pola asuh
-
Upload
ulfiyah-anisjongminkeyonetaeyui-loversforever -
Category
Documents
-
view
141 -
download
9
Transcript of pola asuh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pola Asuh
Pengasuhan menurut Porwadarminta (dalam Amal, 2005) adalah orang yang
melaksanakan tugas membimbing, memimpin atau mengelola. Pengasuhan yang
dimaksud disini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat (dalam Amal, 2005) mengasuh
anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan,
minumnya, pakaiannya dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa.
Dengan pengertian di atas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud
adalah kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan
kepentingan hidupnya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002), pengertian pola
asuh adalah merupakan suatu bentuk (struktur), system dalam menjaga, merawat,
mendidik dan membimbing anak kecil. Sedangkan pola asuh menurut Soetjiningsih
(2004) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban
dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan
masyarakat pada umumnya.
Dalam laporan Temu Ilmiah Sistem Kesejahteraan Anak Nasional, 1998 (dalam
Garliah, 2003) pola asuh orang tua dirumuskan sebagai seperangkat sikap dan perilaku
yang tertata, yang diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya. Kohn,
1986 (dalam Tarmudji, 1991) mengatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua
dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua
memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan
otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
Ukuran keluarga mempunyai pengaruh terhadap pola asuh keluarga dan hasil-hasil yang
dicapai oleh anak. Keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan
pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil
menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Penelitian
telah menghubungkan perbedaan ini dengan perkembangan intelektual dan penampilan
prestasi di sekolah (Feiring dan Lewia, 1984).
Page | 1
B. Macam – Macam Pola Asuh Orang Tua
Menurut Fels Research Institute, corak hubungan orang tua anak dapat dibedakan
menjadi tiga pola, yaitu :
1. Pola menerima – menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua
terhadap anak.
2. Pola memiliki – melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua
terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan
memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.
3. Pola demokrasi – otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak
dalam menentukan kegiatan- kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti
orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan dalam pola
demokrasi, sampai batas – batas tertentu anak dapat berpartisipasi dalam
keputusan-keputusan keluarga (Ahmadi, 1991: 180)
Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam
mengasuh anaknya yakni antara lain :
1. Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan
mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.
2. Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak
berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.
3. Memanjakan. Permisivitas yang berlebihan, dan memanjakan membuat anak
menjadi egois, sering menuntut, dsb
4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan
anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan
yang terbuka.
5. Penerimaan. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih
sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan
kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.
6. Dominasi. Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat
jujur, sopan, dan berhati-hati tapi cenderung malu, patuh, dan mudah
dipengaruhi orang lain, mengalah, dan sangat sensitive.
7. Tunduk pada anak. Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan
anaknya mendominasi mereka dan rumah mereka.
8. Favoritisme. Meskipun mereka berkata mereka mencintai semua anak dengan
sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka
lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak lain di dalam
keluarga.
Page | 2
9. Ambisi orang tua. Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak
mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering
dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua
supaya anak mereka naik di tangga status sosial yang lebih tinggi. (Hurlock,
1990: 204)
Menurut Hoffman, 1970 (dalam Garliah, 2003) pola asuh terdiri dari tiga tipe atau
tiga macam, yaitu :
1. Induction (pola asuh bina kasih)
Adalah suatu teknik disiplin dimana orang tua memberi penjelasan atau alasan
mengapa anak harus mengubah perilakunya. Pada tipe pola asuh seperti ini
dijumpai perilaku orang tua yang directive dan supportive nya tinggi.
2. Power Assertion (pola asuh unjuk rasa)
Adalah perilaku orang tua tertentu yang menghasilkan tekanan-tekanan
eksternal pada anak agar mereka berperilaku sesuai dengan keinginan orang
tua. Pada tipe pola asuh ini dijumpai perilaku orang tua yang directive nya
tinggi dan supportivenya rendah.
3. Love withdrawal (pola asuh lepas kasih)
Adalah pernyataan-pernyataan nonfisik dari rasa dan sikap tidak setuju orang
tua terhadap perilaku anak dengan implikasi tidak diberikannya lagi kasih
sayang sampai anak merubah perilakunya. Pada tipe pola asuh ini dijumpai
perilaku orang tua yang directive dan supportive nya rendah.
