PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor PADA
PROSES BIODELIGNIFIKASI SERBUK GERGAJI KAYU SENGON DENGAN
LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan
Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh :
IKE WARTINI NINGSIH
A420134001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
PERTUMBUHAN Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor PADA
PROSES BIODELIGNIFIKASI SERBUK GERGAJI KAYU SENGON DENGAN
LAMA INKUBASI YANG BERBEDA
ABSTRAK
Serbuk gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan limbah yang dihasilkan
dari industri penggergajian dan dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan etanol dan pulp/kertas
karena limbah tersebut mengandung serat yang tinggi. Bahan baku tersebut diproses melalui
biodelignifikasi oleh Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dan
Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon dengan lama
inkubasi yang berbeda dengan parameter pertumbuhan JPP (persebaran miselium, ketebalan
miselium dan kerapatan spora) dan biodelignifikasi (warna serbuk, tekstur serbuk dan sifat
permukaan) pada serbuk gergaji kayu sengon menggunakan Flat Digital Microscope dan
SEM (Scanning Electron Microscope). Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan dua faktor, faktor pertama adalah Jenis JPP (J0= kontrol, J1=
Phanerochaete chrysosporium, J2= Trametes versicolor) dan faktor kedua adalah lama
inkubasi (L1= 30 hari, L2= 40 hari) dengan 6 perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dengan lama inkubasi 40 hari lebih optimal yaitu
persebaran miselium yang tersebar merata pada seluruh permukaan media, ketebalan
miselium tebal, kerapatan spora rapat, serbuk berwarna putih, tekstur serbuk lembut, sifat
permukaan kasar dibandingkan Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk
gergaji kayu sengon dengan lama inkubasi yang berbeda.
Kata Kunci: pertumbuhan, Phanerochaete chrysosporium, Trametes versicolor,
biodelignifikasi, serbuk gergaji, kayu sengon
ABSTRACT
Sawdust of sengon wood (Paraserianthes falcataria) is the waste generated from the sawmill
industry and can be utilized as making ethanol and pulp/paper because the waste contains
high fiber. The raw material is processed through biodelignification by Phanerochaete
crysosporium and Trametes versicolor. The purpose of this study was to determine the growth
of Phanerochaete chrysosporium and Trametes versicolor in the process biodelignification
sawdust of sengon wood with the different of incubation duration and growth parameters of
JPP (the spread of the mycelium, the thickness of the mycelium and density of spores) and
biodelignifikasi (color powder, texture powder and surface properties) on sawdust of sengon
wood using Flat Digital Microscope and SEM (Scanning Electron Microscope). This research
method using a completely randomized design (CRD) with two factors, the first factor is the
type of white rot fungi (J0 = control, J1 = Phanerochaete chrysosporium, J2 = Trametes
versicolor) and the second factor is incubation duration (L1 = 30 days, L2 = 40 days ) with 6
treatments. The results showed that the growth of Phanerochaete chrysosporium with
incubation duration of 40 days is optimal namely distribution mycelium evenly spread over
the entire surface of the media, the powders are white, the texture of the powder soft, the
density of spore meeting, the nature of a rough surface, the thickness of the mycelium is
thicker than Trametes versicolor on the biodelignification sawdust of sengon wood with the
different incubation duration.
Keywords: growth, Phanerochaete chrysosporium, Trametes versicolor biodelignification,
sawdust, sengon wood
2
1. PENDAHULUAN
Serbuk gergaji adalah butiran kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji
(Setiyono, 2004). Balai Penelitian Hasil Hutan (BPHH) pada kilang penggergajian di
Sumatera dan Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa menunjukkan bahwa rendemen
rata-rata penggergajian adalah 45%, sisanya 55% berupa limbah. Sebanyak 10% dari
limbah penggergajian tersebut merupakan serbuk gergaji (Wibowo, 1990). Limbah
serbuk gergaji selama ini dimanfaatkan untuk pembuatan etanol (Fatriasari et al., 2011),
media tanam, bahan baku furnitur, bahan baku briket arang, bahan bakar dan kertas
(PPLH, 2007). Serbuk gergaji kayu sengon (Paraserianthes falcataria) mempunyai
kandungan selulosa 49%, lignin 26,8%, pentosa 15,6%, abu 0,6%dan silika 0,2%
(Martawiyaja, dkk, 2005 dalam Hapsari, 2014). Pada pembuatan bahan pulp (bubur
kertas) dibutuhkan proses delignifikasi baik secara kimiawi maupun biologi bertujuan
untuk mendegradasi lignin secara selektif. Delignifikasi secara kimiawi akan berdampak
pada pencemaran lingkungan sehingga akan lebih baik jika dilakukan secara
biodelignifikasi yaitu degradasi lignin dengan menggunakan mikroorganisme sebagai
agen pelapuk. Mikroba tersebut adalah golongan jamur pelapuk kayu yang dapat
dijumpai di alam.
