POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf ·...

13
1 POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN DENGAN ALGA DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH, KABUPATEN TASIKMALAYA Indri Lestari, Yusuf Ibrahim, Suhara Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Pasundan Bandung. ABSTRAK Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingungan laut. Selain itu, lamun banyak berasosiasi dengan spesies makroalga. Penelitian yang dilakukan bulan April 2016 ini bertujuan untuk mengetahui pola asosiasi yang terjadi antara komunitas lamun dengan makroalga. Berdasarkan parameter yang diamati pada setiap stasiun, di antaranya: komposisi jenis, frekuensi, kerapatan, persen penutupan, dan koefisien asosiasi. Adapun faktor abiotik (climate factor) meliputi, suhu air, pH air, salinitas, DO (Disolved Oxygen), dan substrat pasir. Metode pengumpulan data menggunakan metode Belt Transect dan Hand Sorting. Sampling dilakukan di enam stasiun, setiap stasiun terdiri dari lima kuadran, dengan menggunakan kuadran berukuran 1 x 1 m 2 , tersusun atas kotak-kotak kecil berukuran 10 x 10 cm 2 , bertempat di zona litoral Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Hasil identifikasi yang didapatkan dari tumbuhan lamun yang terdiri atas satu ordo, satu family, satu genus dan satu spesies. Sedangkan dari makroalga terdiri atas 12 spesies, tiga class, dua subclass, tujuh ordo, 10 family, dan 10 genus. Hasil penelitian menunjukan terdapat 12 spesies makroalga yang berasosiasi dengan tumbuhan lamun, secara keseluruhan peluang asosiasi negatif lebih besar dari pada asosiasi positif dengan perbandingan 7 : 5. Hal ini merupakan indikasi bahwa spesies makroalga yang berinteraksi dengan komunitas lamun umunya dapat beradaptasi lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lamun. Secara keseluruhan perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) peranan makroalga lebih besar dari pada tumbuhan lamun. Dengan demikian, asosiasi negatif lebih cenderung ke arah persaingan dalam penggunaan sumber daya (substrat dan nutrien) yang sama dan terbatas. Sedangkan asosiasi positif lebih cenderung ke arah organisme yang satu diuntungkan dan organisme yang lain tidak terpengaruh (komensalisme). Kata kunci : Lamun, Makroalga, Pola Asosiasi, INP, Pantai Sindangkerta.

Transcript of POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf ·...

Page 1: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

1

POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN DENGAN

ALGA DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN

CIPATUJAH, KABUPATEN TASIKMALAYA

Indri Lestari, Yusuf Ibrahim, Suhara

Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),

Universitas Pasundan Bandung.

ABSTRAK

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di

lingungan laut. Selain itu, lamun banyak berasosiasi dengan spesies makroalga.

Penelitian yang dilakukan bulan April 2016 ini bertujuan untuk mengetahui pola

asosiasi yang terjadi antara komunitas lamun dengan makroalga. Berdasarkan

parameter yang diamati pada setiap stasiun, di antaranya: komposisi jenis,

frekuensi, kerapatan, persen penutupan, dan koefisien asosiasi. Adapun faktor

abiotik (climate factor) meliputi, suhu air, pH air, salinitas, DO (Disolved Oxygen),

dan substrat pasir. Metode pengumpulan data menggunakan metode Belt Transect

dan Hand Sorting. Sampling dilakukan di enam stasiun, setiap stasiun terdiri dari

lima kuadran, dengan menggunakan kuadran berukuran 1 x 1 m2, tersusun atas

kotak-kotak kecil berukuran 10 x 10 cm2, bertempat di zona litoral Pantai

Sindangkerta Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Hasil identifikasi

yang didapatkan dari tumbuhan lamun yang terdiri atas satu ordo, satu family, satu

genus dan satu spesies. Sedangkan dari makroalga terdiri atas 12 spesies, tiga class,

dua subclass, tujuh ordo, 10 family, dan 10 genus. Hasil penelitian menunjukan

terdapat 12 spesies makroalga yang berasosiasi dengan tumbuhan lamun, secara

keseluruhan peluang asosiasi negatif lebih besar dari pada asosiasi positif dengan

perbandingan 7 : 5. Hal ini merupakan indikasi bahwa spesies makroalga yang

berinteraksi dengan komunitas lamun umunya dapat beradaptasi lebih baik

dibandingkan dengan tumbuhan lamun. Secara keseluruhan perbandingan Indeks

Nilai Penting (INP) peranan makroalga lebih besar dari pada tumbuhan lamun.

