PLN dan Pertamina berebut saham PGE

1
Akuisisi Pertamina Geo- thermal oleh PLN masih menggantung. Dian Sari Pertiwi, Ruisa Khoiriyah S udah sejak Agustus ini, minat PT PLN (Persero) terhadap anak usaha PT Pertamina (Persero) di sek- tor panas bumi, yaitu PT Perta- mina Geothermal Energy (PGE), terlontar gamblang. Ber- ulang kali, Sofyan Basir, sang nakhoda perusahaan setrum negara itu, mengungkap kei- nginan PLN meminang PGE. Sofyan mengklaim, rencana akuisisi saham PGE itu bahkan sudah dibawa pembahasannya ke Medan Merdeka Selatan, di mana Kementerian Badan Usa- ha Milik Negara (BUMN) ber- kantor. Rencananya, PLN akan mengempit 50% saham PGE. Sedangkan Pertamina memiliki separo sisanya. Dus, PGE men- jadi perusahaan milik berdua, yaitu PLN dan Pertamina. Menteri BUMN Rini Sumar- no, menurut Sofyan, sudah me- nyinggung hal itu dalam rapat sesama BUMN beberapa pekan lalu. “Saat ini dalam tahap kaji- an legal, administratif, juga fi- nance-nya seperti apa. Proses due dilligence di Kementerian,” ujar Sofyan kepada Tabloid KONTAN. Tentu ada alasan kuat di balik sikap PLN yang menggebu me- minang PGE. Perusahaan se- trum milik negara itu menilai, akuisisi PGE oleh PLN sebagai sinergi ketahanan energi. PLN membutuhkan sumber energi selain energi fosil yang selama ini menjadi andalan utama. Panas bumi dapat menjadi alternatif energi bagi setrum yang dihasilkan oleh PLN. Se- bagai energi terbarukan, panas bumi dinilai bersih dibanding- kan energi fosil seperti minyak dan batubara. Namun, si pemilik 100% sa- ham PGE saat ini, yaitu Perta- mina, agaknya masih ogah- ogahan menanggapi keinginan PLN tersebut. Dwi Soetjipto, Direktur Uta- ma Pertamina, enggan memberi komentar tentang kemajuan rencana akuisisi, ketika Tabloid KONTAN menemuinya di sela rapat di Kantor Menteri Koordi- nator Bidang Maritim, Selasa (23/8). Penjelasan mengemuka dari Vice President Corporate Communications Pertamina Wianda Pusponegoro. “Kami diminta untuk mengkaji perusa- haan masing-masing,” kata dia. Yang pasti, bisnis geothermal, menurut Wianda, membutuh- kan komitmen tinggi sedari awal agar bisa berkembang. “Di bisnis ini, tidak ada perusahaan selain Pertamina yang mengem- bangkan panas bumi secara agresif,” ungkap dia. Asal tahu saja, PLN sebenar- nya telah memiliki anak usaha di sektor panas bumi, yaitu PLN Geothermal. Hanya saja, anak usaha itu kurang berkembang akibat kekurangan modal. Maka itu, keinginan PLN mengakuisi- si PGE mengundang tanda ta- nya. Terutama menyangkut ko- mitmen pengembangan. “Ja- ngan sampai, bisnis yang kami kembangkan di mana dulu tidak ada investor, kini sudah ber- kembang dan menghasilkan, tiba-tiba hanya dianggap seba- gai bagian dari portofolio aset,” tegas Wianda. Beda karakter Pengembangan energi panas bumi memang tidak murah. Pertamina mengalokasikan ke- butuhan investasi sekitar US$ 15,9 miliar untuk mengem- bangkan lapangan panas bumi hingga tahun 2025 dengan kapa- sitas 2.200 megawatt (MW). Potensi panas bumi di Indo- nesia mencapai 28.000 mega- watt. Namun, sejauh ini yang berhasil dimanfaatkan baru se- kitar 4% atau 1.189 MW saja. PGE kini mengelola empat area panas bumi dan 10 area pengembangan, yaitu area Ka- mojang yang berkapasitas 235 MW, Lahendong berkapasitas 80 MW, area Sibayak sebesar 