PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

254
1 PL I PENGUJIAN KOMPOSISI PASIR CETAK 1.1 Pengujian Kadar Air Pasir Cetak Pada pengujian kadar air pasir cetak yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang mendalam mengenai kadar air pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah mengetahui tujuan dan dasar teori pengujian kadar air pasir cetak, maka praktikan melaksanakan pengujian untuk mendapatkan data praktikum untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik dan dibahas. Pada bagian terakhir didapatkan kesimpulan dari pengujian dan saran untuk praktikum selanjutnya. 1.1.1 Tujuan Pengujian 1. Praktikan mengetahui dan memahami prosentase kadar air pada pengujian komposisi pasir cetak 2. Praktikan mengetahui laju penguapan air pada pasir cetak 3. Praktikan mengetahui penguapan rata – rata air pada pasir cetak 1.1.2 Dasar Teori Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui sebelum melakukan pengujian kadar air pasir cetak diantaranya adalah definisi dan fungsi kadar air, macam-macam air, pengaruh kadar air Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Universitas Brawijaya

description

pengecoran

Transcript of PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

Page 1: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

1

PL I

PENGUJIAN KOMPOSISI PASIR CETAK

1.1 Pengujian Kadar Air Pasir Cetak

Pada pengujian kadar air pasir cetak yang perlu diketahui terlebih dahulu

adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang mendalam mengenai

kadar air pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah mengetahui tujuan dan

dasar teori pengujian kadar air pasir cetak, maka praktikan melaksanakan

pengujian untuk mendapatkan data praktikum untuk selanjutnya disajikan dalam

bentuk grafik dan dibahas. Pada bagian terakhir didapatkan kesimpulan dari

pengujian dan saran untuk praktikum selanjutnya.

1.1.1 Tujuan Pengujian

1. Praktikan mengetahui dan memahami prosentase kadar air pada pengujian

komposisi pasir cetak

2. Praktikan mengetahui laju penguapan air pada pasir cetak

3. Praktikan mengetahui penguapan rata – rata air pada pasir cetak

1.1.2 Dasar Teori

Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui

sebelum melakukan pengujian kadar air pasir cetak diantaranya adalah definisi

dan fungsi kadar air, macam-macam air, pengaruh kadar air terhadap pengujian

karakteristik pasir cetak dan faktor-faktor yang mempengaruhi selama

pengujian berlangsung.

1.1.2.1 Definisi dan Fungsi Kadar air

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung didalam pasir cetak

yang dinyatakan dalam presentase (%). Dari referensi yang ada, standar kadar

air yaitu 1,5% - 8% (Richard W.H ; 67). Kadar air yang diperlukan tergantung

dari bahan perekat yang digunakan contohnya perekat fireclay dengan

bentonite yang membutuhkan kadar air yang berbeda. Berat campuran fireclay

sekitar 12%-15% dan air 5% sampai maksimum 8% untuk kekuatan yang

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 2: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

2

maksimum bentonite dicampur pada pasir biasannya 3%-6% dan air 2,5%-4%

(Stephen Chaistain, 2004:145).

Rumus kadar air (%) = Berat basah−Berat kering

Berat basah x 100%

Sumber : Richard W. Heine (1987 : 88)

Berat basah ( berat awal ) = Berat campuran antara pasir, bentonit dan air

yang masih terkandung di dalam pasir

Berat kering ( berat akhir) = Berat campuran antara pasir, bentonit dan air

yang sudah dilakukan proses perlakuan panas

sehingga kadar air bebas sudah menguap.

Air berfungsi untuk mengaktifkan daya ikat bentonite sehingga dapat

untuk mengikat pasir.

1.1.2.2 Macam- macam Air

Ada dua macam air dalam pengecoran logam yakni :

1. Air terikat

Air terikat adalah air yang terikat pada lempung, sehingga dapat

mengikat antar butir pasir.

2. Air bebas

Air bebas adalah air yang terletak di permukaan pasir cetak yang

kehilangan fungsinya sebagai pengaktivasi dan akhirnya masuk ke dalam

celah-celah antara butir pasir sehingga tidak dapat mengikat antara butir

pasir.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 3: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

3

1.1.2.3 Pengaruh Kadar Air terhadap Pengujian Karakteristik Pasir Cetak

Gambar 1.1 Grafik Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Pasir Cetak

Sumber : Surdia dan Kenji (1987 : 112)

Pada gambar 1.1 dapat dilihat kondisi air meningkat sampai titik

maksimum, karena bentonite teraktivasi. Kemudian jika kadar air terus

meningkat maka permeabilitasnya akan cenderung menurun karena jumlah

air bebas yang mengisi rongga-rongga butir pasir semakin banyak

sehingga mengakibatkan fluida tidak dapat bergerak ke luar.

Kekuatan kering pasir cetak dalam kondisi bentonite tetap dan

kadar air yang semakin meningkat sampai permeabilitas cenderung

semakin bertambah. Kekuatan basah pasir cetak pada kadar air dan kadar

bentonite yang tetap maka permeabilitasnya akan meningkat sampai titik

maksimum setelah itu permeabilitasnya akan cenderung menurun seiring

kadar air yang semakin bertambah.

1.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguapan Air

1. Waktu Pemanasan

Ketika waktu pemanasan semakin lama, maka kalor yang terkumpul

untuk memanaskan air semakin banyak, sehingga air yang dapat diuapkan

semakin banyak. Sebaliknya apabila waktu pemanasan hanya sebentar,

maka kalor yang terkumpul untuk menguapkan air hanya sedikit, sehingga

kadar air yang diuapkan hanya sedikit.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 4: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

4

2. Luas Permukaan Pasir Cetak

Semakin besar luas permukaan pasir cetak maka laju penguapan

yang terjadi semakin tinggi, hal ini dikarenakan pasir yang berkontak secara

langsung menerima kalor semakin banyak, sehingga kalor dapat

menguapkan air yang berikatan dengan pasir lebih mudah daripada ketika

luas permukaan semakin kecil, karena ketika luas permukaan pasir cetak

sedikit maka kalor yang diterima juga sedikit, sehingga penguapan lebih

sulit terjadi.

3. Ukuran Dimensi Butir Pasir Cetak

Butiran yang berukuran besar mempunyai laju penguapan yang lebih

tinggi daripada butiran yang berukuran kecil. Hal ini dikarenakan butiran

yang besar mempunyai rongga antar butir yang semakin besar sehingga

mudah terjadi penguapan. Hal ini karena butir bulat mempunyai rongga

yang lebih besar daripada butir kristal. Sehingga mempunyai sifat mampu

alir yang lebih baik dan ketika diberikan kalor, penguapan lebih cepat

terjadi pada butir pasir bulat sehingga uap air yang dihasilkan lebih banyak.

4. Tekanan Parsial

Tekanan parsial merupakan tekanan hipotetis gas pada saat gas

tersebut menempati volume campuran pada suhu yang sama. Perbedaan

tekanan parsial menyebabnya berpindahnya gas dari satu tempat ke tempat

lain. Tekanan parsial pada pasir cetak lebih tinggi daripada tekanan parsial

lingkungan sekitar sehingga menyebabkan uap air berpindah dari pasir cetak

ke lingkungan.

5. Tekanan Atmosfer

Tekanan yang berbeda ketika pengujian kadar air juga

mempengaruhi. Pada dataran tinggi dan dataran rendah terdapat perbedaan

tekanan atmosfer yang menyebabkan titik didih pada air menjadi berbeda.

Hal tersebut berdampak pada penguapan yang dihasilkan, pada dataran

tinggi air lebih cepat mendidih sehingga lebih mudah menguap, sehingga

penguapan yang dihasilkan lebih banyak.

1.1.3 Pelaksanaan Pengujian

1.1.3.1 Alat dan Bahan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 5: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

5

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian komposisi pasir cetak adalah :

1. Moisture Analyzer

Alat pada gambar 1.2 digunakan untuk mengukur kandungan kadar

air pasir cetak.

Spesifikasi alat :

Merk : Saitorius

Voltage : 100-120/220-290 V AC

Model : MA 30

Frekuensi : 50-60 Hz

Arus : 3,3 A / 1,6 A

Gambar 1.2 Moisture Analyzer Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Timbangan Elektrik

Alat pada gambar 1.3 digunakan untuk mengukur berat pasir cetak

sebelum dan sesudah dikeringkan.

Spesifikasi alat :

Merk : Melter

Type : PJ 3000

Frekuensi : 50-60 Hz

Voltage : 100-120 V 80 mA / 200-240 V 45 mA

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 6: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

6

Gambar 1.3 Timbangan ElektrikSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Cawan

Alat pada gambar 1.4 digunakan untuk tempat spesimen, dalam hal

ini spesimen adalah pasir cetak.

Spesifikasi :

Diameter : 10 cm

Luas Penampang : 78,5 cm2

Gambar 1.4 CawanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

1.1.3.2 Urutan Kerja Pengujian

Urutan kerja pengujian ini adalah :

1. Mengambil pasir cetak kemudian ditimbang seberat 25 gram sebanyak 3

buah sebagi spesimen

2. Menyalakan moisture analyzer yang ditunjukkan pada gambar 1.2 dengan

menekan tombol on/off hingga terdengar bunyi alarm

3. Masukkan cawan pertama kedalam alat penentu kelembaban kemudian

memanaskannya pada suhu 1100C selama 10 menit.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 7: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

7

4. Mengatur temperatur dengan menekan tombol “F1” dan tekan tombol “F1”

untuk menaikkan suhu sampai 1100C kemudian tekan enter.

5. Waktu pemanasan diatur dengan menekan tombol “F2” dan tekan tombol

“F1” untuk mengatur waktu sampai 10 menit kemudian tekan “ENTER”

6. Tekan “ENTER” menghilangkan “TAR” lalu letakkan spesimen dalam

cawan.

7. Menutup penutup moisture analyzer lalu menekan “ENTER” untuk

eksekusi.

8. Mencatat kandungan air yang terbaca pada alat pengukur tiap menitnya.

9. Setelah terdengar bunyi alarm, dilanjutkan dengan mengukur berat akhir

pasir cetak setelah dikeringkan dengan menekan tombol “CF”

10. Mengulangi langkah 3-9 untuk cawan berikutnya.

1.1.4 Pengolahan Data dan Pembahasan

1.1.4.1 Data Hasil Pengujian Kadar Air

Tabel 1.1 Data Hasil Pengujian

No.Berat Awal Spesimen

(gram)Berat Akhir Spesimen

(gram)Kadar Air

(%)

1 25 24.242 3.032

2 25 24.725 1.1

3 25 24.695 1.22

∑ 75 73.662 5.352

Kadar air (%) =Berat Awal−Berat Akhir

Berat Awal x 100 %

Kadar air (spesimen 1) = 25−24.242

25 x 100 % = 3.032 %

Kadar air (spesimen 2) = 25−24.725

25 x 100 % = 1.1 %

Kadar air (spesimen 3) = 25−24.685

25 x 100 % = 1.22 %

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 8: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

8

Tabel 1.2 Data Hasil Perhitungan Kadar Air

No.Berat Spesimen

(gram) Kadar Air (%)

(x-x) (x-x)2

Awal Akhir1 25 24.242 3.032 1.248 1.557

2 25 24.725 1.1 -0.684 0.468

3 25 24.695 1.22 -0.564 0.318

∑ 75 73.662 5.352 0 2.343

Kadar air rata-rata = Jumlah Kadar Air

n

= 5.352

3

= 1.784 %

Tabel 1.3 Hubungan antara Penguapan Rata-rata, Laju Penguapan dengan Waktu Pemanasan

Spesimen Waktu Pemanasan (Menit)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 0.05 0.38 1.28 2.5 3.71 4.49 4.73 4.76 4.75 4.75

2 0.06 0.47 2.12 3.32 .05 4.24 4.26 4.27 4.29 4.28

3 0.19 0.75 1.75 2.78 3.43 3.51 3.59 3.6 3.6 3.6

∑ 0.3 1.6 5.15 8.6 11.19 12.3 12.58 12.63 12.64 12.63

Penguapan

Rata-Rata0.1 0.53 1.72 2.87 3.73 4.10 4.19 4.21 4.21 4.21

Laju

Penguapan0.1 0.27 0.57 0.72 0.75 0.68 0.6 0.53 0.47 0.42

Penguapan Rata-Rata = Jumlah Penguapan

n =

0,33

= 0,1 %

Laju Penguapan = Penguapan Rata−Rata

Waktu=

0,11

= 0,1

1.1.4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian Kadar Air

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 9: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

9

Kadar Air Rata-rata (x)

x=∑ x

n=

5.3523

=1.784 %

Simpangan Baku (δ)

δ=√∑ (x−x )2

n−1=√ 0.343

2=1.082

Simpangan Baku Rata-Rata (δ)

δ= δ

√n=1.082

√3=0.625

Kesalahan Relatif (KR)

KR = δx=0.625

1.784 ¿0.35

Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5%

α = KR x 100%

= 0.35 x 100%

= 35%

Derajat Kebebasan

db = n-1 = 3-1 = 2

t (α/2 ; db) = t(0,5/2 ; 2) = 4,303

Range Nilai Kesalahan

x – (t(α/2 ; db)δ) ≤ x ≤ (t(α/2 ; db)δ) + x

5,483 – (t(0,05 ; 2) 0,0089447) ≤ x ≤ (t(0,05 ; 2) 0,0089447) + 5,483

-2.872 ≤ x ≤ 6.44

-2.872 6.44

Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa daerah tolak ≤ -2.872 atau ≥ 6.44,

sedangkan daerah terimanya adalah -2.872 sampai 6.44 artinya bahwa pada daerah

tolak adalah daerah yang memiliki tingkat kesalahan, sedangkan pada daerah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 10: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

10

terimanya adalah daerah tingkat kebenaran, maka nilai kadar air rata-rata 1.784

diterima.

1.1.4.3 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Penguapan

Rata-rata

0 2 4 6 8 10 120.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50f(x) = − 0.0873989898989899 x² + 1.44361111111111 x − 1.58766666666666

Kadar air 5 %Polynomial (Kadar air 5 %)

Waktu Pemanasan (menit)

Peng

uapa

n Ra

ta-r

ata

Gambar 1.5 Grafik Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Penguapan Rata- rata

Pada gambar 1.5 dapat diketahui bahwa pada menit ke-1 sampai menit

ke-10 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu

pemanasan, semakin banyak kadar air yang menguap sehingga peguapan rata-

ratanya meningkat seiring bertambahnya waktu.

Pada menit ke-1 (0,10%) sampai menit ke-2 (0.53%), peningkatan

penguapan rata-rata naik 0.4%. Kemudian secara bertahap meningkat antara 1-

1,25 % pada menit ke 3 hingga menit ke 6 pasir cetak telah terpanasi.

Peningkatan yang kecil pada menit awal karena pemanasan yang belum

menyeluruh pada pasir cetak. Sedangkan pada menit 3 sampai 6 pasir cetak

telah terpanasi secara menyeluruh sehingga penguapan rata-rata meningkat.

Namun setelah menit ke 7 sampai 10, penguapan rata-rata turun karena kadar

air yang diuapkan sudah berkurang.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 11: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

11

1.1.4.4 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Penguapan Rata-

rata Data Antar Kelompok

Gambar 1.6 Grafik Hubungan antara Penguapan Rata-rata dengan Pemanasan antar Kelompok

Pada gambar 1.6 dapat kita lihat bahwa pada grafik terjadi peningkatan

pada berbagai variasi kadar air 3%, 4% dan 5%. Hal ini disebabkan karena

semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak pula kadar air pada

pasir cetak yang dapat diuapkan sehingga penguapannya akan semakin

meningkat seiring bertambahnya waktu pemanasan yang menyebabkan

penguapan rata-rata semakin besar, namun setelah mencapai titik maksimum

penguapan rata-rata akan cenderung konstan, karena air yang terdapat pada

pasir cetak hanya air terikat.

Pada grafik terlihat pada kelompok dengan kadar air 3% dan kadar air

4% terjadi penguapan rata-rata yang bertahap serta cenderung meningkat

setelah menit ke-6 dan akan mulai konstan pada menit ke-7 pada spesimen

dengan kadar air 3% dan begitu juga terjadi pada kadar air 4%. Sedangkan

pada kelompok dengan spesimen dengan kadar air 5%, pada grafik awalnya

penguapan rata-rata juga cenderung meningkat dan kemudian konstan.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 12: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

12

Pada menit ke-1 sampai ke-2, spesimen dengan kadar air 4% dan 5%

terjadi penyimpangan yaitu penguapan rata-rata spesimen dengan kadar air 5%

lebih rendah daripada penguapan rata-rata spesimen dengan kadar air 4%, hal

ini disebabkan karena pemanasan moisture analyzer yang masih belum

mencapai suhu yang optimal dan luas permukaan pasir yang belum merata

sehingga yang menguap pada menit pertama dan kedua baru permukaannya

saja. Sedangkan pada menit ketiga dan seterusnya penguapan pasir yang terjadi

sudah merata.

Selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor lain seperti bentuk dan

dimensi butir pasir yang berbeda dari setiap pengujian akan menunjukkan hasil

pengujian yang berbeda. Apabila butir pasir memiliki butir pasir yang besar,

rongga yang terbentuk makin banyak dan akan memudahkan penguapan yang

terjadi.

1.4.1.5 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Laju

Penguapan

Gambar 1.7

Grafik

Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Laju Penguapan Data Kelompok

Laju penguapan adalah kecepatan pada spesimen untuk menguap dalam

interval waktu tertentu dimana pada gambar 1.7 terlihat apabila waktu

pemanasan semakin tinggi maka laju penguapan rata-rata akan semakin tinggi.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

f(x) = − 0.00965802186730217 x² + 0.116886962245106 x + 0.0187219155844156

kadar air 5 %Polynomial (kadar air 5 %)

Waktu Pemanasan (Menit)

Laju

Pen

guap

an

Page 13: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

13

Namun pada saat mencapai titik maksimum, laju penguapan rata-rata akan

menurun, hal ini dikarenakan air yang terkandung dalam pasir cetak berangsur-

angsur habis.

Laju Penguapan = Rata−rata Penguapan

Waktu Penguapan

Dari gambar 1.7 terdapat peningkatan yang signifikan pada menit ke-1

sampai ke-3. Hal ini disebabkan pada moisture analyzer pemanasannya belum

optimal. Namun pada menit ke-4 dan ke-5 pemanasannya sudah mulai merata.

Setelah menit ke-5 sampai menit ke-10 laju penguapan mulai mengalami

penurunan. Hal ini dikarenakan air bebas yang dapat diuapkan pada temperatur

110°C ini tinggal sedikit dan hanya menyisakan air terikat yang telah

mengaktivasi bentonit pada pasir cetak dan jika pemanasan dilakukan secara

terus menerus maka air terikat ikut diuapkan, tetapi penguapan yang terjadi

tidak bertambah secara drastis.

1.1.4.6 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Laju

Penguapan Data Antar Kelompok

Grafik 1.8 Grafik Hubungan antara Laju Penguapan dengan Waktu Pemanasan antar Kelompok

Pada gambar 1.8 terlihat apabila waktu pemanasan semakin tinggi maka

laju penguapan rata-rata akan semakin tinggi. Namun pada saat mencapai titik

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 14: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

14

maksimum, laju penguapan rata-rata akan menurun, hal ini dikarenakan air

yang terkandung dalam pasir cetak berangsur-angsur habis.

Pada grafik terlihat pada kelompok dengan kadar air 3%, 4% dan 5%

terjadi kenaikan laju penguapan secara bertahap hingga mencapai titik

maksimum kemudian mengalami penurunan. Penurunan laju penguapan terjadi

akibat jumlah air yang diuapkan telah berkurang sehingga laju penguapan

menurun.

Penyimpangan terjadi pada kadar air 5 % yakni pada waktu pemanasan

pada menit ke 1 dan menit ke 2 lebih rendah dari kadar air 4 % karena

pemanasan pada moisture analyzer belum mencapai suhu optimal dan

disebabkan luas permukaan pasir yang tidak merata yang mengakibatkan laju

penguapan kadar air 5% menyimpang.

1.1.5 Kesimpulan dan Saran

1.1.5.1 Kesimpulan

1. Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam pasir cetak

Kadar air (% )=Berat awal (basah )−Berat akhir (kering)

Berat Awal (basah)× 100 %

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air

a. Waktu pemanasan

b. Luas permukaan pasir cetak

c. Tekanan parsial

d. Ukuran dan bentuk butir pasir

e. Tekanan atmosfer

3. Semakin lama waktu pemanasan, semakin tinggi pula penguapan rata-rata

sampai titik maksimum dan pada menit selanjutnya cenderung konstan.

Begitu juga dengan laju penguapan yang akan semakin naik seiring semakin

lamanya waktu pemanasan sampai titik maksimum kemudian perlahan

menurun. Pada pasir cetak dengan kadar air semakin tinggi penguapan rata-

rata serta laju penguapan juga semakin tinggi.

4. Pada grafik data hubungan antara penguapan rata-rata dan laju penguapan

rata-rata terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh kelembapan udara

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 15: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

15

sekitar yang tinggi dan juga pemanasan pada moisture analyzer yang kurang

optimal.

1.1.5.2 Saran

1. Sebaiknya alat yang ada dilaboratorium dirawat secara berkala

2. Pada saat pratikum sebaiknya menggunakan masker

3. Sebaiknya pada saat asistensi semua sub bab dibahas

1.2 Pengujian Kadar Pengikat

Pada pengujian kadar pengikat pada pasir cetak yang perlu diketahui

terlebih dahulu adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang

mendalam mengenai kadar pengikat pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah

mengetahui tujuan dan dasar teori pengujian kadar pengikat pasir cetak, maka

praktikan melaksanakan pengujian untuk mendapatkan data praktikum untuk

selanjutnya dibahas. Pada bagian terakhir didapatkan kesimpulan dari pengujian

dan saran untuk praktikum selanjutnya.

1.2.1 Tujuan Pengujian

1. Praktikan mengetahui prosentase kadar pengikat yang cocok dalam pasir

cetak.

2. Praktikan mengetahui dan mampu menganalisa pengujian kadar pengikat.

3. Praktikan mengetahui pengaruh kadar pengikat terhadap kekuatan pasir cetak.

1.2.2 Dasar Teori

Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui

sebelum melakukan pengujian kadar air pasir cetak diantaranya adalah definisi

dan fungsi kadar pengikat, macam-macam pengikat, pengaruh kadar pengikat

terhadap pengujian karakteristik pasir cetak dan faktor - faktor yang

mempengaruhi selama pengujian berlangsung.

1.2.2.1 Definisi dan Fungsi Kadar Pengikat

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 16: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

16

Kadar pengikat adalah banyak bahan yang digunakan untuk mengikat

butir-butir pasir yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar Pengikat berkisar

antara 2 % -8 % (Principle of Metal Casting, Richard W. 1987,89).

Bentonit mempunyai ukuran kurang dari 0,0001 in. Unsur penyusun

bentonit terdiri dari montmorillonite quarts dan lain-lain (tergantung jenis

bentonite), (Principle of Metal Casting, Richard .W hal.89).

Fungsi kadar pengikat adalah untuk mendapatkan komposisi

perbandingan campuran pasir cetak dengan pengikatnya.

Kadar pengikat =Berat basah−Berat kering

Berat basah x 100 % - Kadar air rata-rata

Sumber : Richard. W Heine (1987 : 89)

Dimana :

Berat basah = berat awal ketika pasir masih bercampur dengan pengikat

Berat kering = berat akhir setelah ditambah NaOH dan dibersihkan dari

pengikat

1.2.2.2 Macam-macam Pengikat

Macam-macam pengikat adalah :

1. Lempung / tanah liat

Lempung dihasilkan dari batuan yang berasal dari pelapukan kerak

bumi, yang sebagian besar tersusun oleh bantuan feldspatik, terdiri bantuan

grafit dan bantuan beku. Jenis – jenis lempung antara lain sebagai berikut.

a. Lempung primer

Lempung yang berasal dari pelapukan bantuan feldspatik yang

dipicu tenaga endrogen dan bantuan induk yang tidak berpindah.

Lempung ini mempunyai ciri-ciri putih dan kusam karena lempung ini

tidak pernah bersentuhan dan bercampur dengan bantuan organik dalam

tanah bantuan organik dalam tanah contohnya adalah bentonit. Berikut

macam-macam bentonite :

- Western bentonite.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 17: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

17

Adalah lempung yang dipakai pada pasir yang membutuhkan

kekuatan tekan kering yang tinggi (> 80 psi atau 5,44 atm).

Kandungan = 90% monmorilonit, 10% kwarsa, feldspar, mika, dll.

- Southern bentonite

Adalah lempung yang digunakan pada pasir yang

membutuhkan kekuatan tekan kering yang rendah (< 80 psi atau 5,44

atm). Kandungan = 85% monmorilonit , 15% kwarsa, limonit, dll.

b. Lempung sekunder

Lempung sekunder berasal dari pelapukan bantuan feldspatik

yang mengalami perpindahan jauh dari batuan induknya oleh tenaga

eksogen yang dibagi menjadi 4 yaitu :

- Tanah liat tahan api (fire clay)

Gambar 1.9 Tanah liat tahan apiSumber : Rio Eko, 2012

Lempung ini biasanya terang ke abu-abuan gelap menuju

hitam seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.9. Lempung ini

ditemukan dalam bentuk bongkahan padat, mempunyai titik lebur

mencapai ± 1500o C. Tergolong tanah liat tahan api pada suhu tinggi

tanpa mengubah bentuk. Contoh : kaolin dan mineral tahan api seperti

alumina dan silika. Bahan ini digunakan untuk bahan campuran

produk stone ware maupun porselen.

- Tanah liat stoneware

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 18: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

18

Gambar 1.10 Lempung Stone wareSumber : Rio Eko, 2012

Lempung yang dalam pembakaran gerabah telah mengalami

perubahan bentuk. Lempung ini berwarna coklat seperti terlihat pada

gambar 1.10 dan mempunyai titik lebur sampai suhu 1400o C

digunakan untuk membuat benda keramik.

- Tanah liat ball clay

Gambar 1.11 Tanah liat ball claySumber : Rio Eko, 2012

Jenis tanah liat pada gambar 1.11 disebut tanah liat / lempung

sedimen, memiliki butir-butir yang halus dengan daya plastik tinggi,

pada umumnya berwarna abu-abu. Mempunyai titik lebur sampai suhu

1250o C hingga 1350o C. karena sangat plastis, ball clay hanya dapat

dipakai sebagai bahan campuran tanah liat siap pakai.

- Tanah liat merah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 19: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

19

Gambar 1.12 Tanah liat merahSumber : Rio Eko, 2012

Tanah liat seperti pada gambar 1.12 memiliki tingkat plastik

yang sedang dan membuatnya mudah bentuk, warna bakar merah

coklat dan titik leburnya mencapai 1100-1200o C. Digunakan di

industri genteng dan gerabah.

