PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium …eprints.ums.ac.id/54646/13/NASKAH PUBLIKASI 1.pdf5...

13
PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor PADA PROSES BIODELIGNIFIKASI SERBUK GERGAJI KAYU SENGON DENGAN LAMA INKUBASI YANG BERBEDA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh : IKE WARTINI NINGSIH A420134001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

Transcript of PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium …eprints.ums.ac.id/54646/13/NASKAH PUBLIKASI 1.pdf5...

PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor PADA

PROSES BIODELIGNIFIKASI SERBUK GERGAJI KAYU SENGON DENGAN

LAMA INKUBASI YANG BERBEDA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan

Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh :

IKE WARTINI NINGSIH

A420134001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

i

ii

HALAMAN PENGESAHAN

iii

1

PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor PADA

PROSES BIODELIGNIFIKASI SERBUK GERGAJI KAYU SENGON DENGAN

LAMA INKUBASI YANG BERBEDA

ABSTRAK

Serbuk gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan limbah yang dihasilkan

dari industri penggergajian dan dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan etanol dan pulp/kertas

karena limbah tersebut mengandung serat yang tinggi. Bahan baku tersebut diproses melalui

biodelignifikasi oleh Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dan

Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon dengan lama

inkubasi yang berbeda dengan parameter pertumbuhan JPP (persebaran miselium, ketebalan

miselium dan kerapatan spora) dan biodelignifikasi (warna serbuk, tekstur serbuk dan sifat

permukaan) pada serbuk gergaji kayu sengon menggunakan Flat Digital Microscope dan

SEM (Scanning Electron Microscope). Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan dua faktor, faktor pertama adalah Jenis JPP (J0= kontrol, J1=

Phanerochaete chrysosporium, J2= Trametes versicolor) dan faktor kedua adalah lama

inkubasi (L1= 30 hari, L2= 40 hari) dengan 6 perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dengan lama inkubasi 40 hari lebih optimal yaitu

persebaran miselium yang tersebar merata pada seluruh permukaan media, ketebalan

miselium tebal, kerapatan spora rapat, serbuk berwarna putih, tekstur serbuk lembut, sifat

permukaan kasar dibandingkan Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk

gergaji kayu sengon dengan lama inkubasi yang berbeda.

Kata Kunci: pertumbuhan, Phanerochaete chrysosporium, Trametes versicolor,

biodelignifikasi, serbuk gergaji, kayu sengon

ABSTRACT

Sawdust of sengon wood (Paraserianthes falcataria) is the waste generated from the sawmill

industry and can be utilized as making ethanol and pulp/paper because the waste contains

high fiber. The raw material is processed through biodelignification by Phanerochaete

crysosporium and Trametes versicolor. The purpose of this study was to determine the growth

of Phanerochaete chrysosporium and Trametes versicolor in the process biodelignification

sawdust of sengon wood with the different of incubation duration and growth parameters of

JPP (the spread of the mycelium, the thickness of the mycelium and density of spores) and

biodelignifikasi (color powder, texture powder and surface properties) on sawdust of sengon

wood using Flat Digital Microscope and SEM (Scanning Electron Microscope). This research

method using a completely randomized design (CRD) with two factors, the first factor is the

type of white rot fungi (J0 = control, J1 = Phanerochaete chrysosporium, J2 = Trametes

versicolor) and the second factor is incubation duration (L1 = 30 days, L2 = 40 days ) with 6

treatments. The results showed that the growth of Phanerochaete chrysosporium with

incubation duration of 40 days is optimal namely distribution mycelium evenly spread over

the entire surface of the media, the powders are white, the texture of the powder soft, the

density of spore meeting, the nature of a rough surface, the thickness of the mycelium is

thicker than Trametes versicolor on the biodelignification sawdust of sengon wood with the

different incubation duration.