12 MW dan area Ulubelu dengan kapasitas total 110 MW. Hingga akhir 2019, PGE menargetkan bisa menghasilkan 907 MW. Wianda menilai, siapa pun yang tertarik memiliki saham PGE harus memiliki komitmen kuat ikut mewujudkan target yang telah dipasang. Bila PLN masuk, misalnya, perusahaan setrum itu harus mampu mere- alisasikan roadmap PGE hing- ga 2025. Termasuk di antaranya, target menaikkan produksi 15% per tahun. “Bagaimana penda- naan, rencana investasi sampai strategi percepatan mengubah lapangan eksplorasi menjadi produksi. Selama ini kami jalan sendiri dan bisa melakukan se- mua,” papar Wianda. Mampukah PLN menjawab segala tuntutan itu? PGE lebih banyak berkecimpung di lini hulu eksplorasi. Sedang PLN adalah perusahaan listrik yang menjadi konsumen energi pa- nas bumi agar pembangkit bisa menghasilkan setrum. Namun, Sofyan mengklaim PLN memiliki tenaga engineer profesional di bidang panas bumi yang tak kalah jago dari Pertamina. “Kalau untuk penge- boran kegiatan eksplorasi, ya, tinggal, memanggil perusahaan drilling lewat tender yang transparan,” terang dia. Sofyan menilai, dengan me- miliki PGE bersama Pertamina, pengembangan energi panas bumi bisa lebih efisien. Akhir- nya, harga panas bumi bisa le- bih murah dan dapat berimbas pada harga setrum murah. Komaidi Notonegoro, peng- amat energi dari Reforminer Institute, berpandangan berbe- da. Integrasi dua perusahaan besar itu tidak otomatis bisa mengefisienkan urusan perlis- trikan berikut harga jual ke masyarakat. Malah, harga ener- gi panas bumi saat ini masih jauh lebih mahal dibanding ba- tubara karena menuntut inves- tasi lebih tinggi. Sebagai gambaran, harga energi panas bumi berkisar Rp 750–Rp 1.400 per kwh. Se- dang batubara cuma Rp 350 per kwh. Komaidi menilai, PGE le- bih dekat dengan industri hulu migas. Sedangkan PLN terbi- lang minim pengalaman eksplo- rasi energi. Keahlian PLN ada- lah di industri pembangkit, yai- tu ketika uap panas bumi sudah diproduksi lantas mereka salin rupa menjadi listrik. “Alangkah baiknya bila PLN berkonsentra- si melakukan pembangkitan yang selama ini menjadi nature bisnis mereka,” ujar Komaidi. Dia khawatir, akuisisi PGE oleh PLN justru kontraproduk- tif terhadap pengembangan in- dustri panas bumi. Bukan cuma dari sisi kemampuan teknis dan perbedaan sifat alami perusaha- an, rencana akuisisi PGE oleh PLN berisiko mengganggu program 35.000 MW. Maklum, untuk pembelian separo saham PGE, PLN harus menyiapkan dana cukup besar. Mengutip laporan keuangan Pertamina akhir 2015, nilai aset PGE mencapai US$ 1,58 miliar atau sekitar Rp 21 triliun. Sofyan enggan mengungkap persiapan dana akuisisi apabila lampu hijau perkawinan dua pelat merah itu benar-benar menyala. Yang jelas, PLN men- dapat penyertaan modal negara (PMN) sekitar Rp 23,5 triliun. “Seharusnya, uang PLN bisa di- gunakan mendanai proyek lis- trik PLN,” cetus Komaidi. Dari total 35.000 MW, PLN kebagian menggarap 30%. Na- mun, dari porsi itu, PLN malah baru menyelesaikan 30%. Ada pepatah lawas berbunyi rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri. o PLN sudah memiliki anak usaha di sektor panas bumi tetapi tidak berkembang. KOMPAS.COM/Roderick Adrian Mozes Mulai Berebut Bisnis Uap Perut Bumi 10 TABLOID KONTAN 29 Agustus - 4 September 2016 Bisnis

