pkg-2000

19
I. PENDAHULUAN “Indonesia Sehat 2010” merupakan salah satu agenda dalam pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas, produktif dan mandiri. Meningkatkan status gizi penduduk merupakan basis pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Melaksanakan pemantauan konsumsi dan status gizi penduduk secara berkala di berbagai tingkat administrassi menjadi sangat penting untuk mengetahui besaran masalah yang perlu segera ditanggulangi. Pemantauan secara berkala konsumsi dan status gizi penduduk sangat diperlukan untuk mengantisipasi berbagai gejolak yang mungkin terjadi seperti krisis ekonomi, kerawanan pangan dan lain sebagainya. Penduduk miskin di pedesaan, terutama yang tidak mencukupi cukup lahan pertanian, dan penduduk miskin di daerah kumuh perkotaan merupakan kelompok masyarakat yang pertama kali akan mengalami kekurangan gizi pada saat terjadi gejolak krisis atau kerawanan pangan. Masalah konsumsi pangan sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten, sehingga sangat penting untuk memperoleh informasi tentang ketersedian kecukupan konsumsi pangan sampai dengan tingkat rumah tangga. Defisiensi terhadap zat gizi mikro terutama vitamin A, iodium dan zat besi sudah diketahui diderita banyak penduduk di Indonesia. Analisis Pemantauan Status Gizi (PKG) 1995 sampai dengan 1998 menemukan juga bahwa konsumsi kalsium sangat kurang hampir di seluruh 1

Transcript of pkg-2000

Page 1: pkg-2000

I. PENDAHULUAN

“Indonesia Sehat 2010” merupakan salah satu agenda dalam pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas, produktif dan mandiri. Meningkatkan status gizi penduduk merupakan basis pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Melaksanakan pemantauan konsumsi dan status gizi penduduk secara berkala di berbagai tingkat administrassi menjadi sangat penting untuk mengetahui besaran masalah yang perlu segera ditanggulangi.

Pemantauan secara berkala konsumsi dan status gizi penduduk sangat diperlukan untuk mengantisipasi berbagai gejolak yang mungkin terjadi seperti krisis ekonomi, kerawanan pangan dan lain sebagainya. Penduduk miskin di pedesaan, terutama yang tidak mencukupi cukup lahan pertanian, dan penduduk miskin di daerah kumuh perkotaan merupakan kelompok masyarakat yang pertama kali akan mengalami kekurangan gizi pada saat terjadi gejolak krisis atau kerawanan pangan.

Masalah konsumsi pangan sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten, sehingga sangat penting untuk memperoleh informasi tentang ketersedian kecukupan konsumsi pangan sampai dengan tingkat rumah tangga. Defisiensi terhadap zat gizi mikro terutama vitamin A, iodium dan zat besi sudah diketahui diderita banyak penduduk di Indonesia. Analisis Pemantauan Status Gizi (PKG) 1995 sampai dengan 1998 menemukan juga bahwa konsumsi kalsium sangat kurang hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Penduduk yang tidak cukup mengkonsumsi pangan, atau mungkin konsumsi pangan sudah mencukupi akan tetapi jika pada konsumsi sehari-hari tidak seimbang akan menimbulkan masalah pada penduduk.

Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan, melaksanakan PKG sejak tahun 1995 dan secara berkala dilakukan setiap tahun. Hasil analisis PKG merujuk

1

Page 2: pkg-2000

rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang menyebutkan bahwa rata-rata konsumsi kalori per orang per hari adalah 2150 Kkal dan 46.2 gram untuk protein. Rumah tangga yang individunya mengkonsumsi kalori dan protein kurang dari 70% dari nilai rata-rata tersebut dinilai sebagai rumah tangga yang bermasalah dalam hal kecukupan konsumsi pangan sehari-hari (rumah tangga defisit kalori dan/atau protein).

Analisis PKG 1995 sampai dengan 1998 secara umum memantau bahwa di tingkat nasional, rata-rata konsumsi kalori dan protein sudah mendekati kecukupan yang dianjurkan. Akan tetapi jika dilihat distribusinya maka masih terlihat 30-50% rumah tangga mengkonsumsi kurang dari 70% dari kecukupan.

