PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun...

26
PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun Rakyat Demi Indonesia Daulat Cokelat Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur

Transcript of PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun...

Page 1: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun Rakyat Demi Indonesia Daulat Cokelat Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur

Page 2: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

1

1. Analisis Masalah (Apa masalah yang dihadapi sebelum dilaksanakan inovasi) bobot 5 % Indonesia adalah produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia. Dengan total produksi biji kakao pada 2012 mencapai 720.862 ton dari lahan seluas 1.732.900 hektar. Posisi Indonesia berada di bawah Pantai Gading di posisi pertama dan Ghana di posisi kedua. Mestinya, Indonesia bisa menjadi produsen biji kakao terbesar kedua di dunia menggeser Ghana. Sebab areal perkebunan kakao Indonesia lebih luas, yakni 1.732.900 hektar.

Namun, prospek tersebut memiliki sejumlah masalah. Kakao sejatinya bukan tanaman asli Indonesia. Tepatnya dari hutan tropis di Amerika Tengah dan bagian utara Amerika Selatan (sekitar kawasan Guatemala dan Honduras). Tanaman kakao bisa tumbuh subur dan berbuah banyak di wilayah Indonesia hanya jika mendapatkan perlakuan khusus.

Karena itu, tak heran jika sejak masa-masa sebelum reformasi, kakao hanya dibudidayakan di perkebunan besar yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) atau pihak swasta. Jumlah kebunnya pun hanya 33 kebun, dengan produksi 32 ribu ton per tahun. Namun, semakin lama perkebunan besar kesulitan mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya karena permasalahan sosial dengan masyarakat di sekitarnya. Okupasi lahan oleh masyarakat terhadap kebun kakao membuat areal kebun kakao berkurang hingga ± 50 %. Produksi pun merosot hingga hanya 15 ribu ton per tahun. Tanaman kakao ditebang dan diganti dengan tanaman semusim. Perkebunan besar sulit bangkit untuk menata kakao kembali. Sebab, mereka butuh investasi besar, butuh ongkos produksi yang mahal. Khususnya untuk tenaga kerja pemeliharaan tanaman. Sementara perkebunan milik rakyat, kala itu, belum berkembang di Jawa Timur. Sesungguhnya, Jawa Timur bisa ikut ambil bagian buat kontribusi nasional, melalui penanaman kakao oleh petani atau rakyat. Apalagi, secara geografis, Jawa Timur memiliki banyak lahan yang cocok untuk ditanami kakao. Baik dalam hal ketinggian, curah hujan, maupun profil tanahnya. Tersebar mulai dari Kabupaten Pacitan, Madiun, Malang, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Jember, hingga Banyuwangi. Kesemuanya berada di jalur selatan Jawa Timur. Oleh karena itu melalui PLANET KAKAO, kami melakukan alih teknologi budidaya kakao dan pengolahan dari perkebunan besar ke perkebunan rakyat. Penanaman kakao oleh rakyat, tentunya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, tanaman kakao bisa menjadi sumber penghasilan petani, apabila dipelihara dengan baik. Permasalahan tenaga kerja yang mahal di perkebunan besar swasta bisa teratasi. Sebab, umumnya petani masih mempunyai cukup banyak waktu untuk memelihara tanamannya.

Page 3: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

2

Upaya penanaman kakao rakyat sebenarnya sudah dirintis sejak akhir periode tahun 1990-an. Namun, masih secara parsial dengan luasan kecil-kecil. Hal ini membuat perkembangannya lambat dan terdapat sejumlah permasalahan pada waktu itu, antara lain. a. Kurangnya Pengetahuan Terhadap Budidaya Kakao

Pada awalnya kakao hanya ditanam oleh perkebunan besar yang memiliki karyawan terdidik di bidang perkebunan. Sebab, tanaman kakao memerlukan perawatan yang rumit. Sementara petani sangat awam terhadap budidaya kakao dan bahkan belum mengenal tanaman kakao. Tanaman tidak dipelihara dengan cara yang benar sehingga produksi dan mutunya rendah.

b. Tidak Memiliki Akses dalam Pembibitan

Pada saat itu, tanaman kakao belum berkembang secara luas. Ini membuat petani kesulitan mendapatkan bibit. Sementara bantuan bibit dari pemerintah hanya sedikit karena masalah anggaran.

c. Harga Jual Biji Kakao Rendah

Produksi biji kakao rakyat masih sedikit dan sulit menjualnya karena pasar belum terbentuk. Di samping itu, kalaupun ada yang membeli harganya rendah. Sebab, jumlah produksi yang sedikit dan tersebar membuat pedagang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengambilnya. Jumlahkata499kata,maksimal500kata

Page 4: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Pendekatan Stretegis (bobot 20 %) 2. Siapa yang telah mengusulkan pemecahannya dan bagaimana inovasi pelayanan publik ini telah memecahkan masalah tersebut? Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Moch. Samsul Arifien lantas punya ide untuk menyelamatkan kakao di Jawa Timur. Tak hanya dalam hal produksi kakao, tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Caranya dengan melibatkan rakyat atau petani biasa untuk menanam kakao. Maka dimulailah gerakan membawa tanaman “elit” yang dulu hanya menjadi monopoli perkebunan besar itu kepada rakyat kebanyakan. Dari perkebunan besar menuju perkebunan rakyat. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur lantas merintis gerakan rakyat tanam kakao dengan pola mandiri sejak 2010. Langkah konkret pun diambil. Visi besarnya adalah menjadikan kawasan selatan Jawa Timur sebagai garis perkebunan kakao alias cocoa belt terbesar di Indonesia. Sebab, kawasan selatan adalah media tanam yang sangat cocok untuk kakao. Mulai Pacitan, Ponorogo, Madiun, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember hingga Banyuwangi. Kuncinya adalah mengembangkan tanaman seluas-luasnya terlebih dahulu. Tujuannya, memenuhi skala ekonomis, sehingga produksinya bisa banyak dan akan terbentuk akses pasar.

Agar program penanaman kakao dengan skala luas ini bisa terlaksana, maka perlu prioritas dari anggaran APBD Provinsi Jawa Timur. Tujuannya, untuk membiayai para petani. Sebab, tidak mungkin petani bisa mendapatkan bibit sendiri dalam jumlah yang banyak. Di samping itu, perlu melibatkan petani yang tergabung dalam kelompok tani sebagai sasarannya agar mau secara aktif untuk ikut melaksanakan pembibitan. Karena petani masih belum mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam pembibitan dan pemeliharaan tanaman kakao, maka harus ditingkatkan dulu kemampuan SDM-nya. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mendekati salah satu tokoh petani kakao di daerah tersebut. Kabupaten Blitar menjadi pilihan utama karena wilayah ini merupakan salah satu lokasi kebun kakao terbesar di Jawa Timur. Di Blitar, Dinas Perkebunan tidak bisa serta merta melakukan pendekatan dengan jalur-jalur kebijakan atau program. Samsul Arifien melakukan pendekatan personal. Yakni melalui salah satu tokoh petani kakao setempat bernama Kholid Mustofa.

