Pio Derma
-
Upload
rusmanshiddiq -
Category
Documents
-
view
47 -
download
1
Transcript of Pio Derma
REFERAT
PIODERMA
Dokter Pembimbing :
Dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK
Disusun oleh :
Rusman Shiddiq G1A211004
Iwan Irawan G1A
Raden Novi N
Ikhsani Utami
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
PIODERMA
Diajukan untuk memenuhi syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal April 2013
Disusun oleh :
Rusman Shiddiq G1A211004
Iwan Irawan G1A
Raden Novi N
Ikhsani Utami
Purwokerto, April 2013
Dokter Pembimbing,
Dr. Ismiralda Oke P utranti , Sp.KK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan Referat yang berjudul “Pioderma”. Referat ini dibuat
dengan tujuan memenuhi syarat dalam melaksanakan kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter
di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Penyusunan Referat ini tidak lepas dari bantuan serta uluran tangan dari berbagai pihak baik
moral, maupun material. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.
Ismiralda Oke P, Sp.KK atas saran dan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Terima kasih kepada
teman teman UNSOED dan UPN atas segala kerja sama selama ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan Referat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa diharapkan demi kesempurnaan Referat
ini di masa yang akan datang. Semoga Referat ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Purwokerto, April 2013
Penulis
PIODERMA
Definisi pioderma
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcuc, Streptococcus, atau oleh
kedua-duanya (Djuanda, 2007).
Etiologi
Penyebabnya yang utama ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolitycus,
sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyebabkan infeksi (Djuanda, 2007).
Faktor predisposisi (Djuanda, 2007)
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan
Misalnya: kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik, neoplasma ganas, diabetes melitus
3. Telah ada penyakit lain di kulit
Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggi
sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Klasifikasi (Djuanda, 2007)
1. Pioderma primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan mengikuti
penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut
impetigenisata, skabies impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus,
pustul, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening
regional, leukositosis, dapat pula disertai demam.
Granuloma Piogenikum
Granuloma piogenik (GP) atau biasa juga disebut hemangioma kapiler lobular
(lobular capillary hemangioma) atau granuloma telangiektatik (granuloma
telangiectaticum) adalah lesi vaskuler yang berkembang dengan cepat atau merupakan
suatu hemangioma tipe kapiler yang berhubungan dengan trauma sebelumnya (Holbe,
2003; Lichenstein 2004). Penggunaan istilah granuloma piogenik sebenarnya tidak tepat
karena tidak terdapat proses piogenik dan tidak mempunyai tanda karakteristik dari suatu
granuloma (Pierson, 2004; Koh dan Bhawan, 1992).
Epidemiologi
Dapat terjadi pada semua umur, tetapi sering terjadi pada umur rata-rata 6-7 tahun dan
dewasa muda. Sering mengenai muka, jari, gingiva dan daerah lain yang mudah terkena
trauma. Penyebab pasti GP sampai sekarang belum diketahui, tetapi biasanya timbul
didahului oleh trauma (Grevelink dan Mulliken, 2003; Pierson, 2004).
Etiologi
Penyebab pasti granuloma piogenik sampai sekarang belum diketahui. Namun trauma
sejak dahulu dianggap sebagai penyebab utama, dimana pada suatu penelitian ditemukan
7% kasus mempunyai riwayat trauma. Dikatakan trauma bentuk penetrasi yang tersering.
Pada kasus-kasus lain penderita tidak mengingat adanya trauma, tetapi pekerjaan atau
situasi lesi menyebabkan trauma minor dapat terjadi. Pengaruh hormonal, viral onkogen,
malformasi arteriovenous mikroskopik dan produksi faktor angiogenik diduga juga
berperan. Pertumbuhan lesi akibat terapi retinoid sistemik atau protease inhibitor telah
dilaporkan, tetapi fenomena ini belum sepenuhnya dimengerti (Pierson, 2004)
Gejala klinis
Perjalanan penyakit dimulai dengan abrasi atau luka lecet di kulit, selanjutnya terjadi
pertumbuhan jaringan ikat berupa tumor bertangkai, berwarna merah dan mudah berdarah
kalau terkena trauma. (Siregar, 2005).
