pkl p3gi

55
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA INDONESIAN SUGAR RESEARCH INSTITUTE VALIDASI METODE PENENTUAN KADAR LOGAM Pb, Cu, As PADA GULA SERTA Ca, Mg, Zn dan Fe PADA TANAH DAN PUPUK MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM DIAJUKAN OLEH : RIZKA NOVIATI 0810923077 SHABRINA ADANI PUTRI 0810923079 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JURUSAN KIMIA

Transcript of pkl p3gi

Page 1: pkl p3gi

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG

PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA

INDONESIAN SUGAR RESEARCH INSTITUTE

VALIDASI METODE PENENTUAN KADAR LOGAM Pb, Cu,

As PADA GULA SERTA Ca, Mg, Zn dan Fe PADA TANAH

DAN PUPUK MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER

SERAPAN ATOM

DIAJUKAN OLEH :

RIZKA NOVIATI 0810923077SHABRINA ADANI PUTRI 0810923079

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANJURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2011

Page 2: pkl p3gi

LEMBAR PENGESAHAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyetujui rencana kegiatan yang

akan dilaksanakan oleh mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas MIPA Universitas

Brawijaya, sebagaimana tersebut di bawah ini :

Nama Kegiatan : Praktek Kerja Lapang

Tempat : PUSAT PENELITIAN PERKEBUNAN GULA INDONESIA

Alamat : Jalan Pahlawan No 25 Pasuruan 67126

Telp (0343) 421086, Fax (0343) 421178

Pelaksanaan : 11 Juli s.d. 5 Agustus 2011

Peserta : 1. Rizka Noviati 0810923077

2. Shabrina Adani Putri 0810923079

Malang, 21 Juni 2011

Menyetujui,Dosen Pembimbing

Yuniar Ponco PranantoS.Si.,M.Sc.NIP. 19810620 200501 1 002

Mengetahui,Ketua Jurusan KimiaUniversitas Brawijaya

Dr. Sasangka Prasetyawan, MSNIP. 19630404 198701 1 001

1

Page 3: pkl p3gi

1. LATAR BELAKANG

Dalam era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

berkembang pesat. Di Indonesia program Praktek Kerja Lapang telah

ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka memperoleh kesesuaian dan

kesepadanan (Link and Match) antara perguruan tinggi sebagai penghasil

tenaga kerja dengan dunia industri sebagai pemakai tenaga kerja. Sistem

Praktek Kerja Lapang membantu sekali transfer pengetahuan sekaligus

penerapan pengetahuan secara nyata bagi mahasiswa dari pihak institusi

pendidikan. Keuntungan dari pihak industri pada sistem Praktek Kerja

Lapang adalah industri mendapatkan tenaga kerja yang siap dan terbiasa

dengan kerja secara nyata. Mengingat pentingnya kegiatan Praktek Kerja

Lapang, jika tidak dilaksanakan akan dapat menimbulkan kesenjangan antara

dunia industri dan institusi pendidikan. Sebagai salah satu elemen dunia usaha

di Indonesia berkewajiban membantu program pemerintah.

Pusat Penelitian Perkebunan Gula yang berada di kota Pasuruan

merupakan suatu lembaga yang mengabdi pada perindustrian gula yang

mencakup BPUN (PTP GULA) dan PT Gula. Dengan memperhatikan

pengembangan industri gula akhir-akhir ini, P3GI melihat perubahan yang

sangat drastis. Adanya keinginan untuk mempertahankan swasembada

pangan dengan adanya kebijakan mempersempit penggunaan lahan sawah

untuk tebu, maka saat ini P3GI berfungsi sebagai melaksakan penelitian atau

riset dengan tujuan untuk meningkatkan produksi gula atau pemanis buatan

di Indonesia dan menyampaikan hasil-hasil penelitian untuk kepentingan

industri gula dan peningkatan hasil pendapatan baik bagi petani atau

pengusaha perkebuna tebu. Dalam meningkatkan perananya pada industry

gula, P3GI menghasilkan produk, teknologi, dan jasa yang erat kaitannya

baik budidaya tanaman tebu maupun pengelolahanya menjadi gula. Produk

dan jasa tersebut mencakup bibit unggul tebu, media kultur jaringan, analisa

bahan, mesin dan peralatan, serat jasa kepakaran, baik berupa pengujian,

penerapan maupun konsultasi teknik manajemen (P3GI, 1989).

2

Page 4: pkl p3gi

Salah satu jasa yang paling dibutuhkan para petani tebu adalah analisa

bahan yang dalam hal ini adalah gula, analisa media kultur jaringan yang

dalam hal ini adalah tanah serta analisa bahan pengelolahnya seperti pupuk.

Pada gula, tanah maupun pupuk ini sendiri memiliki kadar logam tertentu,

yang apabila kadarnya lebih besar ataupun lebih kecil dari yang telah

distandarisasikan oleh SNI akan mempengaruhi mutu dari gula, tanah dan

pupuk sendiri (P3GI, 1989).

Menurut Subowo et al. (1999) adanya logam berat dalam tanah

pertanian dapat menurunkan produktifitas pertanian dan kualitas hasil

pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi

pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut.

Petani-petani didaerah semakin banyak yang menggunakan obat-obatan

pertanian dengan harapan dapat meningkatkan hasil produksinya yang

maksimal tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan pada tanaman

dan lingkungan sekitarnya. Secara bertahap pemakaian bahan agrokimia

(pupuk dan pestisida) dalam sistem budidaya pertanian harus dikurangi,

karena bahan agrokimia mengandung logam berat yang termasuk bahan

beracun berbahaya (B3). Penggunaan bahan agrokimia yang tidak terkendali

dapat mengakibatkan terakumulasinya zat-zat kimia berbahaya dalam tanah

(sutamiharja & Rizal, 1985).

Logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang

selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan, logam akan

terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi

manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi (Alloway,

1990).