Pendekatan kepada Kholid dilakukan karena dia adalah salah satu tokoh muda petani kakao. Pendekatan kepada tokoh muda dilakukan sebagai investasi jangka panjang. Jika petani muda didekati dan sukses, maka hasilnya bisa lebih berkelanjutan.

Pada tahun 2010, Samsul mendekati Kholid Mustofa yang sudah mengembangkan kakao sejak 12 tahun yang lalu pada 2004, namun belum menunjukkan keberhasilan.

Page 5: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Samsul memperkenalkan dunia kakao yang luas. Dia membawa Kholid untuk belajar di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia di Jember. Kholid juga diarahkan untuk belajar ke PTPN 12 yang dikenal memiliki kebun kakao edel (mulia) maupun kakao baik (lindak) terbaik di Jawa Timur. Kholid juga diikutkan pelatihan khusus cara pembibitan kakao yang diadakan Dinas Perkebunan.

Sepulang dari pelatihan-pelatihan tersebut dia mulai mengembangkan bibit secara mandiri, hasil dari bibit yang diberikan Dinas Perkebunan. Bibit tersebut lantas disumbangkan ke warga sekitar agar ditanam di lahan-lahan kosong. Dari situ kemudian mulailah terbentuk kelompok-kelompok petani kakao di Kecamatan Kademangan, Blitar.

Perkembangan tersebut terus ditindaklanjuti Samsul Arifien. Dia semakin gencar mendorong lebih banyak petani kakao lainnya untuk mengikuti pelatihan. Dinas Perkebunan memberikan pembinaan dan pelatihan. Tidak hanya dalam budidaya tapi juga pengembangan wawasan seperti di sentra areal kakao di Sulawesi dan industri makanan cokelat di Yogyakarta dan Bandung. Program inovatif ini tidak mungkin bisa diselesaikan sendiri oleh Samsul Arifien selaku Kepala Dinas Perkebunan Provinsi. Dalam pelaksanaannya, dia melibatkan Puslitkoka sebagai sumber teknologi dan sumber benih. Selain itu, juga dinas di Kabupaten yang dapat mengeksekusi program di lapangan sebagai institusi di wilayahnya. Obsesi besarnya adalah, agar kakao cepat berkembang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di kawasan pantai selatan. Paling tidak mencapai 50.000 hektar dalam waktu 10 tahun atau per tahun 5.000 hektar. Target perluasan tersebut tidak melulu membuka lahan baru. Tapi juga memanfaatkan lahan yang sudah ada. Misalnya di bawah kebun cengkeh, kelapa, di pekarangan, karena karakter kakao yang membutuhkan pohon peneduh. Di samping itu Samsul mempunyai impian besar. Jika produksi sudah besar, petani bisa membuat makanan dan minuman dari coklat, misalnya permen coklat, kue coklat, minuman coklat dll. Masyarakat tak hanya akan bisa memproduksinya tapi juga menjualnya sebagai barang jadi. Jumlah kata 597 kata, maksimal 600

3. Dalam hal apa inovasi pelayanan publik ini kreatif dan inovatif? Program PLANET Kakao adalah inovasi yang menghasilkan solusi menyeluruh dalam komoditas kakao. Dengan pembibitan pola mandiri, diperoleh manfaat yang banyak. Antara lain, petani penjadi lebih pintar dalam melakukan pembibitan dan pemelihaan tanaman kakao. Kemudian, petani merasa lebih memiliki sehingga rajin memelihara tanamannya. Yang ketiga, alokasi anggaran APBD untuk bantuan lebih

Page 6: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

efiisien. Jika mengandalkan bantuan, harga per bibit mencapai Rp.5.250,- per batang. Namun, jika menggunakan pola mandiri, hanya membutuhkan Rp 2.050,- per batang. Ini membuat pengembangan arael bisa lebih dipercepat. Program ini sangat inovatif karena mengelola kakao dari hulu ke hilir. Tidak berhenti pada pembangunan tanaman (on farm). Planet Kakao dilengkapi dengan program adopsi pengolahan kakao menjadi produk sekunder yang selama ini dikuasai oleh pabrikan. SDM petani juga terus berkembang melalui kelembagaan kelompok dan terbukanya pikiran dan terus belajar. Apalagi dengan terbentuknya Kampung Coklat di Blitar. Kini keberadaan Kampung Coklat dan kerjasama dengan para petani bisa menjawab pertanyaan. Bahwa teknologi pabrikan bisa dikuasai oleh petani yang semula sama sekali tidak bisa. Dengan demikian, nilai tambahnya berlipat ganda.

Inovasi PLANET Kakao adalah sebuah terobosan karena melibatkan kelompok petani rakyat. Kreativitas dalam inovasi ini juga bisa dilihat dalam produk akhir, pembangunan wisata agro berbasis cokelat, dan munculnya tokoh-tokoh lokal dari kalangan petani dengan visi yang sama untuk membangun Indonesia daulat coklat dari Jawa Timur.

Jumlahkata193kata,maksimal200

Page 7: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya
Page 8: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Pelaksanaan dan Penertapan (35 %) 4. Bagaimana strategi pelaksanaan inovasi pelayanan publik ini? a. Masa Rintisan

Langkah pertama yang dilakukan dalam program inovatif ini adalah melaksanakan pilot proyek pembibitan pola mandiri tahun 2010 seluas 200 hektar di Kabupaten Nganjuk. Haislnya sangat baik sehingga cukup kuat sebagai acuan untuk melanjutkan program yang lebih luas. Selanjutnya menetapkan lokasi yang memenuhi syarat dan berkoordinasi dengan beberapa Pemerintah Kabupaten, yaitu Nganjuk, Madiun, Pacitan, Trenggalek dan Blitar. Selain itu, mendekati para kelompok tani. Pendekatan kepada tokoh petani dilakukan dengan cara personal. Sebab, tidak semua petani bisa didekati dengan kebijakan atau program.

Setelah diadakan pendekatan, langkah selanjutnya adalah membuka wawasan mereka terkait perkakaoan. Caranya dengan melibatkan mereka dalam pembinaan dan pelatihan budidaya hingga pengolahan cokelat. Termasuk mengajak mereka studi banding di daerah industri pengolahan cokelat di Yogyakarta, kebun kakao di Sulawesi, dan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia di Jember.

