Dita Wianjani

204
44 ANALISIS KUALITATIF HUBUNGAN ANTARA HASIL ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA YANG TELAH TERJADI PADA PEKERJA DI UNIT SHREDDER FACILITY PT HOLCIM INDONESIA Tbk TAHUN 2010 SKRIPSI OLEH : Dita Wianjani NIM : 106101003314 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

Transcript of Dita Wianjani

Page 1: Dita Wianjani

44

ANALISIS KUALITATIF HUBUNGAN ANTARA HASIL ANALISIS RISIKO

KESELAMATAN KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA

YANG TELAH TERJADI PADA PEKERJA DI UNIT

SHREDDER FACILITY

PT HOLCIM INDONESIA Tbk

TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

Dita Wianjani

NIM : 106101003314

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431 H

Page 2: Dita Wianjani

45

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Agustus 2010

Dita Wianjani

Page 3: Dita Wianjani

46

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, September 2010

DITA WIANJANI, NIM : 1061010003314

Analisis Kualitatif Hubungan antara Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja

dengan Kejadian Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Pekerja di Unit

Shredder Facility PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

(xxiv + 197 halaman, 25 tabel, 15 gambar)

ABSTRAK

PT Holcim Indonesia dalah pelopor dan inovator di Indonesia yang berkembang

cepat dalam sektor semen, karena pasar untuk rumah, bangunan komersial dan

infrastruktur yang berkembang. Holcim adalah penyedia yang terintegrasi dari sembilan

berbagai jenis semen, beton dan agregat. Selain itu Holcim juga memiliki unit Shredder

facility yang berfungsi sebagai fasilitas pencacah limbah untuk bahan bakar alternatif

dalam produksi semen. Setiap sistem kerja dalam sebuah perusahaan selalu mempunyai

risiko keselamatan kerja, begitu juga sistem kerja pada PT Holcim Indonesia

mempunyai risiko keselamatan kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Pada proses pencacahan atau Shredding ini terjadi kejadian kecelakaan kerja yang

serius. Jika dibandingkan dengan fasilitas lain, Shredder facility merupakan fasilitas

terbaru yang dioperasikan, namun dalam waktu yang relatif singkat, hampir pada setiap

tahunnya terjadi kecelakaan kerja yang serius pada fasilitas ini. Hal ini dikarenakan

shredder facility mengolah lebih beraneka ragam limbah dibanding fasilitas yang lain

dan mesin yang digunakan masih butuh perawatan secara manual. Oleh karena itu,

untuk meminimalisir kecelakaan kerja sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan

ditemukan agar selanjutnya diperoleh usaha-usaha koreksi terhadap sebab-sebab

kecelakaan tersebut

Tujuan dai penelitian ini adalah Diketahuinya hubungan antara hasil analisis risiko

keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di

unit shredder facility PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.Penelitian ini dilakukan di

PT.Holcim Indonesia Tbk Bogor yang dimulai pada bulan April- Agustus 2010 melaui

pengambilan data primer yang dilakukan dengan wawancara kepada petugas OH&S ,

pada pekerja, penanggung jawab shredder dan korban kecelakaan kerja.Serta

melakukan observasi secara langsung, sedangkan data sekunder berupa struktur

organisasi OH&S, tahapan pekerjaan Shredder facility dan data kecelakaan kerja yang

telah terjadi di Shredder facility.

Risiko keselamatan kerja yang ada pada proses pencacahan atau shredding ini

secara keseluruhan adalah terpeleset ceceran residu, terjatuh dari ketinggian,

pergelangan tangan terkilir, terpeleset screen , terjatuh saat melangkahi pemisah screen,

Page 4: Dita Wianjani

47

tangan terputus screen, terbentur penutup screen, tersandung peralatan yang berserakan,

tertabrak/menabrak, tertimpa material ringan kejatuhan box, serta kebakaran.

Pengendalian dengan engineering control dilakukan pada beberapa tahapan pekerjaan

seperti pekerjaan seperti membersihkan handrail , maka dipasang handrail agar pekerja

tidak jatuh, pemasangan guard pada benda berputar. Pengendalian dengan

administrative control dengan housekeeping, bekerja sesuai dengan prosedur dan

pemasangan safety sign di area kerja, terutama untuk pekerjaan yang berisiko tinggi.

Pengendalian dengan pemakaian APD pada pekerja seperti safety shoes, safety helmet,

mask organic, gloves, goggles, glasess.

Sedangkan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi di shredder facility

adalah tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder runtuh akibat tertabrak

loader pada tahun 2008 penyebab kecelakaan kerja ini adalah pekerja yang kelelahan

sehingga pekerja tidak berkonsentrasi. Lengan yang terputus akibat terjepit oleh benda

berputar (motion detector) pada tahun 2009, penyebab kecelakaan kerja ini adalah

pekerja tidak melepaskan safety guard sebagai pelindung pekerja, karena merasa aman

dengan pekerjaannya. Serta kebakaran pada bagian hooper yang terjadi pada 7 April

2010, penyebab kecelakaan ini adalah ketidakharmonisan pekerja.Hasil penelitian

menunjukkan bahwa selain factor teknis, faktor non-teknis pun menjadi penyebab dari

kejadian kecelakaan kerja, sehingga perlu penyelesaian masalah yang lebih mendalam

agar kecelakaan kerja dapat diminimalisir dengan tepat.

Saran yang diajukan adalah perlu dilakukan identifikasi dan penilaian risiko

pada masing-masing tahapan pekerjaan di PT.Holcim Indonesia Tbk untuk mencegah

terjadinya kecelakaan kerja. Untuk menurunkan nilai risiko keselamatan kerja pada

masing-masing tahapan proses shredding, diperlukan upaya pengendalian sebagai

berikut pemeriksaaan standard operation dalam bekerja, diberikan pelatihan perilaku

keselamatan dengan pengawasan serta pmebrian reward dan punishment pada pekerja.

Daftar bacaan : 24 (1985-2010)

Page 5: Dita Wianjani

48

JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Undergraduated Thesis, September 2010

DITA WIANJANI, NIM : 106101003314

Qualitative Analyze the relation between the result of Risk Analyze in Occupational Safety

with the occurrence of accidents that have occurred in workers in unit

shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk in 2010

ABSTRACT

PT Holcim Indonesia is a pioneer and innovator in Indonesia who growing rapidly in

the cement sector, because the market for homes, commercial buildings and developing

infrastructure. Holcim is an integrated provider of nine different types of cement, concrete and

aggregates. In addition, Holcim also has a unit Shredder facility that serves as an enumerator

waste facility for alternative fuels in cement production. Each system is working in a company

always has a safety risk, as well as a working system a PT Holcim Indonesia has a safety risk

that may cause accidents. In the process of enumeration or shredding this occurs a serious work

accident. When compared with other facilities, Shredder newest facility is a facility operated, but

within a relatively short time, nearly every year happen in a serious accident at this facility. This

is because the shredder facility over a wide range of waste processing facilities other than the

machine used and still need care manually. Therefore, to minimize workplace accidents causes

of accidents should be investigated and found to be further efforts to obtain corrections to the

causes of the accident

The purpose of this study is Knowledgeable relationship between safety risk analysis

with the occurrence of accidents that have occurred in workers at the facility shredder unit PT

Holcim Indonesia Tbk 2010.This study was conducted in Bogor Indonesia Tbk PT.Holcim

which starts in April-August 2010 through Primary data collection is done by interviewing the

staff OH & S, the worker, the responsible shredder and accident victims and make observations

directly, whereas secondary form the organizational structure of OH & S, stages Shredder

facility and data accidents that have occurred in Shredder facility. Safety risks that exist in the

enumeration or the shredding process as a whole is scattered residual slip, fall from height,

sprained wrist, slip screens, fell while bypassing the separator screen, hands cut off a screen, hit

the screen cover, tripping over scattered equipment, was hit / hit, hit by falling boxes lightweight

materials, and fire. Control with control engineering done in several stages of work as jobs such

as cleaning the handrail, the handrail is installed for workers from falling, installation of guard at

the rotating object. Control with administrative control with housekeeping, working in

accordance with the procedures and the installation of safety signs in work areas, especially for

high-risk jobs. Control by the use of PPE to workers such as safety shoes, safety helmet, organic

Page 6: Dita Wianjani

49

mask, gloves, goggles, glasess. While the incidence of workplace accidents that have occurred in

the shredder facility is a wall of separation between storage space and shredder collapsed due to

hit the loader in the year 2008 the cause of this accident was the fatigue of workers so that

workers do not concentrate. Arm cut off by the pinched by rotating objects (motion detector) in

the year 2009, the cause of these accidents is that workers do not remove the safety guard as

protectors of workers, because they feel secure with his job. And fire at the Hooper happened on

7 April 2010, the cause of this accident was the disharmony pekerja.Hasil showed that in

addition to technical factors, non-technical factors were the cause of the work accident, so we

need a more in-depth problem solving to workplace accidents can minimized with proper.

Suggestion is to do the identification and assessment of risk at each stage of

work in PT.Holcim Indonesia Tbk to prevent accidents. To reduce the value of safety

risks at each stage of the process of shredding, the following efforts are needed to

control the examination standard operation in the work, be trained in safety behavior

with supervision and pmebrian reward and punishment on the workers.

Reading list: 24 (1985-2010)

Page 7: Dita Wianjani

50

Skripsi Dengan Judul

ANALISIS KUALITATIF HUBUNGAN ANTARA HASIL ANALISIS RISIKO

KESELAMATAN KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA

YANG TELAH TERJADI PADA PEKERJA DI UNIT

SHREDDER FACILITY

PT HOLCIM INDONESIA Tbk

TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program

Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 25 Agustus 2010

M.Farid Hamzens M.Si

Pembimbing I

Catur Rosidati, SKM, MKM

Pembimbing Skripsi I

Page 8: Dita Wianjani

51

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................

1.1 Latar Belakang .................................................................

1.2 Rumusan Masalah ................................................................

1.3 Pertanyaan Penelitian ...........................................................

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................

1.4.1 Tujuan Umum .....................................................

1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................

1.5 Manfaat Penelitian ..............................................................

1.5.1 Bagi Peneliti ...............................................................

1.5.2 Bagi Perusahaan .........................................................

1.5.3 Bagi Studi Kesehatan Masyarakat ..............................

1

1

5

5

6

6

6

7

7

7

8

LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................

ABSTRAK .................................................................................

PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................

RIWAYAT HIDUP................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................

DAFTAR TABEL .................................................................................

DAFTAR GAMBAR. ..........................................................................

i

ii

vi

vii

viii

x

xii

xx

xxi

Page 9: Dita Wianjani

52

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................

2.1 Definisi Kecelakaan Kerja ............................................

2.1.1 Penyebab Kecelakaan Kerja .....................................

2.1.2 Kelelahan Kerja .........................................................

2.1.3 Motivasi ......................................................................

2.1.4 Teori Kecelakaan Kerja .........................................

2.1.5 Pencegahan Kecelakaan Kerja ..................................

2.1.6 Klasifikasi Kecelaakaan Akibat Kerja ......................

2.2 Definisi Bahaya ....................................................................

2.2.1 Jenis-jenis Bahaya………………………………...........

2.2.2 Pengendalian Bahaya ...................................................

2.3 Definisi Risiko ....................................................................

2.3.1 Jenis-jenis Risiko ........................................................

2.4 Manajemen Risiko...................................................................

2.4.1 Tujuan Manajemen Risiko ...............................................

2.4.2 Manfaat Manajemen Risiko .............................................

2.5 Metode Identifikasi Risiko .................................................

2.5.1 Job Safety Analysis (JSA).................................................

10

10

10

13

14

16

23

23

25

26

27

30

30

32

33

34

34

36

38

Page 10: Dita Wianjani

53

BAB IV METODE PENELITIAN .........................................................

4.1 Metode Penelitian ………………………………………........

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................

4.2.1 Lokasi Penelitian ........................................................

4.2.2 Waktu Penelitian .............................................................

4.3 Informan ...............................................................................

4.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................

4.5 Pengolahan data Analisis Data ......................................

4.6 Validitas Data .......................................................................

BAB V HASIL ...............................................................................

5.1 Gambaran Perusahaan ……………………………………….

5.1.1 Sejarah Perusahaan PT.Holcim Indonesia Tbk …………

5.1.2 Visi dan Misi PT.Holcim Indonesia Tbk ……………….

5.1.3 Struktur Organisasi PT.Holcim Indonesia Tbk ………...

5.1.4 Gambaran OH&S Corporate PT.Holcim Indonesi Tbk …

55

55

55

55

56

56

56

58

60

62

62

62

64

64

65

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

........................................................................................................

3.1 Kerangka Berpikir...................................................................

3.2 Definisi Istilah .......................................................... ........

47

47

49

Page 11: Dita Wianjani

54

5.2.1.1 Membersihkan handrail …………………………………

5.2.1.2 Mengecek Chute Magnet separator …………………

5.2.1.3 Membersihkan Screen ………………………………..

5.2.1.4 Adjusting belt conveyor ………………………………

5.2.2 Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material …………….

5.2.2.1 Perapihan Material oleh Wheel Loader ……………...

5.2.3 Tahap Shredding …………………………………………

5.2.3.1 Tahap Memasukkan Material pada Hooper …………

5.2.3.2 Tahap Menebar Serbuk Gergaji ………………………

5.2.3.3. Tahap Memberikan Parfum pada Fasilitas Shredder dan

Material …………………………………………………

5.2.4 Tahap Memasukkan Product pada Box dan Pengiriman

Product ………………………………………………………...

5.2.4.1 Menaikkan Box yang Sudah Terisi oleh Material pada

Truk ………………………………………………

5.2.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran ......

5.3 Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Shredding

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010 ………………………..

5.3.1 Tahap Persiapan Awal ………………………………...

5.3.1.1 Membersihkan Handrail …………………………....

5.3.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator ………………..

77

78

79

80

87

87

91

91

92

94

101

101

102

106

106

Page 12: Dita Wianjani

55

DAFTAR TABEL

5.3.2.1 Perapihan Material oleh Wheel Loader ………………...

5.3.3 Tahap Shredding …………………………………………

5.3.3.1 Memasukkan Material pada Hooper …………………

5.3.3.2 Menebar Serbuk Gergaji ……………………………...

5.3.3.3 Memberikan Parfum pada Shredder dan Material …...

5.3.4 Memasukkan Product pada Box dan Pengiriman Box …..

5.3.4.1 Menaikkan Box yang Sudah Terisi Material pada Truk

………………………………………………………….

5.3.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran ……

5.4 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Shredding

PT.Holcim Indonesia Tbk ……………………………………..

5.4.1 Tahap Persiapan Awal ………………………………….

5.4.2 Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material …………...

5.4.3 Tahap Shredding ………………………………………..

5.4.4 Tahap Memasukkan Product pada Box dan Pengiriman

Produk ………………………………………………………

5.5 Gambaran Kejadian Kecelakaan Kerja pada Unit Shredder Facility

PT.Holcim Indonesia Tbk ……………………………

5.5.1 Kecelakaan Tertabraknya Tembok Pemisah antara Ruang

Penyimpanan dan Shredder Facility ………………….

118

121

121

123

125

130

130

132

136

136

142

144

149

152

Page 13: Dita Wianjani

56

DAFTAR GAMBAR

5.6.1 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Persiapan dan

Penyimpanan Material dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Tertabraknya Tembok Pemisah antar Ruang Penyimpanan dan

Shredder ………….……………………………………………

5.6.2 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Adjusting Belt Conveyor

dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Lengan yang Terputus

………….……………………………………………

5.6.3 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Shredding dengan

Kejadian Kecelakaan Kerja Kebakaran Pada Hooper

………….…………………………………………………………

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................

6.1 Keterbatasan Penelitian……………...……………………….

6.2 Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Shredder Facility PT.

Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010 ……………….

6.3 Hasil Analisis Risiko Keselamatan kerja pada Setiap Tahapan

Proses Shredding PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

……………………………………………………………..

6.3.1 Tahap Persiapan Awal .. ……………..... ……………….

6.3.1.1 Membersihkan Handrail ………………… ………...

6.3.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator ……………... …

6.3.1.4 Adjusting belt conveyor ………………………...........

155

156

157

158

158

158

159

159

Page 14: Dita Wianjani

57

6.3.3 Tahap Shredding …………………………………………

6.3.3.1 Tahap Memasukkan Material pada Hooper ……………

6.3.3.2 Tahap Menebar Serbuk Gergaji pada Lantai yang Terkena

Residu ………………………………………

6.3.3.3 Tahap Memberikan Parfume pada Fasilitas Shredder dan

Material ………………………………………….

6.3.4 Tahap Memasukkan produk pada Box dan Pengiriman Produk

……………………………………………………

6.3.4.1 Tahap Menaikkan Box yang Sudah Terisi oleh Material

pada Truk …………………………………..

6.3.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat pembakaran / Pre-

Heater …………………………………………...

6.4 Pembahasan Hubungan antara Hasil Analisis Risiko dengan

Kejadian Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Shredder Facility

PT. Holcim Indonesia Tbk ……………………………

6.4.1 Pembahasan Hubungan Hasil Analisis Tahap Perapihan dan

Penyimpanan Material dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Tertabraknya Tembok Pemisah Antara Ruang Penyimpanan dan

Shredder…………………………………………………………..

6.4.2 Pembahsan Hasil Analisis Tahap Adjusting belt conveyor dengan

Kejadian Kecelakaan Lengan yang Terputus ……………

6.4.3 Pembahasan Hasil Analisis Tahap Shredding dengan Kejadian

Kecelakaan Kebakaran pada Hooper ………………….

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................

6.1 Keterbatasan Penelitian……………...……………………….

170

170

172

175

177

177

179

181

Page 15: Dita Wianjani

58

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN...............................................

7.1 Kesimpulan...............................................................................

7.2 Saran...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

188

188

190

Page 16: Dita Wianjani

59

Daftar Tabel

2.1 Tabel Skala Ukur Konsekuensi Secara Kualitatif …………………...

2.2 Tabel Skala Ukur Likelihood Secara Kualitatif ……………………...

2.3 Tabel Skala Ukur Konsekuensi Secara Semikuantitatif ……………..

2.4 Tabel Skala Ukur Eksposure Secara Semikuantitatif ……………….

2.5 Tabel Skala Ukur Likelihood Secara Semikuantitatif ………………

2.6 tabel Kategori Tingkat Risiko dengan Metode Semikuantitatif ……..

2.7 Tabel Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis Menurut Cross…

3.1 Tabel Definisi Istilah Tahapan Analisis Risiko ……………………...

3.2 Tabel Definisi Istilah Kejadian Kecelakaan Kerja …………………

4.1 Tabel Data Sekunder ………………………………………………

4.2 Tabel Data Primer ……………………………………………………

4.3 Tabel Triangulasi Sumber …………………………………………...

4.4 Tabel Triangulasi Metode ……………………………………………

5.1 Tabel Indentifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Awal

…………………………………………………………………

5.2 Tabel Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding

………………………………………………………………………..

5.3 Tabel Identifikasi Risiko Keselamatam Kerja pada Tahap Shredding

40

41

42

43

43

44

45

49

53

57

58

60

61

83

89

Page 17: Dita Wianjani

60

Daftar Tabel

5.7 Analisis Risiko Keselamatan kerja Tahap Shredding ………………

5.8 Analisis Risiko Keselamatan Kerja Tahap memasukkan Produk pada Box

dan pengirimannya ……………………………………………....

5.9 Evaluasi Risiko Keselamatan Tahap Persiapan ……………………....

6.0 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja Tahap persiapan dan Penyimpanan

Material ………………………………………………..

6.1 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding …………...

6.2 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja Tahap Memasukkan Produk pada Box

dan Pengirimannya …………………………………….......

127

134

138

143

Page 18: Dita Wianjani

61

Daftar Gambar

2.1 Gambar Manajemen Risiko Menurut AS/NZS 4360 : 1999 …………

3.1 Gambar Kerangka Berpikir Hubungan Hasil Analisis Tingkat Risiko dengan

Kejadian Kecelakaan Kerja …………………………………..

5.1 Gambar Logo Holcim ………………………………………………...

5.2 Gambar Struktur Organisasi PT Holcim Indonesia Tbk ……………

5.3 Gambar Green Pyramid ………………………………………………

5.4 Gambar Struktur Organisasi OH&S Corporate ………………………

33

48

63

65

Page 19: Dita Wianjani

62

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Dita Wianjani

Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 20 November 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Kp.Pangkalan raya rt 02/02 No.38 Cibuluh Bogor Utara

Telepon : 085697493402

Email : [email protected]

Universitas : UIN Syarif Hidayatullah

Jurusan : Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Latarbelakang Pendidikan

Formal

1994- 2000 : SDN Pengadilan 2 Bogor

2000- 2003 : SMPN 8 Bogor

2003- 2006 : SMAN 6 Bogor

2006 –2009 : Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jurusan Kesehatan

Masyarakat

Informal

2001-2003 : Lembaga Bahasa dan pendidikan Profesional (LIA)

2004-2005 : Lembaga Bahasa dan pendidikan Profesional LIA

(Conversation)

Page 20: Dita Wianjani

63

Pengalaman

2006-2008 : Staff pengajar yayasan Miftahul Jannah Cimanggu Bogor

2008 : Mengikuti program beasiswa Youth Leadership Trip ke

Malaysia dan Thailand

2007-2008 : Bendahara BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat

Page 21: Dita Wianjani

64

KATA PENGANTAR

ال ا س كن م ل ي ل هلل ا ورحمة ع ر و ا ب ه ك ت

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat

dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kualitatif

Hubungan antara Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja dengan Kejadian

Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Pekerja di Unit Shredder Facility PT

Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak

pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu

penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

(PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak M.Farid Hamzens Msi serlaku pembimbing I, yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis

4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

Page 22: Dita Wianjani

65

5. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku Koordinator K3 yang selalu memberikan

motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Tim OH&S PT Holcim Indonesia Mas Pungki Yudono dan Mas Ahmad Azhar selaku

pembimbing lapangan atas bimbingan dan bantuannya dalam proses pengambilan

data.

9. Ibu, Bapak, dan adikku tercinta atas dorongan dan bantuannya baik material dan

spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. dr. Rima dan Erangga yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya

11. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’06 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),

khususnya mengenai analisis risiko keselamatan kerja

Jakarta, Agustus 2010

Penulis

Page 23: Dita Wianjani

66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan ILO, setiap tahun di seluruh dunia kecelakaan dan sakit di tempat

kerja membunuh dan memakan banyak korban. Riset ILO menghasilkan

kesimpulan bahwa setiap tahun, lebih dari 2 juta manusia meninggal dunia akibat

kecelakaan kerja atau penyakit yang terkait dengan pekerjaan. Berdasarkan angka

perkiraan konservatif, ada 270 juta kecelakaan kerja dan 160 juta kasus penyakit

yang terkait dengan pekerjaan.(ILO, 2007)

Dari data statistik ini tentunya kita akan paham bahwa kerugian yang

ditimbulkannya sangat masif, bukan hanya bagi pekerja, pengusaha, dan

pemerintah, tetapi juga bagi dunia karena kesemuanya ini menyedot biaya

kompensasi yang sangat besar.

Depnakertrans menyatakan angka kecelakaan kerja di Indonesia pun masih

tergolong tinggi, tahun 2006 terjadi 95.624 kasus kecelakaan kerja dan tahun 2007

terjadi sebanyak 83.714 kasus . Pada tahun 2008 terjadi sebanyak 93.823 kasus,

dengan jumlah pekerja yang sembuh 85.090 orang, sedangkan yang cacat total 44

orang (Jamsostek, 2008) dan terdapat 96.314 kasus di tahun 2009 (Jamsostek,

2010).

Data PT Jamsostek Indonesia (2008) menyatakan bahwa “ Kerugian langsung

akibat kelalaian manusia dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

sebesar Rp.300 miliar, sedangkan kerugian secara tidak langsung mencapai Rp.50

Page 24: Dita Wianjani

67

truliun “. Maka, dapat dikatakan kerugian secara tidak langsung akibat kecelakaan

kerja setiap tahun mencapai 15 kali dari kerugian secara langsung.

Data yang dilansir Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan sinyal betapa kecelakaan

kerja dan kematian akibat kerja sudah pada tingkat mengkhawatirkan. Jumlah

kematian lebih dari 14.000 pekerja per tahun merupakan angka yang cukup besar.

Tingginya angka kematian akibat kecelakaan dan penyakit kerja mendesak dila-

kukannya analisa secara komprehensif terhadap penyebab kematian dialami pekerja

atau buruh.