Pemantauan konsumsi gizi ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan secara berkala, sehingga pemerintah daerah dapat melakukan kebutuhan konsumsi pangan di wilayah kerja masing-masing.

Pedoman ini digunakan untuk kabupaten/kota dalam melaksanakan PKG agar ketahanan pangan tingkat rumah tangga bisa selalu diketahui. Hasil dari PKG dapat dianalisis sebagai masukan pemerintah daerah untuk rencana pembangunan pangan dan gizi.

II. TUJUAN

UmumMendapatkan gambaran tingkat ketahanan pangan rumah tangga di tingkat kabupaten/kota .

Khusus1) Memperoleh gambaran tingkat konsumsi

energi dan protein di tingkat kabupaten/kota.2) Memperoleh gambaran besaran defisit energi

dan protein padarumah tangga di kabupaten/kota

2

Page 3: pkg-2000

3) Untuk menilai gambaran keanekaragaman pangan di tingkat rumah tangga.

3

Page 4: pkg-2000

III. METODOLOGI

Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) tahun 2000 dilakukan berdasarkan pada prevalensi Defisit Energi Rumah tangga dari hasil PKG tahun-tahun sebelumnya. Setiap wilayah kabupaten/kota dapat menentukan kebutuhan sampel rumah tangga untuk keperluan informasi besaran masalah ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Sama halnya dengan PSG, maka pemilihan sampel untuk PKG juga menggunakan sistim “kluster”.

A. Penentuan Sampel

Unit terkecil penilaian konsumsi gizi adalah Kabupaten. Dasar penentuan jumlah sampel PKG adalah prevalensi konsumsi gizi tingkat kabupaten pada tahun sebelumnya.

Untuk itu maka cara perhitungan jumlah sampel adalah sebagai berikut :

1. Perhitungan besar sampel

Pemilihan sampel pada PKG digunakan untuk menentukan rumah tangga yang dapat mewakili penduduk secara keseluruhan. PKG memilih rumah tangga, karena rumah tangga merupakan unit terkecil untuk dapat memberikan gambaran masalah ketahanan pangan dan dapat mewakili keseluruhan penduduk.

Perhitungan beser sampel digunakan rumus sebagai berikut :

Besar sampel Rumah tangga (N) ={(T2 X P X Q) / D2 } X E

4

Page 5: pkg-2000

T = nilai uji – t statistik pada batas kepercayaan 95% atau setara dengan 1.96 yang dibulatkan menjadi 2,0

P = Prevalensi “Defisit Kalori” Catatan :

a. Gunakan angka prevalensi terakhir (PSG tahun sebelumnya) di kecamatan yang bersangkutan

b. Bila angka prevalensi tingkat kecamatan tidak tersedia, gunakan angka P = 50% (angka prevalensi unruk varians terbesar)

Q = 100 % – P

D = Perkiraan penyimpangan terhadap nilai prevalensi sebenarya (True Prevalence) yang besarnya disesuaikan dengan prevalensi, yang besarnya disesuaikan dengan prevalensi. Dalam PKG digunakan kesepakatan sebagai berikut :

Prevalensi

Nilai D

>= 30%< 30%

5 %3 %

E = Efek disain, untuk mengkonsumsi keragaman antar kluster

Contoh:

Kabupaten Bogor, Jawa Barat mempunyai prevalensi defisit kalori (P) berdasarkan hasil PKG tahun sebelumnya sebesar 48.2% rumah tangga mengkonsumsi kalori <70% dari kecukupan per hari, atau P=48.2%. Diasumsikan toleransi kesalahan 5% (D=5) dengan tingkat keyakinan pengukuran yang benar 95% (t=1.96) atau dibulatkan menjadi 2, maka sampel RT yang dibutuhkan :

Sampel RT = {22 X 48.2 X (100-48.2)}/52 x 2 = 798 rumah tangga

Tambahkan 10% untuk menghindari kehilangan sampel akibat kesalahan ukur dan sebagainya, sehingga jumlah sampel yang diperlukan menjadi 798 + 80 = 878 dibulatkan menjadi 880 Rumah Tangga.