Pendekatan tersebut berbuah dengan munculnya beberapa Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), termasuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Guyub Santoso di Blitar. Pembinaan dan pelatihan pun semakin meluas.

b. Masa Ekspansi Lahan Binaan

Dengan keberhasilan pilot proyek inovatif pola mandiri di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2010, maka mulai tahun 2011 dilakukan pembibitan kakao pola mandiri untuk pengembangan tanaman kakao seluas 5.000 hektar per tahun. Program tersebut mendapat dukungan anggaran APBD Provinsi Jawa Timur. Kakao rakyatpun berkembang di pesisir pantai selatan mulai Kabupaten Pacitan hingga Banyuwangi. Peningkatan SDM petani tentang budidaya kakao dan pengolahan cokelat makin meluas. Kalau dulu petani magang di Puslitkoka, pada periode selanjutnya banyak dilakukan di lokasi-lokasi tanaman kakao melalui Sekolah Lapang Agribisnis Kakao. Masyarakat sudah banyak yang memahami cara menaman dan memelihara tanaman kakao dengan baik. Tanaman kakao pun makin menampakkan hasilnya. Kakao kini mudah dijual. Bahkan di beberapa sentra kakao sudah menjadi pemandangan yang biasa jika melihat anak sekolah membawa buah kakao untuk ditukar dengan kue waktu di sekolah. Minat masyarakat petani untuk menanam kakao makin besar sehingga mulai ada yang membibitkan sendiri. Tidak menunggu bantuan Dinas Perkebunan.

Page 9: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Seiring meningkatnya areal tanaman kakao, maka produksi kakao rakyat juga mengalami peningkatan. Gapoktan Guyub Santoso tidak hanya menanam kakao, tetapi mulai membeli biji kakao milik anggotanya. Tak cukup dari anggotanya, ekspansi mereka meluas membeli di kecamatan lain dan terus ke kabupaten lain seperti Kediri, Tulungagung, Trenggalek hingga ke Pacitan. Dengan evolusi dari Gapoktan tersebut, Kampung Coklat sebagai penerima biji kakao dari para petani memberlakukan SNI untuk setiap biji kakao yang mereka terima. Pemberlakuan tersebut tentu saja diawali dengan edukasi dan pembinaan kepada para petani terkait bagaimana budidaya kakao dan penanganan pasca panen. Tujuannya, meminimalisir jamur, menentukan kelembapan ideal, dan biji kakao besar-besar. Standar mutu mulai diterapkan.

Pada tahap berikutnya, bantuan yang diberikan Dinas Perkebunan tidak hanya bibit kakao. Tetapi lebih diperluas dengan pemberian bantuan peralatan pasca panen dan pengolahan cokelat. Misalnya kotak fermentasi serta alat pengolahan makanan dan minuman cokelat berupa pengolah bubuk cokelat, alat pengolah permen cokelat, alat kemasan, dan sebagainya. Cholid selaku ketua Gapoktan Guyub Santoso dan pemilik wisata Kampung Coklat juga menerima sejumlah bantuan alat pengolahan cokelat. Dalam setiap prosesnya tersebut, Dinas Perkebunan terus mendampingi Kampung Coklat dan gapoktan yang terlibat. Hal serupa juga dilakukan untuk Rumah Cokelat dan Warung Cokelat. Pembinaan terhadap Kampung Coklat mendapatkan banyak manfaat. Selain peran edukasi bisa lebih masif, pemberdayaan para petani juga terus meluas. Setelah dibangun menjadi obyek wisata Kampung Coklat, peran edukasi makin meluas cakupannya. Mereka yang belajar, mulai dari pelajar TK hingga setingat SLTA, mahasiswa, kelompoktani hingga masyarakat umum, banyak yang ingin mengetahui tentang kakao. Sementara materi yang bisa dipelajari atau dilihat juga cukup beragam, mulai bagaimana membuat bibit, menanam, memelihara tanaman, mengenal buah, biji, cara panen, pengolahan, pengeringan, sortani, hingga industri hilir pengolahan minuman dan makanan mengandung cokelat. Ada minuman coklat, permen coklat, kue coklat, makanan tradisional mengandung coklat dll.

Page 10: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Jumlah 600 kata, maksimal 600

Page 11: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

5. Siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat? Inovasi PLANET Kakao melibatkan lima pemangku kepentingan. Mereka adalah:

a. Dinas Perkebunan sebagai inisiator sekaligus pembina dan pemantau inovasi

ini. Ide awal pembinaan dan gagasan cocoa belt serta pengelolaan komoditas kakao dari hulu ke hilir berasal dari institusi ini. Terutama Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Moch Samsul Arifien. Dinas juga membentuk tim yang menjadi motor dari gerakan PLANET Kakao. Mereka memiliki mobilitas tinggi siap untuk diluncurkan ke lokasi perkebunan jika diperlukan.

b. Pusat usaha dan kegiatan kakao seperti Kampung Coklat di Blitar, Rumah

Coklat di Trenggalek, dan Warung Cokelat di Kediri. Mereka adalah binaan Dinas Perkebunan yang berperan dalam memasarkan biji kakao dan mengedukasi masyarakat terkait kakao. Dinas Perkebunan ikut andil dalam pendirian unit usaha kakao terintegrasi tersebut. Sebab, empat pusat usaha tersebut berawal dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Guyub Santosa yang merupakan tindak lanjut dari semua pelatihan dan pembinaan yang diadakan Dinas Perkebunan.

c. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia adalah bagian dari

pemangku kepentingan yang dilibatkan Dinas Perkebunan dalam inovasi PLANET Kakao. Puslitkoka berperan dalam memberikan hasil-hasil penelitian terbaru tentang hama kakao, cara efektif budidaya kakao, dan perawatan biji kakao pasca panen. Informasi tersebut bisa diakses oleh petani kakao dengan fasilitasi dari Dinas Perkebunan. Puslitkoka juga sebagai institusi yang berperan menyiapkan benih unggul untuk pengembangan kakao rakyat di Jawa Timur

d. Perbankan, dalam hal ini Bank Jatim telah mengucurkan bantuan kredit untuk

pengembangan investasi wisata kampung coklat. Dengan bantuan kredit tersebut, maka berbagai program pengembangan wisata kampung coklat dapat direalisasikan

e. Asosiasi Petani Kakao Jawa Timur menjadi bagian dari inovasi ini. Mereka ikut

terlibat dalam publikasi dan komunikasi terkait segala informasi tentang kakao. Mereka juga ikut mengawal inovasi ini agar pelaksanaan di lapangan sesuai dengan petunjuk yang diberikan Dinas Perkebunan. Mereka juga dilibatkan dalam proses replikasi di daerah lainnya.