2. Semen

Semen adalah hasil industri dan paduan bahan baku klinker (70 %-

90 %) merupakan olahan bahan pembakaran batu kapur, pasir silika dan

lempeng, gypsum (sekitar 5 % sebagai zat perlambat pengerasan) dan

material seperti batu kapur pezz dan abu terbang dan lain-lain. Macam-

macam semen yaitu :

- Semen Abu / Portland Cement

Portland Cement adalah bubuk bewarna abu-abu yang

ditunjukkan pada gambar 1.13. Semen ini dibentuk dari bahan utama

batu kapur atau gamping berkadar kalsium tinggi. Semen digunakan

sebagai perekat untuk memplester.

Gambar 1.13 Portland cement Sumber : Eko, 2011

- Semen putih

Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu

yang digunakan untuk perkerjaan finishing sebagai filler atau pengisi,

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 20: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

20

dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limostone murni. Semen ini

berwarna putih yang ditunjukkan pada gambar 1.14

Gambar 1.14 Semen PutihSumber : Eko , 2011

- Semen fly Ash

Campuran semen abu dengan pozzolan buatan. Flyash pozz

dan buatan merupakan hasil sampingan pembakaran batu bara yang

mengandung omorphus silika alumunium oksida, besi oksida dan

oksida lain. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat

beton sehingga menjadi lebih keras.

Gambar 1.15 Semen Fly AshSumber : Eko , 2011

- Oil Well Cement

Oil Well Cement adalah semen Portland yang dicampur

dengan bantuan khusus seperti asam barat, caselin, lignin, gula atau

organic hidroxid axid. Semen ini memiliki warna kehitam-hitaman

seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.16. Fungsi retarde untuk

mengurangi kecepatan pengerasan semen sehingga adukan dapat

dipompakan dalam sumur minyak atau gas yang dilakukan di dalam

proses pengeboran minyak bumi.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 21: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

21

Gambar 1.16 Oil Well Cement Sumber : Eko, 2011

1.2.3 Pengaruh Kadar Pengikat terhadap Karakteristik Pasir Cetak

Dengan kadar air tetap dan kadar bentonite yang berbeda maka akan

mempengaruhi grafik permeabilitas seperti terlihat pada gambar 1.1 dimana

ketika kadar bentonite semakin rendah maka permeabilitas akan meningkat.

Hal ini disebabkan daya ikat pada pasir cetak melemah dan menyebabkan

rongga-rongga antar butir semakin banyak

Gambar 1.17 Grafik pengaruh kadar pengikat terhadap bentonitSumber: Richard W. H. (1967:109)

Pada gambar 1.17 menunjukkan ketika kadar bentonit mencapai 10 %

dan seiring penambahan air maka kekuatan pasir cetak akan mencapai titik

maksimal karena bentonit telah teraktifasi sempurna, tetapi ketika penambahan

kadar bentonit lebih dari 10 % maka kekuatan pasir cetak akan konstan. Hal

tersebut dikarenakan air yang terdapat pada pasir cetak telah kehilangan fungsi

dan hanya akan mengikat butiran bentonit itu sendiri.

1.2.4 Pelaksanaan Pengujian

1.2.4.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

1. Timbangan elektrik

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 22: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

22

Alat yang terlihat pada gambar 1.18 digunakan untuk mengukur

berat pasir sebelum dan sesudah dikeringkan .

Gambar 1.18 Timbangan Elektrik Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Kompor listrik

Alat pada gambar 1.19 digunakan untuk mengeringkan spesimen

Spesifikasi Alat

Merk : Maspion

Model : S – 300

Daya : 300 W – 600 W

Tegangan : 220 V / 50 Hz

Ukuran (PxLxT) : 298 x 250 x 82 mm

Berat : 1,6 kg

Gambar 1.19 Kompor listrikSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Panci

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 23: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

23

Panci pada gambar 1.20 digunakan sebagai wadah untuk

menghilangkan lempung pada pasir dan untuk mengeringkan pasir pada

kompor listrik.

Spesifikasi alat

Volume : 7599,9 cm3 = 7,60 Liter

Gambar 1.20 Panci Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

4. Gelas ukur

Alat pada gambar 1.21 digunakan untuk mengukur volume larutan

yang dipakai.

Gambar 1.21 Gelas Ukur Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam

Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengujian kadar pengikat antara lain :

Pasir Cetak seberat 100 gr

Larutan NaOH 25%

Air sebanyak 950 ml

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 24: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

24

1.2.4.2 Urutan Kerja Pengujian

Urutan kerja pengujian kadar lempung pasir cetak adalah :

1. Timbang pasir cetak seberat 100 gram sebagai spesimen

2. Larutan pasir didalam 950 ml air pada panci

3. Tambahkan NaOH 25 % sebanyak 50 ml

4. Aduk campuran tersebut dan biarkan pasir mengendap selama 5 menit

5. Buang airnya sebanyak 5 / 6 dari tinggi permukaan air ingatlah jangan

sampai ada pasir yang ikut terbuang

6. Tambahkan airnya hingga seperti semula dan ulangi langkah kerja 4, 5, 6

sebanyak beberapa kali hingga airnya bersih.

7. Panaskan pasir cetak dalam panci dengan suhu 100 % – 110 %

8. Aduk pasir hingga kering

9. Timbang pasir cetak kering dan catat hasilnya

10. Hitung kadar lempung dengan rumus :

Kadar lempung = Berat awal (basah )−Berat akhir (kering)

Berat awal (basah) x 100% - Kadar air rata-

rata

1.2.5 Pengolahan Data dan Pembahasan

1.2.5.1 Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat

Tabel 1.4 Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat

No.Berat Spesimen

(gram) Kadar Pengikat (%)

(x-x) (x-x)2

Awal Akhir1 100 85.64 12.576 1.143 1.306

2 100 87.02 11.196 -0.237 0.056

3 100 87.69 10.526 -0.907 0.823

∑ 300 260.35 34.298 0 2.185

1.2.4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat

Presentase kadar bentonit spesimen

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 25: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

25

Kadar air (%) =Berat Awal−Berat Akhir

Berat Awal x 100%

Kadar air (spesimen 1) = (100−85.64

25 x 100%) – 1.784 = 12.576%

Kadar air (spesimen 2) = (100−87.02

25 x 100%) – 1.784 = 11.196%

Kadar air (spesimen 3) = (100−87.69

25 x 100%) – 1.784 = 10.526%

Kadar Air Rata-rata (x)

x=∑ x

n

¿ 34.2983

¿11.433%

Simpangan Baku (δ)

δ=√∑ ( x−x )2

n−1

¿√ 2.1852

¿1.045

Simpangan Baku Rata-Rata (δ)

δ= δ

√n

¿ 1.045

√3

¿0.603

Kesalahan Relatif (KR)

KR ¿ δx

¿ 0.60311.433

¿0.053

Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5%

α = KR x 100%

= 0.053 x 100%

= 5.3%

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 26: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

26

Derajat Kebebasan

db = n-1 = 3-1 = 2

t (α/2 ; db) = t(0,5/2 ; 2) = 4,303

Range Nilai Kesalahan

x – (t(α/2 ; db)δ) ≤ x ≤ (t(α/2 ; db)δ) + x

11.433 - 4.497 ≤ x ≤ 4.497 + 11.433

6.937 ≤ x ≤ 15.93

6.937 15.93

Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa masuk pada daerah terima

yaitu dalam range 6.937 sampai 15.93 dengan keyakinan 95%.

1.2.5.3 Pembahasan Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat

Kadar bentonit standar pasir cetak adalah 4 - 8 %. Apabila kadar

bentonit terlalu banyak, maka bentonit akan kehilangan fungsi sebagai pengikat

dan hanya mengisi celah-celah antar pasir. Jika terlalu sedikit, maka bentonit

akan menjadi pasta.

Dalam pengujian ini menggunakan NaOH untuk memisahkan pasir

dengan bentonit saat pencucian. Proses dimulai ketika NaOH bereaksi dan

menghasilkan panas. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

NaOH + H2O 2Na+ + 2OH-

Secara teoritis seharusnya kadar bentonit sebesar 6 %. Namun melalui

pengujian diketahui dengan kadar air 5 % kadar bentonit 11.433 % dengan

kadar air 5 % dan NaOH 5 %, maka terjadi reaksi kesetimbangan sehingga

mampu memisahkan bentonit dari pasir yang menyebabkan kadar bentonit

lebih banyak dari teoritisnya.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 27: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

27

1.2.5 Kesimpulan dan Saran

1.2.5.1 Kesimpulan

1. Pada pengujian kadar pengikat terjadi penyimpangan antara nilai kadar

pengikat teoritis 6 % dengan kadar pengikat aktual 11,433 %.

2. Penyebab terjadinya penyimpangan dikarenakan pasir masih memiliki

kandungan bentonit sehingga kadar bentonit aktual lebih tinggi dari

teoritisnya.

1.2.5.2 Saran

1. Sebaiknya semua praktikan mengambil data tentang pengujian kadar

pengikat.

2. Sebaiknya praktikan fokus pada saat praktikum.

3. Sebaiknya asisten pembahasan yang menemani praktikan saat jalannya

praktikum.

1.3 Pengujian Distribusi Besar Butir Pasir Cetak

Pada pengujian distribusi besar butir pasir cetak yang perlu diketahui

terlebih dahulu adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang

mendalam mengenai besar butir pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah

mengetahui tujuan dan dasar teori pengujian distribusi besar butir pasir cetak,

maka praktikan melaksanakan pengujian untuk mendapatkan data praktikum

untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik dan dibahas. Pada bagian

terakhir didapatkan kesimpulan dari pengujian dan saran untuk praktikum

selanjutnya.

1.3.1 Tujuan Pengujian

1. Agar praktikan mengetahui pengaruh distribusi besar butir pasir cetak

terhadap karakteristik pasir cetak

2. Agar praktikan mengetahui cara pengujian distribusi besar butir pasir cetak

melalui nomor kehalusan.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 28: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

28

3. Agar praktikan mengetahui cara pengujian distribusi besar butir pasir cetak.

1.3.2 Dasar Teori

Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui

sebelum melakukan pengujian distribusi besar butir pasir cetak diantaranya

adalah definisi pasir, macam-macam pasir, ukuran dan dimensi butiran pasir

cetak, distribusi besar butir pasir cetak, syarat pasir cetak dan pengaruh

distribusi besar pasir cetak terhadap karakteristik pasir cetak.

1.3.2.1 Definisi Pasir

Pasir adalah partikel granular dari SiO2, yang pada prinsipnya 50-95 %

dari total material pada pasir cetak. Pada pasir cetakan komposisinya berbeda-

beda, bergantung pada distribusi pasir cetak, komposisi kimia refraktori dan

thermal stability

1.3.2.2 Macam-macam Pasir

Pasir digolongkan menjadi pasir cetak alami dan buatan yang

tergantung ikatan tanah liat material tersebut. Secara umum pasir dibedakan

menjadi 2 jenis yaitu :

1. Pasir yang dapat langsung digunakan

a. Pasir Gunung

Umumnya pasir gunung terletak pada lapisan tua. Pasir ini sudah

mengandung lempung (abu vulkanik) seperti pada gambar 1.22 sehingga

kebanyakan dapat langsung dipakai setelah dicampur air.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 29: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

29

Gambar 1.22 Pasir GunungSumber : Arian, 2011

2. Pasir yang tidak bisa digunakan secara langsung

a. Pasir Pantai

Pasir ini dapat diambil dari pantai seperti terlihat pada gambar

1.23 Pasir ini tidak dapat melekat dengan sendirinya, sehingga

dibutuhkan pengikat.

Gambar 1.23 Pasir Pantai Sumber : Awyuswanto, 2012

b. Pasir Sungai

Pasir yang umumnya diambil dari sungai dan tidak dapat melekat

dengan sendirinya, karena mengandung kotoran seperti kotoran organik.

Gambar pasir sungai dapat ditunjukkan pada gambar 1.24.

Gambar 1.24 Pasir Sungai Sumber : Oceanlight, 2012.

c. Pasir Silika

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 30: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

30

Pasir yang didapat dari gunung dalam keadaan alamiah dan tidak

melekat dengan sendirinya sehingga dibutuhkan pengikat untuk mengikat

butir-butir pasir satu sama lain. Gambar pasir silika dapat ditunjukkan

pada gambar 1.25.

Gambar 1.25 Pasir Silika Sumber : Doni, 2002

d. Pasir Silika Buatan

Pasir seperti pada gambar 1.26 dapat diperoleh dengan memecah

batuan kuarsa atau kuarsit. Pasir ini tetap mengandung unsur utama yaitu

SiO2.

Gambar 1.26 Pasir Silika BuatanSumber : Memed, 2012

e. Pasir Chromit

Pasir berkualitas tinggi dengan impuritis sedikit yang mempunyai

ekspansi termal rendah dan konduktivitas termal tinggi, kandungan

utamanya Cr2, O4 dan Fe ( FeCr2O4 ) dan berwarna kehitam-hitaman

seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.27.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 31: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

31

Gambar 1.27 Pasir ChromitSumber : Rian, 2012

1.2.2.3 Ukuran dan Dimensi Butiran Pasir Cetak

Ukuran dan dimensi butiran pasir cetak macamnya adalah :

1. Bentuk butir pasit bulat

Butiran bulat permeabilitasnya tinggi karena bentuk butiran pasir

bulat menyebabkan banyak rongga, kekuatan kurang baik. Hal ini

dikarenakan sudut kontak pada butir pasir bulat kecil seperti yang terlihat

pada gambar 1.28.

Gambar 1.28 Butir pasir bulat Sumber : Heine (1990 : 149)

2. Bentuk pasir sebagian bersudut

Butiran pasir sebagian bersudut yang ditunjukkan pada gambar 1.29.

Permeabilitasnya lebih rendah dari pasir bulat, karena rongga antar butir

menjadi semakin kecil, kekuatan lebih tinggi dari butir pasir bulat, karena

sudut yang ada membuat lebih sulit terjadinya slip.

Gambar 1.29 Butir pasir sebagian bersudut Sumber : Heine (1990 : 149)

3. Bentuk butir pasir bersudut

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 32: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

32

Butiran bersudut permeabilitasnya lebih rendah dari butir pasir

sebagian bersudut karena pasirnya memiliki rongga bersudut. Kekuatan

butir pasir bersudut seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.30 lebih tinggi

daripada butir pasir sebagian bersudut karena sudut kontaknya lebih besar.

Gambar 1.30 Butir pasir bersudut Sumber : Heine (1990 : 49)

4. Bentuk Pasir Kristal

Bentuk bidangnya memiliki luas bidang kotak yang sedikit seperti

yang terlihat pada gambar 1.31 sehingga ermeabilitasnya buruk karena tidak

mempunyai rongga antar butiran. Kekuatan tinggi karena sudut kontaknya

paling besar.

Gambar 1.31 Butir pasir kristalSumber : Heine (1990 : 49)

1.3.2.4 Distribusi Besar Butir Pasir Cetak

Adalah persebaran butiran pasir atau prosentase butiran pada pasir cetak

suatu cara ukuran besarnya butiran pasir cetak ditunjukan GFN (Grain Finnest

Number) merupakan ukuran kehalusan rata-rata butiran pasir, makin tinggi

angkanya maka pasir semakin halus dan daya salur udaranya (permeabilitas)

relatif rendah.

Pada umumya pasir tidak terdiri dari butiran-butiran dengan ukuran

sama. Untuk mengetahui distribusi dari butir-butir yang mempunyai besar butir

yang berbeda-beda maka dilakukan analisis ayak ( sleve analysis ). Distribusi

ukuran butir pasir dapat dibagi menjadi 4 jenis :

a. Distribusi ukuran butir sempit artinya susunan butir hanya terdiri dari

kurang lebih 2 fraksi saja.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 33: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

33

b. Distribusi ukuran butir sangat sempit artinya 90 % dari ukuran besar butir

terdiri dari 1 fraksi saja.

c. Distribusi ukuran butir lebar artinya susunan butiran terdiri lebih kurang 3

fraksi.

d. Distribusi ukuran sangat lebar artinya susunan-susunan ukuran butir terdiri

dari 3 fraksi.

Tabel 1.5 Distribusi AFS Number

Sumber : Heine (1973 : 103)

AFS Ne =Total Produk

Total percent retained = ∈(Wi . Mi)∈Wi

Keterangan :

AFS Ne = Nomor kehalusan butir pasir cetak standart AFS.

ω = Berat pasir pada ayakan ke ayakan ke-1

Distribusi pasir cetak dari AFS number untuk ukuran 50 ± 1 akan

melewati 100 % mesh berukuran 40, akan melewati 95 % mesh berukuran 50

dan sisanya akan melewati mesh ukuran 70 dan 100.

Mesh adalah bagian yang berukuran sama dari suatu bentuk benda

berdiameter yang lebih besar atau dapat diartikan mesh adalah elemen kecil

dari suatu bagian benda, dalam hal ini mesh berfungsi untuk memisahkan besar

ukuran pasir berdasarkan ukurannya berdasarkan ”American Foundrymans

Society” maka mesh dikelompokan berdasarkan tabel berikut.

Tabel 1.6 Distribusi AFS Number

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 34: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

34

Sumber : Heine (1976 : 102)

Untuk butir ukuran pasir yang ukurannya sama atau lebih besar dari

ukuran mesh maka pasir tersebut tidak dapat lolos dari mesh tersebut. Sehingga

rasio antara ukuran pasir dan ukuran mesh ”American Foundrymans Society”

distandarkan berdasarkan tabel diatas makan mesh menggunakan satuan

mikron per inch.

1.3.2.6 Syarat Pasir Cetak

a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan

cetakan

dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga

tidak mudah rusak karena dipindah-pindahkan dan mampu menahan logam

cair.

b. Permebilitas yang cocok, sifat ini agar bisa menyerap udara yang terjebak

dalam coran, namun jika terlalu rendah permeabilitasnya maka akan ada

udara yang terjebak dalam coran.

c. Distribusi besar butir yang cocok, apabila distribusi besar butir kurang

baik dan terlalu padat maka udara akan sulit keluar, sehingga akan

menyebabkan cacat coran.

d. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang, butir pasir dan pengikat

harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi

karena pada saat logam cair dengan temperatur tinggi mempunyai daya

tumbuk yang membuat kecepatan alir tinggi.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 35: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

35

e. Komposisi yang cocok, butir pasir bersentuhan dengan logam yang

dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair

mempunyai temperatur tinggi. Maka hindari bahan bila tercampur

mungkin gas atau larut dalam logam yang tidak dikehendaki.

f. Mampu dipakai lagi dan bisa dipakai berulang-ulang.

g. Pasir harus murah.

1.2.3.6 Pengaruh Distribusi Besar Butir Pasir Cetak terhadap Karakteristik Pasir

Cetak

1. Pengaruh distribusi besar butir pasir cetak terhadap kekuatan.

Jika butirannya seragam maka pasir tersebut cenderung homogen,

hal ini menyebabkan kekuatan dari pasir cetak menjadi lebih rendah. Hal ini

dikarenakan sebagian besar memiliki bentuk butiran yang hampir sama

sehingga terjadi banyak rongga dan menyebabkan luas bidang kontak dari

tiap pasir jadi berkurang. Jika butirannya tidak seragam maka pasir cetak

cenderung heterogen. Hal ini disebabkan karena luas bidang kontak lebih

banyak. Butiran besar yang melekat pada butiran yang sama besar akan

mendapat celah. Celah tersebut ditutup oleh butiran yang kecil dikarenakan

distribusi besar butir pasirnya tidak merata dan memiliki berbagai macam

butiran, sehingga kekuatan dari pasir cenderung tinggi.

2. Pengaruh distribusi besar butir pasir cetak terhadap permeabilitas.

Jika butirannya seragam pasir tersebut cenderung homogen. Hal ini

menyebabkan permeabilitas dari pasir cetak menjadi tinggi. Hal ini

disebabkan oleh sebagian besar pasir memiliki bentuk butiran yang hampir

sama sehingga terjadi banyak rongga. Sebaliknya jika butiran tidak seragam

maka pasir cetak cenderung heterogen. Hal ini menyebabkan permeabilitas

dari pasir cetak rendah. Hal ini disebabkan karena luas bidang kontaknya

lebih banyak. Butiran besar yang melekat pada butiran yang sama akan

terdapat celah yang akan terisi oleh butir pasir yang tidak merata, sehingga

permeabilitasnya tersebut cenderung rendah.

1.3.3 Pelaksanaan Pengujian

1.3.3.1 Alat dan Bahan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 36: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

36

Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

1. Mesin pengguncang rotap

Alat pada gambar 1.32 digunakan untuk menyaring pasir dengan

spesifikasi:

Jenis : Rotap

Tipe : V51

Merk : Retsch

Voltage : 220 V

Daya : 430 watt

Buatan : Jerman

Artikel : 3040 0010

No. Seri : 01849038

Frekuensi : 50 Hz

Gambar 1.32 Mesin pengguncang rotap Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Timbangan elektrik

Alat pada gambar 1.33 digunakan untuk mengukur berat pasir cetak

sebelum dan sesudah dikeringkan. Berikut spesifikasinya :

Merk : Melter

Type : PJ 3000

Frekuensi : 50-60 Hz

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 37: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

37

Voltage : 100-120 V 80 mA / 200-240 V 45 Ma

Gambar 1.33 Timbangan Elektrik Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam

Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Tempat pasir

Alat pada gambar 1.34 digunakan sebagai wadah tempat pasir.

Gambar 1.34 Tempat PasirSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

1.3.3.2 Urutan Kerja Pengujian Distribusi Besar Pasir Cetak

1. Ambil pasir cetak seberat 50 gram sebanyak 3 sample

2. Susun ayakan dari bawah ke atas dengan tingkat mesh semakin ke atas

semakin besar meshnya, kemudian letakkan pada mesin pengguncang

rotap.

3. Letakan spesimen pasir cetak pada ayakan paling atas

4. Hidupkan mesin pengguncang rotap selama waktu dan juga frekuensi yang

dibutuhkan

5. Timbang berat pasir yang ada pada masing mesh setelah selesai di ayak

6. Cari harga Sn dari tiap-tiap mesh yang ada dari tabel yang terlampir

7. Hitung besar nomor kehalusan pasir cetak dalam skala FN maupun AFS

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 38: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

38

1.3.4 Pengolahan Data dan Pembahasan

1.3.4.1 Data Hasil Pengujian Distribusi Besar Butir Pasir Cetak

Tabel 1.7 Data Hasil Pengujian

No Ukuran Ayakan Berat 1 (gram)

Berat 2 (gram)

Berat 3(gram)

(µm) Mesh

1 315 45 26.85 28.29 29.12

2 280 50 2.78 6.64 2.81

3 250 55 7.38 2.80 2.73

4 200 67 10.05 5.35 4.98

5 180 77 7.74 2.98 2.58

6 160 90 7.67 3.13 2.78

7 140 106 6.09 1.60 1.24

8 125 123 6.08 1.26 1.30

9 residu 6.12 1.45 1.23

A. Perhitungan

Tabel 1.8 Data Hasil Pengujian Spesimen I

No Ukuran Ayakan Berat 1 (gram)

Sn Wn Sn

(µm) Mesh

1 315 45 26.85 60.366 1620.827

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 39: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

39

2 280 50 2.78 68.080 189.262

3 250 55 7.38 77.046 568.599

4 200 67 10.05 95.066 955.413

5 180 77 7.74 107.197 829.705

6 160 90 7.67 119.328 915.246

7 140 106 6.09 136.636 832.113

8 125 123 6.08 154.364 938.533

9 residu 6.12 620.000 3794.4

∑ 80.76 1438.083 10644.098

Perbandingan

Ukuran Pasir (µm) Sn

420 45

315 x

297 63

Mencari Sn untuk ukuran pasir 315

420−297420−315

= 45−6345−x

123105

= −18

45−x

-1890 = 5535-123x

123x = 7425

x = 60,366

Menghitung Finnest number

│Fn│=∑(Wn. Sn)

∑ =

10644.09880.76

= 131.799

Tabel 1.9 Data Hasil Pengujian Spesimen II

No Ukuran Ayakan Berat II (gram)

Sn Wn Sn

(µm) Mesh

1 315 45 28.29 60.366 1707.754

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 40: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

40

2 280 50 6.64 68.080 452.051

3 250 55 2.80 77.046 215.729

4 200 67 5.35 95.066 508.603

5 180 77 2.98 107.197 319.447

6 160 90 3.13 119.328 373.497

7 140 106 1.60 136.636 218.618

8 125 123 1.26 154.364 194.499

9 residu 1.45 620.000 899

∑ 53.5 1438.083 4889.198

Perbandingan

Ukuran Pasir (µm) Sn

297 63

250 x

210 89

Mencari Sn untuk ukuran pasir 250

297−250297−210

= 63−x63−89

4787

= 63−x−26

-1222 = 5481-87x

-87x = -6703

x = 77.046

Menghitung Finnest number

│Fn│=∑(Wn. Sn)

∑ =

4889.19853.5

= 91.389

Tabel 1.10 Data Hasil Pengujian Spesimen III

No Ukuran Ayakan Berat III (gram)

Sn Wn Sn

(µm) Mesh

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 41: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

41

1 315 45 29.12 60.366 1757.858

2 280 50 2.81 68.080 191.305

3 250 55 2.73 77.046 210.335

4 200 67 4.98 95.066 473.429

5 180 77 2.58 107.197 276.568

6 160 90 2.78 119.328 331.732

7 140 106 1.24 136.636 169.429

8 125 123 1.30 154.364 200.673

9 residu 1.23 620 762.6

∑ 48.77 1438.083 4373.929

Perbandingan

Ukuran Pasir (µm) Sn

210 89

200 x

149 126

Mencari Sn untuk ukuran pasir 200

210−200210−149

= 89−x

89−126

1061

= 81−x−37

-370 = 5429-61x

61x = 5799

x = 95.065

Menghitung Finnest number

│Fn│=∑(Wn. Sn)

∑ =

4373.92948.77

= 89.685

Tabel 1.11 Data Perhitungan Spesimen I

No Ukuran Ayakan Us M Wn1 Wn1 Sn

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 42: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

42

(µm) Mesh

1 315 45 48.319 38.320 26.85 1028.892

2 280 50 52.950 41.720 2.78 115.982

3 250 55 60.345 45.170 7.38 333.355

4 200 67 79.934 39.630 10.05 398.281

5 180 77 83.770 59.180 7.74 458.053

6 160 90 93.607 65.738 7.67 504.210

7 140 106 106.512 78.884 6.09 480.403

8 125 123 122.212 86.586 6.08 526.443

9 residu 620 300 6.12 1836

∑ - - 80.76 5681.619

Perbandingan

Ukuran Pasir (µm) Us M

414 40 30

315 x y

295 50 40

Untuk mencari ukuran pasir 315

414−315414−295

= 40−x

40−50414−315414−295

= 30− y30−40

0,8319 = 40−x−10

0,832 = 30− y−10

x = 40 + 8,399 y = 30 + 0,832

= 48,319 = 3,832

AFSn = ∑(Wn. M )

∑Wn1 =

5681.61980.76

= 70.352

Tabel 1.12 Data Perhitungan Spesimen II

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 43: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

43

No Ukuran Ayakan Us M Wn2 Wn2 Sn

(µm) Mesh

1 315 45 48.319 38.320 28.29 1084.073

2 280 50 52.950 41.720 6.64 277.021

3 250 55 60.345 45.170 2.80 126.336

4 200 67 79.934 39.630 5.35 212.020

5 180 77 83.770 59.180 2.98 176.356

6 160 90 93.607 65.738 3.13 205.760

7 140 106 106.512 78.884 1.6 126.214

8 125 123 122.212 86.586 1.26 103.098

9 residu 620 300 1.45 435

∑ - - 53.5 2751.878

Perbandingan

Ukuran Pasir (µm) Us M

295 50 46

250 x y

268 70 50

Untuk mencari ukuran pasir 250

295−250295−268

= 50−x50−70

295−250295−268

= 40− y40−50

4587

= 50−x−20

4587

= 40− y−10

x = 50 + 10.345 y = 40 + 5.120

= 60.345 = 45.120

AFSn = ∑(Wn. M )

∑Wn1 =

2751.87853.5

= 51.437

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 44: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

44

Tabel 1.13 Data Perhitungan Spesimen III

No Ukuran Ayakan Us M Wn3 Wn3 Sn

(µm) Mesh

1 315 45 48.319 38.320 29.72 1138.87

2 280 50 52.950 41.720 2.81 117.233

3 250 55 60.345 45.170 2.73 123.178

4 200 67 79.934 39.630 4.98 197.357

5 180 77 83.770 59.180 2.58 152.684

6 160 90 93.607 65.738 2.78 182.752

7 140 106 106.512 78.884 1.24 97.779

8 125 123 122.212 86.586 1.30 112.562

9 residu 620 300 1.23 369

∑ - - 48.77 2491.415

Perbandingan

Ukuran Pasir (µm) Us M

295 50 40

280 x y

208 70 50

Untuk mencari ukuran pasir 280

295−208295−280

= 50−7050−x

295−208295−280

= 40−5040− y

8715

= −20

50−x 0,832 =

−1040−x

x = 52.95 y = 41.720

AFSn = ∑(Wn. M )

∑Wn1 =

2491.41548.77

= 51.085

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 45: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

45

Perhitungan Statistika

Tabel 1.14 Skala FN

No Spesimen FN (FN-FNTot) (FN-FNTot)2

1 1 74,094 25,939 672,831

2 2 115,159 15,225 231,800

3 3 110,548 10,615 112,678

∑ 229,8 (-)0,099 8,017,309

FN = ∑ FN

n

= 312.873

3

= 104.291

Simpang Baku

δ =√∑ ¿¿¿¿

= √ 1136.4863−1

= 23.838

Simpangan Baku Rata-Rata

δ = δ

√n

= 23.838

√3

= 13.763

Kesalahan Rata-rata

KR = δx

= 13.763104.291

= 0.132

α = KR x 100%

= 0.132 x 100%

= 13.2% α = 5%

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 46: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

46

Derajat Kebebasan

Db= n – 1=3-1=2

t((α/2) ; db) = t (0,25;2) = 4.303

FN-( t((α/2) ; db)δ) < FN < FN+( t((α/2) ; db)δ)

104.291 – (4.303 x 23.838) < FN < 104.291 + (4.303 x 23.838)

1.716 < FN < 206.866

1.716 206.866

Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa daerah tolak <1.716 atau >

206.866 sedangkan daerah terimanya adalah 1.716 sampai 206.866 artinya

bahwa nilai kehalusan pasir cetak sebesar 104.291 masuk pada daerah terima

sehingga dapat disimpulkan bahwa pasir cetak rata-rata dapat diterima.

