Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

15
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah daratannya sehingga memiliki potensi sumber daya ikan yang lebih besar. Berdasarkan data FAO, pada kurun 1999-2004 kebutuhan ikan dunia mengalami peningkatan sebesar 45% dan diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan di masa mendatang. Berpijak pada kondisi tersebut, Indonesia bertekad untuk menjadi negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015. Tekad tersebut didasari fakta bahwa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Ikan (SDI) melimpah dan beragam, serta area budidaya yang dapat dipacu untuk meningkatkan produksi perikanan nasional (Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad. 2011). Ikan laut yang sebagian besar ditangkap oleh nelayan tradisional, kemudian disimpan di ruang muat kapal selama berhari-hari pada saat pelayaran hingga pendistribusian dan dikonsumsi. Permasalahan yang sering dihadapi oleh nelayan tradisional adalah mengenai pemasaran hasil produksi ikan. Nelayan mengharapkan agar ikan hasil tangkapannya tetap segar sampai di tangan konsumen dengan harga jual yang tinggi. Namun seringkali ikan hasil tangkapan yang akan dijual mengalami perubahan fisik maupun kimia dan secara bertahap mengarah ke pembusukan, sehingga mengakibatkan harga ikan menjadi rendah. Lama waktu pendinginan, temperatur ruang penyimpanan, kelembaban udara, cara penangkapan merupakan beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kesegaran dan mutu ikan hasil tangkapan. Cara umum yang dipakai untuk mempertahankan kesegaran ikan adalah dengan pendinginan yang bertujuan untuk menghambat berkembangnya bakteri yang memicu terjadinya pembusukan pada ikan. Untuk

description

proyek PKM

Transcript of Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Page 1: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah daratannya sehingga memiliki potensi sumber daya ikan yang lebih besar. Berdasarkan data FAO, pada kurun 1999-2004 kebutuhan ikan dunia mengalami peningkatan sebesar 45% dan diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan di masa mendatang. Berpijak pada kondisi tersebut, Indonesia bertekad untuk menjadi negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015. Tekad tersebut didasari fakta bahwa Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Ikan (SDI) melimpah dan beragam, serta area budidaya yang dapat dipacu untuk meningkatkan produksi perikanan nasional (Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad. 2011).

Ikan laut yang sebagian besar ditangkap oleh nelayan tradisional, kemudian disimpan di ruang muat kapal selama berhari-hari pada saat pelayaran hingga pendistribusian dan dikonsumsi.

Permasalahan yang sering dihadapi oleh nelayan tradisional adalah mengenai pemasaran hasil produksi ikan. Nelayan mengharapkan agar ikan hasil tangkapannya tetap segar sampai di tangan konsumen dengan harga jual yang tinggi. Namun seringkali ikan hasil tangkapan yang akan dijual mengalami perubahan fisik maupun kimia dan secara bertahap mengarah ke pembusukan, sehingga mengakibatkan harga ikan menjadi rendah.

Lama waktu pendinginan, temperatur ruang penyimpanan, kelembaban udara, cara penangkapan merupakan beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kesegaran dan mutu ikan hasil tangkapan.

Cara umum yang dipakai untuk mempertahankan kesegaran ikan adalah dengan pendinginan yang bertujuan untuk menghambat berkembangnya bakteri yang memicu terjadinya pembusukan pada ikan. Untuk maksud tersebut nelayan tradisional menggunakan es balok (es basah).

Penggunaan es basah sebagai pendingin di kapal ikan memang sederhana namun terdapat banyak kelemahan diantaranya adalah sifat dari es basah yang mudah mencair sehingga temperatur cepat meningkat dan ikan menjadi cepat busuk, selain itu volume dan berat es basah yang besar sehingga memerlukan tempat yang banyak dan akibatnya mengurangi hasil tangkapan.