Keywords: growth, Phanerochaete chrysosporium, Trametes versicolor biodelignification,

sawdust, sengon wood

2

1. PENDAHULUAN

Serbuk gergaji adalah butiran kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji

(Setiyono, 2004). Balai Penelitian Hasil Hutan (BPHH) pada kilang penggergajian di

Sumatera dan Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa menunjukkan bahwa rendemen

rata-rata penggergajian adalah 45%, sisanya 55% berupa limbah. Sebanyak 10% dari

limbah penggergajian tersebut merupakan serbuk gergaji (Wibowo, 1990). Limbah

serbuk gergaji selama ini dimanfaatkan untuk pembuatan etanol (Fatriasari et al., 2011),

media tanam, bahan baku furnitur, bahan baku briket arang, bahan bakar dan kertas

(PPLH, 2007). Serbuk gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria) mempunyai

kandungan selulosa 49%, lignin 26,8%, pentosa 15,6%, abu 0,6%dan silika 0,2%

(Martawiyaja, dkk, 2005 dalam Hapsari, 2014). Pada pembuatan bahan pulp (bubur

kertas) dibutuhkan proses delignifikasi baik secara kimiawi maupun biologi bertujuan

untuk mendegradasi lignin secara selektif. Delignifikasi secara kimiawi akan berdampak

pada pencemaran lingkungan sehingga akan lebih baik jika dilakukan secara

biodelignifikasi yaitu degradasi lignin dengan menggunakan mikroorganisme sebagai

agen pelapuk. Mikroba tersebut adalah golongan jamur pelapuk kayu yang dapat

dijumpai di alam.

Jamur Pelapuk Putih (JPP) merupakan mikroorganisme dari kelas Basidiomycetes

yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin

melibatkan aktivitas enzim lignolitik yang dihasilkan oleh JPP yaitu Lignin Peroksidase

(LiP), Manganese Peroksidase (MnP) dan Lakase. Salah satu jamur yang sering

digunakan adalah Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor (Bajpai, 2012;

Isroi et al., 2011). Pertumbuhan jamur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

media, temperatur inkubasi dan pH media (Rosyida, dkk, 2013). Pertumbuhan jamur

dapat diamati dengan mengukur diameter (Herliyana, dkk, 2011; Risdianto, dkk, 2007),

ketebalan dan sporulasi (Nurjanah, 2016; Aini, 2015), warna substrat dan sifat permukaan

(Menge et al., 2013) dan kenampakan miselium secara mikroskopis berdasarkan hifa,

spora aseksual, bentuk dan spora aseksual (Ilyas, 2007; Jaya, dkk, 2014). Diameter

koloni, karakteristik (tekstur, permukaan, warna, dan zonasi) dan sporulasi jamur sangat

dipengaruhi oleh jenis medium pertumbuhan yang digunakan (Sharma, 2010 dalam Aini

dan Rahayu, 2015).

Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon sebagai media pertumbuhan jamur

merupakan upaya strategis dalam peningkatan dan pengolahan hasil hutan secara

maksimal (Gusmaelina, dkk, 2003). Sejauh ini penelitian menggunakan F1 dilakukan

3

pada budidaya jamur dan belum ditemukan pada proses biodelignifikasi. Oleh karena itu,

dilakukan penelitian menggunakan inokulum JPP berupa F1 dengan media serbuk gergaji

kayu sengon, sehingga perlakuannya berupa variasi waktu inkubasi (30 hari dan 40 hari).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan Phanerochaete

chrysosporium dan Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu

sengon dengan lama inkubasi yang berbeda.

2. METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan

Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai Juli 2017. Penelitian ini merupakan

penelitian eksperimen menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jenis JPP

yang digunakan adalah Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor dengan

lama inkubasi 30 hari dan 40 hari. Analisis data dilakukan menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Parameter yang digunakan adalah pertumbuhan JPP (persebaran

miselium, ketebalan miselium dan kerapatan spora) dan biodelignifikasi (warna serbuk,

tekstur serbuk dan sifat permukaan) pada serbuk gergaji kayu sengon menggunakan Flat

Digital Microscope dan SEM (Scanning Electron Microscope).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang pertumbuhan JPP pada proses

biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon secara makroskopis dan mikroskopis dengan

lama inkubasi yang berbeda diperoleh hasil yang berbeda (Tabel 1). Semakin banyak

tanda +, menunjukkan kualitas parameter lebih baik.

Tabel 1. Perbedaan Pertumbuhan JPP pada Serbuk Gergaji Kayu Sengon melalui Proses

Biodelignifikasi dengan Lama Inkubasi yang berbeda

Perlakuan

Pertumbuhan Biodelignifikasi

Persebaran

Miselium

Ketebalan

Miselium

Kerapatan

Spora

Warna

Serbuk

Tekstur

Serbuk

Sifat

Permukaan

J0L1 - - - ++ + +

J0L2 - - - ++ + +

J1L1 +++ +++ +++ +++ +++ +++

J1L2 +++ +++ +++ +++ +++ +++

J2L1 + ++ ++ + ++ +++

J2L2 + ++ ++ + ++ +++

Keterangan:

J0L1 : Tanpa JPP dan waktu inkubasi 30 hari.

J0L2 : Tanpa JPP dan waktu inkubasi 40 hari.

J1L1 : Jenis JPP PC (Phanerochaete chrysosporium) dan waktu inkubasi 30 hari.

J1L2 : Jenis JPP PC (Phanerochaete chrysosporium) dan waktu inkubasi 40 hari.

J2L1 : Jenis JPP TV (Trametes versicolor) dan waktu inkubasi 30 hari.

J2L2 : Jenis JPP TV (Trametes versicolor) dan waktu inkubasi 40 hari.

4

3.1 Hasil Pertumbuhan JPP pada Serbuk Gergaji Kayu Sengon

Persebaran miselium JPP pada media serbuk dengan lama inkubasi selama 30

hari pada PC yaitu memenuhi seluruh permukaan media serbuk dibandingkan dengan

TV yang persebaran miseliumnya hanya terdapat pada bagian permukaan atas media

serbuk. Pada lama inkubasi 40 hari diperoleh hasil miselium PC tersebar merata pada

seluruh permukaan media serbuk dengan pertumbuhan miselium yang lebih

mendominasi pada bagian permukaan atas media dan miselium lebih tebal

dibandingkan pada perlakuan 30 hari sedangkan pada TV dengan lama inkubasi 40

hari miselium hanya tersebar pada permukaan atas media serbuk dengan

pertumbuhan yang tipis (Gambar 1). PC lebih mudah beradaptasi pada media serbuk

gergaji kayu sengon dengan memanfaatkan nutrisi pada media tersebut. Sesuai

dengan penelitian Rahayu, dkk (2016) yang menggunakan media pelepah salak

diperoleh hasil bahwa TV memerlukan adaptasi dengan substrat serpih pelepah salak

lebih lama dibandingkan PC.

Gambar 1. Perbandingan Persebaran Miselium P. chrysosporium dan T. versicolor

pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (30 dan 40 Hari)

Ketebalan miselium pada perlakuan JPP PC pada lama inkubasi 40 hari (J1L2)

lebih tebal dibanding perlakuan lainnya. JPP PC dapat tumbuh baik pada media serbuk

pada lama inkubasi 30 hari dan 40 hari sehingga dihasilkan miselium yang tebal

karena penyerapan nutrisi lebih maksimal (Gambar 2). Sedangkan pada JPP TV

dengan lama inkubasi 30 hari dan 40 hari ketebalan miselium tipis dikarenakan

pertumbuhan TV yang sedikit lebih lambat dibanding PC.

Pada tabel 1 menunjukkan hasil pada perlakuan J1L1 (Jenis JPP PC dan waktu

inkubasi 30 hari) dan J1L2 (Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 40 hari) kerapatan spora

rapat sedangkan kerapatan spora pada perlakuan J2L1 (Jenis JPP TVdan waktu

inkubasi 30 hari) dan J2L2 (Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 40 hari) adalah sedikit

30 Hari 30 Hari 30 Hari

PC TV K

PC TV

40 Hari 40 Hari 40 Hari

K

5

renggang. Pada perlakuan JPP PC spora berbentuk bulat tampak rapat/berkoloni pada

permukaan media untuk mulai mendegradasi lignin dan memanfaatkan nutrisi dari

serbuk gergaji kayu sengon yang mengandung polisakarida untuk pertumbuhannya

(Gambar 2.).

Gambar 2. Hasil Flat Digital Microscope Pertumbuhan JPP pada Proses

Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (M: Miselium).