Dengan demikian, asosiasi negatif lebih cenderung ke arah persaingan dalam

penggunaan sumber daya (substrat dan nutrien) yang sama dan terbatas. Sedangkan

asosiasi positif lebih cenderung ke arah organisme yang satu diuntungkan dan

organisme yang lain tidak terpengaruh (komensalisme).

Kata kunci : Lamun, Makroalga, Pola Asosiasi, INP, Pantai Sindangkerta.

Page 2: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

2

ABSTRACT

Indri Lestari. 2016. Patterns Associations Between Seagrass Community with

Algae in Sindangkerta Beach, Cipatujah, Tasikmalaya. Under the guidance of

Drs. Yusuf Ibrahim, M.Pd., M.P and Drs. Suhara, M.Pd.

Seagrass is a plant that is fully adapted to live in the marine environment. In

addition, many seagrass associated with macroalgae species. Research conducted

in April 2016 aims to determine patterns of association that occur between seagrass

communities with macroalgae. Based on the parameters were observed at each

station, including: the composition of the type, frequency, density, percent closure,

and the coefficient of association. The abiotic factors (climate factor) covers, water

temperature, water pH, salinity, DO (Disolved Oxygen), and a sand substrate.

Methods of data collection was Hand Sorting and Belt Transect methods. The

sampling was conducted at six stations, each station consists of five quadrants, each

quadrant measuring 1 x 1 m2, made up of small squares measuring 10 x 10 cm2,

housed in the littoral zone of the District Cipatujah Sindangkerta Beach,

Tasikmalaya. The identification results obtained from plants seagrass consisting of

one order, one family, one genus and one species. While macroalgae consist of 12

species, three classes, two subclasses, seven orders, 10 family and 10 genera. The

results showed that there are 12 species of macroalgae associated with seagrass

plants, the overall chances of negative associations is greater than the positive

association with a ratio of 7: 5. The result showed that macroalgae species that

interact with seagrass communities can generally adapt better than seagrass plants.

The comparison of macroalgae Indeks Nilai Penting (INP) is greater than the

seagrass plants. Therefore, the negative associations are more inclined towards

competition in the use of the equal and limited resources (substrates and nutrients).

While the positive associations are more inclined towards first organism got

benefits and the other organism is unaffected (commensalism).

Keywords: Seagrass, Macroalgae, Association Pattern, INP, Sindangkerta

Beach.

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu

negara kepulauan terbesar di dunia

yang memiliki jumlah pulau yang

sangat banyak dan dilintasi garis

khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

mayoritas adalah daerah perairan juga

memberikan andil yang besar pula

terhadap kekayaan alam Indonesia.

Selain itu, laut juga menghiasi alam

Indonesia. Aneka biota laut,

khususnya ikan dan berbagai macam

jenis maupun ukuran menghiasi

kekayaan laut. Indonesia juga

memiliki banyak pantai, salah satunya

adalah Pantai Sidangkerta yang

terletak di Kecamatan Cipatujah

Page 3: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

3

Kabupaten Tasikmalaya. Secara

astronomis Koordinat Pantai

Sindangkerta yaitu, 70 46, 043’S 1080

4,463’E kurang lebih empat km dari

Pantai Cipatujah (Disparbud, 2011).