Faktor dasar penyebab adanya kecelakaan kerja adalah buruknya manajemen

K-3, tidak adanya komitmen perusahaan untuk menerapkan SMK3 serta faktor

lingkungan kerja. Ketiga hal tersebut menimbulkan unsafe action (tindakan yang

tidak aman) dan unsafe condition (kondisi yang tidak aman) yang merupakan faktor

tidak langsung penyebab kecelakaan kerja. Sedangkan faktor penyebab langsung

timbulnya kecelakaan kerja adalah tidak adanya upaya pengendalian risiko dan

adanya potensial bahaya di tempat kerja. oleh karena itu faktor penyebab

kecelakaan dan faktor-faktor lainnya harus segera dikendalikan dengan benar,

sehinggga kecelakaan kerja dapat segera dicegah dan diminimalisasi frekuensinya.

Dalam teorinya, pada tahun 1967, Birds memodifikasi teori Heinrich dan

mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu

kecelakaan, yaitu manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian,

Page 25: Dita Wianjani

68

mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil

dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

PT Holcim Indonesia adalah perusahaan produksi semen yang memiliki unit

kerja baru bernama Geocycle. Geocycle adalah layanan khusus solusi penanganan

limbah yang mengembangkan kegiatan co-processing atau pemanfaatan limbah

yang akhirnya akan digunakan sebagai bahan bakar alternative (Alternative fuel &

raw material / AFR) menggantikan batu bara yang berfungsi sebagai sumber utama

bahan bakar untuk pembakaran bahan baku semen. Bahan bakar alternative

tersebut berasal dari limbah padat maupun cair yang berasal dari berbagai macam

limbah. Terdapat tiga fasilitas pemanfaatan limbah yang dibawahi oleh unit

Geocycle, di antaranya Biomess Facility, oil sludge facility dan Shredder facility.

Fasilitas ini merupakan sub kerja pada departmen Geocycle yang berfungsi sebagai

pre-handling limbah. Biomess facility merupakan fasilitas yang mengolah serbuk

gergaji dan sekam padi menjadi bahan bakar alternatif , Oil Sludge facility adalah

fasilitas yang yang mengolah paint sludge menjadi bahan bakar alternatif dan

Shredder facility adalah fasilitas yang mengolah berbagai limbah cair, padat dan

sampah rumah tangga.

Dari hasil observasi dan wawancara mengenai data kecelakaan kerja pada tiga

fasilitas yang dibawahi oleh Geocycle sebagian besar kecelakaan kerja terjadi di

Shredder facility yang melakukan pengolahan limbah dengan metode pencacahan

atau shredding. Kecelakaan kerja periode 2008 – 2010 di fasilitas shredder facility

unit Geocycle PT Holcim Indonesia Tbk, yaitu :

Page 26: Dita Wianjani

69

1. Lengan yang terputus akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector) pada

tahun 2008

2. Tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder runtuh akibat

tertabrak loader pada tahun 2009

3. Kebakaran pada bagian hooper yang terjadi pada 7 April 2010

Jika dibandingkan dengan fasilitas lain, Shredder facility merupakan fasilitas

terbaru yang dioperasikan, namun dalam waktu yang relatif singkat, hampir

pada setiap tahunnya terjadi kecelakaan kerja yang serius pada fasilitas ini. Hal

ini dikarenakan shredder facility mengolah lebih beraneka ragam limbah

dibanding fasilitas yang lain dan mesin yang digunakan masih butuh perawatan

secara manual.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya analisis risiko keselamatan kerja yang

terintegrasi ke dalam manajemen risiko yang dimulai dengan identifikasi risiko

sampai dengan menentukan tingkat risiko keselamatan kerja dan

menghubungkannya dengan fakta kecelakaan kerja yang pernah terjadi di tempat

tersebut, sehingga secara mudah risiko dapat diminamilisir dengan menentukan

pengendalian yang tepat.

Page 27: Dita Wianjani

70

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah dalam proses operasinya shredder

facility mengalami banyak kecelakaan apabila dibandingkan dengan fasilitas lain

yang sudah beroperasi lebih lama di Geocycle.

Dari data kecelakaan di shredder facility PT Holcim Indonesi Tbk pada tahun

2008 – 2010 kecelakaan kerja telah terjadi pada operator dan fasilitas di shredder,

Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap bahaya-bahaya keselamatan pada

pengoperasian shredder untuk diketahuinya tingkat risiko keselamatan kerja di

tempat tersebut, dan hubungannya dengan kejadian kecelakaan kerja di shredder

facilitysehingga dapat dilakukan tindakan pengendalian bahaya dengan tepat.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran struktur organisasi OH&S PT Holcim Indonesia Tbk dan

gambaran proses kerja shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?

2. Bagaimana gambaran risiko (baik potensi yang ada dan kejadian kecelakaan

yang pernah terjadi), penyebab dan upaya pengendalian yang dilakukan pada

pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran consequences, exposure dan probability risiko

keselamatan kerja pada pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun

2010?

4. Bagaimana gambaran tingkat risiko (level of risk )keselamatan kerja pada

kegiatan pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?

Page 28: Dita Wianjani

71

5. Bagaimana gambaran evaluasi risiko keselamatan pada pengopersian shredder di

PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?

6. Bagaimana gambaran kecelakaan kerja di unit pengopersian shredder di PT.

Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?

7. Bagaimana hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan

kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder

facility di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan

kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder facility

PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus :

1. Diketahuinya gambaran struktur organisasi OH&S PT Holcim Indonesia Tbk tahun

2010 dan gambaran proses kerja shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun

2010

2. Diketahuinya gambaran risiko (baik potensi yang ada dan kejadian kecelakaan

yang pernah terjadi), penyebab dan upaya pengendalian yang dilakukan pada

pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

Page 29: Dita Wianjani

72

3. Diketahiumya gambaran consequences, exposure dan probability risiko

keselamatan kerja pada pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk

tahun 2010.

4. Diketahuinya gambaran tingkat risiko (level of risk )keselamatan kerja pada

kegiatan pengopersian shredder di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

5. Diketahuinya gambaran evaluasi risiko keselamatan pada pengopersian shredder

di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

6. Diketahuinya gambaran kecelakaan kerja di unit pengopersian shredder di PT.

Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.’

7. Diketahuinya hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan

kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder

facility di PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Peneliti :

Meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam bidang K3 khususnya dalam

melakukan analisis resiko keselamatan kerja

1.5.2 Perusahaan

a. Memberikan bahan masukan pada institusi terkait mengenai pelaksanaan

kesehatan dan keselamatan kerja (K3) .

b. Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara

perusahaan dengan program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 30: Dita Wianjani

73

1.5.3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

a. Dapat dijadikan salah satu sumber informasi mengenai analisi risiko fan

hubungannya terhadap kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi.

b. Sebagai sarana untuk menjalin serta membina network dan kerjasama

dengan perusahaan atau institusi lain dibidang kesehatan dan keselamatan

kerja (K3).

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini adalah penelitian analisis kualitatif hubungan antara hasil

analisis risiko keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah

terjadi pada pekerja di unit shredder facility PT. Holcim Indonesia Tbk tahun

2010. Penelitian ini dilakukan di unit Shredder Facility PT. Holcim Indonesia Tbk

tahun 2010 yang berada di Cileungsi, Bogor dan dilakukan selama bulan April-

Agustus 2010. Sasaran dari penelitian ini adalah proses shredding (pencacahan).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan melihat hubungan

antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan kejadian kecelakaan kerja

yang telah terjadi pada pekerja shredder facility unit Geocycle PT Holcim Indonesia Tbk

tahun 2010.

Untuk mengetahui tingkat risiko digunakan metode analisis risiko secara

semikuantitatif Standar Australia/Standar New Zealand (AS/NZS 4360,

1999/2004).Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan wawancara kepada petugas

OH&S , pada pekerja, penanggung jawab shredder dan korban kecelakaan

kerja.Serta melakukan observasi secara langsung, sedangkan data sekunder berupa

Page 31: Dita Wianjani

74

struktur organisasi OH&S, tahapan pekerjaan Shredder facility dan data kecelakaan

kerja yang telah terjadi di Shredder facility. Penelitian ini dilakukan oleh

mahasiswa Program Studi kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 32: Dita Wianjani

75

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak

terduga karena di akhir peristiwa itu ada unsur ketidaksengajaan, tak diharapkan

karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil maupun penderitaan dari

yang paling ringan sampai yang paling berat. Suatu peristiwa dapat digolongkan

suatu kecelakaan jika bersifat diluar kamauan manusia, disebabkan oleh

kekuasaan dari luar yang berlangsung secara cepat dan menyebabkan cidera

badan dan jiwa (Suma’mur, 1996).

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diinginkan yang

berhubungan dengan pekerjaan yang dapat mengakibatkan cidera/kematian

terhadap orang, kerusakan harta benda atau terhentinya proses produksi (Freddin

Warsto dan Loui Arthur Mamesah, 2003)

2.1.1 Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Sahab (1997), penyebab kecelakaan kerja di tempat kerja pada

dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

a. Kondisi berbahaya yang selalu berkaitan dengan:

1). Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain.

2). Lingkungan kerja: kebisingan, penerangan, dan lain-lain.

Page 33: Dita Wianjani

76

3). Proses produksi: waktu kerja, sistem, dan lain-lain.

4). Sifat kerja.

5). Cara kerja

b. Tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatarbelakangi oleh

faktor-faktor:

1). Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan.

2) cacat tubuh yang tidak kelihatan.

3) keletihan dan kelelahan.

4) sikap dan tingkah laku yang tidak aman.

Secara umum ada dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja yaitu

penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes)

(Budiono, 2003):

a. Penyebab Langsung

Penyebab langsung atau kecelakaan adalah suatu keadaan yang

biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dalam 2

kelompok, yaitu: Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) dan kondisi-

kondisi yang tidak aman (unsafe conditions)

Menurut Ferdy dan Yudi (2008), dari beberapa hasil riset

menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor penyebab kecelakaan

kerja yang paling sering terjadi. Hal itu senada dengan yang diungkapkan

oleh Silalahi (1995), berdasarkan statistik di Indonesia, 80% kecelakaan

diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan 20% oleh kondisi

tidak aman (unsafe condition). Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak

Page 34: Dita Wianjani

77

aman (unsafe act) memegang pengaruh yang besar terhadap kecelakaan

kerja dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe condition).

Menurut Murthi dan Yuri (2009), unsafe act adalah suatu tindakan

seseorang yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat

mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun peralatan

yang ada di sekitarnya. Pendapat lain yang berkenaan, unsafe act adalah

setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan

kecelakaan (Silalahi,1995). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

unsafe act adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dimana

tindakan tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain, peralatan

maupun lingkungan yang ada di sekitarnya.

b. Penyebab Dasar

Terdiri dari dua faktor, yaitu faktor manusia/ pribadi dan faktor

kerja/ lingkungan kerja. Faktor manusia/ pribadi, antara lain karena:

kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya/ lemahnya

pengetahuan dan ketrampilan/ keahlian, stres, motivasi yang tidak cukup/

salah.Sedangkan faktor kerja/ lingkungan, antara lain karena: tidak cukup

kepimpinan atau pengawasan, tidak cukup rekayasa, tidak cukup

pembelian/ pengadaan barang, tidak cukup perawatan, tidak cukup

standar-standar kerja, penyalahgunaan.

.

Page 35: Dita Wianjani

78

2.1.2 Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat

kesalahan kerja (Nurmianto, 2003). Meningkatnya kesalahan kerja akan

memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Pembebanan otot secara statispun (Static Muscular Loading) jika

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan

RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan

lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang

(repetitive).

Menurut Tarwaka (2004) kelelahan merupakan suatu

mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut,

sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan

adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan

kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Kelelahan kerja akan

menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja.

Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya

kecelakaan kerja dalam industri. Selain itu karakteristik kelelahan akan

meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan,

sedangkan menurunnya rasa lelah. Pendapat lain mengatakan

bahwasanya kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan

kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas

Page 36: Dita Wianjani

79

menurun. Rizeddin (2000),Selain itu Kerja fisik yang terus menerus

mempengaruhi mekanisme tersebut baik sebagian maupun secara

keseluruhan (Setyawati, 1994). Gejala kelelahan kerja menurut Gilmer

(1966) dan Cameron (1973) yaitu menurun kesiagaan dan perhatian,

penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti

sosial, tidak cocok dengan lingkungan, (depresi, kurang tenaga,

kehilangan inisiatif), dan gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan

fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencemaan,

kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur).

Kelelahan Kerja dapat menyebabkan prestasi kerja yang menurun, fungsi

fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak,

Semangat kerja yang menurun (Bartley dan Chute, 1982).

2.1.3 Motivasi

Menurut Rawianto (1990) dalam Aldila (2009) menyebutkan

bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan motor penggerak adalah :

Prestasi, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan,

keterlibatan, kesempatan, dan balas jasa.

Menurut Winardi (2001) imbalan berupa gaji atau upahmerupakan

salah satu dari imbalan ekstrinsik yang diterima melalui kegiatan bekerja,

imbalan tersebut dapat dijadikan motivasi kepada pekerja agar pekerja

bekerja dengan kinerja tinggi.Akan tetapi jika upah tersebut tidak

Page 37: Dita Wianjani

80

dipenuhi, maka akan muncul pemogokan-pemogokan, dan kadangkala

timbul gejala berupa memburuknya kesehatan fisik dan mental

Teori Herzberg pun menyatakan tingginya motivasi kerja pun

dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti, kondisi kerja, gaya

kepimimpinan, hubungan antar pribadi, dan supervise, apabila faktor-

faktor ekstrinsik ini tidak dipenuhi makan, akan berpengaruh pada

motivasi kerja.

Menurut penelitian yang dilakukan Shinta Dwi (2009) dimana

secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan

perilaku tidaka aman. Disebutkan bahwa adanya motivasi dalam diri

karyawan yang tinggi maka perilaku pada saat bekerja akan menjadi

selamat, tetapi jika pekerja mempunyai motivasi dalam diri yang rendah,

maka secara langsung perilaku pada saat bekerja akan menjadi tidak

selamat.

Page 38: Dita Wianjani

81

2.1.4 Teori Kecelakaan Kerja

Terdapat sejumlah teori tentang kecelakaan. Teori tersebut memberikan

pengertian terhadap tindakan preventif dan menggambarkan semua factor yang

berkaitan terhadap terjadinya kecelakaan atau memperkirakan dengan alasan-

alasan yang akurat kemungkinan sebuah kecelakaan akan terjadi. Sebelum

memahami bagaimana kecelakaan itu dapat terlebih dahulu kita harus memahami

urutan bagaimana kecelakaan terjadi dan penyebabnya. Colling (1990) telah

mencatat teori-teori kecelakaan sebagai berikut :

1. Teori Domino Heinrich

Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor

yang saling berhubungan: kondisi kerja, kelalaian manusia, tindakan

tidak aman, kecelakaan dan cedera. Heinrich (1931) berpendapat bahwa

kecelakaan pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan.

Mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan “Domino

Sequence” berupa:

a. Ancestry and environment, yakni pada orang yang memiliki sifat tidak

baik (misalnya keras kepala) yang diperoleh karena faktor keturunan,

pengaruh lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan seorang pekerja

kurang hati-hati, dan banyak membuat kesalahan.

Page 39: Dita Wianjani

82

b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan

lingkungan tersebut di atas yang menjurus pada tindakan yang salah

dalam melakukan pekerjaan.

c. Unsafe act and mechanical or physical hazards, tindakan yang berbahaya

disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian

berikutnya.

d. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja. Pada umumnya

disertai dengan kerugian.

e. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera/luka atau berat, kecacatan dan

bahkan kematian.

Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang

diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu

lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip

dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu

bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang

menyebabkan robohnya bangunan lain.

Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah

dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima

faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya,

tindakan tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan. Dengan

penjelasannya ini, Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama

Page 40: Dita Wianjani

83

yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak lagi

dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan

Heinrich dalam Suardi (2005) menemukan sebuah teori yang

dinamakan “Teori Domino”. Teori itu menyebutkan bahwa pada setiap

kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima faktor secara

berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar,

yaitu kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tidak aman

(hazard), kecelakaan, serta cidera. Heinrich mengemukakan bahwa untuk

mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan

rangkaian sebab-akibat. Misalnya dengan membuang hazard, satu

domino diantaranya.

Pada tahun 1967, Birds dalam Suardi (2005) memodifikasi teori

domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan

lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, yaitu manajemen, sumber

penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds

mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat

berhasil dengan mulai memeperbaiki manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja. Praktek di bawah standar (unsafe acts) dan kondisi di

bawah standar (unsafe conditions) merupakan penyebab langsung suatu

kecelakaan dan merupakan penyebab utama dari kesalahan manajemen.

Page 41: Dita Wianjani

84

2. Teori Chess Model

Dalam teori ini, James Reason membagi penyebab

kelalaian/kesalahan manusia menjadi 4 tingkatan: 1. tindakan tidak aman

(unsafe acts), pra-kondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman

(preconditions for unsafe acts), pengawasan yang tidak aman (unsafe

supervision), pengaruh organisasi (organizational influences).

Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model

memberikan informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman

dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu

tindakan tidak aman itu.

Types of Human Errors:

1. Unsafe Act

a. Errors

b. Violations

2.Preconditions for Unsafe Acts

a. Conditions of operator

b. Poor practice of operator

3.Unsafe Supervision

a. Inadequate supervision

b. Improper planning

c. Failure to correct problems

d. Supervisory violations

Page 42: Dita Wianjani

85

1. Organizational InfluencesResource management

a. Organizational climate

b. Organizzational process

Dalam Swiss Cheese Model, berbagai macam types of human

errors ini merepresentasikan lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju

ini (unsafe act, preconditions for unsafe acts, unsafe supervisions, and

organizational influences) sama-sama mempunyai lubang, maka

kecelakaan menjadi tak terhindarkan. Dalam berbagai aspek, teori ini

mampu memberi banyak sumbangan atas pencegahan kecelakaan kerja.

Agar kecelakaan dapat dicegah, manajemen mesti mengenali secara

spesifik kemungkinan terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap

tahapan pekerjaan yang dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini,

karyawan tidak lagi menjadi pihak yang melulu dipersalahkan jika suatu

kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese Model, manajemen yang justru

dituntut untuk melakukan segala upaya yang diperlukan untuk

melindungi karyawannya

3. Teori Kecelakaan Pettersen

Model ini berbeda dari model Ferrell, dimana model ini

menyertakan 2 (dua) kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang

dikemukakan dari teori domino: kesalahan manusia atau kesalahan

sistem. Penyebab-penyebab kecelakaan dan atau insiden dapat bersumber

dari salah satu atau keduanya.

Page 43: Dita Wianjani

86

Model ini menyatakan bahwa di belakang kesalahan manusia ada

3 (tiga) kategori besar: beban yang berlebih, rangkap, dan keputusan yang

keliru. Beban yang berlebih kurang lebih seperti Ferrell Model.

Perbedaan yang utama adalah pada kategori ketiga yaitu keputusan yang

keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para pekerja sering melakukan

kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar atau tidak sadar.

Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerjakan tugas dengan tidak

aman karena sederhana saja, ini lebih masuk akal dalam situasi mereka

mengerjakannya dengan tidak aman daripada mengerjakannya dengan

aman, dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana mereka

berada, tekanan produksi, dan lain-lain.Teori ini mengadopsi teori Ferell

yang menyertakan kesalahan sistem disamping kesalahan manusia. Teori

ini mengkategorikan tiga kelompok besar penyebab kecelakaau yaitu

overload (sama dengan teori Ferell), ergonomic, dan pengambilan

keputusan yang salah. Teori ini mengemukakan bahwa pengambilan

keputusan yang salah pada suatu kondisi yang disadari atau tidak

bertindak tidak aman.

4. Teori Loss Causation Model

Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan

penggunanya untuk memahami bagaimana menemukan faklor penting

dalam rangka mengendalikan meluasnya kecelakaan dan kerugian

termasuk persoalan manajemen. Bird dan Germain (1990) menjelaskan

bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor

Page 44: Dita Wianjani

87

yang berurutan seperti yang terdapat dalam Loss Causation Model, yang

terdiri dari:

1. Lack of Control (kurang kendali)

Pengendalian adalah salah satu faktor penting dalam meneegah

terjadinya kecelakaan. Penyebab lack of control yaitu:

a. Inadequate programe

Hal ini dikarenakan program yang tidak bervariasi yang

berhubungan dengan ruang lingkup.

b. Inadequate programe standards

Tidak spesifiknya standar, standar tidak jelas atau standar

tidak baik.

c. Inadequate compliance -with standards

Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang

sering terjadi.

2. Basic Causes: (penyebab dasar)

Penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh:

a. Personal factor, faktor kepemirnpinan atau kepengawasan.

b. Job factor, tidak sesuainya design engineering.

3. Immediate Causes

Suatu kejadian yang secara cepat memicu terjadinya

kecelakaan bila kontak dengan bahaya. Immediate causes meliputi

faktor sub-standard dan faktor kondisi. Faktor substandard

diantaranya tindakan tidak aman seperti mengoperasikan unit

Page 45: Dita Wianjani

88

tanpa ijin, faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja

dan lain-lain.

2.1.5 Pencegahan Kecelakaan

Menurut Bennett NBS (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus

didekati dengan dua aspek, yakni :

a. Aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dsb).

b. Aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsure yang berkaitan).

Menurut Julian B.Olishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan

kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan

dengan beberapa hal berikut :

a. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan

dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan

b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan

sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut.

c. Memberikan pendidikan (training) kepada tenaga kerja

atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja.

d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga

2.1.6 Klasifikasi kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut ILO tahun 1962 adalah

sebagai berikut:

Page 46: Dita Wianjani

89

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan, antara lain:

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

h. Kontak dengan bahan-bahan yang berbahaya atau radiasi

2. Klasisfikasi menurut penyebab, antara lain:

a. Mesin.

b. Alat angkut dan alat angkat.

c. Peralatan lain.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

e. Lingkungan kerja.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan, antara lain:

a. Patah tulang.

b. Diskolasi atau keseleo.

c. Regang otot atau urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Gegar dan remuk.

Page 47: Dita Wianjani

90

h. Luka bakar.

i. Keracunan-keracuan mendadak (akut).

j. Akibat cuaca dan lain-lain.

k. Mati lemas.

l. Pengaruh arus listrik.

m. Pengaruh radiasi.

n. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain:

a. Kepala

b. Leher

c. Badan

d. Anggota atas

e. Anggota bawah

f. Banyak tempat

g. Kelainan umum

2.2 Bahaya

Menurut AS/NZS 4350:2004, bahaya adalah suatu sumber potensial yang

merugikan. Sedangkan menurut Labor Occupational Health Program, bahaya

ditempat kerja adalah segala sesuatu di tempat kerja yang dapat malukai pekerja,

baik secara fisik maupun mental.

Page 48: Dita Wianjani

91

Hazard atau bahaya adalah potensi yang dimiliki oleh bahan/ material,

proses atau cara kerja yang dapat menimbulkan kerugian terhadap keselamatan

dan kesehatan seseorang (Workover, Australia).Bahaya mewakili satu sumber

energy yang memilki potensi yang dapat menyebabkan terjadinya cidera pada

pekerja, kerusakan pda peralatan, lingkungan, dan struktur (ILO encyclopedia).

Bahaya dalam K3 adalah bahaya yang terdapat dilingkungan kerja yang

dapat berasal dari bahan baku/material, proses kerja, proses produksi, lingkungan

kerja, produk, limbah dan pekerja itu sendiri (Hendra, 2009).

2.2.1 Jenis-jenis Bahaya

Jenis-jenis bahaya yang berada di tempat kerja secara garis besar

dikelompokan menjadi (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004)

1. Physical hazard (Bahaya Fisik)

Berupa energy seperi kebisingan, radiasi, tempratur ekstrim,

pencahayaan, getaran, tekanan udara.

2. Chemical hazard

Bahan kimia berbahaya dalam bentuk gas, cair, padar yang mempunyai

sifat toksik, irritant, asphyxia, flammable, explosive, corrosive, reactive.

3. Biological hazard

Bahaya yang berasal dari mikroorganisme khususnya yang pathogen

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti bakteri, jamur,

virus.

Page 49: Dita Wianjani

92

4. Ergonomic (Aspek ergonomik)

Merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sebagai

akibat dari ketidaksesusaian antara desain kerja dengan pekerja,

pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang, dan cara kerja yang

salah

5 . Mechanical hazard (bahaya mekanik)

Bahaya yang terdapat pada benda-benda atau proses yang bergerak yang

dapat menimbulkan dampak seperti terpotong, tertusuk, tersayat, tergores,

terjepit.

6.Electrical hazard (bahaya listrik)

Merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik pendek (konsleting),

loncatan listrik/ listrik statik.

7. Psychological hazard (bahaya psikososial)

Stress, kekerasan ditempat kerja, jam kerja yang panjang, tekanan

pekerjaan.