Untuk menganalisa kadar logam Pb,Cu, As , Ca, Mg, Fe dan Zn yang

terkandung pada gula, tanah dan pupuk digunakan instrument

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) karena metode AAS ini dapat

menganalisis unsur-unsur logam pada konsentrasi dari kuantitas trans (renik)

sampai kuantitas makro, metode ini juga mampu menganalisis kadar logam

dalam berbagai pelarut.3

Page 5: pkl p3gi

Berdasarkan uraian diatas perlu adanya kajian mengenai kandungan

logam berat berbahaya yang tersedia dalam tanah dan terserap oleh tanaman

tebu. Sebagai akibat dari penggunaan pupuk yang berlebihan. Dengan adanya

informasi mengenai kandungan Pb, Cu dan As dalam tanaman tebu,

diharapkan petani dapat mengurangi penggunaan pupuk yang berdampak

negatif pada tanaman tebu. Dengan demikian produksi tanaman tebu yang

maksimal akan didukung oleh kualitas yang baik serta aman untuk

dikosumsi.

2. TUJUAN DAN KEGUNAAN

2.1. Tujuan

Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk :

a. Mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga praktis yang kreatif, terampil

dan jujur dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya.

b. Dapat menerapkan bidang keilmuwan yang didapat di bangku kuliah

kedalam dunia kerja secara nyata.

c. Memenuhi salah satu mata kuliah pilihan di jurusan Kimia Fakultas

MIPA UniversitasBrawijaya.

d. Melakukan observasi tentang Validasi Metode Penentuan Logam Pb,

Cu, As untuk Gula serta Ca, Mg, Zn dan Fe pada Pupuk dan Tanah

menggunakan AAS sehingga mahasiswa dapat berpikir kristis dan

berwawasan luas mengenai aplikasi di lapang.

2.2. Kegunaan

2.2.1. Bagi Mahasiswa

a. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan.

b. Memperluas pengetahuan, pengalaman dan wawasan sebelum terjun

ke dunia kerja yang sarat dengan persaingan-persaingan.

c. Memperdalam dan meningkatkkan kualitas, keterampilan dan

kreativitas.

4

Page 6: pkl p3gi

d. Melatih diri agar tanggap dan peka dalam menghadapi situasi dan

kondisi lingkungan kerja.

e. Mengukur kemampuan mahasiswa dalam bersosialisasi dan bekerja

dalam suatu perusahaan.

f. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman sebagai generasi

terdidik untuk terjun dalam masyarakat terutama di lingkungan

industri.

2.2.2. Bagi Perguruan Tinggi khususnya Jurusan Kimia

a. Mencetak tenaga kerja yang terampil dan jujur dalam menjalankan

tugas.

b. Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana

kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan tenaga

kerja yang terampil di bidangnya.

c. Sebagai sarana pengenalan instansi pendidikan perguruan tinggi

khususnya Jurusan Kimia, pada badan usaha perusahaan yang

membutuhkan lulusan, atau tenaga kerja yang dihasilkan oleh

perguruan tinggi.

2.2.3. Bagi Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia

a. Memanfaatkan sumber daya manusia yang potensial.

b. Sebagai sarana untuk menjembatani hubungan kerjasama

antara perusahaan dengan perguruan tinggi di masa yang akan datang,

khususnya mengenai rekruitmen tenaga kerja.

c. Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas pendidikan yang

ada di perguruan tinggi.

3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pencemaran Logam pada Gula

5

Page 7: pkl p3gi

Gula yang telah diproduksi harus dianalisa terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah gula memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah

dan layak dikonsumsi oleh masyarakat. Berikut adalah tabel syarat mutu gula

yang diambil dari SNI 01-3140.2-2006 Gula Rafinasi

Table 1. Syarat mutu gula kristal

No Kriteria Uji SatuanPersyaratan

I II

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Polaroisasi

Gula Reduksi

Susut Pengeringan

Warna larutan

Abu

Sedimen

Belerang dioksidasi (SO2)

Timbal (Pb)

Tembaga(Cu)

Arsen (As)

Angka Lempeng Total(ALT)

Kapang

Khamir

oZ

%

%, b/b

IU

%, b/b

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

koloni/10 g

koloni/10 g

koloni/10 g

Min 99.80

Maks 0,04

Maks 0,05

Maks 45

Maks 0,03

Maks 7,0

Maks 2,0

Maks 2,0

Maks 2,0

Maks 1,0

Maks 200

Maks 10

Maks 10

Min 99.70

Maks 0,04

Maks 0,05

Maks 80

Maks 0,05

Maks 10

Maks 5,0

Maks 2,0

Maks 2,0

Maks 1,0

Maks 250

Maks 10

Maks 10

CATATAN : Z=Zuiker=Sukrosa : IU= ICUMSA UNIT

a) Timbal

Logam timbal (Pb) merupakan logam yang sangat populer dan banyak

dikenal oleh masyarakat awam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya Pb

yang digunakan di industri nonpangan dan paling banyak menimbulkan

keracunan pada makhluk hidup. Pb adalah sejenis logam yang lunak dan

berwarna cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan.

Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang

sering disebut galena. Senyawa ini banyak ditemukan dalam

6

Page 8: pkl p3gi

pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh

penggunaan Pb ini adalah sering menyebabkan keracunan. Pb mempunyai

sifat bertitik lebur rendah, mudah dibentuk, mempunyai sifat kimia yang

aktif, sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah

perkaratan. Bila dicampur dengan logam lain, membentuk logam

campuran yang lebih bagus daripada logam murninya, mempunyai

kepadatan melebihi logam lain. Logam Pb banyak digunakan pada industri

baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang

paling banyak digunakan sebagai zat antiletup pada bensin. Pb juga

digunakan sebagai zat penyusun patri atau solder dan sebagai formulasi

penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk rumah tangga

mempunyai banyak kemungkinan kontak dengan Pb . Logam Pb dapat

masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman.

Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan

tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian.

Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati,

kuku, jaringan lemak, dan rambut.

b) Tembaga

Tidak seperti logam-logam Hg, Pb, dan Cd, logam tembaga (Cu)

merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan,

termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di

dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam

makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam

tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan.

Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 mg/kg berat badan. Pada

kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal.

Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala

yang akut. Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk

organik dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang

memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna yang biasanya

bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn. 7

Page 9: pkl p3gi

Garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya sebagai

larutan “Bordeaux” yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi

jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa CuSO4 juga sering

digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan

juga mengobati penyakit kuku pada domba .

c) Arsen

Arsen (As) atau sering disebut arsenik adalah suatu zat kimia yang

ditemukan sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di alam merupakan

bentuk senyawa dasar yang berupa substansi inorganik. Arsen inorganik

dapat larut dalam air atau berbentuk gas dan terpapar pada manusia.

Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (1975),

arsen inorganik bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan kesehatan

kronis, terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat

racun yang sangat kuat.

3.2 Pencemaran logam pada Tanah

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan

mengakibatkan pemcemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak

lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya

(B3) yang di dalamnya terdapat logamlogam berat. Menurut Arnold (1990 dalam

Subowo et al. 1995), logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa

jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat

Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingka tertentu

menjadi logam beracun bagi makhluk hidup. Kandungan logam berat didalam

tanah secara alamiah sangat rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar (Tabel

2). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam

pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu

sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi

logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam

8

Page 10: pkl p3gi

tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan

spesies tanaman (Darmono 1995).

Table 2. Kandungan logam dalam tanah (µg/g)

Logam KandunganKisaran Non

Populasi

As 100 5-3000

Co 8 1-40

Cu 20 2-300

Pb 10 2-200

Zn 50 10-300

Cd 0,06 0,05-0,7

Hg 0,03 0,01-0,3

Sumber : Peterson and Alloway (1979) dalam Darmono (1995)

Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan bahan

kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan atau

pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi logam berat dan

lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a) proses sorbsi atau

desorbsi, b) difusi pencucian, dan c) degradasi. Besarnya penjerapan logam berat

dalam tanah dipengaruhi oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam

tanah, kandungan air tanah, dan sifat-sifat tanah misalnya bahan organik dan liat

(Cliath dalam Connel & Miller 1995). Logam berat dalam tanah pada prinsipnya

berada dalam bentuk bebas (mobil) maupun tidak bebas (immobil). Dalam

keaadan bebas, logam berat dapat bersifat racun dan terserap oleh tanaman.

Sedangkan dalam bentuk tidak bebas dapat berikatan dengan hara, bahan organic,

ataupun anorganik lainnya. Dengan kondisi tersebut, logam berat selain akan

mempengaruhi ketersediaan hara tanaman juga dapat mengkontamibasi hasil

9

Page 11: pkl p3gi

tanaman. Jika logam berat memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi

keseimbangan dalam tanah,kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar,

dan selanjutnya akan terdistribusi kebagian tanaman lainnya. Gambar 1

menjelaskan dinamika logam berat pada tanah dan tanaman.

Gambar 1. Dinamika logam berat pada tanah dan tanaman

Sumber : Peterson and Alloway (1979) dalam Alloway

3.3 Pencemaran logam pada Pupuk

Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia

(pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk

organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan. Selain itu

sumber logam berat dalam tanah berasal dari bahan induk pembentuk tanah itu

sendiri, seperti Cd banyak terdapat pada batuan sedimen schales (0,22 ppm berat),

Cr pada batuan beku ultrafanik (2, 980 ppm berat), Hg pada bauan sedimen pasir

(0,29 ppm berat), Pb pada batuan granit (24 ppm berat) (Alloway 1990). Pupuk

yang digunakan dalam kegiatan pertanian juga merupakan pemasok logam berat

10

Page 12: pkl p3gi

dalam tanah. Tabel 3 menunjukkan kisaran logam berat yang terdapat di dalam

pupuk.

Table 3. Kisaran umum konsentrasi logam berat pada pupuk

Umur Pupuk Fosfat Pupuk Nitrat Pupuk Kandang

B 5-115 - 0,3-0,6

Cd 0,1-170 0,05-8,5 0,1-0,8

Co 1-12 5,4-12 0,3-24

Cr 66-245 3,2-19 1,1-55

Cu 1-300 - 2-172

Hg 0,01-1,2 0,3-2,9 0,01-0,36

Mn 40-2000 - 30-969

Mo 0,1-60 1-7 0,05-3

Ni 7-38 7-34 2,1-30

Pb 7-225 2-27 1,1-27

Sb <100 - -

Se 0,5 - 2,4

U 30-300 - -

V 2-1600 - -

Za 50-1450 1-42 15-566

3.4 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis untuk

penentuan konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada

proses penyerapan radiasi sumber oleh atomatom yang berada pada tingkat energi

dasar (ground state). Proses penyerapan energi terjadi pada panjang gelombang

yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses penyerapan tersebut

menyebabkan atom penyerap tereksitasi: elektron dari kulit atom meloncat

11

Page 13: pkl p3gi

ketingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang diserap

sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar yang

menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat penyerapan radiasi

(absorbansi) atau mengukur radiasi yang diteruskan (transmitansi), maka

konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan.

Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi

unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk

analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam

keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah

energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas

asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk

membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground

state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang

menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut

dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

I = Io . a.b.c

Atau

Log I/Io = a.b.c

A = a.b.c

dengan,

A = absorbansi, tanpa dimensi

a = koefisien serapan, L2/M

b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L

c = konsentrasi, M/L3

Io = intensitas sinar mula-mula

I = intensitas sinar yang diteruskan

Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding

lurus dengan konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium

nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala tersebut sebanding dengan

konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan demikian, dari pemplotan 12

Page 14: pkl p3gi

serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh kurva kalibrasi.

Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan

diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan.

Bagian-bagian SSA :

a. Lampu Katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda

memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada

setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,

seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.

Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :

Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur

Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam

sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal. Lampu katoda berfungsi sebagai

sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji,

akan mudah tereksitasi.