Untuk mengamati ketebalan miselium dan kerapatan spora digunakan foto

SEM (Scanning Electron Microscope) JEOL tipe JSM-651OLA (Gambar 3).

Gambar 3. Hasil SEM Pertumbuhan JPP pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji

Kayu Sengon dengan Lama Inkubasi 30 hari dengan perbesaran 700x dan 4000x

(lingkaran: spora; M: Miselium).

3.2 Hasil Biodelignifikasi pada Serbuk Gergaji Kayu Sengon

Warna media setelah ditumbuhi JPP menunjukkan media serbuk pada kontrol

berwarna coklat (Gambar 4).

Gambar 4. Perbandingan Warna Media P. chrysosporium dan T. versicolor

pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (30 dan 40 Hari)

Pada perlakuan J1L1 (Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 30 hari) dan J1L2

(Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 40 hari) warna media adalah putih sedangkan

PC TV

TV

K PC

40 Hari 30 Hari

Kontrol

Permukaan halus

M

M M M

M

M

M

PC TV

M

Kontrol

M

M

PC

40 Hari

M M

PC

M

TV

M M

TV

M

M

40 Hari 30 Hari 30 Hari

6

warna media pada perlakuan J2L1 (Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 30 hari) dan J2L2

(Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 40 hari) menunjukkan warna coklat gelap. JPP

mempunyai kemampuan degradasi lignin dan biobleaching (pemutih) karena

menghasilkan enzim lakase dan peroksidase (lignin peroksidase (LiP) dan

manganese peroksidase (MnP). Apabila dibandingkan dengan kontrol (serbuk tanpa

JPP) yang berwarna coklat, perlakuan dengan PC berwarna lebih terang, namun pada

perlakuan TV warna tampak gelap, sehingga proses bleaching lebih optimal pada PC

dibandingkan TV.

Tekstur media sebelum ditumbuhi JPP (J0L1 dan J0L2) adalah kasar

sedangkan pada perlakuan J1L1 (Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 30 hari) dan J1L2

(Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 40 hari) adalah lembut dan sedikit menggumpal

disebabkan oleh pengikatan miselium JPP pada media serbuk sedangkan pada

perlakuan J2L1 (Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 30 hari) dan J2L2 (Jenis JPP TV dan

waktu inkubasi 40 hari) tekstur media kurang lembut (Gambar 5).

Gambar 5. Perbandingan Tekstur Media P. chrysosporium dan T. versicolor

pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (30 dan 40 Hari)

Tekstur media yang lembut disebabkan oleh matriks serat yang sudah

didegradasi JPP sehingga komponen lignoselulosa menjadi terurai dan selulosa yang

terdapat pada serbuk akan ditumbuhi miselium jamur. Hal tersebut dapat dilihat pada

gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Skema Tujuan Pretreatment pada Bahan Lignoselulosa (Isroi et al., 2011)

Hasil penelitian sifat permukaan serat ditunjukkan pada foto SEM dengan

perbesaran 700x (Gambar 7).

PC TV

40 Hari 30 Hari

PC TV Kontrol

7

Gambar 7. Perbandingan Sifat Permukaan Media setelah ditumbuhi P.

chrysosporium dan T. versicolor pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu

Sengon dengan lama inkubasi 30 hari perbesaran 700x.

Permukaan serat pada kontrol terlihat halus karena tertutup oleh matriks

hemiselulose dan lignin (Raharjo, et al., 2016) yang melapisi bagian luar serat

(selulosa), dinding sel juga tidak tampak. Apabila dibandingkan dengan serat yang

diberi perlakuan JPP maka hasil yang diperoleh berbeda. Hasil diperjelas dengan foto

SEM dan menunjukkan bahwa pada perlakuan PC dengan lama inkubasi 30 hari dan

40 hari permukaan kasar, sama halnya dengan perlakuan TV dengan lama inkubasi

30 hari dan 40 hari dapat dilihat permukaannya yang kasar (Gambar 7). Hal ini

karena permukaan serat tertutup miselium jamur yang mendegradasi lapisan luar

serat. Permukaan kasar dipengaruhi oleh matriks serat yang sudah didegradasi JPP

sehingga dinding sel tidak tampak. Kayu yang terkena JPP canderung masih

memiliki bentuk tetapi menjadi berongga (Wilcox et al., 1996).

