Pneumonia Bacterial score

11
Pneumonia bakterial skor untuk mengidentifikasi pneumoniabakterial Ied Imilda, Finny Fitry Yani, Didik Hariyanto, Darfioes Basir ABSTRAK Latar belakang: pneumonia disebabkan oleh bakteri ataupun virus, dengan gejala yang hampir sama pada semua anak-anak. Bacterial pneumonia score (BPS) adalah sebuah penilaian klinis yang terdiri dari beberapa penilaian: usia, suhu tubuh (axilla), hitung neutrofil absolut, persentase neutrofil batang, dan interpretasi pemeriksaan radiologi. Skor akan digunakan untuk membedakan penyebab pneumonia. Tujuan: untuk menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif BPS dalam mengidentifikasi pneumonia bakterial pada anak-anak. Metode: penelitian ini dilakukan di rumah sakit Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat yang mana subjek dipilih berdasarkan consecutive sampling. 57 pasien didiagnosis dengan pneumonia. 3 pasien menderita VSD, 8 pasien menolak untuk memberikan spesimen darah dan rontgen thorax, 3 pasien rontgen thoraxnya tidak bisa diintepretasikan, oleh karena itu, 43 subjek dimasukkan 1

Transcript of Pneumonia Bacterial score

Pneumonia bakterial skor untuk mengidentifikasi pneumoniabakterialIed Imilda, Finny Fitry Yani, Didik Hariyanto, Darfioes Basir

ABSTRAKLatar belakang: pneumonia disebabkan oleh bakteri ataupun virus, dengan gejala yang hampir sama pada semua anak-anak. Bacterial pneumonia score (BPS) adalah sebuah penilaian klinis yang terdiri dari beberapa penilaian: usia, suhu tubuh (axilla), hitung neutrofil absolut, persentase neutrofil batang, dan interpretasi pemeriksaan radiologi. Skor akan digunakan untuk membedakan penyebab pneumonia.Tujuan: untuk menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif BPS dalam mengidentifikasi pneumonia bakterial pada anak-anak. Metode: penelitian ini dilakukan di rumah sakit Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat yang mana subjek dipilih berdasarkan consecutive sampling. 57 pasien didiagnosis dengan pneumonia. 3 pasien menderita VSD, 8 pasien menolak untuk memberikan spesimen darah dan rontgen thorax, 3 pasien rontgen thoraxnya tidak bisa diintepretasikan, oleh karena itu, 43 subjek dimasukkan dalam penelitian. Rontgen thorax diintepretasikan oleh konsultan pulmonology pediatric. Leukosit dan hitung jenis leukosit dilakukan oleh konsultan patologi klinik. Hasil BPS subjek penelitian akan dibandingkan dengan pemeriksaan PCR multipleks dan spesimen darah, sebagai gold standar.Hasil: dari 43 orang, 27 (62.79%) adalah laki-laki. Usia rata-rata 29.3 (SD 21.5) bulan. 20 orang (46.51%) memiliki status gizi yang baik, 4 orang (9,31%) memiliki suhu aksila 39C, dan 22 orang (51.16%) memiliki jumlah hitung neutrofil absolut 8,000 mm3. Bacterial pneumonia score (BPS): 69% sensitivitas, 60% spesifisitas, 42% nilai prediksi positif dan 81% nilai prediksi negatif. Kesimpulan: Dalam penelitian ini, BPS mempunyai sensitivitas dan spesifisitas rendah untuk mengidentifikasi timbulnya pneumonia bacterialKata kunci: pneumonia, rawat inap, Bacterial pneumonia score, PCR

PENGANTARPneumonia merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena angka kematian yang tinggi di negara berkembang dan negara maju. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 memperkirakan angka kematian yang disebabkan oleh pneumonia pada balita di seluruh dunia mencapai 19% atau 1,6 sampai 2,2 juta. Dari jumlah tersebut, 70% berada di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia, Penelitian Dasar Kesehatan (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa pneumonia menjadi penyebab kematian utama kedua pada balita (15,5%), setelah diare (25,2%).Bakteri dan virus adalah organisme yang sering menyebabkan pneumonia pada anak-anak. Membedakan bakteri dari pneumonia virus dapat membantu dalam membuat keputusan penggunaan antibiotik. Gejala klinis yang hampir sama antara kedua etiologi ini, menyebabkan kesulitan dalam membedakan antara keduanya. Pemeriksaan mikrobiologi telah digunakan untuk membedakan antara etiologi ini, termasuk kultur darah dan pemeriksaan imunofluoresen, seperti reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Kultur bakteri selesai dalam 24-48 jam dan PCR tidak selalu tersedia, sehingga keputusan pengobatan awal selalu berdasarkan gejala klinis, laboratorium dan data radiologis, meskipun tidak ada algoritma klinis untuk membedakan dengan jelas penyebab pneumonia.Kami ingin menilai kegunaan Bacterial pneumonia score (BPS) untuk memprediksi infeksi bakteri sebagai penyebab pneumonia pada anak-anak. BPS didasarkan pada penilaian klinis dan dikembangkan di Argentina, yang terdiri dari pengukuran suhu aksila, usia , hitung neutrofil absolut, persentase neutrofil batang, serta interpretasi pemeriksaan radiologi. Penggunaan skor ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu, kejadian resistensi antibiotik, dan biaya perawatan kesehatan.Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sensitivitas, spesifisitas dan nilai prediksi dari BPS untuk mengidentifikasi bakterial atau non bakterial bronkopneumonia . Semua analisis menggunakan tabel 2x2.

METODEPenelitian dilakukan di Departemen Kesehatan Anak dan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, dan Laboratorium Biomedis Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Sumatera Barat, dari bulan Juli 2012 hingga Maret 2013. Populasi penelitian adalah pasien rawat inap dengan pneumonia berdasarkan kriteria WHO. Subyek dipilih berdasarkan non probability sampling dengan teknik consecutive sampling, sehingga semua pasien yang didiagnosis dengan pneumonia dan memenuhi kriteria inklusi dilibatkan dalam penelitian tersebut. Kriteria inklusi adalah anak usia 2 bulan-14 tahun yang orang tuanya diberikan informed consent, dan didiagnosis dengan pneumonia berat berdasarkan kriteria dari rumah sakit. Kami memperoleh spesimen darah dari subjek untuk pemeriksaan rutin darah perifer (kadar hemoglobin, leukosit, dan hitung jenis leukosit) dan PCR, serta pemeriksaan radiologi (rontgen thorax, dalam posisi anteroposterior). Kami mengeksklusikan pasien dengan penyakit berat lainnya, seperti penyakit jantung bawaan, pertusis, kekurangan gizi, leukemia, defisiensi imunologi, atau pneumonia nosokomial (mereka yang pneumonianya muncul selama rawat inap).Diperlukan ukuran sampel minimum dihitung berdasarkan formula untuk studi diagnostik, di mana spesifitas (P) adalah 0,89 (berdasarkan penelitian sebelumnya), adalah 0,05 (Z = 1,96), dan d adalah 0,1. Dalam penghitungan kemungkinan 10% drop out, jumlah subjek minimum yang dibutuhkan adalah 42 orang. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Orang tua pasien diberi penjelasan tentang tujuan, sasaran, dan manfaat penelitian. Semua orang tua subjek diberikan informed consent. Kami mengumpulkan data berikut pada 43 subjek: usia, jenis kelamin, berat badan, panjang/tinggi badan, gizi dan gejala klinis seperti suhu tubuh, tingkat pernapasan per menit, serta adanya retraksi dinding dada, dan ronki pada auskultasi. Rontgen thorax yang diambil dari subjek dalam posisi anteroposterior dan dibaca oleh konsultan pulmonologi anak. Anak-anak yang memakai obat antipiretik sebelum penelitian ini suhu tubuh mereka akan diukur 8 jam setelah efek antipiretik bekerja.Spesimen darah (hingga 3 mL) diambil dari daerah vena cubiti dengan teknik aseptik dan antiseptik. BPS dihitung berdasarkan metode Glazen dan Khamapirad. Variable dianalisis terdiri dari suhu aksila, usia, jumlah neutrofil absolut dan persentase neutrofil batang, serta hasil X-ray dada. Mereka dengan skor 37,5C dengan termometer pada aksila dalam waktu 5 menit.

HASILSelama masa penelitian, 57 anak-anak dirawat di rumah sakit dengan diagnosis bronkopneumonia. 3 anak menderita penyakit jantung bawaan asianotik (VSD), 8 anak menolak untuk memberikan spesimen darah dan 3 anak-anak memiliki hasil rontgen thorax yang tidak dapat diinterpretasikan. Oleh karena itu, jumlah subjek berjumlah 43, yang dipilih dengan tehnik consecutive sampling. Analisis dilakukan dengan menggunakan tabel 2 x 2. Karakteristik subjek ditunjukkan pada Tabel 1.