Pemeriksaan
Ujud kelainan kulit yang ditemukan yaitu nodul lentikular bundar berwarna merah dan
erosif, dikelilingi skuama berwarna coklat kehitaman (Siregar, 2005)
Histopatologi
Gambaran histopatologis GP terdapat proliferasi pembuluh darah kecil, yang akan
menerobos epidermis dan membentuk tumor globular yang bertangkai, yang dibatasi oleh
epidermis yang koleret (Pierson, 2004; Koh dan Bhawan, 1992). Kadang-kadang terdapat
erosi dan ulserasi di permukaannya (Pierson, 2004). Proliferasi pembuluh darah ini
terdapat pada stroma gelatinous, yang tidak terdapat kolagen pada stadium awal dan relatif
kaya musin. Sel-sel endotel membengkak seperti pada jaringan granulasi yang baru,
membatasi pembuluh darah dalam lapisan tunggal dan dikelilingi oleh campuran populasi
sel fibroblast, sel mast, sel plasma dan pada permukaan yang erosi terdapat lekosit PMN.
Pada lesi yang lebih tua cenderung lebih terorganisasi dan sebagian fibrosis (Pierson,
2004).
Tatalaksana
Penatalaksanaan GP dapat dilakukan dengan biopsi, eksisi skalpel atau laser, kuretase dan
kauterisasi koagulasi (Pierson, 2004; dan Holbe, 2003). Ada yang mengatakan jangan
melakukan kauterisasi pada lesi yang besar atau luas, sebaiknya dieksisi (Anonim, 2004).
Semua modalitas tersebut kuratif asalkan lesi terangkat sempurna (Pierson, 2004). Holbe
memperkenalkan suatu cara yang mudah dilakukan terutama untuk anak-anak karena tidak
membutuhkan anestesi yaitu dengan mengikat tangkai GP sedekat mungkin dengan dasar
kemudian ditutup dan beberapa hari kemudian GP akan nekrosis dan lepas dengan
sendirinya. Kekurangan cara ini hanya tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologis.
Jadi cara ini hanya dilakukan pada kasus yang secara klinis jelas suatu GP (Holbe, 2003)
Tanpa melihat modalitas terapi yang digunakan, rekurensi bisa mencapai 40-50%
(Pierson, 2004). Ada yang mengatakan bahwa terjadi rekurensi karena proliferasi
pembuluh darah pada dasar lesi meluas dalam pola konus ke dermis bagian dalam. Pada
beberapa tempat seperti lipatan kuku atau bagian anterior jari, sangat beralasan untuk
melakukan kuretase. Bilamana memungkinkan, dapat dilakukan eksisi elips sempit tetapi
dalam di bawah lesi dan menutupnya dengan jahitan, karena cara ini memberikan angka
kesembuhan tertinggi (Anonim, 2004).
Keratolisis berlubang
Keratolisis berlubang adalah infeksi superfisial kulit yang memberi / menyebabkan
timbulnya lubang-lubang pada stratum korneum dan biasanya timbul pada telapak tangan
dan telapak kaki. Sinosim keratolisis berlubang yaitu keratoma plantera sulkatum,
keratolisis plantare sulkatum, dan Pitted keratolysis (Siregar, 2005).
Etiologi
Penyebab keratolisis berlubang yaitu suatu mikroorganisme yang bersifat gram positif,
berbentuk kokoid dan filamentosis yang oleh Tapin dikelompokkan dalam spesies
Corynebacterium (Siregar, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kelembaban udara merupakan faktor yang memperberat penyakit ini. Orang-orang yang
tidak memakai alas kaki ikut memengaruhi timbulnya penyakit. Lingkungan basah atau
penyakit hiperhidrosis serta orang yang bekerja di lapangan keras seperti lapangan
bebatuan dan berpasis meningkatkan kejadian penyakit ini (Siregar, 2005).
