Pnt Spontan - Dita
-
Author
marcela-benita-ilham -
Category
Documents
-
view
244 -
download
2
Embed Size (px)
description
Transcript of Pnt Spontan - Dita

1
REFERAT
PNEUMOTHORAX SPONTAN
Disusun oleh :
Dita Ramadhani
030.05.074
Pembimbing :
dr. Ramadhana, SpB
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE Januari 2010-Maret 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA 2010

2
LEMBAR PENGESAHAN
Nama: Dita RamadhaniNIM: 030 05 074
Telah menyerahkan REFERAT
”PNEUMOTHORAX SPONTAN ”
pada tanggal Februari 2010
Dan telah disetujui oleh
dr. Ramadhana, SpB
-------------------------------------

3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa saya panjatkan karena dengan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
RS. Fatmawati berjudul Pneumothorax Spontan ini dengan sebaik – baiknya.
Adapun tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik di RS Fatmawati. Selain itu juga agar saya, selaku penyusun,
dapat memahami lebih dalam menenai Pneumothorax Spontan itu sendiri.
Dalam penyusunan referat ini, penyusun banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Ramadhana, Sp B
selaku pembimbing atas segala kesabarannya dalam mengerahkan, memberikan
saran, kemudahan dan membagi pengalaman yang berharga dalam penyusunan
referat ini. Dan kepada kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan
spiritual maupun material, serta rekan – rekan di kepanitraan klinik ini.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu dan pengalaman saya dalam
menyusun referat ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Dan semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 14 Februari 2010
Dita Ramadhani
030.05.074

4
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan.........................................................................................1
BAB II Epidemiologi………………………………………………………………..2
BAB III Anatomi dan Fisiologi……………………………………………………..3
III.1 Anatomi………………………………………………………………...3
III.2 Fisiologi………………………………………………………………...6
BAB IV Pembahasan………………………………………………………………..8
IV.1 Definisi…………………………………………………………………8
IV.2 Klasifikasi………………………………………………………………8
IV.3 Etiologi…………………………………………………………………11
IV.4 Patogenesis…………………………………………………………...12
IV.5 Manifestasi klinis……………………………………………………...13
IV.6 Pemeriksaan penunjang………………………………………….....15
IV.7 Diagnosis banding……………………………………………………16
IV.8 Penatalaksanaan………………………………………………….....17
IV.9Prognosis…………………………………………………..................21
IV.10Rehabilitasi..................................................................................21
BAB V Kesimpulan……………………………………………………………........22
DaftarPustaka………………………………………………………………………….......23
BAB I

5
PENDAHULUAN3
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura antara pleura viseral dan parietal paru-paru yang mengakibatkan kolaps pada
jaringan paru. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, agar paru-
paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks dapat terjadi
secara spontan atau traumatik. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan
sekunder, primer jika penyebabnya tidak diketahui, sedangkan sekunder jika
terdapat latar belakang penyakit paru. Pneumotoraks traumatik ada yang
berdasarkan kejadiannya yaitu, pneumotoraks traumatik iatrogenik dan bukan
iatrogenik, selain itu ada pula yang berdasarkan jenis fistulanya yaitu, pneumotoraks
tertutup, terbuka dan tension.
Pada pneumotoraks, udara memasuki rongga pleura dari luar dada atau dari
paru-paru itu sendiri melalui jaringan mediastinum atau perforasi pleura langsung.
Tekanan intrapleural meningkat, dan volume paru berkurang. Pneumotoraks,
terutama pneumotoraks ventil dapat menimbulkan gawat darurat, bahkan dapat
mengakibatkan penderita meninggal dunia. Oleh karena itu, bilamana di dalam
praktek kita menerima penderita dengan keluhan utama sakit dada, sesak nafas,
dan batuk-batuk, kita jangan lupa memikirkan ke arah diagnosis pneumotoraks
ventil. Dengan diagnosis yang tepat dan dengan tindakan yang sederhana tapi
cepat, kita akan dapat menyelamatkan nyawa penderita.
BAB II
EPIDEMIOLOGI2,3

6
Insidens pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Pneumotoraks
spontan primer banyak dijumpai pada pria dengan usia antara decade 3 dan 4.
Salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus pneumotoraks spontan primer
berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk, melaporkan bahwa pasien tuberculosis
aktif mangalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas
paru komplikasinya meningkat lebih dari 90%. Sebuah pneumotoraks spontan primer
paling sering terjadi pada laki-laki muda yang tinggi, kurus dan tidak memiliki riwayat
penyakit paru-paru. Kerentanan kelompok ini bukan disebabkan oleh berat badan atau
faktor gaya hidup, tapi karena laki-laki yang tinggi dan kurus secara genetik cenderung
untuk memiliki paru-paru dengan volume besar, lemah yang memiliki kecenderungan untuk
pecah. Sedangkan pneumotoraks spontan sekunder terjadi lebih sering setelah umur 60
tahun.
Meskipun pneumotoraks spontan primer lebih sebagai gangguan daripada
ancaman kesehatan besar, kematian telah dilaporkan. Pneumotoraks spontan
sekunder dapat mengancam kehidupan, tergantung pada keparahan penyakit yang
mendasarinya dan ukuran pneumotoraks. Persentase kematian pada pasien dengan
PPOK dan pneumotoraks spontan bervariasi 1-17%.
Insiden pneumotoraks spontan primer di Amerika Serikat adalah 7,4-18 kasus
per 100.000 orang per tahun untuk laki-laki dan 1,2-6 kasus per 100.000 orang per
tahun untuk perempuan. Insiden pneumotoraks spontan sekunder adalah 6,3 kasus
per 100.000 orang per tahun untuk laki-laki dan 2 kasus per 100.000 orang per
tahun bagi perempuan. Chronic obstructive pulmonary disease (PPOK) adalah
penyebab umum dari pneumotoraks spontan sekunder yang membawa suatu
kejadian dari 26 kasus per 100.000 orang. Insiden pneumotoraks iatrogenik tidak
diketahui, tetapi mungkin terjadi lebih sering daripada pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
BAB III
ANATOMI DAN FISIOLOGI

7
III.1 ANATOMI1
Thoraks adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen.
Thoraks rata dibagian depan dan belakang tetapi melengkung dibagian samping.
Rangka dinding thorax yang dinamakan cavea thoraxis dibentuk oleh columna
vertebralis di belakang, costae dan spatium intercostale di samping, serta sternum
dan cartilago costalis di depan. Di bagian atas thorax berhubungan dengan leher
dan di bagian bawah dipisahkan dari abdomen oleh diafragma. Cavea thoraxis
melindungi paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan otot-otot thorax,
extremitas superior, abdomen dan punggung.
Cavita thoraxis (rongga thorax) dapat dibagi menjadi : bagian tengah yang
disebut mediastinum dan bagian lateral yang dsitempati pleura dan paru. Paru
diliputi oleh selapis membran tipis yang disebut pleura visceralis, yang beralih di
hilus pulmonalis(tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke paru-
paru) menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding thorax.
Dengan cara ini terbentuk dua kantong membranosayang dinamakan cavitas
pleuralis pada setiap sisi thorax, diantara paru-paru dan dinding thorax.
Gambar 1, Tractus respiratorius
Cavitas thoraxis berhubungan dengan pangkal leher melalui pintu yang
disebut apertura thoraxis superior (thoraxic outlet). Apertura ini dibatasi
disebelah posterior oleh vertebra thoraxic I, di lateral oleh pinggir medial costael dan

8
cartilagines costales, di anterior oleh pinggir superior manubrium sterni. Cavitas
thoraxis berhubungan dengan abdomen melalui lubang besar. Lubang ini dibatasi di
sebelah poterior oleh vertebra thoraxic XII, lateral oleh pinggir costae yang
melengkung, dan anterior oleh symphysis xiphosternalis. Melalui lubang besar yang
ditutupi oleh diafragma ini, berjalan esofagus dan banyak pembuluh darah besar dan
saraf, yang semuanya berjalan menembus diafragma.
Gambar 2, Pendarahan thorax
Rongga thoraks yang dibatasi oleh dinding thoraks dan diafragma ini terbagi
menjadi tiga kompartemen utama, yakni :
Cavum pleurae (rongga pleura) kanan dan kiri, yang masing-masing
mengelilingi sebuah paru
Jaringan paru
Mediastinum
Dinding thoraks terdiri atas :

9
Di sebelah dorsal dibentuk oleh deretan vertikal 12 buah vertebra thorakal
dan diskus intervertebralis yang terletak antara masing-masing vertebra
thorakal tersebut.
Pada masing-masing sisi, di sebelah lateral dibentuk & dibatasi oleh 12 buah
iga dan tiga lapis otot tipis yang membentang pada sela iga yang berdekatan.
Di sebelah anterior dibatasi oleh sternum. Manubrium dan corpus sterni
membentuk sudut yang dikenal sebagai angulus sterni. Angulus sterni yang
terletak setinggi iga 2 ini merupakan tanda permukaan utama yang berguna
untuk pemeriksaan klinik daerah thoraks. Tepi atas manubrium sterni sesuai
dengan bidang datar setinggi diskus intervertebrale T2 – T3.
Gambar 3, Tulang-tulang pada dinding thorax
Apex paru menonjol ke leher, yang dipetakan pada permukaan anterior tubuh
dengan membuat garis melengkung dan konvex ke atas, dari articulatio
sternoclavicularis sampai ke titik yang jaraknya 2,5 cm di atas batas lateral dari
sepertiga bagian medial clavicula.
Pleura (selaput dada) merupakan selaput serosa yang membentuk sebuah
kantong tertutup yang terinvaginasi oleh paru. Bagian pleura yang melekat pada
permukaan paru dan fissura-fissura interlobaris paru disebut pleura viseralis atau
pleura pulmonalis. Pleura yang melapisi permukaan dalam separuh dindding
thoraks, menutupi sebagian besar diafragma dan struktur-struktur yang menempati

10
daerah tengah thoraks disebut pleura parietalis. Pleura pulmonalis dan pleura
parietalis saling berkesinambungan disekitar struktur hilus. Ruang potensial antara
kedua rongga pleura disebut mediastinum (ruang interpleural). Rongga pleura kiri
lebih kecil dari rongga pleura kanan, karena sebagian besar jantung menempati sisi
kiri garis tengah.
Pleura pulmonalis tidak dijumpai di dareah hilus pulmonalis dan sepanjang
lipatan yang menurun dari hilus, yang menandakan lig. pulmonale. Pleura parietalis
dinamai sesuai denga6n bagian-bagian dinding yang diliputinya; dengan demikian
pleura parietalis dibedakan atas pleura costovertebralis (costalis), pleura
diafragmatika, pleura cervikalis (cupula pleurae) dan pleura mediastinalis.
Pleura Parietalis mamperoleh darah dari Aa. Intercostales, A.
Pericardiacophrenica dan A. Musculophrenica. Dua pembuluh darah terakhir ini
berasal dari A. Thoracica interna. Vena-venanya bergabung dengan vena-vena
sistemik pada dinding dada.Persyarafannya berasal dari Nn. Intercostales dan N.
Phrenicus. Pleura viseralis memperoleh darah dari pembuluh-pembuluh bronchialis.
Pembuluh-pembuluh limfatiknya bergabung dengan pembuluh getah bening paru.
Persyarafannya disuplai oleh saraf-saraf otonom. Jika cavum pleurae berhubungan
dengan udara luar, udara akan memasuki cavum pleurae / pneumothoraks; rongga
pleura menjadi rongga yang nyata dan akibatnya paru mengalami atelektasis /
kolaps.
III.2 FISIOLOGI9
Salah satu fungsi thoraks terpenting adalah pernapasan. Thoraks tidak hanya
berisi paru-paru, tetapi juga memberikan kepentingan bagi mekanik pernapasan,
yakni melalui diafragma, dinding thoraks, dan iga-iga, sehingga dengan efektif toraks
memindahkan udara dari dalam dan keluar paru-paru.
Naik turunnya diafragma dan perubahan-perubahan dimensi lateral dan
anterior dinding thoraks, yang disebabkan oleh gerak iga-iga akan merubah isi
rongga thoraks dan memberikan pengaruh terbalik dengan tekanan intra thorakal.
Thoraks melindungi jantung, paru-paru dan pembuluh-pembuluh darah besar.
Karena kubah diaphragm yang masuk ke dalam rongga thoraks, dinding thoraks
melindungi juga beberapa alat dalaman perut bagian atas, seperti sebagian besar
hati yang berada di bawah kubah bagian kanan diafragma, gaster dan lien yang

11
letaknya dibawah kubah bagian kiri. Begitu pula aspek posterior kutub atas ginjal
yang terletak pada permukaan bawah dan belakang diafragma serta di sebelah
ventral iga 12 (untuk ginjal kanan) dan iga 11 dan 12 (untuk ginjal kiri).
Gambar 4, Fungsi paru sebagai tempat pertukaran udara
Kompartemen mediastinum rongga thoraks berfungsi sebagai sebuah saluran
struktur-struktur yang melintasi thoraks, dari satu daerah tubuh menuju daerah tubuh
lainnya, dan saluran struktur yang menghubungkan organ yang berada di dalam
rongga thoraks menuju tubuh daerah lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN

12
IV.1 DEFINISI4,5,6
Pneumotoraks adalah udara yang terperangkap di antara paru-paru dan
dinding dada (rongga pleura antara pleura viseral dan parietal paru-paru) yang
mengakibatkan kolaps pada jaringan paru . Pada keadaan normal rongga pleura
tidak berisi udara, agar paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga
dada. Rongga pleura selalu vakum, maka setiap adanya udara di dalamnya dapat
dianggap patologik. Udara sampai di sana bisa berasal dari paru-paru atau dari luar
tubuh.
Gambar 5, Paru kolaps
IV.2 KLASIFIKASI3
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi
pneumotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :
Pneumotoraks Spontan

13
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya suatu penyebab, yang terdiri dari dua jenis yaitu :
- Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)
PSP adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat
penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumya pada individu
sehat, dewasa muda, tidak berhubungan denagan aktivitas fisik
yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai
sekarang belum diketahui penyebabnya.
- Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)
PSS adalah suatu pnemotoraks yang terjadi karena adanya
penyakit paru yang mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma
6bronchial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya).
Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks Traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robekan
pleura, dinding dada, maupun paru. Pneumotoraks traumatic tidak harus
disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka (luka tusuk,
luka tembak, akibat tusukan jarum ataupun pada saat dilakukan kanulasi
vena sentral). Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dadajuga dapat
menimbulkan pneumotoraks.
Gambar 6, Pneumotoraks traumatik
Keterangan gambar :

14
Trauma jaringan lunak pada region subklavia (emfisema subkutis)
Trauma pada trakea (emfisema mediastinum, emfisema subkutis)
Trauma pada bronkus (emfsema mediastinum, emfisema interstisialis)
Ruptur alveoli (emfisema interstisialis)
Robekan pada pleura viseralis (pneumotoraks)
Ruptur dari bulla maupun bleb (pneumotoraks spontan)
Trauma dinding dada dan pleura parietalis (pneumotoraks, efisema subkutis)
Ruptur esofagus (emfisema mediastinum, emfisema subkutis)
Robeknya diafragma (emfisema mediastinum, pneumotoraks)
- Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatic dibagi dua jenis :
1. Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik
Adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan,
misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup,
barotrauma.
2. Pneumotoraks traumatik iatrogenik
Adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari
tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada
tindakan parasentesis dada, biopsy pleura atau
transbronkial, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi
mekanik).
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate),
adalah pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan
suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberculosis
(sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.
- Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi tiga :

15
1. Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax) , yaitu suatu
pneumotoraks dengan tekanan udara di rongga pleura yang
sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi
hemitorakskontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah
dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau
luka terbuka dari dinding dada.
2. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax) , terjadi karena
luka terbuka pada dinding dadasehingga pada saat inspirasi
udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi,
mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
3. Tension pneumotoraks , terjadi karena mekanisme check valve
yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura,
tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat
keluar. Semakin lama udara di dalam rongga pleura akan
meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehinga
sering menimbulkan gagal napas. Pneumothoraks ini juga
disebut pneumothoraks ventil.
IV.3 ETIOLOGI4,5
Penyebab pneumotoraks dan pneumomediastinum dapat mencakup sebagai
berikut:
Pneumotoraks spontan primer
- Pneumotoraks spontan ini sangat berhubungan dengan merokok, yang
80-90% dari kasus-kasus pneumotoraks spontan primer terjadi pada
perokok.
- Postur tubuh : telah dicatat bahwa pasien khas cenderung memiliki tubuh
tinggi dan kurus habitus.

16
- Perubahan dalam tekanan atmosfer, kedekatan dengan musik keras, dan
suara frekuensi rendah juga telah dilaporkan berhubungan dengan
pneumotoraks
- Asosiasi keluarga telah dicatat di lebih dari 10% pasien. Beberapa di
antaranya disebabkan oleh penyakit jaringan ikat yang jarang terjadi,
tetapi baru-baru ini, mutasi pada gen penyandi folliculin (FLCN) telah
dijelaskan. Para pasien dapat mewakili penetrance yang tidak lengkap dari
kelainan genetik. Birt-Hogg-Dube sindrom dicirikan oleh pertumbuhan kulit
jinak, kista paru, dan kanker ginjal dan disebabkan oleh mutasi pada gen
FLCN.66
Pneumotoraks spontan sekunder
- PPOK atau emfisema
- Asma
- Cystic fibrosis
- Penyakit paru interstisial
- Tuberkulosis
- Bronchogenic atau metastasis karsinoma
- Pneumonia (jamur, HIV)
- Penyakit vaskular kolagen termasuk sindrom Marfan
- Catamenial pneumotoraks
Pneumotoraks traumatik iatrogenik
- Aspirasi jarum Transthoracic prosedur (penyebab paling umum,
terhitung 32-37% dari kasus)
- Subklavia dan supraklavikularis jarum suntik
- Thoracentesis

17
- Ventilasi mekanik (langsung berkaitan dengan tekanan udara
puncak)
- Biopsi pleura
- Biopsi paru-paru Transbronchial
- Resusitasi cardiopulmonary (Pertimbangkan kemungkinan
pneumotoraks jika ventilasi menjadi semakin sulit.)
- Trakeostomi
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik
- Kecelakaan yang mengenai dinding dada
- Barotrauma
IV.4 PATOGENESIS4,5
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura
dibatasi oleh dua lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura
viseralis. Pleura perietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago,
diafragma dan mediastinum, sangat sensitive terhadap nyeri. Pleura viseralis melpisi
paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak sensitive terhadap nyeri.
Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20ml) dan berfungsi sebagai pelumas
diantara lapisan pleura.
Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)
PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura
viseralis. Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien
pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua
ruang yang berisi udara dalam bentuk bleb atau bulla. Bulla merupakan suatu
kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotic yang menebal, sebagian
oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru
emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan

18
interstisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura viseralis yang kemudian
berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla atau bleb belum
jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru
berhubungan dengan iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah
apeks paru akibat tekanan pleura yang lebih negative.
Apabila dilihat secara patologis atau radiologis pada pneumotoraks
spontan sering didapatkan bulla daerah apeks paru. Kelainan intrinsic
jaringan konektif seperti pada sindrom Marfan, prolaps katup mitral, kelainan
bentuk tubuh mempunyai kencendrungan terrbentuknya bleb atau bulla.
Belum ada hugungan yang jelas antara aktivitas yang berlebihan dengan
pecahnya bleb atau bulla karena pada keadaan istirahat juga dapat terjadi
pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan dengan check valve pada
saluran nafas kecil sehingga timbul distensi ruang di bagian distalnya.
Obstruksi jalan nafas bisa diakibatkan oleh penumpukan mucus dalam
bronkioli baik karena infeksi atau bukan.
Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)
PSS terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleural dan
sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pathogenesis
PSS multifaktorial, umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK
(penyakit paru obstruksi kronis), asma, fibrosis kistik, tuberculosis paru,
penyakit-penyakit paru yang infiltratif lainnya. PSS umumnya lebih serius
keadaanya dari pada PSP. Pneumotoraks katamenial (endometriosis pada
pleura) adalah bentuk lain dari PSS yang timbulnya berhubungan menstruasi
pada wanita dan sering berulang. Artritis rheumatoid juga dapat
menyebabkan pneumotoraks spontan karena terbentuknya nodul rheumatoid
pada paru.
IV.5 MANIFESTASI KLINIS3
Keluhan Subyektif
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah :
- Sesak nafas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
- Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien

19
- Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
- Tidak menunjukan gejala (silent), yang terdapat sekitar 5-10% dan
biasanya pada PSP.
Pemeriksaan Fisik
Suara nafas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai
menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor.
Pneumotoraks ukuran kecil biasanya hanya menimbulkan takikardi ringan dan gejala
yang tidak khas. Pada pneumotoraks ukuran besar biasanya didapatkan suara nafas
yang melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi, fremitus raba menurun
dan perkusi hipersonor. Pneumotoraks tension dicurigai apabila didapatkan adanya
takikardi berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum atau trakea.
Pemeriksaan Penunjang
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian didapatkan 17%
dengan PO2<55mmHg, 4% dengan PO2<45mmHg, 16% dengan PCO2>50%mmHg,
dan 4% PCO2>60mmHg. Pada pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks
spontan. Dari sebuah penelitian, pasien PPOK (30%) FEV1<1,0 literdan 33%
dengan FEV1/FVC <40%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gagal nafas yang
berat (P02<50mmHg dan PCO2>50mmHg, atau disertai dengan syok) terdapat pada
16% pasien dan secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS
dan gelombang T prekordial pada rekaman EKG dan dapat ditafsirkan sebagai infark
miokard akut (IMA).
Pemeriksaan foto toraks garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau
cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan udara dan
tidak didapatkan corakan bronkovaskular. Pada tension pneumotoraks gambaran
foto toraksnya tampak jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan
susunan mediastinum yang bergeser kearah kontralateral.

20
Pemeriksaan CT-Scan mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan foto
toraks diagnosis6 belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ektrapulmoner serta untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer atau sekunder.
Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive,
tetapi memiliki sensitivitas yang lebih besar daripada CT-Scan. Menurut Swierenga
dan Vanderschueren, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi 4 derajat
yaitu :
Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal (40%)
Derajat II : pneumotoraks dengan perlengketan didertai hemotoraks (12%)
Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla <2cm (31%)
Derajat IV : pneumotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameternya >2cm
(17%).
CARA MENENTUKAN UKURAN (PERSENTASE) PNEUMOTORAKS3
Volume paru dan diameter toraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah
(isi) paru yang kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks
sebagai nilai perbandingan (rasio). Misalnya, diameter kubus rata-rata hemitoraks
10cm dan diameter rata-rata paru yang kolaps 8cm, maka rasio diameter kubus
adalah 83/103=512/1000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50%.
Cara lain untuk menentukan luas dan persentase pneumotoraks adalah
dengan menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertical ditambah
dengan jarak terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak
terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.

21
Gambar 7, Persentase pneumotorak
IV.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG8
Gambaran Radiologi pada Pneumothoraks
- Bagian pneumotoraks tampak hitam yang merata dan bagian lain paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi dari paru.
- Ada kalanya rongga ini sangat sempit sekali hampir tidak tampak kalau tidak
diamati betul.
- Sebaliknya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti mass di
daerah hilus saja, berarti kolapsnya besar. Adakalanya paru yang kolaps tidak
membentuk suatu garis, tetapi berbentuk lobular sesuai dengan lobusnya.
- Perlu juga diamati ada atau tidaknya pendorongan apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, maka kemungkinan besar adalah
pneumotoraks ventil dengan tekanan tinggi.
- Besarnya kolaps paru tidak tentu ada hubungan dengan beratnya sesak.
- Adanya pneumotoraks perlu diperhatikan, akan kemungkinan terdapat juga :
Pneumomediastinum : ruang hitam meliputi tepi jantung terus ke atas.
Emfisema subkutan : adanya rongga-rongga hitam di bawah kulit.
Permukaan cairan tampak sebagai garis mendatar di atas diafragma.

22
Gambar 6, Gambaran Rontgen dan CT scan pada pneumothorak
IV.8 DIAGNOSIS BANDING3,9
Pneumotoraks dapat member gejala seperti infark miokard, emboli paru dan
pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, pria dan perokok jika setelah di foto diketahui
ada pneumotoraks, umumnya diagnosis menjurus ke pneumotoraks spontan primer.
Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan
pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla subpleural.
IV.9 KOMPLIKASI9
Pneumotoraks tension dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut, pio-
pneumotoraks, hidropneumotoraks/hemo-pneumotoraks, henti jantung paru dan
kematian. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi
dari pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya esophagus atau bronkus,
sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan, pneumotoraks simultan bilateral,
pneumotoraks kronik bila tetap ada selama waktu lebih dari tiga bulan.
IV.10 PENATALAKSANAAN5,3,9
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks.
Tujuan dari penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleuradan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. British Thoracic Society
dan American college of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi untuk
penanganan pneumotoraks.

23
Pada pneumotoraks kecil ( < 20%), gejala minimal dan tidak ada "Respiratory
distress", serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita
istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang dan berat, ada "Respiratory distress"
atau pada observasi nampak progresif (foto toraks), atau adanya "Tension
pneumothorax", dilakukan tindakan bedah dengan pemasangan WSD untuk
pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas.
Untuk melaksanakan pengobatan tersebut dapat dilakukan :
a. Tindakan medis
b. Tindakan bedah
c. Tindakan dekompresi
a. Tindakan medis
Tindakan medis biasanya dikerjakan pada pneumothoraks tipe tertutup
dengan tingkat kolaps < 20%. Tindakan yang kita lakukan hanya terbatas pada
tindakan konservatif saja, artinya udara yang sudah terlanjur masuk rongga pleura
dibiarkan saja, penderita dianjurkan untuk banyak beristirahat, sedangkan terapi
yang sebenarnya ditujukan pada penyakit yang menjadi penyebab sesungguhnya.
Kebijakan ini didasarkan atas kenyataan bahwa kebocoran sudah tak terjadi lagi,
sehingga udara yang sudah terlanjur masuk rongga pleura akan diserap darah lagi
dalam waktu yang tak terlalu lama, asal saja terhadap penyakit yang menjadi etiologi
diberikan pengobatan sebagaimana mestinya
b. Tindakan Dekompresi
Pada ventil pneumotoraks biasanya penderita sesak berat dan dapat
mengancam jiwanya apabila tidak dengan cepat dilakukan tindakan. Pada ventil
pneumotoraks tekanan intra pleura tinggi, terjadi kolaps paru dan penekanan pada
mediastinum, termasuk jantung. Terjadi himpitan pada jantung, sehingga kontraksi
jantung terganggu, selain itu venous return juga terganggu. Selain terjadi gangguan
pada pernapasan terdapat juga gangguan pada sirkulasi darah (cardio circulation).
Tindakan utama yang harus dilakukan adalah dekompresi pada tekanan
rongga pleura yang tinggi tersebut, yaitu membuat hubungan dengan udara luar.
Selain itu, tindakan ini biasanya dilakukan pada Pneumothoraks dengan kolaps
20%-40%.

24
Tindakan dekompresi
Dengan membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar :
- Menusukkan jarum melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara positip di rongga pleura akan keluar melalui jarum
tersebut.
- Dengan membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
Dapat dengan infus set.
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai masuk ke dalam rongga pleura,
kemudian pipa plastik/slang dipangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukkan ke botol berisi air, setelah itu klem penyumbat dibuka dan akan
timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.
Dengan abbocat.
Jarum abbocat ditusukkan ke rongga pleura setelah mandrin dicabut
dihubungkan dengan pipa infus set. Pipa infus set diperlakukan seperti kalau
memakai infus set seperti di atas sebagai kontra ventil.
Dengan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (catheter urine) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troicar atau dengan klem penjepit untuk bedah. Pemasukan pipa
dapat dilakukan melalui insisi kulit di ruang antar iga VI mid axillar line atau
dorsal axillar line. Dapat juga di ruang antar iga ke II di mid clavillar line,
kemudian pipa khusus atau kateter dihubungkan dengan pipa lebih panjang
dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan dalam air di dalam botol.
Masuknya pipa kaca ke dalam air, sebaiknya sepanjang ± 2 cm dari
permukaan air supaya gelembung udara dapat mudah keluar karena tekanan
udara di rongga pleura sehingga dapat mengatasi tinggi tekanan permukaan
air antara ujung pipa kaca yang masuk air dengan permukaan air.

25
Gambar 7, Pemasangan WSD
Gambar 8, Sketsa pemasangan WSD
Catatan :
WSD sebenarnya adalah suatu alat sederhana, terdiri dari satu botol 500ml
dengan suatu prop karet yang rapat, kemudian dalam prop ini dimasukkan 2 buah
pipa kecil (dari bahan apa saja, asal dapat disterilkan dengan uap panas). Pipa yang
satu agak panjang sehingga kira – kira mencapai 10 cm dari dasar botol, sedang
pipa kedua pendek saja, kira kira hanya 5 cm dari prop tersebut. Kedalam botol ini
dimasukkan cairan antiseptik sehingga ujung pipa panjang tepat terendam 1 – 2 cm
dari permukaan cairan tersebut. Ujung pipa panjang yang di luar botol dengan

26
selang plastic panjang yang akan dimasukkan ke dalam rongga pleura dengan suatu
pembedahan kecil untuk kemudian difiksasi pada dinding thoraks setempet.
Maksudnya ialah untuk mengeluarkan udara dari dalam rongga pleura ke dalam
botol yang berisi cairan tersebut untuk selanjutnya dialirkan ke udara bebas melalui
pipa pendek. Dengan demikian, tekanan udara dalam rongga pleura yang sakit tak
mungkin akan lebih tinggi dari 1-2 cm air tersebut.
Lokasi tempat memasukkan Kanul WSD adalah pada ICS 2 Midklavikular line
pada paru yang mengalami kolaps sedikit di atas Costae 3. Sebelum trocar
dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dulu kulit dada di mana trocar akan
dimasukkan didesinfekan, ditulup dock penutup dan diberikan lokal anestesi dengan
xylocain atau procain 2% secukupnya. Kemudian dilakukan insisi di kulit interkostal,
kemudian dibuka secara tumpul dengan klem. Insisi diperkirakan selebar troicar.
Kemudian baru troicar ditusukkan.
Setelah troicar masuk ke rongga pleura, busi penusuk dicabut dan tinggal
selontongan pipa. Drain dimasukkan ke rongga pleura melalui selontongan pipa
tersebut. Untuk pneumotoraks, drain yang masuk diarahkan ke atas dengan cara
mengarahkan selontongan pipa tersebut. Apabila trocar dimasukkan melalui rongga
iga ke II di mid clavicular line, maka drain diarahkan ke arah bawah.
Pencabutan drain.
Setelah 1-2 hari tak tampak gelembung udara keluar, hendaknya selang
plastic di klem rapat selama 2 hari. Bila penderita dalam 2 hari ini tidak sesak
kembali, klem dapat dibuka dan ternyata tetap tak keluar gelembung udara baru,
maka slang plastic tersebut saat itu juga dapat dikeluarkan dan dimulailah saat itu
terapi konservatif sebagaimana halnya pada kasus PNT tertutup.
Apabila PNT residif perlu dipertimbangkan pleurodesis, yaitu melekatkan
pleura parietalis, yaitu dengan memasukkan doxycycline atau talcum venetum ke
dalam rongga pleura.
c. Tindakan Bedah
Tindakan torakotomi dilakukan bila :
1. Kebocoran paru yang massif (kolaps >40 %) sehingga paru tak dapat
mengembang (bullae / fistel Bronkhopleura).

27
2. Pneumotoraks berulang.
3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
4. Pneumotoraks bilateral.
Teknik bedah
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi
mediana, selanjutnya dilakukan reseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi
parietalis dan Aberasi pleura melalui video Assisted Thoracoscopic surgery (VATS).
IV.11 PRONOSIS7,3,9
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampIr separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
sudah dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup
baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder
tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan
PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.
IV.12 REHABILITASI8
- Penderita setelah sembuh pneumotoraks, dilakukan pengobatan secara baik
terhadap penyakit dasarnya.
- Untuk sementara waktu dalam beberapa minggu dilarang mengejan, angkat-
angkat berat, batuk terlalu keras.
- Bila ada kesulitan berak diberi laksans ringan
- Kontrol pada waktu-waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak.

28
BAB XVIII
KESIMPULAN
Pneumotoraks ialah suatu keadaan,di mana terdapat udara di dalam rongga
pleura yang mengakibatkan kolaps jaringan paru. Di dalam praktek sehari-hari,
dokter sering menerima penderita dengan keluhan sakit dada, sesak nafas, dan
batuk - batuk. Banyak penyakit yang dapat menimbulkan keluhan di atas, baik
penyakit jantung maupun penyakit paru. Penyakit paru yang mempunyai keluhan
utama seperti itu antara lain pneumotoraks.
Pneumotoraks banyak terjadi pada penderita umur dewasa setengah tua (40
tahun). Laki-laki banyak daripada wanita.
Pneumotoraks, terutama pneumotoraks ventil dapat menimbulkan gawat
darurat, bahkan dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia. Oleh karena itu,
bilamana di dalam praktek kita menerima penderita dengan keluhan utama sakit
dada, sesak nafas, dan batuk-batuk, kita jangan lupa memikirkan ke arah diagnosis
pneumotoraks ventil. Dengan diagnosis yang tepat dan dengan tindakan yang
sederhana tapi cepat, kita akan dapat menyelamatkan nyawa penderita.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Pneumothoraks from wikipedia the free encyclopedia. Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Pneumothorax. Accesed on Januari 12, 2010.
2. Epidemiology of spontanneus pneumothorax in Jamaica from ISPUB the internet
journal of thoracic and cardiovascular surgery volume 12 number 1_2. Available
at
http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_thoracic_and_cardiovascul
ar_surgery/volume_12_number_1_2/article/
epidemiology_of_spontaneous_pneumothoraces_in_jamaica.html. Accesed on
Januari 12, 2010
3. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Departemen Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2006.
4. Gunardi, Santoso. Anatomi Sistem Pernapasan. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
5. Danusantoso, Halim. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Penerbit Hipokrates. 2000.
6. Amin, Muhammad; Alsagaff, Hood; Saleh, Taib. Ilmu Penyakit paru. Surabaya :
Airlangga University Press. 1988.

30
7. Pembedahan pada kelainan pleura. Available at www.bedahtkv.com.htm.
Accesed on Januari 20, 2010.
8. Determining the size of pneumothorax from American Journal Of radiology.
Available at www. Ajronline.org. Accesed on Januari 12, 2010.
9. Lukkitto, Pisi; Basuki, Kukuh; Manuaba, Tjakra. Editor oleh Jong, Wim de;
Syamsulhidayat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 2004.