Selain dijadikan tempat rekreasi

Pantai Sindangkerta juga memiliki

kekayaan flora dan fauna laut. Salah

satunya lamun dan beranekaragam

jenis makroalga. Ekosistem lamun

memberikan habitat bagi

mikroorganisme dan makroorganisme

laut. Ekosistem lamun juga merupakan

salah satu ekosistem penting di laut,

disamping terumbu karang dan

mangrove sebagai pendukung

kehidupan biota. Kelimpahan dan

keanekaragaman organisme yang

hidup di padang lamun umumnya

tinggi di banding dengan habitat lain

(Kikuchi & Peres, 1997) dalam

(Asriyana, 2012 h. 111). Lamun

(seagrass) merupakan satu – satunya

tumbuhan berbunga (Angiospermae)

yang memiliki rhizoma, daun, dan

akar sejati yang hidup terendam di

dalam air laut dan umunya membentuk

padang lamun yang luas di dasar laut

yang masih dapat dijangkau oleh

cahaya matahari yang memadai bagi

pertumbuhannya (Hutomo & Kiswara,

1988) dalam (Asriyana, 2012 h. 104).

Alga merupakan tumbuhan laut

yang tidak dapat dibedakan antara

bagian akar, batang, dan daun. Semua

bagian dari tumbuhan alga disebut

thallus. Alga laut berdasarkan

ukurannya dibedakan menjadi dua

golongan yaitu mikroalga yang hanya

bisa dilihat dengan menggunakan

bantuan alat mikroskop dan makroalga

yang bisa dilihat dengan kasat mata.

Klasifikasi alga laut khsusunya

makroalga, terdiri dari tiga divisio

yaitu Rhodophyta (alga merah),

Phaeophyta (alga coklat) dan

Chlorophyta (alga hijau). Tiap kelas

memiliki karakteristik dan penyebaran

di zona litoral yang membedakan satu

jenis dengan jenis lainnya. Dengan

wilayah kelautan Indonesia yang luas

maka algae laut dapat ditemukan di

beberapa daerah di pantai Indonesia.

(Suantika, dkk, 2007, h. 49)

Terdapatnya komunitas padang

lamun dan makroalga yang ada di

Pantai Sindangkerta sangat

memungkinkan adanya asosiasi yang

terbentuk dari keduanya. Menurut

Sukla dan Chandel (1982 dalam

Fachrul, 2007, h. 31), komunitas

Page 4: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

4

tumbuhan sering disebut asosiasi

tumbuhan, dapat dikatakan satuan

dasar dunia tumbuh-tumbuhan atau

vegetasi. Komunitas tumbuhan atau

asosiasi tumbuhan mungkin

mempunyai jumlah jenis tumbuhan

yang relatif sedikit atau banyak.

Biasanya formasi atau tipe vegetasi

juga memiliki nama yang khas sesuai

dengan jenis tumbuhan yang terdapat

di dalamnya yang bersifat menonjol

atau predominan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pola

asosiasi apakah yang terbentuk antara

komunitas lamun dengan alga.

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Pantai Sindangkerta memiliki

keanekaragaman jenis biota laut, salah

satu jenis biota lautnya yaitu,

komunitas lamun dan makroalga.

Kehidupan suatu organisme

dipengaruhi oleh faktor lingkungan

diantaranya yaitu, suhu, pH, salinitas,

DO (Disolved Oxygen), dan substrat

pasir. Ketika dalam suatu ekosistem

terdapat suatu komunitas yang saling

berinteraksi satu sama lain membentuk

suatu pola asosiasi atau pola interaksi.

Salah satu biota laut yang ada di

Pantai Sindangkerta adanya komunitas

lamun dan makroalga, hal tersebut

sangat dimungkinkan adanya interaksi

di dalamnya. Pola interaksi (asosiasi)

tersebut di analisis meliputi komposisi

jenis, kerapatan, kerapatan relatif,

frekunsi, frekuensi relatif, penutupan,

penutupan relatif yang nantinya akan

di akumulasi dengan Indeks Nilai

Penting (INP) suatu perbandingan

antara komunitas manakah yang lebih

besar perannya dalam suatu ekosistem,

semakin tinggi INP suatu spesies maka

semakin besar peran spesies tersebut

(Fachrul, 2007, h. 154). Untuk

mengetahui koefisien asosiasi

digunakan tabel kontingensi untuk

mempermudah pengoprasian rumus.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan

menggunakan metode pencuplikan

Belt Transek dan Hand Sorting.