5

Page 6: pkg-2000

2. Hitung jumlah sampel desa

Pilih 1/5 jumlah desa di kabupaten secara random (acak).

Bagi jumlah seluruh desa di kabupaten dengan lima (5) Bulatkan angka hasil pembagian dengan ketentuan :

bila angka desimal >= 0,5 dibulatkan keatas Bila angka desimal < 0,5 dibulatkan kebawah

Contoh: Kabupaten Bogor, Jawa Barat terbagi menjadi 424 desa atau 1/5 dari total desa, yaitu 84.8 atau dibulatkan menjadi 85 desa yang akan menjadi lokasi sampel PKG.

3. Hitung jumlah rata-rata sampel rumah tangga yang dibutuhkan per desa

Bagi jumlah rumah tangga sampel dibagi dengan jumlah desa terpilih.

Contoh : kabupaten Bogor dengan dasar defisit kalori tahun sebelumnya membutuhkan 880 rumah tangga sampel . Seperti yang tertulis pada butir 3, jumlah desa terpilih adalah 85 desa, maka diperlukan : 880/85= 10 RT per desa.

4. Pemilihan sampel rumah tangga di tiap desa

Setelah jumlah desa dan rumah tangga telah ditentukan, maka perlu ditentukan titik kluster untuk awal mulai bergerak memilih rumah tangga yang akan diinterview.

Titik kluster bisa : sekolah, pasar, mesjid, rumah kepala desa, gereja, lumbung desa dan tempat-tempat lainnya. Jika pada pemilihan rumah tangga dari 1 titik/pusat kluster sudah terlalu melebar, bisa dilakukan pemilihan lebih dari 1 titik/pusat kluster.

Dari titik kluster yang telah ditentukan, carilah sampel rumah tangga sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

6

Page 7: pkg-2000

B. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam PKG, adalah data jenis dan jumlah konsumsi berbagai bahan makanan selama 24 jam (1 hari) yang lalu, yang meliputi;

KETERANGAN TEMPAT : Propinsi, kabupaten/kota, kecamatan. Desa/kelurahan, type desa/kelurahan

KETERANGAN RUMAH TANGGA : Nama Kepala Rumah Tangga, Jumlah anggota rumah tangga berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan waktu makan.

KETERANGAN KONSUMSI MAKANAN DALAM 1 HARI (24 JAM) YANG LALU : Jumlah orang yang makan pagi, siang dan malam yang diuraikan dari kelompok bahan makanan yang berasal dari masakan/menu dalam 1 hari, termasuk makan jajan antara makan pagi siang dan malam.

KETERANGAN PENGUMPULAN DATA: Nama dan data pengumpul data.

C. Tenaga Pengumpul Data

Tenaga pengumpul data adalah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas yang dibantu oleh pelaksana gizi kabupaten/kota.

D. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas dengan latar belakang gizi (bagi kecamatan yang tidak mempunyai tenaga gizi perlu adanya bantuan tenaga gizi kabupaten/kota). Dilakukan di rumah responden dengan menggunakan kuesioner pemantauan konsumsi gizi .

Responden yang diwawancarai adalah ibu rumah tangga dan atau anggota lainnya yang dianggap

7

Page 8: pkg-2000

paling mengetahui keadaan rumah tangga serta konsumsi makanan keluarga, termasuk makanan selingan/jajanan.

E. Supervisi hasil pengukuran konsumsi gizi

Supervisi diperlukan untuk mengetahui dan memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh petugas dalam pengambilan data konsumsi, terutama makanan yang sering dikonsumsi. Supervisi sebaiknya dilaksanakan baik oleh petugas kabupaten maupun petugas propinsi.

IV. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Jadwal Pelaksanaan

No Kegiatan Bulan Keterangan

Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

1 PERSIAPAN

1.Pelat.tk.Pusat

2.Desiminasi informasi

3.Pengiriman buku ped.

4.Persiapan tk.prop

5.Orientasi pet.kec.

2 PELAKSANAAN

1.Pengump.data

2.Validasi data

3.Pengiriman form & entri data

4.Pengiriman data,pengolahan data & penyus.laporan

3 EVALUASI

1.Seminar hasil

2.Perbaikan lap.