Alternatif yang bisa dipakai untuk masalah pendinginan di kapal ikan tersebut, salah satunya adalah dengan menggunakan es kering. Es kering merupakan CO2 yang dipadatkan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri, lebih ringan sehingga ruang muat bisa dimaksimalkan untuk hasil tangkapan, es kering juga bersuhu rendah (mencapai -780C), berkualitas tinggi dengan kemurnian 99,98%, tidak berbau, tidak mengandung alkohol dan memiliki tingkat kesusutan yang rendah. Penerapan sistem pendinginan yang tepat juga akan menjaga kualitas ikan tetap bagus.

Page 2: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Tujuan Penulisan

Karya tulis ini bertujuan untuk merancang suatu konsep alat pendingin dengan sistem sirkulasi uap es kering ( dry ice ) pada ruang muat kapal ikan tradisional yang efektif dan efisien serta aman bagi ikan hasil tangkapan, murah dan mudah didapatkan oleh nelayan tradisional.

Manfaat Penulisan

Konsep ini merupakan solusi bagi para nelayan untuk tetap mempertahankan kualitas ikan pada saat pelayaran hingga pendistribusian dan memperbesar ruang muat kapal untuk meningkatkan kuantitas ikan hasil tangkapan tanpa merusak kandungan gizi dari ikan sehingga berpotensi menambah pendapatan nelayan tradisional.

GAGASAN

Telaah Karakteristik Ikan

Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang banyak dimanfaatkan oleh manusia karena kelebihannya. Ikan adalah sumber protein hewani potensial dengan kandungan protein bervariasi antara 15-24% tergantung jenis ikannya . dan kelebihan protein ikan adalah daya cernanya yang sangat tinggi yaitu sekitar 95% (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).

“Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton pertahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari. Di samping itu juga terdapat potensi perikanan lain yang berpeluang untuk dikembangkan, yaitu (a) perikanan tangkap di perairan umum seluas 54 juta ha memiliki potensi produksi 0,9 juta ton per tahun; (b) budidaya laut yang meliputi budidaya ikan, budidaya moluska dan budidaya rumput laut (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).”

Hasil perikanan dari perairan darat maupun laut indonesia, dalam bentuk segar maupun olahan, semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Yang menjadi masalah, ikan segar cepat mengalami kemunduran mutu. Sebagai salah satu sumber protein hewani potensial dan bernilai ekonomi tinggi, upaya mempertahankan mutu ikan (bentuk segar maupun olahan) dengan cara penanganan yang tepat sangat diperlukan. Pengawetan dan pengolahan akan memberikan nilai tambah produk secara ekonomis. Ikan yang baru ditangkap mempunyai karakteristik kesegaran yang tinggi. Tanda-tanda ikan segar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 : Perbandingan Karakter Ikan Segar dan Ikan Busuk

No Yang diamati Ikan Segar1 Mata Cerah, bening, cembung, menonjol2 Insang Merah, berbau segar, tertutup lendir bening

Page 3: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

3 Warna Terang, lendir bening4 Bau Segar, seperti bau air laut5 Daging Kenyal, bila ditekan bekasnya segera kembali6 Sisik Menempel kuat pada kulit7 Dinding perut Elastis8 Ikan Utuh Tenggelam dalam air

No Yang diamati Ikan Busuk1 Mata Pudar, berkerut, tenggelam, cekung2 Insang Coklat/kelabu, berbau asam, tertutup lendir

keruh3 Warna Pudar, lendir kabur4 Bau Asam busuk5 Daging Warna merah, terutama di sekitar tulang

punggung6 Sisik Mudah lepas7 Dinding perut Menggelembung/pecah/isi perut keluar8 Ikan Utuh Terapung

Sumber : Syukri Maulidy : 2011

Kemunduran mutu ikan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan paling sering terjadi disebabkan karena adanya aktivitas enzim, kimiawi, dan bakteri. Aktivitas enzimatik terjadi dengan merombak bagian-bagian tubuh ikan yang akan menyebabkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), panampakan (appearance), dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging karena oksigen udara mengoksida lemak daging ikan yang menimbulkan bau tengik (rancid) pada ikan (Syukri, 2011).

Aktivitas bakteri akan lebih aktif pada saat ikan mulai mati. Bakteri menyerang dengan merusak jaringan-jaringan tubuh ikan sehingga komposisi daging ikan akan berubah. Tempat-tempat atau bagian-bagian tubuh ikan yang paling sering diserang bakteri adalah: seluruh permukaan tubuh, dan isi dalam perut dan insang. Penanggulangan penurunan mutu ikan dapat dilakukan dengan pengawetan dan pengolahan.

Telaah Karakteristik Es Kering

Karbondioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm, walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah dengan kuat.

Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm namun langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering.

Page 4: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Penggunaan karbondioksida (CO2) pada sistem pendingin bukan merupakan sesuatu yang baru. Karbon dioksida pertama kali dipakai sebagai pendingin oleh Alexander twinning, sebagaimana tertera pada british paten pada 1850. Thaddeus S.C. Lowe juga mengembangkan mesin pendingin pada aplikasi kapal untuk mentransportasikan daging.

Pada sekitar tahun 1920 hingga awal tahun 1930 karbondioksida (CO2) digunakan secara luas terutama di dunia perkapalan dikarenakan sifat karbondioksida (CO2) yang tidak beracun dan juga tidak mudah terbakar, namun di dunia perindustrian pendingin refrigerant yang biasa digunakan adalah jenis amonia (NH3 atau R717). karbondioksida (CO2) kemudian tidak lagi banyak digunakan setelah munculnya refrigerant baru yaitu Freon.

Amonia tetap menjadi refrigerant yang dominan selama beberapa tahun. Hingga akhirnya pada tahun 1990 karbondioksida (CO2) kembali melambung dikarenakan keuntungan keuntungan dari refrigerant yang satu ini, selain juga dikarenakan isu mengenai ODP (Ozone Depletion Potential) dan GWP (Global Warming Potential) yang membatasi pemakaian CFC dan HFC serta pembatasan penggunaan refrigerant pada sistem pendingin ammonia.

Karbondioksida (CO2) merupakan refrigerant “natural” yang sangat menguntungkan. Berbeda dengan amonia dan senyawa hydrocarbon seperti propana dan butana, serta air yang perlu dipertimbangkan lagi dalam pemakaiannya karena cenderung bersifat merugikan.

Secara umum dapat dideskripsikan karakteristik dari refrigerant di atas yaitu, amonia bersifat racun, hydrokarbon bersifat mudah terbakar, sedangkan air yang sangat terbatas. Sedangkan jika dibandingkan dengan karbondioksida (CO2), karbondioksida (CO2) merupakan refrigerant yang tidak beracun dan tidak mudah terbakar.

Karbondioksida (CO2) berbeda dengan refrigerant pada umumnya dalam berbagai aspek, selain itu karbondioksida (CO2) memiliki beberapa sifat yang unik. Tetapi, sekalipun banyak hal terungkap mengenai karbondioksida (CO2) seiring berjalannya waktu sejak tahun 1990. Penggunaan karbondioksida (CO2) sebagai refrigerant tetap memerlukan perlakuan khusus untuk menghindari masalah yang mungkin muncul pada sistem refrigerant.

Teori Pengawetan Ikan

Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan segar akan mempengaruhi mutu ikan sebgai bahan makanan atau sebagai bahan mentah untuk proses pengolahan lebih lanjut.

Dengan kandunagan air cukup tinggi, tubuh ikan merupakan media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikro organisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang. Terutama pada saat produksi melimpah. Oleh karena itu untuk mencegah proses pembusukan perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan.

Page 5: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Cara-cara pengawetan dan pengolahan pada pascapanen perikanan dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :1. Tubuh ikan mengandung protein dan air yang cukup tinggi, sehingga

merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bekteri pembusuk dan mikroorganisme lain. Karena kondisi ini ikan merupakan komoditi yang mudah busuk.

2. Daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon), sehingga proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan pembusukan pada produk ternak arau hewan darat lain.

3. Produksi bersifat musiman (seasonal production), terutama ikan laut.Dengan kondisi demikian, pada suatu saat produksi ikan sangat

melimpah sedangkan pada saat lain sangat rendah. Oleh karena itu ikan diperlukan cara-cara pengawetan atau pengolahan yang mampu memproses ikan dengan cepat dan cermat terutama pada saat produksi sedang melimpah agar surplus ikan dapat diselamatkan.

Kebutuhan manusia akan ikan tidak pernah mengenal musim. Setiap saat manusia dapat membutuhkan ikan. Dengan dikembangkannya cara –cara pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat, daya tahan ikan dan daya simpan ikan dapat lebih lama sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia setiap saat.

Karena mutu ikan sangat mempengaruhi hasil akhir dari proses pengawetan maupun pengolahan, perlu ditentukan tingkat kesegaran ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku.

Penentuan kesegaran ikan ini sangat berguna untuk :1. Menentukan cara mempertahankan kesegaran ikan berdasarkan

perubahan-perubahan yang telah dialami sebelumnya.2. Menentukan cara pengawetan dan pengolahan yang paling sesuai

diterapkan pada ikan tersebut.3. Menentukan cara penanganan ikan selama penangkapan dan

pengangkutan, agar dapat dikembangakn alternatif cara penagkapan dan penanganan yang lebih baik.

Isu Pengawetan Ikan dengan Zat berbahaya

Seiring mahalnya harga es basah yang dikarenakan karena kenaikan tarif dasar listrik membuat sebagian besar nelayan menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. (http://beritamanado.com/politik-pemerintahan/hati-hatididuga-banyak-nelayan-pakai-formalin-awetkan-ikan/63809.html, 10 Februari 2011)

Dasar Hukum

Berdasarkan undang-undang no 7 tahun 1996 tentang pangan menjelaskan bahwa bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan barang apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Berdasar dari hal itu maka dibutuhkan jenis pengawetan yang baik bagi kesehatan.

Page 6: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Solusi Yang Pernah Ditawarkan

Pada tahun 2006 banyak nelayan yang menggunakan formalin karena harganya jauh lebih murah. Sebagai gambaran, untuk mengawetkan 500 kg ikan segar dibutuhkan es senilai Rp 2,85 juta. Untuk jumlah yang sama dibutuhkan 10 kg formalin yang harganya hanya Rp 7.000 per kg (Sumiskum, 2006). Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menyajikan beberapa alternatif media pendingin baik kombinasi es basah, es basah dengan garam, dan juga air laut.

Gagasan baru yang ditawarkan

Gagasan baru yang ditawarkan adalah dengan merancang suatu konsep alat pendingin dengan menggunakan sistem sirkulasi uap es kering ( dry ice ) yang mendinginkan es basah dan ikan pada ruang muat kapal ikan tradisional yang efektif dan efisien, aman bagi ikan hasil tangkapan, serta murah dan mudah didapatkan oleh nelayan tradisional. Penggunaan konsep PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) sebagai media pengawet ikan pada ruang muat kapal ikan dapat dilihat dari :

1. Segi kesehatan

Secara umum ikan memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya 15-24% protein; 0,1-22% lemak; 1-3% karbohidrat; 0,8-2% substansi anorganik dan 66-84% air (Suzuki 2010). Ikan mengandung protein yang berkualitas tinggi. Protein dalam ikan tersusun dari asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan.

Selain itu protein ikan amat mudah dicerna dan diabsorbsi. Ikan merupakan sumber alami asam lemak Omega 3 yaitu Eicosa Pentaenoic Acid (EPA) dan Dacosa Hexaenoic Acid (DHA), yang berfungsi mencegah arterosklerosis (terutama EPA). Keduanya dapat menurunkan secara nyata kadar trigliserida di dalam darah dan menurunkan kadar kolesterol di dalam hati dan jantung. Kadar asam lemak Omega 3 dalam beberapa jenis ikan laut di perairan Indonesia berkisar antara 0,1 – 0,5 g/100g daging ikan. Dari data yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Gizi Departemen Kesehatan RI, beberapa jenis ikan laut Indonesia memiliki kandungan asam lemak Omega 3 tinggi (sampai 10,9 g/100 g) seperti ikan sidat, terubuk, tenggiri, kembung, laying, bawal, seren, slengseng, tuna dan sebagainya (Suriawiria 2011).

Kelayakan ikan sebagai sumber makanan sangat dipengaruhi oleh mutu ikan itu sendiri. Ikan busuk mengandung senyawa yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan sebaiknya tidak dikonsumsi, diawetkan maupun dioleh lebih lanjut menjadi produk-produk lain.

Sebagai media pengawetan, karbondioksida (CO2) merupakan refrigerant yang tidak beracun, tidak mudah terbakar, tidak berbau, menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak mengadung alkohol. Jika dibandingakan dengan es basah yang dicampurkan dengan air garam maka

Page 7: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

akan membuat ikan lebih asin. Sedangkan penggunaan formalin jelas sangat berbahaya apabila dikonsumsi oleh manusia meskipun tampilan ikan tampak segar.

2. Segi waktu

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan variasi media pendingin menunjukkan bahwa es kering dapat memperpanjang lama waktu pendinginan, sehingga ikan hasil tangkapan lebih awet. Untuk penggunaan perbandingan air laut dan es basah dengan perbandingan 1:2 menghasilkan lama pendinginan selama 32 jam (Urip Prayogi,2006). Untuk penggunaan perbandingan es basah, air laut, dan es kering dengan perbandingan 2:1:0,75 menghasilkan lama pendinginan selama 38 jam (Urip Prayogi,2006). Untuk perbandingan es kering dengan ikan 0,57 : 1 menghasilkan lama pendinginan 18 jam (Riki Andri, 2011). Apabila kita lihat dari segi waktu, es kering dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama sedangkan es basah akan cepat mencair dengan rentang waktu yang cepat sehingga ikan akan cepat membusuk.

3. Segi ekonomis

Dengan meningkatnya harga es balok sebagai akibat dari melonjaknya tarif dasar listrik maka penggunaan es balok menjadi masalah serius bagi para nelayan tradisional sehingga dapat mempengaruhi pendapatan para nelayan karena untuk mengawetkan 100 kg ikan segar dibutuhkan es balok senilai Rp. 570.000,00 sedangkan es kering yang merupakan produk sampingan dari pabrik produksi pupuk dapat didapatkan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan es balok yaitu untuk mengawetkan 100 kg ikan segar hanya dibutuhkan es kering senilai Rp. 228.000,00.

Konsep “PECI Ikan Tradisional” (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal)

Bentuk konsep rancangan yang ditawarkan sebagai alternatif pendinginan untuk ruang muat kapal ikan tradisional seperti gambar berikut.

Gambar 1 : Tampak Samping Desain PECI IKAN TRADISIONAL

Page 8: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Gambar 2 : Tampak Atas Desain PECI IKAN TRADISIONAL

Konsep “PECI Ikan Tradisional”(alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) adalah dengan meggunakan kombinasi 2 media pendingin yaitu es kering yang akan mendinginkan es basah. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa es kering mempunyai suhu permukaan hingga-78oC. karena terbuat dari gas yang dipadatkan maka dalam proses peluruhannya es kering akan berubah fase dari padat menjadi gas dengan tanpa meninggalkan sisa. Hal ini berarti selain dapat merubah komposisi udara, es kering juga mempunyai efek refrigerasi yang lebih besar dibanding es balok yang terbuat dari air sehingga es kering dapat digunakan untuk mendinginkan es basah yang mendinginkan ikan. Satu kilogram karbondioksida padat yang menyublim pada tekanan atmosfer memiliki efek refrigerasi 70% lebih daripada satu kilogram es balok. Dengan kata lain daya pendingin es kering jauh lebih besar dari es biasa dalam berat yang sama. Jika es balok yang mencair (pada 0oC) hanya menyerap panas 80kKal/kg maka es kering yang menyublim dapat menyerap panas sebanyak 136.6 kKal/kg (ASHRAE,1994).

Gas karbondioksida telah mulai digunakan dalam system pengaturan udara untuk ruang penyimpanan daging. Fungsi utamanya adalah mencegah pertumbuhan bakteri semakin tinggi konsentrasi gas karbondioksida dalam ruang penyimpanan semakin efektif pula ia berfungsi sebagai anti bakteri. Sebagai contoh daging yang disimpan pada ruang pengawetan pada suhu 00C dengan udara yang mengandung karbondioksida lebih dari 90 % tidak mengalami pembusukan dalam jangka waktu 3 bulan. Namun apabila pengawetan ikan menggunakan es kering saja juga dapat mengurangi kadar protein yang terkandung pada ikan tersebut. Sehingga konsep “PECI Ikan Tradisional” dengan menggunakan kombinasi es kering dan es basah lebih akan menghasilkan pendinginan dan pengawetan ikan yang lebih baik. Karena dalam kombinasi ini, uap es kering disirkulasikan dan tidak melakukan kontak langsung dengan es kering sehingga kandungan protein dalam ikan dapat terjaga. Fungsi dari es basah pada system ini dapat menjaga kesegaran ikan dan tidak menyebabkan rusaknya tekstur maupun kandungan protein ikan tersebut.

Konsep “PECI Ikan Tradisional” ini juga dapat menambah kuantitas hasil tangkapan ikan karena pada system pendingin ini karena jumlah es basah hanya 0,3 dari jumlah ikan.

Page 9: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

Pihak yang dapat mengimplementasikan

Pihak – pihak yang dapat mendukung implementasi konsep PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) adalah sebagai berikut :1. Departemen Kelautan dan Perikanan yang merupakan pihak yang

berwenang mengeluarkan kebijakan mengenai perikanan di Indonesia.2. Dinas Perikanan yang merupakan pihak yang menbantu mewacanakan

kepada masyarakat akan konsep perancangan PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal). Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mensosialisasikan program PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) ini antara lain melalui iklan di media massa, pematenan produk dan legalitas dari kegiatan. Dengan adanya dukungan dari Pemerintah bidang kelautan dan perikanan, maka program pengewetan ikan dengan konsep PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) dapat terealisasikan dengan baik.

3. Tim riset PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) dan pihak yang mengerti tentang system pengawetan ikan pada kapal.

4. Nelayan yang sangat berperan penting dalam implementasi konsep PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) untuk menjaga agar ikan tetap segar dan kandungan gizi ikan dapat terjaga sehingga meningkatkan mutu kesehatan masyarakat Indonesia.

Langkah-langkah strategis implementasi gagasan

Adapun langkah-langkah untuk mengimplementasikan gagasan mengenai konsep PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) adalah:1. Bekerja sama dengan dinas Perikanan untuk melakukan sosialisasi

kepada nelayan dan masyarakat pesisir tentang konsep PECI IKAN TRADISIONAL. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mensosialisasikan program PECI Ikan Tradisional ini antara lain melalui iklan di media massa, pematenan produk dan legalitas dari kegiatan. Dengan adanya dukungan dari Pemerintah bidang kelautan dan perikanan, maka program pengewetan ikan dengan konsep PECI Ikan Tradisional ini dapat terealisasikan dengan baik.

2. Melakukan kerjasama dengan perusahaan pabrik pupuk yang menghasilkan es kering sebagai produk sampingan. Produsen tersebut akan menjadi partner untuk mendapatkan pasokan es kering yang lebih murah lagi.

3. Melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan untuk memproduksi konsep PECI IKAN TRADISIONAL dengan harga yang terjangkau oleh nelayan dan masyarakat pesisir pantai.

Page 10: Pkm Gt Peci Ikan Tradisional

KESIMPULAN

Inti gagasan

PECI Ikan Tradisional (alat PEndingin dengan system Chilled Ice untuk kapal Ikan Tradisonal) merupakan suatu konsep alat inovatif yang memberi solusi bagi para nelayan untuk tetap mempertahankan kualitas ikan pada saat pelayaran hingga pendistribusian dan memperbesar ruang muat kapal untuk meningkatkan kuantitas ikan hasil tangkapan tanpa merusak kandungan gizi dari ikan sehingga berpotensi menambah pendapatan nelayan tradisional.

Teknik Implementasi gagasan

Prediksi Keberhasilan Gagasan