pkl p3gi
-
Upload
muhammad-arif-taufiq -
Category
Documents
-
view
427 -
download
35
Transcript of pkl p3gi
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG
PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA
INDONESIAN SUGAR RESEARCH INSTITUTE
VALIDASI METODE PENENTUAN KADAR LOGAM Pb, Cu,
As PADA GULA SERTA Ca, Mg, Zn dan Fe PADA TANAH
DAN PUPUK MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER
SERAPAN ATOM
DIAJUKAN OLEH :
RIZKA NOVIATI 0810923077SHABRINA ADANI PUTRI 0810923079
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2011
LEMBAR PENGESAHAN
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyetujui rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan oleh mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya, sebagaimana tersebut di bawah ini :
Nama Kegiatan : Praktek Kerja Lapang
Tempat : PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA
Alamat : Jalan Pahlawan No 25 Pasuruan 67126
Telp (0343) 421086, Fax (0343) 421178
Pelaksanaan : 11 Juli s.d. 5 Agustus 2011
Peserta : 1. Rizka Noviati 0810923077
2. Shabrina Adani Putri 0810923079
Malang, 21 Juni 2011
Menyetujui,Dosen Pembimbing
Yuniar Ponco PranantoS.Si.,M.Sc.NIP. 19810620 200501 1 002
Mengetahui,Ketua Jurusan KimiaUniversitas Brawijaya
Dr. Sasangka Prasetyawan, MSNIP. 19630404 198701 1 001
1
1. LATAR BELAKANG
Dalam era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang pesat. Di Indonesia program Praktek Kerja Lapang telah
ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka memperoleh kesesuaian dan
kesepadanan (Link and Match) antara perguruan tinggi sebagai penghasil
tenaga kerja dengan dunia industri sebagai pemakai tenaga kerja. Sistem
Praktek Kerja Lapang membantu sekali transfer pengetahuan sekaligus
penerapan pengetahuan secara nyata bagi mahasiswa dari pihak institusi
pendidikan. Keuntungan dari pihak industri pada sistem Praktek Kerja
Lapang adalah industri mendapatkan tenaga kerja yang siap dan terbiasa
dengan kerja secara nyata. Mengingat pentingnya kegiatan Praktek Kerja
Lapang, jika tidak dilaksanakan akan dapat menimbulkan kesenjangan antara
dunia industri dan institusi pendidikan. Sebagai salah satu elemen dunia usaha
di Indonesia berkewajiban membantu program pemerintah.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula yang berada di kota Pasuruan
merupakan suatu lembaga yang mengabdi pada perindustrian gula yang
mencakup BPUN (PTP GULA) dan PT Gula. Dengan memperhatikan
pengembangan industri gula akhir-akhir ini, P3GI melihat perubahan yang
sangat drastis. Adanya keinginan untuk mempertahankan swasembada
pangan dengan adanya kebijakan mempersempit penggunaan lahan sawah
untuk tebu, maka saat ini P3GI berfungsi sebagai melaksakan penelitian atau
riset dengan tujuan untuk meningkatkan produksi gula atau pemanis buatan
di Indonesia dan menyampaikan hasil-hasil penelitian untuk kepentingan
industri gula dan peningkatan hasil pendapatan baik bagi petani atau
pengusaha perkebuna tebu. Dalam meningkatkan perananya pada industry
gula, P3GI menghasilkan produk, teknologi, dan jasa yang erat kaitannya
baik budidaya tanaman tebu maupun pengelolahanya menjadi gula. Produk
dan jasa tersebut mencakup bibit unggul tebu, media kultur jaringan, analisa
bahan, mesin dan peralatan, serat jasa kepakaran, baik berupa pengujian,
penerapan maupun konsultasi teknik manajemen (P3GI, 1989).
2
Salah satu jasa yang paling dibutuhkan para petani tebu adalah analisa
bahan yang dalam hal ini adalah gula, analisa media kultur jaringan yang
dalam hal ini adalah tanah serta analisa bahan pengelolahnya seperti pupuk.
Pada gula, tanah maupun pupuk ini sendiri memiliki kadar logam tertentu,
yang apabila kadarnya lebih besar ataupun lebih kecil dari yang telah
distandarisasikan oleh SNI akan mempengaruhi mutu dari gula, tanah dan
pupuk sendiri (P3GI, 1989).
Menurut Subowo et al. (1999) adanya logam berat dalam tanah
pertanian dapat menurunkan produktifitas pertanian dan kualitas hasil
pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi
pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut.
Petani-petani didaerah semakin banyak yang menggunakan obat-obatan
pertanian dengan harapan dapat meningkatkan hasil produksinya yang
maksimal tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan pada tanaman
dan lingkungan sekitarnya. Secara bertahap pemakaian bahan agrokimia
(pupuk dan pestisida) dalam sistem budidaya pertanian harus dikurangi,
karena bahan agrokimia mengandung logam berat yang termasuk bahan
beracun berbahaya (B3). Penggunaan bahan agrokimia yang tidak terkendali
dapat mengakibatkan terakumulasinya zat-zat kimia berbahaya dalam tanah
(sutamiharja & Rizal, 1985).
Logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang
selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan, logam akan
terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi
manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi (Alloway,
1990).
Untuk menganalisa kadar logam Pb,Cu, As , Ca, Mg, Fe dan Zn yang
terkandung pada gula, tanah dan pupuk digunakan instrument
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) karena metode AAS ini dapat
menganalisis unsur-unsur logam pada konsentrasi dari kuantitas trans (renik)
sampai kuantitas makro, metode ini juga mampu menganalisis kadar logam
dalam berbagai pelarut.3
Berdasarkan uraian diatas perlu adanya kajian mengenai kandungan
logam berat berbahaya yang tersedia dalam tanah dan terserap oleh tanaman
tebu. Sebagai akibat dari penggunaan pupuk yang berlebihan. Dengan adanya
informasi mengenai kandungan Pb, Cu dan As dalam tanaman tebu,
diharapkan petani dapat mengurangi penggunaan pupuk yang berdampak
negatif pada tanaman tebu. Dengan demikian produksi tanaman tebu yang
maksimal akan didukung oleh kualitas yang baik serta aman untuk
dikosumsi.
2. TUJUAN DAN KEGUNAAN
2.1. Tujuan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk :
a. Mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga praktis yang kreatif, terampil
dan jujur dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya.
b. Dapat menerapkan bidang keilmuwan yang didapat di bangku kuliah
kedalam dunia kerja secara nyata.
c. Memenuhi salah satu mata kuliah pilihan di jurusan Kimia Fakultas
MIPA UniversitasBrawijaya.
d. Melakukan observasi tentang Validasi Metode Penentuan Logam Pb,
Cu, As untuk Gula serta Ca, Mg, Zn dan Fe pada Pupuk dan Tanah
menggunakan AAS sehingga mahasiswa dapat berpikir kristis dan
berwawasan luas mengenai aplikasi di lapang.
2.2. Kegunaan
2.2.1. Bagi Mahasiswa
a. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan.
b. Memperluas pengetahuan, pengalaman dan wawasan sebelum terjun
ke dunia kerja yang sarat dengan persaingan-persaingan.
c. Memperdalam dan meningkatkkan kualitas, keterampilan dan
kreativitas.
4
d. Melatih diri agar tanggap dan peka dalam menghadapi situasi dan
kondisi lingkungan kerja.
e. Mengukur kemampuan mahasiswa dalam bersosialisasi dan bekerja
dalam suatu perusahaan.
f. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman sebagai generasi
terdidik untuk terjun dalam masyarakat terutama di lingkungan
industri.
2.2.2. Bagi Perguruan Tinggi khususnya Jurusan Kimia
a. Mencetak tenaga kerja yang terampil dan jujur dalam menjalankan
tugas.
b. Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana
kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan tenaga
kerja yang terampil di bidangnya.
c. Sebagai sarana pengenalan instansi pendidikan perguruan tinggi
khususnya Jurusan Kimia, pada badan usaha perusahaan yang
membutuhkan lulusan, atau tenaga kerja yang dihasilkan oleh
perguruan tinggi.
2.2.3. Bagi Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia
a. Memanfaatkan sumber daya manusia yang potensial.
b. Sebagai sarana untuk menjembatani hubungan kerjasama
antara perusahaan dengan perguruan tinggi di masa yang akan datang,
khususnya mengenai rekruitmen tenaga kerja.
c. Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas pendidikan yang
ada di perguruan tinggi.
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pencemaran Logam pada Gula
5
Gula yang telah diproduksi harus dianalisa terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah gula memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah
dan layak dikonsumsi oleh masyarakat. Berikut adalah tabel syarat mutu gula
yang diambil dari SNI 01-3140.2-2006 Gula Rafinasi
Table 1. Syarat mutu gula kristal
No Kriteria Uji SatuanPersyaratan
I II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Polaroisasi
Gula Reduksi
Susut Pengeringan
Warna larutan
Abu
Sedimen
Belerang dioksidasi (SO2)
Timbal (Pb)
Tembaga(Cu)
Arsen (As)
Angka Lempeng Total(ALT)
Kapang
Khamir
oZ
%
%, b/b
IU
%, b/b
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
koloni/10 g
koloni/10 g
koloni/10 g
Min 99.80
Maks 0,04
Maks 0,05
Maks 45
Maks 0,03
Maks 7,0
Maks 2,0
Maks 2,0
Maks 2,0
Maks 1,0
Maks 200
Maks 10
Maks 10
Min 99.70
Maks 0,04
Maks 0,05
Maks 80
Maks 0,05
Maks 10
Maks 5,0
Maks 2,0
Maks 2,0
Maks 1,0
Maks 250
Maks 10
Maks 10
CATATAN : Z=Zuiker=Sukrosa : IU= ICUMSA UNIT
a) Timbal
Logam timbal (Pb) merupakan logam yang sangat populer dan banyak
dikenal oleh masyarakat awam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya Pb
yang digunakan di industri nonpangan dan paling banyak menimbulkan
keracunan pada makhluk hidup. Pb adalah sejenis logam yang lunak dan
berwarna cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan.
Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang
sering disebut galena. Senyawa ini banyak ditemukan dalam
6
pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh
penggunaan Pb ini adalah sering menyebabkan keracunan. Pb mempunyai
sifat bertitik lebur rendah, mudah dibentuk, mempunyai sifat kimia yang
aktif, sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah
perkaratan. Bila dicampur dengan logam lain, membentuk logam
campuran yang lebih bagus daripada logam murninya, mempunyai
kepadatan melebihi logam lain. Logam Pb banyak digunakan pada industri
baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang
paling banyak digunakan sebagai zat antiletup pada bensin. Pb juga
digunakan sebagai zat penyusun patri atau solder dan sebagai formulasi
penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk rumah tangga
mempunyai banyak kemungkinan kontak dengan Pb . Logam Pb dapat
masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman.
Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan
tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian.
Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati,
kuku, jaringan lemak, dan rambut.
b) Tembaga
Tidak seperti logam-logam Hg, Pb, dan Cd, logam tembaga (Cu)
merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan,
termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di
dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam
makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam
tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan.
Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 mg/kg berat badan. Pada
kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal.
Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala
yang akut. Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk
organik dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang
memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna yang biasanya
bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn. 7
Garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya sebagai
larutan “Bordeaux” yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi
jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa CuSO4 juga sering
digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan
juga mengobati penyakit kuku pada domba .
c) Arsen
Arsen (As) atau sering disebut arsenik adalah suatu zat kimia yang
ditemukan sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di alam merupakan
bentuk senyawa dasar yang berupa substansi inorganik. Arsen inorganik
dapat larut dalam air atau berbentuk gas dan terpapar pada manusia.
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (1975),
arsen inorganik bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan kesehatan
kronis, terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat
racun yang sangat kuat.
3.2 Pencemaran logam pada Tanah
Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke
tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan
mengakibatkan pemcemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak
lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya
(B3) yang di dalamnya terdapat logamlogam berat. Menurut Arnold (1990 dalam
Subowo et al. 1995), logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa
jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat
Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingka tertentu
menjadi logam beracun bagi makhluk hidup. Kandungan logam berat didalam
tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel
2). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam
pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu
sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi
logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam
8
tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan
spesies tanaman (Darmono 1995).
Table 2. Kandungan logam dalam tanah (µg/g)
Logam KandunganKisaran Non
Populasi
As 100 5-3000
Co 8 1-40
Cu 20 2-300
Pb 10 2-200
Zn 50 10-300
Cd 0,06 0,05-0,7
Hg 0,03 0,01-0,3
Sumber : Peterson and Alloway (1979) dalam Darmono (1995)
Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan bahan
kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan atau
pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi logam berat dan
lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a) proses sorbsi atau
desorbsi, b) difusi pencucian, dan c) degradasi. Besarnya penjerapan logam berat
dalam tanah dipengaruhi oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam
tanah, kandungan air tanah, dan sifat-sifat tanah misalnya bahan organik dan liat
(Cliath dalam Connel & Miller 1995). Logam berat dalam tanah pada prinsipnya
berada dalam bentuk bebas (mobil) maupun tidak bebas (immobil). Dalam
keaadan bebas, logam berat dapat bersifat racun dan terserap oleh tanaman.
Sedangkan dalam bentuk tidak bebas dapat berikatan dengan hara, bahan organic,
ataupun anorganik lainnya. Dengan kondisi tersebut, logam berat selain akan
mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontamibasi hasil
9
tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi
keseimbangan dalam tanah,kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar,
dan selanjutnya akan terdistribusi kebagian tanaman lainnya. Gambar 1
menjelaskan dinamika logam berat pada tanah dan tanaman.
Gambar 1. Dinamika logam berat pada tanah dan tanaman
Sumber : Peterson and Alloway (1979) dalam Alloway
3.3 Pencemaran logam pada Pupuk
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia
(pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk
organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu
sumber logam berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu
sendiri, seperti Cd banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat),
Cr pada batuan beku ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada bauan sedimen pasir
(0,29 ppm berat), Pb pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway 1990). Pupuk
yang digunakan dalam kegiatan pertanian juga merupakan pemasok logam berat
10
dalam tanah. Tabel 3 menunjukkan kisaran logam berat yang terdapat di dalam
pupuk.
Table 3. Kisaran umum konsentrasi logam berat pada pupuk
Umur Pupuk Fosfat Pupuk Nitrat Pupuk Kandang
B 5-115 - 0,3-0,6
Cd 0,1-170 0,05-8,5 0,1-0,8
Co 1-12 5,4-12 0,3-24
Cr 66-245 3,2-19 1,1-55
Cu 1-300 - 2-172
Hg 0,01-1,2 0,3-2,9 0,01-0,36
Mn 40-2000 - 30-969
Mo 0,1-60 1-7 0,05-3
Ni 7-38 7-34 2,1-30
Pb 7-225 2-27 1,1-27
Sb <100 - -
Se 0,5 - 2,4
U 30-300 - -
V 2-1600 - -
Za 50-1450 1-42 15-566
3.4 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis untuk
penentuan konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada
proses penyerapan radiasi sumber oleh atomatom yang berada pada tingkat energi
dasar (ground state). Proses penyerapan energi terjadi pada panjang gelombang
yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses penyerapan tersebut
menyebabkan atom penyerap tereksitasi: elektron dari kulit atom meloncat
11
ketingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang diserap
sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar yang
menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat penyerapan radiasi
(absorbansi) atau mengukur radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka
konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan.
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi
unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk
analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam
keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah
energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas
asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk
membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground
state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang
menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut
dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
I = Io . a.b.c
Atau
Log I/Io = a.b.c
A = a.b.c
dengan,
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium
nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala tersebut sebanding dengan
konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan demikian, dari pemplotan 12
serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh kurva kalibrasi.
Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan
diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan.
Bagian-bagian SSA :
a. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada
setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,
seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.
Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal. Lampu katoda berfungsi sebagai
sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji,
akan mudah tereksitasi.
13
Lampu katoda memproduksi sebuah sinar yang memilki spektra garis yang sempit
dan spesifik tergantung dari material katoda yang digunakan. Dalam lampu
katoda, sebuah katoda dan lapisan anoda ditutup dengan sebuah bahan gelas dan
diisi dengan gas argon maupun neon yang tekanannya dikurangi hingga 7,5 mBar
(10 torr). Gas pengisi dipilih untuk mengurangi interfensi spektra. Katoda dan
anoda didisain guna menghasilkan sebuah muatan garis spektra yang stabil dan
sangat sempit (biasanya 0.001 nm).
b. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi
gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000K, dan ada
juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan
kisaran suhu ± 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk
pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam
tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan
yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam
Spektrofotometri Serapan Atom.
c. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata,dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada
burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api.
d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol
intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa
digunakan ialah monokromator difraksi grating.
e. Detektor
14
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi
yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi
sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk
mendapatkan data. Detektor SSA tergantung pada jenis monokromatornya, jika
monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor
yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan
adalah detektor photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang
dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu
mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan
dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat
dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron
yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada
instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.
f. Sistem Pembacaan
15
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau
gambar yang dapat dibaca oleh mata.
g. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya
bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah
sedemikian rupa di dalam ducting, agar ppolusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Bagan Alat SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) :
3.5 Verifikasi Spektrofotometer Serapan Atom(SSA)
Spektrometri Serapan Atom adalah Salah satu metode analisis unsur yang
umum digunakan orang, biasanya mengacu kepada standar baku seperti ASTM,
APHA, AOAC, SNI dan lain-lain. Laboratorium Spektrometri Serapan Atom
(SSA) dibidang SBR-PTNBR dalam rangka mengikuti sistem mutu yang
mengacu pada standarisasi BATAN menggunakan metode standar ASTM, karena
jika menggunakan metode standar, validasi metode tidak perlu dilakukan, tetapi
16
metode yang dipakai harus diverifikasi . Hal ini perlu dilakukan untuk melihat
kemampuan peralatan yang dimiliki laboratorium, khususnya SSA.
Untuk mengetahui kondisi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang
digunakan, maka spesifikasiyang diberikan harus dicek terlebih dahulu. Biasanya
pabrik yang membuat instrumen tersebut menyertakan kondisi yang sesuai dengan
spesifikasi instrumen yang tercantum dalam buku manual metode. Pekerjaan ini
dinamakan verifikasi atau uji kinerja alat . Verifikasi SSA yang dilakukan
meliputi penentuan kepekaan atau sensitivitas, presisi (Ripitabilitas), bats daerah
kerja dan batas deteksi.
Dalam kegiatan ini, dilakukan verifikasi yang meliputi penentuan
kepekaan atau sensitivitas, presisi (Ripitabilitas), batas daerah kerja dan batas
deteksi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Verifikasi untuk unsur Mn, Cu,
Cd, Fe, Zn, Pb ,Ca, Mg, K, dilakukan menggunakan metode nyala sedangkan
unsur Hg dan As menggunakan metode pembentukan hidrida.
Sensitivitas adalah konsentrasi analit minimum yang memberikan nilai
absorbansi ( A=0.0044) dihitung menggunakan rumus :
S=0.0044xC/A
Dimana:
C = Konsentarsi
A=Absorbansi
Nilai kepekaan masing-masing unsur tercantum dalam buku manual metode alat.
Presisi ditentukan melalui sejumlah populasi data hasil pengukuran berulang.
Indikator presisi biasanya menggunakan simpangan baku yang menunjukkan
variasi populasi data yang diperoleh. Alat yang dikatakan mempunyai presisi yang
baik bila RSD ≤1 % dari absorbansi rata-rata.
Penentuan batas daerah kerja dilakukan dengan mencari daerah
konsentrasi yang masih berada pada daerah linear , kemudian menjadi tidak linear
( melengkung). Bagian yang linear dapat diamati secara visual dn akan memenuhi
persamaan Y = ax+b dengan koefisien korelasi (r) menedekati l.
Batas deteksi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam cuplikan yang
dapat terdeteksi, tetapi jika perlu terkuantisasi, dibawah kondisi pengujian yang 17
disepakati. Nilai batas deteksi alat diambil dari nilai rata-rata blanko contoh
ditambah tiga simpangan baku.
Pentingnya jaminan mutu hasil pengujian sudah lama disadari oleh para
praktisi laboratorium di seluruh dunia. Standar Internasional ISO/IEC 17025 :
2005 dalam butir 5.9 mengharuskan laboratorium penguji dan kalibrasi memiliki
prosedur pengendalian mutu untuk memantau keabsahan pengujian / kalibrasi
yang dilakukan. Dalam klausal tersebut dapat dilihat pentingnya ketentuan
penggunaan bahan acuan bersertifikat (SRM) dan pengendalian internal
menggunakan bahan acuan sekunder sebagai upaya jaminan mutu, selain
keikutsertaan dalam uji profisiensi dan yang lainnya.
Mekanisme pengalihan akurasi langsung dari SRM sangat tidak ekonomis,
karena mengkonsumsi banyak SRM yang sangat mahal dan sukar diperoleh.
Sedangkan bahan acuan sekunder pun keberadaannya terbatas. Untuk mengatasi
hal ini, dapat dibuat kontrol sampel internal laboratorium untuk digunakan
sebagai sarana kendali mutu ( Quality Control) hasil uji laboratorium.
Pada tahap awal perencanaan pembuatan kontrol sampel misalnya
pembuatan kontrol sampel Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), hal utama yang
perlu diperhatikan adalah pemilihan jenis analit dan level konsentrasinya.
Dikarenakan penggunaannya bersifat internal, maka pemilihan jenis analit dan
level konsentrasinya tertentu dapat disesuaikan dengan jenis pengujian yang biasa
dikerjakan laboratorium. Mengingat level konsentrasi analit logam dalam air
minum biasanya sangat kecil (trace), maka pengendalian kontaminasi terhadap
semua peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan kontrol sampel, mulai
dari peralatan gelas, (pipet, labu takar, dan sebagainya) hingga botol-botol
pengemas.
Pada proses pembuatan, faktor keseragaman (homogenisasi) dan
kestabilan kontrol sampel merupakan hal penting. Keseragaman kandidat kontrol
sampel dapat diuji dengan melakukan uji homogenitas, sementara kestbilan
kandidat kontrol sampel diperoleh dengan menggunakan bahan pengawet yang
dipilih berdasarkan jenis analitnya. Untuk kebanyakan analit logam pengawetan
cukup dilakukan dengan menambahkan asam hingga pH larutan < 2.18
Kandidat kontrol sampel yang sudah homogen selanjutnya dikemas dalam
botol-botol penyimpan. Pemilihan jenis botol pun cukup kritis disini karena tidak
semua analit logam cocok untuk disimpan dalam satu jenis botol . sebagai contoh,
nalit Na (Natrium) tidak cocok disimpan dalam botol gelas borosilikat karena
dapat terjadi kontaminasi Na dari botol gelas tersebut, namun sebaliknya analit
Merkuri (Hg) lebih cocok disimpan dalam botol gelas.
Kontrol sampel yang sudah dikemas dalam botol-botol ini kemudian siap
digunakan sebagai kontrol sampel untuk pengujian logam terkait dalam sampel
AMDK, atau sampel lain yang bermatriks sama atau mirip dengan AMDK
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis
yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan
didefinisikan sebagaimana cara penentuannya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan
untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel,
dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007). Beberapa
parameter validasi diuraikan di bawah ini:
3.5.1 Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus berikut (Harmita, 2004):
% Perolehan kembali = x 100%
Cr = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan
Ca = Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku
C = konsentrasi Baku
3.5.2 Keseksamaan (precision)
19
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen (Harmita, 2004).
3.5.3 Batas Deteksi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas ini dapat diperoleh
dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):
Keterangan: SB = simpangan baku
3.5.4 Batas Kuantitasi
Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas ini dapat diperoleh dari
kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):
Keterangan: SB = simpangan baku
3.6 Destruksi Sampel
Untuk menentukan kandungan mineral bahan harus dihancurkan atau
didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan
pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat
organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang
digunakan (Apriantono, 1989).
20
3.6.1 Destruksi Basah
Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik
dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam
mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan dapat
mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam
larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi
basah biasanya menggunakan H2SO4, HNO3, dan HClO4 atau campuran dari
ketiga asam tersebut (Anderson, 1987).
Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang
digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon
lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara
pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk
mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari
kehilangan mineral akibat penguapan (Apriantono, 1989).
3.6.2 Destruksi kering
Destruksi basah merupakan sebuah prosedur dimana sampel yang telah
diketahui beratnya diletakkan pada sebuah krus, lalu ke sebuah tanur yang
dipanaskan pada suhu tertentu. Krus umumya terbuat dari platinum dan juga
tersedia krus yang terbuat dari perselen, silika, besi, dan nikel (Chapple, 1991).
Perhatian harus diberikan pada saat melakukan destruksi kering karena ada tiga
kemungkinan sumber kehilangan unsur tertentu seperti:
Kehilangan mekanis pada saat pengeringan sampel, misalnya jika sampel
dikeringkan dengan sangat cepat, tejadi kehilangan zat dari krus. Dengan
demikian untuk mencegah hal ini terjadi, diperlukan proses pengeringan yang
relatif lambat
Kehilangan zat pada saat penguapan sampel dalam tanur. Logam yang
memiliki titik uap yang rendah seperti Sb, Cr, Mo, Fe, Mg, Al, dll yang mana
akan mudah lepas saat pengabuan pada suhu 550o C.
21
Penyerapan zat ke dalam krus dapat saja terjadi, kecuali pada wadah
platinum. Hal terburuk dapat terjadi apabila sampel mengandung logam
halida atau senyawa fospat (Chapple, 1991).
3.7 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri Serapan Atom digunakan untuk analisis kuantitatif
unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit
(ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu
sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel
tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai
kepekaan yang tinggi, pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya
sedikit
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi energi
cahaya oleh atom- netral pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat
unsurnya. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memeperoleh energi
sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat
eksitasi (khopkar, 1990).
Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal pertama kali diperkenalkan
pada awal tahun 1970. Secara umum alat ini memiliki tingkat kesensitivan yang
tinggi karena seluruh sampel diatomisasi dalam periode yang singkat. Sensitivitas
dan batas deteksinya ialah 20 hingga 1000 kali lebih baik dibandingkan dengan
metode flame emission spectrophotometry (Berg, 1985). Selain itu volume sampel
yang dibutuhkan relatif sedikit, yaitu biasanya ± 0,5-10 μL. Sedangkan peralatan
yang dibutuhkan pada analisis elektrotermal ini adalah sama dengan peralatan
pada metode absorpsi nyala. Sebagian besar instrumen didesain secara modern
sehingga perubahan tipe atomisasi ke tipe lain merupakan persoalan yang relatif
mudah (Skoog, 1988)
Keuntungan dari penggunaan grafit furnis ini yaitu (Chapple, 1991):
Sensitivitas yang tinggi
Hanya membutuhkan volume sampel yang sedikit
Penggunaan sampel yang efisien (tanpa pembuangan) 22
Mencapai batas deteksi yang rendah
Sebagian besar sampel dapat dianalisis dengan atau tanpa perlakuan
Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal didasari oleh prinsip yang
sama dengan Spektrofotometri Serapan Atom dengan nyala tetapi dilengkapi alat
pengatomisasi elektrik panas atau grafit furnis yang diletakkan pada standard
burner.
Penetapan kadar yaitu dengan cara pemanasan sampel terbagi dalam tiga
tahap, yaitu (Berg, 1985):
pertama, pemanasan dengan suhu rendah pada tube untuk mengeringkan
sampel
kedua, atau disebut dengan tahap pengarangan, menghancurkan bahan
organik dan menguapkan komponen matriks lainnya pada suhu medium
terakhir, pemanasan dengan suhu tinggi pada tube atau pemijaran dengan
menggunakan gas inert sehingga terjadi atomisasi.
4. METODOLOGI
Kegiatan yang akan dilakukan pada Praktek Kerja Lapang adalah
menganalisa kadar logam Pb, Cu, As pada gula serta Ca, Mg, Zn, Fe pada
tanah dan pupuk menggunakan instrument AAS. Berikut adalah alat dan
bahan yang akan dibutuhkan serta tahapan kegiatan observasi Praktek Kerja
Lapang yang akan dilakukan tentang Validasi Metode penentuan logam Pb,
Cu, As, Mg, Zn, Ca dan Fe dengan menggunakan AAS.
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
4.2.1.1 Alat pada Analisa kadar logam As,Cu dan Pb pada gula
Peralatan gelas, labu ukur 100 ml, dengan corong penyaring (glass filter funnel );
spektrofotometer Serapan Atom (SSA); lampu katode arsen; lampu katode timbal;
graphite furnace; timbangan analitik, ketelitian 1 mg.
4.2.1.2 Alat pada Analisa Ca, Mg, K dan Na pada Tanah23
Tabung perkolasi, labu ukur 50 ml dan 100 ml, labu semprot, Spektrofotometer,
Flamefotometer, Atomic absorption spectrophotometer (AAS)
4.2.1.3 Alat pada analisa logam Fe, Al, Ca dan Mg pada Pupuk
Neraca analitik 4 desimal, labu takar volume 100 ml, pemanas listrik/hot plate,
dispenser 10 ml/pipet ukur 10 ml, Dilutor/pipet volume 1 ml, AAS
4.2.2 Bahan
4.2.2.1 Bahan untuk Analisa kadar logam pada Gula
Asam nitrat pekat ( p20 = 1,42 g/ml), asam nitrat 1 % (v/v), hidrogen peroksida,
(30 g/100 ml), Nikel nitrat, (0,5 g/100 ml), larutan standar arsen (1000 mg/l ),
Larutkan 1,320 g arsen oksida dengan larutan NaOH (20 g/100 ml). Netralkan
dengan asam sulfat (20 g/100 ml), gunakan fenolftalin sebagai indikator,
kemudian tepatkan hingga 1 liter dengan asam sulfat (1 g/100 ml), larutan
amonium dihidrogen orthofosfat (4 g/100 ml), larutan standar timbal, (1000 mg/l).
4.2.2.2 Bahan untuk analisa kadar logam pada tanah
a) Perkolasi
Amonium asetat 1 M, pH 7,0, etanol 96 %, HCl 4 N, NaCl 10%, Pasir kuarsa
bersih, filter pulp, amonium asetat 4 M, pH 7,0, Standar pokok 1.000 ppm K,
standar pokok 1.000 ppm Na, standar pokok 1.000 ppm Ca, standar pokok 1.000
ppm Mg, standar campur 200 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca.
Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg
(0-50 ppm). Larutan La 2,5 %, larutan La 0,125 %, asam borat 1%, natrium
Hidroksida 40 %, batu didih, penunjuk Conway, larutan baku asam sulfat 1N
(Titrisol), H2SO4 4 N, larutan baku asam sulfat 0,050 N
b) KTK cara kolorimetri24
Larutan Fenol, larutan sangga Tartrat, Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %, standar
pokok 2500 m.e. NH4+ , standar NH4+ 0 dan 25, deret standar 0 – 25 m.e. NH4+
4.2.2.3 Bahan untuk analisa kadar logam pada pupuk
HCl 25% (HCl pa. 37%, Bj. 1,19), standar 0, standar induk Fe, Al, Ca dan
Mg masing-masing 1.000 ppm, larutan standar titrisol, standar 100 ppm Fe,
standar campur Fe (10 ppm) dan Al (100 ppm), deret standar campuran Fe dan Al
dengan kepekatan (0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm Fe) dan (0; 10; 20; 40; 60; 80; dan
100 ppm Al), standar campuran 250 ppm Ca, dan 50 ppm Mg, standar campuran
25 ppm Ca dan 5 ppm Mg, deret standar campuran Ca dan Mg dengan kepekatan:
(0; 2,5; 5; 10; 15; 20; dan 25 ppm Ca) dan (0; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm Mg)
4.3 Cara Kerja
4.3.1 Analisa Kadar logam Arsen (As) dan Timbal (Pb) dalam Gula
Metodologi yang akan digunakan adalah sesuai dengan SNI 01-3140.2-2006 Gula
Rafinasi
a) Pelarutan (Digestion)
Timbang ± 5,000 g sampel dalam labu ukur dan tutup dengan corong
penyaring. Tambahkan 10 ml asam nitrat pekat kemudian letakkan labu ukur pada
pemanas listrik (hot plate). Panaskan, pertama dengan panas kecil kemudian
lanjutkan hingga asap warna coklat yang timbul hilang. Angkat labu ukur dari
pemanas kemudian dinginkan, tambahkan 5 ml hidrogen peroksida. Pemanasan
dilanjutkan hingga timbul asap berwarna coklat dan hilang. Ulangi lagi
penambahan 5 ml hidrogen peroksida dan pemanasan hingga 2 kali lagi sampai
asap warna coklat yang timbul hilang. Jika pada penambahan ketiga masih ada
asap, suhu pemanasan dinaikkan hingga cairan melapisi bagian bawah dari labu
ukur. Kemudian dinginkan dan pindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 50 ml
dan tepatkan dengan air suling.
b) Pembuatan Blanko25
Sebagai blanko dilakukan cara yang sama tanpa contoh.
c) Pembuatan larutan standar
Buat larutan standar dengan konsentrasi 0,000; 0,010; 0,020 dan 0,030
mg/l dari larutan induk 1000 mg/l menggunakan larutan asam nitrat 1 % (v/v)
sebagai pengencer dengan cara sebagai berikut:
- pipet 10 ml larutan induk As atau Pb kemudian encerkan dengan asam nitrat
fraksi volume 1% hinga 1000 ml akan diporoleh larutan dengan konsentrasi
10 mg/l As atau Pb.(larutan A);
- pipet 10 ml larutan A (As atau Pb) kemudian encerkan dengan asam nitrat
fraksi volume 1% hingga 1000 ml akan diperoleh larutan dengan konsentrasi
0,1 mg/l As atau Pb (larutan B);
- pipet 0, 10, 20 dan 30 dari larutan B (As atau Pb) kemudian encerkan dengan
asam nitrat fraksi volume 1% hingga 100 ml akan diporoleh larutan dengan
konsentrasi 0,010, 0,020 dan 0,030 mg/l As atau Pb.
d) Kalibrasi dan penentuan As
Siapkan SSA, kemudian atur kondisi operasional untuk analisis As sesuai
dengan cara kerja alat. Tepatkan panjang gelombang 193,7 nm dengan celah 0,7
nm. Ukur larutan standar As dengan pengulangan minimal 2 kali atau hingga
perbedaan masing-masing ulangan tidak lebih dari 10 %. Catat luas area puncak
atau absorben dari masing-masing larutan standar. Kemudian buat grafik
hubungan konsentrasi dengan luas area puncak atau absorben akan diperoleh
persamaan garis regresi. Ukur larutan contoh, setiap 5 kali pengukuran dilakukan
pengukuran ulang larutan standar As 0,020 mg/l untuk memeriksa kestabilan
kalibrasi. Apabila terjadi penyimpangan lebih dari 10 % maka dilakukan kalibrasi
dan pengukuran ulang sampel sebelum di periksa.
e.) Kalibrasi dan penentuan Pb
Disiapkan SSA, kemudian atur kondisi operasional untuk analisis Pb
sesuai dengan cara kerja alat. Tepatkan panjang gelombang 283,3 nm dengan 26
celah 0,7 nm. Ukur larutan standar Pb dengan pengulangan minimal 2 kali atau
hingga perbedaan masing-masing ulangan tidak lebih dari 10 %. Catat luas area
puncak atau absorben dari masing-masing larutan standar. Kemudian buat grafik
hubungan konsentrasi dengan luas area puncak atau absorben, akan diperoleh
persamaan garis regresi. Ukur larutan contoh, setiap 5 kali pengukuran dilakukan
pengukuran ulang larutan standar Pb 0,020 mg /l untuk memeriksa kestabilan alat.
Apabila terjadi penyimpangan lebih dari 10 % maka dilakukan kalibrasi dan
pengukuran ulang contoh sebelum diperiksa.
Perhitungan
Dari hasil pengukuran As dalam contoh kemudian di plot pada grafik atau
menggunakan persamaan regresi akan diperoleh konsentrasi contoh analit.
Dari hasil pengukuran Pb dalam contoh kemudian di plot pada grafik atau
menggunakan persamaan regresi akan diperoleh konsentrasi contoh analit.
4.3.2 Analisa kadar logam Ca, Mg, Na dan K dalam Tanah
Cara kerja ini telah sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Balai
Penelitian Tanah Departemen Pertanian
Timbang 2,500 g contoh tanah ukuran >2 mm, lalu dicampur dengan lebih
kurang 5 g pasir kuarsa. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah
dilapisi berturut-turut dengan filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter pulp
digunakan seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir
kuarsa sekitar 2,5 g) dan lapisan atas ditutup dengan penambahan 2,5 g pasir.
Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung diupayakan supaya sama. Siapkan
pula blanko dengan pengerjaan seperti contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian
diperkolasi dengan amonium acetat pH 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang
27
waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan
amonium acetat pH 7,0 untuk pengukuran kationdd: Ca, Mg, K dan Na (S).
Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96
% untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol
dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi
atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl
10 % sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan
dengan larutan NaCl 10 %. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan
cara destilasi atau kolorimetri.
4.3.2.1 Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na)
Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing dipipet 1
ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %.
Diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk pemeriksaan
K dan Na) menggunakan deret standar sebagai pembanding.
4.3.2.2 Pengukuran KTK
Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara destilasi langsung, destilasi
perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl.
a) Destilasi langsung
Pada cara destilasi langsung dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah,
isi tabung perkolasi (setelah selesai tahap pencucian dengan etanol) dipindahkan
secara kuantitatif ke dalam labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas
tabung perkolasi. Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga
setengah volume labu. Siapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu
erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1 % yang ditambah 3 tetes indicator
Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas
ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi
contoh dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung mencapai
50– 75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga
warna merah muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).28
b. Destilasi perkolat
Cara destilasi perkolat dilakukan dengan memipet 10 ml perkolat NaCl ke
dalam labu didih (tambahkan 1 ml parafin cair untuk menghilangkan buih).
Selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama seperti destilasi langsung.
c. Kolorimetri
Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode Biru
Indofenol. Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl dan deret standar NH4+
(0;2,5; 5; 10; 15; 20 dan 25 me l-1) ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap
tabung tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x). Pipet ke dalam tabung
reaksi lain masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan
berturutturut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml,
kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5 %, kocok dan diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak
pemberian pereaksi ini.
Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar
diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk
deret standar dan contoh.
Perhitungan
Kationdd (cmol (+) kg-1) (S)
= (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 1.000 g g contoh-1 x0,1xfpx fk
= (ppm kurva/bst kation) x 50 ml 1.000 ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1 x fp x fk
= (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp1 x fk
Kapasitas tukar kation (T)
a. Cara destilasi langsung:
KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5 g x fk
= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 40 x fk
b. Cara destilasi perkolat:
KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5g x 50
ml/10 ml x fk
= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 200 x fk29
c. Cara kolorimetri:
KTK (cmol (+) kg-1) = me kurva x 50 ml 1.000 ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1
x fp2 x fk
= me kurva x 2 x fp2 x fk
Kejenuhan basa = jumlah kationdd (S)/KTK (T) x 100 %
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
0,1 = faktor konversi dari mmol ke cmol
bst kation = bobot setara: Ca : 20, Mg: 12,15, K: 39, Na: 23
fp1 = faktor pengenceran (10)
fp2 = faktor pengenceran (20)
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
S = jumlah basa-basa tukar (cmol(+) kg-1)
T = kapasitas tukar kation (cmol(+) kg-1)
4.3.3 Analisa kadar logam Fe, Al, Mg dan Ca dalam Pupuk
Cara kerja analisa kadar logam Fe, Al, Mg, dan Ca telah sesuai dengan
analisa di Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian.
Timbang teliti 0,2500 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam labu
takar volume 100 ml. Tambahkan 10 ml HCl 25 % dengan dispenser atau pipet
volume 10 ml. Panaskan pada hot plate sampai larut sempurna, mendidih selama
15 menit. Encerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan
sampai tanda tera 100 ml,tutup kemudian kocok bolak balik dengan tangan
sampai homogen. Biarkan semalam atau jika perlu disaring untuk mendapatkan
ekstrak jernih dengan cepat.
4.3.3.1 Pengukuran Fe dan Al
Pipet 1 ml ekstrak total ke dalam tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion
30
(dilutor), kocok sampai homogen dengan vortex. Ukur dengan AAS menggunakan
deret standar campuran Fe (0-10 ppm) dan Al (0-100 ppm) sebagai pembanding.
4.3.3.2 Pengukuran Ca dan Mg
Pipet 1 ml ekstrak total ke dalam tabung kimia, tambahkan 9 ml air bebas ion.
Tambahkan 1 ml larutan LaCl3 25.000 ppm masing-masing ke dalam 10 ml
ekstrak encerdan deret standar campuran Ca (0-25 ppm) dan Mg (0-5 ppm), kocok
sampai homogen(vortex). Ukur dengan AAS.
Perhitungan
Kadar Fe2O3, Al2O3, CaO dan MgO (%)
= ppm kurva x (ml ekstrak 1.000 ml-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (B/A) x fk
= ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x fp x B/A x fk
= ppm kurva x 0,04 x fp x B/A x fk
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
fp = faktor pengenceran (10 untuk Ca dan Mg, 1 untuk Fe dan Al)
B = berat molekul senyawa oksida logam
Fe2O3 = 160 Al2O3 = 102 CaO = 56 MgO = 40,3
A = berat atom logam dalam senyawa oksida
Fe = 112 Al = 54 Ca = 40 Mg = 24,3
5. WAKTU DAN PELAKSANAAN
5.1 Praktek Kerja Lapang dilaksanakan kurang lebih 1 bulan, yang disesuaikan
dengan hari kerja efektif perusahaan. Ketentuan jam kerja bagi mahasiswa
peserta Praktek Kerja Lapang disesuaikan dengan jam kerja perusahaan.
31
5.2 Dilaksanakan pada waktu semester genap, mulai tanggal 11 Juli s.d. 5
Agustus 2011
5.3 Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan di di Laboratorium Instrumen
Kelompok Peneliti Pengelolahan Hasil dan Bahan Olah, Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan
6. BIDANG PRAKTEK KERJA LAPANG
6.1. Bidang Praktek Kerja Lapang yang akan
diambil adalah bidang analisis atau bidang lain yang masih dalam lingkup
kimia.
6.2. Kami mengharapkan perusahaan dapat
menempatkan kami pada bidang yang sesuai dengan disiplin ilmu yang kami
pelajari sehingga pelaksanaan Praktek Kerja Lapang dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
7. PELAKSANA
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanaan oleh Mahasiswa Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya,
yaitu :
1. Nama : Rizka Noviati
NIM : 0810923077
Alamat : Jl. Watumujur 1 no 25 Malang
Telepon/ HP : 08568585997
E-mail : [email protected]
2. Nama : Shabrina Adani Putri
NIM : 0810923079
Alamat : Jl. Bengawan Solo no 24.Tembok Indah Pasuruan
Telepon/ HP : 085649667703
E-mail : [email protected]
32
8. PENUTUP
Demikian proposal kegiatan Praktek Kerja Lapang ini kami ajukan
sebagai salah satu syarat untuk pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)
Kami akan berusaha untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapang
sesuai dengan aturan yang berlaku di perusahaan dengan sebaik-baiknya,
sehingga ada suatu keuntungan timbal balik antara kami dan pihak
perusahaan. Besar harapan kami akan adanya partisipasi dari berbagai pihak,
sehingga kegiatan ini bisa dilaksanakan dengan lancar sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
Malang, 21 Juni 2011
Hormat kami,
33
Rizka Noviati Shabrina Adani PNIM. 0810923077 NIM. 0810923079
34