Jumlah297kata,maksimal300

Page 12: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

6.Sumberdayaapasajayangdigunakanuntukinovasipelayananpublikini?a. Sumber Daya Alam

Tanaman kakao adalah komoditas pertanian. Karena itu, sumber daya pertama yang dimanfaatakan untuk budidayanya adalah sumber daya alam. Penggunaan sumber daya alam dalam inovasi PLANET Kakao bisa dilihat dari lahan binaan yang sesuai digunakan untuk penanaman kakao di kawasan pantai selatan meliputi 10 kabupaten ± 50 ribu hektar. Lahan tersebut dalam zonasi pengembangan perkebunan masuk dalam zona kakao. Potensi lahan binaan yang sudah termanfaatkan untuk penanaman kakao se Jawa Timur mencapai 41.332 hektar atau 82 %, tersebar di Kabupaten Pacitan hingga Banyuwangi.

Lahan yang cocok untuk tanaman kakao tersebut pada dataran rendah hingga menengah 0 s/d 600 meter dari permukaan laut; kemiringan tanah kurang dari 45 %; dengan curah hujan 1.500 – 2.500 mm/tahun. Tanaman kakao tidak harus ditanam tunggal atau hanya kakao saja, tetapi bisa digabung dengan tanaman lain, seperti cengkeh, kelapa atau buah-buahan, yang sekaligus berfungsi sebagai tanaman penaung. Lahan binaan bisa berupa lahan pekarangan, tegal dan bahkan ada yang ditanam di lahan perhutani. Tanaman kakao yang berkayu dan daunnya rimbun, jika di tanam lahan yang agak miring (< 45 %), memiliki fungsi konservasi lahan yang bisa menahan erosi, menambah kelembahan lingkungan dan kesuburan tanah. Tanah yang dulunya gersang ketika ditanami ubi kayu misalnya, kini menjadi hijau ketika di tanami. Sehingga lingkungan lebih segar. b. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan inovasi PLANET Kakao terbagi dalam sejumlah tingkatan. Di tingkatan supervisi, analisis, dan monitoring hasil adalah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Dinas yang Membidangi Perkebunan Kabupaten. Sementara yang berperan di tingkatan pelatih/penyuluhan/pendidik teknologi kakao adalah para Penyuluh Pertanian, Petugas Perkebunan Kecamatan dan Puslitkoka.

Dari kalangan pelaksana program, tentu melibatkan para petani kakao. Jumlahnya untuk seluruh Jawa Timur mencapai 102 ribu lebih petani yang tergabung dalam Gapoktan/Kelompoktani. Juga para pemilik Kampung Coklat, Rumah Cokelat, dan Warung Cokelat. Secara spesifik dari budidaya tanaman kakao ini, banyak melibatkan ibu-ibu petani. Ibu-ibu petani lebih senang menanam kakao, karena panennya bisa mingguan dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan harian rumah tangga. Oleh karena itu masyarakat menjuluki kakao sebagai tanaman para ibu. c. Sumber Daya Alat

Page 13: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Sumber daya alat yang digunakan untuk menyukseskan inovasi ini sebanyak 28 unit alat yang terdiri dari kotak ferementasi (45 unit), gunting pangkas (80 unit), gergaji pangkas (80 unit), hand sprayer (12 unit), unit pengolah kakao (3 unit), alat ukur kadar air (3 unit), unit pengering biji kakao (3 unit), paket alat pengering dan fermentasi (3 unit), bangunan dan UPH kakao (3 unit). d. Pendanaan

Untuk mendukung program Inovasi PLANET Kakao, diperlukan dana dari APBD Provinsi Jawa Timur baik selama 6 tahun total ±Rp63 milyar, terdiri dari untuk mendukung bantuan bibit ±Rp 51 milyar, sarana pengolahan ±Rp 3 milyar, dan untuk peningkatan SDM ±Rp 5 milyar. Jumlah 439 kata, maksimal 500

7. Apa saja keluaran (output) yang paling berhasil? Pertama; pada tahun 2016 di Jawa Timur berkembang tanaman kakao rakyat seluas 41.332 hektar, dengan produksi 18.564 ton. Jika dinilai dalam bentuk uang produksi tahun 2016 dengan harga biji kakao rata-rata Rp 30.000,-/kg, maka nilai produk kakao di Jawa Timur senilai ± Rp 556 milyar. Ini merupakan sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Kedua; Masyarakat petani yang dulunya awam dan tidak memiliki ilmu tentang budidaya kakao, kini menjadi paham. Mereka juga memiliki ketrampilan dalam penanaman dan pemeliharaan tanaman kakao. Bahkan banyak yang pandai membuat makanan dari coklat yang merupakan teknologi pabrik. Ketiga, untuk Kampung Coklat saja, sejak 2013, biji kakao yang diterima dari petani di Blitar terus meningkat. Tidak hanya dalam jumlah tapi juga dalam kualitas. Biji kakao yang diterima juga lebih terstandar. Persentase jamur tak lebih dari 4 persen. Begitu juga jumlah biji. Besarnya biji tak lebih dari 110 biji per kilogram. Pada 2012, biji kakao yang mereka terima mencapai 524 ton. Setahun kemudian meningkat menjadi 486 ton, pada 2014 menjadi 665 ton, pada 2015 menjadi 825 ton, dan pada 2016 menjadi 1.055 ton. Kampung Coklat menetapkan standar bahwa mereka akan membeli biji kakao SNI dengan harga kurang dari Rp 1.000 dari plafon tertinggi harga biji kakao dunia. Selain itu, inovasi PLANET Kakao membuat pengolahan biji kakao tidak hanya sampai pada panen dan penjualan biji.

Keempat; biji kakao yang diterima dari petani akan diproses di pabrik untuk jadi bahan cokelat. Bahan tersebut kemudian diproses lagi hingga menjadi barang olahan siap jual. Penjualannya dilakukan di Kampung Coklat dengan konsumen adalah para pengunjung lokasi agrowisata. Skema tersebut menjadi inovasi PLANET Kakao tidak hanya memicu produksi kakao lebih besar tapi juga mendorong pengelolaan kakao hingga menjadi barang jadi sekaligus pemasaran. Label “makanan dewa” yang disandang cokelat selama berabad-abad telah menjadi makanan rakyat. Sebab,