3.Umpan balik

4.Lap. Akhir

8

Page 9: pkg-2000

9

Page 10: pkg-2000

B. Mekanisme Pelaporan

Jalur pelaporan dari kegiatan pemantauan konsumsi gizi adalah sebagai berikut :

F4/PKGF3/PKGDisket Data

F4/PKG F2/PKG F1/PKG

F1/PKG

F1/PKG

F1/PKG F4/PKG

Arus PelaporanUmpan Balik

Jenis formulir Pemantauan Konsumsi Gizi :F1/PKG= Pemantauan Konsumsi Gizi

10

PUSAT

PROPINSI

KAB/KOTA

KECAMATAN/PUSKESMAS

DESA/KELURAHAN

DESA/KELURAHAN

Dari tiap desa/kelurahan dipilih 1 (satu) kampung/dusun/RW sebagai wilayah kerja,selanjutnya dari tiap kampung/dusun/RW terpilih tersebut diambil 7 rumah tangga

Page 11: pkg-2000

F2/PKG= Konsumsi Energi, Protein dan Skor Pola Pangan Harapan Tingkat Kabupaten / Kota

F3/PKG= Konsumsi Energi Protein dan Skor Pola Pangan Harapan Tingkat Propinsi

F4/PKG = Rekapitulasi konsumsi energi, protein % AKG dan SKOR PPH menurut Kabupaten/Kota.

Penjelasan Jalur Pelaporan :

F1/PKG F1/PKG yang telah diisi, dikumpulkan seluruhnya di

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selanjutnya

mengirimkan formulir data F1/PKG ke Seksi Gizi dan Kesga Kanwil Depkes Propinsi, yang selanjutnya akan diolah dengan komputer.Catatan: Apabila memungkinkan (Dinkes Dati II memiliki

fasilitas komputer), pengolahan F1/PKG secara komputerisasi dapat dilakukan di tingkat kabupaten/ kota. Jika pengolahan dilakukan di Dinkes Dati II, yang dikirim ke propinsi adalah : F2/PKG dan Disket Data F1

F2/PKG F2 merupakan hasil rekapitulasi F1, yang diterima dari seluruh kecamatan

Dibuat oleh kabupaten rangkap 2 (dua): 1 rangkap dikirim ke propinsi dan 1 rangkap lainnya untuk arsip kabupaten/kota.

F3/PKG F3 merupakan hasil rekapitulasi F2, yang diterima dari seluruh kabupaten/kota

Dibuat rangkap 2 (dua) oleh propinsi : 1 rangkap dikirim ke pusat (Direktorat Gizi Masyarakat Depkes); dan 1 rangkap lainnya untuk arsip propinsi.

11

Page 12: pkg-2000

F4/PKG F4 merupakan hasil rekapitulasi konsumsi energi, protein % AKG dan Skor PPH dari F3, yang diterima dari seluruh kabupaten/kota

Dibuat 3 (tiga) rangkap oleh propinsi: 1 rangkap dikirim ke pusat (Direktorat Gizi Masyarakat Depkes; 1 rangkap dikirim ke Kabupaten/Kota sebagai umpan balik (Dinkes Dati II); dan 1 rangkap lainnya untuk arsip propinsi.

Catatan : F3/PKG dan F4/PKG dikirimkan ke Pusat (Direktorat Gizi Masyarakat Depkes) bersama-sama dengan Disket Data Pemantauan Konsumsi Gizi.

V. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Pengolahan dan analisis data dilakukan di tingkat propinsi, namun demikian apabila memungkinkan pengolahan dan analisis data dapat dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Semua perhitungan dan pengolahan dilaksanakan oleh komputer menggunakan perangkat lunak PKG. Formulir-formulir laporan berupa F2/PKG dan F3/PKG langsung dibuat oleh komputer. Hanya F4/PKG yang perlu direkapitulasi dan disalin dari formulir olahan yang dihasilkan komputer tersebut. Dalam pengolahan PKG ini termasuk pembuatan tabel-tabel tersebut tidak diperlukan kalkulator untuk perhitungannya.