2.2.2 Pengendalian Bahaya

Pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya yang ada belum

diidentifikasi dan dievaluasi. Berbagai metode untuk melindungi pekerja atau

pengendalian bahaya telah diciptakan.Ada tiga jenis pengendalian (Diane Bush,

dkk, 2000)

Page 50: Dita Wianjani

93

1. Pengendalian Engineering

Adalah pengendalian yang dilakukan dengan tujuan mengurangi

bahaya pada sumber dan media transmisinya. Pengendalian engineering

merupakan pengendalian yang terbaik karena menghilangkan bahaya

yang ada atau menghilangkan kemungkinan bahaya tersebut mengenai

pekerja. Sasaran dari pengendalian teknik adalah bahaya yang secara

langsung dan efektifitasnya tidak tergantung pada perilaku pekerja.Yang

termasuk dalam jenis pengendalian engineering antara lain adalah :

a. Mendesain ulang mesin

b. Menggunakan produk yang lebih aman

c. Mengisolasi proses atau pekerja

d. Memasang ventilasi buangan local

2. Pengendalian Administratif

Pengendalian administrative adalah pengendalian untuk

membatasi pemaparan melalui rencana kerja. Pengendalian

administrative tidak menghilangkan bahaya secara langsung, tetapi

digunakan untuk membatasi waktu kontak antar pekerja dengan

bahaya.Untuk menjadi efektif, pengendalian administrative bergantung

pada perilaku manusia. Yang termasuk dalam pengensalian

administrative antara lain :

a. Rotasi atau pergantian shift kerja

b. Pengadaan ruang control

Page 51: Dita Wianjani

94

c. Pengadaan pelatihan

d. Pengadaan color code labeling dan material safety data

sheet (MSDS)

e. Housekeeping atau penataan tempat kerja yang ringkas,

rapi.

f. Pemeriksaan kesehatan

g. Standard Operation Procedure (SOP) DAN Work

Instruction

h. Kebijakan-kebijakan K3

i. Monitoring lingkungan

3. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan untuk melindungi

diri terhadapa potensi bahaya/kecelakaan kerja akibat proses produksi

atau pekerjaan. Alat pelindung diri digunakan sebagai cara terakhir untuk

melindungi pekerja bila pengendalian engineering dan administrative

tidak mungkin dilakukan atau dalam keadaan darurat.Alat pelindung diri

tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini

hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya

Dengan menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya. Ada

banyak sekali jenis-jenis alat pelindung diri, diantaranya :

1. Ear plug dan ear muff, proteksi pendengaran

2. Safety shoes, pelindung kaki

Page 52: Dita Wianjani

95

3. Safety goggle, pelindung mata

4. Helm, pelindung kepala

5. Sarung tangan

6. Masker, melindungi pernafasan dari debu, uap, bahan kimia, asap,

fume

2.3 Risiko

Menurut AS/NZS 4360:2004, risiko adalah suatu kesempatan dari

kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan dampak pada sasaran, risiko

diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus dan konsekuensi

yang dapat ditimbulkan.Risiko dalam konteks K3 berarti besarnya kemungkinan

dan tingkat keparahan potensi kerugian yang muncul, baik dampak kesehatan

maupun yang lainnya.

2.3.1 Jenis-jenis Risiko

Adapun jenis-jenis risiko yaitu (Rao V. Kolluru, dkk, 1996)

a. Safety risk (risiko keselamatan)

Risiko keselamatan adalah suatu risiko yang mempunyai

kemungkinan rendah untuk terjadi tetapi memiliki konsekuensi

besar.Risiko ini dapat terjadi sewaktu-waktu, bersifat akut dan

fatal. Kerugian-kerugian yang biasanya terjadi dalam risiko

keselamatan adalah cedera, kehilangan hari kerja, kerusakan

property dan kerugian produksi dan penjualan.

Page 53: Dita Wianjani

96

b. Health risk (risiko kesehatan)

Risiko kesehatan adalah suatu risiko yang mempunyai

kemungkinan tinggi untuk kterjadi tetapi memiliki konsekuensi

yang rendah.Risiko jenis ini dapat terjadi kapan saja secara terus-

menerus dan berdampak kronik. Penyakit-penyakit yang terjadi

misalnya gangguan pernafasan, gangguan syaraf, gangguan

reproduksi dan gangguan metabolic atau sistemik.

c. Enviromental risk (risiko lingkungan)

Risiko ini berhubungan dengan keseimbangan lingkungan. Ciri-

ciri risiko lingkungan adalah perubahan yang tidak signifikan,

mempunyai masa laten yan panjang, berdampak besar pada

populasi atau komunitas, berubahnya fungsi dan kapasitas habitat

dan ekosistem serta kerusakan sumber daya alam

d. Financial risk (risiko keuangan)

Risiko keuangan berkaitan dengan masalah ekonomi, contohnya

adalah kelangsungan suatu bisnis, asuransi dan inventasi

e. Public risk (risiko masyarakat umum)

Risiko ini berkaitan dengan kesejahteraan kehidupan orang

banyak. Sehingga hal-hal yang tidak diharapkan seperti

pencemaran air dan udara dapat dihindari.

Page 54: Dita Wianjani

97

2.4 Manajemen risiko

Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999,

manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu

langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang

merugikan.

Beberapa tahapan dalam melaksanakan manajemen risiko menurut

Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999, yaitu :

1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen risiko.

2. Melaksanakan identifikasi risiko.

3. Melakukan analisis risiko untuk menetapkan kemungkinan dan konsekuensi

yang akan terjadi serta menetapkan tingkat risiko.

4. Menetapkan evaluasi untuk menetapkan skala prioritas dan membandingkan

dengan kriteria yang ada.

5. Melakukan pengendalian risiko yang tidak dapat diterima.

6. Melakukan pemantauan dan tinjauan ulang program manajemen risiko yang

telah dilaksanakan.

7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen risiko

yang melibatkan pihak internal dan eksternal.

Page 55: Dita Wianjani

98

\

Gambar 2.1

Tahapan Manajemen Risiko Menurut AS / NZS 4360 : 1999

2.4.1 Tujuan Manajemen Risiko

Manajemen risiko bertujuan untuk memaksimalkan kemajuan dalam

mencapai tujuan organisasi dengan cara meminimalkan kerugian yang akan

terjadi. (Supriyadi, 2005). Tujuan manajemen risiko menurut AS/NZS 4360

(1999) adalah sebagai berikut :

1. Membantu meminimalisasikan meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi.

2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan

kerugian.

3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan

keuntungan bukan kerugian.

ESTABLISH CONTEXT

IDENTIFY RISKS

ANALYSE RISKS

EVALUATE RISKS

TREAT RISKS

CO

MM

UN

ICA

TE A

ND

CO

NSU

LT

MO

NIT

OR

AN

D R

EVIE

W

RIS

KS

ASS

ESM

ENT

Page 56: Dita Wianjani

99

4. Melakukan peningkatan pengmbilan keputusan pada semua level.

5. Menyusun program yang tepat untuk menimalisasi kerugian pada saat terjadi

kegagalan.

6. Menciptakan manajemen proaktif bukan reaktif.

2.4.2 Manfaat Manjemen Risiko

Menurut AS/NZS 4360 (2004) manfaat menerapkan manjemen risiko

adalah :

1. Memperkecil kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan

mengurangi efek yang ditimbulkan dari kemungkinan tersebut.

2. Meningkatkan produktifitas kerja.

3. Membantu meningkatkan perencanaan kerja perusahaan yang efektif,

lingkungan kerja, produksi dan mencapai performa perusahaan yang lebih

baik.

4. Mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi dan kemudahan untuk

memenuhi target perusahaan dan perlindungan aset.

5. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan.

2.5 Metode Identifikasi Risiko

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan

identifikasi risiko untuk mengetahui faktor penyebab dan proses terjadinya

konsentrasi atau dampak.

Beberapa contoh metode identifikasi risiko tersebut adalah sebagai berikut :

Page 57: Dita Wianjani

100

a. Preeliminary Hazard Analysis

Preeliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan dalam

mengetahui bahaya-bahaya awal pada suatu sistem baru. Preeliminary Hazard

Analysis dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem tersebut.

(Colling, 1990).

b. Failure Mode Effect Analysis

Failure Mode Effect Analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk

menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin

mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. Failure

Mode Effect Analysis secara sistematis menilai komponen dari dari suatu

sistem tentang bagimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek dari

kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan

bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau diminimalisasi (Colling, 1990).

c. Check List

Check List digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu

kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety checklist dapat digunakan

untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau

prosedur operasi (Diberadinis, 1999).

d. Hazard and operability Study

Hazard and operability Study (HAZOPS) dapat digunakan untuk

mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS digunakan untuk

mengidentifikasi dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan safety

Page 58: Dita Wianjani

101

dan bahaya pada lingkungan dan memproses masalah yang dapat berdampak

pada efisiensi operasi (Kolluru, 1996).

e. Fault Tree Analysis (FTA)

Fault Tree Analysis (FTA) dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah

terjadinya kecelakaan atau digunakan sebagai alat investigasi setelah terjadi

kecelakaan (Geostsch, 1996).

f. Job Safety Analysis

Job Safety Analysis adalah suatu proses yang dilakukan dalam

mengidentifikasi bahaya melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap

langkah dianalisis untuk mengisentifikasi potensi bahaya yang berhubungan

dengan pekerjaan tersebut (Geotsch, 1996).

2.5.1 Job Safety Analysis (JSA)

Menurut OSHA 3071:2002 JSA (Job Safety Analysis) merupakan salah

satu teknik atau cara untuk mengidentifikasi risiko sebelum risiko tersebut terjadi

pada suatu kegiatan yang sedang berjalan. JSA dapat digunakan untuk

menghulangkan atau mencegah bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan di

tempat kerja, membuat metode kerja yang lebih efektif

Tahapan pelaksanaan Job Safety Analysis terdiri adari empat langkah yaitu :

a) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis.

b) Membagi pekerjaan ke dalam tahapan tugas.

c) Mengidentifikasi bahaya atau risiko keselamatan kerja yang ada pada

setiap tahapan tugas.

Page 59: Dita Wianjani

102

d) Menentukan prosedur atau tindakan pengendalian guna meminimalisasi

risiko tersebut.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metoda Job Safety

Analysis yaitu (Diberardinis, 1999) :

a. Pendekatan JSA sangat mudah dipahami, tidak membutuhkan suatu

tahapan dalam training dan dapat dengan cepat disesuaikan dengan

pandangan individu.

b. Proses pada JSA dapat memberikan kesempatan pada individu untuk

mengenali natau memberikan pengetahuan mengenai operasi.

c. Hasil dari analisis dapat digunakan untuk dokumentasi yang nantinya

dapat digunakan untuk melatih (sebagai bahan training) pekerja baru.

d. Dokumentasi JSA juga dapat digunkan sebagai bahan studi.

e. Job Safety Analysis berisikan informasi mengenai (Colling, 1990) :

a. Job

Berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan untuk

masaing-masing tahapan kegiatan, yang dapat

menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.

b. Task

Berisikan penjelasan mengenai rincian kegiatan yang

dilakukan untuk masing-masing tahapan kegiatan yang dapat

menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.

c. Hazard (Bahaya)

Page 60: Dita Wianjani

103

Untuk mengetahui jenis bahaya (fisik, kimia, biologi,

mekanik, ergonomi) apakah yang ditimbulkan dari kegiatan

pekerjaan.

d. Probability (Kemungkinan)

Berisikan tentang kemungkinan pekerja untuk terkena cidera

(sering, terkadang) dari bahaya yang ditimbulkan oleh

kegiatan.

e. Consequency

Berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari

setiap kegiatan pekerjaan.

Selain sejumlah metode di atas, prose identifikasi risiko juga dapat

dilakukan melalui pembelajaran berdasarkan pengalaman terdahulu atau masalah

yang serupa, inspeksi atau audit K3 di tempat kerja, konsultasi dengan pihak

pekerja, pemeriksaan dan pengujian peralatan kerja serta analisis data kecelakaan

dan penyakit akibat kerja di perusahaan.

2.6 Analisis Risiko

Menurut Kolluru (1996), analisis risiko adalah sistematika penggunaan

informasi yang tersedia untuk mengidentifikasi hazard dan untuk

memperkirakan suatu risiko terhadap individu, populasi, bangunan dan

lingkungan. Menurut AS/NZS 4360 (1999) analisis risiko adalah suatu kegiatan

sistematik dengan menggunakan informasi yang ada untuk mendeterminasi

seberapa besar konsequensi (severity) dan tingkat keseringan (likelihood) suatu

kejadian yang ditimbulkan.

Page 61: Dita Wianjani

104

Analisis risiko adalah kegiatan menganalisis suatu risiko dengan cara

menentukan besarnya kemungkinan dan tingkat keparahan dari akibat suatu

risiko (Purwanto, 2006). Tujuan dilakukannya analisis risiko adalah untuk

membedakan antara risiko kecil dengan risiko besar dan menyediakan data untuk

membantu evaluasi dan penanganan risiko (AZ/NZS 4360, 1999).

Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis risiko adalah :

a. Sumber risiko

Merupakan asal atau timbulnya risiko yang dapat berupa material, yang

digunakan dalam proses kerja, peralatan kerja, kondisi area kerja dan

perilaku pekerja.

b. Probabilitas

Merupakan besaran kemungkinan timbulnya risiko. Ditentukan dengan

menganalisis frequensi paparan bahaya terhadap pekerja, jumlah dan

karakteristik bahaya yang memapar pekerja, jumlah dan karakteristik pekerja

yang terpapar bahaya, kondisi area kerja, kondisi peralatan kerja, serta

efektifitas tindakan pengendalian bahaya yang telah dilakukan sebelumnya.

Faktor probabilitas juga berkaitan dengan faktor perilaku pekerja dalam

melakukan pekerjaannya. Dalam bekerja, pekerja dapat berperilaku tidak

aman. Hal itu dapat dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran

terhadap bahaya dan sumber risiko yang ada dalam proses kerja dan di

tempat kerjanya, keterbatasan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki

pekerja saat pekerja seperti kondisi fisik pekerja yang sakit saat melakukan

Page 62: Dita Wianjani

105

pekerjaan atau stress yang dialami pekerja yang berpengaruh dalam

penurunan konsentrasi pekerja.

c. Konsequensi

Merupakan besaran dampak yang ditimbulkan dari risiko. Ditentukan dengan

analisis atau kalkulasi statistik berdasarkan data-data yang terkait atau

melakukan estimasi subjektif berdasarkan pengalaman terdahulu.

Menurut AZ/NZS 4360 (1999) terdapat tiga metode yang digunakan

dalam menganalisis risiko di tempat kerja :

1. Analisis risiko kualitatif

Umumnya pada metode ini menggunakan bentuk matriks risiko

dengan dua parameter, yaitu peluang dan akibat. Skala ukur konsekuensi

dan kecenderungan (likelihood) secara kualitatif menurut Risk

Management AS/NZS (1999) yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel

2.2.

Tabel 2.1

Skala Ukur Konsekuensi Secara Kualitatif

Level Deskripsi Definisi

1 Insignificant Tidak terjadi cidera, kerugian finansial rendah

2 Minor Membutuhkan penanganan P3K, penanganan

dilakukan tanpa bantuan pihak luar, kerugian

finansial sedang.

3 Moderate Membutuhkan penanganan medis,

penanganan membutuhkan bantuan pihak

luar, kerugian finansial tinggi.

4 Major Cidera berat, menimbulkan kerugian akibat

berkurangnya kemampuan berproduksi,

efeknya mempengaruhi tetapi tidak

merugikan lingkungan sekitar, kerugian

finansial besar.

Page 63: Dita Wianjani

106

5 Catasthropic Menyebabkan kematian, efeknya

mempengaruhi dan merugikan lingkungan

sekitar, kerugian finansial yang sangat besar.

Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)

Tabel 2.2

Skala Ukur Likelihood Secara Kualitatif

Level Deskripsi Definisi

A Almost Pasti terjadi apabila kejadian tersebut terjadi

B Likely Akan terjadi apabila kejadian tersebut terjadi

C Possible Sewaktu-waktu mungkin akan terjadi

D Unlikely Sewaktu-waktu dapat terjadi

E Rare Mungkin terjadi pada keadaan-keadaan

tertentu saja

Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)

2. Analisis Semikuantitatif

Analisis semikuantitatif bukan bagian dari analisis kuantitatif,

analisis ini menghasilkan prioritas yang lebih rinci dibandingkan dengan

analisis kualitatif, karena risiko dibagi menjadi beberapa kategori. Pada

prinsipnya metode ini hampir sama dengan analisis kualitatif,

perbedaannya yaitu uraian atau deskripsi dari parameter yang ada pada

analisis semikuantitatif dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu.

Menurut AS/NZS 4360:1999, analisis semikuantitatif

mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu

probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi.

Terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi dari paparan dengan

probabilitas terjadinya risiko. Dalam metode analisis semikuantitatif

terdapat 3 unsur yang dijadikan pertimbangan, yaitu:

Page 64: Dita Wianjani

107

a. Konsekuensi (consequences)

Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan dari

efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan

pekerjaan. Tingkat konsekuensi metode analisis semikuantitatif dibagi

ke dalam beberapa kategori yang dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Kategori Konsekuensi Secara Semikuantitatif

Kategori Deskripsi Rating

Catastrophic Kerusakan yang sangat parah dengan kerugian di

atas $1.000.000, terhentinya aktivitas, kerusakan

besar-besaran, dan menetap terhadap lingkungan.

100

Disaster Kematian, kerusakan setempat dan menetap

terhadap lingkungan dengan kerugian $500.000-

$2.000.000.

50

Very serious Cacat atau penyakit yang menetap, kerusakan

sementara terhadap lingkungan, kerugian

$50.000-$500.000.

25

Serious Cidera atau penyakit yang serius tetapi

sementara (tidak menetap), efek yang merugikan

terhadap lingkungan, kerugian $5.000-$50.000.

15

Important Membutuhkan penanganan medis, kerugian

sebesar $500-$5.000, efeknya dapat dirasakan

tetapi tidak terlalu merugikan.

5

Noticeable Luka ringan, memar, atau penyakit yang ringan,

kerusakan kecil dengan kerugian produk sebesar

<$500, kerugian setempat yang sangat kecil

dengan efek yang juga setempat.

1

Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)

b. Paparan (exposure)

Paparan menggambarkan tingkat frekuensi interaksi antara sumber

risiko yang terdapat di tempat kerja dengan pekerja serta

menggambarkan kesempatan yang terjadi ketika sumber risiko ada

Page 65: Dita Wianjani

108

yang akan diikuti oleh dampak atau konsekuensi yang akan

ditimbulkan. Tingkat konsekuensi tersebut akan ditentukan ke dalam

beberapa kategori tingkat paparan yang mempunyai rating yang

berbeda yang dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4

KategorExposure Secara Semikuantitatif

S

u

m

b

e

r

: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)

c. Kemungkinan (likelihood)

Kemungkinan adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan

terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan

pekerjaan. Kemungkinan tersebut akan ditentukan ke dalam kategori

tingkat kemungkinan yang mempunyai rating yang berbeda yang dapat

dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5

Kategori Likelihood Secara Semikuantitatif

Kategori Deskripsi Rating

Almost certain Akibat yang paling mungkin timbul apabila

kejadian tersebut terjadi

10

Likely Kemungkinan terjadi 50-50 6

Kategori Deskripsi Rating

Continously Terjadi secara terus-menerus atau setiap hari 10

Frequent Terjadi kira-kira satu kali setiap hari 6

Occasionaly Terjadi sekali seminggu sampai dengan sekali

sebulan

3

Infrequent Terjadi sekali sebulan sampai dengan sekali

setahun

2

Rare Pernah terjadi tetapi sangat jarang 1

Very rare Tidak pernah terjadi 0,5

Page 66: Dita Wianjani

109

Unsual Kemungkinan terjadi tetapi jarang 3

Remotely

possible

Kejadian yang sangat kecil kemungkinannya

untuk terjadi

1

Conceivable Mungkin terjadi, tetapi tidak pernah terjadi

meskipun dengan paparan yang bertahun-tahun.

0,5

Practicaly

impossible

Tidak mungkin terjadi atau sangat tidak mungkin

terjadi

0,1

Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)

Tingkat risiko (level of risk) pada analisis semikuantitatif merupakan

hasil perkalian dari variabel konsekuensi, paparan, dan kemungkinan dari

risiko-risiko keselamatan kerja yang terdapat pada setiap tahapan

pekerjaan.

Tingkat risiko metode analisis semikuantitatif dibagi ke dalam beberapa

kategori yang dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6

Kategori Tingkat Risiko (Level of Risk) dengan Metode Semikuantitatif

Tingkat Risiko

(Level of Risk)

Comment Tindakan

>350 Very high Aktivitas dihentikan sampai risiko

dikurangi hingga mencapai batas

yang dibolehkan atau diterima

180-350 Priority 1 Perlu pengendalian sesegera mungkin

70-180 Substansial Mengharuskan adanya perbaikan

secara teknis

20-70 Priority 3 Perlu diawasi dan diperhatikan secara

berkesinambungan

<20 Acceptable Intensitas yang menimbulkan risiko

dikurangi seminimal mungkin

Sumber: Risk Management AS/NZS 4360 (1999)

Nilai risiko = Consequences (C) x Exposure (E) x Likelihood (L)

Page 67: Dita Wianjani

110

3. Analisis Kuantitatif

Merupakan langkah pertama dalam kuantifikasi risiko adalah

mendefinisikan kemungkinan outcome. Total risiko adalah total dari

semua potensi risiko. Keuntungan analisis kuantitatif antara lain:

a. Membuktikan kebenaran bahwa hasil intuisi kita bisa salah.

b. Dalam menentukan angka konsekuensi menjadi seragam.

c. Mempertimbangkan secara detail faktor dari efek risiko.

Kelemahan analisis kuantitatif antara lain:

a. Harus mengacu model.

b. Orang lebih percaya angka daripada penglihatannya.

Masing-masing metode analisis di atas mempunyai kelebihan dan

kekurangan, yaitu (Cross, 1998):

Tabel 2.7

Kelebihan dan Kekurangan Metode Analisis Menurut Cross (1998)

No. Metode Analisis Kelebihan Kekurangan

1. Kualitatif a. Lebih mudah

b. Lebih cepat

Kurang akurat daripada

analisis yang lain

2. Semikuantitatif a. Lebih akurat

daripada analisis

kualitatif

b. Lebih mudah dan

cepat daripada

analisis kuantitatif

a. Kurang akurat

daripada analisis

kuantitatif

b. Skala yang

digunakan harus

tepat untuk

menentukan tingkat

risiko

3. Kuantitatif Lebih akurat daripada

analisis lainnya

a. Waktu yang

dibutuhkan lebih

lama daripada

analisis lainnya

Page 68: Dita Wianjani

111

b. Sumber data harus

memadai dan

representative

Sumber: Risk Management Study Notes. Jean Cross. 1998

Dari ketiga metode analisis yang ada, penulis menggunakan metode

semikuantitatif berdasarkan pertimbangan kelebihan metode analisis risiko

menurut Cross, yaitu lebih akurat daripada analisis kualitatif, lebih mudah

dan cepat daripada analasis kuantitatif, dan pertimbangan pemaparan yang

dijadikan faktor tingkat risiko menurut AS/NZS 4360:1999.

Page 69: Dita Wianjani

112

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Berpikir

Penelitian ini bertujuan menghubungkan antara hasil analisis risiko keselamatan

kerja dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja di unit shredder

facility PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010 secara kulaitatif.

. Setiap tahapan analisis risiko, peneliti melakukan komunikasi dan konsultasi

dengan stakeholder internal. Pada gambar pertama ,peneliti mencari tingkat risiko

keselamatan kerja, dengan metode analisis risiko (AS/NZS) Australian Standard/New

Zeland Standard : 4360, 1999/2004. Setelah mendapat hasil analisis risiko maka gambar

pertama akan menjelaskan hubungannya dengan gambar kedua yaitu kejadian

kecelakaan kerja yang didapat berdasarkan data kecelakaan kerja perusahaan . Maka

dapat diketahui hubungan antara hasil analisis risiko keselamatan kerja dengan kejadian

kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerja shredder facility unit Geocycle PT

Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.