Sedangkan menurut Bolsom menyatakan bahwa pola asuh dapat digolongkan
dalam tiga macam, yakni :
1. Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung
memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum
anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari
anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
2. Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola
asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
Page | 3
pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
3. Permisitif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan
oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga
seringkali disukai oleh anak.
Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny.Y. Singgih D. Gunarsa, pola asuh otoriter
adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap
semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk
bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri (Gunarsa, 1995: 87). Jadi pola asuh
otoriter merupakan pola asuh orang tua terhadap anak dengan menentukan sendiri aturan-
aturan dan batasan-batasan dimana aturan dan batasan tersebut mutlak harus ditaati oleh
anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak.
Pada pola asuh otoriter ini anak hanya dianggap sebagai objek pelaksana saja dan
orang tua yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak. Jika anak menentang
atau membantah, maka orang tua tidak segan memberikan hukuman. Dalam hal ini
kebebasan anak sangat dibatasi. Apa saja yang dilakukan oleh anak harus sesuai dengan
keinginan orang tua. Pada pola asuh ini hanya akan terjadi komunikasi satu arah. Orang
tua yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan
keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang
tua. Karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakan tugas
dan kewajibannya.
Pada pola asuh otoriter ini, perkembangan anak semata-mata ditentukan oleh
orang tua. Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak dapat
mempengaruhi proses pembentukan kepribadian anak. Sikap pribadi anak yang otoriter
biasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu di dalam
semua tindakan, dan lambat berinisiatif (Ahmadi, 1991: 112). Orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter mengakibatkan anak, cenderung mengalami keragu-
raguan dalam setiap perbuatan dan tindakan ketika melakukan suatu hal yang dapat
membentuk pribadi penyendiri sehingga nantinya mengalami kesulitan dalam
pergaulannya dengan lingkungan sekitarnya.
Page | 4
Utami Munandar mengemukakan bahwa sikap orang tua yang otoriter paling
tidak menunjang perkembangan kepribadian dan tanggung jawab sosial. Anak menjadi
patuh, sopan, rajin dalam mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi kurang bebas dan kurang
percaya diri (Munandar, 1992:127).
Anak yang dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan mengalami
perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi kurang kreatif jika
orang tua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang
seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua akan menekan daya kreativitas
anak yang sedang berkembang, sehingga anak tidak akan berani mencoba, dan ia tidak
akan mengembangkan kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak mendapat
kesempatan untuk mencoba. Anak juga akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia
merasa tidak dapat mengimbangi teman-temannya dalam segala hal sehingga anak
menjadi pasif dalam pergaulan. Semakin lama ia akan mempunyai perasaan rendah diri
dan kehilangan kepercayaan kepada dirinya sendiri. Karena kepercayaan terhadap diri
sendiri tidak ada, maka setelah dewasa pun akan terus mencari bantuan, perlindungan,
dan pengamanan. Ini berarti bahwa anak tidak berani memikul tanggung jawab (Kartono,
1992: 98).
Dengan demikian, pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung
menetapkan standar yang mutlak harus dituruti oleh anak, dalam hal ini orangtua
cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak serta memaksakan disiplin
kepada anak. Pada pola asuh otoriter ini, biasanya tidak ada komunasi antara orangtua
dan anak, orangtua cenderung memaksakan kehendak, suka memerintah, menghukum
dan cenderung memberikan ancaman-ancaman kepada anak. Selain itu apabila terdapat
perbedaan pendapat antara orangtua dan anak, Maka anak dianggap pembangkang, jika
anak tidak melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tidak segan-segan
menghukum anaknya. Orangtua cenderung memaksakan segala sesuatu tentang anak
ddan anak hanya sebagai pelaksana. Maka dari itu orangtua menganggap bahwa anak
harus mematuhi peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh membantah.
Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan
menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dengan bimbingan yang
penuh pengertian antara orangtua dan anak (Gunarsa, 1995:84). Bisa dikatakan pola asuh
demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat,
melakukang yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan
yang telah ditetapkan orangtua.