Gejala klinis
Lesi-lesi berlubang biasanya 1-5 mm timbul pada telapak kaki sehingga memberi
gambaran “Punch out appearance”. Lesi-lesi ini dapat bergabung sehingga menunjukkan
bentuk-bentuk lesi yang menyerupai erosi. Umumnya hanya stratum korneum yang
terkena. Biasanya lesi-lesi lebih sering timbul pada daerah yang ada tekanan misalnya kaki
bagian volar dan ujung-ujung jari dan tumit. Lubang-lubang terbentuk akibat lisis dari
stratum korneum; berwarna kecoklatan yang memberi kesan kurang kebersihan. Penyakit
ini biasanya tidak menimbulkan gejala; hanya pasien-pasien yang berat mengeluh merasa
tidak enak di kaki (Siregar, 2005).
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi penyakit ini biasanya di telapak kaki, tumit, bagian volar dan ujung-ujung kaki
serta telapak tangan dan ujung-ujung jari. Ujud kelainan penyakit ini yaitu: hiperkeratosis
yang miliar dengan warna kecoklatan, lubang-lubang yang menyeluruh seluruh area.
Kadang-kadang ada fisura dengan panjang 1-5 mm (Siregar, 2005).
Histopatologis
Hiperkeratosis, parakeratosis ringan dan akantosis. Pada lapisan epidermis bagian atas
terdapat hipervaskularisasi dengan sebukan sel-sel radang limfosit (Siregar, 2005).
Pemeriksaan penunjang
Kerokan kulit dibuat preparat gram untuk menemukan mikroorganisme yang berbentuk
kokoid dan filamentus (Siregar, 2005).
Diagnosis banding
Hiperhidrosis, tinea pedis (perlu dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH),
eritrasma dilakukan sediaan apus dengan pewarnaan gram (Siregar, 2005).
Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder sehingga menimbulkan erisipelas atau abses (Siregar, 2005).
Penatalaksanaan (Siregar, 2005).
Non medikamentosa
Paka alas kaki ketika bekerja di luar rumah
Medikamentosa
Antibiotik topikal seperti asam fusidat atau golongan azol seperti imidazol, ketokonazol
atau itrakonazol dapat menolong
Prognosis
Prognosis penyakit ini bonam (Siregar, 2005).
Referensi:
Siregar, R.S, 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. Hal 45-49.
Pierson JC. Pyogenic Granuloma (Lobular Capillary Hemangioma). Available at
http://www.emedicine.com/emerg/topic753.htm. Accessed on September 19,
2004.
Holbe HC, Frosch PJ, Herbst RA. Surgical Pearl: Ligation of the base of pyogenic
granuloma-An atraumatic, simple and cost-effective procedure. J Am Acad
Dermatol 2003;49:509-10.
Koh HK, Bhawan J. Tumors of the skin. In: Moschella SL, Hurley HJ, eds. Dermatology, 3rd
ed. Phialdelphia: W.B.Saunders company, 1992:1721-77.
MacKie RM. Soft-tissue tumours. In: Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM,
eds. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of dermatology, 6th ed.
London:Blackwell Science, 1998:2347-55.
Grevelink SV, Mulliken JB. Vascular anomalies and tumors of skin and subcutaneous tissues.
In: Freedberg, IM. Eisen, AZ. Wolff, K. Austen, KF. Goldsmith, LA. Katz,
SI. Editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New
York: McGraw Hill, 2003:1002-19.
Lichenstein R. Granuloma, annulare and pyogenic. Available at
http://www.emedicine.com/emerg/topic753.htm. Accessed on September 19,
2004.
Anonim. Pyogenic granuloma (Proud flesh). Available at
http://www.ncemi.org/cse/cse1112.htm. Accessed on September 19, 2004.
Djuanda A, 2007. Pioderma dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima.
Jakarta:FKUI. Hal. 57