Transcript of PLN dan Pertamina berebut saham PGE

Page 1: PLN dan Pertamina berebut saham PGE

Akuisisi Pertamina Geo-thermal oleh PLN masih menggantung.

Dian Sari Pertiwi, Ruisa Khoiriyah

Sudah sejak Agustus ini, minat PT PLN (Persero) terhadap anak usaha

PT Pertamina (Persero) di sek-tor panas bumi, yaitu PT Perta-mina Geothermal Energy (PGE), terlontar gamblang. Ber-ulang kali, Sofyan Basir, sang nakhoda perusahaan setrum negara itu, mengungkap kei-nginan PLN meminang PGE.

Sofyan mengklaim, rencana akuisisi saham PGE itu bahkan sudah dibawa pembahasannya ke Medan Merdeka Selatan, di mana Kementerian Badan Usa-ha Milik Negara (BUMN) ber-kantor. Rencananya, PLN akan mengempit 50% saham PGE. Sedangkan Pertamina memiliki separo sisanya. Dus, PGE men-jadi perusahaan milik berdua, yaitu PLN dan Pertamina.

Menteri BUMN Rini Sumar-no, menurut Sofyan, sudah me-nyinggung hal itu dalam rapat sesama BUMN beberapa pekan lalu. “Saat ini dalam tahap kaji-an legal, administratif, juga fi-nance-nya seperti apa. Proses due dilligence di Kementerian,” ujar Sofyan kepada Tabloid KONTAN.

Tentu ada alasan kuat di balik sikap PLN yang menggebu me-minang PGE. Perusahaan se-

trum milik negara itu menilai, akuisisi PGE oleh PLN sebagai sinergi ketahanan energi. PLN membutuhkan sumber energi selain energi fosil yang selama ini menjadi andalan utama.

Panas bumi dapat menjadi alternatif energi bagi setrum yang dihasilkan oleh PLN. Se-bagai energi terbarukan, panas bumi dinilai bersih dibanding-kan energi fosil seperti minyak dan batubara.

Namun, si pemilik 100% sa-ham PGE saat ini, yaitu Perta-mina, agaknya masih ogah-ogahan menanggapi keinginan

PLN tersebut.Dwi Soetjipto, Direktur Uta-

ma Pertamina, enggan memberi komentar tentang kemajuan rencana akuisisi, ketika Tabloid KONTAN menemuinya di sela rapat di Kantor Menteri Koordi-nator Bidang Maritim, Selasa (23/8). Penjelasan mengemuka dari Vice President Corporate Communications Pertamina Wianda Pusponegoro. “Kami diminta untuk mengkaji perusa-haan masing-masing,” kata dia.

Yang pasti, bisnis geothermal, menurut Wianda, membutuh-kan komitmen tinggi sedari

awal agar bisa berkembang. “Di bisnis ini, tidak ada perusahaan selain Pertamina yang mengem-bangkan panas bumi secara agresif,” ungkap dia.

Asal tahu saja, PLN sebenar-nya telah memiliki anak usaha di sektor panas bumi, yaitu PLN Geothermal. Hanya saja, anak usaha itu kurang berkembang akibat kekurangan modal. Maka itu, keinginan PLN mengakuisi-si PGE mengundang tanda ta-nya. Terutama menyangkut ko-mitmen pengembangan. “Ja-ngan sampai, bisnis yang kami kembangkan di mana dulu tidak ada investor, kini sudah ber-kembang dan menghasilkan, tiba-tiba hanya dianggap seba-gai bagian dari portofolio aset,” tegas Wianda.

Beda karakterPengembangan energi panas

bumi memang tidak murah. Pertamina mengalokasikan ke-butuhan investasi sekitar US$ 15,9 miliar untuk mengem-bangkan lapangan panas bumi hingga tahun 2025 dengan kapa-sitas 2.200 megawatt (MW).

Potensi panas bumi di Indo-nesia mencapai 28.000 mega-watt. Namun, sejauh ini yang berhasil dimanfaatkan baru se-kitar 4% atau 1.189 MW saja.