Jumlah individu dalam setiap spesies

atau jenis struktural di dalam suatu

kuadran atau sekat baris transek

(Michael, 1984, h. 57). Transek dibuat

dengan cara membentangkan tali

sepanjang 50 meter. Sebelumnya, tali

yang digunakan dibagi menjadi lima

kuadran dengan panjang masing-

masing 10 meter, peletakan kuadran

pada setiap stasiun zig-zag. Untuk

menghitung jumlah tumbuhan lamun

Page 5: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

5

dan makroalga yang tercuplik,

digunakan kuadran 1 x 1 m dan

didalamnya terdapat kotak-kotak kecil

berukuran 1 x 1 cm untuk

mempermudah penghitungan

tumbuhan lamun dan makroalga.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga

Untuk mengetahui komposisi jenis dilakukan dengan membandingkan

antara jumlah individu jenis tumbuhan lamun dengan makroalga yang ditemukan

(Fachrul, 2007, h. 152).

2. Frekuensi dan Frekuensi Relatif

Frekuensi merupakan suatu peluang suatu jenis ditemukan pada titik

tertentu pada suatu kuadran pengamatan, sedangkan frekuensi relatif yaitu

perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

(Fachrul, 2007, h. 152-153), tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 data Frekuensi dan Frekuensi Relatif

No Nama Spesies Frekuensi

Frekuensi

R

1 Acanthophora spicifera 0,06 0,01

2 Anadyomene stellata 0,30 0,08

3 Boergesenia forbesii 0,40 0,10

4 Ceratodictyon intricatum 0,16 0,04

5 Chaetomorpha crassa 0,10 0,02

6 Gracilaria arcuata 0,03 0,01

7 Gracilaria edulis 0,10 0,02

3% 1% 3% 9%2%

0%

0%

7%

16%

11%

3%2%

43%

Gambar 1

Diagram Persentase Jumlah IndividuAcanthophora spiciferaAnadyomene stellataBoergesenia forbesiiCeratodictyon intricatumChaetomorpha crassaGracilaria arcuataGracilaria edulisGracilaria salicorniaLaurencia papillosaPadina minorSargassum polycystumTricleocarpa fragilisThalassia hemprichii

Page 6: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

6

Berdasarkan data yang diuraikan di atas, organisme yang memiliki kisaran

nilai frekuensi dan frekuensi relatif berasal dari tumbuhan makrolaga, masing-

masing pada kisaran 0,73 dan 0,20. Spesies tumbuham makroalga yang memiliki

kisaran nilai frekuensi relatif tinggi adalah Laurencia papillosa (C.Agardh)

Greville, masing-masing pada kisaran 0,73 dan 0,20. Sedangkan nilai frekuensi dan

frekuensi relatif dari tumbuhan lamun yaitu Thalassia hemprichii (Ehrenberg)

Ascherson masing-masing pada kisaran 0,23 dan 0,06. Menurut Odum (1993, h.

228), hasil tersebut belum diketahui apakah ada hubungan sebab akibat antara

pertumbuhan individu dengan pertumbuhan populasi, walaupun terdapat beberapa

kesaamaan di dalam polanya.

3. Kerapatan dan Kerapatan Realtif

Kerapatan yaitu jumlah total individu dalam suatu unit yang di ukur,

sedangkan kerapatan relatif yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis dan

jumlah total individu seluruh jenis (Fachrul, 2007, h. 153-154), tersaji pada Tabel

2.

Tabel 2 data Kerapatan dan Kerapatan Relatif

No Nama Spesies Kerapatan Kerapatan

R

1 Acanthophora spicifera 15,30 0,03

2 Anadyomene stellata 5,00 0,01

3 Boergesenia forbesii 14,80 0,03

4 Ceratodictyon intricatum 44,00 0,09

5 Chaetomorpha crassa 6,70 0,01

6 Gracilaria arcuata 0,03 0,01

7 Gracilaria edulis 0,16 0,01

8 Gracilaria salicornia 33,50 0,07

9 Laurencia papillosa 75,60 0,10

10 Padina minor 53,40 0,11

11 Sargassum polycystum 12,50 0,02

12 Tricleocarpa fragilis 8,83 0,01

8 Gracilaria salicornia 0,46 0,12

9 Laurencia papillosa 0,73 0,20

10 Padina minor 0,63 0,17

11 Sargassum polycystum 0,33 0,09

12 Tricleocarpa fragilis 0,10 0,02

13 Thalassia hemprichii 0,23 0,06

TOTAL 3,63 1,00

Page 7: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

7

13 Thalassia hemprichii 202,60 0,42

TOTAL 472,42 1,00

Berdasarkan uraian tabel di atas menunjukan bahwa frekuensi dan frekuensi

relatif tertinggi berasal dari tumbuhan lamun yaitu Thalassia hemprichii dengan

kisaran masing-masing 202,6 ind/m2 dan 0,42 ind/m2. Spesies makroalga yang

memiliki kisaran nilai kerapatan dan kerapatan relatif tertinggi terdapat pada

spesies alga merah (Rhodophyta) yaitu Laurencia papillosa, masing-masing pada

kisaran 75,6 ind/m2 dan 0,16 ind/m2. Hal ini merujuk pada penelitian Azkab (1999,

h. 1-16) bahwa kerapatan lamun di Jawa Barat yang tinggi disebabkan karena

kecepatan pertumbuhan Thalassia hemprichii sekitar 4,9mm/hari. Selain itu,

menurut Wong dan Phang (2004, dalam Kadi, 2009, h. 49-54) menyatakan bahwa

kerapatan makroalga sangat di pengaruhi oleh pergantian musim dan kondisi

susbtrat dasar paparan terumbu karang yang labil dan cenderung akan

menyebabkan penyebaran jenis rendah serta adanya individu yang dominan, sesuai

dengan hasil penelitian bahwa Laurencia papillosa cenderung mendominasi dan

ditemukan pada setiap stasiun.

4. Penutupan dan Penutupan Relatif

Penghitungan luas area penutupan (%) tumbuhan lamun dan makroalga

dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah kotak-kotak kecil yang tertutupi

oleh tumbuhan lamun dan makroalga pada setiap kotak kuadran (10x10cm). Tersaji

pada Tabel 3.

Tabel 3 data Penutupan dan Penutupan Relatif

No Nama Spesies

Penutupan

(%)

Penutupan

R

1 Acanthophora spicifera 1,53 0,04

2 Anadyomene stellata 0,83 0,02

3 Boergesenia forbesii 1,23 0,03

4 Ceratodictyon intricatum 2,00 0,06

5 Chaetomorpha crassa 0,70 0,02

6 Gracilaria arcuata 0,03 0,01

7 Gracilaria edulis 0,16 0,01

8 Gracilaria salicornia 2,23 0,07

9 Laurencia papillosa 7,56 0,24

10 Padina minor 3,36 0,10

Page 8: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

8

11 Sargassum polycystum 1,76 0,05

12 Tricleocarpa fragilis 0,46 0,01

13 Thalassia hemprichii 10,13 0,32

TOTAL 31,98 2,00

Berdasarkan uraian tabel di atas, organisme yang memiliki kisaran nilai

penutupan dan penutupan relatif tertinggi berasal dari tumbuhan lamun, yaitu

Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson masing-masing pada kisaran 10,13

%/m2 dan 0,32 %/m2. Sedangkan nilai penutupan dan penutupan relatif

makroalga yang relatif tinggi terdapat pada spesies alga merah (Rhodophyta)

yaitu Laurencia papillosa (C.Agardh) Greville, masing-masing pada kisaran

7,56 %/m2 dan 0,24 %/m2. Menurut Dahuri et al (2004, dalam Widyorini, 2012,

h. 1-7) penutupan pada tumbuhan lamun dan makroalga dapat dipengaruhi

ketersediaan nutrient substrat yang tidak merata sehingga lamun dan makrolaga

hanya bisa hidup pada titik-titik tertentu.

5. Indeks Nilai Penting (INP)

INP ditentukan oleh frekuensi relatif, kerapatan relatif, dan penutupan

relatif. Tersaji pada Tabel 4 Indeks Nilai Penting.

No Nama Spesies INP

1 Acanthophora spicifera 0,14

2 Anadyomene stellata 0,11

3 Boergesenia forbesii 0,17

4 Ceratodictyon intricatum 0,32

5 Chaetomorpha crassa 0,13

6 Gracilaria arcuata 0,03

7 Gracilaria edulis 0,03

8 Gracilaria salicornia 0,26

9 Laurencia papillosa 1,13

10 Padina minor 0,03

11 Sargassum polycystum 0,41

12 Tricleocarpa fragilis 0,06

13 Thalassia hemprichii 1,03

TOTAL 4,00

INP digunakan untuk menghitung dan menduga secara keseluruhan dari

peranan satu spesies di dalam suatu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu

spesies relatif terhadap spesies lainnya maka semakin tinggi peranan spesies

Page 9: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

9

tersebut pada komunitasnya (Brower et al, 1989, dalam Widyorini, 2012, h. 1-7).

Spesies makroalga Laurencia papillosa memiliki peranan lebih tinggi

dibandingkan dengan komunitas lamun Thalassia hemprichii.

6. Pola Asosiasi

Pola asosiasi merupakan pola yang terbentuk ketika suatu organisme hidup

dalam suatu komunitas dan menggunakan sumber daya yang sama dan terbatas

(Nyabakken, 1992, h. 376). Tersaji pada Tabel 5 Pola Asosiasi.

Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Acherson

No Nama Spesies Tipe Asosiasi Koefisien

Asosiasi

1 Acanthophora spicifera (M.Vahl)

Børgesen

- 0,14

2 Anadyomene stellata (Wulfen)

C.Agardh

- 0,02

3 Boergesenia forbesii (Harvey)

Feldman

+ 0,48

4 Ceratodictyon intricatum (C.Agardh)

R.E.Noris

- 0,24

5 Chaetomorpha crassa (C.Agardh)

Kützing

+ 0,07

6 Gracilaria arcuata Zanardini + 0,30

7 Gracilaria edulis (S.G.Melin)

P.C.Silva

- 0,14

8 Gracilaria salicornia (C.Agardh)

E.Y.Dawson

- 0,07

9 Laurencia papillosa (C.Agardh)

Greville

+ 0,15

10 Padina minor Yamada + 0,41

11 Sargassum polycystum C.Agardh - 0,22

12 Tricleocarpa fragilis (Linnaeus)

Huisman & R.A.Townsend

- 0,17

Hasil perhitungan seluruh pasangan asosiasi menemukan kenyataan

berikut (Tabel 4.13) yaitu : (a) Pasangan spesies yang memiliki nilai frekuensi

tinggi tidak selalu menghasilkan asoasiasi positif contohnya antara Thalassia

Page 10: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

10

hemprichii (Ehrenberg) Ascherson dengan Gracilaria salicornia (C.Agardh)

E.Y.Dawson; (b) Pasangan spesies yang memiliki nilai frekuensi rendah tidak

selalu menghasilkan asosiasi negatif contohnya antara Thalassia hemprichii

(Ehrenberg) Ascherson dengan Gracilaria arcuata Zanardini. Dengan demikian,

hasil perhitungan koefisien asosiasi tentu memperkuat kesimpulan hasil

perhitungan pada tabel kontingensi. Komunitas tumbuhan seringkali juga

disebut asosiasi tumbuhan dan dapat dikatakan merupakan satuan dasar dunia

tumbuh-tumbuhan atau vegetasi. Suatu asosiasi tumbuhan dapat mempunyai

jumlah jenis tumbuhan yang relatif banyak atau sedikit. Sesuai dengan

pernyataan diatas bahwa dalam penelitian ini lebih besar peluang asosiasi negatif

ke arah kompetisi yang berkaitan dengan niche atau relung atau tempat hidup

(Widyatmoko et al (2013, h. 239-247). Sedngkan menurut Nyabakken (1992, h.

380-384) semua fila yang berasosiasi positif terutama komensalisme di daerah

perairan pasang surut banyak memanfaatkan satu atau organisme lainnya dalam

hal distribusi makanan atau nutrisi.

