Pestisida Fumigan Dan Sistemik

12
LAPORAN PRAKTIKUM PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PESTISIDA (PTN304) PENGENALAN PESTISIDA FUMIGAN DAN SISTEMIK KELOMPOK V Andrixinata B Anita Widyawati Rizky irawan Novra Ernaliana S Dita Megasari Yan Yanuar Syahroni Yuke Nur Aprilianti Zakarias Wens Pikindu A34070016 A34080018 A34080019 A34080036 A34080049 A34080093 A34080071 A34080099 Dosen praktikum Dr. Ir. Dadang, M.Sc DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Transcript of Pestisida Fumigan Dan Sistemik

Page 1: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PESTISIDA (PTN304)

PENGENALAN PESTISIDA FUMIGAN DAN SISTEMIK

KELOMPOK V

Andrixinata B

Anita Widyawati

Rizky irawan

Novra Ernaliana S

Dita Megasari

Yan Yanuar Syahroni

Yuke Nur Aprilianti

Zakarias Wens Pikindu

A34070016

A34080018

A34080019

A34080036

A34080049

A34080093

A34080071

A34080099

Dosen praktikum

Dr. Ir. Dadang, M.Sc

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

PENDAHULUAN

Latar belakang

Fumigan merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan

masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernafasan atau sistem trakea yang

kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Karena sifatnya yang mudah

menguap fumigan biasanya digunakan untuk mengendalikan hama

gudang/simpanan yang berada di ruang atau tempat tertutup dan juga untuk

mengendalikan hama yang berada di dalam tanah.

Fumigasi adalah metode disinfestasi yang bertujuan untuk membasmi hama

dengan menggunakan fumigan yang bersifat racun. Fumigan harus memenuhi

syarat seperti (1) memiliki daya racun, (2) mudah menguap, (3) tidak

menyebabkan kerusakan pada produk, (4) daya penyebarannya baik dan (5)

ekonomis (biaya yang diperlukan murah). Jenis fumigan yang sering digunakan

dalam penanganan pascapanen buah-buahan/sayuran adalah methyl bromida (MB)

dan ethylene dibromida (EDB). Karena sifat yang khusus dari bahan fumigan

yang digunakan maka diperlukan durasi (periode waktu) dalam pelaksanaannya

dengan maksud agar bahan fumigan tersebut dapat meresap (penetrasi) secara

sempurna dalam setiap komoditi yang difumigasi. Untuk itu, dalam setiap

pelaksanaan fumigasi akan diawali dengan pelepasan gas dan diakhiri dengan

aerasi atau kegiatan untuk menetralisir agar tidak ada residu gas beracun dalam

komoditi tersebut (http://typecat.com/).

Untuk tanah metil bromida fumigants, chloropicrin, dazomet, metam

natrium, dan kalium metam, EPA akan memerlukan tindakan mitigasi suite baru

yang akan bekerja sama untuk melindungi kesehatan manusia. Ketika fumigan

menghilang dari tanah, pekerja atau penonton yang terkena pestisida ini mungkin

mengalami mata atau iritasi pernapasan, atau efek lebih parah dan ireversibel,

tergantung pada fumigan dan tingkat paparan. Tindakan mitigasi berikut

dirancang untuk bekerja bersama untuk melindungi para pengamat dan pekerja.

Tujuan

Praktikum ini diharapkan dapat memberikan dasar bagi mahasiswa untuk

mengenal bagaimana cara kerja pestisida fumigant dan sistemik.

Page 3: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

METODELOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum dilakukan di Laboratorium pendidikan Departemen Proteksi

Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tanggal 16 Maret 2011. Pengamatan

dilaksanakan pada tanggal 17 – 19 Maret 2011.

Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah 30 ekor serangga

Tribolium sp. dan larutan bahan fumigan Furadan 3G. Sedangkan alat yang

digunakan yaitu gelas Erlenmeyer, tiga tabung plastik, benang, bahan perekat, dan

kertas penutup. Kemudian bahan yang digunakan untuk praktikum racun sistemik

yaitu 30 ekor serangga Nilaparvata lugens , enam anakan tanaman padi dan

larutan bacillus thuringiensis. Sedangkan alat yang digunakan yaitu tiga buah

tabung reaksi, tiga potong spoon, dan kapas.

Metode yang digunakan pada praktikum racun fumigan yaitu pertama

siapkan larutan bahan fumigan di dalam labu erlenmeyer , setelah itu masukkan

30 ekor serangga Tribolium sp., ke dalam tiga buah tabung plastik, setiap tabung

berisi 10 ekor serangga Tribolium sp., kemudian masukan tiap tabung plastik

yang berisi serangga tersebut ke dalam labu Erlenmeyer dan diatur posisinya

dengan baik dan tidak terkena larutan fumigan, kemudian ditutup agar tidak

terjadi penguapan. Satu jam kemudian dibuka tutup dan letakkan di cawan petri

yang sudah diberikan dedak jagung atau beras dan disimpan di tempat yang telah

ditentukan, kemudian dilakukan pengamatan selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.

Sedangkan pada praktikum racun sistemik metode yang digunakan yaitu

pertama membuat larutan bacillus thuringiensis 0,1 ml kemudian diisi ke dalam

tiga gelas ukur dengan volume yang sama. Setelah itu membuat lubang pada

spoon dan masukkan satu atau dua tanaman padi muda kemudian masukkan

secara perlahan ke dalam gelas ukur yang terisi larutan racun sistemik. Kemudian

dilakukan pengamatan selama 24 jam, 28, jam, dan 72 jam.

Page 4: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Tabel 1 Data pengujian pestisida fumigan Curacron 250 EC terhadap

Callosobruchus sp.

Dosis (%) 24 jam 48 jam 72 jam

1 2 3 1 2 3 1 2 3

0.1 1 1 1 1 1 1 1 2 1

0.2 0 1 0 0 1 0 1 1 1

0.4 0 0 4 1 0 6 2 1 8

0.8 1 1 4 1 1 5 2 1 6

Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 2 Data pengujian pestisida sistemik Furadan 3G terhadap Nilaparvata

lugens

Dosis

(%)

24 jam 48 jam 72 jam

1 2 3 1 2 3 1 2 3

0.1 1 0 0 8 6 6 8 6 8

0.2 5 3 5 8 8 7 10 10 10

0.4 5 9 6 8 10 6 9 10 6

0.8 8 10 10 9 10 10 10 10 10

Kontrol 0 1 4 0 2 6 5 6 7

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini insektisida yang digunakan adalah Furadan 3 G

yang merupakan racun perut. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan pengujian

5 dosis pestisida terhadap populasi wereng coklat (Nilaparvata lugens). Wereng

coklat ini merusak dengan cara mengisap cairan batang padi sehingga tanaman

padi menjadi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti

terbakar, dan tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil daun menjadi pendek,

sempit, berwarna hijau kekuningkuningan, batang pendek, buku-buku pendek,

anakan banyak tetapi kecil yang biasa disebut dengan penyakit kerdil.

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah serangga yang mati paling banyak

pada dosis 0.2% dan 0.8%. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak

serangga yang mati karena semakin banyak racun yang termakan. Namun,

serangga juga paling banyak mati pada dosis 0.2%. Serangga seharusnya paling

banyak mati pada dosis yaitu 0.8%, tetapi pada hasil pengamatan tidak demikian.

Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan resistensi pada serangga uji,

perbedaan jenis kelamin, perbedaan umur serangga atau kurangnya ketelitian

praktikan dalam mengamati kematian serangga sehingga data sedemikian.

Perubahan ketahanan larva serangga terhadap fumigan selama

pertumbuhannya agak beragam, tergantung jenis fumigan serta cara kerja dan

serangga yang digunakan. Pada praktikum aplikasi insektisida dengan DURSBAN

20 EC yang diberi perlakuan berbeda yaitu fumigan dengan serangga uji

Page 5: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

Tribolium castaneum, dan racun sistemik terhadap serangga uji wereng cokelat

(Nillaparvata lugens). Masing-masing percobaan diberi dosis dan konsentrasi

yang berbeda.

Untuk perlakuan pengujian racun fumigan dan sistemik terhadap serangga

uji Tribolium castaneum dosis yang digunakan sebagai perlakuan bervariatif

0.1%, 0.2%, 0.4%, 0.8% dan control. Pada saat 24 jam setelah aplikasi dengan

tingkat dosis yang berbeda tingkat kematian serangga uji Tribolium castaneum

tertinggi berada pada dosis 0.8% dengan rata-rata jumlah serangga yang mati

sebanyak 2. Sedangkan pada saat 48 jam setelah aplikasi tingkat kematian

serangga uji tertinggi berada pada dosis 0.8% , 0.4% dan 72 jam setelah aplikasi

insektisida tingkat serangga uji tertinggi berada pada dosis 0.4%. sehingga total

keseluruhan serangga uji yang mati akibat insketisida karena penggunaan pada

dosis 0.4%. Dursban ini berbahan aktif

Pada perlakuan serangga uji Nillaparvata lugens dengan insektisida

Furadan 3G dengan kandungan bahan aktif karbofuran 3% dengan formulasi

granular (padatan) termasuk insektisida sistemik berdasarkan cara masuknya

kedalam tubuh serangga. Berdasarkan cara kerja insektisida ini juga termasuk

racun lambung karena menggangu system pencernaan serangga sasaran. Hasil

praktikum menunjukkan bahwa pada saat 24 jam setelah aplikasi banyaknya

serangga yang mengalami kematian terdapat pada dosis 0.8%. hal ini juga terjadi

pada saat 48 jam setelah aplikasi jumlah serangga uji yang tingkat kematiannya

paling tinggi terjadi pada dosis 0.8% yang berarti dalam 1ltr air trdapat 8 ml

insektisida. Jumlah serangga uji yang tingkat kematiannya paling tinggi pada saat

72 jam setelah aplikasi berada pada dosis 0.8% dan 0.2% dengan rata-rata jumlah

serangga uji yang mati 10 ekor. Dengan demikian insektisida tersebut

berpengaruh terhadap serangga uji dengan LD (lethal doses) 95% semakintinggi

dosis maka bnyaknya seraangga uji yang mati lebih bnyak.

Page 6: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

KESIMPULAN

Pengujian racun perut Furadan 3 G sangat efektif pada dosis 0.2% dan

0.8%. Beberapa faktor berpengaruh terhadap hasil percobaan, sehingga terdapat

kematian 100% pada dosis yang rendah pada 0.2%. Pestisida jenis fumigan

sebaiknya diaplikasikan pada tempat tertutup agar memperoleh hasil yang

maksimal.

PUSTAKA

AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius.

Fumigan. http://typecat.com/23 diakses maret 2011

Page 7: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil probit data pengujian fumigan terhadap Callosobruchus sp.

24 jam

Page 8: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

48 jam

Page 9: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

72 jam

Page 10: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

Lampiran 2 Hasil probit data pengujian racun sistemik Fumigan 3G terhadap

Nilaparvata lugens

24 jam

Page 11: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

48 jam

Page 12: Pestisida Fumigan Dan Sistemik

72 jam