Tabel 1.15 Skala AFSNo Spesimen AFS (AFS-AFS Tot) (AFS-AFS Tot)2

1 1 70.352 12.727 161.976

2 2 51.437 -6.188 38.291

3 3 51.085 -6.54 42.772

∑ 172.874 -0.001 243.039

AFS = ∑ AFS

n

= 172.874

3

= 104.291

Simpang Baku

δ =√∑ ¿¿¿¿

= √ 243.0393−1

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 47: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

47

= 11.02

Simpangan Baku Rata-Rata

δ = δ

√n

= 11.02

√3

= 6.632

Kesalahan Relatif

KR = δx

= 6.632

57.625

= 0.1104

α = KR x 100%

= 0.1104 x 100%

= 11.04% α = 5%

Derajat Kebebasan

Db= n – 1=3-1=2

t((α/2) ; db) = t (0,25;2) = 4.303

AFS - ( t((α/2) ; db)δ) < AFS < AFS + ( t((α/2) ; db)δ)

57.625 – (4.303 x 11.02) < AFS < 57.625 + (4.303 x 11.02)

10.206 < AFS < 105.044

10.206 105.044

Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa daerah tolak <10.206 atau >

105.044 sedangkan daerah terimanya adalah 10.206 sampai 105.044 artinya

bahwa nilai kehalusan pasir cetak sebesar 57.625 masuk pada daerah terima

sehingga dapat disimpulkan bahwa pasir cetak rata-rata dapat diterima.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 48: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

48

1.3.4.2 Pembahasan Data Hasil Perhitungan Pengujian Distribusi Besar Butir

Pasir Cetak

1. Perhitungan FN

Pada data spesimen untuk nilai FN pada saat pengujian diperoleh

data sebagai berikut:

a. Berat 1 : Nilai FN = 74,094

b. Berat 2 : Nilai FN = 45,159

c. Berat 3 : Nilai FN =110,548

Dengan perhitungan statistika diperoleh resiko kesalahan 5 % dan

derajat kebebasan sebesar 2 selain itu juga diperolehan 1.716 < FN <

206.866 dimana dengan derajat tingkat keyakinan 95 % menunjukkan

bahwa data sangat spesimen yang diperoleh dalam daerah terima.

2. Perhitungan AFS

Pada data nilai AFS dari hasil pengujian diperoleh data sebagai

berikut:

a. Berat 1 : Nilai AFS = 63,448

b. Berat 2 : Nilai AFS = 54,466

c. Berat 3 : Nilai AFS = 59,928

Dengan perhitungan statistika diambil resiko kesalahan sebesar

5% dan derajat kebebasan (db) sebesar 2 diperoleh 10.206 < AFS <

105.044 dimana dengan derajat tingkat keyakinan 95% mengukur bahwa

data sampel spesimen yang diperoleh dalam daerah terima. Dari

pengukuran tiap berat tersebut diperoleh data nilai AFS sesuai dengan

nomor kehalusan butir pasir berdasarkan standar AFS yaitu 57.625.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa nilai FN digunakan

untuk mencari nilai kehalusan butir dengan memasukan kedalam range

tersebut, sedangkan AFS yaitu suatu nilai untuk mencari tingkat

kehalusan butir pasir dengan memasukan ke dalam range nilai apakah

memenuhi standar butir pasir cetak sehingga layak untuk cetakan.

1.3.5 Kesimpulan dan Saran

1.3.5.1 Kesimpulan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 49: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

49

1. Butir pasir cetak pada perhitungan kelompok di dapat nilai FN berat

pertama 131.799, FN pada berat kedua 91.389 dan FN pada berat ketiga

89.685. Semakin tinggi nilai FN, kehalusannya semakin bagus.

2. AFS adalah suatu nilai untuk mencari tingkat kehalusan butir pasir. Pada

pengujian AFS mendapatkan nilai 70.352 pada spesimen 1, 51.437 pada

spesimen 2 dan 51.085 pada spesimen.

1.3.5.2 Saran

1. Pada saat asistensi sebaiknya untuk tidak menyalakan musik keras-keras

2. Kendaraan bermotor disarankan untuk tidak dimasukan ke dalam lab

3. Sebaiknya pada saat janjian harus lebih dipermudah.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 50: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

50

PL II

PENGUJIAN KARAKTERISTIK PASIR CETAK

2.1 Tujuan Pengujian Karakteristik Pasir Cetak

1. Agar praktikan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik

pasir cetak

2. Agar praktikan mengetahui macam-macam karakteristik pasir cetak

3. Agar praktikan mampu menganalisis karakteristik pasir cetak

2.2 Dasar Teori

Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui

sebelum melakukan pengujian karakteristik pasir cetak diantaranya adalah

definisi karakteristik pasir cetak, permeabilitas, kekuatan, faktor-faktor yang

mempengaruhi karakteristik pasir cetak dan pengaruh karakteristik pasir cetak

terhadap hasil coran.

2.2.1 Definisi Karakteristik Pasir Cetak

Kualitas benda hasil coran dipengaruhi oleh jumlah komposisi pasir

cetak, komposisi kimia, logam cair, maupun proses yang dilakukan pengujian

seperti kekuatan tekan, kekuatan geser dan kekuatan tarik terhadap pasir cetak

sangat diperlukan untuk mengetahui sifat mekanik dari pasir cetak, sehingga

dapat mengurangi resiko cacat pada hasil coran. Karakteristik pasir cetak ada 2,

yaitu permeabilitas dan kekuatan ( Jain 1979 : 54-55)

2.2.2.1 Permeabilitas

Permeabilitas adalah kemapuan suatu pasir cetak pada panjang dan

tinggi tertentu untuk dialiri fluida udara dengan volume tertentu tiap tekanan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 51: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

51

dan luas penampang dalam waktu tertentu. Permeabilitas dirumuskan sebagai

berikut.

P= V . Hp . A . T

Dimana:

P : Permeabilitas (ml/ mnt)

V :Volume udara yang lewat melalui spesimen (ml)

H : Tinggi spesimen (cm)

p : Tekanan fluida yang mengalir (cmka)

A : Luas penampang (cm2)

T : Waktu yang diperlukan untuk mengalirkan 2000 cm3 udara (menit)

(Jain 1979:149)

2.2.2 Kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban baik

beban statik atau dinamis yang menyebabkan gaya tekan, gaya tarik atau gaya

geser hingga mencapai titik tepat sebelum patah. Berdasarkan gaya yang

dialami kekuatan dibagi menjadi dua berdasarkan arah gayanya dan

berdasarkan kadar air.

a. Berdasarkan kadar air

Kekuatan berdasarkan kadar air dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kekuatan Basah

Kekuatan yang terdapat pada pasir cetak, setelah pasir cetak

tersebut masih terdapat air bebas. Apabila kadar lempung tetap dan kadar

air bertambah maka kekuatan akan meningkat sampai titik maksimumnya

dikarenakan seiring bertambahnya air maka jumlah lempung yang

teraktivasi dan berkaitan dengan pasir cetak bertambah dan kekuatan

tekan basah meningkat, tetapi akan menurun setelah melewati batas

maksimumnya. Seiring bertambahnya kadar air menyebabkan kekuatan

tekan basah menurun. Standar kekuatan 5 – 22 psi. (Heine,1990: 95)

2. Kekuatan Kering

Kekuatan tekan kering adalah kekuatan yang terdapat pada pada

pasir cetak setelah air bebas yang terdapat pada pasir cetak telah habis.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 52: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

52

Pasir tersebut memiliki kekuatan untuk menahan erosi dan kekuatan

statis. Kekuatan ini dipengaruhi oleh kadar air dan lempung. Apabila

kadar lempung tetap dan kadar air bertambah (pada gambar 1.1), maka

kekuatan kering akan meningkat terus. Hal ini berlawanan dengan

kekuatan tekan basah karena semakin banyak air yang terdapat di pasir

cetak maka lempung akan menjadi encer, akibatnya lempung yang encer

akan dengan mudah masuk ke celah butiran menyelimuti butiran

menjadikannya kuat, ketika air habis menguap ikatan butirnya sangat

tinggi dan kekuatannya meningkat. Standar kekuatan 22-250 psi.

b. Berdasarkan Arah Gayanya

1. Kekuatan Tekan

Kemampuan pasir cetak menahan tekanan hingga beban tekan

maksimumnya per satuan luas penampang. Beban tekanan terjadi pada

saat penuangan logam cair. Pada kekuatan arah gaya yang diberikan

berada dalam satu garis dan arah vektor gayanya ke arah material.

Standar kekuatan 5-22 psi.

2. Kekuatan Tarik

Kemampuan pasir cetak menerima beban tarik per satuan luas

penampang. Beban tarik biasanya terjadi pada saat penyusutan logam

cair. Pada kekuatan arah gaya yang diberikan berada dalam satu garis dan

arah vektor gayanya keluar atau menjauhi material. Standar kekuatan 1-6

psi.

3. Kekuatan Geser

Kemampuan pasir cetak menahan gaya gesek per satuan luas

penampang. Beban tekanan terjadi pada saat logam cair mengalir didasar

cetakan pasir atau saat melewati saluran. Pada kekuatan geser, arah gaya

yang diberikan sejajar tetapi tidak berada dalam satu garis. Standar

kekuatan 1,5-7 psi.

2.2.3 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Karakeristik Pasir Cetak

1. Bentuk butir pasir

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 53: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

53

Dari bentuk butirannya, butir pasir dibagi menjadi 4 yaitu butir pasir

bulat, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, dan butir

compound.

a. Butir Pasir Bulat

Memiliki permeabilitas tinggi karena rongga udara antar butiran

besar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, namun memiliki

kekuatan yang rendah karena bidang kontak antar butir kecil.

Gambar 2.1 Butir Pasir BulatSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 110)

b. Butir Pasir Sebagian Bersudut

Butir pasir sebagian bersudut yang ditunjukkan pada gambar 2.2

memiliki permeabilitas lebih rendah dibanding butir bulat karena rongga

udara antar butir lebih sempit. Hal tersebut menyebabkan butir pasir

sebagian bersudut memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada butir pasir

bulat karena luas bidang kontaknya lebih besar.

Gambar 2.2 Butir Pasir Sebagian BersudutSumber : Surdia dan Kenji (1996:110)

c. Butir Pasir Bersudut

Memiliki permeabilitas lebih rendah dibanding butir sebagian

bersudut karena rongga udara antar butirnya lebih sempit yang ditunjukkan

pada gambar 2.3. Namun memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada

butir pasir bulat dan sebagian bersudut karena luas bidang kontaknya lebih

besar.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 54: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

54

Gambar 2.3 Butir Pasir BersudutSumber : Surdia dan Kenji (1996:110)

d. Butir Pasir Compound

Bentuk pasir ini terdiri dari campuran tiga bentuk pasir di atas seperti

terlihat pada gambar 2.4. Selain itu butir compound terdiri dari tiga

gabungan butir yang tergabung menjadi satu luas bidang kontak antara butir

yang menyebabkan kekuatan tinggi namun permeabilitas rendah.

Gambar 2.4 Butir Pasir CompoundSumber : Jain (1976 : 49)

2. Distribusi Besar Butir Pasir Cetak

Distribusi besar butir pasir cetak merupakan persebaran butir atau

persentase dari besar butir pasir cetak yang digunakan. Ada 3 hal yang

berhubungan dengan distribusi besar pasir cetak, yaitu Mesh, GFN, dan

AFS Standard Sand. Mesh adalah ukuran yang digunakan pada alat

pengayak untuk menunjukkan berapa banyak lubang yang berada pada

sebuah satuan luas pada pengayak tersebut, GFN (Grain Fineness Number)

adalah perhitungan untuk mencari nilai rata-rata ukuran pasir cetak yang

dikeluarkan oleh AFS dengan rumus,

GFN = Total produk AFSTotal massa pasir

,

AFS Standard Sand adalah standar yang dipakai untuk pasir cetak,

dimana bila pasir memiliki angka AFS 50 ± 1 maka pasir itu dapat lewat

100 % melalui ayakan berukuran Mesh 40 dan 95 % bila menggunakan

ayakan berukuran Mesh 50 (Heine, 1979 ; 103)

Pada umumnya pasir tidak terdiri dari butiran dengan ukuran sama.

Untuk mengetahui distribusi dari butiran tersebut perlu dilakukan analisa

ayak ( Sleve analysis ).

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 55: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

55

Distribusi ukuran butir pasir dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu :

a. Distribusi ukuran butir sempit, artinya susunan butir hanya terdiri dari

kurang lebih dua fraksi saja

b. Distribusi ukuran butir agak sangat sempit, 90 % ukuran besar butir hanya

terdiri dari satu fraksi saja

c. Distribusi ukuran butir lebar, artinya susunan terdiri dari lebih kurang tiga

fraksi

d. Distribusi ukuran butir sangat lebar, susunan ukuran butir terdiri dari tiga

fraksi

Distribusi pasir sempit akan memberi permeabilitas yang lebih

tinggi, dan sebaliknya. Distribusi ukuran butir berpengaruh juga pada

kekuatan cetakan. Distribusi ukuran butir lebar akan memberikan kekuatan

pasir cetak yang lebih tinggi.

3. Pemadatan

Semakin banyak penekanan saat kita membuat cetakan pasir maka

dapat menyebabkan jarak antar butir menjadi rapat dan padat. Hal ini dapat

menurunkan permeabilitasnya, pemadatan juga mengakibatkan kekuatannya

meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penyempitan celah antar

butir sehingga daya ikat dan gaya tarik menarik antar butir semakin tinggi,

sehingga kekuatan pasir cetak semakin meningkat akibat jarak antar butiran

yang lebih rapat. Standar pemadatan menurut buku Principles of Metal

Casting oleh Richard H.W adalah tiga kali pemadatan pemukulan dengan

beban sebesar 50 - 150 gram, tiga kali pemadatan bertujuan agar spesimen

memiliki ketinggian yang tepat yaitu 2.0 In ± 1

32 In agar bisa ditempatkan

pada tabung spesimen uji (Heine, 1979 ; 93 - 94)

4. Kadar air

a. Pengaruh kadar air terhadap permeabilitas

Kadar air standar adalah 1,5 % – 8 % tergantung dari cetakan dan

logam cair yang akan dituang. Permeabilitas pasir cetak akan meningkat

seiring dengan penambahan air. Ketika kadar air ditambah dan kadar

bentonitnya tetap maka permeabilitasnya meningkat. Hal ini dikarenakan

ketika penambahan air, bentonit mulai teraktivasi hingga titik maksimum

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 56: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

56

dimana permeabilitasnya optimum. Namun saat kadar air terus-menerus

ditambah permeabilitasnya menurun, karena air menjadi air bebas dan

akan mengisi celah antar butiran dan menyebabkan rongga antar butiran

tertutup sehingga fluida akan sulit mengalir keluar dari pasir cetak saat

penuangan logam cair.

b. Pengaruh kadar air terhadap kekuatan

Apabila kadar air bertambah dan kadar bentonit tetap, kekuatan

tekan basah akan meningkat karena bentonit akan teraktivasi semua

namun hal ini berlawanan dengan pengaruhnya terhadap kekuatan kering.

Pada kekuatan kering seiring bertambahnya air maka bentonit semakin

encer, hal ini memudahkan bentonit mengisi celah butiran yang lebih

kecil sehingga ketika air bebas menguap, kekuatan tekan keringnya

meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1.

5. Kadar Pengikat

a. Pengaruh kadar bentonit terhadap permeabilitas

Semakin tinggi kadar bentonit dan kadar air tetap, maka

permeabilitas menurun, karena semakin tinggi kadar bentonit, ikatan

antar butir makin kuat dan rongga yang seharusnya terbentuk akan terisi

bentonit yang tidak teraktivasi sehingga permeabilitasnya menurun.

b. Pengaruh kadar bentonit terhadap kekuatan

Pada gambar 1.17 diasumsikan air telah teraktivasi pengikat ± 10

% maka pasir akan terikat sempurna, tetapi apabila jumlah pengikat

melebihi 10 %, kekuatan akan konstan karena bentonit hanya akan

berikatan dengan bentonite saja.

Pada grafik dapat kita lihat pada kekuatan 20 - 30 psi berada pada

posisi yang sejajar dalam komposisi dan clay yang sama, akan tetapi nilai

kekuatannya berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kemurnian dari bentonit

dan sumber dari bentonitnya sendiri. (Heine, 1976 : 110)

2.2.4 Pengaruh Karakteristik Pasir Cetak terhadap Hasil Coran

1. Pengaruh permeabilitas terhadap hasil coran

Jika permeabilitas pasir cetak rendah, maka akan mengakibatkan

udara sulit keluar melalui celah-celah antar butir pasir cetak pada saat

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 57: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

57

proses penuangan logam cair. Udara yang terjebak dalam logam cair

akan menyebabkan cacat rongga pada logam setelah pendinginan.

Namun apabila permeabilitas terlalu tinggi udara dengan mudah keluar

lewat celah butiran, namun logam cair bisa masuk ke sela-sela antar

butiran sehingga mengakibatkan inklusi pasir.

2. Pengaruh kekuatan pasir cetak terhadap hasil coran

a. Pengaruh kekuatan tekan

Apabila kekuatan tekan rendah, maka cetakan pasir akan cepat

rusak saat penuangan. Hal ini akan mengakibatkan melendutnya

permukaan cetakan pasir yang dapat menyebabkan coran menjadi

tidak presisi bahkan rusaknya cetakan, namun bila kekuatan tekan

berlebih dapat menyebabkan cacat rongga karena logam cair yang

harusnya menyusut karena proses pembekuan tidak dapat berkurang

volumnya dikarenakan cetakan yang terlalu padat hingga udara tidak

bisa masuk, sehingga dapat muncul rongga dalam saat penyusutan

(solidifikasi).

b. Pengaruh kekuatan geser

Apabila kekuatan geser rendah, maka saat dilakukan

penuangan logam cair, ketika logam cair tersebut melewati permukaan

pasir yang kekuatan gesernya rendah maka akan ada proses pengikisan

pasir, sehingga pasir terjebak didalam coran sehingga dapat

menyebabkan cacat inklusi pasir pada hasil coran.

c. Pengaruh kekuatan tarik

Apabila kekuatan tarik rendah, maka saat logam cair

dituangkan, permukaan dalam rongga cetakan akan mengalami

inklusi. Apabila hal ini terjadi, maka ketika terjadi penyusutan logam

cair, pasir cetak akan tertarik oleh logam cair, pasir cetakan akan

tertarik oleh logam.

2.3 Pelaksanaan Pengujian

2.3.1 Pengujian Permeabilitas Pasir Cetak

2.3.1.1 Alat dan Bahan

1. Sand Rammer

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 58: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

58

Alat pada gambar 2.5 digunakan untuk menumbuk pasir cetak

menjadi bentuk spesimen yang dikehendaki yaitu panjang 5 cm dan

diameter 5 cm ( luas penampang = 19,625 cm2 ).

Tipe : POU

Merk : George Fisher

Fabrikasi : 2054

Buatan : Jerman Barat

Gambar 2.5 Sand RammerSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Stop watch

Alat pada gambar 2.6 digunakan untuk mengukur waktu sampai

2000 cc udara.

Gambar 2.6 StopwatchSumber : Dori, 2010

3. Permeabilitas meter

Alat pada gambar 2.7 digunakan untuk mengetahui seberapa besar

angka permeabilitas dari pasir cetak yang diuji.

Spesifikasi alat :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 59: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

59

Tipe : POU

Buatan : Jerman Barat

Fabrikasi : 1725

Gambar 2.7 Permeabilitas MeterSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

4. Timbangan elektrik

Alat pada gambar 2.8 digunakan untuk menimbang bahan dan berat

spesimen yang akan digunakan dalam pengujian.

Gambar 2.8 Timbangan ElektrikSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi

1. Pasir silika : 91 %

2. Bentonit : 6 %

3. Air : 3 %

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 60: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

60

2.3.1.2 Urutan Kerja Pengujian

1. Panaskan pasir cetak selama 60 menit dengan temperatur 110o C

2. Siapkan 150 gr pasir cetak untuk pengujian ini dengan menggunakan sand

rammer.

3. Buka pelindung orifice dan pilihlah salah satu posisi penunjuk skala yang

akan digunakan.

a. Tanda biru untuk skala P = 0 – 50

b. Tanda merah untuk skala P = 0 – 500

Skala P dibaca dari skala merah bagian luar dari pengukuran tekanan.

Skala paling dalam menunjukkan tekanan dinamis antara orifice dan

spesimen dalam mm kolom air.

4. Memutar kran pada posisi B dan angkat tabung udara ke atas secara

perlahan – lahan hingga angka nol terlihat tepat pada batas tabung bawah

lalu kunci pada posisi E.

5. Letakkan tabung spesimen berikut spesimen di dalamnya pada orifice.

6. Putar kran pada posisi A bersamaan mulai menghitung waktu dengan

stopwatch saat udara dialirkan ke spesimen pasir cetak. Hal ini ditandai

dengan tabung udara mulai turun ke bawah.

7. Catat besar P spesimen pasir cetak dengan tekanan yang terbaca pada skala

permeabilitas meter saat 1000 cc udara yang sudah terlewatkan.

8. Catat waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan udara sebanyak 2000 cc

melalui tabung spesimen pasir cetak yang diuji.

9. Ulangi langkah 1 – 8 sampai spesimen 3 serta catat data P (tekanan).

2.3.2 Pengujian Kekuatan Pasir Cetak

2.3.2.1 Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian kekuatan pasir cetak, adalah

sebagai berikut:

1. Universal Strength Machine

Alat pada gambar 2.9 digunakan untuk menguji kekuatan pasir cetak.

Spesifikasi alat:

Merk : George Fisher

Buatan : Jerman Barat

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 61: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

61

Gambar 2.9 Universal Strength MachineSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Kepala uji kekuatan tekan

Alat pada gambar 2.10 digunakan untuk menguji kekuatan tekan

pasir cetak.

Gambar 2.10 Kepala uji kekuatan tekanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Kepala uji kekuatan geser

Alat pada gambar 2.11 digunakan untuk menguji kekuatan geser

pasir cetak

Gambar 2.11 Kepala uji kekuatan geser

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 62: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

62

Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijay

4. Kepala kekuatan tarik

Alat pada gambar 2.12 digunakan untuk menguji kekuatan tarik pasir

cetak

Gambar 2.12 Kepala uji kekuatan tarikSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

5. Sand Rammer

Alat pada gambar 2.13 digunakan untuk menumbuk pasir cetak

menjadi bentuk spesimen yang dikehendaki yaitu panjang 5 cm dan

diameter 5 cm ( luas penampang = 19,625 cm2 ).

Tipe : POU

Merk : George Fisher

Fabr : 2054

Buatan : Jerman Barat

Gambar 2.13 Sand RammerSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

6. Timbangan elektrik

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 63: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

63

Alat pada gambar 2.14 digunakan untuk menimbang bahan dan berat

spesimen yang akan digunakan dalam pengujian.

Gambar 2.14 Timbangan ElektrikSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi

Pasir silika : 91 %

Bentonit : 6 %

Air : 3 %

2.3.2.2 Urutan Kerja Pengujian

Urutan Kerja pengujian kekuatan tekan

a. Langkah pengujian tanpa perlakuan panas

1. Ambil campuran pasir cetak seberat 100 gram, lalu buat spesimen uji

tekan dengan menggunakan sand rammer (spesimen sebanyak 5

buah).

2. Pasang kepala uji tekan pasir cetak yang ditunjukkan pada gambar

2.10 pada alat uji kekuatan pasir cetak

3. Letakkan spesimen pada kepala uji tekan pasir cetak secara hati-hati

jangan sampai rusak.