Page 70: Dita Wianjani

113

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Analisis Tingkat Risiko

Kejadian kecelakaan kerja di Shredder Facility PT

Holcim Indonesia Tbk

Analisis Risiko

Menentukan nilai konsekuensi, paparan, dan kemungkinan

Menentukan nilai risiko = konsekuensi x paparan x kemungkinan

Menentukan kategori tingkat risiko

Page 71: Dita Wianjani

114

3.2 Definisi Istilah

Tabel 3.1 Definisi Istilah Tahapan Manajemen Risiko (Menjelaskan)

No. Nama Istilah Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

1. Analisis Risiko Sebuah

sistematika yang

menggunakan

informasi yang

didapat untuk

menentukan

seberapa sering

kejadian tertentu

dapat terjadi dan

besarnya

konsekuensi

tersebut pada

kegiatan proses

shredding

Pedoman

wawancara dan

lembar

observasi

Wawancara dan

observasi

a. probability

b. consequence

c. exposure

1.1 Probabilitas

(probability)

Kemungkinan

terjadinya suatu

kecelakaan dari

kegiatan proses

shredding

Pedoman

wawancara dan

lembar

observasi

Wawancara dan

observasi

10 Almost certain (Kejadian yang

paling sering terjadi)

6 Likely (Kesempatan terjadi

kecelakaan 50%-50%)

3 Unsual but possible (tidak biasa

namun mungkin)

1 Remotely possible (sesuatu

kejadian yang sangat kecil

kemungkinan terjadi)

0,5 Conceivable (tidak pernah terjadi

Page 72: Dita Wianjani

115

kecelakaan dalam tahun-tahun

pemajanan tetap mungkin terjadi)

0,1 Practically impossible (sangat

tidak mungkin terjadi)

1.2 Konsekuensi

(consequence)

Perkiraan dampak

negative yang

mungkin timbul

dari kegiatan

proses Shredding

Pedoman

wawancara dan

lembar

observasi

Wawancara dan

observasi

100 Catastrophic (aktifitas dihentikan,

kerusakan permanen pada

lingkungan)

50 Disaster (kematian, kerusakan

permanen yang bersifat local

terhadap lingkungan)

25 Very serious (cacat permanen,

kerusakan lingkungan yang tidak

permanen)

15 Seriuos (seruis tapi

mengaikibatkan cacat non-

permanen atau kesakitan, efek

buruk pada lingkungan)

5 Important (dibuthkan perawatan

medis, terjadi emisi buangan di

dalam lokasi tetapi mengakibatkan

kerusakan)

1 Noticeable (luka-luka atau sakit

ringan, sedikit kerugian produksi,

kerugian tingan atau terhentinya

proses kerja untuk sementara)

1.3 Pajanan

(exposure)

Frekuensi pajanan

bahaya dari

kegiatan proses

Pedoman

wawancara dan

lembar

Wawancara dan

observasi

10 Continousliy (sering terjadi dalam

sehari)

Page 73: Dita Wianjani

116

shredding observasi

6 Frequently (kira2 satu kali dalam

sehari)

3 Occasionally (1 kali seminggu

sampai 1 kali sebulan)

2 Infrtequent ( 1 kali dala sebulan

sampai sekali dalam setahun)

1 Rare (diketahui kapan terjadinya)

0,5 Very rare (tidak diketahui

terjadinya)

1.5 Tingkat Risiko Kategori ini

berdasarkan dari

hasil perkalian

antara probability,

consequence, dan

exposure pada

kegiatan proses

Shreeding

Rumus analisis

risiko semi

kuantitatif

“tingkat risiko

Mengkalikan .

consequence x

likeklihood x

exposure

>350 Very high (penghentian aktifitas

sampai risiko dikurangi)

180-

350

Priority 1 (Penanganan

secepatnya)

70-

180

Substansial (mengharuskan adanya

perbaikan)

20-70 Priority 3 (memerlukan perhatian)

<20 Acceptable (lakukan kegiatan

selayaknya)

Page 74: Dita Wianjani

117

Tabel 3.2 Definisi Istilah Kecelakaan Kerja (Dijelaskan)

No. Nama Istilah Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

1. Kecelakaan

Kerja di

Shredder

facility PT

Holcim

Indonesia Tbk

Kecelakaan kerja

adalah kejadian

yang tidak

diinginkan yang

berhubungan

dengan pekrjaan

yang dapat

mengakibatkan

cidera/kematian

terhadap orang,

kerusakan harta

benda atau

terhentinya proses

produksi (Freddin

Warsto dan Loui

Arthur Mamesah,

2003)

Pedoman

Wawancara dan

lembar observasi

Wawancara dan

Observasi

Gambaran kejadian kecelakaan kerja pada

Shredder facility PT Holcim Indonesia Tbk.

Page 75: Dita Wianjani

118

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah metode kualitatif. Pada penelitian ini untuk

mengetahui tingkat risiko keselamatan kerja diggunakan metode analisis risiko

semikuantitatif berdasarkan standar AS/NZS 4360:1999/2004.Hasil analisis risiko yang

diperoleh dihubungkan dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada

Shredder facility PT. Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Shredder facility, unit Geocycle, PT.Holcim Indonesia

Tbk, yang berlokasi di Jalan Raya Narogong Kecamatan Kelapa nunggal Bogor.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010

4.3. Informan

Page 76: Dita Wianjani

119

Kriteria informan pada penelitian ini adalah :

1. Pekerja unit Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk

2. Pekerja unit Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk yang berinteraksi

langsung dengan proses Shredding. I

3. Pekerja PT.Holcim Indonesia Tbk yang bertanggung jawab terhadap

Shredder facility

4. Pekerja yang mengetahui kronologi kejadian kecelakaan kerja yang pernah

terjadi

Sebagai informan pada penelitian ini adalah :

1. petugas OS&H

2. penanggung jawab Shredder facility

3. pekerja yang bertugas pada bagian pengoperasian shredder

4. korban kecelakaan kerja

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data sekunder diperoleh dari wawancara dan observasi kepada petugas

OS&H berupa profil perusahaan dan data kecelakaan kerja di Shredder facility.

Sedangkan, data primer diperoleh melalui wawancara dengan petugas OS&H,

penanggung jawab Shredder, pekerja shredder dan korban kecelakaan, selain itu

data primer dapat pula diperoleh melalui observasi langsung dengan

menggunakan alat dokumentasi berupa kamera, yaitu dengan mengamati pekerja

pada setiap tahapan proses shredding di PT Holcim Indonesia

Page 77: Dita Wianjani

120

Tabel 4.1

Data Sekunder

No. Nama Data Sumber Metode Pengumpulan Instrumen

Penelitian

1. Struktur

Organisasi

OH&S dan

tahapan

pekerjkaan

Shredder

facility

Petugas OH&S

dan penanggung

jawab Shredder

Wawancara dan

observasi

Pedomana

Wawancara dan

lembar observasi

2. Data

kecelakaan

kerja

Petugas OH&S,

Penanggung

jawab Shredder,

pekerja

shredder dan

korban

Kecelakaan

Wawancara dan studi

dokumen

Pedoman

Wawancara dan

lembar observasi

Tabel 4.2

Page 78: Dita Wianjani

121

Data Primer

4.5 Pengolahan Dan Analisis Data

Pada tahap awal penelitian ini, peneliti mencari tingkat risiko keselamatan

kerja, dengan metode analisis risiko (AS/NZS) Australian Standard/New Zeland

Standard : 4360, 1999/2004. Diawali dengan penentuan ruang lingkup dengan

melihat struktur organisasi OH & S PT.Holcim Indonesia Tbk dan tahapan

pekerjaan di Shredder facility, dilanjutkan dengan identifikasi risiko menggunakan

No. Nama Data Sumber Metode Pemgumpulan Instrumen

Penelitian

1. Gambar

pekerjaan

Shredder

facility

Observasi Kamera

2. Risiko di

Shredder

Facility

Petugas OS&H,

Penanggung

jawab Shredder,

pekerja

shredder dan

korban

Kecelakaan

Wawancara Pedoman

Wawancara

Page 79: Dita Wianjani

122

job safety analysis ( JSA) untuk mengetahui risiko kecelakaan kerja, penyebab,

dan upaya pengendalian yang telah dilakukan pihak perusahaan, kemudian

melakukan analisis risiko dengan menggunakan metode analisis semikuantitatif

berdasarkan Australian Standard/New Zealand Standard 4360:1999/2004 untuk

menentukan konsekuensi, paparan, dan kemungkinan. Langkah selanjutnya yaitu

menentukan nilai risiko dengan rumus:

.

Setelah mendapatkan nilai risiko, kemudian menentukan tingkat risiko dari

setiap tahapan pekerjaan dalam bentuk skor.

Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah, mendapatkan gambaran

kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada shredder facility dari sejak awal

berdirinya, yaitu tahun 2008 dengan melakukan wawancara dan studi dokumentasi.

Data yang diperoleh dari hasil wawacara ini adalah kronologi kejadian kecelakaan

kerja, waktu kecelakaan kerja, dampak kecelakaan kerja dan pengendalian yang saat

itu diterapkan.

Selanjutnya tingkat risiko yang didapatkan dari hasil analisis risiko

dihubungkan dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah terjadi pada Shredder

facility PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010.

4.6 Validitas data

Nilai Risiko : Konsekuensi x paparan x kemungkinan

Page 80: Dita Wianjani

123

Validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi data.

Teknik triangulasi data ini digunakan untuk keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

suatu data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber

dan triangulasi metode. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang

berbeda.

Tabel 4.3

Tabel Triangulasi Sumber

No. Nama Data Sumber Metode Pengumpulan

Data

1. Data Kecelakaan Kerja Petugas OS&H,

penanggung jawab

Shredder, pekerja dan

korban kecelakaan kerja

Wawancara

2. Risiko di Shredder

facility

Petugas OS&H,

penanggung jawab

Shredder, pekerja dan

korban kecelakaan kerja

Wawancara

Page 81: Dita Wianjani

124

Sedangkan triangulasi metode adalah membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui metode yang

berbeda.

Tabel 4.4

Triangulasi Metode

No. Nama Data Metode

1. Profil Perusahaan Wawancara dan observasi

2. Alur pekerjaan Wawancara dan Observasi

Page 82: Dita Wianjani

125

BAB V

HASIL

5.1 Struktur Organisasi OH&S dan Tahapan Pekerjaan Proses Produksi Shredding

PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

5.1.1 Struktur Organisasi OH&S

Sesuai dengan tujuan Sistem Manajemen K3 untuk mencegah dan

mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja

yang aman, efisien dan produktif., maka dibentuk suatu tim yang ringkas tetapi

memiliki kemampuan cepat dalam pembuatan peraturan, standar K3 perusahaan

dan materi pelatihan untuk mengembangkan sistem manajemen K3.Tim K3 di

PT Holcim Indonesia Tbk ini disebut tim OH&S yang memiliki tujuan mencapai

nilai nihil “nil” kecelakaan pada karyawan, kontraktor dan pengunjung

Sumber : OH&S Coorporate PT Holcim

Gambar 5.1

Struktur Organisasi OH&S Corporate Holcim

Page 83: Dita Wianjani

126

Dengan acuan kepada Undang-undang dan pemerintahan Indonesia serta

OSHAS 18001, Holcim mengembangkan OH&S Pyramid yang dijadikan standar

K3 yang dibuat oleh Holcim dan diperkenalkan akhir tahun 2002. OH&S Pyramid

ini wajib dilaksanakan oleh seluruh anggota group Holcim dengan pencapauian

green pyramid

OH&S Green Pyramid

Sumber : OH&S Coorporate PT Holcim

Gambar 5.2

Green Pyramid

5.1.1.1 OH&S Project

1. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dilakukan secara serentak oleh seluruh organisasi,

identifikasi bahaya ini disusun oleh perwakilan unit kerjayang tergabung

dalam Multi Diciplinary Team dengan anggota 34 orang

2. Kampanye K2

Kampanye K3 yang dilakukan secara aktif seperti 10 prinsip keselamatan,

hadiah untuk karyawan, tema k3 bulanan, door to door OHS coaching,

Page 84: Dita Wianjani

127

majalah K3 untuk karyawan, presentasi di manager forum, penghargaan bagi

karyawan

3. Induksi dan Training

a. Sertifikasi juru las

b. Peningkatan skill fire brigade

c. Promosi program K3 baru

d. Pelatihak K3 di training center

e. Kontraktor Training

f. Sertifikasi operator forklift

4. Pelaporan Bahaya

Perlu tersedianyya sistem yang mudah bagi karyawan untuk melaporkan

bahaya yang ditemuinya di tempat kerja, maka dibuatkan suatu sarana yang

mudah dan jelas penanggungjawabnya untuk menindaklanjuti laporan bahaya

dari karyawan.

5. Penghargaan bagi karyawan

Perlu adanya penghargaan individu bagi karyawan yang berpartisipasi dalam

program K3, program ini baru diperkenalkan tahun 2006

6. Safety Observation Tour

Merupakan sarana untuk memperlihatkan kepedulian atasan akan

keselamatan anggotanya

7. Planned Inspection

Page 85: Dita Wianjani

128

Untuk meningkatkan kesadaran pekerja akan keselamatan di tempat kerjanya,

dengan melibatkan seluruh karyawan terutama karyawan tingkat dasar

(member)

8. 10 Peraturan Keselamatan

Merupalakan pedoman bagi pekerja dan kontraktor akan peraturan keselatan

di tempat kerja, diperkenalkan kepada seluruh pekerja semenjak April 2005

9. Induksi

Keselamatan tamu adalah tanggung jawab Kita bersama, maka sudah

kewajiban penerima tamu untuk memberikani induksi terhadap tamunya

10. Kesehatan Tempat Kerja

Menciptkan tempat kerja yang nyaman untuk meningkatkan produktifitas

pekerja

11. Safety Talk

Adanya komunikasi antara Pekerja dan Atasan, selain untuk membina

pekerja juga untuk memperlihatkan komitmen Atasan akan K3

12. Perlombaan K3 antar unit kerja

Diperlukan adanya sarana yang dapat meningkatkan kerjasama yang terkait

dengan K3, yang dilakukan pada bulan K3.

13. Fire Volunteer

Untuk mempercepat penanganan kebakaran dan kecelakaan

14. OH&S Audit

OH&S audit dilakukan secara berkala terhadap pelakasanaan sistem K3

Page 86: Dita Wianjani

129

5.1.2 Tahapan Pekerjaan Proses Shredding PT Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Shredder facility merupakan salah satu sub-bagian dari Geocycle. Dimana

Shredder adalah salah satu layanan khusus solusi penanganan limbah yang

mengembangkan kegiatan co-processing atau pemanfaatan limbah yang akhirnya

akan digunakan sebagai bahan bakar alternative (Alternative fuel & raw material /

AFR) menggantikan batu bara yang berfungsi sebagai sumber utama bahan bakar

untuk pembakaran bahan baku semen. Bahan bakar alternative tersebut berasal

dari limbah padat maupun cair yang berasal dari berbagai macam limbah. Proses

pencacahan limbah yang biasa disebut proses shredding terdiri dari beberapa

tahapan yang saling berhubungan untuk setiap prosesnya. Proses di Shredder

facility dilalui oleh beberapa tahap, seperti :

1. Tahap Persiapan Awal (Housekeeping )

diawali dengan proses persiapan awal yang bertujuan agar proses kerja berjalan

dengan baik dan bersih, biasanya pada proses persiapan awal ini para pekerja

melakukan housekeeping seperti

a. Membersihkan handrail

Tahap membersihkan Handrail ini dilakukan setiap awal shift atu 3 kali

dalam sehari. Tujuan dari pembersihan handrail ini adalah agar fasilitas shredder

berada pada kondisi yang bersih dan aman. Posisi handrail berada melingkupi

Shredder dan sebagian besar terletak pada ketinggian < 2 m. Untuk

membersihkan handrail dari residu material, helper menggunakan air, minyak

atau solar.

Page 87: Dita Wianjani

130

b. Mengecek chute magnet separator

Tahap mengecek chute magnet separator ini dilakukan setiap awal shift

atau 3 kali dalam sehari. Tujuan dari pengecekan chute magnet separator

ini adalah melihat apakah chute magnet separator masih berfungsi dengan

baik dan melihat apakah terdapat plak yang menempel pada chute magnet

separator . Posisi chute magnet separator berada pada ketinggian > 2 m.

Untuk membersihkan plak pada chute magnet separator, helper

menggunakan bar (tongkat panjang).

c. Membersihkan screen

Tahap membersihkan screen ini dilakukan setiap awal shift atau 3 kali

dalam sehari khususnya ketika ada material yang tersangkut pada screen.

Tujuan dari membersihkan screen ini adalah melancarkan screen dari

material yang tersangkut. Untuk melancarkan screen, helper menggunakan

cutter, gunting atau bar (tongkat panjang).

d. Adjusting belt conveyor (meluruskan belt conveyor)

Tahap Adjusting belt conveyor ini dilakukan seminggu sekali, sebelum

Shredder diaktifkan pada awal shift . Tujuan dari Adjusting belt conveyor

adalah meluruskan belt conveyor yang keluar dari jalur akibat material. ,

Untuk adjusting belt conveyor, helper menggunakan screw.

Page 88: Dita Wianjani

131

2. Proses Persiapan dan Penyimpanan Material

Tahapan proses persiapan dan penyimpanan material pada storage antara lain,

a. Perapihan material oleh wheel loader

Tahap perapihan material oleh wheel loader ini dilakukan setiap hari.

Tujuan dari perapihan material oleh wheel loader ini adalah melihat agar

material di storage rapi dan tidak berceceran keluar storage.Material yang

dirapihkan oleh wheel loader adalah berbagai material limbah (cair dan

padat ) khusus limbah cair, operator wheel loader akan menyatukannya

terlebih dahulu dengan serbuk gergaji, agar limbah cair lebih mudah bersatu

dengan material lainnya.

3. Shredding Procces

Proses Shredding dilanjutkan dengan :

Memasukan material menuju hooper shredder oleh wheel loader atau yang

biasa disebut sebagai proses shredding, proses ini merupakan tahap awal dari

proses pencacahan limbah di unit Shredder facility.

Pada dasarnya kegiatan shredding di unit ini sudah dilakukan secara

otomatis, pekerja hanya bersifat mengawasi dan melakukan pembersihan.

a. Shreeding material pada Hooper

Tahap Shreeding material pada Hooper ini dilakukan setiap saat selama

material tersedia. Shredding merupakan inti dari kegiatan pada Shredder facility,

pada tahap ini wheel loader yang memasukan material pada hooper.Material

yang dimasukkan pada Hooper adalah berbagai material (cair dan padat), khusus

Page 89: Dita Wianjani

132

limbah cair, operator wheel loader akan menyatukannya terlebih dahulu dengan

serbuk gergaji.

b. Menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu

Tahap menebar serbuk gergaji dilakukan setiap hari, khususnya saat terdapat

residu dari material yang bersifat cairan, pada tahap ini helper yang

melakukan penebaran serbuk gergaji, tujuan dari menebar serbuk gergaji

adalah agar permukaan yang terkena ceceran dari material cair tidak

membuat permukaan di sekitar shredder menjadi licin, , kegiatan ini

dilakukan sesering mungkin oleh pekerja

c. Memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material

Tahap Memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material

dilakukan setiap hari, pada tahap ini helper yang memberikan parfume pada

fasilitas shredder dan material, tujuan dari memberikan parfume pada

fasilitas shredder dan material adalah agar aroma material yang sangat

menyengat bisa sedikit diminimalisir, kegiatan ini dilakukan sesering

mungkin oleh pekerja.

4. Memasukan product pada box dan pengiriman product

Kegiatan selanjutnya adalah proses memasukan material ke dalam box

untuk diantarkan ke pre-heater untu proses selanjutnya, kegiatan ini dilakukan di

lokasi penyimpanan hasil akhir product, kegiatan yang dilakukan pada saat ini

adalah:

a. Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk

Page 90: Dita Wianjani

133

Tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk dilakukan

setiap material sudah dibutuhkan oleh bagian pembakaran, pada tahap ini box

dinaikan menggunakan forklift menuju truck., kegiatan ini dilakukan sesuai

dengan kebutuhan pembakaran material.

b. Mengirimkan box menuju tempat pembakaran

Tahap mengirimkan box menuju tempat pembakaran dilakukan setiap ketika

material sudah dibutuhkan oleh bagian pembakaran, pada tahap ini box dibawa

truck.menuju tempat pembakaran, kegiatan ini dilakukan sesuai dengan

kebutuhan pembakaran material untuk dijadikan bahan bakar alternative

pembuatan semen.

Proses shredding ini melibatkan pekerja sebanyak 3 orang yang terdiri dari

1 orang penanggung jawab lapangan, 2 orang helper. Material yang digunakan

adalah limbah padat maupun cair yang berasal dari berbagai macam limbah.

Peralatan yang digunakan yaitu mesin pencacah atau shredder serta peralatan

pendukung seperti bobcap, wheel loader, truck dan crane.

Pengendalian risiko yang telah dilakukan pada proses Shredding antara lain:

a. Safety briefing

Kegiatan ini dilaksanakan sebelum jam kerja. Seperti sosialisasi penggunaan

APD, membahas kecelakaan kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

safety.

b. Sudah terpasangnya alat pengaman pada peralatan kerja seperti safety guard

(batas antara mesin dengan area kerja) serta rail guard pada platformyang

berada pada ketinggian, tersedianya hydrant , handrail sebagai alat pengaman

Page 91: Dita Wianjani

134

ketika menaiki tangga, adanya emergency stop pada panel control untuk

menghentikan proses kerja ketika terjadi kecelakaan kerja.Tersedianya alarm

pada crane yang bertujuan untuk menandakan bahwa crane sedang beroperasi

serta penerapan LOTO pada semua mesin.

c. Pemasangan warning sign tentang penggunaan APD

d. Penggantian APD secara berkala terhadap peralatan kerja khususnya yang

berkaitan dengan safety.

e. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh pihak perusahaan.

APD yang digunakan terdiri dari helmet, earmuff, goggle, gloves, safety shoes,

mask organic dan seragam kerja lengan panjang

5.2 Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Shredding PT Holcim

Indonesia Tbk. Tahun 2010

Identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses shredding dilakukan dengan

menggunakan metode JSA .

5.2.1 Identifikasi Risiko pada Tahap Persiapan Awal (Housekeeping)

5.2.1.1 Membersihkan Handrail

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini yaitu terpeleset dan terjatuh . Upaya pengendalian risiko yang

telah dilaksanakan oleh perusahaan untuk mencegah risiko keselamatan kerja

terpeleset akibat kondisi tempat kerja yang licin karena terdapat ceceran oil

sludge, paint sludge maupun zat cair lainnya dan pekerja tidak menggunakan

Page 92: Dita Wianjani

135

safety shoes. Perusahaan telah melakukan upaya engineering control dengan

menyediakan handrail dan lantai yang kasar. Administrative control dengan

menyediakan Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran

zat cair di lantai, memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety

briefing sebelum bekerja, melakukan house keeping, dan menggunakan APD

lengkap (helmet, organic mask,goggle, sarung tangan,safety shoes, seragam

lengan panjang).

Risiko terjatuh dapat terjadi karena handrail berada pada ketinggian dan

ketika bekerja, pekerja tidak selalu memegang handrail dan perusahaan telah

melakukan upaya engineering control seperti memasang handrail pada platform.

Administrative control seperti memasang warning sign tentang penggunaan

APD, safety briefing sebelum bekerja dan menggunakan APD lengkap(helmet,

organic mask,goggle, sarung tangan,safety shoes, seragam lengan panjang).

5.2.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini adalah terpeleset dan tersandung roller. Risiko terpeleset terjadi

karena kondisi lantai Shredder yang mendaki dan licin karena ceceran oil

sludge, paint sludge maupun zat cair lainnya serta pekerja tidak menggunakan

safety shoes. Pengendalian yang telah ada yaitu perusahaan telah melakukan

upaya engineering control dengan menyediakan handrail dan lantai yang kasar.

Administrative control dengan menyediakan Standard Operation yang berisi

tentang cara pengendalian ceceran zat cair di lantai, memasang warning sign

Page 93: Dita Wianjani

136

tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, melakukan house

keeping, dan menggunakan APD lengkap(helmet, organic mask,goggle, sarung

tangan,safety shoes, seragam lengan panjang).

Risiko terjatuh dapat terjadi karena lokasi chute magnet separator berada

pada ketinggian > 2 M. Pengendalian yang telah ada yaitu perusahaan telah

melakukan upaya engineering control dengan memasang handrail pada tangga

dan platform. Administrative control dengan memasang warning sign tentang

penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan menggunakan APD

lengkap.

5.2.1.3 Membersihkan Screen

Tahap pekerjaan membersihkan screen dilakukan dengan masuknya helper

kedalam screen shredder untuk melancarkan jalannya screen dari hambatan-

hambatan seperti, mengambil batu, menyabut benang, dan benda lainnya yang

tersangkut pada screen. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan

petugas OH&S, penganggung jawab shredder, dan helper, risiko keselamatan

kerja yang terdapat pada tahapan ini adalah tangan yang terputus, terpeleset,

terjatuh, terbentur penutup screen. Risiko tangan terputus disebabkan karena

mesin screen yang berputar atau saat helper akan menyabut benang atau benda

lainnya yang tersangkut pada screen, helper menggunakan benda tajam atau bar.