Page 14: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

masyarakat sudah bisa mengolah sendiri dan harganya terjangkau. Kelima; dengan berdirinya Kampung Coklat, edukasi terkait tanaman kakao bisa lebih konsisten dan berkesinambungan. Kampung Coklat sudah menjadi pusat edukasi kakao. Edukasi tersebut menyentuh semua lapisan masyarakat. Mulai siswa Taman Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi, petani dan masyarakat umum. Edukasi melalui media wisata ini, menjadi wahana edukasi yang efektif dan efisien serta sangat mudah dijangkau. Belajar cara membuat permen cokelat yang di pabrik tentu sangat dirahasikan, di kampung coklat diberikan dengan Cuma-Cuma. Jumlah 395 kata, maksimal 400 Pelaksanaan dan Penerapan (bobot 35 %) 8. Sistem apa yang diterapkan untuk memantau kemajuan dan mengevalauasi inovasi pelayanan publik ini Dengan berjalannya inovasi PLANET Kakao lebih dari 6 tahun sejak masa rintisan hingga masa perawatan dan replikasi seperti saat ini, sistem pemantauan menjadi lebih mudah. Sebab, semua tindakan dalam inovasi seperti edukasi, pemasaran, penyediaan bibit, hingga permodalan sudah berjalan mandiri. Namun, Dinas Perkebunan terus melakukan supervisi. Baik terhadap lokasi pengembangan kakao maupun unit pengolahan dengan melakukan kunjungan langsung ke Kampung Coklat, Rumah Cokelat, dan Warung Cokelat dengan frekuensi satu bulan sekali hingga memantau total produksi biji kakao yang masuk ke Kampung Coklat.

Pemantauan produksi kakao tersebut dilakukan setiap saat. Setiap kali terdapat penurunan atau kenaikan tajam dalam produksi tersebut, Dinas Perkebunan akan berkomunikasi dengan unit usaha di tiga wilayah tersebut untuk menindaklanjutinya. Tindak lanjut tersebut bisa berupa intervensi dalam hal kebijakan atau pendampingan untuk terus melakukan pembinaan.

Evaluasi juga terus dilakukan. Terutama dalam hal kualitas biji kakao, jumlah produksi kakao, dan evaluasi keseluruhan terkait tanaman kakao. Dinas Perkebunan membuat sistem evaluasi bertingkat untuk mitra dan para petani binaannya. Para petani akan mendapatkan evaluasi dari Gapoktan tempat mereka bernaung. Gapoktan tersebut akan juga dievaluasi oleh Kampung Coklat, Wisata Desa, dan Warung Cokelat. Setiap tahun sekali, Dinas Perkebunan akan mengundang mereka bersama gapoktan, Asosiasi Petani Kakao, dan para pemangku kebijakan terkait lainnya untuk mengevaluasi perkembangan tanaman kakao di Kabupaten setempat.

Dengan evaluasi berlapis tersebut, Dinas Perkebunan ingin juga melakukan pemberdayaan bagi para petani. Tujuannya, kesadaran terhadap kakao sebagai komoditas utama muncul secara berjenjang. Bukan sekadar karena kebijakan. Tapi muncul berkat kesadaran riil para petani dan para pihak yang digandeng Dinas Perkebunan.

Page 15: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Namun, meskipun begitu, Dinas Perkebunan tidak lepas tangan. Karena itulah, setiap tahun pengecekan terus dilakukan. Baik berupa pengumpulan data-data lapangan hingga terjun langsung ke lapangan bertemu para petani ataupun melalui forum-forum pertemuan.

Evaluasi tahunan juga terus dilakukan dengan menggandeng kerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puskoka) Indonesia di Jember. Terutama dalam hal penelitian terbaru terkait pembasmian hama tanaman kakao secara efektif. Sebab, dengan curah hujan tinggi dan perubahan musim, pola serangan hama terus berubah. Tanpa evaluasi bertingkat dan pemantauan terhadap produksi biji kakao, mustahil komoditas kakao bisa berjalan stabil dan terus meroket dalam 5 tahun terakhir. Jumlah 346 kata, maksimal 400

Page 16: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

9. Apa saja kendala utama yang yang dihadapi dan bagaimana kendala tersebut dapat diatasi? Pendekatan kepada para petani menjadi kendala awal di masa rintisan kakao. Sebab, kakao masih dianggap sebelah mata. Belum banyak yang menganggap serius kakao sebagai salah satu komoditas dunia. Muncul juga keraguan karena hasil yang akan didapatkan belum pasti. Karena itulah, di masa-masa awal tersebut pendekatan Dinas Perkebunan bukan pendekatan kebijakan. Tapi kebijakan personal.

Setelah berhasil meyakinkan para petani di Blitar, masalah tidak berhenti di sana. Pengetahuan tentang budidaya tanaman kakao menjadi momok baru. Hampir semua petani tidak merawat kakao dengan ideal. Mereka menganggap kakao adalah tanaman biasa yang jika ditanam akan menghasilkan buah untuk kemudian dijual. Padahal, banyak teknologi budidaya yang harus dilakukan. Mulai dari menyiapkan lahan, menanam tanaman penaung sebelumnya, hingga pemangkasan yang harus dilakukan secara rutin.

Karena itulah, Dinas Perkebunan terus melakukan pendampingan. Baik berupa penyuluhan, Sekolah Lapang maupun workshop. Beberapa tokoh petani kakao juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pengenalan industri kakao di luar Jawa. Study tour gencar dilakukan agar petani memiliki perspektif luas.

Selain itu, masalah lain yang muncul adalah dalam hal pasca panen. Banyak petani kakao yang tidak memahami pentingnya fermentasi dan sortasi. Tidak semua biji kakao dilakukan fermentasi, padahal fermentasi ini suatu proses yang harus dilakukan agar aroma cekelat keluar. Biji kakao hasil panen bercampur dengan kotoran dan jamur. Tidak standar. Akibatnya, harga jual biji kakao rendah karena pengepul akan membeli dengan range harga paling rendah dari harga jual biji kakao dunia.

Masalah keempat yang muncul dalam inovasi PLANET Kakao adalah ketersediaan bibit unggul. Bibit unggul sulit didapatkan di masa rintisan. Kalaupun ada, harganya cukup tinggi, yakni sekitar Rp 5.000. Jika satu hektar lahan kakao membutuhkan bibit sebanyak 1000 bibit, satu hektar kakao membutuhkan Rp 5.000.000 untuk bisa memenuhinya.

Solusi dari masalah tersebut adalah dengan memberikan stimulus bantuan benih, kantong plastik dan upah pendederan, kemudian dilakukan pembibitan secara mandiri, sehingga biaya per bibit batang tinggal Rp2.050,-

Page 17: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Jumlah 300 kata, maksimal 300 DampakSebelumdanSesudah(bobot25%)10.Apa saja manfaat utama yang dihasilkan inovasi pelayanan publik ini? Inovasi PLANET Kakao digerakkan oleh sebuah ide bagaimana mengalihkan budidaya tanaman kakao yang sebelumnya didominasi perkebunan besar kepada kebun rakyat. Ketergantungan pada perkebunan besar dialihkan kepada para petani tradisional. Tentu saja, upaya untuk mewujudkan ide tersebut tak sekadar mengganti pengelola komoditas saja. Tapi juga bagaimana agar kebun rakyat bisa menyamai produksi kebun-kebun kakao besar.

Inovasi PLANET KAKAO telah memberikan dampak positif dalam perkakaoan Jawa Timur, baik aspek sosial maupun aspek ekonomi. Berdampak terhadap meningkatnya SDM Masyarakat. Pengetahuan tentang budidaya kakao meningkat pesat. Para petani kini mengenal dengan detail bagaimana cara mengembangkan kakao. Mereka tidak lagi sembarangan menanam kakao. Hampir semua kebun kakao di wilayah dampingan Dinas Perkebunan diperlakukan sesuai standar penanaman kakao. Peningkatan pengetahuan dalam budidaya kakao itu berakibat langsung pada produksi biji kakao secara umum di Jawa Timur, sehingga produktivitas biji kakao meningkat rata-rata 922 kg/ha, jauh lebih tinggi dibanding sebelum dimulai Program PLANET KAKAO saat itu 800 kg/ha. Masyarakat menjadi sadar, bahwa makanan cokelat adalah makanan yang bermanfaat untuk tubuh. Kalau dulu konsumen makanan cokelat adalah masyarakat menengah atas, kini masyarakat pedesaan di Kabupaten Blitar, Trenggalek dan Kediri sudah familier dengan makanan atau minuman cokelat. Setelah merintis dan melaksanakan ide ini sejak 6 tahun lalu kebun rakyat tidak hanya menyamai kebun besar. Bahkan jauh melewatinya.

Ekspansi lahan kebun rakyat juga terus meninggalkan kebun besar. Pada masa- masa rintisan inovasi PLANET Kakao, kebun rakyat berada di bawah kebun besar. Pada tahun 2008 misalnya, luas kebun kakao rakyat hanya 17.597 hektar dan perkebunan besar 25.227 hektar. Namun, lambat laun Dinas Perkebunan bersama sejumlah binaannya terus melakukan gerakan PLANET Kakao. Hasilnya, tahun 2012 menjadi momentum bagi kebun rakyat untuk mengalahkan kebun besar negara dalam hal luas areal perkebunan.

Areal kebun rakyat mencapai 30.218 hektar sedangkan kebun besar negara hanya 25.210 hektar. Momen tersebut terus mendorong laju perluasan areal lahan kebun rakyat. Setiap tahun wilayah kebun rakyat terus berkembang. Pada 2016, total luas

Page 18: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

kebun rakyat bahkan nyaris lebih dari empat kali lipat luas kebun besar negara. Jika kebun besar negara hanya 10.280 hektar, kebun rakyat jauh di atasnya, yakni seluas 41.332 hektar. Jika setiap hektar tanaman kakao, per tahunnya membutuhkan biaya produksi Rp 10 juta, maka biaya produksi yang dikeluarkan untuk areal kebun rakyat seluas 41.332 ha adalah mencapai Rp 413 milyar lebih dan Sebagian besar berupa upah kerja untuk masyarakat pedesaan. Di masa-masa awal perintisan kakao, produksi kakao memang masih kalah. Misalnya data 2007 yang mencatat produksi kebun rakyat hanya 4.276 ton. Jauh di bawah perkebunan besar negara 11.875. Namun, dengan konsistensi dan ketelatenan menggarap para petani rakyat, pada 2012 terjadi turning point alias titik balik. Kebun rakyat menyalip kebun besar negara.

Kebun rakyat di tahun tersebut mencatatkan sejarah untuk kali pertama mengalahkan produksi biji kakao kebun besar. Para petani mencatatkan angka produksi biji kakao sebanyak 14.730 ton. Jauh di atas perkebunan besar yang turun menjadi 14.399 ton.

Pada tahun 2016, produksi kebun rakyat bahkan semakin jauh meninggalkan kebun besar. Kebun rakyat mencatatkan produksi 18.564 ton sedangkan kebun besar hanya 13.856 ton. Dengan total produksi 18.564 ton dan harga Rp 30 ribu per kg, maka total nilai produksi biji kakao rakyat mencapai Rp 560 milyar lebih. Peningkatan produksi kakao tersebut juga diikuti harga jual biji kakao. Harganya kini cukup tinggi. Jika dulu harga biji kakao Rp 10.000, kini angkanya bisa mencapai Rp 29.000 atau bahkan Rp 35.000 per kg. Hal itu disebabkan biji kakao berkualitas bagus. Proses pasca panen juga dilakukan dengan tepat hingga biji yang dijual sudah memiliki standar SNI.

Dengan konsistensi dan keberlanjutan dalam kualitas, jumlah produksi, dan ketersediaan bahan mentah, perekonomian rakyat mulai tumbuh. Mulai banyak masyarakat yang terjun di bisnis kakao.

Jika para petani berperan dalam budidaya, masyarakat yang tak punya lahan berkontribusi dalam produksi barang olahan coklat. Dari bahan mentah atau bahan setengah jadi berupa bubuk cokelat atau pasta cokelat, masyarakat memproduksi barang olahan siap jual. Seperti keripik cokelat, jenang cokelat, coklat bubuk siap makan, roti cokelat, cokelat batangan, permen cokelat, dan lain sebagainya.

Produksi barang jadi tersebut difasilitasi unit usaha yang menjadi binaan khusus Dinas Perkebunan. Misalnya, barang jadi di Blitar akan diserap untuk dipasarkan di Kampung Cokelat, barang jadi di Trenggalek akan disalurkan ke Rumah Cokelat, dan Kediri dengan Warung Cokelat. Jumlah693kata,maksimal700

Page 19: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

11. Apa bedanya sebelum ada dan sesudah inovasi pelayanan publik dilakukan a. Sebelum Adanya Inovasi

Sebelum adanya inovasi, masyarakat petani di daerah binaan bahkan belum mengenal komoditas kakao. Kalaupun ada, produktivitasnya sangat rendah. Edukasi kakao hanya dilakukan oleh instansi teknis khususnya Dinas Perkebunan di provinsi dan kabupaten.

Pada awalnya areal kakao Jawa Timur seluruhnya milik perkebunan besar, perkebunan rakyat tidak ada. Kemudian Dinas Perkebunan merintis pengembangan kakao rakyat, namun perkembangannya lamban. Kondisi terakhir saat dirintis program PLANET KKAO, pada tahun 2008, luas kebun kakao rakyat hanya 17.597 hektar dan perkebunan besar 25.227 hektar. Areal kakao rakyat, lamban berkembang karena petani belum mampu mengembangkan secara swadaya, daya beli petani untuk membeli bibit masih lemah, sementara dukungan anggaran dari pemerintah juga kecil. Di masa-masa awal, produksi dan produktivitas biji kakao dari kebun rakyat sangat rendah. Pada 2007, kebun rakyat hanya memproduksi 4.276 ton. Begitu juga pada tahun 2008 yang hanya 2.905 ton, dan tahun 2009 sebanyak 4.800 ton. Pada 2010 mengalami peningkatan sedikit sebanyak 5.887 ton.