4. Putar handwheel secara terus-menerus dengan putaran konstan dan

perlahan-lahan hingga hancur.

5. Baca dan catat besar kekuatan tekan pasir cetak tersebut (lengkap

dengan satuannya) pada skala paling lauar yang terdapat pada alat uji

tekan pasir cetak.

6. Lakukan langkah 1-5 untuk spesimen berikutnya.

b. Langkah pengujian dengan perlakukan panas.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 64: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

64

Langkah pengujian sama dengan tanpa perlakuan panas, hanya

setelah pasir cetak dibuat spesimen uji tekan, dilakukan pemanasan

dalam dapur pemanas dengan suhu 110 C selama 1 jam.

Urutan Kerja Pengujian Kekuatan Geser

a. Langkah-langkah Pengujian tanpa perlakuan panas

1. Ambil campuran pasir cetak seberat 150 gram, kemudian buat

spesimen uji geser dengan sand rammer (spesimen sebanyak 5 buah).

2. Pasang kepala uji geser pasir cetak yang ditunjukkan pada gambar

2.11 pada alat uji kekuatan geser pasir cetak

3. Letakkan spesimen pada kepala uji geser secara hati-hati jangan

sampai spesimen rusak.

4. Putar hand wheel secara terus-menerus dengan putaran konstan dan

perlahan-lahan hingga spesimen hancur.

5. Baca dan catat besar kekuatan tekan pasir cetak tersebut pada skala

yang di tengah pada alat uji geser tersebut.

6. Lakukan langkah 1-5 untuk spesimen berikutnya.

b. Langkah pengujian dengan perlakuan panas.

Langkah pengujian sama dengan tanpa perlakuan, hanya setelah

pasir cetak dibentuk spesimen uji geser, dilakukan pemanasan dalam

dapur pemanasan dengan suhu 110 C selam 1 jam.

Urutan Kerja Pengujian Kekuatan Tarik pasir Cetak

a. Langkah-langkah pengujian tanpa perlakuan panas

1. Ambil campuran pasir cetak seberat 150 gram, lalu buat spesimen uji

tarik dengan menggunakan sand rammer (spesimen sebanyak 5 buah).

2. Pasang kepala uji tarik pasir cetak yang ditunjukkan pada gambar 2.12

pada alat uji kekuatan pasir cetak

3. Letakkan spesimen pada kepala uji tekan pasir cetak secara hati-hati

jangan sampai rusak.

4. Putar handwheel secara terus-menerus dengan putaran konstan dan

perlahan-lahan hingga spesimen hancur.

5. Baca dan catat besar kekuatan tarik pasir cetak tersebut (lengkap

dengan satuannya) pada skala paling dalam yang terdapat pada alat uji

tarik pasir cetak.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 65: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

65

b. Langkah pengujian dengan perlakuan panas.

Langkah pengujian sama dengan tanpa perlakuan, hanya setelah

pasir cetak dibentuk spesimen uji tarik, dilakukan pemanasan dalam

dapur pemanasan dengan suhu 110 C selama 1 jam.

2.4 Pengolahan Data dan Pembahasan

2.4.1 Pengolahan Data dan Pembahasan Permeabilitas

2.4.1.1 Data Hasil Pengujian

Tabel 2.1 Data Hasil Pengujian PermeabilitasNo Tekanan (cm.ka) Waktu (menit) Panjang (mm) Permeabilitas (ml/menit)

1 2,2 0,6 50 400

2.4.1.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian Permeabilitas

Perhitungan permeabilitas spesimen

P= V . Hp . A . t

P= 2000 ml .50 mm

2,2 cmka .19,625 cm2 .0 .6 menit

P=386,03 ml /menit

2.4.1.3 Pembahasan Data Hasil Pengujian Permeabilitas

Gambar 2.15 Pengaruh Air dan Bentonit pada Pasir Diikat Bentonit

Sumber: Surdia dan Kenji,1996:109

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 66: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

66

Dari gambar 2.15 dapat disimpulkan bahwa permeabilitas pasir cetak

akan meningkat seiring penambahan kadar air. Ketika kadar air bertambah,

maka permeabilitas pasir cetak meningkat. Hal ini dikarenakan ketika kadar air

ditambah bentonit mulai teraktifasi hingga titik optimum dimana

permeabilitasnya juga optimum. Namun saat kadar air ditambah terus,

permeabilitasnya cenderung menurun. Ketika air telah mengaktivasi semua

bentonit dan ketika kadar air masih ditambah maka air akan menjadi air bebas.

Hal ini menyebabkan akan terisinya rongga hingga menyebabkan permeabilitas

cenderung menurun.

Dari hasil pengujian di dapat permeabilitas 400 ml / menit, hal ini

menunjukkan bahwa pasir cetak dalam tabung mampu mengalirkan 400 ml /

menit udara tiap satuan luas penampang. Dari grafik pada gambar 1.1 dengan

kadar bentonit 6 % dan kadar air 5 % permeabilitasnya 130 ml / menit,

sehingga hasil uji telah melebihi hasil teoritisnya, hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor. Pengadukan pasir cetak yang kurang merata akan

menyebabkan permeabilitas cenderung meningkat karena adanya rongga-

rongga pada pasir cetak. Penyebab lainnya adalah distribusi besar butir pasir

cetak yang mana besar butir lebih besar dari yang seharusnya sehingga

menyisakan rongga yang akan mudah dilalui udara. Selain itu dapat

diakibatkan pasir yang digunakan adalah pasir daur ulang yang terkadang pasir

yang berukuran kecil terbuang sehingga hanya tersisa pasir berukuran besar

yang mengakibatkan pemeabilitas tinggi.

2.4.1.4 Grafik Pengaruh Kadar Air dan Kadar Pengikat terhadap

Permeabilitas Data Antar Kelompok

Tabel 2.2 Data Pengujian Permeabilitas Antar KelompokKelompo

k

Kadar air Kadar pengikat Permeabilitas

2 5 8 440

3 5 6 400

5 4 6 380

6 4 8 345

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 67: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

67

9 3 6 290

Lab 3 8 250

3 4 5200

250

300

350

400

450

500

290

380400

250

345

440

Kadar Bentonit 6%

Kadar air (%)

Perm

eabi

litas

(ml/

cm2.

men

it)

Gambar 2.16 Grafik Pengaruh Kadar Air dan Kadar Pengikat terhadap Permeabilitas Data Antar Kelompok

Pada gambar 2.16 dapat dilihat bahwa pasir dengan kadar bentonit 8 %

dan kadar air 5 % tidak sesuai dengan kadar bentonite dan air lainnya hal ini

dapat dikarenakan pasir yang digunakan hanya pasir berukuran besar atau juga

pengadukan yang kurang sempurna sehingga menimbulkan rongga yang

menyebabkan tingginya tingkat permeabilitas.

2.4.2 Pengolahan Data dan Pembahasan Kekuatan

2.4.2.1 Data Hasil Pengujian

1. Kekuatan Tekan

Tabel 2.3 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Basah

No

.

Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2

1. 8,6 - 0,375 0,141

2. 9,1 0,125 0.016

3. 9 0,025 0,001

4 9,2 0,225 0,051

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 68: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

68

∑ 35,9 0,000 0,209

Tabel 2.4 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Kering

No. Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2

1. 16 1,150 1,322

2. 15 0,150 0,025

3. 14,3 - 0,550 0,302

4 14,1 - 0,750 0,562

∑ 59,4 0,000 2,211

2. Kekuatan Geser

Tabel 2.5 Data Hasil Pengujian Kekuatan Geser Basah

No

.

Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2

1. 3,9 0,1 0,01

2. 3,8 0,2 0,04

3. 3,8 0.2 0,04

4 4,5 - 0,5 0,25

∑ 16 0 0,3

Tabel 2.6 Data Hasil Pengujian Kekuatan Geser Kering

No Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2

1. 5,4 - 0,2 0,04

2. 6,1 0,5 0,25

3. 4,8 - 0,8 0,64

4 6,1 0,5 0,25

∑ 22,4 0 1,18

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 69: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

69

3. Kekuatan Tarik

Tabel 2.7 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Basah

No Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2

1. 0,8 0,2 0,04

2. 0,8 0,2 0,04

3. 0,7 - 0,8 0,64

4 0,8 0,2 0,04

5 0,8 0,2 0,04

∑ 3,9 0 0,96

Tabel 2.8 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Kering

No Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2

1. 0,75 - 0,02 0,00004

2. 0,7 - 0,07 0,0049

3. 0,8 0,03 0,0009

4 0,8 0,03 0,0009

5 0,8 0,03 0,0009

∑ 3,85 0 0,00719

2.4.2.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian

1. Kekuatan tekan basah

- Kekuatan tekan basah rata-rata

X=ΣXn

X=35 , 94

=8 , 975

- Simpangan baku

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 70: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

70

δ=√ Σ( X−X )2

n−1

δ=√0 . 294−1

δ=0 ,264

- Simpangan baku rata-rata

δ=δ

√n

δ=0 .264

√3=0 , 132

- Kesalahan relatif

KR=δX

KR=0 ,1328 ,913

=0 , 014

α=KRx 100 %α=0 ,014 x 100 %=1,4→5%

db = n -1

= 4-1 = 23

t ( α2

;db ) = 3,182

- Interval

x−[ t ( α2

; db)δ ]< x< x+[ t ( α2

;db )δ ]

8,975 – 0,42 < X < 8,975 + 0,42

8,55 < X < 9,395

2. Kekuatan tekan kering

- Kekuatan rata-rata

X=ΣXn

X=59 , 43

=14 ,85

- Simpangan baku

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 71: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

71

δ=√ Σ( X−X )2

n−1

δ=√2 , 2114−1

δ=0 ,737

- Simpangan baku rata-rata

δ=δ

√n

δ=0 .737

√4=0,0 , 368

- Kesalahan relatif

KR=δX

KR=0 ,36814 , 85

=0 ,0247

α=KRx 100 %α=0 ,02475 x100 %=2 ,475 %→5%

db = n -1

= 3-1 = 2

t ( α2

;db ) = 3,182

- Interval

x−[ t ( α2

; db)δ ]< x< x+[ t ( α2

;db )δ ]

14,85 - 1,17 < X < 14,85 + 1,17

13,68 < X < 16,02

Uji T

Hipotesa: 1. Daerah terima, Ho= µ1 = µ2

2. Daerah tolak, H1= µ1 ≠ µ2

Derajat kebebasan db = n1 + n2-2=6

α = 5%

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 72: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

72

t ( α2

;db ) = 2,447

t hitung=( x1−

__

x2

__

)

√ [(n1−1 )δ12+(n2−1 )δ2

2] [1n1

+1n2]

n1+n2−2

t hitung=( 8 ,975−14 ,85 )

√[ ( 4−1 ) (0 , 264 )2+( 4−1 ) (0 , 737 )2 ][14+1

4 ]4+4−2

t hitung=−15 ,025

-2,447 2,447

Dari grafik di atas dapat diambil kesimpulan nilai H1 tidak dapat

diterima karena nilai uji T terbaik diluar batas kritis yang terjadi. Perbedaan

antara kekuatan tekan dengan kekuatan tekan kering.

3. Kekuatan geser basah

- Kekuatan geser basah rata-rata

X=ΣXn

X=164

=4

- Simpangan baku

δ=√ Σ( X−X )2

n−1

δ=√0,34−1

δ=0 ,316

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 73: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

73

- Simpangan baku rata-rata

δ=δ

√n

δ=0 .316

√2=0 ,158

- Kesalahan relatif

KR=δX

KR=0 ,1584

=0 , 079

α=KRx 100%α=0 , 079 x100%=7,9 %→5%

Db = n -1

= 4-1 = 3

t ( α2

;db ) = 3,182

x−[ t ( α2

; db)δ ]< x< x+[ t ( α2

;db )δ ]

4 – 0,5 < X < 4 + 0,5

3,5 < X < 4,5

4. Kekuatan geser kering

- Kekuatan geser kering rata-rata

X=ΣXn

X=22 , 44

=5,6

- Simpangan baku

δ=√ Σ( X−X )2

n−1

δ=√1 ,184−1

δ=0 ,627

- Simpangan baku rata-rata

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 74: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

74

δ=δ

√n

δ=0 ,627

√2=0 , 313

- Kesalahan relatif

KR=δX

KR=0 ,3135,6

=0 , 055

α=KRx 100 %α=0 ,055 x100 %=5,5 %

Db = n -1

= 4-1 = 3

t ( α2

;db ) = 3,182

x−[ t ( α2

; db)δ ]< x< x+[ t ( α2

;db )δ ]

5,6 – 0,995 < X < 5,6 – 0,995

4,604 < X < 6,596

Uji T

Hipotesa :1. Daerah terima, Ho= µ1 = µ2

2. Daerah tolak, H1= µ1 ≠ µ2

Derajat kebebasan db = n1 + n2-2=6

α = 5%

thitung=( x1−

__

x2

__

)

√[(n1−1 )δ12+(n2−1 ) δ2

2 ][1 n1

+1n2]

n1+n2−2

thitung=(4−5,6 )

√ [ (4−1 )2 (0 , 0998 )2+ (4−1 )2 (0 , 393 )2 ][1 4+1

4]4+4−2

thitung=−23 , 04

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 75: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

75

-2,447 2,447

Dari grafik diatas dapat ditarik kesimpulan nilai H1 tidak diterima

karena nilai uji t terletak diluar wilayah kritis yang artinya terjadi perbedaan

antara kekuatan geser pada kondisi kering dan basah.

5. Kekuatan tarik basah

- Kekuatan tarik rata-rata

X=ΣXn

X=3,95

=0 ,78

- Simpangan baku

δ=√ Σ( X−X )2

n−1

δ=√0 ,965−1

δ=0 ,499

- Simpangan baku rata-rata

δ=δ

√n

δ=0 .489

√5=0 , 218

- Kesalahan relatif

KR=δX

KR=0 ,2180.78

=0 , 279

α=KRx 100%α=0 , 279 x100%=27 ,9%

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 76: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

76

Db = n -1

= 5-1 = 4

t ( α2

;db ) = 2,776

x−[ t ( α2

; db)δ ]< x< x+[ t ( α2

;db )δ ]

0,78 – 0,605 < X < 0,78 + 0,605

0,175 < X < 1,385

6. Kekuatan tekan kering

- Kekuatan rata-rata

X=ΣXn

X=3 ,855

=0 ,77

- Simpangan baku

δ=√ Σ( X−X )2

n−1

δ=√0 , 007195−1

δ=0 ,042

- Simpangan baku rata-rata

δ=δ

√n

δ=0 ,042

√5=0 .018

- Kesalahan relatif

KR=δX

KR=0 ,0180 ,77

=0 , 023

α=KRx 100%α=0 ,023 x100%=2,3%

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 77: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

77

Db = n -1

= 5-1 = 4

t ( α2

;db ) = 4,303

x−[ t ( α2

; db)δ ]< x< x+[ t ( α2

;db )δ ]

0,77 – 0,49 < X < 0,77 + 0,49

0,721 < X < 0,819

Uji T

Hipotesa : 1.Daerah terima, Ho= µ1 = µ2

2.Daerah tolak, H1= µ1 ≠ µ2

Derajat kebebasan db = n1 + n2-2=8

α = 5%

-2,036 2,036

Dari grafik di atas dapat disimpulkan nilai H1 dapat diterima karena

nilai uji t terletak didalam wilayah kritis yang artinya perbedaan antara

kekuatan tekan kering dan basah sangat kecil.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

t=( x1−

__

x2

__

)

√[ (n1−1 ) δ__

12+(n2−1 ) δ

__

22][1n1

+1n2]

n1+n2−2

t=(0 ,767−0 ,667 )

√ [ (5−1 ) (0 , 047 )2+(5−1 ) (0 ,0003 )2 ][15+1

5 ]5+5−2

t=0 ,103

Page 78: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

78

2.4.2.3 Pembahasan Kekuatan Data Kelompok

1. Kekuatan Tekan

Gambar 2.17 Pengaruh Air dan Bentonit pada Pasir Diikat

BentonitSumber : Surdia dan Kenji (1996:109)

a. Kekuatan tekan basah

Pada kekuatan tekan basah, semakin bertambah kadar air maka

kekuatan tekan basahnya pun akan meningkat pada pasir cetak seiring

bertambahnya kadar air dengan dengan kadar pengikat akan teraktivasi

hingga titik maksimal kekuatan tekan basahnya, namun segera setelah

bentonit habis teraktivasi dan kadar air bertambah maka kekuatan tekan

basahnya akan menurun. Hal ini dikarenakan air telah menjadi air bebas

sehingga kekuatan tekan basahnya menurun.

Pada gambar 2.17 dengan kadar air 5 % dan bentonit 6 % pasir

cetak memiliki kekuatan tekan basah 0,55 kgf/cm2 , sedangkan saat

pengujian didapatkan nilai 8,9 N/cm2 atau sekitar 0,91 kgf/cm2, nilai ini

melebihi standar kekuatan tekan basah pasir cetak. Hal ini dapat

dikarenakan pasir yang digunakan adalah pasir bekas yang belum tercuci

dengan sempurna dan masih memiliki kandungan bentonit sehingga saat

ditambahkan bentonit jumlahnya sudah tidak sesuai dengan perhitungan

teoritisnya.

b. Kekuatan tekan kering

Pada kekuatan tekan kering, seiring bertambahnya kadar air dan

bentonit tetap, maka kekuatan tekan keringnya meningkat. Hal ini

disebabkan seiring bertambahnya kadar air maka bentonit mulai

teraktivasi sehingga kekuatan tekan keringnya meningkat, ketika kadar

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Kekuatan tekan kering

Kekuatan tekan basah

Page 79: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

79

air ditambah lagi maka bentonit akan semakin encer, sehingga semakin

mudah untuk mengisi celah antar butiran. Saat air bebas habis menguap

maka ikatan antar butir lebih kuat sehingga kekuatan tekan keringnya

meningkat.

Pada gambar 2.17 dengan kadar air 5 % dan bentonit 6 %, pasir

cetak memiliki kekuatan tekan kering 8 kgf/cm2 sedangkan pada

pengujian didapat nilai 14,85 N/cm2 atau sekitar 1,51 kgf/cm2. Perbedaan

terlihat sangat signifikan. Hal ini dikarenakan karena pencampuran yang

kurang merata, serta penumpukan spesimen pada waktu pemanasan di

ruang pemanasan akan menyebabkan air bebas masih tersisa pada pasir

cetak tersebut sehingga kekuatan tekan keringnya turun.

2. Kekuatan Geser

Pengaruh kadar air dan kadar bentonit pada pasir cetak adalah ketika

telah berikatan dengan pasir harus menghasilkan kekuatan sesuai standar.

Standar untuk kekuatan geser pasir cetak adalah 1,5 – 7 psi. Hasil pengujian

untuk kekuatan geser basah adalah 4 N/cm2 atau sebesar 5,8 psi atau 8,41

psi. Nilai kekuatan geser kering tidak memenuhi standar dapat dikarenakan

campuran pasir yang kurang merata.

3. Kekuatan Tarik

Standar untuk kekuatan tarik adalah 1-6 psi. Hasil pengujian untuk

kekuatan tarik basahnya adalah 0,78 N/cm2 atau sekitar 1,13 psi dan untuk

kekuatan tarik keringnya adalah 0,77 N/cm2 atau sebesar 1,12 psi. Maka

untuk spesimen uji tarik baik basah maupun kering memenuhi standar.

2.4.2.4 Grafik Kekuatan Tekan Basah Data antar Kelompok

Tabel 2.9 Data Kekuatan Tekan Basah antar Kelompok

Kelompok Kadar air Kadar pengikat Kekuatan tekan

basah

2 5 8 9,42

3 5 6 8,96

5 4 6 10,71

6 4 8 13,85

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 80: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

80

9 3 6 11,42

Lab 3 8 17,5

Gambar 2.18 Grafik Kekuatan Tekan Basah Data antar Kelompok

Pada gambar 2.18 dapat dilihat pada kadar bentonite 6% dan 8%

kekuatannya cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan grafik pengaruh kadar

air dan kadar pengikat yang terdapat pada gambar 1.1, pada grafik tersebut

dapat dilihat ketika kadar air ditambah dari 3% hingga 5% kekuatan basahnya

cenderung menurun.

Untuk grafik dengan kadar pengikat 8% memiliki kekuatan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan bentonite 6%. Pernyataan tersebut sesuai dengan

dasar teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar bentonite maka

kekuatannya juga semakin tinggi karena semakin banyak pengikat yang

mengikat butir-butir pasir. Kesimpulannya grafik data antar kelompok di atas

sesuai dengan pernyataan dasar teori.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

3 4 51

6

11

16

21

26

11.42 10.778.96

17.5

14

9.42

Kadar Bentonit 6%Kadar Bentonit 8%

Kadar air (%)

Keku

atan

(N/c

m2)

Page 81: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

81

2.4.2.5 Grafik Kekuatan Tekan Kering Data antar Kelompok

Tabel 2.10 Data Kekuatan Tekan Kering antar Kelompok

Kelompok Kadar air Kadar pengikat Kekuatan Tekan

Kering

2 5 8 15,6

3 5 6 14,85

5 4 6 15,55

6 4 8 15,8

9 3 6 22,22

Lab 3 8 20,9

3 4 51

6

11

16

21

2622.22

15.55 14.85

20.9

15.8 15.6

Kadar Bentonit 6%

Kadar air (%)

Keku

atan

(N/c

m2)

Gambar 2.19 Grafik Kekuatan Tekan Kering Data antar Kelompok

Pada gambar 2.19 dapat dilihat kadar bentonit 6% dan 8% kekuatannya

cenderung menurun hal ini sesuai dengan grafik kadar air dan kadar pengikat

pada dasar teori, pada grafik ketika kadar air ditambah 3 – 5 % kekuatan tekan

kering cenderung meningkat.

Untuk grafik kadar pengikat 8% memiliki kekuatan lebih dari kadar

bentonite 6% hal ini menyebabkan bahwa semakin tinggi kadar bentonite maka

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 82: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

82

kekuatan tekan kering semakin tinggi karena semakin banyak pengikat yang

mengikat butir.

2.5 Kesimpulan dan Saran

2.5.1 Kesimpulan

1. Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan pasir cetak

- kadar air

- kadar pengikat

- distribusi pasir cetak

- jenis butir pasir cetak

- permeabilitas

2. Dari pengujian permeabilitas dengan kadar air 5 % dan kadar bentonit 6 %

didapatkan nilai permeabilitas 386 ml / menit hal ini tidak sesuai dengan

teoritis karena pasir yang digunakan merupakan pasir daur ulang sehingga

permeabilitasnya meningkat

3. Dari pengujian permeabilitas data antar kelompok hanya kadar air 5 % dan

kadar bentonit 8 % yang tidak sesuai yang dikarenakan pasir yang

digunakan hanya berbutir besar atau pengadukan kurang merata sehingga

permeabilitasnya tinggi

4. Standart kekuatan pasir cetak sebagai berikut

- Kekuatan tekan basah = 5 – 22 psi

- Kekuatan tekan kering = 22 – 250 psi

- Kekuatan tarik = 1 – 6 psi

- Kekuatan geser = 1 – 5 psi

5. Penyebab nilai aktual dan kekuatan teoritis berbeda adalah pasir cetak yang

digunakan merupakan daur ulang yang ketika waktu pencucian pasir kecil

ikut terbuang selain itu disebabkan pengadukan yang tidak merata sehingga

terdapat pasir cetak yang tidak terikat bentonit.

2.5.2 Saran

1. Pada saat pencampuran pasir cetak menggunakan sand molen sehingga

campuran merata

2. Sebaiknya saat praktikum pasir cetak tidak dibagi ke alat lain sehingga

dapat lebih memahami alat tersebut

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 83: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

83

3. Sebaiknya saat praktikum disediak tempat duduk untuk praktikan

PL III

CASTING PLAN

3.1 Tujuan

1. Agar praktikan mampu memahami teori yang dibutuhkan dalam casting plan.

2. Agar praktikan dapat merencanakan dan membuat cetakan pasir, sistem saluran

dan pola.

3. Agar praktikan mampu memecahkan masalah-masalah dalam casting plan.

3.2 Dasar Teori

Pada casting plan terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain

pola, sistem saluran dan pelapis.

3.2.1 Pola

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian pola, macam –

macam pola, bahan pola, serta perencanaan pembuatan pola.

3.2.1.1 Pengertian Pola

Pola adalah bentuk tiruan dari produk yang akan dibuat dengan

tambahan toleransi. Pola merupakan hal yang penting dalam pembuatan coran.

Pola yang dipakai haruslah sesuai dengan pembuatan cetakan yang akan

dibuat. Selain itu macam pola yang akan dipakai harus mempertimbangkan

masalah biaya pembuatan cetakan dan pembuatan pola itu sendiri. Dengan kata

lain pola merupakan alat yang dibuat untuk membuat rongga di dalam cetakan.

3.2.1.2 Macam-macam Pola

1. Pola Tunggal

Pola ini dibentuk sesuai dengan corannya sesuai yang ditunjukkan

pada gambar 3.1, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan

penyelesaian mesin dan kemiringan pola, kadang dibuat menjadi satu

dengan telapak inti.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 84: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

84

Keuntungan : - Pembuatan pola tunggal mudah.

Kerugian : - Hanya untuk dimensi benda kerja yang simetris.

Gambar 3.1 Pola TunggalSumber : Surdia dan Kenji (1991: 57)

2. Pola Belahan

a. Pola Belahan Dua

Pola ini dibelah ditengah seperti terlihat pada gambar 3.2 untuk

memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin

dibuat satu bidang.

Keuntungan : - Dapat digunakan untuk geometri yang rumit.

- Untuk jumlah produksi menengah.

Kerugian : - Posisi antara cetakan pada drag dan kup

kemungkinan

dapat bergeser.

Gambar 3.2 Pola BelahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 57)

b. Pola Setengah

Pola ini dibuat untuk coran dimana kup dan drag dibuat simetri

terhadap permukaan pisah seperti yang terlihat pada gambar 3.3. Kup dan

drag nya hanya dicetak dengan setengah pola.

Keuntungan : - Harga pola setengah dari harga pola tunggal lebih

murah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 85: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

85

- Hanya untuk bentuk sederhana tanpa ada banyak

sudut dan kelengkungan yang butuh ketelitian tinggi

Kerugian : - Posisi drag tidak tepat pada kupnya.

Gambar 3.3 Pola SetengahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 57)

c. Pola belahan banyak

Dalam hal ini pola dibagi menjadi 3 bagian atau lebih seperti pada

gambar 3.4 untuk melakukan penarikan cetakan dan untuk

penyederhanaan pemotongan inti.

Keuntungan : - Dapat digunakan untuk bentuk-bentuk yang banyak

memiliki kelengkungan.

- Memudahkan penarikan dari cetakan.

Kerugian : - Sering menyebabkan salah ukuran.

- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang lama

Gambar 3.4 Pola Belahan banyakSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 57)

3. Pola Pelat

a. Pola Pelat Pasangan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 86: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

86

Pola pada gambar 3.5 merupakan pelat dimana kedua belahnya

ditempelkan pola demikian juga saluran turun, pengalir, saluran

masukdan penambah. Pola ini biasanya dibuat dari logam atau

plastik.