13

Page 15: pkl p3gi

Lampu katoda memproduksi sebuah sinar yang memilki spektra garis yang sempit

dan spesifik tergantung dari material katoda yang digunakan. Dalam lampu

katoda, sebuah katoda dan lapisan anoda ditutup dengan sebuah bahan gelas dan

diisi dengan gas argon maupun neon yang tekanannya dikurangi hingga 7,5 mBar

(10 torr). Gas pengisi dipilih untuk mengurangi interfensi spektra. Katoda dan

anoda didisain guna menghasilkan sebuah muatan garis spektra yang stabil dan

sangat sempit (biasanya 0.001 nm).

b. Tabung Gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi

gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000K, dan ada

juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan

kisaran suhu ± 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk

pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam

tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan

yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam

Spektrofotometri Serapan Atom.

c. Burner

Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena

burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar

tercampur merata,dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.

Lobang yang berada pada

burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari

proses pengatomisasian nyala api.

d. Monokromator

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah

sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.

Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol

intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa

digunakan ialah monokromator difraksi grating.

e. Detektor

14

Page 16: pkl p3gi

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi

listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi

yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi

sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk

mendapatkan data. Detektor SSA tergantung pada jenis monokromatornya, jika

monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor

yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan

adalah detektor photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang

dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu

mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan

dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat

dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron

yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.

Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada

instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.

f. Sistem Pembacaan

15

Page 17: pkl p3gi

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau

gambar yang dapat dibaca oleh mata.

g. Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa

pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian

luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya

bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah

sedemikian rupa di dalam ducting, agar ppolusi yang dihasilkan tidak berbahaya.

Bagan Alat SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) :

3.5 Verifikasi Spektrofotometer Serapan Atom(SSA)

Spektrometri Serapan Atom adalah Salah satu metode analisis unsur yang

umum digunakan orang, biasanya mengacu kepada standar baku seperti ASTM,

APHA, AOAC, SNI dan lain-lain. Laboratorium Spektrometri Serapan Atom

(SSA) dibidang SBR-PTNBR dalam rangka mengikuti sistem mutu yang

mengacu pada standarisasi BATAN menggunakan metode standar ASTM, karena

jika menggunakan  metode standar, validasi metode tidak perlu dilakukan, tetapi

16

Page 18: pkl p3gi

metode yang dipakai harus diverifikasi . Hal ini perlu dilakukan untuk melihat

kemampuan peralatan yang dimiliki laboratorium, khususnya SSA.

Untuk mengetahui kondisi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang

digunakan, maka spesifikasiyang diberikan harus dicek terlebih dahulu. Biasanya

pabrik yang membuat instrumen tersebut menyertakan kondisi yang sesuai dengan

spesifikasi instrumen yang tercantum dalam buku manual metode. Pekerjaan ini

dinamakan verifikasi atau uji kinerja alat . Verifikasi SSA yang dilakukan

meliputi penentuan kepekaan atau sensitivitas, presisi (Ripitabilitas), bats daerah

kerja dan batas deteksi.

Dalam kegiatan ini, dilakukan verifikasi yang meliputi penentuan

kepekaan atau sensitivitas, presisi (Ripitabilitas), batas daerah kerja dan batas

deteksi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Verifikasi untuk unsur Mn, Cu,

Cd, Fe, Zn, Pb ,Ca, Mg, K, dilakukan menggunakan metode nyala sedangkan

unsur Hg dan As menggunakan metode pembentukan hidrida.

Sensitivitas adalah konsentrasi analit minimum yang memberikan nilai

absorbansi ( A=0.0044) dihitung menggunakan rumus :

S=0.0044xC/A

Dimana:

C = Konsentarsi

A=Absorbansi

Nilai kepekaan masing-masing unsur tercantum dalam buku manual metode alat.

Presisi ditentukan melalui sejumlah populasi data hasil pengukuran berulang.

Indikator presisi biasanya menggunakan simpangan baku yang menunjukkan

variasi populasi data yang diperoleh. Alat yang dikatakan mempunyai presisi yang

baik bila RSD ≤1 % dari absorbansi rata-rata.

Penentuan batas daerah kerja dilakukan dengan mencari daerah

konsentrasi yang masih berada pada daerah linear , kemudian menjadi tidak linear

( melengkung). Bagian yang linear dapat diamati secara visual dn akan memenuhi

persamaan Y = ax+b dengan koefisien korelasi (r) menedekati l.

Batas deteksi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam cuplikan yang

dapat terdeteksi, tetapi jika perlu terkuantisasi, dibawah kondisi pengujian yang 17

Page 19: pkl p3gi

disepakati. Nilai batas deteksi alat diambil dari nilai rata-rata blanko contoh

ditambah tiga simpangan baku.

Pentingnya jaminan mutu hasil pengujian sudah lama disadari oleh para

praktisi laboratorium di seluruh dunia. Standar  Internasional ISO/IEC 17025 :

2005 dalam butir 5.9 mengharuskan laboratorium penguji dan kalibrasi memiliki

prosedur pengendalian mutu untuk memantau keabsahan pengujian / kalibrasi

yang dilakukan. Dalam klausal tersebut dapat dilihat pentingnya ketentuan

penggunaan bahan acuan bersertifikat (SRM) dan pengendalian internal

menggunakan bahan acuan sekunder  sebagai upaya jaminan  mutu, selain

keikutsertaan dalam uji profisiensi dan yang lainnya.

Mekanisme pengalihan akurasi langsung dari SRM sangat tidak ekonomis,

karena mengkonsumsi banyak SRM yang sangat mahal dan sukar diperoleh.

Sedangkan bahan acuan sekunder pun keberadaannya terbatas. Untuk mengatasi

hal ini, dapat dibuat kontrol sampel internal laboratorium untuk digunakan

sebagai sarana kendali mutu ( Quality Control) hasil uji laboratorium.

Pada tahap awal perencanaan pembuatan kontrol sampel misalnya

pembuatan kontrol sampel Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), hal utama yang

perlu diperhatikan adalah pemilihan jenis analit dan level konsentrasinya.