Rendahnya produksi kakao rakyat, akibat dari kurang intensifnya pemeliharaan dan heterogennya keragaman tanaman. Selain itu, serangan hama Penggerak Buah Kakao (PBK), disamping mengakibatkan kehilangan produksi, juga berkurangnya mutu hasil (keriput, biji kecil, warna hitam).

Mutu hasil produk kakao rakyat masih rendah dan sangat beragam, karena produk kakao tidak difermentasi. Akibatnya, ukurannya kecil dan terkontaminasi jamur dan kotoran. Kontaminasi jamur dan kotoran itu berakibat pada harga jual yang jatuh. Akibatnya, harga biji kakao rendah. Hanya biji kakao Rp 10.000 per kilogram.

Apalagi masalah pengolahan, sebelum ada program PLANET KAKAO, pengolahan kakao menjadi produk makanan masih belum ada, meskipun PUSLITKOKA sudah merintis mendirikan industri makanan dan minuman cokelat dengan skala rumah tangga, namun petani belum mampu mengadopsi kegiatan dengan teknologi pabrikasi tersebut.

b. Sesudah Adanya Inovasi Edukasi tentang kakao kini terus dilakukan dengan lebih luas. Sebab, edukasi kakao tidak lagi hanya mengandalkan Dinas Perkebunan. Gapoktan kini bisa melakukannya secara mandiri kepada anggotanya. Kampung Coklat juga melakukannya bahkan pada masyarakat semua kalangan yang berwisata ke Kampung Coklat. Dinas

Page 20: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Perkebunan kini tinggal menjaga bahwa proses edukasi tersebut tidak menyalahi ketentuan dalam budidaya kakao. Setelah program PLANET Kakao terus konsisten dilakukan, areal kakao rakyat terus meningkat, namun perkebunan besar terus mengalami penurunan. Pada tahun 2016 telah terbangun areal perkebunan rakyat seluas 41.332 hektar, sementara perkebunan besar tinggal 14.280 ha. Total areal kakao di Jawa Timur 55.612 hektar. Selain areal tanaman kakao yang meningkat, produksi dan produktivitas kakao juga terjadi peningkatan. Setelah menerapkan program PLANET KAKAO, produksi kakao rakyat terus meningkat dan pada tahun 2016 sebesar 20.564 ton, sementara perkebunan besar produksinya 14.856 ton. Maka total produksi kakao Jawa Timur 35.420 ton. Produktivitas kakao juga mengalami peningkatan per hektar telah mencapai rata-rata 977 kg. Bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang berada di kisaran 800 kg per hektar.

Produksi yang tinggi itu juga diikuti dengan kualitas biji kakao. Masyarakat kini sadar bahwa kakao harus memenuhi SNI. Di antaranya toleransi jamur dan kotoran hanya 4 persen dengan jumlah kakao per kilogram tak boleh lebih dari 110 biji. Kondisi biji juga tidak boleh keriput tapi besar dan bagus.

Stimulus jumlah bibit yang terus berkurang menunjukkan bahwa para petani sudah bisa melakukan pembibitan secara mandiri. Sebab, jumlah lahan binaan semakin luas padahal stimulus bibit terus berkurang. Artinya, ekspansi lahan semakin luas karena petani sudah bisa melakukan pembibitan mandiri.

Menjual biji kakao kepada Kampung Coklat jelas memberikan banyak keuntungan kepada para petani. Harga yang dipatok Kampung Coklat hanya berselisih Rp 1.000,-dari plafon harga biji kakao dunia. Jika kisaran harga kakao dunia Rp 10.000- Rp 30.000 per kilogram. Maka, Kampung Coklat akan memberi harga Rp 29.000 per kilogram. Tentu ini secara langsung meningkatkan pendapatan para petani. Sebab, biasanya biji kakao hanya dihargai Rp 10.000 di tengkulak. Harga tersebut semakin rendah jika berada di tangan ijon.

Dalam tingkat pengolahan, petani sudah mampu menguasai teknologi pabrikasi, ini berkembang di Kabupaten Blitar, yakni dengan berdirinya Kampung Coklat yang telah berkembang menjadi obyek wisata berbasis cokelat. Replikasi dari kampung coklat, telah berdiri rumah cokelat di Kabupaten Trenggalek dan pertengahan tahun ini berdiri warung cokelat di Kediri.

Page 21: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Jumlah652kata,maksimal700

Page 22: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Keberlanjutan (bobot 15 %) 12. Apa saja pembelajaran yang dapat dipetik Kesuksesan program PLANET Kakao memberi banyak pembelajaran. Mulai dari awal rintisan program hingga berhasil saat ini banyak pengalaman dan pelajaran. Banyak hal yang bisa dikembangkan lebih lanjut.

Pembelajaran pertama adalah bahwa perubahan yang terkesan mustahil pun bisa dilakukan jika ide dan visinya jelas. Sekitar 15 tahun lalu, tidak ada yang berpikir bahwa petani tradisional bisa menggarap tanaman kakao. Sebab, kakao adalah komoditas “elit”. Hanya bisa ditanam di perkebunan besar karena penanganan dan pengetahuan budidayanya yang tidak sembarangan.

Situasi itu semakin diperburuk dengan citra para petani yang hanya bisa menggarap komoditas musiman seperti buah-buahan dan tanaman pangan seperti singkong.

Ternyata, justru sebaliknya. Di Jawa Timur, kakao sebagian besar menggantungkan produksinya pada petani tradisional. Bahkan jumlah produksi kakao pada tahun 2016 melejit hingga lebih dari empat kali lipat produksi kebun besar.

Selain itu, pembelajaran kedua adalah pola pikir. Untuk menyukseskan suatu komoditas baru, bukan sekadar membenahi teknis. Teknis justru relatif mudah dilakukan. Dengan menggelar beberapa pelatihan budidaya dalam beberapa hari saja, para petani akan langsung bisa menguasainya. Masalahnya memang bukan teknis. Melainkan pola pikir. Dan mengubah pola pikir tidak gampang. Terutama bagi para petani yang akses informasi, pengetahuan, dan kondisi sosial membuat mereka cenderung tidak memahami situasi dunia.

Mengubah pola pikir juga perlu waktu. Sebab, musuhnya adalah zona nyaman dan kebiasaan. Siapa yang bisa menjamin bahwa menanam kakao akan bisa menyamai atau bahkan melebihi hasil komoditas sebelumnya? Bagaimana jika gagal? Siapa yang akan bertanggung jawab.