Upaya pengendalian yang telah dilakukan yaitu tersedianya LOTO (Lock out tag

out), memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum

bekerja, dan menggunakan APD lengkap.

Page 94: Dita Wianjani

137

Risiko terpeleset dapat terjadi karena permukaan screen yang licin dan

tidak rata serta pekerja tidak menggunakan safety shoes. Upaya pengendalian

yang sudah dilakukan persusahaan adalah administrative control seperti

memasang warning sign mengenai pemakaian APD, safety briefing sebelum

bekerja, dan menggunakan APD lengkap.Untuk risiko terjatuh dapat terjadi saat

helper memasuki screen, karena helper harus melangkahi pemisah screen yang

cukup tinggi, upaya perusahaan untuk mengendalikan risiko keselamatan kerja

terjatuh ini adalah memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety

briefing sebelum bekerja, dan menggunakan APD lengkap.

Sedangkan untuk risiko terbentur penutup screen, hal ini dapat terjadi

karena penutup screen memiliki batas maksimal yang rendah saat dibuka,

sehingga memungkinkan perkerja terbentur dengan penutup screen. Upaya

pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan untuk risiko keselamatan kerja

terbentur screen adalah memasang warning sign tentang penggunaan APD,

safety briefing sebelum bekerja, dan menggunakan APD lengkap.

5.2.1.4 Adjusting Belt Conveyor

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OS&H,

penganggung jawab shredder, dan helper, risiko keselamatan kerja yang

terdapat pada tahapan ini adalah pergelangan tangan yang terkilir, tangan yang

terputus, terjatuh, terpeleset, dan kebakaran.Risiko pergelangan terkilir dapat

terjadi karena, ketika helper melakukan adjusting belt conveyor, helper

menggunakan tangannya secara manual untuk memutar belt yang cukup berat.

Pengendalian yang telah ada yaitu perusahaan telah melakukan upaya

Page 95: Dita Wianjani

138

administrative control dengan melakukan safety briefing sebelum bekerja, dan

penggunaan APD lengkap.

Untuk risiko tangan yang terputus dapat terjadi ketika helper melakukan

adjusting belt conveyor secara langsung, dengan membuka safety guard yang

telah terpasang. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah

engineering control dengan pemasangan handrail, administrative control

dengan safety briefing sebelum bekerja.

Risiko terjatuh dapat terjadi ketika helper berlari mendaki jalan untuk

melihat belt conveyor yang sudah diluruskan, upaya pengendalian yang sudah

dilakukan oleh perusahaan adalah engineering control dengan pemasangan

handrail disepanjang jalan yang mendaki, administrative control dengan

memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum

bekerja, dan penggunaan APD lengkap.Untuk risiko terpeleset dapat terjadi

karena banyak ceceran residu yang berada di jalan, yang membuat jalan menjadi

licin dan dapat menyebabkan helper terpeleset. Upaya pengendalian yang sudah

dilakukan perusahaan adalah engineering control dengan pemasangan handrail

disepanjang jalan yang mendaki, administrative control dengan menyediakan

Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran zat cair di

lantai dan dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety

briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Page 96: Dita Wianjani

139

Sedangkan untuk risiko kebakaran dapat terjadi ketika helper memotong

belt yang miring dengan menggunakan cutting torch yang dapat menyebabkan

kebakaran. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan adalah,

engineering control dengan tersedianya hydrant dan APAR tersedianya alarm

kebakaran, administrative control dengan Tersedianya working permit mengenai

pekerjaan yang melibatkan api, pengelasan, dan penggerindaan, safety briefing

sebelum bekerja. Hasil identifikasi risiko pada tahap persiapan awal

(Housekeeping) secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.1.

Page 97: Dita Wianjani

140

No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian

1 Membersihkan

handrail

Kondisi tempat kerja

licin akibat ceceran

ceceran oil sludge,

paint sludge maupun

zat cair lainnya dan

pekerja tidak

menggunakan safety

shoes

Terpeleset - menyediakan handrail untuk

dipegang oleh helper

- lantai yang dibuat kasar

- mersedianya Standard Operation

mengenai cara pengendalian ceceran

zat cair

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

Kondisi tempat kerja

berada pada

ketinggian (< 2 m)

Terjatuh < 2m - menyediakan handrail untuk

dipegang helper

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

2 Mengecek chute

magnet separator

Kondisi tempat kerja

licin akibat ceceran

ceceran oil sludge,

paint sludge maupun

zat cair lainnyaserta

kondisi jalan yang

mendaki

Terpeleset - menyediakan handrail untuk

dipegang oleh helper

- tersedianya Standard Operation

mengenai cara pengendalian ceceran

zat cair

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

Tabel 5.1

Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Shredder facility

PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

Page 98: Dita Wianjani

141

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

Posisi Chute Magnet

Separator yang berada

pada ketinggian (> 2

m)

Terjatuh > 2m - menyediakan handrail pada tangga

dan platform

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

4 Membersihkan Screen Ketika helper

membersihkan screen,

screen berputar karena

LOTO tak terpasang.

Tangan terputus - menerapkan LOTO (Lock out tag

out) pada panel 1 dan 2

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

Kondisi permukaan

screen yang licin dan

tidak rata, dan pekerja

tidak menggunakan

safety shoes

Terpeleset - memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

Saat helper memasuki

screen, helper harus

melangkahi pemisah

screen yang cukup

tinggi

Terjatuh - memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

4. Adjusting belt

conveyor

Ketika helper

melakukan adjusting,

helper menggunakan

tangannya secara

manual untuk

Pergelangan tangan

terkilir

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

- memasang warning sign tentang

penggunaan

Page 99: Dita Wianjani

142

memutar belt yang

cukup berat.

Ketika Helper

melakukan adjusting

belt conveyor secara

langsung dengan

membuka safety

guard yang telah

terpasang

Tangan terputus

- Memasang safety guard pada screw

- Safety briefing sebelum bekerja

Ketika helper berlari

mendaki jalan untuk

melihat belt conveyor

yang sudah diluruskan

Terjatuh

- menyediakan handrail pada tangga

dan platform

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

Kondisi jalan yang

licin akibat ceceran

residu, serta berjalan

secara terburu-buru

Terpeleset

- Menyediakan handrail untuk

dipegang oleh helper

- Tersedianya Standard Operation

mengenai cara pengendalian ceceran

zat cair

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

Ketika helper

memotong belt yang

miring menggunakan

cutting torch, tanpa

menghiraukan

Kebakaran - Memasang alarm kebakaran

- Memasang hydrant dan APAR

- Tersedianya working permit

mengenai pekerjaan yang

melibatkan api, pengelasan, dan

Page 100: Dita Wianjani

143

working permit penggerindaan

- Safety briefing sebelum bekerja

- Menggunakan APD lengkap.

Page 101: Dita Wianjani

144

5.2.2 Identifikasi Risiko pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material

5.2.2.1 Perapihan material oleh wheel loader

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OS&H,

penganggung jawab shredder, dan helper, risiko keselamatan kerja yang

terdapat pada tahapan ini adalah kebakaran dan tertabrak/menabrak. Risiko

kebakaran dapat terjadi karena short circuit pada wheel loader atau karena

gesekan antara material yang dirapihkan. Pengendalian yang telah ada yaitu

perusahaan telah melakukan upaya engineering control dengan memasang

hydrant dan APAR tersedianya alarm kebakaran.Upaya administrative control

dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, menyediakan

Material Safety Data Sheet (MSDS), safety briefing sebelum bekerja.

Untuk risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi apabila tidak adanya

koordinasi pengemudi dengan pengemudi lainnya sesuai dengan standard

operation. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan adalah engineering control

dengan pemasangan antena pada Wheel loader dan alat kemudi lainnya yang

sedang berjalan serta tersedianya cermin agar pengemudi dapat mengetahui

aktivitas disekitar, Upaya administrative control dengan memasang warning sign

tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan menggunakan

APD lengkap.

Page 102: Dita Wianjani

145

No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian

1 Perapihan material

oleh Wheel Loader

Terjadi karena short

circuit atau karena

gesekan antara

material yang

dirapihkan

Kebakaran - Memasang alarm

- Memasang hydrant dan APAR

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

Tidak adanya

koordinasi pengemudi

dengan pengemudi

lainnya sesuai dengan

standard operation

Tertabrak/Menabra

k

- memasang antenna pada kendaraan

yang sedang dipakai

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

Tabel 5.2

Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan penyimpanan Material

facility

PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

Page 103: Dita Wianjani

146

5.2.3 Identifikasi Risiko pada Tahap Shredding

5.2.3.1 Tahap memasukkan material pada Hooper

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini yaitu kebakaran, tertabrak/menabrak dan tertimpa material.

Risiko kebakaran dapat terjadi karena pada hooper ada gesekan yang dapat

menimbulkan panas, selain itu material yang dimasukkan merupakan zat

flammable atau mixing material yang memiliki titik api rendah. Upaya

pengendalian risiko yang telah dilaksanakan oleh perusahaan untuk mencegah

risiko keselamatan kerja kebakaran akibat mixing material pada hooper adalah

engineering control dengan memasang sprinkler tepat diatas hooper, tersedianya

hydrant dan APAR. Upaya administrative control dengan memasang warning

sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan

APD lengkap.

Risiko tertabrak/menabrak terjadi karena tidak ada koordinasi antar

pengemudi wheel loader dan pengemudi forklift atau pengemudi truck. Upaya

pengendalian yang telah dilakukan perusahaan adalah Administrative control

dengan menyediakan Standard Operation yang berisi tentang koordinasi

berkendaraan, memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing

sebelum bekerja, dan menggunakan APD lengkap .

Risiko tertimpa material terjadi karena muatan hooper yang terlalu

penuh, sehingga material yang did alma hooper terlempar keluar, dan helper

Page 104: Dita Wianjani

147

sedang berada di sekitar hooper.Upaya pengendalian yang sudah dilakukan

adalah Upaya administrative control dengan memasang warning sign tentang

penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD

lengkap

5.2.3.2 Menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini yaitu terpeleset, tersandung, tertimpa material ringan,

kebakaran.Risiko keselamatan kerja terpeleset dapat terjadi karena pada lantai

shredder facility terdapat ceceran residu. Upaya pengendalian yang sudah

dilakukan perusahaan adalah upaya administrative control dengan menyediakan

Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran zat cair di

lantai dan dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety

briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Risiko keselamatan kerja tersandung dapat terjadi karena disekitar

Shredder facility banyak peralatan yang berserakan.Upaya pengendalian yang

dilakukan perusahaan adalah upaya administrative control dengan memasang

warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, melakukan

housekeeping, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Untuk risiko tertimpa material dapat terjadi karena helper bekerja

dibawah belt conveyor yang berjalan, sehingga untuk material yang ringan

Page 105: Dita Wianjani

148

sering berjatuhan. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan

adalah upaya administrative control dengan memasang warning sign tentang

penggunaan APD, safety briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD

lengkap.

Sedangkan untuk risiko keselamatan kerja kebakaran dapat terjadi

apabila helper tidak mengikuti prosedur yang ada, seperti merokok, karena

serbuk gergaji merupakan bahan yang mudah sekali terbakar. Upaya

pengendalian risiko keselamatan kerja yang telah dilakukan oleh perusahaan

adalah engineering control dengan memasang sprinkler tepat diatas hooper,

tersedianya hydrant dan APAR serta alarm.Upaya administrative control dengan

memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum

bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

5.2.3.3 Memberikan Parfume Pada Fasilitas Shredder Dan Material

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini yaitu terpeleset, tersandung dan tertimpa material ringan.Risiko

keselamatan kerja terpeleset dapat terjadi karena pada lantai shredder facility

terdapat ceceran residu yang membuat jalan menjadi licin. Upaya pengendalian

yang sudah dilakukan perusahaan administrative control dengan menyediakan

Standard Operation yang berisi tentang cara pengendalian ceceran zat cair di

lantai dan dengan memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety

briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Page 106: Dita Wianjani

149

.

Risiko keselamatan kerja tersandung dapat terjadi karena disekitar

Shredder facility banyak peralatan yang berserakan.Upaya pengendalian yang

dilakukan perusahaan adalah upaya administrative control dengan memasang

warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, safety briefing

sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Untuk risiko tertimpa material dapat terjadi karena helper bekerja

dibawah belt conveyor yang berjalan, sehingga untuk material yang ringan

sering berjatuhan. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan

adalah upaya administrative control dengan memasang warning sign tentang

cara bekerja aman di Shredder facility, safety briefing sebelum bekerja, dan

penggunaan APD lengkap.

Page 107: Dita Wianjani

150

No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian

1 Memasukkan material

pada hooper

Pada Hooper ada

gesekan yang dapat

menimbulkan panas,

selain itu material

yang dimasukkan

merupakan zat

flammable atau ketika

mixing material

memiliki titik api yang

rendah.

Kebakaran - memasang alarm kebakaran

- memasang sprinkler tepat diatas

hooper

- memasang hydrant dan APAR

- mengganti tali sling pada crane

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

karena tidak ada

koordinasi antar

pengemudi wheel

loader dan pengemudi

forklift atau

pengemudi truck

Tertabrak/menabra

k

- menyediakan Standard operation

mengenai koordinasi berkendara

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

Tabel 5.3

Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas Shredder

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Page 108: Dita Wianjani

151

karena muatan hooper

yang terlalu penuh,

sehingga material

yang did alma hooper

terlempar keluar, dan

helper sedang berada

di sekitar hooper.

Tertimpa Material - memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

2 Menebar serbuk

gergaji pada lantai

yang terkena residu

karena pada lantai

shredder facility

terdapat ceceran

residu

Terpeleset - Tersedianya Standard Operation

mengenai cara pengendalian ceceran

zat cair

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

Disekitar Shredder

facility banyak

peralatan yang

berserakan

Tersandung - memasang warning sign tentang cara

bekerja aman di Shredder facility

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping

- menggunakan APD lengkap

Helper bekerja

dibawah belt conveyor

yang berjalan,

sehingga untuk

material yang ringan

sering berjatuhan.

Tertimpa material - memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

Page 109: Dita Wianjani

152

Helper tidak

mengikuti prosedur

yang ada, seperti

merokok, karena

serbuk gergaji

merupakan bahan

yang mudah sekali

terbakar

Kebakaran - memasang sprinkler tepat diatas

hooper

- memasang alarm kebakaran

- Tersedianya hydrant dan APAR

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

3. Memberikan parfume

pada fasilitas shredder

dan material

karena pada lantai

shredder facility

terdapat ceceran

residu yang membuat

jalan menjadi licin.

Terpeleset - Tersedianya Standard Operation

mengenai cara pengendalian ceceran

zat cair

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping dan safety

control, menggunakan APD lengkap

karena disekitar

Shredder facility

banyak peralatan yang

berserakan.

Tersandung

- memasang warning sign tentang cara

bekerja aman di Shredder facility

- safety briefing sebelum bekerja

- melakukan house keeping

- menggunakan APD lengkap

karena helper bekerja

dibawah belt conveyor

yang berjalan,

Tertimpa Material - memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

Page 110: Dita Wianjani

153

sehingga untuk

material yang ringan

sering berjatuhan.

- menggunakan APD lengkap

Page 111: Dita Wianjani

154

5.2.4 Identifikasi Risiko pada Tahap Memasukan Product Pada Box dan

Pengiriman Product

5.2.4.1 Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini yaitu kejatuhan box, tertimpa material dan

tertabrak/menabrak.Risiko keselamatan kerja kejatuhan box, dapat terjadi saat

helper menaikan box dengan bobcap ke truck. Upaya pengendalian yang sudah

perusahaan lakukan adalah upaya administrative control dengan memasang

warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, safety briefing

sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Untuk risiko tertimpa material, dapat terjadi ketika box dinaikan menuju

truck, dan material yang ada dalam box berjatuhan.Upaya pengendlaian yang

sudah perusahaan lakukan adalah upaya administrative control dengan

memasang warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility, safety

briefing sebelum bekerja, dan penggunaan APD lengkap.

Sedangkan untuk risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi karena kurangnya

koordinasi antar pengemudi forklift dan truck. Upaya pengendalian yang sudah

dilakukan oleh pihak perusahaan adalah Administrative control dengan

menyediakan Standard Operation yang berisi tentang koordinasi berkendaraan,

memasang warning sign tentang penggunaan APD, safety briefing sebelum

bekerja, dan menggunakan APD lengkap .

Page 112: Dita Wianjani

155

5.2.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas OH&S,

penanggung jawab shredder, dan helper .risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada tahapan ini yaitu box terjatuh dan tertabrak/.menabrak.Risiko keselamatan

kerja box terjatuh, dapat terjadi karena guard yang berada pada truck sangat

pendek, sehingga memungkinkan box terjatuh. Upaya pengendalian yang sudah

dilakukan oleh pihak perusahaan adalah administrative control dengan

memasang warning sign tentang cara bekerja aman di Shredder facility dan

safety briefing sebelum bekerja.

Untuk risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi karena truck berjalan di

jalan-jalan utama, dimana banyak lalu lalang kendaraan proyek lain seperti

dumptruck, wheel loader, forklift dan kendaraan pribadi.Upaya pengendalian

yang sudah dilakukan perusahaan adalah administrative control dengan adanya

SOP mengenai cara berkendaraan di area proyek, yaitu mendahulukan kendaraan

berat terlebih dahulu ketika berjalan, dan disediakannya mirror blind spot agar

pengendara bisa melihat ke segala arah dalam berkendara, khususnya di jalan-

jalan yang sulit melihat arah.

Page 113: Dita Wianjani

156

No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian

1 Menaikan box yang

sudah terisi oleh

material pada truck

helper menaikan box

dengan bobcap ke

truck

Kejatuhan box - memasang warning sign tentang

bekerja aman di shredder facility

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

ketika box dinaikan

menuju truck, dan

material yang ada

dalam box berjatuhan

Tertimpa material - memasang warning sign tentang

bekerja aman di shredder facility

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

karena kurangnya

koordinasi antar

pengemudi forklift dan

truck.

Tertabrak/menabra

k

- Tersedianya Standard Operation

mengenai cara koordinasi

berkendaraan

- memasang warning sign tentang

penggunaan APD

- safety briefing sebelum bekerja

- menggunakan APD lengkap

2. Mengirimkan box

menuju tempat

Karena guard yang

berada pada truck

sangat pendek,

Terjatuh - memasang warning sign tentang cara

bekerja aman di Shredder facility

- safety briefing sebelum bekerja

Tabel 5.5

Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Memasukan Product Pada Box dan

Pengiriman Product pada fasilitas Shredder

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Page 114: Dita Wianjani

157

pembakaran sehingga

memungkinkan box

terjatuh.

Truck berjalan di

jalan-jalan utama,

dimana banyak lalu

lalang kendaraan

proyek lain seperti

dumptruck, wheel

loader, forklift dan

kendaraan pribadi

Tertabrak/menabra

k

- tersedianya standard operation

mengenai cara berkendaraan di area

proyek

- Tersedianya mirror blind spot

Page 115: Dita Wianjani

158

5.3.1 Analisis Risiko pada Tahap Persiapan

5.3.1.1 Membersihkan handrail

Saat membersihkan handrail terdapat risiko kepala terpeleset dan terjatuh <

2m.

a. Terpeleset

Pada tahap membersihkan handrail helper memiliki risiko terpeleset. Hal

ini dapat terjadi kondisi tempat kerja yang licin karena terdapat ceceran oil

sludge, paint sludge maupun zat cair lainnya dan helper tidak menggunakan

safety shoes. Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena

akibat terburuk apabila terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika terpeleset.

Nilai paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari

daiawal shift. Sedangkan nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena

mungkin dapat terjadi jika helper tidak menggunakan safety shoes. Nilai

risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable.

b. Terjatuh < 2m

Pada tahap membersihkan handrail, helper berisiko terjatuh akibat

handrail berada pada ketinggian dan ketika bekerja, helper tidak selalu

memegang handrail. Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable)

karena helper hanya mengalami luka ringan atau memar jika terjatuh. Nilai

paparannya 6 (frequent) karena helperan membersihkan handrail setiap hari

pada awal shift. Sedangkan nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena

mungkin dapat terjadi jika helper tidak memegang handrail. Nilai risiko yang

dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable.

Page 116: Dita Wianjani

159

5.3.1.2 Mengecek Chute Magnet Separator

Saat mengecek chute magnet separator, terpeleset, tersandung roller, dan

terjatuh.

a. Terpeleset

Risiko terpeleset saat menegecek chute magnet separator memiliki nilai

konsekuensi 1 (noticeable) karena helper akan mengalami luka ringan atau

memar jika helper terpeleset. Nilai paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan

ini terjadi sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya adalah 0,5 (conceivable)

karena mungkin dapat terjadi jika helper tidak menggunakan safety shoes.

Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable

b. Terjatuh > 2m

Risiko terjatuh saat helper menegecek chute magnet separator karena

posisi chute magnet separator berada pada ketinggian > 2m. Risiko ini

memiliki nilai konsekuensi 15 (serious) karena helper akan mengalami cidera

atau penyakit yang serius jika helper jatuh > 2 m. Nilai paparannya 6

(frequent) karena helperan mengecek chute magnet separator terjadi sekali

setiap hari. Sedangkan nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena risiko

ini mungkin terjadi, namun tidak pernah terjadi meskipun paparan bertahun-

tahun. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 45 dengan kategori priority 3.

Page 117: Dita Wianjani

160

5.3.1.3 Membersihkan screen

Helperan membersihkan screen dilakukan dengan masuknya helper kedalam

screen shredder untuk melancarkan jalannya screen dari hambatan-hambatan

seperti, mengambil batu, menyabut benang, dan benda lainnya yang tersangkut

pada screen.

a. Tangan terputus

Risiko keselamatan kerja tangan terputus dapat terjadi ketika mesin

screen berputar dan helper berada di dalamnya untuk melancarkan screen.

Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 25 (very serios) karena helper

mengalami tangan terputus yang menyebabkan cacat atau penyakit yang

menetap. Nilai paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan membersihkan

screen ini dilakukan sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya 0,5

(conceivable) karena mungkin terjadi tetapi tidak pernah terjadi meskipun

dengan paparan yang bertahun-tahun, hal ini mungkin terjadi apabila pekerja

tidak mematuhi peraturan penerapan LOTO (lock out tag out). Nilai risiko

yang dihasilkan yaitu 75 dengan kategori substansial.

b. Terpeleset

Risiko keselamatan kerja terpeleset dapat tejadi karena permukaan screen

yang licin dan tidak rata serta pekerja tidak menggunakan safety shoes.Risiko

ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena helper akan mengalami

luka ringan atau memar jika helper terpeleset. Nilai paparannya 6 (frequent)

karena pekerjaan ini terjadi sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya adalah

0,5 (conceivable) karena mungkin dapat terjadi jika helper tidak

Page 118: Dita Wianjani

161

menggunakan safety shoes. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan

kategori acceptable

c. Terjatuh

Risiko keselamatan kerja terjatuh dapat terjadi ketika helper menaiki

pemisah screen . Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena

ketika terjatuh helper hanya akan mengalami luka ringan atau memar. Nilai

paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan membersihkan screen ini dilakukan

sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena mungkin

terjadi tetapi tidak pernah terjadi meskipun dengan paparan yang bertahun-

tahun. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 3 dengan kategori acceptable.

d. Terbentur Penutup Screen

Risiko keselamatan kerja terbentur penutup screen dapat terjadi karena

penutup screen tidak bisa terbuka secara maksimal, sehingga posisi penutup

screen rendah. Risiko ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena

ketika terbentur helper hanya akan mengalami luka ringan atau memar. Nilai

paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan membersihkan screen ini dilakukan

sekali setiap hari. Nilai kemungkinannya 1 (remotely possible) karena

Kejadian ini sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Nilai risiko yang

dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable.

5.3.1.4 Adjusting belt conveyor

Pada tahapan ini terdapat risiko pergelangan tangan terkilir, tangan yang

terputus, terjatuh, terpeleset dan kebakaran.