Sebagai pedoman perhitungan yang dilaksanakan komputer tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

12

Page 13: pkg-2000

F2/PKG

F2/PKG adalah Formulir Konsumsi Energi, Protein dan Skor Pola Pangan Harapan Tingkat Kabupaten/Kota, yang perhitungannya dilakukan oleh perangkat lunak PKG dengan komputer berdasarkan data pemantauan konsumsi F1/PKG yang dientri (Petunjuk Operasional Entri Data Pemantauan Konsumsi dapat dilihat pada Lampiran).

Persentase anjuran kecukupan gizi (% AKG), untuk energi dan protein perhitungannya didasarkan pada rumus berikut :

% AKG Energi = jumlah konsumsi Energi /kapita/hari (kolom 3) x 100%

2150 Kkal

% AKG Protein = jumlah konsumsi Protein/kapita/hari (kolom 4) x 100%

46,2 gram

Untuk memperoleh Skor Pola Pangan Harapan (PPH), terlebih dahulu dihitung persentase masing-masing kelompok bahan makanan terhadap total energi (Kal) dengan rumus sebagai berikut :

13

Page 14: pkg-2000

Selanjutnya Skor PPH dari setiap kelompok bahan makanan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Jumlahkanlah Skor PPH semua kelompok bahan makanan untuk mendapatkan Total Skor PPH.

F3/PKG

F3/PKG adalah formulir Konsumsi Energi, Protein dan Skor Pola Pangan Harapan Tingkat Propinsi, yang perhitungannya sama dengan F2/PKG dilakukan oleh perangkat lunak PKG dengan komputer berdasarkan data pemantauan konsumsi F1/PKG yang dientri.

F4/PKG

F4/PKG adalah formulir Rekapitulasi Konsumsi Energi, Protein, % AKG dan Skor PPH Menurut Kabupaten/Kota. Formulir ini harus dikerjakan manual dan diisi berdasarkan F2/PKG untuk masing-masing kabupaten/kota. Sedangkan angka untuk tingkat propinsi (baris terakhir) diperoleh dari F3/PKG.

14

Page 15: pkg-2000

VI. PEMANFAATAN INFORMASI

Informasi yang dihasilkan dari pemantauan konsumsi gizi ini dapat dimanfaatkan oleh tingkat propinsi dan tingkat kabupaten untuk perencanaan dan evaluasi program pangan dan perbaikan gizi, meliputi :1. Informasi mengenai perkembangan serta gambaran

tingkat konsumsi pangan dan skor PPH dari tahun ke tahun masing-masing wilayah baik menurut kategori perkotaan maupun perdesaan yang kemudian dibandingkan dengan AKG dan skor PPH.

2. Informasi perbandingan antar wilayah kerja (kabupaten/kota, kecamatan) menurut tingkat konsumsi gizi dan skor PPH. Wilayah kerja mana yang sudah baik dan yang belum baik tingkat konsumsi gizinya maupun kualitas konsumsi pangannya dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) maupun skor PPH yang telah ditetapkan.

3. Penentuan prioritas program pangan dan perbaikan gizi. Penentuan prioritas ini akan lebih tajam lagi jika informasi ini dikaitkan dengan informasi status gizi dan informasi ketersediaan pangan.

4. Perbaikan tingkat konsumsi pangan maupun kualitas konsumsi pangan/ keragaman konsumsi pangan.

5. Bahan evaluasi keberhasilan program pangan dan perbaikan gizi serta penentuan prioritas dan penentuan intervensi lebih lanjut.Catatan : Bila informasi ini dibandingkan menurut waktu panen dan

paceklik dapat digunakan untuk menentukan intervensi yang sifatnya jangka pendek/segera. Penentuan intervensi akan lebih tajam apabila informasi ini dikaitkan dengan informasi status gizi, informasi harga pangan dan indikator lainnya yang terkait.

Jika informasi ini diikuti setiap tahun, maka dapat dilihat perkembangan tingkat konsumsi dan keragaman

15

Page 16: pkg-2000

konsumsi pangan baik untuk kategori kecamatan perkotaan dan kecamatan pedesaan.

16