Selain itu terdapat faktor lingkungan yang mempengaruhi terhadap pola

asosiasi. Di antaranya suhu, pH, salinitas, DO (Disolved Oxygen), dan substrat

pasir. Dimana kelima faktor lingkungan tersebut sangat cocok untuk tumbuhan

lamun dan makroalga tumbuh. Masing-masing pada kisaran 29 – 350C untuk

suhu, 31 – 40 0/00 untuk salinitas, 8,9 – 10,4 untuk pH, 1 – 3,3 mg/L untuk DO,

dan kisaran nilai komposisi substrat pasir di setiap stasiunnya adalah pada

kisaran : pasir sangat kasar = 3,84 – 49,72%; pasir kasar = 10,07 – 89,54%; pasir

sedang = 0,87 – 62,98%; pasir halus= 0,06 – 5,79%.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pola asosiasi antara komunitas lamun dan

makroalga di Pantai Sindangkerta, dapat di simpulkan sebagai berikut :

a. Dari 12 jenis makroalga yang ditemukan terdapat tujuh spesies yang

berasosiasi negatif dengan komunitas lamun Thalassia hemprichii. Sedangkan

spesies makroalga yang berasosiasi negatif dengan komunitas lamun Thalassia

hemprichii terdapat lima spesies. Hal tersebut dimungkinkan asosiasi negatif

Page 11: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

11

lebih ke arah persaingan tempat hidup atau relung atau niche, sedangkan

asosiasi positif lebih ke arah komensalisme, dimana salah satu menjadi

distributor makanan dan nutrisi.

b. Berdasrkan penghitungan Indeks Nilai Penting, nilai INP makroalga lebih

tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lamun, artinya peranan makrolaga lebih

besar dalam ekosistem tersebut.

2. Saran

a. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai pola asosiasi yang terjadi pada

setiap jenis tumbuhan lamun dan makroalga.

b. Sebaiknya dilakukan analisis lebih lanjut mengenai jenis substrat terhadap

setiap habitat tumbuhan lamun dan makroalga.

E. DAFTAR PUSTAKA

Algaebase. (2016). Algae Classification. (online): http://www.algaebase.org/ (11

Mei 2016)

Asriyana dan Yuliana. (2012). Produktivitas Perairan. Jakarta: Bumi Aksara

Azkab, M.H. (1999). Pedoman Inventatarisasi Lamun. Ocean. Volume XXIV,

Nomor 1 : 1-16 (E-Jurnal).

Azkab, M.H. (2006). Ada Apa Dengan Lamun. Jakarta: Bidang Sumberdaya Laut,

Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Volume XXXI, Nomor 3. (E-Jurnal).

Budiman, A.F. (2015). Pola Hubungan Tumbuhan Lamun dengan Makrolagae di

Pantai Karapyak Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Skripsi Unpas

Bandung: Tidak diterbitkan.

Campbell, N.A., Reece, J.B., Uriurry, L.A., et al. (2008). Biologi. Edisi 8.

Penerjemah Wulandari Tyas. Jakarta: Erlangga

Dahuri, R, dkk. (2013). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan

Secara Terpadu. Jakarta: PT Balai Pustaka (Persero)

Disparbud, (2011). Pantai Sindangkerta Penetasan Penyu. Diunduh di

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php tanggal 20

Februari 2016

Disparbud, (2016). Pantai Sindangkerta Tetangganya Pantai Cipatujah. Diunduh

di http://www.disparbud.jabarprov.go.id./pantai-sindangkerta-tetangganya-

pantai-cipatujah/ tanggal 13 Mei 2016

Fachrul, M.F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara

Grolier. (2000). Ilmu Pengetahuan Populer. Jakarta: PT Widyadara

Heru, T. (2012). Ilmu Kelautan-Ekosistem Lamun (Seagrass). Diunduh di

http://kuliahkelautan.blogspot.co.id/2012/10/ilmu-kelautan-ekosistem-

lamun-seagrass.html tanggal 4 Mei 2016

Hohenstein, Klaus.Mueller., Schulze, Ernst-Detlef., and Erwin Beck. (2005). Plant

Ecology. Heidelberg, Germany: Springer Berlin.