Keuntungan : - Dapat dipakai untuk produksi massal

Kekurangan : - Pengerjaan cetakan memerlukan waktu yang lama

dan harus bergantian

Gambar 3.5 Pola Pelat PasanganSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)

b. Pola Kup dan Drag

Dalam hal ini pola kayu, logam atau plastik akan diletakkan pada

dua pelat demikian pula saluran turun, pengalir, saluran masuk dan

penambah. Pola seperti pada gambar 3.6 dipakai untuk meningkatkan

produksi.

Keuntungan : - Dapat dipakai untuk meningkatkan produksi.

Kerugian : - Untuk membuat pola dibutuhkan tenaga yang

berpengalaman.

Gambar 3.6 Pola Kup dan DragSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)

4. Special Device

a. Pola Cetakan Sapuan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 87: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

87

Alat seperti pada gambar 3.7 dibuat dari pelat dengan sebuah

penggeret dan pemutar pada bagian tengahnya. Pembuatan cetakan

dilakukan dengan memutar penggeret di sekitar pemutar

Keuntungan : - Harga untuk membuat pola relatif murah.

- Bentuk pola relatif sederhana.

Kerugian : - Harus penuh ketelitian pada pembuatan pola dan

dalam membuat penggeret.

Gambar 3.7 Pola Cetakan SapuanSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)

b. Pola Penggeret dengan Penuntun

Alat pada gambar 3.8 dipergunakan untuk pipa lurus atau

lengkung yang penampangnya tidak berubah. Pembuatan cetakan

dilakukan dengan menggerakan penggerek sepanjang penuntun.

Keuntungan : - Harga pola ini tidak mahal

- Bagus untuk pola melengkung dan penampangnya

tetap.

Kerugian : - Pembuatan cetakan membutuhkan waktu yang lama.

Gambar 3.8 Pola Pengeret dengan PenuntunSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)

c. Pola Penggeret dengan Rangka Cetak

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 88: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

88

Pola yang dimana bagian pola dapat ditukar serta konsentris.

Kedua ujung penggeret mempunyai poros seperti yang terlihat pada

gambar 3.9.

Keuntungan : - Poros mudah diatur

Kerugian : - Pembuatan cetakan rumit

Gambar 3.9 Pola Penggeret Berputar dengan Rangka CetakSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 59)

d. Pola Kerangka

Pola pada gambar 3.10 dibuat dengan meletakan pelat dasar dan

membuat pelat dudukan penuntun lalu disapu oleh penggeret untuk

membuat permukaan lengkung yang kontinyu.

Keuntungan : - Cocok untuk bentuk dengan lengkungan yang

berbeda-beda.

- Dapat digunakan untuk cetakan yang kecil

Kerugian : - Pembuatan cetakan lama

- Hanya dipakai untuk jumlah produksi yang

terbatas.

Gambar 3.10 Pola Kerangka Sumber : Surdia dan Kenji (1996 : 59)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 89: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

89

3.2.1.3 Bahan Pola

1. Kayu

Keuntungan : - Tersedia banyak dan murah.

- Penanganan mudah karena ringan.

Kerugian : - Mudah lembab.

- Membutuhkan pengawet saat disimpan.

- Tempat penyimpanan harus kering.

2. Metal

Keuntungan : - Permukaan lebih halus.

- Dimensi lebih akurat.

- Kuat.

Kerugian : - Biaya untuk permesinan mahal.

- Resistan terhadap oksigen dan kelembaban rendah.

3. Plastik

Keuntungan : - Tahan korosi

Kerugian : - Plastik mudah rapuh.

4. Plaster

Keuntungan : - Mudah dibentuk.

- Kekuatan tekan tinggi.

Kerugian : - Tidak dapat untuk produksi masal.

5. Wax

Keuntungan : - Cocok untuk benda - benda rumit.

- Mudah dibentuk.

Kerugian : - Hanya dapat dipergunakan sekali.

3.2.1.4 Perencanaan Pembuatan Pola.

1. Menetapkan Kup dan Drag

Dalam pembuatan Kup dan Drag, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan

Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan,

Penempatan inti harus mudah

Sistem saluran harus dibuat sempurna agar aliran optimal

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 90: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

90

2. Penentuan tambahan penyusutan

Pembuatan pola perlu menggunakan mistar susut, yang telah

diperpanjang sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola.

Tabel 3.1 Toleransi penyusutan

Sumber : Heine (1976 : 81)

Cara membaca tabel 3.1 adalah pertama menentukan jenis logam

pengecoran yang dipakai kemudian menetapkan diameter pola yang akan

dijadikan tambahan penyusutan. Selanjutnya mengkonversi ukuran

penyusutan dari in/ft menjadi mm. Terakhir, mengalikan perbandingan

tambahan penyusutan dengan ukuran pola.

3. Penentuan tambahan penyelesaian mesin

Tempat dimana coran memerlukan penyelesaian mesin harus

dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebalnya berbeda

menurut bahan, ukuran, serta pekerjaan mekanis seperti yang ditunjukkan

pada tabel 3.2.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 91: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

91

Tabel 3.2 Toleransi Permesinan

Sumber : Heine (1976 : 81)

4. Kemiringan pola

Permukaan yang tegak pada pola dimiringkan dari permukaan pisah

agar memudahkan pengangkatan pola dari cetakan setiap panjang vertikal

30 mm ditambahi 1 mm panjang horizontal seperti yang ditunjukkan pada

gambar 3.11.

Gambar 3.11 Contoh kemiringan polaSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 53)

3.2.2 Sistem Saluran

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 92: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

92

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian sistem saluran,

bagian – bagian dari sistem saluran, serta macam – macam sistem saluran.

3.2.2.1 Pengertian

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan

kedalam rongga cetakan dengan tujuan mengatur pola aliran logam.

3.2.2.2 Bagian-bagian Sistem Saluran

Gambar 3.12 Bagian-bagian sistem saluranSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 65)

1. Pouring Basin (Cawan Tuang)

Berbentuk wadah yang menerima logam cair langsung dari ladel

seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12. Cawan tuang biasanya dibentuk

dengan saluran turun. Di bawah cawan tuang harus mempunyai konstruksi

yang tidak dapat dilalui kotoran yang terbawa logam cair dari ladel.

2. Sprue

Bagian dari cetakan yang membawa logam cair dari cawan ke

pengalir. Sprue atau saluran turun seperti yang tertulis pada gambar 3.12

biasanya didesain dengan bentuk mengerucut untuk mengurangi terjadinya

erosi pada cetakan dan turbulensi pada logam.

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan :

a. Hukum Kontinuitas

Hukum ini digunakan untuk mengukur laju aliran logam cair.

Q=A1V1=A2V2

Keterangan : Q = Volume air (m3/s)

A = Luas penampang (m3)

V = Laju aliran (m/s)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 93: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

93

Sumber : Thermodynamics as Engineering Approach, Cengel

b. Hukum Choked

Choked adalah bagian dengan luas penampang terkecil. Pada free

gating system, sprue berperan sebagai choked untuk menghasilkan

distribusi logam cair yang tidak merata. Pada choked system, gate

berperan sebagai choked untuk membuat sistem bertekanan.

Ca = w / (c.d.t.)

Keterangan : Ca= Area choked (m3)

C = Koefisien nozzle

T = Waktu penuangan (detik)

w = Berat dari pengecoran (gr)

d = Massa jenis dari cairan (gr/mm3)

Sumber: Manufacturing Technology: Foundry, Forming and Welding,

Second edition ; Rao.

3. Pengalir (Runner) dan Saluran masuk (Ingate)

Runner adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun

ke saluran masuk yang ditunjukkan pada gambar 3.12. Bentuk dari saluran

pengalir sebaiknya bersudut dan runcing untuk mencegah udara masuk.

Ingate adalah saluran yang menyalurkan logam cair dari saluran

pengalir ke rongga cetakan.

4. Saluran penambah (Riser)

Sebuah lubang pada cetakan yang memungkinkan logam cair naik

melebihi titik tertinggi pada pengecoran. Jadi ketika tidak ada logam yang

meluber maka berarti ada rongga cetakan yang terisi logam.

Perhitungan yang dipakai :

- Hokum Chorinov

t=B(VA )n

Keterangan: t = waktu solidifikasi (sekon)

B = konstanta cetakan yang bergantung pada property

metal (min/cm2)

n = konstanta antara 1 dan 2

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 94: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

94

Sumber: Material Processing and Manufacturiing Science, Asthama

-VriserAriser

=1.25 xVprodukA produk

Keterangan : V riser = Volume riser

A riser = Luas area riser

V produk = Volume Produk

A produk = Luas area produk

- Perbandingan Luas Sprue – Runner – Ingate

Sprue Area : Runner : Ingate Area

1 : 3 : 3

Tabel 3.3 Gating ratio

Sumber : Heine (1976 : 244)

5. Dam dan Trap

Adalah bagian yang berfungsi menjebak kotoran yang memiliki

berat jenis lebih kecil dari logam. Dam terletak diantara saluran turun dan

pengalir seperti pada gambar 3.13.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 95: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

95

Gambar 3.13 Dam dan TrapSumber : Surdia dan Kenji (2006:65)

3.2.2.3 Macam-Macam Sistem Saluran

Terdapat beberapa macam sistem saluran yaitu :

1. Saluran Langsung

Saluran yang dibuat langsung jatuh diantara rongga cetakan jadi

waktu dituang logam cair langsung mengisi rongga pada cetakan seperti

yang ditunjukkan pada gambar 3.14. Jadi ketika logam cair dituangkan

maka langsung mengisi cetakan. Saluran ini terdiri dari cawan tuang, sprue

dan riser.

Keuntungan : - Lebih ekonomis dan lazim digunakan karena mudah

dan lebih pendek.

Kerugian : - Logam cair yang jatuh kedalam rongga akan

mengganggu logam yang terlebih dahulu dituang.

Gambar 3.14 Saluran LangsungSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)

2. Saluran Bawah

Saluran bawah mempunyai saluran masuk pada bagian bawah dari

rongga cetakan yang ditunjukkan pada gambar 3.15

Keutungan : - Logam cair lebih merata saat menempati rongga pada

cetakan

Kerugian : - Logam cair cepat membeku sebelum mencapai atas.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 96: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

96

Gambar 3.15 Saluran BawahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)

3. Saluran Cincin

Saluran cincin adalah model saluran yang menggunakan saluran

melalui bawah coran. Pengalir yang berbentuk melingkar seperti cincin dan

mempunyai saluran masuk yang banyak mengelilingi rongga cetakan. Hal

tersebut ditunjukkan pada gambar 3.16

Keuntungan : - Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada

cetakan secara merata.

- Hasil coran akan lebih padat dan mengurangi cacat-

cacat rongga pada benda.

Kerugian : - Kecepatan penuangan harus lebih tinggi untuk

menghindari pembekuan dini pada rongga cetakan.

Gambar 3.16 Saluran CincinSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)

4. Saluran Pisah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 97: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

97

Saluran pisah yang ditunjukkan pada gambar 3.17 mempunyai

saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, dimana logam cair

dijatuhkan ke dalam rongga cetakan.

Keuntungan : - Memiliki dua saluran yang berbeda sehingga ada jalan

bagi udara untuk keluar.

Kerugian : - Temperatur penuangan harus tinggi dan kecepatan

penuangan juga harus cepat.

Gambar 3.17 Saluran PisahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)

5. Saluran Terompet

Pada saluran terompet saluran masuk menjadi satu dengan saluran

turun yang berbentuk seperti terompet yang semakin mengecil dari atas

sampai masuk kedalam rongga cetakan seperti yang terlihat pada gambar

3.18.

Keuntungan : - Cocok untuk benda-benda yang berbentuk pejal.

Kerugian : - Penuangan logam harus dengan kecepatan tinggi agar

dapat menghindari solidifikasi dini

Gambar 3.18 Saluran TerompetSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 70)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 98: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

98

6. Saluran Bertingkat.

Sistem saluran yang ditunjukkan pada gambar 3.19 mempunyai

saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk. Logam

cair mengalir ke dalam rongga dari saluran masuk yang terbawa dan

kemudian dari saluran masuk kedua dan seterusnya.

Keuntungan : - Logam cair lebih cepat mengisi cetakan

Kerugian : - Pembuatan cetakan yang rumit dan sistem saluran

yang dibuat menjadi panjang.

Gambar 3.19 Saluran BertingkatSumber : Surdia dan Kenji. 1996 :70

7. Saluran Pensil

Merupakan sistem saluran dimana logam cair dituangkan kebawah

melalui beberapa lubang pada dasar dari cawan tuang seperti terlihat pada

gambar 3.20

Keuntungan : - Harga untuk benda simetris mahal

Kerugian : - Pembekuan saluran relatif lebih sulit dan rumit.

Gambar 3.20 Saluran PensilSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 70)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 99: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

99

8. Saluran Baji

Dibuat seperti celah pada bagian atas coran dapat dilihat pada

gambar 3.21. Saluran ini dibuat dengan tujuan menghasilkan coran dengan

ketebalan sama. Logam cair diberikan sedikit demi sedikit dengan tidak

terganggu melalui celah dan bagian atas logam lebih panas daripada bagian

bawah sehingga rongga penyusutan kecil.

Keuntungan : - Dalam sekali tuang dapat dihasilkan coran lebih dari

satu dengan ukuran yang sama besar.

Kerugian : - Kecepatan penuangan harus tinggi karena hanya ada

satu saluran masuk untuk beberapa cetakan yang

harus diisi.

Gambar 3.21 Saluran BajiSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 70)

3.2.3 Pelapis

Pelapis adalah suatu lapisan yang diberikan pada permukaan cetak

dengan sebelum logam cair dituangkan ke dalam cetakan.

3.2.3.1 Fungsi Pelapis

Pelapis memiliki fungsi sebagai berikut :

a) Mencegah difusi dan penetrasi logam.

b) Mendapatkan permukaan coran yang halus.

c) Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah saat pembongkaran.

d) Menghilangkan cacat-cacat yang disebabkan pasir

3.2.3.2 Syarat Pelapis

Untuk menjadikan pelapis yang baik, ada syarat yang harus dipenuhi :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 100: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

100

a) Tahan panas saat menerima temperatur penuangan

b) Pelapis saat kering harus cukup kuat dan tidak rusak karena logam cair.

c) Ketebalan pelapis harus cukup tebal agar dapat mencegah penetrasi logam.

d) Gas yang ditimbulkan harus lebih sedikit.

3.2.3.3 Bahan Pelapis

1. Jika temperatur penuangan di bawah 1350oC memakai bubuk grafit atau

arang. Contoh kompositnya :

a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 0-40 grafit tanah (100-60) bentonite

10-20 (lempung tahan api 20-40).

b. Campuran grafit (grafit kerak 20-50, grafit tanah atau jelaga kokas 80-

50); bentonite 10-20 (tanah lempung tahan api 20-40). Dalam hal

penggunaan lempung tahan api, dicampur gula total 2-5 abu lignin asam

sulfat kurang dari 2 untuk tiap campuran grafit 100.

2. Untuk lapisan cetakan yang mengalami temperature penuangan 13500C.

Sebagai contoh komposisi :

a. Campuran granit 100 (grafit kerak 90-80, jelaga kokas 20) bentonite 10-

20.

b. Grafit kerak 100, amonium klorida 0,5, bentonite 10-20.

Agar permukaan inti kuat, terutama sifat ketahanan panasnya serta

dapat memberikan kehalusan permukaan dan hasil coran, permukaan inti dapat

diberi bahan pelapis dan serbuk silika, zircon atau campuran air atau alkohol

3.2.4 Desain Kerja I

3.3.1 Desain Benda Kerja

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 1 dan 2)

3.3.2 Desain Kup dan Drag

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 9 dan 10)

3.3.3 Desain Pola

1. Perhitungan Toleransi Penyusutan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 101: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

101

Perhitungan ini mengacu pada tabel penyusutan pola. Bahan yang

digunakan adalah pola dengan bahan alumunium, dengan melihat tabel 3.1.

Dengan dimensi pola “up to 48 in”, tipe “open construction” nilai

penyusutannya adalah 5/32 (in/ft).

xy= 5

32inft

=127 mm9753 , 6mm

a. 60 mm→ 60 x127

9753,6 = 0,0781 mm

b. 30 mm→ 30 x127

9753,6= 0,391 mm

c. 20 mm→ 20 x127

9753,6 = 0,026 mm

2. Perhitungan Toleransi Permesinan

Perhitungan ini mengacu pada tabel finishing pola permesinan

pada tabel 3.2. Bahan yang digunakan yaitu alumunium, dimensi “up to 12

in” dengan perbandingan 1/16 in.

a. 60 mm→ 60 x25,4

4876,86 = 3.75 mm

b. 30 mm→ 30 x25,4

4876,86 = 1,875 mm

c. 20 mm→ 20 x25,4

4876,86 = 1,25 mm

3. Toleransi Kemiringan

Tabel 3.4 Dimensi Toleransi

Dimensi yang ditoleransi

(mm)

Toleransi Penyusutan

(mm)

Tolerasi Permesinan

(mm)

Total Toleransi

(mm)30 0,391 1,875 2,266

15 0,195 0,937 1,132

30 =

130 x 2,266 mm = 0,076 mm

15 =

130 x 1,132 mm = 0,037 mm

4. Total Dimensi

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 102: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

102

Gambar 3.22 Desain PolaSumber : Dokumentasi Pribadi (2014)

Tabel 3.5 Total DimensiBagian Toleransi

Penyusutan (mm)

Toleransi Permesinan

(mm)

Total Dimensi(mm)

A 0,26 1,25 21,51B 0,391 1,875 32,266

C dan D 0,781 3,75 64,531

5. Gambar Pola Benda Kerja

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 3 dan 4)

3.3.4 Desain Sistem Saluran

Saluran yang digunakan adalah saluran langsung:

a. Perhitungan

Volume benda kerja (V) = 373315,5 mm3 = 3,73 x 10-4 m3

Luas Permukaan (A) = 38784,74 mm2 = 3,9 x 10-2 m3

Densitas Alumunium = 2700 kg/m3

Gating ratio = Sprue : Runner : Gate = 1 : 3 : 3

Massa Coran

m = ρ x V

= 2700 kg/m3 x 3,73 x 10-4 m3

= 1,007 kg

Berat Coran

t = k √m , untuk berat coran < 100 lb, maka k = 1,2

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 103: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

103

= 1,2 √2 ,21 = 1,79 s

Menentukan diameter sprue bawah

h2 = 50 mm = 0,05 m

A2 =

mρ . t √2 , g . h2

=

1 ,0072700 .1 ,79√2.9 ,81.0 ,05

=

1 , 0074784 , 67

= 2,10 x 10-4 m3

r2 = √ A2

π

= √2103 ,14

= 8,17 mm

θ2 = 2 r2

= 2. 8,17

= 16,34 mm

Diameter Sprue atas (θ1 )

h1 = 25 mm = 0,25 m

m1 = m2

A1.V1 = A2.V2

A1.√2g ∙ h1 = A2.2

A1 = A 2.√2g ∙ h2

√2 g∙ h1

A1 = A2√ h2

h1

A1 = 296,98 mm

A2 = л.r2

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 104: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

104

r = √ 296,98л

.

r = 9,73 mm

d = 19,46 mm

a. Desain Cetakan Pasir

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 5, 6, 7 dan 8)

3.3.5 Desain Cetakan Pasir

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 12, 13 dan 14)

3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir

3.4.1 Alat dan Bahan

Alat –alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

1. Kup dan Drag

Alat pada gambar 3.23 digunakan sebagai tempat untuk membuat

cetakan pasir.

Gambar 3.23 Kup dan DragSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Sprue dan Riser

Alat pada gambar 3.24 digunakan sebagai tempat mengalirkan logam

cair kedalam cetakan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 105: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

105

Gambar 3.24 Saluran masuk dan saluran tambahanSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Pola

Alat seperti yang terlihat pada gambar 3.25 digunakan untuk membuat

bentuk rongga cetakan benda cor.

Gambar 3.25 PolaSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan

Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

4. Papan Datar

Alat pada gambar 3.26 digunakan sebagai tempat landasan dalam

membuat cetakan.

Gambar 3.26 Papan DatarSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 106: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

106

5. Kamera

Alat pada gambar 3.27 digunakan sebagai alat dokumentasi pengujian.

Gambar 3.27 KameraSumber : Siti, 2013

3.4.2 Urutan kerja pembuatan cetakan pasir dengan sistem saluran.

1. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu dengan sand mollen agar

campurannya merata.

2. Letakkan pola cetakan pada papan datar berikut drag. Kemudian masukkan

pasir cetak dan padatkan hingga rata dan padat memenuhi drag. Ratakan

permukaan pasir cetak bagian atas dengan papan kayu

3. Balik drag kemudian taburi pola dengan grafit. Sedangkan untuk pasir cetak

taburi dengan pasir silika halus agar pola dan pasir cetak tidak lengket.

Kemudian ratakan dengan kuas secara hati-hati.

4. Letakkan kup diatas drag kemudian letakkan saluran turun dan saluran

penambah.

5. Isi kup dengan pasir cetak, padatkan dan selama pemadatan jangan sampai

saluran turun maupun saluran penambah berubah posisinya.

6. Ambil saluran turun dan saluran penambah dengan hati-hati jangan sampai

pasir ikut terangkat.

7. Angkat kup dari drag secara hati – hati, kemudian ambil polanya. Apabila

masih terjadi kerusakan, maka tempatkan kembali pola ke posisi semuladan

isi bagian – bagian yang rusak tersebut dengan pasir cetak.

8. Taburi rongga bekas pola tersebut dengan grafit, kemudian ratakan dengan

kuas secara hati – hati.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 107: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

107

9. Letakkan kembali kup diatas drag, kemudian cetakan yang sudah jadi

tersebut letakkan di tempat yang aman dan datar, diatas cetakan beri

pemberat.

3.5 Studi Kasus dan Analisa

3.5.1 Studi Kasus

1. Pola sulit dilepas

Pada saat melakukan pelepasan pola, pola sulit dilepaskan dari

cetakan pasir seperti yang terlihat pada gambar 3.28.

Gambar 3.28 Pola sulit dilepasSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Cetakan pasir rontok

Terdapat masalah pada sistem saluran yaitu adanya rontokan pasir

pada pasir cetak seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.29.

Gambar 3.29 Cetakan pasir rontokSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 108: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

108

3.5.2 Analisa

1. Pola sulit dilepas

Pola sengaja dibuat dengan dimensi yang lebih besar karena adanya

toleransi – toleransi yang diperlukan. Berdasarkan hasil perhitungan

kemiringan pola sebesar 0,07 mm dengan faktor kemiringan 1/30 sesuai

pada gambar 3.11. Toleransi yang kecil memungkinkan menjadi penyebab

pola sulit dilepas karena dimensi yang hampir serupa dengan tanpa adanya

kemiringan. Selain itu bentuk pola yang kebanyakan bersudut, permukaan

pola yang kurang halus, kadar air pasir cetak yang masih banyak serta

ukuran pasir yang cenderung homogen dapat menjadi penyebab sulitnya

pola untuk dilepas.

2. Cetakan pasir rontok

Pemberian pelapis pada pola bertujuan untuk menjaga pasir tidak

ikut terangkat ketika pola diangkat dari cetakan. Cetakan pasir rontok yang

ditunjukkan pada gambar 3.29 kemungkinan disebabkan karena kurangnya

pelapis pada pola sehingga saat pengangkatan pasir ikut terangkat.

3.5.3 Pemecahan Masalah

1. Pola sulit dilepas

Faktor kemiringaan pola yang ada adalah 1/30 dan 1/100. Dengan

menggunakan faktor kemiringan 1/30 toleransinya sebesar 0,07 mm. tidak

mungkin menggunakan 1/100 karena toleransinya akan semakin kecil.

Solusinya dengan memperhalus permukaan pola dan melakukan

penambahan pelapis dengan merata, menunggu sebentar sampai

diperkirakan kadar air pada pasir cetak sudah sedikit.

2. Cetakan pasir rontok

Sebaiknya pelapis pola dilakukan merata sehingga tidak ada pasir

yang ikut terbawa saat pengangkatan pola dilakukan. Selain itu pemadatan

juga harus dilakukan dengan lebih baik.

3.6 Desain Kerja II

3.6.1 Desain Benda Kerja

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 15 dan 16)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 109: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

109

3.6.2 Desain Kup dan Drag

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 9 dan 10)

3.6.3 Desain Pola

1. Perhitungan Toleransi Penyusutan

Perhitungan ini mengacu pada tabel 3.1. Bahan yang digunakan

adalah pola dengan bahan alumunium, dengan dimensi pola “up to 48 in”.

Tipe “open construction” nilai penyusutan 5/32 (in/ft).

xy= 5

32inft

=127 mm9753 , 6mm

a. 60 mm → 60 x127

9753,6 = 0,0781 mm

b. 30 mm → 30 x127

9753,6= 0,391 mm

c. 20 mm → 20 x127

9753,6 = 0,026 mm

2. Perhitungan Toleransi Permesinan

Perhitungan ini mengacu pada tabel finishing pola permesinan sesuai

pada tabel 3.2 Bahan yang digunakan alumunium, dimensi “up to 12 in”

dengan perbandingan 1/16 in.

a. 60 mm→ 60 x25,4

4876,86 = 3.75 mm

b. 30 mm→ 30 x25,4

4876,86 = 1,875 mm

c. 20 mm→ 20 x25,4

4876,86 = 1,25 mm

3. Toleransi Kemiringan

Tabel 3.6 Dimensi Toleransi

Dimensi yang ditoleransi

(mm)

Toleransi Penyusutan

(mm)

Tolerasi Permesinan

(mm)

Total Toleransi

(mm)30 0,391 1,875 2,266

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 110: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

110

15 0,195 0,937 1,132

30 =

130 x 2,266 mm = 0,076 mm

15 =

130 x 1,132 mm = 0,037 mm

4. Total Dimensi

Sesuai dengan gambar penampang pada gambar nomor 3.22, maka

dapat diperoleh hasil dari perhitungan pada tabel berikut :

Tabel 3.7 Total DimensiBagian Toleransi

Penyusutan(mm)

Toleransi Permesinan

(mm)

Total Dimensi(mm)

A 0,26 1,25 21,51B 0,391 1,875 32,266

C dan D 0,781 3,75 64,531

5. Gambar Pola Benda Kerja

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 3 dan 4)

3.6.4 Desain Sistem Saluran

Saluran yang digunakan adalah saluran pisah.

a. Perhitungan

Volume benda kerja (V) = 373315,5 mm3 = 3,73 x 10-4 m3

Luas Permukaan (A) = 38784,74 mm2 = 3,9 x 10-2 m3

Densitas Alumunium = 2700 kg/m3

Gating ratio = Sprue : Runner : Gate = 1 : 3 : 3

Massa Coran

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 111: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

111

m = ρ x V

= 2700 kg/m3 x 3,73 x 10-4 m3

= 1,007 kg

Berat Coran

t = k √m , untuk berat coran < 100 lb, maka k = 1,2

= 1,2 √2 ,21 = 1,79 s

Menentukan diameter sprue bawah

h2 = 82 mm = 0,082 m

A2 =

mρ . t √2 , g . h2

=

1 ,0072700 .1 , 79√2. 9 ,81. 0 ,082

=

1, 0076130 ,1799

= 1,64 x 10-4 m3

r2 = √ A2

π

= √1643 ,14

= 7,23 mm

θ2 = 2 r2

= 2. 7,23

= 14,46 mm

Diameter Sprue atas (θ1 )

h1 = 25 mm = 0,25 m

m1 = m2

A1.V1 = A2.V2

A1.√2g ∙ h1 = A2.2

A1 = A 2.√2g ∙ h2

√2 g∙ h1

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 112: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

112

A1 = A2√ h2

h1

A1 = 297,02 mm

A2 = л.r2

r = √ 297,02л

.

r = 9,72 mm

d = 19,44 mm

Desain Ingate

Gating ratio = sprue : ingate = 1 : 3

AG = 3 As

= 402 mm2

AG = A persegi

402 = S2

S = 20,181 mm

Desain Riser

V casting

Acasting =

125100

V riser

A riser

=

125100

πr 2 hr

2 πr2+2 π rhr

373315 ,5038784 ,74 =

125100

rhr

2(r+hr )

Tinggi riser yang direncanakan (hr) = 75 mm = 0,075 m

5,4 (r+hr) = r hr

15,4 r + 15,4 hr = r hr

59,6 r =115,5

r = 19,38 mm

θ1 = 2r

= 2.19,38

= 38,76 mm

b. Desain Sistem Saluran

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 19, 20, 21 dan 22)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 113: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

113

3.6.5 Desain Cetakan Pasir

(Terlampir pada gambar lampiran nomor 26, 27 dan 28)

3.7 Studi Kasus dan Analisa

3.7.1 Studi Kasus

1. Pola Sulit Dilepas

Pada saat melakukan pelepasan pola sulit dilepas dan pasir pada

pinggiran pola ikut terangkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.30.