Karena itu, proses merintis gerakan PLANET Kakao ini perlu waktu. Karena melibatkan pendekatan personal, upaya membuka wawasan para petani, mengubah pola pikir mereka, baru kemudian membekali aspek teknis.

Yang juga tidak kalah penting setelah dua pembelajaran di atas adalah pada mindset atau paradigma. Paradigma perkebunan tidak boleh hanya sekadar menanam dan memanen. Hanya menggenjot produksi untuk kemudian menghadapi masalah klasik: bagaimana cara mengekspor? Bagaimana persaingan biji kakao di dunia?

Paradigma tersebut sudah terlalu kuno. Harus ada cara pikir baru. Yakni, bagaimana caranya sektor hulu dan hilir dari komoditas ini dikuasai. Artinya, tidak lagi berpikir soal menggenjot produksi. Tapi juga dari produksi yang besar itu

Page 23: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

ditindaklanjuti dengan memproduksi barang setengah jadi hingga barang olahan yang siap konsumsi. Dan ketika barang olahan tersebut sudah jadi, juga memikirkan bagaimana pemasarannya. Pola pikir holistik, terintegrasi, alias menyeluruh inilah yang menjadi paradigma baru dalam inovasi PLANET Kakao.

Pola pikir dari hulu ke hilir ini dulu tidak banyak dipikirkan karena terhalang infrastruktur dan ketersediaan suplai bahan mentah. Namun, konsep terpadu ini terbukti bisa dilakukan jika dikonsep dengan serius kemudian dirintis secara telaten dan konsisten.

Pola pikir hulu ke hilir ini juga menguntungkan banyak pihak. Para petani diuntungkan karena harga panen stabil. Industri juga diuntungkan karena ketersediaan komoditas yang konsisten. Selain itu, industri besar juga mendapat manfaat karena mereka bisa memproses biji kakao tersebut secara rutin untuk diproduksi sebagai barang siap olah. Nilai barang juga meningkat karena penjualan komoditas bukan dalam bentuk barang mentah. Namun barang siap konsumsi atau barang olahan. Jumlah477kata,maksimal500

Page 24: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya
Page 25: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

13. Apakah inovasi pelayanan publik ini berkelanjutan dan direplikasi Inovasi PLANET Kakao bukan inovasi satu malam. Ini juga bukan inovasi instan yang akan selesai setelah mencapai satu target atau tujuan tertentu. PLANET Kakao adalah program yang akan terus berkelanjutan. Cita-cita besarnya adalah menciptakan cocoa belt alias garis perkebunan kakao yang melintang di bagian selatan Jawa Timur, dari bagian paling timur di Banyuwangi hingga paling barat Pacitan.

Dalam fase perkembangannya saat ini, PLANET Kakao sudah mencapai level “autopilot”. Terutama di Blitar, Trenggalek, dan Kediri. Dalam artian, Dinas Perkebunan sudah tidak lagi banyak berurusan dengan teknis yang sangat mendetail. Sebab, pengelolaannya kini sudah bergerak rutin dengan melibatkan semua pihak yang ada di kawasan tersebut.

Di Blitar, bagian pembibitan, pemasaran, pengawasan kualitas dan mutu panen dikelola secara profesional oleh Kampung Coklat. Begitu juga edukasi. Baik edukasi untuk masyarakat umum maupun untuk para petani. Dinas Perkebunan kini lebih banyak memonitor perkembangan Kampung Coklat dan para petani di bawahnya. Keberhasilan Kampung Coklat di Blitar, mampu menginspirasi daerah lain, sehingga terjadi replikasi ke beberapa daerah, yaitu Trenggalek dan Kediri.

Di Trenggalek, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur bersama Dinas di Kabupaten membina petani kakao di sana yang kemudian menghasilkan unit agrowisata seperti Kampung Coklat, yakni Rumah Coklat. Rumah Coklat juga menjadi rumah produksi bagi cokelat olahan siap konsumsi. Bahan mentah dan bahan setengah jadinya tentu saja berasal dari para petani kakao di Trenggalek.

Kemampuan Rumah Cokelat dalam memproses biji kakao dari barang mentah ke setengah jadi/barang olahan itu tak lepas dari peran Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur yang menstimulus sejumlah alat untuk memproses biji kakao. Dari situ mereka bisa memproduksi barang jadi yang siap dijual.

Kondisi yang sama juga dilakukan di Warung Cokelat di Kediri meski dengan skala berbeda. Warung Cokelat menyerap cokelat dari perkebunan sekitarnya untuk diolah menjadi permen cokelat, batang cokelat, hingga kue cokelat.

Page 26: PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun …jipp.sulselprov.go.id/data/download.php?f=1520393050... · mempertahankan kebun kakao mereka. Salah satu penyebabnya

Pola pengelolaan yang terjadi di Trenggalek, Blitar, dan Kediri tersebut berjalan secara profesional. Para petani menggarap lahan kakao sebaik-baiknya demi produksi yang tinggi. Unit usaha seperti Kampung Coklat, Warung Cokelat, dan Rumah Cokelat menyerapnya. Unit usaha juga terus mengembangkan pembibitan agar ekspansi lahan kakao semakin banyak.

Pola interaksi tersebut menciptakan simbioisis mutualisme. Masing-masing sektor saling diuntungkan. Hal inilah yang membuat inovasi PLANET Kakao ini bisa terus berkelanjutan secara keuangan, sosial sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, kelembagaan, dan peraturan. Skema yang kurang lebih sama tersebut akan dilakukan di Mojokerto kedepan. Mulyono dengan agrowisata Wisata Desa miliknya menjadikannya sebagai sentra terpadu pengelolaan kakao. Mulai dari pembibitan, budidaya, hingga penyerapan bibit kakao. Begitu juga dalam hal edukasi kepada masyarakat maupun warga umum. Hal yang sama, juga akan mengembangkan skema serupa di daerah- daerah lain seperti Pacitan, Banyuwangi, Tulungagung, Lumajang, dan Jember dengan menyesuaikan kondisi setempat.

Seperti yang dilakukan di Pacitan. Para petani diajak untuk melihat langsung Rumah Cokelat di Trenggalek. Mereka juga diboyong untuk mengamati manajemen profesional di Kampung Cokelat di Blitar. Tujuannya demi mereplikasi inovasi yang sama di kawasan selatan Jawa Timur sebagai sasaran cocoa belt. Inovasi PLANET Kakao sangat bisa direplikasi karena terbukti tak hanya sukses di satu daerah saja. Tapi juga beberapa daerah. Namun, proses di setiap daerah bisa jadi berbeda. Jumlah 500 kata, maksimal 500