4. PENUTUP

Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dengan lama inkubasi 40 hari lebih optimal

pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon dibandingkan Trametes

versicolor.

PERSANTUNAN

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Triastuti Rahayu,

M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan meluangkan waktu

sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Kontrol PC TV

8

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., Rahayu, T. 2015. Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber

Karbohidrat yang Berbeda. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS

2015. Surakarta.

Bajpai, P., 2012, Biotechnology for Pulp and Paper Processing, DOI 10.1007/978-1-4614-

1409-4_7, Springer Science + Business Media. LLC.

Fatriasari, W., Falah, F., Ermawar, R. A., Nugroho, D. T. A., Hermiati, E. 2011.Effect of

Corn Steep Liquor on Bamboo Biochemical Pulping Using Phanerochaete

chrysosporium. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol. 9. No. 2.

Gusmaelina, P. G., Komarayati, S. 2003. Pengembangan penggunaan Arang untuk

Rehabilitasi Lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol 4, No

1, pp. 21-30. Bogor.

Hapsari, W. E. 2014. Pertumbuhan dan Produktifitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

pada Media Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona grandis l) dengan Penambahan

Sekam padi (Oryza sativa). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Herliyana, E. N., Aisah, A. R., Isroi. 2011. “Pretreatment dengan Phanerochaete

chrysosporium dalam Hidrolisis Asam Encer Sludge Kertas”. Jurnal Silvikultur

Tropika. Bogor. Vol. 02. No. 03: 187 – 193.

Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikoflora Kapang pada Sampel Serasah Daun

Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah. Biodiversitas.

Vol. 8 (2): 105-110.

Isroi, Millati, R., Syamsiah, S., Niklasson, C., Cahyanto, M.N., Lundquist, K., Taherzadeh,

M.J., 2011. Biological Treatment of Lignocelulloses With White-Rot Fungi and Its

Applications : A Review. Bioresources.com.

Menge, D., Makobe, M., Shomari, S., Tiedemann, A. V. 2013. Effect of Environmental

Conditions on The Growth of Cryptosporiopsis spp. Causing Leaf and Nut Blight

on Cashew (Anacardium occidentale Linn.). Journal of Yeast and Fungal

Research. Vol. 4(2), pp. 12-20.

Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. 2007. Limbah kayu. Mojokerto: Move Indonesia.

Raharjo, W.P., Rudy S., Anindito P., M. Agus C., and Triyono. 2016. Mechanical Properties

of Untreated and Alkaline Treated Fibers from Zalacca Midrib Wastes.

Sustainable Energy and Advanced Materials AIP Conf. Proc. 1717, 040018-1-

040018-8; doi: 10.1063/1.4943461.

Rahayu, T., Asngad A., Suparti. 2016. “Morfologi Serat Pelepah Tanaman Salak Hasil Proses

Biopulping Menggunakan Kultur Phanerochaete Chrysosporium dan Trametes

Versicolor”. Simposium Nasional RAPI XV. FT UMS.

Risdianto, H. Setiadi. T., Suhardi. H. S dan Niloperbowo. W. 2007. Pemilihan Spesies Jamur

dan Media Imobilisasi Untuk Produksi Enzim Ligninolitik. Prosiding seminar

nasional rekayasa kimia dan proses: 1-6.

9

Rosyida, V. T., Darsih, C., Wahono, S. K. 2013. “Pretreatment Ampas Tebu (Bagas)

Menggunakan Empat Jamur Pelapuk Putih dan Karakteristik Pertumbuhannya”.

Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V UNS Surakarta.

Setiyono. 2004. Pedoman Teknis Pengelolaaan Limbah Industri Kecil. Kementrian

Lingkungan Hidup, Jakarta.

Wibowo C. 1990. Pengaruh Media Semai Serbuk Gergaji dan Pemupukan terhadap

Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria) di Rumah Kaca dan di Hutan

Pendidikan IPB, Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Wilcox, P. L. And Dennis, L. 1996. Detection of a Major Gene for Resistance to Fusiform

Rust Disease in Loblolly Pine by Genomic Mapping. Proc. Natl Acad. Sci. USA

93, 3859–3864.