Gambar 3.30 Pola Sulit DilepasSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Cetakan Pasir Rontok

Adanya cetakan pasir rontok pada saat pengangkatan pola seperti

terlihat pada gambar 3.31.

Gambar 3.31 Cetakan Pasir Rontok Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Kup dan Drag Mudah Bergeser

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 114: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

114

Pada saat pemasangan, Kup dan Drag tidak terkunci seperti yang

terlihat pada gamabar 3.32 sehingga mengakibatkan kup drag menjadi mudah

bergeser.

Gambar 3.32 Kup dan Drag Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya3.7.2 Analisa

1. Pola Sulit Dilepas

Pelepasan pola yang sulit diakibatkan karena pola memiliki banyak

sudut – sudut sehingga pola sulit dilepas. Selain itu pada saat pelepasan pola

, pasir dibagian pinggir pola ikut terangkat seperti yang telihat pada gambar

3.31 sehingga masih perlu ditekan – tekan lagi agar cetakan tidak rusak.

Selain itu juga pada bagian takikan pada pola pasir yang terisi sedikit dan

pola juga bersudut sehingga menyulitkan pengangkatan karena pasir cetak

bagian ini mudah sekali terangkat. Secara umum dapat disimpulkan

penyebab pola sulit dilepas adalah bentuk pola yang bersudut, kemiringan

pola yang terlalu kecil, kadar air pada pasir cetak yang masih banyak

sehingga membuat kondisi cetakan pasir rapuh, permukaan pola yang

kurang halus serta bentuk butir pasir yang cenderung homogen sehingga

pasir yang terdapat pada pinggiran pola ikut terangkat.

2. Cetakan Pasir Rontok

Pada saat pencabutan dilakukan masih ada pasir cetak yang ikut

terangkat pada bagian pinggir pola yang mengindikasikan bahwa kekuatan

pasir cetak masih kurang. Hal ini bisa disebabkan karena ukuran butir pasir

yang ditunjukkan pada gambar 3.33 yang cenderung homogen sehingga

pasir – pasir yang ada mudah lepas dan akhirnya bisa rontok.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 115: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

115

Gambar 3.33 Butir Pasir RontokSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Kup dan Drag Mudah Bergeser

Kup dan drag tidak terkunci dengan seperti yang ditunjukkan pada

gambar 3.34 karena kesalahan dalam pembuatan pengunci kup dan drag

sehingga pengunci yang ada tidak dapat menahan kup dan drag ketika

bergeser.

Gambar 3.34 Pengunci Kup dan DragSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3.7.3 Pemecahan Masalah

1. Pola Sulit Dilepas

Perlu lebih memperhatikan lagi masalah dimensi pola dengan

penggunaan toleransi – toleransinya dan juga pelapisan pada pola harus

merata yang sebelumnya permukaan pola harus halus agar meskipun

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 116: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

116

memiliki sudut, pola lebih mudah diangkat serta menunggu sebentar sampai

kira – kira kadar air dalam pasir cetak sedikit agar cetakan kuat.

2. Cetakan Pasir Rontok

Seperti pada analisa, cetakan pasir rontok kemungkinan dikarenakan

butiran pasir yang cenderung homogen untuk itu agar mengurangi

kerontokan harus diperhatikan ukuran butir pasir dan komposisi cetakan

pasir jadi kekuatan pasir dapat dimaksimalkan. Untuk ukuran butir pasir

cetak, sebaiknya 2/3 bagian dari pasir cetak adalah dari 2 mesh yang

berurutan sehingga pasir cetak yang didapatkan cenderung heterogen.

Komposisi yang digunakan adalah 5% air dan 6% bentonit, seharusnya

untuk mendapatkan kekuatan yang maksimal pada gambar 2.1 dengan

menggunakan kadar air 5% dengan kadar bentonit yang digunakan adalah

8% dengan begitu kekuatan dapat dimaksimalkan dan mengurangi pasir

yang rontok.

3. Kup dan drag mudah Bergeser

Pembuatan pengunci kup dan drag harus diperhatikan agar Kup dan

drag terkunci sempurna dan tidak mengalami pergeseran. Pengunci ini

dapat dibuat pada bagian depan dan belakang atau jika ingin menambahkan

pada bagian samping kup dan drag. Pada bagian drag seharusnya ada

penjepit kunci dimana penjepit kunci itu memiliki tinggi yang tidak

melebihi tinggi dari drag sehingga mempermudah perataan permukaan

ketika membuat cetakan pada bagian drag. Untuk bagian kup pembuatan

pengunci harus diperhatikan agar sesuai dengan penjepit pada drag.

Pengunci ini harus dibuat dengan teliti agar kup dan drag dapat terkunci dan

tidak mengalami pergeseran.

3.8 Kesimpulan dan Saran

3.8.1 Kesimpulan

1. Jika dibandingkan antara pembuatan cetakan 1 dengan pembuatan cetakan II

maka bisa dikatakan bahwa pembuatan cetakan I lebih baik secara proses

karena pada pembuatan cetakan I permasalahan yang terjadi adalah pola sulit

dilepas dan pasir rontok sedangkan pembuatan cetakan 2 bertambah menjadi

kup drag yang mudah bergeser.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 117: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

117

2. Pemecahan masalah untuk pembuatan cetakan I untuk masalah pola sulit

dilepas adalah dengan memperhalus permukaan dan menambahkan pelapis

secara merata. Sedangkan untuk masalah cetakan pasir rontok adalah

melakukan pemadatan yang lebih baik.

3. Pemecahan masalah untuk pembuatan cetakan II untuk masalah pola sulit

dilepas adalah dengan memperhalus permukaan. Sedangkan untuk maslash

pasir rontok adalah dengan cara memperhatikan ukuran butir melalui

penggunaan mesin rotap yakni menggunakan 2/3 bagian dari pasir cetak dari

3 mesh yang berurutan. Kup dan drag yang mudah bergeser dapat diatasi

dengan pemberian penjepit kunci pada bagian samping kup drag.

3.8.2 Saran

1. Sebaiknya saat praktikum, praktikan diwajibkan memakai masker agar tidak

menganggu kesehatan pernapasan praktikan.

2. Untuk desain benda kerja yang dibuat agar ukurannya disamakan.

3. Seharusnya lab memiliki ventilasi yang cukup agar ketika praktikum

udaranya tidak panas.

4. Sebaiknya sebelum menggunakan pasir untuk pembuatan cetakan, pasir

dimasukkan terlebih dahulu pada mesin rotap sehingga ukuran butir yang

digunakan tepat.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 118: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

118

PL IV

PENUANGAN DAN INSPEKSI

4.1 Tujuan

1. Praktikan dapat mengetahui dan memahami definisi beserta macam

pengecoran logam.

2. Praktikan dapat mengetahui macam cacat coran beserta penyebab dan

pencegahannya.

3. Praktikan mampu menganalisa hasil coran beserta solusi pada cacat coran.

4.2 Dasar Teori

Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui

sebelum melakukan praktikum pengecoran logam diantaranya adalah definisi

dari pengecoran logam, peleburan, solidifikasi, fluiditas, cacat coran dan

inspeksi.

4.2.1 Pengecoran Logam

Pengecoran logam adalah suatu proses manufaktur produk dimana di

dalamnya terdapat rangkaian proses peleburan logam di dalam tangki

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 119: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

119

peleburan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Setelah logam mencair

dilanjutkan proses penuangan logam cair ke dalam cetakan dimana proses ini

bergantung pada fluiditas logam. Setelah logam cair mengalir dan mengisi

cetakan maka proses selanjutnya adalah solidifikasi. Setelah logam kembali ke

bentuk padat cetakan dapat disingkirkan dari coran yang dapat digunakan

untuk proses sekunder.

Gambar 4.1 Diagram alir proses pengecoran logam Sumber : Kalpakjian (2009:262)

Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu

expendable mold casting dan permanent mold casting.

a. Expendable Mold Casting

Expendable mold casting adalah teknik pengecoran logam yang

cetakannya hanya dapat digunakan satu kali proses saja. Macam macam

expendable mold casting adalah :

1. Sand casting

Sand mold casting adalah proses pengecoran logam dengan

menggunakan pasir, bahan pengikat dan air sebagai cetakannya. Cetakan

pasir merupakan teknik yang paling banyak digunakan karena memiliki

keunggulan:

Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi seperti baja nikel

dan titanium.

Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai ukuran besar.

Klasifikasi cetakan pasir adalah sebagai berikut :

Cetakan pasir basah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 120: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

120

Cetakan pasir basah adalah cetakan yang terbuat dari

campuran pasir, lempung dan air.

Cetakan pasir kering

Cetakan pasir kering dibuat dengan menggunakan cetakan

yang dibakar dalam oven dengan temperature 204o C sampai 316o C

pembakaran dalam oven dapat memperkuat cetakan dan mengeraskan

permukaan rongga cetakan.

Proses pembuatan cetakan pasir dengan kup dan drag:

1. Papan cetakan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar

mendatar.

2. Pola dan rongga cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan.

Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30 sampai

50 mm. Letak salurannya ditentukan terlebih dahulu.

3. Pasir muka yang telah ditaburkan untuk menutupi permukaan pola

dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm.

4. Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan

penumbuk. Dalam penumbukkan ini harus dilakukan secara hati hati

agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir

tertumpuk melewati tepi atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan

diangkat bersama pola dari papan cetakan.

5. Cetakan di balik dan diletakkan pada papan cetakan dan setengah pola

lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk kup dipasang di atasnya,

kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan

permukaan pola.

6. Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipotong, kemudian

pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan

dipadatkan kemudian kalau rangka cetakan itu harus ditandai agar

tidak keliru dalam penutupannya. Selanjutnya kup dipisah dari drag

dan diletakkan mendatar pada papan cetakan.

7. Pengalir dan saluran dibuat dengan mempergunakan spatula. Pola

untuk pengalir dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan

dengan pola utama , jadi tidak perlu dibuat dengan spatula. Pola di

ambil dari cetakan dengan jari. Inti yang cocok dipasang pada rongga

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 121: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

121

cetakan dan kemudian kup dan drag ditutup, maka pembuatan cetakan

berakhir.

Sand mold casting biasanya digunakan untuk pengecoran

logam dengan titik lebur tinggi.

Secara umum proses pembuatan cetakan pasir ditunjukkan pada

gambar 4.2 sebagai berikut.

Gambar 4.2 Tahapan Membuat Cetakan PasirSumber : Surdia dan Kenji (1996:94)

2. Investment Casting (Pola Lilin)

Cara lilin adalah cara yang khas diantara teknik pengecoran

logam lainnya yang disebut juga dengan pengecoran investment. Berikut

adalah garis besar dari proses pengecoran dengan metode ini :

1. Dibuat cetakan untuk pengecoran lilin.

2. Pola lilin dan sistem saluran tersebut dibuat dengan menggunakan

cetakan tersebut diatas.

3. Pola lilin dan sistem saluran disusun menjadi susunan pola.

4. Susunan tersebut dilapisi.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 122: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

122

5. Susunan pola lilin yang telah dilapisi itu ditutup dengan

campuran investment pembuatan cetakan.

6. Menghilangkan lilin dengan memanaskan pada temperatur 100O C

sampai 110oC.

7. Cetakan dibakar pada temperatur 800O C.

8. Logam cair dihitung pada cetakan yang temperature tinggi.

9. Pekerjaan penyelesaian.

Investment Casting biasanya digunakan untuk pengecoran logam

paduan dengan titik cair tinggi misalnya komponen turbin atau perhiasan.

Secara umum tahapan Investment Casting ditunjukkan pada

gambar 4.3 sebagai berikut.

Gambar 4.3 Tahapan Investment CastingSumber : Kalpakjian (2009 : 273)

3. Evaporative Pattern Casting (Lost foam Process)

Proses yang ditunjukkan pada gambar 4.4 menggunakan pola

polystyrene dimana pola ini akan menguap ketika bersentuhan dengan

logam cair untuk membuat rongga saat pengecoran. Proses ini menjadi

salah satu proses penting dalam pengecoran logam ferrous dan non-

ferrous terutama pada industri otomotif.

Dalam proses ini, polystyrene yang mengandung 5 sampai 8%

pentana ditempatkan didalam die yang sudah dilakukan preheated dan

die terbuat dari aluminium. Kemudian polystyrene melebar dan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 123: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

123

memenuhi tempat / rongga dari die. Die kemudian didinginkan dan

dibuka lalu pola polystyrene disingkirkan

Gambar 4.4 Tahapan Evaporative Mold CastingSumber : Kalpakjian (2009 : 270)

b. Permanent Mold Casting

Permanent mold casting adalah teknik pengecoran logam yang

cetakannya dapat digunakan lagi setelah proses pengecoran. Jenis cetakan

ini bisa dipakai berulang kali (terbuat dari logam). Pengecoran

menggunakan metode ini dikhususkan untuk pengecoran logam non ferrous

dan paduan.

Macam macam permanent mold casting adalah :

1. Pengecoran Sentrifugal

Pengecoran sentrifugal dilakukan dengan menggunakan logam

cair ke dalam cetakan yang berputar akibat pengaruh gaya sentrifugal,

logam cair akan terdistribusi ke dinding rongga cetak dan kemudian

membeku, jenis-jenis pengecoran sentrifugal antara lain :

a. Pengecoran sentrifugal sejati

Dalam pengecoran sentrifugal sejati logam cair dituangkan ke

dalam cetakan yang berputar untuk menghasilkan benda cor bentuk

tabular seperti pipa, tabung, bushing, cincin dll. Pada pengecoran

logam cair dituangkan ke dalam cetakan horizontal yang sedang

berputar melalui cawan tuang (pouring basin) yang terletak pada salah

satu ujung cetakan pada beberapa mesin seperti pada gambar 4.5.

Cetakan baru diputar setelah logam cair di tuangkan kecepatan putar

yang sangat tinggi menghasilkan gaya sentrifugal, sehingga logam

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 124: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

124

akan terbentuk sesuai dengan bentuk dinding cetakan. Karakteristik

benda cor hasil pengecoran sentrifungal sejati :

Memiliki densitas (kepadatan) yang tinggi terutama pada bagian

luar cor.

Tidak terjadi penyusutan pembekuan pada bagian luar benda cor

karena adanya gaya sentrifungal yang bekerja secara kontinyu

selama pembekuan.

Terdapat ada impuritas pada dinding sebelah dalam coran dan

hal itu dapat dihilangkan dengan permesinan.

Gambar 4.5 Proses pengecoran sentrifugal sejatiSumber : Groover Mikel P (2007 : 232)

b. Pengecoran Semi Sentrifugal

Pada metode ini gaya sentrifugal digunakan untuk

menghasilkan coran yang pejal (bukan bentuk tabular) cetakan

dirancang dengan riser pada pusat untuk pengisian logam cair,

seperti ditunjukkan dalam gambar 4.6.

Gambar 4.6 proses Pengecoran Semi SentrifugalSumbar : Groover Mikel P (2007 : 233)

Densitas logam dalam alur pengecoran lebih besar pada

bagian luar dibandingkan dengan bagian dalam coran, yaitu bagian

yang dekat dengan pusat rotasi. Kondisi ini dimanfaatkan untuk

membuat benda dengan lubang ditangah seperti roda, puli, bagian

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 125: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

125

tangah. Biasanya digunakan untuk pengecoran logam paduan,

biasanya untuk membuat roda gigi atau membuat baling baling.

c. Pengecoran Sentrifuge

Dalam pengecoran Sentrifuge, cetakan dirancang dengan

beberapa rongga cetak yang diletakkan disebelah luar dari pusat rotasi

sedemikian rupa sehingga logam cair yang dituangkan ke dalam

cetakan akan didistribusikan ke setiap rongga cetak dengan gaya

sentrifugal seperti yang ditunjukan dalam gambar 4.7.

Gambar 4.7 Proses Pengecoran SentrifugeSumber : Groover Mikel P (2007 : 234)

2. Squeeze Casting

Proses pengecoran ini dikembangkan pada tahun 1960-an dan

meliputi pemadatan dari logam cair dibawah tekanan tinggi. Produk –

produk yang dihasilkan dari proses ini adalah komponen otomotif dan

rangka mortar. Alat – alat yang dibutuhkan meliputi sebuah die, punch

dan pin pelepas. Tekanan yang bekerja pada die menjaga gas yang

terperangkap didalamnya dan kontak yang terjadi antara permukaan die

dengan logam yang berada dalam tekanan tinggi menghasilkan stutur

mikro yang baik pada logam sehingga logam memiliki mampu mesin

yang baik.

Secara umum proses squeeze casting ditunjukkan pada gambar

4.8 sebagai berikut.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 126: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

126

Gambar 4.8 Proses squeeze castingSumber : Kalpakjian (2009:283)

3. Die Casting

Pengecoran die casting dilakukan dengan cara menginjeksikan

logam cair ke dalam rongga cetaan tekanan tinggi (1-30 Mpa). Tekanan

tetap dipertahanan selama proses pembekuan. Terdapat dua jenis die

casting yaitu :

a. Hot Chamber (Mesin Cetak Ruang Panas)

Tungku peleburan terdapat pada mesin dan silinder injeksi

terendam dalam logam cair. Tekanan injeksi berkisar antara 7-35

MPa. Mesin ini digunakan untuk logam cor dengan titik lebur rendah

seperti Sn , Pb ,dan Zn. Dalam mesin pengecoran cetak panas logam

dilebur di dalam kontainer yang menjadi 1 dengan mesin cetaknya,

seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Proses Hot chamberSumber : Groover Mikel P (2007 : 230)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 127: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

127

b. Cold Chamber (Mesin Cetak Ruang Dingin)

Pada mesin cetak ruang dingin, tungku peleburannya terpisah

dan silinder injeksi diisi logam cair secara manual seperti pada

gambar 4.10. Tekanan injeksinya berkisar antara 14 sampai 140 Mpa

digunakan untuk logam cair dengan titik lebur lebih tinggi dan

biasanya digunakan untuk pengecoran logam non ferrous.

Gambar 4.10 Proses cold chamberSumber : Groover Mikel P (2007 : 231)

Perbedaan Hot Chamber dan Cold Chamber Die Casting adalah

sebagai berikut :

Hot Chamber

Umumnya digunakan untuk material seng, tembaga,

magnesium dan material lainnya yang memiliki titik lebur rendah

yang tidak merusak dan mengikis cetakan, silinder, plunger.

Tungku peleburan logam menjadi satu dengan mesin cetak dan

silinder injeksi terendam dalam logam cair seperti yang ditunjukkan

pada tabel 4.1.

Cold Chamber

Digunakan untuk material paduan yang memiliki titik lebur

tinggi seperti alumunium. Tungku peleburannya terpisah dari mesin

cetak sesuai pada tabel 4.1.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 128: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

128

Tabel 4.1 Perbedaan antara mesin cetak tekan ruang panas dan ruang dinginMesin cetak tekan ruang panas Mesin cetak tekan ruang dingin

Tungku peleburan terdapat di

mesin cetak

Silinder injesi terendam dalam

logam cair

Tekanan injesi 7-35 Mpa

Digunakan logam cair titik

didih rendah

Laju produksi cepat

Tungku peleburan terpisah

Silinder injeksi diisi logam

cair secara manual atau secara

mekanis

Tekanan injeksi 14-140 Mpa

Digunakan untuk logam cair

dengan titik lebur lebih tinggi

(Al)

Sumber : Groover Mikel P. (2007 :231)

4.2.2 Peleburan

Peleburan merupakan proses yang menghasilkan perubahan fase zat

dari padat ke cair. Energi internal zat padat meningkat (karena panas)

mencapai temperature tertentu (disebut titik leleh) saat zat berubah cair.

Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi pengecoran

karena mempengaruhi kualitas produk cor. Pada proses peleburan mula-mula

muatan yang terdiri dari logam, unsur paduan dan material lainnya serta unsur

pembentuk terak dimasukkan ke dalam tungku. Tungku peleburan yang

biasanya antara lain tungku listrik dan tanur industri.

a. Tungku / dapur listrik

Merupakan jenis dapur dimana bahan baku dilebur dengan panas

yang dihasilkan dari busur listrik. Biasanya dapur listrik menggunakan 2

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 129: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

129

atau 3 elektroda seperti yang terlihat pada gambar 4.11 dan biasa digunakan

untuk pengecoran baja. Material logam dapat mencair karena adanya

elektroda yang dihubungkan dengan rangkaian listrik yang akan membentuk

suatu busur api yang akan mencairkan logam. Electrical-arm furnace

menggunakan 3 elektroda sesuai dengan jumlah fase dari aliran listrik yang

digunakan adalah arus AC 3 fase. Bahan isian akan dipanaskan dan

dicairkan oleh adanya radiasi dari busur listrik yang terjadi antara elektroda

yang digunakan. Pada instalasi ini digunakan step down transformator yang

berguna untuk menurunkan tegangan aliran listrik yang tinggi yang akan

digunakan untuk memanaskan dan mencairkan bahan isian. Tanur listrik

memiliki lapisan baja berbentuk silinder dengan landasan berbentuk

lengkung atau datar yang ditopang rol penahan yang memungkinkan tanur

untuk dimiringkan. Karakteristik dari busur listrik adalah :

a. Laju peleburan tinggi sehingga laju produksinya tinggi

b. Polusi yang ditimbulkan lebih rendah dibandingkan tungku lainnya

c. Memiliki kemampuan menahan logam cair pada temperature

tertentu untuk jangka waktu lama

Gambar 4.11 Tanur listrikSumber : Surdia dan Kenji (1996:164)

b. Tungku / dapur induksi

Tungku induksi dapat digunakan untuk keperluan superheating.

Cara kerja dari tungku ini menggunakan energi listrik sebagai sumber energi

panasnya. Material yang digunakan harus tahan temperatur tinggi. Tungku

juga harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 130: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

130

Mekanismenya dibantu oleh medan magnet. Medan magnet ini

melakukan pengadukan agar komposisi logam cair homogen.

Transformator dapur menggunakan kumparan primer yang terdiri dari arus

AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder yang

diletakkan didalam medan magnet. Kumparan menghasilan arus induksi.

Arus induksi tersebut menjadi panas yang mencairkan logam bahan. Secara

umum bagian-bagian dari tungku induksi ditunjukkan pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Tungku induksiSumber : Surdia dan Kenji (1996:164)

Tabel 4.2 Perbedaan Dapur Listrik dengan Dapur InduksiDapur Listrik Dapur Induksi

Elektroda yang dihubungkan

dengan rangkaian listrik akan

membentuk busur api yang

dapat mencairkan logam

Terjadi kontak dengan

pemanas

Kapastias peleburan tinggi

Konsumsi daya listrik tinggi

Arus AC dialirkan ke suatu

komponen menghasilkan medan

magnet dan terjadi arus induksi

yang menghasilan panas untuk

mencairkan logam

Tidak terjadi kontak dengan

pemanas

Kapasitas peleburan lebih rendah

Konsumsi daya listrik rendah

Sumber : Surdia dan Kenji (1996 : 146)

Energi yang dibutuhkan untuk peleburan

Titik lebur sebuah benda padat pada suhu dimana benda dan berubah

wujud menjadi cair. Energi internal zat padat meningkat mencapai titik

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 131: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

131

leleh saat zat ini menjadi zat cair. Logam melebur dengan suhu tetap.

Energi kalor tida digunakan menaikkan suhu tapi mengubah wujud logam

dari padat menjadi cair. Kalor adalah energi yang berpindah dari suhu tinggi

ke suhu rendah. Satuan energi adalah kalori (kal). Satu kalori adalah jumlah

kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1°C.

Kekuatan dari alumunium ditunjukkan pada tabel 4.3 sedangkan untuk

sifat-sifat mekanik dari alumunium ditunjukkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.3 Sifat Sifat Fisik Alumunium

Sumber : Ella Sundari (2011)

Tabel. 4.4 Sifat-Sifat Mekanik Alumunium

Sumber : Ella Sundari (2011)

Kalor untuk meleburkan alumnium (Q)

Kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium terdiri dari :

Qa yaitu kalor yang menaikkan temperature alumunium padat dari

suhu 27oC (suhu ruangan) hingga mencapai titik alumunium cair 660oC

sesuai seperti pada tabel 4.4.