Dikarenakan penggunaannya bersifat internal, maka pemilihan jenis analit dan

level konsentrasinya tertentu dapat disesuaikan dengan jenis pengujian yang biasa

dikerjakan laboratorium. Mengingat level konsentrasi analit logam dalam air

minum biasanya sangat kecil (trace), maka pengendalian kontaminasi terhadap

semua peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan kontrol sampel, mulai

dari peralatan gelas, (pipet, labu takar, dan sebagainya) hingga botol-botol

pengemas.

Pada proses pembuatan, faktor keseragaman (homogenisasi) dan

kestabilan kontrol sampel merupakan hal penting. Keseragaman kandidat kontrol

sampel dapat diuji dengan melakukan uji homogenitas, sementara kestbilan

kandidat kontrol sampel diperoleh dengan menggunakan bahan pengawet yang

dipilih berdasarkan jenis analitnya. Untuk kebanyakan analit logam pengawetan

cukup dilakukan dengan menambahkan asam hingga pH larutan < 2.18

Page 20: pkl p3gi

Kandidat kontrol sampel yang sudah homogen selanjutnya dikemas dalam

botol-botol penyimpan. Pemilihan jenis botol pun cukup kritis disini karena tidak

semua analit logam cocok untuk disimpan dalam satu jenis botol . sebagai contoh,

nalit Na (Natrium) tidak cocok disimpan dalam botol gelas borosilikat karena

dapat terjadi kontaminasi Na dari botol gelas tersebut, namun sebaliknya analit

Merkuri (Hg) lebih cocok disimpan dalam botol gelas.

Kontrol sampel yang sudah dikemas dalam botol-botol ini kemudian siap

digunakan sebagai kontrol sampel untuk pengujian logam terkait dalam sampel

AMDK, atau sampel lain yang bermatriks sama atau mirip dengan AMDK

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter

tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter

tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis

yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan

didefinisikan sebagaimana cara penentuannya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel,

dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007). Beberapa

parameter validasi diuraikan di bawah ini:

3.5.1 Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus berikut (Harmita, 2004):

% Perolehan kembali = x 100%

Cr = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan

Ca = Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku

C = konsentrasi Baku

3.5.2 Keseksamaan (precision)

19

Page 21: pkl p3gi

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

campuran yang homogen (Harmita, 2004).

3.5.3 Batas Deteksi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas ini dapat diperoleh

dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Keterangan: SB = simpangan baku

3.5.4 Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang

masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas ini dapat diperoleh dari

kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Keterangan: SB = simpangan baku

3.6 Destruksi Sampel

Untuk menentukan kandungan mineral bahan harus dihancurkan atau

didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan

pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat

organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang

digunakan (Apriantono, 1989).

20

Page 22: pkl p3gi

3.6.1 Destruksi Basah

Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik

dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam

mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan dapat

mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam

larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi

basah biasanya menggunakan H2SO4, HNO3, dan HClO4 atau campuran dari

ketiga asam tersebut (Anderson, 1987).

Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang

digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon

lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara

pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk

mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari

kehilangan mineral akibat penguapan (Apriantono, 1989).

3.6.2 Destruksi kering

Destruksi basah merupakan sebuah prosedur dimana sampel yang telah

diketahui beratnya diletakkan pada sebuah krus, lalu ke sebuah tanur yang

dipanaskan pada suhu tertentu. Krus umumya terbuat dari platinum dan juga

tersedia krus yang terbuat dari perselen, silika, besi, dan nikel (Chapple, 1991).

Perhatian harus diberikan pada saat melakukan destruksi kering karena ada tiga

kemungkinan sumber kehilangan unsur tertentu seperti:

Kehilangan mekanis pada saat pengeringan sampel, misalnya jika sampel

dikeringkan dengan sangat cepat, tejadi kehilangan zat dari krus. Dengan

demikian untuk mencegah hal ini terjadi, diperlukan proses pengeringan yang

relatif lambat

Kehilangan zat pada saat penguapan sampel dalam tanur. Logam yang

memiliki titik uap yang rendah seperti Sb, Cr, Mo, Fe, Mg, Al, dll yang mana

akan mudah lepas saat pengabuan pada suhu 550o C.

21

Page 23: pkl p3gi

Penyerapan zat ke dalam krus dapat saja terjadi, kecuali pada wadah

platinum. Hal terburuk dapat terjadi apabila sampel mengandung logam

halida atau senyawa fospat (Chapple, 1991).

3.7 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom digunakan untuk analisis kuantitatif

unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit

(ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu

sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel

tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai

kepekaan yang tinggi, pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya

sedikit

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi energi

cahaya oleh atom- netral pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat

unsurnya. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memeperoleh energi

sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat

eksitasi (khopkar, 1990).

Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal pertama kali diperkenalkan

pada awal tahun 1970. Secara umum alat ini memiliki tingkat kesensitivan yang

tinggi karena seluruh sampel diatomisasi dalam periode yang singkat. Sensitivitas

dan batas deteksinya ialah 20 hingga 1000 kali lebih baik dibandingkan dengan

metode flame emission spectrophotometry (Berg, 1985). Selain itu volume sampel

yang dibutuhkan relatif sedikit, yaitu biasanya ± 0,5-10 μL. Sedangkan peralatan

yang dibutuhkan pada analisis elektrotermal ini adalah sama dengan peralatan

pada metode absorpsi nyala. Sebagian besar instrumen didesain secara modern

sehingga perubahan tipe atomisasi ke tipe lain merupakan persoalan yang relatif

mudah (Skoog, 1988)

Keuntungan dari penggunaan grafit furnis ini yaitu (Chapple, 1991):

Sensitivitas yang tinggi

Hanya membutuhkan volume sampel yang sedikit

Penggunaan sampel yang efisien (tanpa pembuangan) 22

Page 24: pkl p3gi

Mencapai batas deteksi yang rendah

Sebagian besar sampel dapat dianalisis dengan atau tanpa perlakuan

Spektrofotometri Serapan Atom Elektrotermal didasari oleh prinsip yang

sama dengan Spektrofotometri Serapan Atom dengan nyala tetapi dilengkapi alat

pengatomisasi elektrik panas atau grafit furnis yang diletakkan pada standard

burner.