Page 119: Dita Wianjani

162

a. Pergelangan tangan terkilir

Risiko keselamatan kerja pergelangan tangan terkilir dapat terjadi ketika

helper melakukan adjusting secara manual. Nilai konsekuensi dari risiko ini

adalah 1 (noticeable) karena ketika tangan terkilir pekerja/ helper hanya

akan memgalami luka ringan atau memar. Nilai paparannya 3

(Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali,

khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai kemungkinannya 3

(unusual), artinya kemungkinannya tetap ada untuk terjadi, tetapi jarang

terjadi. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 9 dengan kategori acceptable

b. Tangan terputus

Risiko keselamatan kerja tangan terputus dapat terjadi ketika helper

melakukan adjusting belt conveyor secara langsung, dengan membuka

safety guard yang telah terpasang.Nilai konsekuensi dari risiko tangan

terputus adalah 25 (very serious) karena akan menimbulkan cacat atau

penyakit yang menetap.Nilai paparannya adalah paparannya 3

(Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali,

khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai kemungkinannya 1

(remotely possible) karena kejadian ini sangta kecil kemungkinannya, ketika

helper tidak membuka safety guard yang terpasang.Nilai risiko yang

dihasilkan yaitu 75 dengan kategori substansial

Page 120: Dita Wianjani

163

c. Terjatuh

Risiko terjatuh dapat terjadi ketika helper berlari mendaki jalan untuk

melihat belt conveyor yang sudah diluruskan. Nilai konsekuensi dari risiko

terjatuh adalah 1 (noticeable) karena ketika terjatuh konsekuensi yang

didapatkan adalah lika ringan atau memar. Nilai paparan dari risiko terjatuh

adalah 3 (Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu

sekali, khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai

kemungkinan dari risiko terjatuh adalah 0,5 (conceivable) yang artinya

mungkin terjadi, tetapi tidak pernah terjadi meskipun dengan paparan

bertahun-tahun.Nilai risiko dari terjatuh adalah 1,5 dengan kategori

acceptable.

e. Terpeleset

Risiko keselamatan kerja terpeleset dapat terjadi karena banyak ceceran

residu yang berada di jalan, yang membuat jalan menjadi licin dan dapat

menyebabkan helper terpeleset. Nilai konsekuensi dari risiko terpeleset

adalah 1 (noticeable) karena ketika terjatuh konsekuensi yang didapatkan

adalah lika ringan atau memar. Nilai paparan dari risiko terjatuh adalah 3

(Occasionally) karena kegiatan ini hanya dilakukan seminggu sekali,

khususnya ketika belt berada pada kondisi miring. Nilai kemungkinan dari

risiko terjatuh adalah 0,5 (conceivable) yang artinya mungkin terjadi, tetapi

tidak pernah terjadi meskipun dengan paparan bertahun-tahun.Nilai risiko

dari terjatuh adalah 1,5 dengan kategori acceptable.

Page 121: Dita Wianjani

164

f. Kebakaran

Risiko keselamatan kerja kebakaran dapat terjadi ketika helper

memotong belt yang miring dengan menggunakan cutting torch yang dapat

menyebabkan kebakaran. Nilai konsekuensi dari risiko kebakaran adalah

25 (very serious ) karena kebakaran pada belt conveyor akan menyebabkan

kerugian dan kerusakan sementara pada lingkungan. Nilai paparan dari

kebakaran adalah adalah 3 (Occasionally) karena kegiatan ini hanya

dilakukan seminggu sekali, khususnya ketika belt berada pada kondisi

miring.Nilai kemungkinan dari risiko kebakaran adalah 6 (likely) apabila

helper selalu menggunakan cutting torch untuk memotong belt.Maka, nilai

risiko kebakaran adalah 450 dengan kategori very high.Hasil analisis risiko

pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.6

Page 122: Dita Wianjani

165

Tabel 5.6

Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Awal Shredder facility

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.

No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi

(C) Paparan (E)

Kemungkinan

(L)

Nilai

Risiko

1 Membersihkan handrail Terpeleset

1

(noticeable) 6 (frequent)

0,5

(conceivable) 3

Terjatuh < 2m

1

(noticeable) 6 (frequent)

0,5

(conceivable) 3

2 Mengecek chute magnet

separator Terpeleset

1

(noticeable) 6 (frequent)

0,5

(conceivable) 3

Terjatuh > 2 m

15

(serious) 6 (frequent)

0,5

(conceivable) 45

3. Membersihkan screen Tangan

terputus

25

(very

serious)

6 (frequent) 0,5

(conceivable) 75

Page 123: Dita Wianjani

166

Terpeleset

1

(noticeable) 6 (frequent)

0,5

(conceivable) 3

Terjatuh

1

(noticeable) 6 (frequent)

0,5

(conceivable) 3

Terbentur

penutup Screen

1

(noticeable) 6 (frequent)

1

(remotely

possible)

6

4. Adjusting belt conveyor Pergelangan

terkilir

1

(noticeable)

3

(Occasionally) 3 (Unusual) 9

Tangan

terputus

25

(very

serious)

3

(Occasionally)

1

(remotely

possible)

75

Terjatuh

1

(noticeable)

3

(Occasionally)

0,5

(conceivable) 1,5

Terpeleset

1

(noticeable)

3

(Occasionally)

0,5

(conceivable) 1,5

Kebakaran

25

(very

serious)

3

(Occasionally) 6 (Likely) 450

Page 124: Dita Wianjani

167

5.3.2. Analisis Risiko pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material

5.3.2.1 Perapihan material oleh wheel loader

a. Kebakaran

Risiko keselamatan kerja saat perapihan material oleh wheel loader

adalah kebakaran dan tertabrak/menabrak.Risiko kebakaran dapat terjadi karena

short circuit pada wheel loader atau karena gesekan antara material yang

dirapihkan. Nilai konsekuensi dari risiko kebakaran adalah 25 (very serious )

karena kebakaran pada storage akan menyebabkan kerugian dan kerusakan

sementara pada lingkungan. Nilai paparan dari kebakaran adalah adalah 10

(Continously) karena kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari

risiko kebakaran adalah 3 (unusual) kemungkinan terjadi, tetapi jarang

terjadi.Maka, nilai risiko kebakaran adalah 750 dengan kategori very high.

b.Tertabrak/Menabrak

Risiko keselamatan kerja saat perapihan material oleh wheel loader adah

tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi apabila tidak adanya

koordinasi pengemudi dengan pengemudi lainnya sesuai dengan standard

operation.Nilai konsekuensi dari risiko trtabrak/menabrak adalah 25 (

veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat menyebabkan cacat atau penyakit

yang menetap. Nilai paparan pada risiko ini adalah 10 (Continously) karena

kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak

adalah 1(remotely possible) kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai

Page 125: Dita Wianjani

168

risiko tertabrak/menabrak adalah 250 dengan kategori priority 1. Hasil analisis

risiko pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.7

Page 126: Dita Wianjani

169

Tabel 5.7

Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.

No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi

(C) Paparan (E)

Kemungkinan

(L)

Nilai

Risiko

1 Perapihan material

oleh wheel loader Kebakaran

25

(very

serious)

10

(Continously) 3 (Unusual) 750

Tertabrak/menabrak

25

(very

serious)

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

250

Page 127: Dita Wianjani

170

5.3.2. Analisis Risiko pada Tahap Shredding

5.3.2.1 Tahap memasukkan material pada Hooper

a. Kebakaran

Risiko keselamatan kerja saat memasukkan material pada Hooper adalah

kebakaran dan tertabrak/menabrak.Risiko, dan tertimpa material . Risiko

kebakaran dapat terjadi karena pada hooper ada gesekan yang dapat

menimbulkan panas, selain itu material yang dimasukkan merupakan zat

flammable atau mixing material yang memiliki titik api rendah. Nilai

konsekuensi dari risiko kebakaran adalah 25 (very serious ) karena kebakaran

pada hooper akan menyebabkan kerugian dan kerusakan sementara pada

lingkungan. Nilai paparan dari kebakaran adalah adalah 10 (Continously) karena

kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari risiko kebakaran adalah 6

(likely) kemungkinan terjadi 50-50.Maka, nilai risiko kebakaran adalah 1500

dengan kategori very high.

b.Tertabrak/Menabrak

Risiko keselamatan kerja saat memasukkan material pada Hooper adalah

adah tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi apabila tidak

adanya koordinasi pengemudi dengan pengemudi lainnya sesuai dengan

standard operation.Nilai konsekuensi dari risiko trtabrak/menabrak adalah 25 (

veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat menyebabkan cacat atau penyakit

yang menetap. Nilai paparan pada risiko ini adalah 10 (Continously) karena

Page 128: Dita Wianjani

171

kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak

adalah 1(remotely possible) kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai

risiko tertabrak/menabrak adalah 250 dengan kategori priority 1.

c. Tertimpa Material

Risiko keselamatan kerja saat memasukkan material pada Hooper adalah

adah tertimpa material. Risiko tertimpa material dapat terjadi apabila muatan

hooper yang terlalu penuh, sehingga material yang di dalam hooper terlempar

keluar, dan helper sedang berada di sekitar hooper . Nilai konsekuensi dari risiko

tertimpa material adalah 1 ( noticeable) tertimpa material karena tertimpa

material akan mengakibatkan luka ringan atau memar. Nilai paparan pada risiko

ini adalah 10 (Continously) karena kegiatan dilakukan setiap hari. Nilai

kemungkinan dari risiko tertimpa material adalah 1(remotely possible)

kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai risiko tertabrak/menabrak

adalah 10 dengan kategori acceptable.

5.3.2.2 Tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu

a. Terpeleset

Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu ,

memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila

terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika terpeleset. Nilai paparannya 6

(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai

kemungkinannya 1 (remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil

Page 129: Dita Wianjani

172

kemungkinannya. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 6 dengan kategori

acceptable.

b. Tersandung

Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu

memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila

terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika tersandung. Nilai paparannya 6

(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai

kemungkinannya 3 (unusual) karena kemungkinan ini terjadi tapi jarang. Nilai

risiko yang dihasilkan yaitu 18 dengan kategori acceptable.

c. Tertimpa Material Ringan

Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu, nilai

konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila terpeleset yaitu luka

ringan atau memar jika tertimpa material. Nilai paparannya 6 (frequent) karena

pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai kemungkinannya 1

(remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil kemungkinannya. Nilai

risiko yang dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable.

d. Kebakaran

Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena ceceran residu,

nilai konsekuensi 25 (very serios) karena kebakaran ini menyebabkan kerussakan

sementara terhadap lingkungan. Nilai paparan dari risiko kebakaran adalah Nilai

paparannya 6 (frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan

nilai kemungkinannya 0,5 (conceivable) karena risiko ini hanya mungkin terjadi

Page 130: Dita Wianjani

173

ketika helper tidak mematuhi peraturan seperti merokok.Maka, nilai risiko yang

dihasilkan yaitu 75 dengan kategori substansial.

5.2.3.4 Tahap Memberikan Parfume Pada Fasilitas Shredder dan Material

a. Terpeleset

Pada tahap memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material,

memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila

terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika terpeleset. Nilai paparannya 6

(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai

kemungkinannya 1 (remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil

kemungkinannya apabila pekerja menggunakan safety shoes. Nilai risiko yang

dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable.

b. Tersandung

Pada tahap memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material,

memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila

terpeleset yaitu luka ringan atau memar jika tersandung. Nilai paparannya 6

(frequent) karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai

kemungkinannya 3 (unusual) karena kemungkinan ini terjadi tapi jarang. Nilai

risiko yang dihasilkan yaitu 18 dengan kategori acceptable.

Page 131: Dita Wianjani

174

c. Tertimpa Material Ringan

Pada tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu, nilai

konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila terpeleset yaitu

luka ringan atau memar jika tertimpa material. Nilai paparannya 6 (frequent)

karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari. Sedangkan nilai kemungkinannya

1 (remotely possible) karena kejadian ini sangat kecil kemungkinannya.

Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 6 dengan kategori acceptable. Hasil

analisis risiko pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.8

Page 132: Dita Wianjani

175

Tabel 5.8

Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas Shredder

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.

No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi

(C) Paparan (E)

Kemungkinan

(L)

Nilai

Risiko

1 Tahap memasukkan

material pada hooper Kebakaran

25

(very

serious)

10

(Continously) 6 (Likely) 1500

Tertabrak/menabrak

25

(very

serious)

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

250

Tertimpa Material 1

(noticeable)

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

10

2. Tahap menebar serbuk

gergaji pada lantai

yang terkena residu Terpeleset

1

(noticeable) 6 (frequent)

1

(remotely

possible)

6

Tersandung 1

6 (frequent) 3 (unusual) 18

Page 133: Dita Wianjani

176

(noticeable)

Tertimpa Material

Ringan

1

(noticeable) 6 (frequent)

1

(remotely

possible)

6

Kebakaran

25

(very

serious)

6 (frequent) 0,5

(conceivable) 75

3. Tahap Memberikan

Parfume Pada Fasilitas

Shredder dan Material Terpeleset

1

(noticeable) 6 (frequent)

1

(remotely

possible)

6

Tersandung

1

(noticeable) 6 (frequent) 3 (unusual) 18

Tertimpa Material

Ringan

1

(noticeable) 6 (frequent)

1

(remotely

possible)

6

Page 134: Dita Wianjani

177

5.3.2. Analisis Risiko pada Tahap Tahap Memasukan Product Pada Box dan

Pengiriman Product

5.3.2.1 Tahap Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk

a. Kejatuhan box

Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko

ini memiliki nilai konsekuensi 5 (important) karena akibat terburuk apabila

kejatuhan box membutuhkan penanganan medis. Nilai paparannya 10

(continously) karena pekerjaan ini dilakukan sesering mungkin, khususnya saat

membutuhkan bahan bakar. Sedangkan nilai kemungkinannya 1 (remotely

possible) karena kejadian ini sangat kecil kemungkinannya. Maka, nilai risiko

yang dihasilkan yaitu 50 dengan kategori priority 3.

b. Tertimpa Material

Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko

ini memiliki nilai konsekuensi 1 (noticeable) karena akibat terburuk apabila

tertimpa material yaitu luka ringan atau memar. 10 (continously) karena

pekerjaan ini dilakukan sesering mungkin, khususnya saat membutuhkan bahan

bakar. Sedangkan nilai kemungkinannya 1 (remotely possible) karena kejadian

ini sangat kecil kemungkinannya. Nilai risiko yang dihasilkan yaitu 10 dengan

kategori acceptable.

Page 135: Dita Wianjani

178

c.Tertabrak/Menabrak

Risiko keselamatan kerja saat menaikan box yang sudah terisi oleh

material pada truk adalah adah tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak

dapat terjadi apabila tidak adanya koordinasi pengemudi dengan pengemudi

lainnya sesuai dengan standard operation.Nilai konsekuensi dari risiko

trtabrak/menabrak adalah 25 ( veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat

menyebabkan cacat atau penyakit yang menetap. Nilai paparan pada risiko ini

adalah 10 (Continously) karena kegiatan dilakukan sesering mungkin. Nilai

kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak adalah 1(remotely possible)

kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai risiko tertabrak/menabrak

adalah 250 dengan kategori priority 1.

5.3.2.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran

a. Box terjatuh

Risiko keselamatan kerja saat mengirimkan box menuju tempat

pembakaran adalah box terjatuh.Risiko box terjatuh dapat terjadi karena guard

pada mobil truck sangat pendek. Nilai konsekuensi dari risiko box terjatuh

adalah 1 ( noticeable) karena box terjatuh hanya kerusakan keceil dengan

kerugian produk ysng tidak banyak. Nilai paparan pada risiko ini adalah 10

(Continously) karena kegiatan dilakukan sesering mungkin. Nilai kemungkinan

dari risiko tertabrak/menabrak adalah 3 (unusual) kemungkinan terjadi, tetapi

jarang terjadi.Maka,nilai risiko tertabrak/menabrak adalah 30 dengan kategori

priority 3.

Page 136: Dita Wianjani

179

b. Tertabrak/menabrak

Risiko keselamatan kerja saat saat mengirimkan box menuju tempat

pembakaran adalah tertabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak dapat

terjadi apabila tidak adanya koordinasi pengemudi dengan pengemudi

lainnya sesuai dengan standard operation.Nilai konsekuensi dari risiko

trtabrak/menabrak adalah 25 ( veryserious) karena tertabrak/menabrak dapat

menyebabkan cacat atau penyakit yang menetap. Nilai paparan pada risiko

ini adalah 10 (Continously) karena kegiatan dilakukan sesering mungkin.

Nilai kemungkinan dari risiko tertabrak/menabrak adalah 1(remotely

possible) kemungkinan terjadi, tetapi jarang terjadi.Maka,nilai risiko

tertabrak/menabrak adalah 250 dengan kategori priority 1. Hasil analisis

risiko pada tahap persiapan produksi dapat dilihat pada tabel 5.9

Page 137: Dita Wianjani

180

Tabel 5.9

Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Memasukan Product Pada Box dan Pengiriman Product

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010.

No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi

(C) Paparan (E)

Kemungkinan

(L)

Nilai

Risiko

1 Tahap menaikan box

yang sudah terisi ileh

material pada truck Kejatuhan box

5

(important)

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

50

Tertimpa material 1

(noticeable

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

10

Tertabrak/menabrak

25

(very

serious)

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

250

2. Tahap mengirimkan

box menuju tempat

pembakaran

Box terjatuh 1

(noticeable)

10

(Continously) 3 (unusual) 30

Tertabrak/menabrak

25

(very

serious)

10

(Continously)

1

(remotely

possible)

250

Page 138: Dita Wianjani

62

5.4 Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Proses Shredding PT Holcim

Indonesia Tbk. Tahun 2010

5.4.1 Evaluasi Risiko pada Tahap Persiapan Awal

Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap persiapan, risiko terpeleset ,

terjatuh pada ketinggian < 2 m, terbentur penutup screen dan pergelangan terkilir,

termasuk kategori acceptable, yaitu intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi

seminimal mungkin.Sedangkan risiko terjatuh pada ketinggian > 2 m termasuk

kategori priority 3 yang artinya perlu diawasi dan diperhatikan secara

berkesinambungan.Dan untuk risiko tangan terputus termasuk kategori

substansial, yaitu mengharuskan adanya perbaikan. Risiko yang paling tinggi

adalah kebakaran yang termasuk dalam kategori very high, yaitu aktivitas perlu

dihentikan sampai risiko dikurangi hingga mencapai batas yang dibolehkan.

Tindakan yang perlu dilakukan adalah, memasang warning sign terkait

dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang dan penampungan

agar ceceran residu tidak jatuh ke lantai, dibuat jaring pengaman untuk daerah

yang memiliki risiko terjatuh, pembuatan tangga yang lebih aman, seperti tangga

yang memiliki footstep yang lebar,penerapan sistem kunci Lock Out Tag Out

(LOTO), pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety, seperti penggunaan

APD, penerapan prosedur working permit untuk setiap pekerjaan yang melibatkan

api, pengelasan, dan penggerindaan. serta memberikan reward dan punishment.

Hasil evaluasi risiko pada tahap persiapan produksi secara lebih rinci dapat dilihat

pada tabel 6.1

Page 139: Dita Wianjani

62

Tabel 6.1

Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi

1 Membersihkan handrail Terpeleset 3 Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang dan

penampungan agar ceceran

residu tidak jatuh ke lantai

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terjatuh < 2 m 3 acceptable - memasang warning sign agar

bekerja dengan hati-hati

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- dibuat jaring pengaman untuk

daerah yang memiliki risiko

terjatuh

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

2 Mengecek chute Terpeleset 3 acceptable - Memasang warning sign

Page 140: Dita Wianjani

63

63

magnet separator terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang dan

penampungan agar ceceran

residu tidak jatuh ke lantai

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terjatuh > 2 m 45 Priority 3

- memasang warning sign agar

bekerja dengan hati-hati

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- - dibuat jaring pengaman untuk

daerah yang memiliki risiko

terjatuh

- pembuatan tangga yang lebih

aman, seperti tangga yang

memiliki footstep

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

3 Membersihkan screen Tangan terputus 75 substansial

- Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- penerapan sistem kunci Lock

Page 141: Dita Wianjani

64

64

Out Tag Out (LOTO)

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terpeleset 3 acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terjatuh 3 acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terbentur

penutup screen

6 acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

Page 142: Dita Wianjani

65

65

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

4. Adjusting belt conveyor Pergelangan

tangan terkilir

9 Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tangan terputus 75 Substansial - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- penerapan sistem kunci Lock

Out Tag Out (LOTO)

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terjatuh 1,5 Acceptable - memasang warning sign agar

bekerja dengan hati-hati

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

Page 143: Dita Wianjani

66

66

- dibuat jaring pengaman untuk

daerah yang memiliki risiko

terjatuh

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Terpeleset 1,5 Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang dan

penampungan agar ceceran

residu tidak jatuh ke lantai

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Kebakaran 450 Very high - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- penerapan prosedur working

permit untuk setiap pekerjaan

yang melibatkan api,

pengelasan, dan

penggerindaan.

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Page 144: Dita Wianjani

62

5.4.2 Evaluasi Risiko pada Tahap Persiapan dan dan Penyimpanan Material Oleh

Wheel Loader

Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap perapihan material oleh wheel

loader, risiko tertabrak/menabrak masuk kedalam kategori priority 1, yaitu Perlu

pengendalian sesegera mungkin. Risiko kebakaran termasuk kategori very high

yang artinya aktivitas dihentikan sampai risiko dikurangi hingga mencapai batas

yang dibolehkan atau diterima.

Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemasangan alarm pada forklift atau

revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind spot mirror pada

daerah tikungan, dan dibuatkan guard untk melindungi fasilitas dari tabrakan.

Dibuatkan work instruction mengenai material yang berbahaya apabila dicampur

dengan material lain, pemasangan smoke atau heat detector serta pemasangan

sprinkler pada storage, pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety . serta

memberikan reward dan punishment .Hasil evaluasi risiko pada tahap pelaksanaan

produksi secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 6.2

Page 145: Dita Wianjani

62

Tabel 6.2

Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material Oleh Wheel Loader Shredder

facility PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi

1 Perapihan material oleh

wheel loader

Kebakaran 750

Very high - dibuatkan work instruction

mengenai material yang

berbahaya apabila dicampur

dengan material lain

- pemasangan smoke atau heat

detector

- pemasangan sprinkler pada

storage

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tertabrak/mena

brak 250

priority 1 - memasang alarm dan

revolving lamp pada forklift.

- memasang blind spot mirror

pada daerah tikungan

- dibuatkan guard untk

melindungi fasilitas dari

tabrakan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Page 146: Dita Wianjani

62

5.4.3 Evaluasi Risiko pada Tahap Shredding

Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap shredding, risiko terpeleset,

tersandung, tertimpa material termasuk kategori acceptable, yaitu Intensitas yang

menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin. Risiko kebakaran saat

housekeeping termasuk kategori substansial , mengharuskan adanya perbaikan

secara teknis . Risiko tertabrak/menabrak yang masuk kedalam kategori priority 1

yang artinya perlu pengendalian sesegera mungkin Untuk risiko tertinggi adalah

risiko kebakaran pada hooper akibat mixing material yang termasuk dalam

kategori very high yang artinya Aktivitas dihentikan sampai risiko dikurangi

hingga mencapai batas yang dibolehkan atau diterima.

Tindakan yang perlu dilakukan adalah, memasang warning sign terkait

dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang dan penampungan

agar ceceran residu tidak jatuh ke lantai, penerapan housekeeping dengan benar, ,

memasang jaring dibawah belt conveyor agar material tidak jatuh langsung dan

mengenai pekerja, pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety, pemasangan

alarm pada forklift atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind

spot mirror pada daerah tikungan, dibuatkan work instruction mengenai material

yang berbahaya apabila dicampur dengan material lain, pemasangan smoke atau

heat detector, serta memberikan reward dan punishment. Hasil evaluasi risiko

tahap selesai produksi secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 6.3

Page 147: Dita Wianjani

62

No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi

1 Tahap memasukkan

material pada hooper

Kebakaran

1500 Very high - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan,

- dibuatkan work instruction

mengenai material yang

berbahaya apabila dicampur

dengan material lain

- pemasangan smoke atau heat

detector

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tertabrak/mena

brak 250

Priority 1 - memasang alarm dan

revolving lamp pada forklift.

- memasang blind spot mirror

pada daerah tikungan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tertimpa

Material 10

Acceptable - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang jaring dibawah belt

Tabel 6.3

Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada Fasilitas Shrededder

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Page 148: Dita Wianjani

63

63

conveyor agar material tidak

jatuh langsung dan mengenai

pekerja,

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

2 Tahap menebar serbuk

gergaji pada lantai yang

terkena residu

Terpeleset 6

Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang dan

penampungan agar ceceran

residu tidak jatuh ke lantai

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tersandung 18

Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- penerapan housekeeping

dengan benar

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Page 149: Dita Wianjani

64

64

Tertimpa

Material Ringan 6

Acceptable - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang jaring dibawah belt

conveyor agar material tidak

jatuh langsung dan mengenai

pekerja,

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Kebakaran 75

Substansial - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

3. Tahap Memberikan

Parfume Pada Fasilitas

Shredder dan Material

Terpeleset 6

Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang dan

penampungan agar ceceran

residu tidak jatuh ke lantai

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Page 150: Dita Wianjani

65

65

Tersandung 18

Acceptable - Memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- penerapan housekeeping

dengan benar

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety,

seperti pengtingnya

penggunaan APD

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tertimpa

Material Ringan 6

Acceptable

- memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang jaring dibawah belt

conveyor agar material tidak

jatuh langsung dan mengenai

pekerja,

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Page 151: Dita Wianjani

62

5.4.4. Evaluasi Risiko pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material

Berdasarkan hasil analisis risiko pada tahap persiapan dan penyimpanan

material risiko tertimpa material termasuk kategori acceptable yang artinya

yaitu Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.

Risiko kejatuhan box dan box terjatuh di jalan termasuk kategori priority 3 ,

yaitu Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan . Risiko

paling tinggi adalah risiko tertabrak/menabrak yang termasuk kategori

priority 1 yaitu, perlu pengendalian sesegera mungkin.

Tindakan yang perlu dilakukan adalah, memasang warning sign

terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang atau

kaca pada forklift yang mengangkut box , pemasangan alarm pada forklift

atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind spot mirror

pada daerah tikungan , pemasangan guard yang lebih tinggi pada truck,

pelatihan perilaku yang berorientasi pada safety, serta memberikan reward

dan punishment. Hasil evaluasi risiko tahap selesai produksi secara lebih

rinci dapat dilihat pada tabel 6.4

Page 152: Dita Wianjani

62

No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi

1 Tahap menaikan box

yang sudah terisi ileh

material pada truck

Kejatuhan box 50

Priority 3 - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang atau

kaca pada forklift yang

mengangkut box,

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tertimpa

material 10

acceptable - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- memasang penghalang atau

kaca pada forklift yang

mengangkut box,

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada

pekerjaberorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

Tertabrak/mena 250 Priority 1 - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

Tabel 6.4

Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material pada

Fasilitas Shrededder PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Page 153: Dita Wianjani

63

63

brak dapat ditimbulkan

- pemasangan alarm pada

forklift atau revolving lamp

saat kendaraan bergerak,

- memasang blind spot mirror

pada daerah tikungan

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment kepada pekerja

2. Tahap mengirimkan

box menuju tempat

pembakaran Box terjatuh 30

Priority 3 - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pemasangan guard yang lebih

tinggi pada truck

Tertabrak/mena

brak 250

Priority 1 - memasang warning sign

terkait dengan risiko yang

dapat ditimbulkan

- pemasangan alarm pada

forklift atau revolving lamp

saat kendaraan bergerak,

- pelatihan perilaku yang

berorientasi pada safety

- memberikan reward dan

punishment

Page 154: Dita Wianjani

62

Page 155: Dita Wianjani

158

5.5 Gambaran Kejadian Kecelakaan Kerja pada Unit Shredder Facility PT.Holcim

Indonesia Tbk

Shredder facility merupakan fasilitas pre-handling limbah dengan metode

pencacahan atau shredding.Berdasarkan studi dokumen dan wawancara kepada

petugas OH&S dan penanggung jawab shredder Kecelakaan kerja periode

2008 – 2010 di fasilitas shredder facility unit Geocycle PT Holcim Indonesia

Tbk, yaitu :

4. Tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder runtuh akibat

tertabrak loader pada tahun 2008

5. Lengan yang terputus akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector) pada

tahun 2009

6. Kebakaran pada bagian hooper yang terjadi pada 7 April 2010

5.5.1Kecelakaan Tembok Pemisah antara Ruang Penyimpanan dan Shredder

Tertabrak Wheel Loader

Pada tanggal 8 November 2008 pukul 10.00 di area operasi shredder

Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan

rubuhnya tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder akibat

tertabrak wheel loader yang sedang mundur untuk parkir. Tidak ada korban dari

kecelakaan kerja ini, hanya kerusakan sementara fasilitas shredder.

Hal ini bermula ketika wheel loader keluar dari storage 1 menuju

storage 2. Pengemudi Wheel loader tidak berkonsentrasi sehingga wheel loader

menabrak tembok pemisah.

Page 156: Dita Wianjani

159

Setelah dilakukan wawancara terhadap pengemudi wheel loader yang

bersangkutan mengenai alasan penyebab tidak berkonsentrasinya pengemudi

dalam bekerja, pengemudi mengutarakan hal ini terjadi karena pekerja berada

dalam kondisi kelelahan, karena malam hari sebelum kejadian tertabraknya

tembok pemisah antara shredder dengan ruang penyimpanan atau storage,

pengemudi tersebut tidak dapat tidur karena beban fikiran mengenai kondisi

keuangan yang minim karena kurangnya pendapatan sekitar Rp.900.000,- tiap

bulannya, sehingga pada pagi harinya pekerja merasa kelelahan. Selain itu setiap

harinya pekerja melakukan pekerjaan ini 8 jam, dengan waktu istirahat 1 jam.

5.5.2 Kejadian Kecelakaan Kerja Lengan Terputus

Pada tanggal 28 Juli 2009 pukul 23:00 di area operasi shredder

Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan

luka parah pada seorang karyawan Holcim Indonesia. Karyawan tersebut

mengalami luka terbuka atau terputusnya lengan atas dan pergelangan tangan

akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector).

Hal ini bermula ketika belt conveyor pada shredder keluar dari jalur

roller. Karyawan tersebut melepaskan pelindung untuk mengatur posisi belt pada

kondisi belt berjalan. Setelah selesai mengatur posisi belt conveyor, karyawan

tersebut melihat material karet yang tersangkut pada tail pulley, hal ini biasa

terjadi karena Shredder merupakan alat pencacah berbagai limbah, dan salah

satunya adalah karet. Namun ketika karyawan berusaha menyingkirkan material

tersebut, karyawan tidak menggunakan bar untuk menyingkirkan benda tersebut,

akibatnya lengan bajunya tersangkut oleh motion detector yang berputar dan

Page 157: Dita Wianjani

160

menarik tangan kanannya ke arah motion detector yang berputar. Karyawan

tersebut mengalami luka dan dikirim ke rumah sakit untuk operasi pembedahan.

Safety guard pada saat itu belum dilengkapi screw yang berfungsi sebagai

alat adjusting belt conveyor, selain itu prosedur LOTO (lock out tag out ) tidak

diterapkan sehingga terjadi kecelakaan kerja tersebut.Upaya yang sudah dilakukan

pada tahap ini adalah pemasangan screw diluar safety guard.

Setelah dilakukan wawancara terhadap karyawan/helper lain yang

bekerja di shredder facility mengenai alasan penyebab karyawan/helper

melepaskan pelindung untuk mengatur posisi belt pada kondisi belt berjalan,

karyawan/helper lain mengutarakan hal ini terjadi karena karyawan/helper sudah

terbiasa dengan pekerjaanya sehingga karyawan/helper merasa tidak perlu

mematuhi peraturan yang ada, seperti melepas safety guard dan tidak perlu

menerapkan prosedur LOTO (lock out tag out ).

5.5.3 Kejadian Kecelakaan Kerja Kebakaran

Pada tanggal 7 April 2010 pukul 15:00 di area operasi shredder

Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. Sebuah kebakaran pada hooper terjadi , tidak

ada korban dari kejadian ini hanya mengakibatkan produksi terhenti untuk 2 hari.

Hal ini bermula ketika wheel loader memasukkan material pada hooper.

Didalam hooper gesekan antar besi menimbulkan percikan api, dan mixing

material yang dimasukkan oleh wheel loader bersifat mudah terbakar, sehingga

terjadi kebakaran pada Hooper.

Pengendalian yang sudah tersedia adalah alarm, sprinkler dan hydrant.

Page 158: Dita Wianjani

161

Namun hingga saat ini belum disediakan informasi yang terbaru mengenai

bahan-bahan apa saja yang tidak boleh dicampur begitu saja dan dapat

menimbulkan kebakaran.

Setelah dilakukan wawancara terhadap penanggung jawab shredder yang

bersangkutan mengenai alasan penyebab mixing material adalah karena lembar

MSDS yang belum diperbarui dan tidak lengkap akibat tidak terjalin koordinasi

yang baik antar pekerja, selain itu helper tidak mengetahui bahan-bahan apa saja

yang tidak boleh dicampurkan sebelum dimasukkan ke dalam shredder, hal ini

juga terjadi karena data mengenai bahan-bahan yang berbahaya apabila

dicampurkan belum diperbaharui..

5.6 Perbandingan hasil analisis dengan kejadian kecelakaan kerja yang telah

terjadi di unit Shredder facility PT.Holcim Indonesia Tbk

5.6.1 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Perapihan dan Penyimpanan Material

dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Tertabraknya Tembok Pemisah antara

Ruang Penyimpanan dan Shredder .

Hasil analisis risiko dari kecelakaan tertabrak/menabrak pada tahap

perapihan dan penyimpanan material adalah 25, masuk kedalam kategori priority

3 yang artinya kegiatan ini hanya perlu diawasi dan diperhatikan secara

berkesinambungan. Namun ternyata kecelakaan kerja tertabraknya tembok

pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder, akibat pengemudi Wheel

loader kelelahan tetap terjadi pada tahap perapihan dan penyimpanan material

dan menimbulkan dampak rubuhnya tembok pemisah antara ruang penyimpanan

dan shredder.

Page 159: Dita Wianjani

162

Hal ini terjadi karena, pekerja berada dalam kondisi kelelahan, karena

malam hari sebelum kejadian tertabraknya tembok pemisah antara shredder

dengan ruang penyimpanan atau storage, pengemudi tersebut tidak dapat

tidur,akibat beban fikiran, sehingga pada pagi harinya pekerja merasa kelelahan.

Selain itu setiap harinya pekerja melakukan pekerjaan ini 8 jam, dengan waktu

istirahat 1 jam.

5.6.2 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Adjusting belt conveyor dengan Kejadian

Kecelakaan Kerja Lengan yang Terputus.

Berdasarkan upaya pengendalian yang sudah dilakukan pada tahap

adjusting belt conveyor, hasil analisis kecelakaan kerja saat ini,mengenai lengan

yang terputus pada tahap adjusting belt conveyor adalah, 7,5 masuk ke dalam

kategori Acceptabble yang artinya intensitas yang dapat menimbulkan risiko

dikurangi seminimal mungkin.

Tindakan pengendalian ini berbeda dengan kejadian sebelum

diterapkannya pengendalian pemasangan screw diluar safety guard . Apabila

dibandingkan dengan kecelakaan kerja yang telah terjadi sebelum pengendalian

dilakukan, yaitu lengan terputus,dampak lengan terputus ini menyebabkan helper

atau korban tersebut mengalami luka terbuka dan dikirim ke rumah sakit untuk

operasi pembedahan. Karena kecelakaan kerja ini, maka kegiatan adjusting belt

conveyor harus dihentikan terlebih dahulu sampai mencapai batas yang

dibolehkan. Kecelakaan kerja lengan terputus bermula ketika belt conveyor pada

shredder keluar dari jalur roller. helper tersebut melepaskan pelindung untuk

mengatur posisi belt pada kondisi belt berjalan. Helper lain mengutarakan alasan

Page 160: Dita Wianjani

163

mengapa helper melepaskan safety guard tersebut, hal ini terjadi karena helper

sudah merasa terbiasa dengan pekerjaanya sehingga helper merasa tidak perlu

mematuhi peraturan yang ada, seperti melepas safety guard dan tidak perlu

menerapkan prosedur LOTO (lock out tag out ).

5.6.3 Perbandingan Hasil Analisis Tahap Shredding dengan Kejadian Kecelakaan

Kebakaran pada Hooper.

Hasil analisis risiko saat ini dari kecelakaan kebakaran pada tahap

Shredding adalah 250, masuk kedalam kategori priority 1 yang artinya aktivitas

shredding perlu pengendalian sesegera mungkin. Hal ini terjadi karena, hingga

saat ini belum dilakukan pengendalian secara tekhnis pada Hooper . Kecelakaan

kerja kebakaran yang telah terjadi pada tahap Shredding, terjadi akibat MSDS

tidak lengkap dan belum diperbarui, karena tidak terjalin koordinasi yang baik

antar pekerja dan menimbulkan kebakaran pada hooper, sehingga dampak yang

ditimbulkan adalah terjadinya kebakaran pada hooper dan menyebabkan

kerusakan sementara pada hooper dan terhentinya produksi.

Page 161: Dita Wianjani

164

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara tidak kepada

semua pekerja shredder facility, hanya dilakukan wawancara kepada petugas OH&S,

penanggung jawab lapangan, dan 3 orang pekerja / helper di shredder facility

karena kesibukan dari masing-masing pekerja yang lain, selain itu peneliti tidak

melakukan wawancara kepada semua korban kecelakaan kerja, dikarenankan korban

tersebut sudah tidak bekerja lagi. Gambar tahapan pekerjaan tidak terlalu lengkap,

karena peneliti tidak diizinkan untuk mengambil gambar sendiri.

6.2 Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Shredder Facility PT.Holcim

Indonesia Tbk tahun 2010.

Hasil identifikasi dilakukan dengan menggunakan data primer berupa

wawancara dan observasi kepada petugas OH&S, penanggung jawab lapangan dan 3

orang pekerja atau helper di shredder facility.

Dari risiko yang telah diidentifikasi, risiko keselamatan kerja yang terdapat

pada proses shredding PT.Holcim Indonesia Tbk, menurut kelompok bahaya

keselamatannya (safety hazard) dapat dibedakan menjadi:

1. Bahaya mekanik (mechanical hazard) yaitu terpeleset ceceran residu, terpeleset

screen, terjatuh dari ketinggian, pergelangan tangan terkilir, tangan terputus,

tersandung peralatan yang berserakan, terbentur penutup screen,

Page 162: Dita Wianjani

165

tertabrak/menabrak , tertimpa material ringan dan kejatuhan box. Bahaya-bahaya

ini disebabkan oleh adanya benda-benda atau proses yang bergerak.

2. .Bahaya kimia (chemical hazard) yaitu kebakaran. Bahaya ini disebabkan oleh

penggunaan bahan kimia pada proses kerja yang menimbulkan risiko

keselamatan kerja.

6.3 Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Setiap Tahapan Proses

Shredding PT.Holcim Indonesia Tbk tahun 2010

Berikut ini adalah hasil analisis risiko pada setiap tahapan proses shredding

PT.Holcim Indonesia Tbk.

6.3.1 Tahap persiapan awal

Berdasarkan analisis risiko pada tahap persiapan awal, risiko yang dapat

terjadi adalah terjatuh dari ketinggian kuran atau lebih dari 2 meter, tangan

terputus screen, terpeleset pada screen, terjatuh saat melangkahi pemisah,

terbentur penutup screen, pergelangan tangan terkilir, tangan terputus dan

kebakaran.

6.3.1.1 Membersihkan Handrail

1. Terjatuh dari ketinggian kurang dari 2 meter

Pada tahap membersihkan handrail, helper berisiko terjatuh akibat

handrail berada pada ketinggian dan ketika bekerja, helper tidak selalu

memegang handrail. Risiko terjatuh dari ketinggian kurang dari 2 meter

ini mempunyai nilai risiko 15 kurang dari 20, sehingga dimasukkan ke

Page 163: Dita Wianjani

166

dalam kategori tingkat risiko acceptable yang artinya adalah mengurangi

intesitas kegiatan yang menimbulkan risiko seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai

risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah menyediakan

jaring pengaman untuk daerah yang memiliki risiko terjatuh, dan

penyediaan safety belt pada daerah yang memiliki risiko terjatuh agar

pekerja bekerja lebih aman. Sehingga tingkat kemungkinan conceivable

dapat diturunkan menjadi practically impossible. Untuk nilai konsekuensi

terjatuh dari ketinggian dapat dikurangi lagi, dari serious menjadi

important atau noticeable, ketika sudah dilakukan pengendalian yang

tepat. Sedangkan, tingkat paparan tidak dapat diturunkan lagi karena

pekerjaan membersihkan handrail hanya dilakukan setiap diawal shift.

6.3.1.2 Mengecek chute magnet separator

1. Terjatuh dari ketinggian lebih dari 2 meter

Pada tahap mengecek chute magnet separator, helper berisiko

terjatuh akibat chute magnet separator berada pada ketinggian lebih dari

2 meter dan ketika bekerja, helper tidak selalu memegang handrail.

Risiko terjatuh dari ketinggian kurang dari 2 m ini mempunyai nilai

risiko 45, sehingga dimasukkan ke dalam kategori tingkat risiko priority

3 yang artinya adalah perlu diawasi dan di[erhatikan secara

berkesinambungan.

Page 164: Dita Wianjani

167

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya

pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah

menyediakan jaring pengaman untuk daerah yang memiliki risiko

terjatuh, dan penyediaan safety belt pada daerah yang memiliki risiko

terjatuh agar pekerja bekerja lebih aman. Sehingga tingkat kemungkinan

conceivable dapat diturunkan menjadi practically impossible. Untuk nilai

konsekuensi terjatuh dari ketinggian dapat dikurangi lagi, dari serious

menjadi important atau noticeable, ketika sudah dilakukan pengendalian

yang tepat. Sedangkan, tingkat paparan tidak dapat diturunkan lagi

karena pekerjaan membersihkan handrail hanya dilakukan setiap diawal

shift.

6.3.1.3 Membersihkan screen

1. Tangan terputus screen

Pada tahap membersihkan screen, tangan helper berisiko terputus

screen akibat akbat benda berputar dan ketika helper bekerja penerapan

LOTO tidak dilaksanakan dengan baik. Risiko terputus screen ini

mempunyai nilai risiko 75, sehingga dimasukkan ke dalam kategori tingkat

risiko substansial yang artinya adalah mengharuskan adanya perbaikan

teknis.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai

risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

Page 165: Dita Wianjani

168

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah mengawasi

penerapan LOTO (lock out tag out ) pada pekerja yang bekerja pada screen,

selain itu sebaiknya dilakukan pelatihan yang berorientasi pada perilaku

safety sehingga pekerja dapat menyadari tindakan apa saja yang berbahaya

bagi pekerja. Sehingga tingkat kemungkinan conceivable dapat diturunkan

menjadi practically impossible. Untuk nilai konsekuensi dari tangan terputus

screen tidak dapat dikurangi lagi, karena risiko minimal tangan terputus

screen adalah cacat atau penyakit yang menetap. Sedangkan tingkat

paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan

membersihkan screen ini hanya dilakukan sekali setiap hari.

2. Terpeleset screen

Pada tahap membersihkan screen, helper berisiko terpeleset screen

akibat akbat permukaan screen yang licin dan tidak rata. Risiko terputus

screen ini mempunyai nilai risiko 3 dengan kategori acceptable yang

artinya intensitas yang menimbulkan risiko terpelset screen dikurangi

seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian yang

sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pengawasan penerapan

APD,diberikan pelatihan yang berorientasi pada perilaku safety sehingga

pekerja dapat menyadari tindakan apa saja yang berbahaya bagi pekerja, dan

memberikan reward dan punishment kepada pekerja, sehingga tingkat

Page 166: Dita Wianjani

169

kemungkinan conceivable dapat diturunkan menjadi practically impossible.

Untuk nilai konsekuensi dari terpeleset screen tidak dapat dikurangi lagi,

karena konsekuensi dari teprleset screen ini adalah luka ringan atau

memar.Sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan

kembali, karena pekerjaan membersihkan screen ini hanya dilakukan sekali

setiap hari.

3. Terjatuh saat melangkahi pemisah screen

Pada tahap membersihkan screen, helper berisiko terjatuh saat

melangkahi pemisah screen akibat helper menaiki pemisah screen.

Risiko terputus screen ini mempunyai nilai risiko 3 dengan kategori

acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi

seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah pemasangan tangga untuk masuk kedalam screen, sehingga

pekerja dapat bekerja lebih aman , memberikan reward dan punishment

kepada pekerja, sehingga tingkat kemungkinan conceivable dapat

diturunkan menjadi practically impossible. Untuk nilak konsekuensi tidak

dapat diturunkan lagi, karena konsekuensi dari terjatuh saat menaiki

pemisah screen adalah luka ringan atau memar. Sedangkan, tingkat

Page 167: Dita Wianjani

170

paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali, karena

pekerjaan membersihkan screen ini hanya dilakukan sekali setiap hari.

4. Terbentur Penutup Screen

Pada tahap membersihkan screen, helper berisiko terbentur

penutup screen, karena penutup screen yang tidak bisa terbuka secara

maksimal. Risiko terbentur penutup screen ini mempunyai nilai risiko 6

yang artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori

acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan dikurangi

seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah pengawasan penerapan APD, sehingga pekerja dapat bekerja lebih

aman , memberikan reward dan punishment kepada pekerja, sehingga

tingkat kemungkinan remotely possible dapat diturunkan menjadi

conceivable dan practically impossible. Untuk nilai konsekuensi tidak

dapat diturunkan lagi, karena konsekuensi dari terbentur penutup screen

adalah luka ringan dan memar. Sedangkan, tingkat paparannya frequent

dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan membersihkan

screen ini hanya dilakukan sekali setiap hari.

Page 168: Dita Wianjani

171

6.3.1.4 Adjusting belt conveyor

1. Pergelangan tangan terkilir

Pada tahap adjusting belt conveyor, pergelangan tangan helper

berisiko terkilir, karena helper melakukan adjusting belt conveyor yang

keluar jalur, menggunakan screw yang diputar secara manual oleh

pergelangan tangan, sedangkan belt yang diluruskan memiliki beban yang

cukup berat. Risiko pergelangan tangan terkilir ini mempunyai nilai

risiko 9 yang artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori

acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi

seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah pemasangan double screw, sehingga belt dapat diluruskan oleh 2

pekerja, sehingga beban yang diterima oleh masing-masing pekerja tidak

besar serta memberikan reward dan punishment kepada pekerja, sehingga

tingkat kemungkinan unusual dapat diturunkan menjadi remotely

possible, conceivable atau practically impossible. Untuk nilai

konsekuensi tidak dapat diturunkan lagi, karena konsekuensi dari

pergelangan terkilir adalah luka ringan dan memar. Sedangkan, tingkat

paparannya occasionally dan tidak dapat diturunkan kembali, karena

pekerjaan ini hanya dilakukan seminggu sekali.

Page 169: Dita Wianjani

172

2. Tangan terputus akibat benda berputar

Pada tahap adjusting belt conveyor, tangan helper berisiko

terputus akibat benda berputar, karena helper melakukan adjusting belt

conveyor dengan membuka safety guard yang tersedia. Risiko Tangan

terputus akibat benda berputar ini mempunyai nilai risiko 7,5 yang

artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori acceptable

yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal

mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah pengawasan penerapan sistem kunci LOTO (Lock out tag out)

agar ketika helper bekerja, tak ada pekerja lain yang menyalakan belt

conveyor, serta pelatihan perilaku yang beriorientasi pada safety,

sehingga nilai konsekuensi dari tangan terputus dapat berkurang dari very

serious menjadi serious, important , atau noticeable. Sedangkan, tingkat

paparannya occasionally dan tidak dapat diturunkan kembali, karena

pekerjaan ini hanya dilakukan seminggu sekali.

3. Terjatuh dari ketinggian

Pada tahap adjusting belt conveyor, helper berisiko terjatuh dari

ketinggian , karena setelah helper melakukan adjusting belt conveyor

yang keluar jalur, helper akan berlari melihat dari sisi yang lain yang

Page 170: Dita Wianjani

173

lebih tinggi, apakah belt conveyor sudah memasuki jalur atau belum.

Risiko terjatuh dari ketinggian ini mempunyai nilai risiko 7,5 yang

artinya kurang dari 20. Sehingga masuk ke dalam kategori acceptable

yang artinya intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal

mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah dibuatkan jaring pengaman untuk daerah yang memiliki risiko

terjatuh , sehingga pekerja dapat bekerja lebih aman serta memberikan

reward dan punishment kepada pekerja. Dengan upaya pengendalian

tersebut, diharapkan tingkat kemungkinan conceivable dapat diturunkan

menjadi practically impossible. Untuk nilai konsekuensi dapat

diturunkan lagi,dari important menjadi noticeable ketika pengendalian

yang dilakukan sudah tepat. Sedangkan, tingkat paparannya occasionally

dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini hanya dilakukan

seminggu sekali.

4. Kebakaran pada belt conveyor

Pada tahap adjusting belt conveyor, risiko kebakaran dapat terjadi,

karena pemotongan belt conveyor menggunakan cutting torch. Risiko

kebakaran ini mempunyai nilai risiko 900 sehingga masuk ke dalam

kategori very high yang artinya aktivitas yang dapat menyebabkan

Page 171: Dita Wianjani

174

kebakaran dihentikan sampai risiko dikurangi hingga mencapai batas

yang dibolehkan atau diterima .

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah penerapan prosedur working permit untuk setiap pekerjaan yang

melibatkan api, pengelasan, dan penggerindaan. serta memberikan

reward dan punishment, sehingga nilai kemungkinan dari risiko

kebakaran dapat diturunkan dari likely menjadi remotely possible.serta

menurunkan nilai konsekuensi dari disaster menjadi serious , important,

atau noticeable. Sedangkan, tingkat paparannya occasionally dan tidak

dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini hanya dilakukan

seminggu sekali.

6.3.2 Tahap Persiapan dan Penyimpanan Material

6.3.2.1 Perapihan material oleh wheel loader

1. Kebakaran pada storage

Pada tahap perapihan material oleh wheel loader, risiko kebakaran pada

storage dapat terjadi, karena gesekan antar material, serta banyak material

yang mudah terbakar. Risiko kebakaran ini mempunyai nilai risiko 750

sehingga masuk ke dalam kategori very high yang artinya aktivitas yang

Page 172: Dita Wianjani

175

dapat menyebabkan kebakaran dihentikan sampai risiko dikurangi hingga

mencapai batas yang dibolehkan atau diterima .

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai

risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya

pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah

pemasangan sprinkler pada storage serta penyediaan MSDS (material

safety data sheet) yang selalu diperbarui serta pelatihan yang berorientasi

pada safety, sehingga nilai kemungkinan dari risiko kebakaran dapat

diturunkan dari unusual menjadi remotely possible, serta menurunkan nilai

konsekuensi dari very serious menjadi serious , important, atau noticeable.

Sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan

kembali, karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.

2. Tertabrak/Menabrak antar pengemudi

Pada tahap perapihan material oleh wheel loader, risiko

tertabrak/menabrak dapat terjadi, karena kurang koordinasi antar

pengemudi. Risiko tertabrak/menabrak ini mempunyai nilai risiko 25

,sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya perlu diawasi

dan diperhatikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya

pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah

Page 173: Dita Wianjani

176

pemasangan alarm pada forklift atau revolving lamp saat kendaraan

bergerak dan dibuatkan guard untk melindungi fasilitas dari tabrakan serta

pelatihan yang berorientasi pada safety, sehingga nilai konsekuensi dapat

ditunkan dari very serious menjadi serious , important, atau noticeable.

Sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan

kembali, karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.

6.3.3 Tahap Shredding

6.3.3.1 Tahap memasukkan material pada Hooper

1. Kebakaran pada hooper

Pada tahap memasukkan material pada hooper, risiko kebakaran pada

hooper dapat terjadi, karena gesekan antar material, serta banyak material

yang mudah terbakar. Risiko kebakaran ini mempunyai nilai risiko 250

sehingga masuk ke dalam kategori priority 1 yang artinya perlu

pengendalian sesegera mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian yang

sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pemasangan smoke atau

heat detector pada hooper serta penyediaan MSDS (material safety data

sheet) yang lengkap dan selalu diperbarui serta pelatihan yang berorientasi

pada safety, sehingga nilai konsekuensi dapat diturunkan dari very serious

menjadi serious atau important, nilai kemungkinan dari risiko kebakaran pun

Page 174: Dita Wianjani

177

dapat diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable atau practically

impossible. Sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat

diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan setiap hari sesuai

kebutuhan.

2.Tertabrak/Menabrak antar pengemudi

Pada tahap memasukkan material pada hooper, risiko tertabrak/menabrak

dapat terjadi, karena kuarngnya koordinasi antar pengemudi, dan tidak

memanfaatkan fasilitas secara maksimal. Risiko tertabrak/menabrak ini

mempunyai nilai risiko 25 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3

yang artinya perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai

risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pemasangan smoke

atau heat detector pada hooper serta penyediaan MSDS (material safety data

sheet) yang selalu diperbarui serta pelatihan yang berorientasi pada safety,

sehingga nilai konsekuensi dapat diturunkan dari very serious menjadi serious

atau important, nilai kemungkinan dari risiko kebakaran pun dapat diturunkan

dari likely menjadi unusual atau remotely possible. Sedangkan, tingkat

paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan

ini dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.

Page 175: Dita Wianjani

178

3. Tertimpa Material dari Hooper Yang Memiliki Ketinggian Sekitar 2 Meter

(contoh material : potongan plastik drum, potongan kayu yang beratnya

sekitar 100-250 gram ).

Pada tahap memasukkan material pada hooper, risiko tertimpa material

dapat terjadi pada helper,ketika helper berjalan di sekitar hooper, dan isi

hooper terlalu penuh, sehingga material yang di dalam hooper terlempar

keluar. Risiko tertimpa material ini mempunyai nilai risiko 10 sehingga

masuk ke dalam kategori acceptable yang artinya risiko tertimpa material

Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai

risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah Memasang warning

sign terkait bahaya yang ada, pengawasan penggunaan APD, pemasangan

guard pada area hooper, sehingga nilai kemungkinan dapat diturunkan dari

remotely possible menjadi conceivable, sedangkan, tingkat paparannya

continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini

dilakukan setiap hari sesuai kebutuhan.

6.3.3.2 Tahap menebar serbuk gergaji pada lantai yang terkena residu

1. Tersandung peralatan yang berserakan

Pada tahap menebar serbuk gergaji, risiko tersandung peralatan yang

berserakan dapat terjadi pada helper,ketika helper berjalan di sekitar

shredder untuk menebar serbuk gergaji dan tersandung oleh peralatan yang

Page 176: Dita Wianjani

179

berseerakan di sekitar shredder,. Risiko tersandung peralatan ini

mempunyai nilai risiko 18 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable

yang artinya risiko tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko

dikurangi seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah mengawasi penerapan housekeeping, memasang warning sign

terkait bahaya yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga

nilai kemungkinan dapat diturunkan dari unusual menjadi remotely

possible atau conceivable, sedangkan, tingkat paparannya frequent dan

tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali

setiap hari.

2. Tertimpa Material Ringan Dari Belt Conveyor Yang Memiliki Ketinggain

Sekitar 1-2 M (contoh material : palstik, potongan material ringan yang

beratnya kurang dari 100 gram)

Pada tahap menebar serbuk gergaji, risiko tertimpa material ringan

dari belt conveyor dapat terjadi pada helper,ketika helper berjalan di

sekitar shredder untuk menebar serbuk gergaji dan tertimpa material

ringan dari belt conveyor. Risiko tertimpa material ringan ini

mempunyai nilai risiko 6 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable

Page 177: Dita Wianjani

180

yang artinya risiko tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko

dikurangi seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah memasang jarring dibawah belt conveyor, memasang warning

sign terkait bahaya yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga

nilai kemungkinan dapat diturunkan dari remotely possible menjadi

conceivable, sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat

diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.

3. Kebakaran

Pada tahap menebar serbuk gergaji, risiko kebakarandapat terjadi

pada helper,ketika helper berjalan tidak mematuhi prosedur yang

tersedia, seperti merokok. Risiko tertimpa kebakaran ini mempunyai

nilai risiko 150 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable yang

artinya risiko tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko

dikurangi seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan

nilai risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka

upaya pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan

adalah memasang warning sign terkait bahaya yang ada serta pelatihan

perilaku yang berorientasi pada safety, sehingga nilai konsekuensi dapat

Page 178: Dita Wianjani

181

diturunkan dari very serious menjadi serious, important, atau noticeable,

sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan

kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.

6.3.3.3 Tahap Memberikan Parfume Pada Fasilitas Shredder dan Material

1. Tersandung peralatan yang berserakan

Pada tahap memberikan parfume pada fasilitas shredder dan material,

risiko tersandung peralatan yang berserakan dapat terjadi pada helper,ketika

helper berjalan di sekitar shredder untuk memberikan parfume pada fasilitas

shredder dan material dan tersandung oleh peralatan yang berserakan di

sekitar shredder,. Risiko tersandung peralatan ini mempunyai nilai risiko

18 sehingga masuk ke dalam kategori acceptable yang artinya risiko

tertimpa material Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal

mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya

pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah

mengawasi penerapan housekeeping, memasang warning sign terkait bahaya

yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga nilai kemungkinan

dapat diturunkan dari unusual menjadi remotely possible atau conceivable,

sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali,

karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.

Page 179: Dita Wianjani

182

2. Tertimpa Material Ringan Dari Belt Conveyor Yang Memiliki Ketinggain

Sekitar 1-2 M (contoh material : palstik, potongan material ringan yang

beratnya kurang dari 100 gram)

Pada tahap memberikan parfum pada shredder dan material, risiko

tertimpa material ringan dari belt conveyor dapat terjadi pada helper,ketika

helper berjalan di sekitar shredder untuk memberikan parfum pada shredder

dan material dan tertimpa material ringan dari belt conveyor. Risiko tertimpa

material ringan ini mempunyai nilai risiko 6 sehingga masuk ke dalam

kategori acceptable yang artinya risiko tertimpa material Intensitas yang

menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai

risiko dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya

pengendalian yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah

memasang jarring dibawah belt conveyor, memasang warning sign terkait

bahaya yang ada dan pengawasan penggunaan APD, sehingga nilai

kemungkinan dapat diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable,

sedangkan, tingkat paparannya frequent dan tidak dapat diturunkan kembali,

karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari.

Page 180: Dita Wianjani

183

6.3.4 Memasukan Product Pada Box dan Pengiriman Product

6.3.4.1 Tahap Menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk

1. Kejatuhan box

Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko

kejatuhan box dapat terjadi pada helper, ketika helper mengangkut box ke atas

truk memnggunankan bobcap. Risiko kejatuhan box ini mempunyai nilai risiko

50 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya Perlu diawasi dan

diperhatikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign

terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang atau kaca

pada forklift yang mengangkut box, sehingga nilai kemungkinan dapat

diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable, sedangkan, tingkat

paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan

ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.

2. Tertimpa Material Ringan Dari Box (contoh material : palstik, potongan material

ringan yang beratnya kurang dari 100 gram)

Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko

tertimpa material ringan dari box, ketika helper mengangkut box ke atas truk

memnggunankan bobcap lalu material ringan yang berada di posisi paling atas

box terjatuh. Risiko kejatuhan box ini mempunyai nilai risiko 10 sehingga

Page 181: Dita Wianjani

184

masuk ke dalam kategori acceptable yang artinya intensitas yang menimbulkan

risiko tertimpa material ringan dari box dikurangi seminimal mungkin.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign

terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, memasang penghalang atau kaca

pada forklift yang mengangkut box, sehingga nilai kemungkinan dapat

diturunkan dari remotely possible menjadi conceivable, sedangkan, tingkat

paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali, karena pekerjaan

ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.

3.Tertabrak/Menabrak antar pengemudi

Pada tahap menaikan box yang sudah terisi oleh material pada truk, risiko

tertabrak/menabrak dapat terjadi, ketika helper mengangkut box ke atas truk

memnggunankan bobcap lalu tidak ada koordinasi antar pengemudi, sehingga

terjadi tabrak/menabrak. Risiko tertabrak/menabrak ini mempunyai nilai risiko

25 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya perlu diawasi dan

diperhatikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign

terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, pemasangan alarm pada forklift

atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, sehingga nilai konsekuensi dapat

diturunkan dari very serious menjadi serious, important, atau noticeable.

Page 182: Dita Wianjani

185

sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali,

karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.

6.3.4.2 Mengirimkan Box Menuju Tempat Pembakaran / Pre-heater

1. Box terjatuh saat dibawa menuju pre-heater

Pada tahap mengirimkan box menuju tempat pembakaran / pre-heater,

risiko box terjatuh dapat terjadi karena guard pada truk yang pendek, sedangkan

box tinggi. Risiko box terjatuh di jalan ini ini mempunyai nilai risiko 30

sehingga masuk ke dalam kategori priority 3 yang artinya Perlu diawasi dan

diperhatikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign

terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, pemasangan alarm pada forklift

atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, memasang blind spot mirror pada

daerah tikungan , pemasangan guard yang lebih tinggi pada truck, sehingga

nilai kemungkinan dapat diturunkan dari unusual menjadi remotely possible atau

conceivable, sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat

diturunkan kembali, karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari sesuai

kebutuhan.

Page 183: Dita Wianjani

186

2. Tertabrak/menabrak antar pengemudi

Pada tahap mengirimkan box menuju tempat pembakaran / pre-heater,

risiko tertabrak/menabrak dapat terjadi, karena pekerja tidak mengikuti standard

operation mengenai cara berkendara di arean proyek. Risiko tertabrak/menabrak

ini mempunyai nilai risiko 25 sehingga masuk ke dalam kategori priority 3

yang artinya perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi yang diberikan adalah dengan cara menurunkan nilai risiko

dari risiko tersebut. Untuk menurunkan nilai risiko, maka upaya pengendalian

yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaan adalah memasang warning sign

terkait dengan risiko yang dapat ditimbulkan, pemasangan alarm pada forklift

atau revolving lamp saat kendaraan bergerak, sehingga nilai konsekuensi dapat

diturunkan dari very serious menjadi serious, important, atau noticeable.

sedangkan, tingkat paparannya continouslly dan tidak dapat diturunkan kembali,

karena pekerjaan ini dilakukan sekali setiap hari sesuai kebutuhan.

Page 184: Dita Wianjani

6.4 Pembahasan Hubungan antara Hasil Analisis Risiko dengan Kejadian

Kecelakaan Kerja yang Telah Terjadi pada Shredder Facility PT.Holcim

Indonesia Tbk Tahun 2010.

6.4.1 Pembahasan Hubungan Hasil Analisis Tahap Perapihan dan Penyimpanan Material

dengan Kejadian Kecelakaan Kerja Tertabraknya Tembok Pemisah antara

Ruang Penyimpanan dan Shredder

Pada tanggal 8 November 2008 pukul 10.00 di area operasi shredder

Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan

rubuhnya tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder akibat

ditabrak wheel loader yang sedang mundur untuk parkir. Tidak ada korban dari

kecelakaan kerja ini, hanya kerusakan sementara fasilitas shredder.

Hal ini bermula ketika wheel loader keluar dari storage 1 menuju

storage 2. Pengemudi Wheel loader tidak berkonsentrasi sehingga wheel loader

menabrak tembok pemisah. Upaya pengendalian yang telah tersedia pada saat ini

adalah engineering control dengan pemasangan antena pada wheel loader dan

alat kemudi lainnya yang sedang berjalan , tersedianya blind spot miror agar

pengemudi dapat mengetahui aktivitas disekitar, memasang warning sign tentang

penggunaan APD , tersedia standard operation mengenai cara bekendara di area

proyek, safety briefing sebelum bekerja, serta menggunakan APD lengkap, maka

nilai risiko yang didapat dari tahap ini adalah 25 masuk kedalam priority 3 yang

artinya kegiatan ini sebenarnya hanya perlu pengawasan dan diperhatikan secara

Page 185: Dita Wianjani

63

berkesinambungan, apabila dibandingkan pengendalian saat ini dengan

pengendalian saat terjadi kecelakaan kerja, belum terjadi perubahan

pengendalian, namun kecelakaan kerja tertabraknya tembok pemisah antara

ruang penyimpanan dan shredder tetap terjadi.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kecelakaan kerja terjadi

karena pekerja tidak berkonsentrasi dalam mengemudi. Kecelakaan kerja

tertabraknya tembok pemisah antara ruang penyimpanan dan shredder terjadi

karena faktor pekerja, kondisi korban yang memiliki beban fikiran mengenai

minimnya upah yang menyebabkan pekerja kurang tidur, sehingga menjadi salah

satu penyebab kelelahan.

Hal ini sesuai dengan teori domino heinrich yang menyatakan bahwa

salah satu rangkaian domino yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja adalah

unsafe act atau perilaku tidak aman yang salah satunya adalah kelelahan .

Teori yang dikembangkan oleh Sahab (1997) juga menyatakan bahwa

penyebab kecelakaan kerja dilatarbelakangi oleh faktor-faktor, yang salah

satunya adalah faktor kelelahan dan keletihan yang berasal dari penyebab dasar

faktor pribadi.

Kelelahan kerja yang dilalami pekerja membuat turunnya kinerja dan

menimbulkan kecelakaan kerja. Hal ini sesuai dengan teori Nurmianto pada

tahun 2003, yang menyatakan “ Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan

menambah tingkat kesalahan kerja.” Meningkatnya kesalahan kerja akan

memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Page 186: Dita Wianjani

64

Selain itu kerja fisik yang terus menerus dapat menyebabkan kelelahan,

sehingga menurunkan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan

persepsi cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan,

(depresi, kurang tenaga, kehilangan inisiatif), dan gejala umum (sakit kepala,

vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan

pencemaan, kecemasan, pembahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran

tidur). Kelelahan Kerja dapat menyebabkan prestasi kerja yang menurun, fungsi

fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak, Semangat

kerja yang menurun (Bartley dan Chute, 1982).Motivasi kerja khususnya faktor

balas jasa atau upah yang minim pun menjadi penyebab pekerja tidak dapat tidur

karena beban fikiran, hal ini sesuai dengan teori Winardi (2001) yang

menyatakan bahwa jika upah tersebut tidak dipenuhi, maka akan muncul

pemogokan-pemogokan, dan kadangkala timbul gejala berupa memburuknya

kesehatan fisik dan mental yang dapat mempengaruhi perilaku kerja.

6.5.2 Pembahasan Hasil Analisis Tahap Adjusting belt conveyor dengan Kejadian

Kecelakaan Kerja Lengan yang Terputus.

Pada tanggal 28 Juli 2009 pukul 23:00 di area operasi shredder

Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. sebuah kecelakaan terjadi mengakibatkan

luka parah pada seorang karyawan Holcim Indonesia. Karyawan tersebut

mengalami luka terbuka atau terputusnya lengan atas dan pergelangan tangan

akibat terjepit oleh benda berputar (motion detector).

Page 187: Dita Wianjani

65

Hal ini bermula ketika belt conveyor pada shredder keluar dari jalur

roller. Karyawan tersebut melepaskan pelindung untuk mengatur posisi belt pada

kondisi belt berjalan. Setelah selesai mengatur posisi belt conveyor, karyawan

tersebut melihat material karet yang tersangkut pada tail pulley, hal ini biasa

terjadi karena Shredder merupakan alat pencacah berbagai limbah, dan salah

satunya adalah karet.

Namun ketika karyawan berusaha menyingkirkan material tersebut,

karyawan tidak menggunakan bar untuk menyingkirkan benda tersebut,

akibatnya lengan bajunya tersangkut oleh motion detector yang berputar dan

menarik tangan kanannya ke arah motion detector yang berputar. Karyawan

tersebut mengalami luka dan dikirim ke rumah sakit untuk operasi pembedahan.

Safety guard pada saat itu belum dilengkapi screw yang berfungsi

sebagai alat adjusting belt conveyor, selain itu prosedur LOTO (lock out tag out )

tidak diterapkan sehingga terjadi kecelakaan kerja tersebut. Upaya yang saat ini

sudah dilakukan pada tahap adjusting belt conveyor adalah pemasangan screw

diluar safety guard agar pekerja bekerja lebih aman, maka nilai risiko yang

didapat pada tahap ini adalah 7,5 masuk ke dalam kategori Acceptabble yang

artinya intensitas yang dapat menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.

Maka, pengendalian yang sudah dilakukan saat ini dapat meminimalkan

kecelakaan kerja.

Hal ini membuktikan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi apabila

manajemen keselamatan kerja belum dilakukan secara maksimal, sesuai dengan

teori Birds dalam Suardi (2005) yang memodifikasi teori domino Heinrich dengan

Page 188: Dita Wianjani

66

mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu

kecelakaan,dan Birds mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja

hanya dapat berhasil dengan memperbaiki manajemn keselamatan dan kesehatan

kerja.

Namun, Selain karena faktor teknis, kecelakaan kerja lengan terputus

disebabkan oleh faktor manusia yang merasa terbiasa dengan pekerjaannya.

Menurut Gordon Allport , sikap merupakan kecenderungan potensial untuk

berpotensi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

adanya respon . Penyebab yang melatarbelakangi kecelakaan kerja menurut

Sahab (1997) salah satunya adalah sikap dan tingkah laku yang tidak aman. Dan

tentunya tindakan tidak aman akan menyebabkan kecelakaan kerja, hal itu

senada dengan yang diungkapkan oleh Silalahi (1995), berdasarkan statistik di

Indonesia, 80% kecelakaan diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act)

dan 20% oleh kondisi tidak aman (unsafe condition). Jadi, dapat disimpulkan

bahwa perilaku tidak aman (unsafe act) memegang pengaruh yang besar

terhadap kecelakaan

Maka, walaupun upaya pengendalian teknis sudah dilakukan dengan

maksimal, tetapi tetap ada faktor yang terdapat pada manusia seperti faktor sikap

yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

Page 189: Dita Wianjani

67

6.5.3 Pembahasan Hasil Analisis Tahap Tahap Shredding dengan Kejadian

Kecelakaan Kebakaran pada Hooper.

Pada tanggal 7 April 2010 pukul 15:00 di area operasi shredder

Geocycle,PT.Holcim Indonesia Tbk. Sebuah kebakaran pada hooper terjadi , tidak

ada korban dari kejadian ini hanya mengakibatkan produksi terhenti untuk 2 hari.

Hal ini bermula ketika wheel loader memasukkan material pada hooper.

Didalam hooper gesekan antar besi menimbulkan percikan api, dan mixing

material yang dimasukkan oleh wheel loader bersifat mudah terbakar, sehingga

terjadi kebakaran pada Hooper.

Upaya pengendalian yang telah tersedia pada saat ini adalah engineering

control dengan pemasangan hydrant, sprinkler tepat diatas hooper, serta APAR,

memasang warning sign tentang penggunaan APD , tersedia MSDS (Material

safety data sheet), safety briefing sebelum bekerja, serta menggunakan APD

lengkap. maka nilai risiko yang didapat dari tahap ini adalah 250, masuk

kedalam kategori priority 1 yang artinya aktivitas shredding perlu pengendalian

sesegera mungkin, apabila dibandingkan pengendalian saat ini dengan

pengendalian saat terjadi kecelakaan kerja, belum terjadi perubahan

pengendalian, sehingga kecelakaan kerja kebakaran pada hooper masih mungkin

terjadi. Karena sebenarnya berdasarkan dengan teori Birds dalam Suardi (2005)

yang memodifikasi teori domino Heinrich mengemukakan bahwa usaha

pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan memperbaiki

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja terlebih dahulu.

Page 190: Dita Wianjani

68

Namun hingga saat ini manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

belum dilakukan secara maksimal sehingga kecelakaan kerja kebakaran masih

mungkin terjadi.Akan tetapi, penyebab kecelakaan kecelakaan kerja kebakaran

pada hooper terjadi karena faktor kelalaian. faktor manusia itu sendiri seperti

tidak segera merubah data material berbahaya sesegera mungkin, karena tidak

terjalin koordinasi yang baik antar pekerja. Sesuai dengan teori Hezberg pada

tahun 1990, yang menyatakan bahwa “salah satu faktor yang menjadi penggerak

terciptanya motivasi kerja karyawan adalah hubungan antar manusia.” Beliau

juga menyatakan bahawa hubungan antar manusia dalam lingkungan pekerjaan

baik hubungan vertical maupun horizontal akan berpengaruh terhadap disiplin

dan produktivitas pekerja.

Maka, walaupun upaya pengendalian teknis sudah dilakukan dengan

maksimal, tetapi tetap ada faktor yang terdapat pada manusia yang dapat

menyebabkan kecelakaan kerja.

Page 191: Dita Wianjani

69

Page 192: Dita Wianjani

70

Page 193: Dita Wianjani

71

Kegiatan pada Shredder Facility

Page 194: Dita Wianjani

72

Membersihkan Handrail

Membersihkan Screen Adjusting Belt Conveyor

Mengecek Chute Magnet separator

Page 195: Dita Wianjani

73

Perapihan dan Penyimpanan Material

Memberikan Parfum

Memasukkan Material pada Box

Menebar serbuk Gergaji

Menaikkan box pada truck

Page 196: Dita Wianjani

74

No Rincian Pekerjaan Skenario Risiko Pengendalian

Tabel

Hasil Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas Shredder

PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Page 197: Dita Wianjani

75

Tabel

Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas

Shredder PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

No Rincian Pekerjaan Risiko Konsekuensi

(C)

Paparan (E) Kemungkinan

(L)

Nilai

Risiko

Page 198: Dita Wianjani

76

Tabel

No Rincian Pekerjaan Risiko Nilai Risiko Kategori Risiko Rekomendasi

Page 199: Dita Wianjani

77

Hasil Evaluasi Risiko Keselamatan Kerja pada Tahap Shredding pada fasilitas

Shredder PT.Holcim Indonesia Tbk Tahun 2010

Page 200: Dita Wianjani
Page 201: Dita Wianjani

63

Page 202: Dita Wianjani

64

Page 203: Dita Wianjani

65

Page 204: Dita Wianjani

66