Qb yaitu kalor yang merubah fase alumunium padat menjadi cair

(kalor laten) pada suhu 660o C

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 132: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

132

Qc yaitu kalor yang menaikkan temperature alumunium cair dari

660o C ke temperature penuangan 750o C. Kalor peleburan 10.71

KJ.mol-1

Maka kalor yang dibutuhkan adalah

Q = Qa + Qb + Qc

= Mal . Cp1 . t1 + Mal . h + Mal . Cp2 . t2

Dimana :

Mal = berat alumunium yang akan dileburkan (kg)

Cp1 = panas jenis alumunium padat (Kkal/kgoC)

T1 = perubahan suhu dari suhu kamar ke titik cair alumunium (oC)

H = panas laten alumunium cair (Kkal/kg)

Cp2 = panas jenis alumunium cair (Kkal/kgoC)

T2 = perunahan suhu dari fase alumunium padat menjadi cair (oC)

(sumber : Ella Sundari, 2011)

Waktu Pemanasan

t=Q

P

Keterangan :

t = waktu pemanasan (s)

Q = Kalor untuk meleburkan logam (kkal/joule)

P = Daya Dapur (watt)

(Sumber : Cengel, 2005)

Super heating

Super heating pada proses peleburan adalah pemanasan hingga

temperature diatas titik lebur logam sebagaimana rentang temperature

yang diperbolehkan. Tujuan dari superheating adalah sebagai berikut:

Untuk memperbaiki fluiditas logam cair

Agar tidak terjadi solidifikasi dini pada proses pengecoran

4.2.3 Solidifikasi

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 133: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

133

Solidifikasi adalah transformasi logam cair kembali ke bentuk

padatnya. Proses solidifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pembekuan Inti Stabil dalam Logam Cair

Terdapat 2 mekanisme pengintian dari partikel padat pada logam cair, yaitu:

a. Pengintian homogenous, pengintian suatu logam cair terjadi saat

logam menyediakan atom-atom untuk membentuk inti

b. Pengintian heterogen, proses pengintian yang sama dengan homogen.

Hanya saja pengintian terjadi di dalam logam cair yang tidak murni

2. Pertumbuhan Kristal dalam Logam Cair dan Pembekuan Butir

a. Pertumbuhan setelah inti yang stabil terbentuk pada logam yang sedang

memadat

b. Inti tumbuh menjadi kristal seperti pada gambar 4.13

c. Pada setiap kristal atom berjajar beraturan sedangkan arah barisan

berbeda antara satu kristal dengan yang lainnya

d. Saat pembekuan total terjadi antar kristal saling bertemu membentuk

batas butir

Gambar 4.13 Pembentukan butirSumber: Beeley, 2001

Jenis Solidifikasi Menurut Komposisi Logam

1. Solidifikasi Logam Murni

Logam murni membentuk padatan pada temperatur konstan,

yaitu sama dengan temperatur pembekuannya atau lebarnya seperti pada

gambar 4.14.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 134: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

134

Gambar 4.14 Solidifikasi logam murniSumber: Beeley, 2001

2. Solidifikasi Logam Paduan

Logam paduan umumnya membeku pada daerah temperatur

tertentu seperti pada gambar 4.15.

Gambar 4.15 Solidifikasi logam paduanSumber: Beeley, 2001

Garis awal terjadi saat pembekuan disebut liquidus dan garis akhir

disebut garis solidus suatu paduan dengan komposisi tertentu. Bila

didinginkan dalam waktu yang sangat lambat maka pembekuan akan

mulai terjadi pada saat temperatur mencapai garis liquidus dan

pembekuan akhir bila telah mencapai garis solidus. Setelah itu pendinginan

akan berjalan terus hingga mencapai suhu kamar.

3. Solidifikasi Logam Paduan Eutektik

Suatu paduan yang memiliki komposisi tertentu bila mengalami

pendinginan saat lambat maka pembekuan akan berlangsung pada

temperatur konstan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.16.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 135: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

135

Gambar 4.16 Solidifikasi logam eutektikSumber: Ica, 2011

Daerah pembekuan logam ada 3 yaitu :

1. Chill Zone

Selama proses penuangan logam cair ke dalam cetakan logam cair

yang berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami

pendinginan yang cepat di bawah temperatur liquidusnya. Akibatnya pada

dinding cetakan timbul banyak inti padat seperti yang ditunjukkan pada

gambar 4.17. Selanjutnya tumbuh ke arah cairan logam, cairan akan

membeku secara cepat di bawah temperatur liquidus.

Gambar 4.17 Chill zoneSumber: Beeley, 2001

2. Coloumnar Zone

Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan

menurun dan kristal pada daerah chill tumbuh memanjang dalam arah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 136: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

136

perpindahan panas. But ditunjukkan pada gambar 4.18 dimana kristal-

kristal tersebut tumbuh memanjang yang disebut dendrit. Setiap kristal

dendrit banyak mengandung logam-logam dendrit sekunder dan tersier.

Daerah yang terbentuk antara dendrit dan titik coran disebut mushy zone.

Gambar 4.18 Coloumnar ZoneSumber: Beeley, 2001

3. Equiaxed Zone

Daerah ini terjadi dari butir-butir equiaxed yang tumbuh secara

acak di tengah ingate seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.19. Pada

daerah ini perbedaan suhu yang tidak menyebabkan terjadinya pembekuan

butir.

Gambar 4.19 Equiaxed ZoneSumber: Beeley, 2001

4.2.4 Fluiditas

A. Pengertian Fluiditas

Fluiditas telah digunakan untuk menjelaskan perilaku logam

cair yang membuatnya mengalir melalui jalur cetakan dan mengisi semua

celah-celah cetakan. Sifat fluiditas menyediakan gambaran dan desain

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 137: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

137

cetakan pengecoran. Fluiditas yang rendah mengarah pada cacat dan

kegagalan pengecoran.

B. Faktor – faktor yang mempengaruhi fluiditas

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair yaitu

sebagai berikut :

1. Temperatur penuangan

2. Komposisi logam (mempengaruhi panas lebur dari logam)

3. Viskositas logam cair

4. Panas yang diserap lingkungan sekitar

C. Pengujian Fluiditas logam cair

Terdapat beberapa metode dalam pengujian fluiditas logam cair antara

lain:

1. Pengujian Spiral

Pengujian fluiditas digunaan cetakan uji yang berbentuk spiral

seperti yang terlihat pada gambar 4.20. Dari percobaan ini didapat indeks

fluiditasnya. Semakin banyak bagian yang terisi, semakin besar indeks

fluiditasnya. Dengan tingkat fluiditas yang baik, seluruh bagian cetakan

semakin mudah dicapai aliran logam.

Gambar 4.20 Pengujian Fluiditas Spiral Sumber: Beeley (2001 : 86)

2. Pengujian Fluiditas logam cair dalam kondisi vakum

Pengujian ini paling mendekati uji standar yang lengkap

menggunakan vakum fluidity test yang diusulkan Rangone, Adam dan

Taylor. Pada gambar 4.21 logam cair mengalir melalui tabung gelas

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 138: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

138

halus di bawah pengaruh hisapan kondisi vakum sebagai pressure heat

dan faktor manusia dihilangkan pada proses pemanasan.

Gambar 4.21 Pengujian Fluiditas pada kondisi vakumSumber : Beeley (2001 : 88)

3. Pengujian Fluiditas tanpa perubahan kecepatan

Pengujian ini hampir sama dengan pengujian spiral tapi dibuat

suatu tampungan sehingga logam cair mengalir ketika penampang penuh

sehingga pengujian yang tidak stabil dapat dihindari. Pengujian ini

ditunjukkan pada gambar 4.22.

Gambar 4.22 Pengujian fluiditas tanpa perubahan kecepatanSumber : Heine (1976 : 580)

4. Multiple Channel Fluidity Test

Pengujian ini dilakukan untuk fluiditas logam cair saat melalui

saluran lebih dari satu dengan penampang sempit yang banyak pada

saluran seperti pada gambar 4.23. Bentuk cetakan berpengaruh pada

fluiditas.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 139: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

139

Gambar 4.23 Multiple Channel Fluidity TestSumber: Beeley (2001 : 86)

D. Macam-macam metode pembekuan saluran

Pada pengujian fluiditas terdapat beberapa metode pembekuan

dalam saluran antara lain :

1. Plane Interface Mode

Gambar 4.24 Plane InterfaceSumber: Beeley (1978:21)

a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar,

proses solidifikasi dimulai.

b. Butiran kolumnar terus timbul dari inti seperti yang ditunjukkan pada

gambar 4.24 langkah (b).

c. Choke off terjadi

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 140: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

140

d. Sisa pengecoran membeku dengan pertumbuhan cepat akan terjadi

penyusutan

2. Jagged Interface

Gambar 4.25 Jaged InterfaceSumber: Beeley (1978:21)

a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar

dengan proses solidifikasi dimulai

b. Butiran kolumnar terus timbul, timbul juga butiran halus pada bagian

ujung. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 4.25 langkah (b).

c. Choke off tejadi. Saluran masuk logam cair meskipun tidak sepadat

penampang

d. Sisa pengecoran membeku dan pembentukan rongga penyusutan

3. Independent Crystalization

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 141: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

141

Gambar 4.26 Independent CrystallizationSumber: Beeley (1978:21)

a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar

dengan proses solidifikasi dimulai.

b. Butiran halus timbul cepat selama aliran berlangsung.

c. Timbul butiran halus pada ujung saat konsentrasi kritis

d. Terjadi solidifikasi dengan zona equiaxed terlihat pada gambar 4.26

dan terjadi distribusi penyusutan mikro.

E. Thermal Properties

Salah satu faktor yang disebabkan cetakan dan karakteristik heat

transfer logam cair. Kecepatan pendinginan dan suhu akhir aliran

ditentukan oleh difusivitas material sesuai persamaan berikut.

D=(k .C P . ρ )12

Keterangan :

D = Difusivitas Termal

k = Konduktivitas termal

c = Panas spesifik

ρ = Massa jenis

Semakin kecil difusivitas termal suatu zat maka waktu yang

dibutuhkan untuk bertambah fase menjadi solid/padat lebih lama.

4.2.5 Cacat Coran

1. Shift (Pergeseran)

Cacat yang dikarenakan ketidakcocokan bagian dari pengecoran

di daerah belahan yang ditunjukkan pada gambar 4.27.

a. Penyebabnya adalah

- Pergeseran titik tengah pola

- Pergeseran titik tengah inti

- Rangka cetak kurang kuat

b. Cara pencegahannya adalah

- Dengan pembuatan dimensi, penahan dimensi dan desain yang tepat

- Dengan dimensi pengunci

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 142: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

142

Gambar 4.27 Cacat GeserSumber : Dialer Bisnis, 2013

2. Fin (Sirip)

Cacat karena melebarnya coran pada sisi permukaan antara kup dan

drag sehingga terbentuk cacat seperti sirip seperti ditunjukkan oleh gambar

4.28.

a. Penyebab cacat fin adalah

- Kup dan Drag tidak menempel dengan baik

b. Cara pencegahan cacat fin

- membuat permukaan halus dan rata

- lebih hati-hati dalam pelepasan pola dari cetakan

- perencangan gating system yang tepat

Gambar 4.28 Cacat SiripSumber: Beeley (1978:21)

3. Porositas

Cacat yang terjadi karena ada gas yang terperangkap dalam logam

cor atau cetakan pada waktu penuangan. Cacat porositas terbagi menjadi 2

yaitu:

a. Interdendritic Porosity

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 143: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

143

Cacat porositas yang terjadi akibat gelembung gas yang

terperangkap diantara cabang dendrit seperti terlihat pada gambar 4.29.

Penyebab cacat ini adalah

- Gas terbawa logam cair selama penuangan

- Permeabilitas pasir cetak rendah

Cara pencegahannya adalah dengan pembuatan cetakan

yang permeabilitas dan pemadatan yang cukup.

Gambar 4.29 Independent CrystallizationSumber: Beeley (1978:21)

b. Gas Porosity

Cacat karena pembentukan gelembung dalam coran setelah

dingin.Gelembung tersebut ditunjukkan dengan adanya lubang hitam

pada gambar 4.30. Penyebab cacat ini adalah :

- Gas terbawa logam cair selama penuangan

- Permeabilitas pasir rendah

- Lubang angin kurang memadai

Cara pencegahannya dengan pembuatan cetakan permeabilitas,

pemadatan dan lubang angin yang cukup.

Gambar 4.30 Gas PorositySumber: Hofla, 2012

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 144: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

144

4. Shrinkage (Penyusutan)

Cacat seperti yang terlihat pada gambar 4.31 terjadi karena

pembekuan yang tidak seragam pada bagian coran yang memiliki

perbedaan ketebalan dan luas permukaan yang cukup besar.

a. Penyebab cacat ini adalah

- Pembekuan yang tidak seragam

- Letak riser yang kurang tepat

b. Pencegahannya agar cacat bisa dihindari yaitu dengan menggunakan

riser/chill agar pembekuan mengarah ke riser

Gambar 4.31 ShrinkageSumber: Diater Bisnis, 2013

5. Hot Tear (Retakan)

Cacat yang terjadi pada retakan permukaan coran akibat kontraksi

setelah logam membeku seperti yang terlihat pada gambar 4.32.

a. Penyebab cacat ini adalah

- Retakan akibat tegangan sisa

- Penempatan gate dan riser tidak tepat

- Kekuatan cetakan rendah

b. Cara pencegahan cacat ini dengan

- Memperbaiki desain cetakan

- Menyeragamkan proses pembekuan dengan menggunakan chill

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 145: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

145

Gambar 4.32 Cacat retakSumber: Beeley (2001 : 54)

6. Dirt (Inclusion) dan Sand Inclusion

Cacat karena partikel asing yang tertanam pada permukaan coran

seperti pada gambar 4.33.

a. Penyebab cacat ini adalah

- Adanya pasir yang terkikis selama penuangan

- Adanya terak dalam cetakan

b. Cara pencegahannya adalah dengan pemberian saringan pada saluran

penuangan sehingga terak tidak ikut ke cetakan

Gambar 4.33 InklusiSumber: Diater Bisnis, 2013

4.2.6 Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap produk coran untuk mengetahui

ada tidaknya cacat pada produk coran tersebut. Macam-macam metode

pengujian yang dilakukan yaitu

1. Liquid Penetrant Test

Digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari

komponen solid logam maupun non logam. Caranya dengan memberi

cairan terang pada permukaan yang diinspeksi.

Kelebihan inspeksi adalah :

- Mudah diaplikasikan

- Murah

- Tidak dipengaruhi sifat kemagnetan material dan komposisi logam.

Secara umum cara kerja liquid penetrant test ditunjukkan pada

gambar 4.34 sebagai berikut.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 146: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

146

Gambar 4.34 Liquid Penetrant TestSumber: Degarmo (1984 : 270)

2. Magnetic Particle Inspection

Dengan metode ini, cacat pada permukaan atau subsurface pada

benda yang bersifat ferromagnetic dapat diketahui. Adanya cacat yang

tegak lurus arah medan magnet akan mengakibatkan kebocoran medan

magnet. Kebocoran medan agnet ini mengindikasikan adanya cacat pada

material. Caranya dengan menabur partikel magnetic dipermukaan.

Partikel-pertikel tersebut akan mengumpul pada daerah kebocoran medan

magnet.

Kelebihan :

- Mudah diaplikasikan

- Tidak memerlukan keahlian khusus bagi operator

Kekurangan

- Penggunaan terbatas pada material ferromagnetic

- Adanya kemungkinan cacat tidak terdeteksi akibat orientasi cacat

searah medan magnet

Secara umum cara kerja Magnetic Particle Inspection ditunjukkan

pada gambar 4.35 sebagai berikut.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 147: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

147

Gambar 4.35 Magnetic Particle InspectionSumber : Degarmo (1984 :271)

3. Ultrasonic Test

Inspeksi yang menggunakan gelombang suara yang dirambatkan

pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan seperti

yang terlihat pada gambar 4.36. Gelombang ultrasonic yang digunakan

memiliki frekuensi 0,5-20 Mhz. Gelombang ultrasonic dibangkitkan oleh

transduser dari bahan piezoelektrik yang dapat merubah energi listrik

menjadi getaran mekanis kemudian menjadi energi listrik lagi.

Kelebihan

- Cukup teliti dan akurat

- Hanya diperlukan satu sisi untuk dapat mendeteksi keseluruhan

- Indikasi dapat langsung diamati

Kekurangan

- Memerlukan pelaksana yang terlatih dan berpengalaman

- Benda uji dengan permukaan kasar, tidak beraturan, sangat kecil sangat

sulit diuji.

Gambar 4.36 Ultrasonic TestSumber : Degarmo (1984 : 273)

4. Eddy Current Test

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik. Prinsipnya arus

listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet

didalamnya. Jika medan magnet dikenakan pada benda logam yang akan

diinspeksi, akan terbangk it arus eddy, kemudian diinspeksi. Adanya

medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan magnet seperti terlihat

pada gambar 4.37.

Kelebihan inspeksi ini adalah :

- Hasil pengujian dapat langsung diketahui

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 148: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

148

- Pengujian eddy aman dan tidak ada bahaya radiasi

Kekurangan inspeksi ini adalah :

- Hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau

- Hanya diterapkan pada bahan logam saja

Gambar 4.37 Eddy Current TestSumber: Degarmo (1984 : 278)

5. Radiografic inspection

Metode ini menggunakan sinar x dan sinar gamma. Prinsipnya sinar

x dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus

material, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitas berkurang,

intensitas akhir kemudian direkam dalam film yang sensitif. Jika t e r d a p

a t cacat pada material maka intensitas yang terekam memperlihatkan

bagian material yang mengalami cacat.

Kelebihan pengujian ini adalah :

- Faktor ketebalan benda tidak mempengaruhi. ini mengingat daya

tembus sinar gamma yang besar

- Mampu menggambarkan bentuk cacat dengan baik.

Secara garis besar cara kerja Radiografic Inspection ditunjukkan

pada gambar 4.38.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 149: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

149

Gambar 4.38 Radiografic inspectionSumber: ndt, 2014

6. Pemeriksaan porositas dengan uji piknometri dan uji komposisi

Pada pengujian komposisi ketidakteraturan bahan, komponen

struktur mikro dan sifat mekanik diperiksa. Pemeriksaan porositas dapat

dilakukan dengan baik dengan perlakuan tekanan maupun foto

mikrostruktur dan coran

Untuk mencari prosentase porositas yang terdapat dalam suatu

coran dibandingkan 2 buah densitas, yaitu :

True Density (gram / cm3)

Kepadatan dari suatu benda tanpa porositas yang terdapat di

dalamnya merupakan perbandingan massa terhadap volume sebenarnya.

Apparent Density (kg/cm2)

Berat tiap unit volume material termasuk cacat yang terdapat

dalam material uji. Pengujian porositas menggunakan metode piknometri

yaitu membandingkan densitas relative dari padatan dan cairan diketahui,

maka densitas padatan dapat diketahui

Untuk memperoleh nilai t rue density dapat dicari dengan

menggunakan persamaan yang ada pada standar ASTM E252-84, yaitu :

Dengan :

Ρth : True density (gr/cm2)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 150: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

150

ρ a1 ρcu ρfe etc : Densitas unsur (gr/cm3)

%al %cu %fe etc : presentase berat unsur

Dengan perhitungan Apparent Density menggunakan persamaan

ASTM B311-93, yaitu

ρ s=ρw

W s

W s−(W sb−W b)

Dengan :

ρs = Apparent density (gr/cm3)

ρw = density air (gr/cm3)

Ws = berat sample udara (gr)

Wsb = berat sample dan keranjang didalam air (gr)

Wb = berat keranjang dalam air (gr)

Perhitungan prosentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan

membandingkan apparent density dengan densitas teoritis

% P = ( 1- Ps/ Pth) x 100%

Dimana :

%P = persentase porositas (%)

Ρs = apparent density (gr/cm2)

ρth = true density (gr/cm3)

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 151: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

151

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 152: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

152

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 153: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

153

I. Analisa Dimensi Hasil Coran I

Sebelum Finishing

Gambar 4.39 Dimensi Benda Kerja Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014)

Tabel 4.5 Perbandingan Dimensi Pola, Pola dan Hasil Coran

Bagian Desain Pola (mm) Pola (mm) Hasil Coran (mm)

A 21,51 21,6 22,01

B 64,35 65,2 64,00

C 64,35 65,6 65,45

D 17,07 17,1 16,07

E 64,36 66,3 64,05

F 34,14 34,4 34,5

Tabel 4.5 merupakan perbandingan antara desain pola, pola dan hasil

coran. Dapat dilihat bahwa pada bagian A,B,C,D,E,F terjadi perubahan ukuran

dimensi, dimana pada bagian A,C,E dan F desain pola yang ditunjukkan pada

gambar 4.39 lebih kecil daripada hasil coran.

a. Pada bagian A dan C disebabkan karena pada saat penarikan pola, pola

ditekan dan digeser-geser untuk melepaskan pola.

b. Pada bagian F, pelepasan pola hanya ditekan saja sehingga tebal dari bagian F

lebih besar dari besar pola

Sedangkan pada bagian B, D dan E hasil coran lebih kecil dari desain pola

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 154: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

154

a. Pada bagian B terjadi penyusutan yang mengurangi dimensi pola

b. Pada bagian D, berkurangnya ukuran hasil coran disebabkan karena bagian A

mengalami penambahan ukuran akibat penarikan pola sehingga mengurangi

dimensi D

c. Bagian E mengalami penyusutan akibat perbedaan gradien temperatur yang

tinggi

Pemecahan Masalah :

a. Pola harus diperhalus sehingga memudahkan pencabutan saat pembuatan

cetakan. Dengan demikian perbesaran dimensi hasil coran akibat proses

pencabutan dapat diminimalisir.

b. Pola yang tidak sesuai dengan desain pola sebaiknya diamplas lebih halus lagi

supaya dimensi pola sesuai dengan dimensi pola.

c. Mengganti pelapis pola grafit dengan pelapis yang mengandung magnesium

karbonat. Diharapkan dengan penggantian tersebut dapat mempermudah

proses pencabutan pola.

d. Sebaiknya pasir lebih dipadatkan lagi agar ketika pelapisan pola tidak ada

pasir yang rontok yang dapat mengakibatkan berubahnya ukuran rongga

cetakan pasir.

e. Lebih berhati-hati dalam pencabutan pola dan ketika pencabutan pola, pasir

diberi penahan diatasnya sehingga pasir tidak ikut tercabut bersama pola.

Sesudah Finishing

Dimensi bendak kerja sesudah finishing ditunjukkan pada gambar 4.39

Tabel 4.6 Perbandingan Desain Benda Kerja dengan Hasil Finishing

Bagian Desain Benda Kerja (mm) Hasil Finishing (mm)

A 20 20,25

B 60 60,8

C 60 59,9

D 20 20,65

E 20 60

F 30 30,05

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 155: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

155

Tabel 4.6 merupakan perbandingan desain benda kerja dengan hasil

benda kerja yang sudah difinishing. Dapat dilihat bahwa sebagian besar

dimensinya mendekati dengan desain benda kerja. Hanya bagian E yang ukuran

dimensinya hasil coran sesuai dengan desain benda kerja. Ketidaksesuaian

dimensi antara hasil benda kerja yang telah difinishing dengan desain benda

kerja disebabkan pemakanan benda kerja terlalu sedikit atau terlalu banyak

2. Analisa Cacat Coran

Sebelum Finishing

a. Cacat Lubang Jarum

Gambar 4.40 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja seperti yang

terlihat pada gambar 4.40

Penyebab :

Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam

cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap

saat penuangan logam cair ke dalam cetakan.

Pemecahan Masalah :

Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam cetakan

pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi sepenuhnya kering agar

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 156: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

156

tidak timbul gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan air

yang terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah.

b. Cacat Pasir Rontok

Gambar 4.41 Cacat Pasir RontokSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Terdapat Permukaan hasil coran yang tidak merata dan bentuk bongkahan

yang tidak menetu seperti yang terlihat pada gambar 4.41.

Penyebab :

Kekuatan pasir cetak yang rendah sehingga tidak mampu menahan

ketika pengangkatan pola akhirnya pasir rontok membentuk hasil coran yang

tidak merata.

Pemecahan Masalah :

Saat pengangkatan pola lebih hati-hati

Sebaiknya menggunakan pasir heterogen agar kekuatan pasir cetak tinggi

c. Cacat Inklusi Pasir

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 157: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

157

Gambar 4.42 Cacat Inklusi PasirSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri

Pada hasil coran terdapat inklusi pasir, hal ini dapat dilihat pada gambar

4.42 terdapat pasir yang ikut menempel pada permukaan hasil coran.

Penyebab

Pada cacat inklusi pasir terjadi akibat besar butir pada pasir cetak yang

dibuat terdiri dari pasir yang homogen dan memiliki ukuran butir yang

besar sehingga pasir dapat ikut tercampur pada hasil coran

Pemecahan Masalah

Untuk mengatasi cacat tersebut adalah ketika hendak membuat pasir cetak

memiliki pasir yang heterogen dan memiliki besar butir yang berbeda

dengan menggunakan mesin penagayak pasir (rotap)

d. Cacat Sirip (Fin)

Gambar 4.43 Cacat Sirip (Fin)Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 158: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

158

Ciri-ciri :

Pada hasil coran terdapat cacat berbentuk seperti sirip seperti yang

ditunjukkan pada gambar 4.43

Penyebab :

Pengambilan pola yang sulit diangkat sehingga pengambilan pola tersebut

harus dilakukan dengan cara ditekan dan digoyang-goyangkan. Dengan

cara pengambilan seperti itu dapat mengakibatkan pasir di sekitar dasar

pola ikut terangkat dan meninggalkan lubang sehingga logam cair dapat

masuk ke lubang tersebut.

Pemecahan Masalah

Permukaan pola dibuat sehalus mungkin

Pemberian pelapis yang lebih merata agar pola mudah untuk diangkat

e. Cacat Kesalahan Ukuran

Gambar 4.44Cacat Kesalahan UkuranSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Adanya perbedaan dimensi antara dimensi sebelah kanan dengan sebelah

kiri seperti yang terlihat pada gambar 4.44.

Penyebab:

Pola yang dibuat untuk membuat cetakan ukurannya tidak sesuai dengan

ukuran coran yang diharapkan

Kesalahan ukuran dapat terjadi akibat cetakan yang mengembang atau

penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan

Pemecahan Masalah :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 159: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

159

Membuat pola dengan teliti dan cermat

Menjaga cetakan tidak mengembang dan memperhitungkan penyusutan

logam dengan cermat sehingga penanmbahan ukuran pola sesuai dengan

penyusutan logam yang terjadi saat penyusutan.

f. Cacat Porositas.

Gambar 4.45 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang seperti yang

ditunjukkan pada gambar 4.45. Hal tersebut disebabkan karena

terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses pembekuan logam cair

Penyebab :

Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P, K

dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula. Hal

ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak bersamaan,

sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat solidifikasi.

Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat

penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung

pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat

menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 160: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

160

Ketika penuangan aliran terlalu turbulen karena penempatan saluran

masuk yang kurang baik akibatnya logam cair yang dituangkan dari atas

langsung menuju rongga coran membuat udara yang berada di rongga

coran sulit keluar.

Penempatan riser tidak tepat di pinggir rongga coran, sehingga aliran

udara tidak bisa langsung keluar, namun bersinggungan terlebih dahulu

dengan sisi samping rongga coran. Udara yang terjebak itulah

mengakibatkan porositas.

Pemecahan Masalah :

Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah

pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat

diketahui atau tidak begitu banyak berubah dai kadar air semula.