Utami munandar menyatakan bahwa pola asuh demokratis adalah cara mendidik
anak, dimana orangtua memberikan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan
keadaan dan kebutuhan anak (Munandar, 1992:98). Pada pola asuh demokratis,orangtia
Page | 5
selau memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian terhadap anak mana
yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.Hal tersebut dilakukan orangtua dengan
lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Fromm berpendapat, bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang
bersuasana demokratis, perkembangannya lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan
secara rasional. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam suasana otoriter, memandang
kekuasaan sebagai sesuatu yang harus ditakuti dan bersifat magi (rahasia).Hal tersebut
mungkin menimbulkan sikap tunduk secara membuta kepada kekuasaan, atau justru sikap
menentang kekuasaan (Ahmadi, 1991:180).
Pada pola asuh demokratis ini, sasaran orangtua ialah mengembangkan individu
yang berfikir, yang dapat menilai situasi dan bertindak dengan tepat, bukan seekor hewan
terlatih yang patuh tanpa pertanyaan (Beck, 1992:51).
Jadi pola asuh demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh
ekstrim yang bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. Pola asuh
demokratis ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Orang
tua dan anak membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan
untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya. Pada pola asuh ini terdapat
komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Pola asuh demokratis ditandai dengan
adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan
yang disetujui bersama.
Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan
keinginannya dan belajar untuk menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap
sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap akitivitas anak. Orang tua
memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami,
dan dimengerti oleh anak. Sehingga pada pola asuh demokratis ini dapat tercipta suasana
komunikatif, serta dapat tercipta keharmonisan antar orang tua, anak, dan sesama
keluarga. Dengan pola asuh ini anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap
perilakunya sendiri dengan hal – hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Pola asuh
demokratis memiliki dampak positif yang lebih besar jika dibandingkan dengan pola asuh
otoriter dan laissez faire. Penerapan pola asuh demokratis pada anak akan menjadi orang
yang mau menerima kritik dari orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi,
mampu menghargai orang lain, dan mampu bertanggung jawab pada kehidupan
sosialnya.
Pola asuh selanjutnya adalah pola asuh laissez faire, pola asuh ini juga disebut
dengan pola asuh permisif. Kata laissez faire berasal dari bahasa Perancis yang berarti
membiarkan (leave alone). Pola asuh ini sama dengan pola asuh permisif, ditandai
dengan orang tua yang tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak.
Page | 6
Serta adanya kebebasan pada anak tanpa batas untuk berperilaku sesuai dengan keinginan
anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa adanya pertimbangan dari orang
tua.
Pada pola asuh ini anak adalah subyek yang dapat bertindak dan berbuat menurut
hati nuraninya. Anak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas.
Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua membiarkan anaknya mencari
dan menentukan sendiri apa yang diinginkannya. Orang tua seperti ini cenderung kurang
perhatian dan acuh tak acuh terhadap anaknya. Pola asuh ini cenderung membuahkan
anak-anak nakal yang manja, lemah, tergantung, dan bersifat kekanak-kanakan secara
emosional.
Dari ketiga pola asuh tersebut, pola asuh yang dianggap paling efektif untuk
diterapkan pada anak adalah pola asuh demokratis. Pada pola asuh ini orang tua
memberikan kontrol terhadap anak-anaknya dalam batas-batas tertentu, aturan untuk hal-
hal yang esensial saja, dengan tetap menunjukkan dukungan, cinta dan kehangatan untuk
anaknya. Melalui pola asuh ini anak juga dapat merasa bebas mengungkapkan
kesulitannya, kegelisahannya kepada orang tua karena ia tahu, orang tua akan berusaha
membantu mencarikan jalan keluar tanpa berusaha mendiktenya (Sochib, 1998: 44).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Pola asuh tersebut yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh laissez
faire. Pada pola asuh otoriter, orang tua sebagai pemegang peran utama. Pola asuh
demokratis adalah pola asuh yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan
pola asuh leissez faire bahwa pemegang peran utama adalah anak. Setiap pola asuh pasti
memiliki risiko masing-masing. Pola asuh otoriter memang memudahkan orang tua,
karena tidak perlu untuk bersusah payah untuk bertanggung jawab dengan anak. Anak
yang dibesarkan dengan pola asuh seperti ini mungkin memang tidak memiliki masalah
dengan pelajaran dan juga bebas dari masalah kenakalan remaja. Akan tetapi cenderung
tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang
dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta
memiliki defresi yang lebih tinggi. Sedangkan pada pola asuh demokratis, orang tua
memberikan kebebasan pada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang
diinginkannya namun tidak melewati aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua,
sementara pola asuh laissez faire membuat anak merasa boleh berbuat sekehendak
hatinya. Pola asuh laissez faire anak memang akan memiliki rasa percaya yang lebih
besar, kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah. Tapi juga akan lebih
mungkin terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah di sekolah
karena anak menganggap bahwa orang tuanya tidak pernah aturan, pengarahan, serta
Page | 7
diberi kebebasan tanpa batas sehingga dimanapun anak berada ia merasa bebas untuk
berperilaku sesuai dengan keinginannya.
C. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua
Menurut Wahyuni, dalam mengasuh dan mendidik anak sikap orang tua
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah pengalaman masa lalu yang
berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap orang tua mereka, tipe kepribadian
orang tua, nilai-nilai yang dianut orang tua, kehidupan perkawinan orang tua dan alasan
orang tua mempunyai anak (Gunarsa, 1976: 144)
Mindel menyatakan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi terbentuknya
pola asuh orang tua, diantaranya:
1. Budaya Setempat
Lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggal memiliki peranan yang
cukup besar dalam membentuk pola pengasuhan orang tua terhadap anak.
Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat, dan budaya yang
berkembang di dalamnya.
2. Ideologi yang berkembang dalam diri orang tua
Orang tua yang memiliki keyakinan atau ideologi tertentu cenderung
menurunkan pada anak-anaknya dengan harapan bahwa nantinya nilai dan
ideologi tersebut dapat tertanam dan dikembangkan oleh anak dikemudian
hari.
3. Letak geografis norma etis
Dalam hal ini letak suatu daerah serta norma etis yang berkembang dalam
masyarakat memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk pola asuh
yang nantinya akan diterapkan orang tua kepada anaknya. Penduduk pada
dataran tinggi memiliki karakteristik yang berbeda dengan penduduk pada
dataran rendah sesuai dengan tuntutan atau tradisi yang berkembang pada
tiap-tiap daerah.
4. Orientasi religius
Orientasi religius dapat menjadi pemicu diterapkannya pola asuh dalam
keluarga. Orang tua yang menganut keyakinan agama atau religius tertentu
senantiasa berusaha agar anaknya nantinya juga mengikuti agama dan
keyakinan religius tersebut.
5. Status ekonomi
Status ekonomi juga mempengaruhi pola asuh yang nantinya akan diterapkan
oleh orang tua pada anaknya. Dengan perekonomian yang cukup, kesempatan
dan fasilitas yang diberikan serta lingkungan material yang mendukung
Page | 8
cenderung mengarahkan pola asuh orang tua menuju perlakuan tertentu yang
dianggap sesuai oleh orang tua.
6. Bakat dan kemampuan orang tua
Orang tua yang memiliki kemampuan dalam komunikasi dan berhubungan
dengan tepat dengan anak, cenderung mengembangkan pola asuh sesuai
dengan diri anak tersebut.
7. Gaya hidup
Norma yang dianut dalam kehidupan sehari-hari sangat dipengaruhi oleh
factor lingkungan yang nantinya akan mengembangkan suatu gaya hidup.
Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar memiliki berbagai macam
perbedaan dan cara yang berbeda pula dalam interaksi serta hubungan orang
tua dan anak. Sehingga hal tersebut nantinya juga akan mempengaruhi pola
asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak (Walker, 1992: 3).
Mussen juga menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pola asuh orang tua yakni :
1. Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan tempat tinggal mempengaruhi cara orang tua dalam penerapan
pola asuh terhadap anaknya. Hal tersebut dapat dilihat jika suatu keluarga
tinggal di kota besar, kemungkinan besar orang tua akan banyak mengontrol
anaknya karena rasa khawatir. Sedangkan keluarga yang tinggal di perdesaan
kemungkinan orang tua tidak begitu khawatir terhadap anaknya.
2. Sub Kultur Budaya
Budaya di lingkungan keluarga juga mempengaruhi pola asuh yang nantinya
akan diterapakan pada anak. Hal tersebut sama seperti pendapat Bunruws
yang menyatakan bahwa banyak orang tua yang membolehkan anak-anaknya
untuk mempertanyakan tindakan orang tua dan beragumentasi tentang aturan
dan standar moral. Di Meksiko, perilaku seperti itu dianggap tidak sopan dan
tidak pada tempatnya.
3. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga mempengaruhi pola asuh yang nantinya diterapkan
oleh orang tua kepada anak. Keluarga dari kelas sosial yang berbeda tentunya
mempunyai pandangan yang juga berbeda tentang bagaimana cara
menerapkan pola asuh yang dapat diterima bagi masing-masing anggota
keluarga (Mussen, 1994: 392-393)
Page | 9
Dari pemaparan para ahli diatas bisa dikatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pola asuh orang tua ada yang bersifat internal dan ada pula yang bersifat
eksternal. Hal yang bersifat internal yakni ideologi yang berkembang dalam diri orang
tua, bakat dan kemampuan orang tua, orientasi religius serta gaya hidup. Adapun yang
bersifat eksternal seperti lingkungan tempat tinggal, budaya setempat, letak geografis,
norma etis dan status ekonomi. Hal-hal tersebut mempengaruhi pola asuh yang dipakai
oleh orang tua terhadap anaknya.
D. Dampak Pola Asuh
Ira Petranto (2006:4) menguraikan dampak pola asuh pada anak adalah dapat
dikarakteristikkan sebagai berikut:
1. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri,
dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu
menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif
terhadap orang-orang lain.
2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,
pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif,
agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang
percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Dari karakteristik-karakteristik
tersebut bisa kita lihat, bahwa harga diri anak yang rendah terutama adalah
karena pola asuh orang tua yang permisif.
E. Peran Keluarga dalam Perkembangan Pendidikan Kepribadian Anak
Dalam menerapkan pendidikan bagi anak dalam pembentukan karakter kepribadiannya, terdapat beberapa peran penting keluarga dalam perkembangan kepribadian anak , yaitu :
1. Peran keluarga sebagai motivator terbesar bagi perkembangan kepribadian anak. Perilaku orang tua yang baik sesuai dengan nilai-nilai etika akan dicontohi oleh anak.
2. Peran keluarga sebagai tempat mengaduh dan menampung segala permasalahan pribadi anak. Keluarga senantiasa mendengar dan memberikan solusi terbaik bagi anak tersebut dengan tidak menggunakan sikap otoriter dan memberikan perhatian yang maksimal.
3. Peran keluarga dalam mengajarkan nilai-nilai keagamaan demi memperkuat keimanan seorang anak, dan mengajarkan nilai-nilai sosial agar anak tahu bagaimana berorganisasi dan hidup bergantung pada orang lain dengan menjunjung nilai-nilai budaya bangsa atau masyarakat.
Page | 10
4. Peran keluarga dalam menciptakan suasana dan lingkungan yang harmonis, damai sejahtera, dan bahagia, dimana ada Ayah dan Ibu yang senantiasa dapat menerima dan menghargai pendapat satu sama lain dan juga pendapat anak.
5. Peran keluarga sebagai lembaga pendidikan secara pribadi bagi perkembangan kepribadian anak, sebelum anak melangkahkan kaki keluar menuju lembaga pendidikan yang luar, anak tersebut harus dididik dulu di dalam keluarganya karena itu adalah ilmu cinta dan kasih sayang yang diterapkan di dalam keluarga.
6. Dan yang terakhir adalah peran keluarga sebagai kekasih atau teman. Ketika ada cinta dalam sebuah keluarga maka semua kerisauan dan masalah-masalah dapat teratasi bersama, sehingga anak sendiri pun merasa kuat karena ada yang menopangnya.
Page | 11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola asuh orang tua merupakan seperangkat sikap dan perilaku yang tertata, yang diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya untuk mewujudkan anak berkepribadian sesuai dengan yang diharapkan orang tua. Ada beberapa macam dan tipe pola asuh orang tua menurut pendapat para ahli. Salah satunya adalah pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh leissez faire. Setiap pola asuh tersebut memiliki pengertian, ciri-ciri, kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri tergantung pada penerapan pola asuh yang digunakan. Dari berbagai macam pola asuh tersebut tidak hanya memberikan efek positif bagi anak tetapi beberapa diantaranya juga memberikan efek negatif.
Dalam proses pendidikan kepribadian atau perkembangan kepribadaian anak, peran orang tua serta keluarga sangat penting. Hal ini dikarenakan orang tua atau keluarga adalah struktur kepribadian pertama bagi anak. Jadi, segala sesuatu tentang kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu orang tua serta anggota keluarga sangat diharapkan untuk dapat menerapkan pola asuh yang terbaik bagi anak agar anak memiliki kepribadian yang baik.
Page | 12