Ada insiden yang berbeda dari pneumonia, dengan penilaian BPS dan PCR. Dengan penilaian BPS, kejadian pneumonia bakteri tidak banyak berbeda dari pneumonia non bakteri (masing-masing 21 dan 22 subjek), sedangkan penilaian PCR (masing-masing 13 dan 30 subjek). Sensitivitas, spesifisitas dan hasil prediksi ditampilkan dalam bentuk tabel 2x2, untuk membandingkan BPS dan PCR, mana yang menjadi gold standart untuk membedakan infeksi antara bakterial dan virus pada anak-anak dengan bronkhopneumonia.Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 43 subjek dengan bronkhopneumonia, 9 subjek positif terinfeksi bakteri dari tes PCR saja, 13 subjek terkena pneumonia bakteri, kepekaan BPS adalah 69%. Nilai ini menunjukkan bahwa BPS tidak sensitif untuk digunakan sebagai alat skrining untuk pasien dengan pneumonia bakteri.

Ada 18 subyek dengan pneumonia non bakteri, berdasarkan BPS dan PCR. Untuk PCR saja, 30 subjek adalah pneumonia non bakteri, sehingga spesifisitas BPS adalah 60%. Hal ini menggambarkan bahwa BPS tidak spesifik sebagai alat untuk pasien dengan pneumonia non bakteri. Nilai prediksi positif dan negative dalam penelitian ini masing-masing adalah 42% dan 81%.

DISKUSISubjek berkisar di usia 2 bulan sampai 10 tahun, dengan usia rata-rata 29,3 (SD 21,5) bulan. Hasil ini berbeda dengan yang diperoleh Kisworini et al., yang meneliti gejala klinis, laboratorium dan data demografi sebagai prediktor kematian pada anak-anak dengan pneumonia dan Beyeng et al., yang meneliti keabsahan BPS sebagai prediktor pneumonia bakteremia pada anak-anak. Kisworini et al. dan Beyeng et al. menemukan usia rata-rata sampel mereka yang menderita pneumonia, menjadi masing-masing 16 bulan dan 11 bulan,. Namun, Torres et al., yang meneliti prediktor klinis untuk pengobatan awal anak-anak dengan pneumonia, menemukan usia rata-rata 25,3 (SD 16,5) bulan. Dalam penelitian ini, total sampel laki-laki lebih banyak daripada wanita, yaitu, 62,79%. Demikian pula, Kisworini et al. dan Beyeng et al. masing-masing mendapatkan total pasien anak laki-laki lebih banyak dari total anak perempuan, masing-masing sekitar 55% dan 59,4%,. Sebaliknya, Torres FA dkk. menemukan bahwa hanya 45% dari subyek pneumonia adalah laki-laki. Status gizi yang paling umum dari subjek penelitian ini adalah kurang gizi (53,49%). Sebaliknya, Kisworini et al. dan Beyeng et al. menemukan pasien pneumonia lebih dalam kategori bergizi baik dengan masing-masing 69% dan 51,1%.Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif berbeda dari yang dilaporkan oleh Moreno et al., yang meneliti pengembangan dan validasi prediktor klinis untuk membedakan pneumonia bakteri dan virus pada anak-anak. Mereka menemukan sensitivitas 100%, spesifisitas 93,9%, nilai prediksi positif 75,9% dan nilai prediksi negatif 100%. Ada beberapa perbedaan antara Moreno et al. dengan penelitian ini. Moreno et al. memiliki 175 subjek dengan teknik consecutive, yang pasien pneumonianya berusia 1 bulan-5 tahun. Pasien dieklusikan jika mereka memiliki penyakit paru-paru kronis, penyakit jantung bawaan, masuk ICU, pneumonia berulang, malnutrisi, defisiensi imunologi, pneumonia nosokomial atau penggunaan antibiotik dalam 2 minggu sebelum penelitian. Sebaliknya, sedangkan rentang usia subjek pada penelitian ini adalah luas, 2 bulan-14 tahun, pneumonia bisa lebih mungkin disebabkan oleh Mycoplasma, yang memiliki gejala klinis ringan, dengan suhu aksila lebih rendah. Menurut penelitian oleh McIntosh, Ostapchuk et al., Stain et al., Dan Setyoningrum, pneumonia pada pasien lebih dari 5 tahun sebagian besar disebabkan oleh kelompok Mycoplasma. Ukuran sampel yang kecil ini juga mempengaruhi hasil.Kesimpulannya, BPS memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah untuk mengidentifikasi pneumonia bakterial. Penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar diperlukan untuk mengevaluasi kegunaan dari bacterial pneumonia score guna mencapai hasil yang maksimal dan berguna dalam praktek klinis.7