Mengganti sistem saluran langsung menjadi saluran samping dan

memindahkan riser untuk mengurangi turbulensi udara

g. Cacat Penyusutan (Shrinkage)

Gambar 4.46 Cacat PenyusutanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran

seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.46.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 161: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

161

Penyebab :

Penyusutan dapat disebabkan karena perbedaan gradien suhu yang

terlalu tinggi antara dinding dengan logam cair. Sehingga ketika logam cair

mulai mengalami solidifikasi dan akhirnya mengalami penyusutan. Namun

hal tersebut sudah diantisipasi dengan penambahan toleransi penyusutan

desain pola.

Walaupun demikian, seringkali besarnya penyusutan melebihi dari yang

telah diprediksi pada desain pola. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi

logam yang memiliki titik lebur berbeda-beda sehingga waktu untuk

solidifikasi juga berbeda. Waktu solidifikasi yang berbeda-beda

mengakibatkan terperangkapanya udara di dalam coran. Udara yang

terperangkap tersebut nantinya bisa diisi oleh logam cair, sehingga

permukaan coran diatasnya berkurang

Waktu penuangan yang lambat juga dapat mengakibatkan terjadinya

solidifikasi dini pada logam yang telah dituang terlebih dahulu. Solidifikasi

dini juga menyebabkan porositas.

Pemecahan Masalah

Peletakan saluran masuk dan riser harus tepat, agar aliran laminar dan

udara dapat engan mudah keluar dari logam coran

Sebaiknya logam untuk pengecoran tidak terlalu banyak komposisi

sehingga waktu solidifikasinya seragam

Waktu penuangan harus cepat sesuai dengan pouring time

Temperatur peleburan harus diatas titik lebur semua unsur logam paduan

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 162: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

162

Sesudah Finishing

a. Cacat Porositas

Gambar 4.47 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang akibat

terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses pembekuan logam cair.

Cacat ini masih terlihat sesudah finishing karena porositas tidak hanya

terjadi di luar tetapi juga di dalam benda kerja seperti yang ditunjukkan

pada gambar 4.47.

Penyebab :

Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P, K

dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula. Hal

ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak bersamaan,

sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat solidifikasi.

Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat

penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung

pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat

menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.

Ketika penuangan aliran terlalu turbulen karena penempatan saluran

masuk yang kurang baik akibatnya logam cair yang dituangkan dari atas

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 163: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

163

langsung menuju rongga coran membuat udara yang berada di rongga

coran sulit keluar.

Penempatan riser tidak tepat di pinggir rongga coran, sehingga aliran

udara tidak bisa langsung keluar, namun bersinggungan terlebih dahulu

dengan sisi samping rongga coran. Udara yang terjebak itulah

mengakibatkan porositas

Pemecahan Masalah :

Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah

pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat

diketahui atau tidak begitu banyak berubah dari kadar air semula

Mengganti sistem saluran langsung menjadi saluran samping dan

memindahkan riser untuk mengurangi turbulensi aliran udara

Sebelum dilakukan penuangan, cetakan pasir sebaiknya dikeringkan

terlebih dahulu sehingga tidak ada lagi air bebas

b. Cacat Penyusutan (Shrinkage)

Gambar 4.48 Cacat PenyusutanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Ciri-ciri :

Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran seperti

yang terlihat pada gambar 4.48. Cacat penyusutan ini masih terlihat setelah

finishing karena penyusutan yang terjadi terlalu dalam.

Penyebab :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 164: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

164

Penyusutan dapat disebabkan karena perbedaan gradient suhu yang

terlalu tinggi antara dinding dengan logam cair. Sehingga ketika logam cair

mulai mengalami solidifikasi dan akhirnya mengalami penyusutan. Namun

hal tersebut sudah diantisipasi dengan penambahan toleransi penyusutn

desain pola.

Walaupun demikian, seringkali besarnya penyusutan melebihi dari yang

telah diprediksi pada desain pola. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi

logam yang memiliki titik lebur berbeda-beda sehingga waktu untuk

solidifikasi juga berbeda. Waktu solidifikasi yang berbeda-beda

mengakibatkan terperangkapanya udara di dalam coran. Udara yang

terperangkap tersebut nantinya bisa diisi oleh logam cair, sehingga

permukaan coran diatasnya berkurang.

Waktu penuangan yang lambat juga dapat mengakibatkan terjadinya

solidifikasi dini pada logam yang telah dituang terlebih dahulu. Solidifikasi

dini juga menyebabkan porositas.

Pemecahan Masalah

Peletakan saluran masuk dan riser harus tepat, agar aliran laminar dan

udara dapat dengan mudah keluar dari logam coran

Waktu penuangan harus optimal

c. Cacat Lubang Jarum

Gambar 4.49 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 165: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

165

Ciri-ciri :

Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja seperti yang

terlihat pada gambar 4.49.

Penyebab :

Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam

cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap saat

penuangan logam cair ke dalam cetakan.

Pemecahan Masalah :

Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam

cetakan pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi sepenuhnya kering

agar tidak timbul gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan

air yang terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah

d. Cacat Permesinan

Gambar 4.50 Cacat PermesinanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Terlihat pada gambar 4.50 hasil permesinan kurang rapi pada

permukaan hasil coran.

Penyebab

Hal ini dikarenakan ketika permesinan pahat yang digunakan tumpul

dan tidak tajam lagi, sehingga pemakanan meninggalkan bekas.

Pemecahan Masalah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 166: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

166

Sebaiknya mengganti pahat yang masih tajam sehingga hasil

permesinan terlihat lebih rapi

s

Uji Porositas

Perhitungan prosentase yang terdapat pada hasil coran porositas dapat

diketahui dengan uji piknometri dengan membandingkan apparent density

dengan true density. Rumus yang digunakan

% P = (1 -ρ s

ρth) x 100 %

Dimana :

% P = prosentase porositas (%)

ρ s = Apparent Density (gr/cm3)

ρth = True Density (gr/cm3)

Tabel 4.7 Kandungan Unsur Logam

No Unsur Kadar (%) Massa Jenis (gr/cm3)1. Al 85,8 2,7

2. P 0,49 1,82

3. Ca 0,53 1,54

4. Ti 0,097 4,51

5. V 0,026 6

6. Cr 0,471 7,5

7. Mn 0,641 7,3

8. Fe 4,71 7,87

9. Ni 1,20 7,14

10. Cu 3,43 8,96

11. Zn 2,34 7,14

12. As 0,025 5,72

13. Pb 0,30 11,3

14. Eu 0,09 5,26

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 167: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

167

ρth =

100

(% Alρ Al

)+(%PρP

)+(%Cuρ Cu

)+.. . .+(% Euρ Eu

)

=

10034 ,035 = 2,93

ρ s = ρw .

W s

W s−(W sb−W b )

= 1.

751 ,39751 ,39−( 478 , 13−5 ,86 )

= 2,69 %

%P = (1−

ρs

ρth

)x 100%

= (1 -

2 ,692 ,93

)x 100 %

= (1-0,918) x 100%

= 0,081 x 100% = 8,1 %

Permasalahan

Dari perhitungan uji porositas diketahui bahwa prosentase porositas benda

hasil coran adalah 8,1 %. Pengujian dilakukan setelah benda hasil coran di

finishing. Prosentse porositas 8,1 % didapat karena setelah dilakukan finishing

masih terdapat penyusutan yang cukup besar.

Penyebab

Cacat porositas yang terdapat di coran disebabkan salah satu faktornya

adalah dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Semakin banyak unsur penyusun

alumunium paduannya, maka kecenderungan untuk terjadi porositas semakin

besar.

Tabel 4.8 Prosentase Penyusutan Logam

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 168: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

168

Sumber : Suprapto, 2010

Tabel 4.8 merupakan tabel penyusutan dan ekspansi logam cair. Pada benda

kerja diketahui bahwa kandungan unsur terbesar adalah alumunium 85,8 %,

Tembaga (Cu) 3,43 % dan Zinc (Zn) 2,34 %. Dari tabel penyusutan diatas

diketahui ketiga unsur diatas memiliki prosentase penyusutan yang besar yakni 6%

ke atas.

Akibat prosentase penyusutan tersebut maka logam coran akan mengalami

penyusutan dengan kecepatan penyusutan yang berbeda akibat waktu solidifikasi

dari setiap unsur juga berbeda.

Porositas juga disebabkan karena pada kondisi cair, alumunium juga

termasuk logam yang mudah menyerap gas hidrogen dari sekelilingnya (udara

lembab, kandungan air dalam tungku, dan lain-lain). Gas hidrogen yang terjebak

dalam logam cair akan menyebabkan porositas.

Solusi

Sebaiknya bahan logam yang digunakan saat pengecoran merupakan

alumunium murni sehingga unsur-unsur penyusunnya lebih sedikit.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 169: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

169

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 170: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

170

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 171: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

171

I. Analisa Dimensi Hasil Coran II

Sebelum Finishing

Dimensi benda kerja sebelum finishing sesuai pada gambar 4.39

Tabel 4.9 Perbandingan Dimensi Pola, Pola dan Hasil Coran

Bagian Desain Pola (mm) Pola (mm) Hasil Coran (mm)

A 21,51 21,2 22

B 64,35 64 64,65

C 64,35 64,4 64,8

D 17,07 17 16,35

E 64,36 65 64,65

F 34,14 33,3 32,45

Tabel 4.9 merupakan perbandingan antara desain pola, pola dan hasil

coran. Dapat dilihat bahwa pada bagian A,B,C,D,E,F yang ditunjukkan pada

gambar 4.39 terjadi perubahan ukuran dimensi, dimana pada bagian A,B,C dan

E desain pola lebih kecil daripada hasil coran.

a. Pada bagian A,B dan C disebabkan karena pada saat penarikan pola, pola

ditekan dan digeser-geser untuk melepaskan pola.

b. Pada bagian E, pelepasan pola hanya ditekan saja sehigga tebal dari bagian F

lebih besar dari besar pola.

Sedangkan pada bagian D dan F hasil coran lebih kecil dari desain pola

a. Pada bagian D, berkurangnya ukuran hasil coran disebabkan karena bagian A

dan B mengalami penambahan ukuran akibat penarikan pola sehingga

mengurangi dimensi D.

b. Pada bagian F terjadi penyusutan yang mengurangi dimensi pola.

Pemecahan Masalah

a. Pola harus diperhalus sehingga memudahkan pencabutan saat pembuatan

cetakan. Dengan demikian perbesaran dimensi hasil coran akibat proses

pencabutan dapat diminimalisir.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 172: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

172

b. Pola yang tidak sesuai dengan desain pola sebaiknya diamplas lebih halus lagi

supaya dimensi pola sesuai dengan dimensi pola.

c. Sebaiknya pasir lebih dipadatkan lagi agar ketika pelapisan pola tidak ada

pasir yang rontok yang dapat mengakibatkan berubahnya ukuran rongga

cetakan pasir.

d. Lebih berhati-hati dalam pencabutan pola dan ketika pencabutan pola, pasir

diberi penahan diatasnya sehingga pasir tidak ikut tercabut bersama pola.

e. Pelapis pola grafit yang diganti dengan pelapis yang mengandung magnesium

karbonat sedikit memudahkan pencabutan pola namun belum maksimal.

Sebaiknya mencari bahan pelapis lain yang bisa membuat pola mudah ketika

dicabut.

Sesudah Finishing

Dimensi benda kerja sesudah finishing sesuai pada gambar 4.39

Tabel 4.10 Perbandingan Desain Benda Kerja dengan Hasil Finishing

Tabel 4.10 merupakan perbandingan desain benda kerja dengan hasil

benda kerja yang sudah difinishing. Dapat dilihat bahwa sebagian besar dimensinya

mendekati dengan desain benda kerja Hanya bagian A yang dimensi hasil finishing

yang lebih kecil dari desain benda kerja Ketidak sesuaian dimensi antara hasil benda

kerja yang telah difinishing dengan desain benda kerja disebabkan pemakanan benda

kerja terlalu sedikit atau terlalu banyak

2. Analisa Cacat Coran

Sebelum Finishing

a. Cacat Lubang Jarum

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Bagian Desain Benda Kerja (mm) Hasil Finishing (mm)

A 20 19,4

B 60 60,1

C 60 60,2

D 20 20,9

E 30 30,2

F 30 60,2

Page 173: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

173

Gambar 4.51 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja. Cacat lubang

jarum pada benda coran II lebih sedikit dibandingkan dengan cacat lubang

jarum. Hal itu ditunjukkan oleh perbandingan gambar 4.40 dengan gambar

4.51.

Penyebab :

Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam

cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap

saat penuangan logam cair ke dalam cetakan. Reaksi kimianya adalah

sebagai berikut :

2Al + 3 H 2O 𝐴𝑙2𝑂3 + 3𝐻2Pemecahan Masalah :

Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam cetakan

pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi kering agar tidak timbul

gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan air yang

terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 174: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

174

b. Cacat Inklusi Pasir

Gambar 4.52 Cacat Inklusi PasirSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri

Pada hasil coran terdapat inklusi pasir, hal ini dapat dilihat pasir yang ikut

menempel pada permukaan hasil coran. Pada gambar 4.52 cacat inklusi

pasir lebih banyak daripada di gambar 4.42

Penyebab

Pada cacat inklusi pasir terjadi akibat besar butir pada pasir cetak yang

dibuat terdiri dari pasir yang homogen dan memiliki ukuran butir yang

besar sehingga pasir dapat ikut tercampur pada hasil coran

Pemecahan Masalah

Untuk mengatasi cacat tersebut adalah ketika hendak membuat pasir cetak

memiliki pasir yang heterogen dan memiliki besar butir yang berbeda

Sebelum penuangan rongga cetakan dibersihkan terlebih dahulu

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 175: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

175

c. Cacat Sirip (Fin)

Gambar 4.53 Cacat Sirip (Fin)Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Pada hasil coran terdapat cacat berbentuk seperti sirip. Cacat sirip yang

ditunjukkan pada gambar 4.53 lebih besar daripada cacat sirip pada coran I

yang ditunjukkan pada gambar 4.43

Penyebab :

Pengambilan pola yang sulit diangkat sehingga pengambilan pola tersebut

harus dilakukan dengan cara ditekan dan digoyang-goyangkan. Dengan

cara pengambilan seperti itu dapat mengakibatkan pasir di sekitar pola ikut

terangkat dan meninggalkan lubang sehingga logam cair dapat masuk ke

lubang. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar kup drag yang

mengeluarkan asap seusai penuangan logam seperti yang terlihat pada

gambar 4.54. Hal itu membuktikan bahwa ada logam cair yang masuk ke

celah antara belahan pola sehingga terbentuk sirip.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 176: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

176

Gambar 4.54 Kup dan Drag yang terbakarSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Pemecahan Masalah

Permukaan pola dibuat sehalus mungkin

Pemberian pelapis yang lebih merata agar pola mudah untuk diangkat

d. Cacat Porositas

Gambar 4.55 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang akibat

terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses pembekuan logam cair

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 177: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

177

seperti yang terlihat pada gambar 4.55. Cacat porositas pada coran II lebih

besar dibandingkan dengan cacat coran I . Hal tersebut ditunjukkan dari

pengujian porositas dari kedua benda coran.

Penyebab :

Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P, K

dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula. Hal

ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak bersamaan,

sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat solidifikasi

Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat

penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung

pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat

menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.

Kandungan kimia pelapis

Pemecahan Masalah :

Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah

pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat

diketahui atau tidak begitu banyak berubah dari kadar air semula

e. Cacat Penyusutan (Shrinkage)

Gambar 4.56 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 178: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

178

Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran

seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.56

Penyebab :

Penyusutan terjadi akibat udara yang terjebak di dalam coran karena

udara tidak berhasil keluar melalui riser. Pada saat logam mulai mengalami

solidifikasi maka udara yang terjebak meninggalkan rongga dan diisi oleh

logam coran diatasnya. Pengisian logam coran tersebut mengakibatkan

penyusutan pada bagian permukaan coran.

Pemecahan Masalah

Penambahan riser sehingga tidak sampai terjadi penyusutan akibat

kegagalan logam mengisi rongga cetakan

Sebaiknya logam untuk pengecoran tidak terlalu banyak komposisi

sehingga waktu solidifikasinya seragam

Waktu penuangan harus cepat sesuai dengan pouring time

Temperatur peleburan harus diatas titik lebur semua unsur logam paduan

f. Cacat Geser

Gambar 4.57 Cacat GeserSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Ciri –ciri :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 179: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

179

Terdapat pergeseran pola bagian atas sehingga ukuran dimensi menjadi

tidak tepat yang ditunjukkan pada gambar 4.57.

Penyebab :

Pelepasan pola yang sulit dengan cara menggoyang-goyang dan memukul

pola menyebabkan bergesernya rongga cetakan.

Posisi kup dan drag yang tidak menempel dan terkunci sempurna membuat

benda coran mengalami cacat geser. Kup drag tidak terkunci dengan

sempurna dikarenakan pada bagian samping kup drag tidak terdapat

pengunci. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 4.58.

(a) (b)

Gambar 4.58 Kup Drag (a) tampak samping (b) tampak depanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

Pemecahan Masalah :

Cermat dan teliti saat pembuatan cetakan

Cermat pada saat pemasangan kup drag dan memastikan kup drag

memiliki pengunci yang rapat di semua sisi

Pemberian pelapis yang lebih merata agar pelepasan pola menjadi mudah

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 180: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

180

g. Cacat Kekasaran Permukaan

Gambar 4.59 Cacat Kekasaran PermukaanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Terdapat permukaan yang kasar pada benda coran seperti yang terlihat

pada gambar 4.59.

Penyebab :

Pemadatan cetakan kurang sehingga ada pasir yang rontok dan membuat

permukaan benda cor menjadi kasar

Kekuatan pasir cetak kurang karena pasir yang dipakai adalah pasir

homogen sehingga ikatan antar butir menjadi rendah. Selain itu ukuran

butir yang besar yang ditunjukkan pada gambar 4.60 membuat pasir

mudah untuk rontok.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 181: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

181

Gambar 4.60 Butir PasirSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Pemecahan Masalah :

Pasir harus lebih dipadatkan

Pola dibuat sehalus mungkin sehingga pola mudah untuk dicabut sehingga

tidak ada pasir yang rontok dan membuat hasil coran menjadi kasar

Pemberian pelapis pola lebih merata

Sebaiknya pasir yang digunakan adalah pasir yang heterogen sehingga

memiliki ikatan antar butir yang tinggi.

Sesudah Finishing

a. Cacat Porositas

Gambar 4.61 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang yang ditunjukkan

pada gambar 4.61 akibat terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses

pembekuan logam cair. Cacat ini masih terlihat sesudah finishing karena

porositas tidak hanya terjadi di luar tetapi juga di dalam benda kerja

Penyebab :

Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P,

K dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula.

Hal ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 182: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

182

bersamaan, sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat

solidifikasi

Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat

penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung

pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat

menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.

Kandungan kimia pelapis

Pemecahan Masalah :

Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah

pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat

diketahui atau tidak begitu banyak berubah dari kadar air semula

Sebelum dilakukan penuangan, cetakan pasir sebaiknya dikeringkan

terlebih dahulu sehingga tidak ada lagi air bebas.

b. Cacat Penyusutan (Shrinkage)

Gambar 4.62 Cacat PenyusutanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran

seperti yang terlihat pada gambar 4.62. Cacat penyusutan ini masih terlihat

setelah finishing karena penyusutan yang terjadi terlalu dalam. Penyusutan

pada benda coran II terjadi di bawah riser dan memiliki kedalaman yang

lebih besar dibandingkan dengan penyusutan pada benda coran I.

Penyebab :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 183: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

183

Penyusutan dapat disebabkan karena perbedaan gradien suhu yang

terlalu tinggi antara dinding dengan logam cair. Sehingga ketika logam cair

mulai mengalami solidifikasi dan akhirnya mengalami penyusutan. Namun

hal tersebut sudah diantisipasi dengan penambahan toleransi penyusutn

desain pola.

Walaupun demikian, seringkali besarnya penyusutan melebihi dari

yang telah diprediksi pada desain pola. Hal tersebut disebabkan oleh

komposisi logam yang memiliki titik lebur berbeda-beda sehingga waktu

untuk solidifikasi juga berbeda. Waktu solidifikasi yang berbeda-beda

mengakibatkan terperangkapanya udara di dalam coran. Udara yang

terperangkap tersebut nantinya bisa diisi oleh logam cair, sehingga

permukaan coran diatasnya berkurang

Waktu penuangan yang lambat juga dapat mengakibatkan terjadinya

solidifikasi dini pada logam yang telah dituang terlebih dahulu. Solidifikasi

dini juga menyebabkan porositas.

Pemecahan Masalah

Waktu penuangan harus optimal

Penambahan riser

c. Cacat Lubang Jarum

Gambar 4.63 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 184: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

184

Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja. Pada benda

coran II cacat lubang jarum lebih sedikit dibandingkan dengan benda coran I.

Hal ini dapat ditunjukkan oleh gambar 4.49 dengan gambar 4.63

Penyebab :

Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam

cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap saat

penuangan logam cair ke dalam cetakan.

Pemecahan Masalah :

Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam

cetakan pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi kering agar tidak

timbul gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan air yang

terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah.

d. Cacat Permesinan

Gambar 4.64 Cacat PermesinanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Ciri-ciri :

Terlihat hasil permesinan yang tidak rata pada permukaan benda

coran. Bila dibandingkan dengan cacat permesinan benda coran I yang

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 185: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

185

ditunjukkan pada gambar 4.50 maka, cacat permesinan pada benda coran II

yang ditunjukkan pada gambar 4.64 lebih berkurang karena benda coran

terlihat lebih rapi

Penyebab

Hal ini dikarenakan ketika permesinan pahat yang digunakan tumpul

dan tidak tajam lagi, sehingga pemakanan meninggalkan bekas

Pemecahan Masalah

Sebaiknya mengganti pahat yang masih tajam sehingga hasil dari

proses permesinan terlihat lebih rapi

Uji Porositas

Perhitungan prosentase yang terdapat pada hasil coran porositas dapat

diketahui dengan uji piknometri dengan membandingkan apparent density

dengan true density. Rumus yang digunakan

% P = (1−

ρs

ρth

)x 100 %

Dimana :

% P = prosentase porositas (%)𝜌𝑠 = Apparent Density (gr/cm3)𝜌𝑡ℎ = True Density (gr/cm3)

Kandungan unsur logam seperti pada tabel 4.7 sehingga didapatkan,

ρth =

100

(% Alρ Al

)+(%PρP

)+(%Cuρ Cu

)+.. . .+(% Euρ Eu

)

=

10034 = 2,93

ρ s = ρw .

W s

W s−(W sb−W b )

= 1.

728 , 52728 , 52−( 463 , 2−5 , 71)

= 2,69 %

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 186: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

186

%P = (1−

ρs

ρth

)x 100%

= (1 -

2 ,692 ,93

)x 100 %

= (1-0,91) x 100%

= 0,09 x 100%

= 9 %

Permasalahan

Dari perhitungan uji porositas diketahui bahwa prosentase porositas

benda hasil coran adalah 9 %. Prosentase porositas tersebut lebih besar dari

prosentase porositas benda coran I.

Penyebab :

Cacat porositas yang terdapat di coran disebabkan salah satu faktornya

adalah dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Semakin banyak unsur

penyusun alumunium paduannya, maka kecenderungan untuk terjadi porositas

semakin besar karena tiap unsur waktu solidifikasinya berbeda-beda.

Tabel 4.8 merupakan tabel penyusutan dan ekspansi logam cair. Pada

benda kerja diketahui bahwa kandungan unsur terbesar adalah alumunium (Al)

85,8 %, Tembaga (Cu) 3,43 % dan Zinc (Zn) 2,34 %. Dari tabel penyusutan

diatas diketahui ketiga unsur diatas memiliki prosentase penyusutan yang besar

yakni 6% ke atas.

Akibat prosentase penyusutan tersebut maka logam coran akan

mengalami penyusutan dengan kecepatan penyusutan yang berbeda akibat waktu

solidifikasi dari setiap unsur juga berbeda. Perbedaan waktu solidifikasi ini

menyebabkan udara terjebak di dalam coran. Sehingga mengakibatkan porositas.

Porositas juga disebabkan karena pada kondisi cair alumunium juga

termasuk logam yang mudah menyerap gas hidrogen dari sekelilingnya (udara

lembab, kandungan air dalam tungku, dan lain-lain). Gas hidrogen yang terjebak

dalam logam cair akan menyebabkan porositas.

Solusi :

Sebaiknya bahan logam yang digunakan saat pengecoran merupakan

alumunium murni sehingga unsur-unsur penyusunnya lebih sedikit.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 187: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

187

4.4 Kesimpulan dan Saran

4.4.1 Kesimpulan

1. Jika dibandingkan antara hasil coran I dan II bisa dikatakan dimensi hasil

coran II lebih baik dari hasil coran I. Karena pada hasil coran II dimensi

antara desain pola, pola dan hasil coran perbedaannya tidak terlalu jauh jika

dibandingkan dengan coran I.

2. Jika dibandingkan antara benda kerja I dan II bisa dikatakan dimensi benda

kerja I lebih baik dari benda kerja I karena pada hasil coran II ada dimensi

yang lebih kecil daripada desain benda kerja. Sedangkan untuk coran I

ukuran dimensinya sebagian besar mendekati desain benda kerja. Namun

jika berdasarkan hasil finishing benda kerja II lebih baik dari benda kerja I

karena hasil pembubutan lebih rapi.

3. Cacat yang dihasilkan pada saat penuangan logam I sebelum finishing

adalah cacat lubang jarum, cacat sirip, cacat inklusi pasir, cacat kesalahan

ukuran, cacat porositas, cacat penyusutan dan cacat pasir rontok.

Sedangkan cacat yang dihasilkan pada saat penuangan logam II sebelum

finishing adalah cacat geser, cacat lubang jarum, cacat inklusi pasir

,kekasaran permukaan, cacat sirip, cacat porositas, dan cacat penyusutan.

4. Pada hasil benda kerja penuangan logam I dan II setelah finishing memiliki

jumlah dan jenis cacat yang sama yaitu cacat porositas, cacat lubang jarum,

cacat penyusutan dan cacat permesinan. Hasil benda kerja penuangan logam

I lebih baik daripada hasil benda kerja penuangan logam I karena

porositasnya yang ada di hasil benda kerja penuangan I lebih kecil I lebih

rapih dan sesuai dengan prosedur daripada benda kerja penuangan II.

5. Besar persentase porositas coran II lebih besar daripada persentase porositas

coran I. Pada benda coran II persentase porositasnya sebesar 9% sedangkan

persentase porositas benda coran I sebesar 8,1 %. Penambahan porositas

pada benda coran II disebabkan penyusutan pada benda coran II lebih besar

dari penyusutan benda coran I.

4.4.2 Saran

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya

Page 188: PL Kelompokkk 3 Terbaruu Revisi 10

188

1. Sebaiknya jadwal praktikum diacak/digilir agar setiap kelompok pada saat

praktikum tidak selalu di hari yang sama

2. Sebaiknya lab memiliki ventilasi yang cukup agar lab tidak panas saat

praktikum berlangsung

3. Sebaiknya asisten tetap mendampingi saat pembuatan cetakan kedua

4. Diharapkan pasir yang digunakan praktikum adalah pasir baru.

Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya