan demikian, pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung

menetapkan standar yang mutlak harus dituruti oleh anak, dalam hal ini orangtua

cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak serta memaksakan disiplin

kepada anak. Pada pola asuh otoriter ini, biasanya tidak ada komunasi antara orangtua

dan anak, orangtua cenderung memaksakan kehendak, suka memerintah, menghukum

dan cenderung memberikan ancaman-ancaman kepada anak. Selain itu apabila terdapat

perbedaan pendapat antara orangtua dan anak, Maka anak dianggap pembangkang, jika

anak tidak melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tidak segan-segan

menghukum anaknya. Orangtua cenderung memaksakan segala sesuatu tentang anak

ddan anak hanya sebagai pelaksana. Maka dari itu orangtua menganggap bahwa anak

harus mematuhi peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh membantah.

Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan

menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dengan bimbingan yang

penuh pengertian antara orangtua dan anak (Gunarsa, 1995:84). Bisa dikatakan pola asuh

demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat,

melakukang yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan

yang telah ditetapkan orangtua.

Utami munandar menyatakan bahwa pola asuh demokratis adalah cara mendidik

anak, dimana orangtua memberikan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan

keadaan dan kebutuhan anak (Munandar, 1992:98). Pada pola asuh demokratis,orangtia

Page | 5

Page 6: pola asuh

selau memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian terhadap anak mana

yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.Hal tersebut dilakukan orangtua dengan

lemah lembut dan penuh kasih sayang.

Fromm berpendapat, bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang

bersuasana demokratis, perkembangannya lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan

secara rasional. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam suasana otoriter, memandang

kekuasaan sebagai sesuatu yang harus ditakuti dan bersifat magi (rahasia).Hal tersebut

mungkin menimbulkan sikap tunduk secara membuta kepada kekuasaan, atau justru sikap

menentang kekuasaan (Ahmadi, 1991:180).

Pada pola asuh demokratis ini, sasaran orangtua ialah mengembangkan individu

yang berfikir, yang dapat menilai situasi dan bertindak dengan tepat, bukan seekor hewan

terlatih yang patuh tanpa pertanyaan (Beck, 1992:51).

Jadi pola asuh demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh

ekstrim yang bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. Pola asuh

demokratis ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Orang

tua dan anak membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan

untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya. Pada pola asuh ini terdapat

komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Pola asuh demokratis ditandai dengan

adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan

yang disetujui bersama.

Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan

keinginannya dan belajar untuk menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap

sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap akitivitas anak. Orang tua

memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami,

dan dimengerti oleh anak. Sehingga pada pola asuh demokratis ini dapat tercipta suasana

komunikatif, serta dapat tercipta keharmonisan antar orang tua, anak, dan sesama

keluarga. Dengan pola asuh ini anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap

perilakunya sendiri dengan hal – hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Pola asuh

demokratis memiliki dampak positif yang lebih besar jika dibandingkan dengan pola asuh

otoriter dan laissez faire. Penerapan pola asuh demokratis pada anak akan menjadi orang

yang mau menerima kritik dari orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi,

mampu menghargai orang lain, dan mampu bertanggung jawab pada kehidupan

sosialnya.

Pola asuh selanjutnya adalah pola asuh laissez faire, pola asuh ini juga disebut

dengan pola asuh permisif. Kata laissez faire berasal dari bahasa Perancis yang berarti

membiarkan (leave alone). Pola asuh ini sama dengan pola asuh permisif, ditandai

dengan orang tua yang tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak.

Page | 6

Page 7: pola asuh

Serta adanya kebebasan pada anak tanpa batas untuk berperilaku sesuai dengan keinginan

anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa adanya pertimbangan dari orang

tua.

Pada pola asuh ini anak adalah subyek yang dapat bertindak dan berbuat menurut

hati nuraninya. Anak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas.

Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua membiarkan anaknya mencari

dan menentukan sendiri apa yang diinginkannya. Orang tua seperti ini cenderung kurang

perhatian dan acuh tak acuh terhadap anaknya. Pola asuh ini cenderung membuahkan

anak-anak nakal yang manja, lemah, tergantung, dan bersifat kekanak-kanakan secara

emosional.

Dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh yang dianggap paling efektif untuk

diterapkan pada anak adalah pola asuh demokratis. Pada pola asuh ini orang tua

memberikan kontrol terhadap anak-anaknya dalam batas-batas tertentu, aturan untuk hal-

hal yang esensial saja, dengan tetap menunjukkan dukungan, cinta dan kehangatan untuk

anaknya. Melalui pola asuh ini anak juga dapat merasa bebas mengungkapkan

kesulitannya, kegelisahannya kepada orang tua karena ia tahu, orang tua akan berusaha

membantu mencarikan jalan keluar tanpa berusaha mendiktenya (Sochib, 1998: 44).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga pola asuh yang

diterapkan orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Pola asuh tersebut yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh laissez

faire. Pada pola asuh otoriter, orang tua sebagai pemegang peran utama. Pola asuh

demokratis adalah pola asuh yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan

pola asuh leissez faire bahwa pemegang peran utama adalah anak. Setiap pola asuh pasti

memiliki risiko masing-masing. Pola asuh otoriter memang memudahkan orang tua,

karena tidak perlu untuk bersusah payah untuk bertanggung jawab dengan anak. Anak

yang dibesarkan dengan pola asuh seperti ini mungkin memang tidak memiliki masalah

dengan pelajaran dan juga bebas dari masalah kenakalan remaja. Akan tetapi cenderung

tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang

dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta

memiliki defresi yang lebih tinggi. Sedangkan pada pola asuh demokratis, orang tua

memberikan kebebasan pada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang

diinginkannya namun tidak melewati aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua,

sementara pola asuh laissez faire membuat anak merasa boleh berbuat sekehendak

hatinya. Pola asuh laissez faire anak memang akan memiliki rasa percaya yang lebih

besar, kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah. Tapi juga akan lebih

mungkin terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah di sekolah

karena anak menganggap bahwa orang tuanya tidak pernah aturan, pengarahan, serta

Page | 7

Page 8: pola asuh

diberi kebebasan tanpa batas sehingga dimanapun anak berada ia merasa bebas untuk

berperilaku sesuai dengan keinginannya.

C. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Menurut Wahyuni, dalam mengasuh dan mendidik anak sikap orang tua

dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah pengalaman masa lalu yang

berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap orang tua mereka, tipe kepribadian

orang tua, nilai-nilai yang dianut orang tua, kehidupan perkawinan orang tua dan alasan

orang tua mempunyai anak (Gunarsa, 1976: 144)

Mindel menyatakan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi terbentuknya

pola asuh orang tua, diantaranya:

1. Budaya Setempat

Lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggal memiliki peranan yang

cukup besar dalam membentuk pola pengasuhan orang tua terhadap anak.

Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat, dan budaya yang

berkembang di dalamnya.

2. Ideologi yang berkembang dalam diri orang tua

Orang tua yang memiliki keyakinan atau ideologi tertentu cenderung

menurunkan pada anak-anaknya dengan harapan bahwa nantinya nilai dan

ideologi tersebut dapat tertanam dan dikembangkan oleh anak dikemudian

hari.

3. Letak geografis norma etis

Dalam hal ini letak suatu daerah serta norma etis yang berkembang dalam

masyarakat memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk pola asuh

yang nantinya akan diterapkan orang tua kepada anaknya. Penduduk pada

dataran tinggi memiliki karakteristik yang berbeda dengan penduduk pada

dataran rendah sesuai dengan tuntutan atau tradisi yang berkembang pada

tiap-tiap daerah.

4. Orientasi religius

Orientasi religius dapat menjadi pemicu diterapkannya pola asuh dalam

keluarga. Orang tua yang menganut keyakinan agama atau religius tertentu

senantiasa berusaha agar anaknya nantinya juga mengikuti agama dan

keyakinan religius tersebut.

5. Status ekonomi

Status ekonomi juga mempengaruhi pola asuh yang nantinya akan diterapkan

oleh orang tua pada anaknya. Dengan perekonomian yang cukup, kesempatan

dan fasilitas yang diberikan serta lingkungan material yang mendukung

Page | 8

Page 9: pola asuh

cenderung mengarahkan pola asuh orang tua menuju perlakuan tertentu yang

dianggap sesuai oleh orang tua.

6. Bakat dan kemampuan orang tua

Orang tua yang memiliki kemampuan dalam komunikasi dan berhubungan

dengan tepat dengan anak, cenderung mengembangkan pola asuh sesuai

dengan diri anak tersebut.

7. Gaya hidup

Norma yang dianut dalam kehidupan sehari-hari sangat dipengaruhi oleh

factor lingkungan yang nantinya akan mengembangkan suatu gaya hidup.

Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar memiliki berbagai macam

perbedaan dan cara yang berbeda pula dalam interaksi serta hubungan orang

tua dan anak. Sehingga hal tersebut nantinya juga akan mempengaruhi pola

asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak (Walker, 1992: 3).

Mussen juga menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pola asuh orang tua yakni :

1. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal mempengaruhi cara orang tua dalam penerapan

pola asuh terhadap anaknya. Hal tersebut dapat dilihat jika suatu keluarga

tinggal di kota besar, kemungkinan besar orang tua akan banyak mengontrol

anaknya karena rasa khawatir. Sedangkan keluarga yang tinggal di perdesaan

kemungkinan orang tua tidak begitu khawatir terhadap anaknya.

2. Sub Kultur Budaya

Budaya di lingkungan keluarga juga mempengaruhi pola asuh yang nantinya

akan diterapakan pada anak. Hal tersebut sama seperti pendapat Bunruws

yang menyatakan bahwa banyak orang tua yang membolehkan anak-anaknya

untuk mempertanyakan tindakan orang tua dan beragumentasi tentang aturan

dan standar moral. Di Meksiko, perilaku seperti itu dianggap tidak sopan dan

tidak pada tempatnya.

3. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga mempengaruhi pola asuh yang nantinya diterapkan

oleh orang tua kepada anak. Keluarga dari kelas sosial yang berbeda tentunya

mempunyai pandangan yang juga berbeda tentang bagaimana cara

menerapkan pola asuh yang dapat diterima bagi masing-masing anggota

keluarga (Mussen, 1994: 392-393)

Page | 9

Page 10: pola asuh

Dari pemaparan para ahli diatas bisa dikatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua ada yang bersifat internal dan ada pula yang bersifat

eksternal. Hal yang bersifat internal yakni ideologi yang berkembang dalam diri orang

tua, bakat dan kemampuan orang tua, orientasi religius serta gaya hidup. Adapun yang

bersifat eksternal seperti lingkungan tempat tinggal, budaya setempat, letak geografis,

norma etis dan status ekonomi. Hal-hal tersebut mempengaruhi pola asuh yang dipakai

oleh orang tua terhadap anaknya.

D. Dampak Pola Asuh

Ira Petranto (2006:4) menguraikan dampak pola asuh pada anak adalah dapat

dikarakteristikkan sebagai berikut:

1. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri,

dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu

menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif

terhadap orang-orang lain.

2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,

pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar

norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif,

agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang

percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Dari karakteristik-karakteristik

tersebut bisa kita lihat, bahwa harga diri anak yang rendah terutama adalah

karena pola asuh orang tua yang permisif.

E. Peran Keluarga dalam Perkembangan Pendidikan Kepribadian Anak

Dalam menerapkan pendidikan bagi anak dalam pembentukan karakter kepribadiannya, terdapat beberapa peran penting keluarga dalam perkembangan kepribadian anak , yaitu :

1. Peran keluarga sebagai motivator terbesar bagi perkembangan kepribadian anak. Perilaku orang tua yang baik sesuai dengan nilai-nilai etika akan dicontohi oleh anak. 

2. Peran keluarga sebagai tempat mengaduh dan menampung segala permasalahan pribadi anak. Keluarga senantiasa mendengar dan memberikan solusi terbaik bagi anak tersebut dengan tidak menggunakan sikap otoriter dan memberikan perhatian yang maksimal.

3. Peran keluarga dalam mengajarkan nilai-nilai keagamaan demi memperkuat keimanan seorang anak, dan mengajarkan nilai-nilai sosial agar anak tahu bagaimana berorganisasi dan hidup bergantung pada orang lain dengan menjunjung nilai-nilai budaya bangsa atau masyarakat.

Page | 10

Page 11: pola asuh

4. Peran keluarga dalam menciptakan suasana dan lingkungan yang harmonis, damai sejahtera, dan bahagia, dimana ada Ayah dan Ibu yang senantiasa dapat menerima dan menghargai pendapat satu sama lain dan juga pendapat anak.

5. Peran keluarga sebagai lembaga pendidikan secara pribadi bagi perkembangan kepribadian anak, sebelum anak melangkahkan kaki keluar menuju lembaga pendidikan yang luar, anak tersebut harus dididik dulu di dalam keluarganya karena itu adalah ilmu cinta dan kasih sayang yang diterapkan di dalam keluarga.

6. Dan yang terakhir adalah peran keluarga sebagai kekasih atau teman. Ketika ada cinta dalam sebuah keluarga maka semua kerisauan dan masalah-masalah dapat teratasi bersama, sehingga anak sendiri pun merasa kuat karena ada yang menopangnya.

Page | 11

Page 12: pola asuh

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pola asuh orang tua merupakan seperangkat sikap dan perilaku yang tertata, yang diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya untuk mewujudkan anak berkepribadian sesuai dengan yang diharapkan orang tua. Ada beberapa macam dan tipe pola asuh orang tua menurut pendapat para ahli. Salah satunya adalah pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh leissez faire. Setiap pola asuh tersebut memiliki pengertian, ciri-ciri, kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri tergantung pada penerapan pola asuh yang digunakan. Dari berbagai macam pola asuh tersebut tidak hanya memberikan efek positif bagi anak tetapi beberapa diantaranya juga memberikan efek negatif.

Dalam proses pendidikan kepribadian atau perkembangan kepribadaian anak, peran orang tua serta keluarga sangat penting. Hal ini dikarenakan orang tua atau keluarga adalah struktur kepribadian pertama bagi anak. Jadi, segala sesuatu tentang kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu orang tua serta anggota keluarga sangat diharapkan untuk dapat menerapkan pola asuh yang terbaik bagi anak agar anak memiliki kepribadian yang baik.

Page | 12