PGE kini mengelola empat area panas bumi dan 10 area pengembangan, yaitu area Ka-mojang yang berkapasitas 235 MW, Lahendong berkapasitas 80 MW, area Sibayak sebesar 12 MW dan area Ulubelu dengan kapasitas total 110 MW. Hingga akhir 2019, PGE menargetkan bisa menghasilkan 907 MW.

Wianda menilai, siapa pun yang tertarik memiliki saham PGE harus memiliki komitmen kuat ikut mewujudkan target yang telah dipasang. Bila PLN masuk, misalnya, perusahaan setrum itu harus mampu mere-alisasikan roadmap PGE hing-ga 2025. Termasuk di antaranya, target menaikkan produksi 15% per tahun. “Bagaimana penda-naan, rencana investasi sampai strategi percepatan mengubah lapangan eksplorasi menjadi

produksi. Selama ini kami jalan sendiri dan bisa melakukan se-mua,” papar Wianda.

Mampukah PLN menjawab segala tuntutan itu? PGE lebih banyak berkecimpung di lini hulu eksplorasi. Sedang PLN adalah perusahaan listrik yang menjadi konsumen energi pa-nas bumi agar pembangkit bisa menghasilkan setrum.

Namun, Sofyan mengklaim PLN memiliki tenaga engineer profesional di bidang panas bumi yang tak kalah jago dari Pertamina. “Kalau untuk penge-boran kegiatan eksplorasi, ya, tinggal, memanggil perusahaan drilling lewat tender yang transparan,” terang dia.

Sofyan menilai, dengan me-miliki PGE bersama Pertamina, pengembangan energi panas bumi bisa lebih efisien. Akhir-nya, harga panas bumi bisa le-bih murah dan dapat berimbas pada harga setrum murah.

Komaidi Notonegoro, peng-amat energi dari Reforminer Institute, berpandangan berbe-da. Integrasi dua perusahaan besar itu tidak otomatis bisa mengefisienkan urusan perlis-trikan berikut harga jual ke masyarakat. Malah, harga ener-gi panas bumi saat ini masih jauh lebih mahal dibanding ba-tubara karena menuntut inves-tasi lebih tinggi.

Sebagai gambaran, harga energi panas bumi berkisar Rp 750–Rp 1.400 per kwh. Se-dang batubara cuma Rp 350 per kwh. Komaidi menilai, PGE le-bih dekat dengan industri hulu migas. Sedangkan PLN terbi-lang minim pengalaman eksplo-rasi energi. Keahlian PLN ada-lah di industri pembangkit, yai-tu ketika uap panas bumi sudah diproduksi lantas mereka salin rupa menjadi listrik. “Alangkah baiknya bila PLN berkonsentra-si melakukan pembangkitan yang selama ini menjadi nature bisnis mereka,” ujar Komaidi.

Dia khawatir, akuisisi PGE oleh PLN justru kontraproduk-tif terhadap pengembangan in-dustri panas bumi. Bukan cuma dari sisi kemampuan teknis dan perbedaan sifat alami perusaha-an, rencana akuisisi PGE oleh PLN berisiko mengganggu program 35.000 MW.

Maklum, untuk pembelian separo saham PGE, PLN harus menyiapkan dana cukup besar. Mengutip laporan keuangan Pertamina akhir 2015, nilai aset PGE mencapai US$ 1,58 miliar atau sekitar Rp 21 triliun.

Sofyan enggan mengungkap persiapan dana akuisisi apabila lampu hijau perkawinan dua pelat merah itu benar-benar menyala. Yang jelas, PLN men-dapat penyertaan modal negara (PMN) sekitar Rp 23,5 triliun. “Seharusnya, uang PLN bisa di-gunakan mendanai proyek lis-trik PLN,” cetus Komaidi.

Dari total 35.000 MW, PLN kebagian menggarap 30%. Na-mun, dari porsi itu, PLN malah baru menyelesaikan 30%.

Ada pepatah lawas berbunyi rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri. o

PLN sudah memiliki anak usaha di sektor panas bumi tetapi tidak berkembang.KOMPAS.COM/Roderick Adrian Mozes

Mulai Berebut Bisnis Uap Perut Bumi

10 TABLOID KONTAN 29 Agustus - 4 September 2016 Bisnis