Penetapan kadar yaitu dengan cara pemanasan sampel terbagi dalam tiga

tahap, yaitu (Berg, 1985):

pertama, pemanasan dengan suhu rendah pada tube untuk mengeringkan

sampel

kedua, atau disebut dengan tahap pengarangan, menghancurkan bahan

organik dan menguapkan komponen matriks lainnya pada suhu medium

terakhir, pemanasan dengan suhu tinggi pada tube atau pemijaran dengan

menggunakan gas inert sehingga terjadi atomisasi.

4. METODOLOGI

Kegiatan yang akan dilakukan pada Praktek Kerja Lapang adalah

menganalisa kadar logam Pb, Cu, As pada gula serta Ca, Mg, Zn, Fe pada

tanah dan pupuk menggunakan instrument AAS. Berikut adalah alat dan

bahan yang akan dibutuhkan serta tahapan kegiatan observasi Praktek Kerja

Lapang yang akan dilakukan tentang Validasi Metode penentuan logam Pb,

Cu, As, Mg, Zn, Ca dan Fe dengan menggunakan AAS.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Alat

4.2.1.1 Alat pada Analisa kadar logam As,Cu dan Pb pada gula

Peralatan gelas, labu ukur 100 ml, dengan corong penyaring (glass filter funnel );

spektrofotometer Serapan Atom (SSA); lampu katode arsen; lampu katode timbal;

graphite furnace; timbangan analitik, ketelitian 1 mg.

4.2.1.2 Alat pada Analisa Ca, Mg, K dan Na pada Tanah23

Page 25: pkl p3gi

Tabung perkolasi, labu ukur 50 ml dan 100 ml, labu semprot, Spektrofotometer,

Flamefotometer, Atomic absorption spectrophotometer (AAS)

4.2.1.3 Alat pada analisa logam Fe, Al, Ca dan Mg pada Pupuk

Neraca analitik 4 desimal, labu takar volume 100 ml, pemanas listrik/hot plate,

dispenser 10 ml/pipet ukur 10 ml, Dilutor/pipet volume 1 ml, AAS

4.2.2 Bahan

4.2.2.1 Bahan untuk Analisa kadar logam pada Gula

Asam nitrat pekat ( p20 = 1,42 g/ml), asam nitrat 1 % (v/v), hidrogen peroksida,

(30 g/100 ml), Nikel nitrat, (0,5 g/100 ml), larutan standar arsen (1000 mg/l ),

Larutkan 1,320 g arsen oksida dengan larutan NaOH (20 g/100 ml). Netralkan

dengan asam sulfat (20 g/100 ml), gunakan fenolftalin sebagai indikator,

kemudian tepatkan hingga 1 liter dengan asam sulfat (1 g/100 ml), larutan

amonium dihidrogen orthofosfat (4 g/100 ml), larutan standar timbal, (1000 mg/l).

4.2.2.2 Bahan untuk analisa kadar logam pada tanah

a) Perkolasi

Amonium asetat 1 M, pH 7,0, etanol 96 %, HCl 4 N, NaCl 10%, Pasir kuarsa

bersih, filter pulp, amonium asetat 4 M, pH 7,0, Standar pokok 1.000 ppm K,

standar pokok 1.000 ppm Na, standar pokok 1.000 ppm Ca, standar pokok 1.000

ppm Mg, standar campur 200 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca.

Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg

(0-50 ppm). Larutan La 2,5 %, larutan La 0,125 %, asam borat 1%, natrium

Hidroksida 40 %, batu didih, penunjuk Conway, larutan baku asam sulfat 1N

(Titrisol), H2SO4 4 N, larutan baku asam sulfat 0,050 N

b) KTK cara kolorimetri24

Page 26: pkl p3gi

Larutan Fenol, larutan sangga Tartrat, Natrium hipoklorit (NaOCl) 5 %, standar

pokok 2500 m.e. NH4+ , standar NH4+ 0 dan 25, deret standar 0 – 25 m.e. NH4+

4.2.2.3 Bahan untuk analisa kadar logam pada pupuk

HCl 25% (HCl pa. 37%, Bj. 1,19), standar 0, standar induk Fe, Al, Ca dan

Mg masing-masing 1.000 ppm, larutan standar titrisol, standar 100 ppm Fe,

standar campur Fe (10 ppm) dan Al (100 ppm), deret standar campuran Fe dan Al

dengan kepekatan (0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm Fe) dan (0; 10; 20; 40; 60; 80; dan

100 ppm Al), standar campuran 250 ppm Ca, dan 50 ppm Mg, standar campuran

25 ppm Ca dan 5 ppm Mg, deret standar campuran Ca dan Mg dengan kepekatan:

(0; 2,5; 5; 10; 15; 20; dan 25 ppm Ca) dan (0; 0,5; 1; 2; 3; 4; dan 5 ppm Mg)

4.3 Cara Kerja

4.3.1 Analisa Kadar logam Arsen (As) dan Timbal (Pb) dalam Gula

Metodologi yang akan digunakan adalah sesuai dengan SNI 01-3140.2-2006 Gula

Rafinasi

a) Pelarutan (Digestion)

Timbang ± 5,000 g sampel dalam labu ukur dan tutup dengan corong

penyaring. Tambahkan 10 ml asam nitrat pekat kemudian letakkan labu ukur pada

pemanas listrik (hot plate). Panaskan, pertama dengan panas kecil kemudian

lanjutkan hingga asap warna coklat yang timbul hilang. Angkat labu ukur dari

pemanas kemudian dinginkan, tambahkan 5 ml hidrogen peroksida. Pemanasan

dilanjutkan hingga timbul asap berwarna coklat dan hilang. Ulangi lagi

penambahan 5 ml hidrogen peroksida dan pemanasan hingga 2 kali lagi sampai

asap warna coklat yang timbul hilang. Jika pada penambahan ketiga masih ada

asap, suhu pemanasan dinaikkan hingga cairan melapisi bagian bawah dari labu

ukur. Kemudian dinginkan dan pindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 50 ml

dan tepatkan dengan air suling.