Page 12: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

12

Hutabarat, S dan Evan, S.M. (2014). Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI-Press

Irwan, Z.D. (2007). Prinsip-prinsip Ekologi, Ekosistem, Lingkungan, dan

Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara

Kadi, A. (2009). Makroalga di Paparan Terumbu Karang Kepulauan Anambas.

Jurnal Natur Indonesia 12(1) : 49 – 53

Kadi dan Handayani. (2007). Keanekaragaman dan Biomassa Algae di Perairan

Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di

Indonesia – LIPI. Volume 33 : 199 – 211

Langoy, M., dkk. (2011). Dekripsi Alga Makro di Taman Wisata Alam Batu Putih,

Kota Bitung. Jurnal Imliah Sains Vol.2 (2) : 220 – 224

Mauseth, J.D. 1998. Botany: An Introduction to Plant Biology, 2/e, Multimedia

Enhanced Edition. UK: Jones and Bartlett Publishers

Michael, P. (1984). Ecological System Method For File and Laboratory

Investigation. New Delhi: Tata Mcgraw-Hill Publishing Company Limited.

Michael, P. (1995). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

Penerjemah Yanti R. Koestoer. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Mulyaningsih, A. (2015). Komposisi dan Kerapatan Jenis serta Pola Penyebaran

Lamun di Perairan Teluk Tomini Desa Wonggarasi Timur Kecamatan

Wanggarasi Kabupaten Pohuwato. Gorontalo: Program Studi Ilmu Perikanan

dan Kelautan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (E-Jurnal).

Nainggolan, P. (2011). Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) di

Teluk Bakau, Kep. Riau. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. (E-

Jurnal).

Nontji, A. (1987). Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan

Nyabakken, J.W. (1984). Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis, Penerjemah

H. Muhammad Eidman et al. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nyabakken, J.W. (1992). Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis, Penerjemah

H. Muhammad Eidman et al. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Odum, E.P. (1993). Dasar – Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Pallalo, A. (2013). Distribusi Makroalga pada Ekosistem Lamun dan Terumbu

Karang di Pulau Bonebatang, Kecamatan Ujung Tanah, Kelurahan Barrang

Lompo, Makassar. Makassar: Progam Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu

Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin. (E-

Jurnal).

Short , Frederick T. Coles, Robert G. (2006). Global Seagrass Research Methods.

Eastbourne: Antony Rowe Ltd

Singh dan Kumar. (1979). A Text Book On Algae. First Macmillan International

College Edition. Hong Kong: The Macmillan Press LTD

Suantika, G., dkk. (2007). Biologi Kelautan. Bandung: Universitas Terbuka.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT REMAJA

ROSDAKARYA

Page 13: POLA ASOSIASI ANTARA KOMUNITAS LAMUN …repository.unpas.ac.id/11870/2/JURNAL SKRIPSI INDRI.pdf · C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Jenis Lamun dan Makroalga ... (Rhodophyta)

13

Suroto, T., Amelia, E., Marianingsih, P. (2013). Inventarisasi dan Identifikasi

Makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa. Prosiding Semirata. FMIPA

Universitas Lampung

Romimohtarto dan Juwana. (2009). Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota

Laut. Jakarta: Djambatan

Trono Jr, G.C dan Reine, W.F. (2002). Plant Resources of South-East Asia. Bogor:

Prosea Foundation

Widyatmoko, D., dkk. (2013). Pola Penyebaran, Kelimpahan, dan Asosiasi Bambu

Pada Komunitas Tumbuhan di Taman Wisata Alam Gunung Baung Jawa

Timur. Jurnal Berita Biologi (12) 2 : 239 – 247

Widyorini, N., dkk. (2012). Kerapatan dan Distribusi Lamun (Seagrass)

Berdasarkan Zona Kegiatan yang Berbeda di Perairan Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu. Journal of Management of Aquatic Resources : 1 -7

Wowor, R.M., dkk. (2015). Struktur Komunitas Makroalga di Pantai Desa Mokupa

Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah

Platax Vol (3):01 : 30 - 35