b) Pembuatan Blanko25

Page 27: pkl p3gi

Sebagai blanko dilakukan cara yang sama tanpa contoh.

c) Pembuatan larutan standar

Buat larutan standar dengan konsentrasi 0,000; 0,010; 0,020 dan 0,030

mg/l dari larutan induk 1000 mg/l menggunakan larutan asam nitrat 1 % (v/v)

sebagai pengencer dengan cara sebagai berikut:

- pipet 10 ml larutan induk As atau Pb kemudian encerkan dengan asam nitrat

fraksi volume 1% hinga 1000 ml akan diporoleh larutan dengan konsentrasi

10 mg/l As atau Pb.(larutan A);

- pipet 10 ml larutan A (As atau Pb) kemudian encerkan dengan asam nitrat

fraksi volume 1% hingga 1000 ml akan diperoleh larutan dengan konsentrasi

0,1 mg/l As atau Pb (larutan B);

- pipet 0, 10, 20 dan 30 dari larutan B (As atau Pb) kemudian encerkan dengan

asam nitrat fraksi volume 1% hingga 100 ml akan diporoleh larutan dengan

konsentrasi 0,010, 0,020 dan 0,030 mg/l As atau Pb.

d) Kalibrasi dan penentuan As

Siapkan SSA, kemudian atur kondisi operasional untuk analisis As sesuai

dengan cara kerja alat. Tepatkan panjang gelombang 193,7 nm dengan celah 0,7

nm. Ukur larutan standar As dengan pengulangan minimal 2 kali atau hingga

perbedaan masing-masing ulangan tidak lebih dari 10 %. Catat luas area puncak

atau absorben dari masing-masing larutan standar. Kemudian buat grafik

hubungan konsentrasi dengan luas area puncak atau absorben akan diperoleh

persamaan garis regresi. Ukur larutan contoh, setiap 5 kali pengukuran dilakukan

pengukuran ulang larutan standar As 0,020 mg/l untuk memeriksa kestabilan

kalibrasi. Apabila terjadi penyimpangan lebih dari 10 % maka dilakukan kalibrasi

dan pengukuran ulang sampel sebelum di periksa.

e.) Kalibrasi dan penentuan Pb

Disiapkan SSA, kemudian atur kondisi operasional untuk analisis Pb

sesuai dengan cara kerja alat. Tepatkan panjang gelombang 283,3 nm dengan 26

Page 28: pkl p3gi

celah 0,7 nm. Ukur larutan standar Pb dengan pengulangan minimal 2 kali atau

hingga perbedaan masing-masing ulangan tidak lebih dari 10 %. Catat luas area

puncak atau absorben dari masing-masing larutan standar. Kemudian buat grafik

hubungan konsentrasi dengan luas area puncak atau absorben, akan diperoleh

persamaan garis regresi. Ukur larutan contoh, setiap 5 kali pengukuran dilakukan

pengukuran ulang larutan standar Pb 0,020 mg /l untuk memeriksa kestabilan alat.

Apabila terjadi penyimpangan lebih dari 10 % maka dilakukan kalibrasi dan

pengukuran ulang contoh sebelum diperiksa.

Perhitungan

Dari hasil pengukuran As dalam contoh kemudian di plot pada grafik atau

menggunakan persamaan regresi akan diperoleh konsentrasi contoh analit.

Dari hasil pengukuran Pb dalam contoh kemudian di plot pada grafik atau

menggunakan persamaan regresi akan diperoleh konsentrasi contoh analit.

4.3.2 Analisa kadar logam Ca, Mg, Na dan K dalam Tanah

Cara kerja ini telah sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Balai

Penelitian Tanah Departemen Pertanian

Timbang 2,500 g contoh tanah ukuran >2 mm, lalu dicampur dengan lebih

kurang 5 g pasir kuarsa. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah

dilapisi berturut-turut dengan filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter pulp

digunakan seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir

kuarsa sekitar 2,5 g) dan lapisan atas ditutup dengan penambahan 2,5 g pasir.

Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung diupayakan supaya sama. Siapkan

pula blanko dengan pengerjaan seperti contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian

diperkolasi dengan amonium acetat pH 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang

27

Page 29: pkl p3gi

waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan

amonium acetat pH 7,0 untuk pengukuran kationdd: Ca, Mg, K dan Na (S).

Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96

% untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol

dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi

atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl

10 % sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan

dengan larutan NaCl 10 %. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan

cara destilasi atau kolorimetri.

4.3.2.1 Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na)

Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing dipipet 1

ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %.

Diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk pemeriksaan

K dan Na) menggunakan deret standar sebagai pembanding.

4.3.2.2 Pengukuran KTK

Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara destilasi langsung, destilasi

perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl.

a) Destilasi langsung

Pada cara destilasi langsung dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah,

isi tabung perkolasi (setelah selesai tahap pencucian dengan etanol) dipindahkan

secara kuantitatif ke dalam labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas

tabung perkolasi. Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga

setengah volume labu. Siapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu

erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1 % yang ditambah 3 tetes indicator

Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas

ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi

contoh dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung mencapai

50– 75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga

warna merah muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).28

Page 30: pkl p3gi

b. Destilasi perkolat

Cara destilasi perkolat dilakukan dengan memipet 10 ml perkolat NaCl ke

dalam labu didih (tambahkan 1 ml parafin cair untuk menghilangkan buih).

Selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama seperti destilasi langsung.

c. Kolorimetri

Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode Biru

Indofenol. Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl dan deret standar NH4+

(0;2,5; 5; 10; 15; 20 dan 25 me l-1) ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap

tabung tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x). Pipet ke dalam tabung

reaksi lain masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan

berturutturut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml,

kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5 %, kocok dan diukur

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak

pemberian pereaksi ini.

Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar

diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk

deret standar dan contoh.

Perhitungan

Kationdd (cmol (+) kg-1) (S)

= (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 1.000 g g contoh-1 x0,1xfpx fk

= (ppm kurva/bst kation) x 50 ml 1.000 ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1 x fp x fk

= (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp1 x fk

Kapasitas tukar kation (T)

a. Cara destilasi langsung:

KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5 g x fk

= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 40 x fk

b. Cara destilasi perkolat:

KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5g x 50

ml/10 ml x fk

= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 200 x fk29

Page 31: pkl p3gi

c. Cara kolorimetri:

KTK (cmol (+) kg-1) = me kurva x 50 ml 1.000 ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1

x fp2 x fk

= me kurva x 2 x fp2 x fk

Kejenuhan basa = jumlah kationdd (S)/KTK (T) x 100 %

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar

deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

0,1 = faktor konversi dari mmol ke cmol

bst kation = bobot setara: Ca : 20, Mg: 12,15, K: 39, Na: 23

fp1 = faktor pengenceran (10)

fp2 = faktor pengenceran (20)

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

S = jumlah basa-basa tukar (cmol(+) kg-1)

T = kapasitas tukar kation (cmol(+) kg-1)

4.3.3 Analisa kadar logam Fe, Al, Mg dan Ca dalam Pupuk

Cara kerja analisa kadar logam Fe, Al, Mg, dan Ca telah sesuai dengan

analisa di Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian.

Timbang teliti 0,2500 g contoh pupuk yang telah dihaluskan ke dalam labu

takar volume 100 ml. Tambahkan 10 ml HCl 25 % dengan dispenser atau pipet

volume 10 ml. Panaskan pada hot plate sampai larut sempurna, mendidih selama

15 menit. Encerkan dengan air bebas ion dan setelah dingin volume ditepatkan

sampai tanda tera 100 ml,tutup kemudian kocok bolak balik dengan tangan

sampai homogen. Biarkan semalam atau jika perlu disaring untuk mendapatkan

ekstrak jernih dengan cepat.

4.3.3.1 Pengukuran Fe dan Al

Pipet 1 ml ekstrak total ke dalam tabung kimia. Tambahkan 9 ml air bebas ion

30

Page 32: pkl p3gi

(dilutor), kocok sampai homogen dengan vortex. Ukur dengan AAS menggunakan

deret standar campuran Fe (0-10 ppm) dan Al (0-100 ppm) sebagai pembanding.

4.3.3.2 Pengukuran Ca dan Mg

Pipet 1 ml ekstrak total ke dalam tabung kimia, tambahkan 9 ml air bebas ion.

Tambahkan 1 ml larutan LaCl3 25.000 ppm masing-masing ke dalam 10 ml

ekstrak encerdan deret standar campuran Ca (0-25 ppm) dan Mg (0-5 ppm), kocok

sampai homogen(vortex). Ukur dengan AAS.

Perhitungan

Kadar Fe2O3, Al2O3, CaO dan MgO (%)

= ppm kurva x (ml ekstrak 1.000 ml-1) x (100 mg contoh-1) x fp x (B/A) x fk

= ppm kurva x 100/1.000 x 100/250 x fp x B/A x fk

= ppm kurva x 0,04 x fp x B/A x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar

deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

fp = faktor pengenceran (10 untuk Ca dan Mg, 1 untuk Fe dan Al)

B = berat molekul senyawa oksida logam

Fe2O3 = 160 Al2O3 = 102 CaO = 56 MgO = 40,3

A = berat atom logam dalam senyawa oksida

Fe = 112 Al = 54 Ca = 40 Mg = 24,3

5. WAKTU DAN PELAKSANAAN

5.1 Praktek Kerja Lapang dilaksanakan kurang lebih 1 bulan, yang disesuaikan

dengan hari kerja efektif perusahaan. Ketentuan jam kerja bagi mahasiswa

peserta Praktek Kerja Lapang disesuaikan dengan jam kerja perusahaan.

31

Page 33: pkl p3gi

5.2 Dilaksanakan pada waktu semester genap, mulai tanggal 11 Juli s.d. 5

Agustus 2011

5.3 Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan di di Laboratorium Instrumen

Kelompok Peneliti Pengelolahan Hasil dan Bahan Olah, Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan

6. BIDANG PRAKTEK KERJA LAPANG

6.1. Bidang Praktek Kerja Lapang yang akan

diambil adalah bidang analisis atau bidang lain yang masih dalam lingkup

kimia.

6.2. Kami mengharapkan perusahaan dapat

menempatkan kami pada bidang yang sesuai dengan disiplin ilmu yang kami

pelajari sehingga pelaksanaan Praktek Kerja Lapang dapat dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya.

7. PELAKSANA

Praktek Kerja Lapang ini dilaksanaan oleh Mahasiswa Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya,

yaitu :

1. Nama : Rizka Noviati

NIM : 0810923077

Alamat : Jl. Watumujur 1 no 25 Malang

Telepon/ HP : 08568585997

E-mail : [email protected]

2. Nama : Shabrina Adani Putri

NIM : 0810923079

Alamat : Jl. Bengawan Solo no 24.Tembok Indah Pasuruan

Telepon/ HP : 085649667703

E-mail : [email protected]

32

Page 34: pkl p3gi

8. PENUTUP

Demikian proposal kegiatan Praktek Kerja Lapang ini kami ajukan

sebagai salah satu syarat untuk pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Pusat

Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)

Kami akan berusaha untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapang

sesuai dengan aturan yang berlaku di perusahaan dengan sebaik-baiknya,

sehingga ada suatu keuntungan timbal balik antara kami dan pihak

perusahaan. Besar harapan kami akan adanya partisipasi dari berbagai pihak,

sehingga kegiatan ini bisa dilaksanakan dengan lancar sesuai dengan tujuan

yang diinginkan.

Malang, 21 Juni 2011

Hormat kami,

33

Page 35: pkl p3gi

Rizka Noviati Shabrina Adani PNIM. 0810923077 NIM. 0810923079

34