Jamur Pelapuk Putih (JPP) merupakan mikroorganisme dari kelas Basidiomycetes
yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin
melibatkan aktivitas enzim lignolitik yang dihasilkan oleh JPP yaitu Lignin Peroksidase
(LiP), Manganese Peroksidase (MnP) dan Lakase. Salah satu jamur yang sering
digunakan adalah Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor (Bajpai, 2012;
Isroi et al., 2011). Pertumbuhan jamur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
media, temperatur inkubasi dan pH media (Rosyida, dkk, 2013). Pertumbuhan jamur
dapat diamati dengan mengukur diameter (Herliyana, dkk, 2011; Risdianto, dkk, 2007),
ketebalan dan sporulasi (Nurjanah, 2016; Aini, 2015), warna substrat dan sifat permukaan
(Menge et al., 2013) dan kenampakan miselium secara mikroskopis berdasarkan hifa,
spora aseksual, bentuk dan spora aseksual (Ilyas, 2007; Jaya, dkk, 2014). Diameter
koloni, karakteristik (tekstur, permukaan, warna, dan zonasi) dan sporulasi jamur sangat
dipengaruhi oleh jenis medium pertumbuhan yang digunakan (Sharma, 2010 dalam Aini
dan Rahayu, 2015).
Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon sebagai media pertumbuhan jamur
merupakan upaya strategis dalam peningkatan dan pengolahan hasil hutan secara
maksimal (Gusmaelina, dkk, 2003). Sejauh ini penelitian menggunakan F1 dilakukan
3
pada budidaya jamur dan belum ditemukan pada proses biodelignifikasi. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian menggunakan inokulum JPP berupa F1 dengan media serbuk gergaji
kayu sengon, sehingga perlakuannya berupa variasi waktu inkubasi (30 hari dan 40 hari).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan Phanerochaete
chrysosporium dan Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu
sengon dengan lama inkubasi yang berbeda.
2. METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai Juli 2017. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jenis JPP
yang digunakan adalah Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor dengan
lama inkubasi 30 hari dan 40 hari. Analisis data dilakukan menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Parameter yang digunakan adalah pertumbuhan JPP (persebaran
miselium, ketebalan miselium dan kerapatan spora) dan biodelignifikasi (warna serbuk,
tekstur serbuk dan sifat permukaan) pada serbuk gergaji kayu sengon menggunakan Flat
Digital Microscope dan SEM (Scanning Electron Microscope).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pertumbuhan JPP pada proses
biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon secara makroskopis dan mikroskopis dengan
lama inkubasi yang berbeda diperoleh hasil yang berbeda (Tabel 1). Semakin banyak
tanda +, menunjukkan kualitas parameter lebih baik.
Tabel 1. Perbedaan Pertumbuhan JPP pada Serbuk Gergaji Kayu Sengon melalui Proses
Biodelignifikasi dengan Lama Inkubasi yang berbeda
Perlakuan
Pertumbuhan Biodelignifikasi
Persebaran
Miselium
Ketebalan
Miselium
Kerapatan
Spora
Warna
Serbuk
Tekstur
Serbuk
Sifat
Permukaan
J0L1 - - - ++ + +
J0L2 - - - ++ + +
J1L1 +++ +++ +++ +++ +++ +++
J1L2 +++ +++ +++ +++ +++ +++
J2L1 + ++ ++ + ++ +++
J2L2 + ++ ++ + ++ +++
Keterangan:
J0L1 : Tanpa JPP dan waktu inkubasi 30 hari.
J0L2 : Tanpa JPP dan waktu inkubasi 40 hari.
J1L1 : Jenis JPP PC (Phanerochaete chrysosporium) dan waktu inkubasi 30 hari.
J1L2 : Jenis JPP PC (Phanerochaete chrysosporium) dan waktu inkubasi 40 hari.
J2L1 : Jenis JPP TV (Trametes versicolor) dan waktu inkubasi 30 hari.
J2L2 : Jenis JPP TV (Trametes versicolor) dan waktu inkubasi 40 hari.
4
3.1 Hasil Pertumbuhan JPP pada Serbuk Gergaji Kayu Sengon
Persebaran miselium JPP pada media serbuk dengan lama inkubasi selama 30
hari pada PC yaitu memenuhi seluruh permukaan media serbuk dibandingkan dengan
TV yang persebaran miseliumnya hanya terdapat pada bagian permukaan atas media
serbuk. Pada lama inkubasi 40 hari diperoleh hasil miselium PC tersebar merata pada
seluruh permukaan media serbuk dengan pertumbuhan miselium yang lebih
mendominasi pada bagian permukaan atas media dan miselium lebih tebal
dibandingkan pada perlakuan 30 hari sedangkan pada TV dengan lama inkubasi 40
hari miselium hanya tersebar pada permukaan atas media serbuk dengan
pertumbuhan yang tipis (Gambar 1). PC lebih mudah beradaptasi pada media serbuk
gergaji kayu sengon dengan memanfaatkan nutrisi pada media tersebut. Sesuai
dengan penelitian Rahayu, dkk (2016) yang menggunakan media pelepah salak
diperoleh hasil bahwa TV memerlukan adaptasi dengan substrat serpih pelepah salak
lebih lama dibandingkan PC.
Gambar 1. Perbandingan Persebaran Miselium P. chrysosporium dan T. versicolor
pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (30 dan 40 Hari)
Ketebalan miselium pada perlakuan JPP PC pada lama inkubasi 40 hari (J1L2)
lebih tebal dibanding perlakuan lainnya. JPP PC dapat tumbuh baik pada media serbuk
pada lama inkubasi 30 hari dan 40 hari sehingga dihasilkan miselium yang tebal
karena penyerapan nutrisi lebih maksimal (Gambar 2). Sedangkan pada JPP TV
dengan lama inkubasi 30 hari dan 40 hari ketebalan miselium tipis dikarenakan
pertumbuhan TV yang sedikit lebih lambat dibanding PC.
Pada tabel 1 menunjukkan hasil pada perlakuan J1L1 (Jenis JPP PC dan waktu
inkubasi 30 hari) dan J1L2 (Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 40 hari) kerapatan spora
rapat sedangkan kerapatan spora pada perlakuan J2L1 (Jenis JPP TVdan waktu
inkubasi 30 hari) dan J2L2 (Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 40 hari) adalah sedikit
30 Hari 30 Hari 30 Hari
PC TV K
PC TV
40 Hari 40 Hari 40 Hari
K
5
renggang. Pada perlakuan JPP PC spora berbentuk bulat tampak rapat/berkoloni pada
permukaan media untuk mulai mendegradasi lignin dan memanfaatkan nutrisi dari
serbuk gergaji kayu sengon yang mengandung polisakarida untuk pertumbuhannya
(Gambar 2.).
Gambar 2. Hasil Flat Digital Microscope Pertumbuhan JPP pada Proses
Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (M: Miselium).
Untuk mengamati ketebalan miselium dan kerapatan spora digunakan foto
SEM (Scanning Electron Microscope) JEOL tipe JSM-651OLA (Gambar 3).
Gambar 3. Hasil SEM Pertumbuhan JPP pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji
Kayu Sengon dengan Lama Inkubasi 30 hari dengan perbesaran 700x dan 4000x
(lingkaran: spora; M: Miselium).
3.2 Hasil Biodelignifikasi pada Serbuk Gergaji Kayu Sengon
Warna media setelah ditumbuhi JPP menunjukkan media serbuk pada kontrol
berwarna coklat (Gambar 4).
Gambar 4. Perbandingan Warna Media P. chrysosporium dan T. versicolor
pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (30 dan 40 Hari)
Pada perlakuan J1L1 (Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 30 hari) dan J1L2
(Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 40 hari) warna media adalah putih sedangkan
PC TV
TV
K PC
40 Hari 30 Hari
Kontrol
Permukaan halus
M
M M M
M
M
M
PC TV
M
Kontrol
M
M
PC
40 Hari
M M
PC
M
TV
M M
TV
M
M
40 Hari 30 Hari 30 Hari
6
warna media pada perlakuan J2L1 (Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 30 hari) dan J2L2
(Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 40 hari) menunjukkan warna coklat gelap. JPP
mempunyai kemampuan degradasi lignin dan biobleaching (pemutih) karena
menghasilkan enzim lakase dan peroksidase (lignin peroksidase (LiP) dan
manganese peroksidase (MnP). Apabila dibandingkan dengan kontrol (serbuk tanpa
JPP) yang berwarna coklat, perlakuan dengan PC berwarna lebih terang, namun pada
perlakuan TV warna tampak gelap, sehingga proses bleaching lebih optimal pada PC
dibandingkan TV.
Tekstur media sebelum ditumbuhi JPP (J0L1 dan J0L2) adalah kasar
sedangkan pada perlakuan J1L1 (Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 30 hari) dan J1L2
(Jenis JPP PC dan waktu inkubasi 40 hari) adalah lembut dan sedikit menggumpal
disebabkan oleh pengikatan miselium JPP pada media serbuk sedangkan pada
perlakuan J2L1 (Jenis JPP TV dan waktu inkubasi 30 hari) dan J2L2 (Jenis JPP TV dan
waktu inkubasi 40 hari) tekstur media kurang lembut (Gambar 5).
Gambar 5. Perbandingan Tekstur Media P. chrysosporium dan T. versicolor
pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu Sengon (30 dan 40 Hari)
Tekstur media yang lembut disebabkan oleh matriks serat yang sudah
didegradasi JPP sehingga komponen lignoselulosa menjadi terurai dan selulosa yang
terdapat pada serbuk akan ditumbuhi miselium jamur. Hal tersebut dapat dilihat pada
gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Skema Tujuan Pretreatment pada Bahan Lignoselulosa (Isroi et al., 2011)
Hasil penelitian sifat permukaan serat ditunjukkan pada foto SEM dengan
perbesaran 700x (Gambar 7).
PC TV
40 Hari 30 Hari
PC TV Kontrol
7
Gambar 7. Perbandingan Sifat Permukaan Media setelah ditumbuhi P.
chrysosporium dan T. versicolor pada Proses Biodelignifikasi Serbuk Gergaji Kayu
Sengon dengan lama inkubasi 30 hari perbesaran 700x.
Permukaan serat pada kontrol terlihat halus karena tertutup oleh matriks
hemiselulose dan lignin (Raharjo, et al., 2016) yang melapisi bagian luar serat
(selulosa), dinding sel juga tidak tampak. Apabila dibandingkan dengan serat yang
diberi perlakuan JPP maka hasil yang diperoleh berbeda. Hasil diperjelas dengan foto
SEM dan menunjukkan bahwa pada perlakuan PC dengan lama inkubasi 30 hari dan
40 hari permukaan kasar, sama halnya dengan perlakuan TV dengan lama inkubasi
30 hari dan 40 hari dapat dilihat permukaannya yang kasar (Gambar 7). Hal ini
karena permukaan serat tertutup miselium jamur yang mendegradasi lapisan luar
serat. Permukaan kasar dipengaruhi oleh matriks serat yang sudah didegradasi JPP
sehingga dinding sel tidak tampak. Kayu yang terkena JPP canderung masih
memiliki bentuk tetapi menjadi berongga (Wilcox et al., 1996).
4. PENUTUP
Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dengan lama inkubasi 40 hari lebih optimal
pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon dibandingkan Trametes
versicolor.
PERSANTUNAN
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Triastuti Rahayu,
M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan meluangkan waktu
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kontrol PC TV
8
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., Rahayu, T. 2015. Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber
Karbohidrat yang Berbeda. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS
2015. Surakarta.
Bajpai, P., 2012, Biotechnology for Pulp and Paper Processing, DOI 10.1007/978-1-4614-
1409-4_7, Springer Science + Business Media. LLC.
Fatriasari, W., Falah, F., Ermawar, R. A., Nugroho, D. T. A., Hermiati, E. 2011.Effect of
Corn Steep Liquor on Bamboo Biochemical Pulping Using Phanerochaete
chrysosporium. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol. 9. No. 2.
Gusmaelina, P. G., Komarayati, S. 2003. Pengembangan penggunaan Arang untuk
Rehabilitasi Lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol 4, No
1, pp. 21-30. Bogor.
Hapsari, W. E. 2014. Pertumbuhan dan Produktifitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
pada Media Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona grandis l) dengan Penambahan
Sekam padi (Oryza sativa). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Herliyana, E. N., Aisah, A. R., Isroi. 2011. “Pretreatment dengan Phanerochaete
chrysosporium dalam Hidrolisis Asam Encer Sludge Kertas”. Jurnal Silvikultur
Tropika. Bogor. Vol. 02. No. 03: 187 – 193.
Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikoflora Kapang pada Sampel Serasah Daun
Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah. Biodiversitas.
Vol. 8 (2): 105-110.
Isroi, Millati, R., Syamsiah, S., Niklasson, C., Cahyanto, M.N., Lundquist, K., Taherzadeh,
M.J., 2011. Biological Treatment of Lignocelulloses With White-Rot Fungi and Its
Applications : A Review. Bioresources.com.
Menge, D., Makobe, M., Shomari, S., Tiedemann, A. V. 2013. Effect of Environmental
Conditions on The Growth of Cryptosporiopsis spp. Causing Leaf and Nut Blight
on Cashew (Anacardium occidentale Linn.). Journal of Yeast and Fungal
Research. Vol. 4(2), pp. 12-20.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. 2007. Limbah kayu. Mojokerto: Move Indonesia.
Raharjo, W.P., Rudy S., Anindito P., M. Agus C., and Triyono. 2016. Mechanical Properties
of Untreated and Alkaline Treated Fibers from Zalacca Midrib Wastes.
Sustainable Energy and Advanced Materials AIP Conf. Proc. 1717, 040018-1-
040018-8; doi: 10.1063/1.4943461.
Rahayu, T., Asngad A., Suparti. 2016. “Morfologi Serat Pelepah Tanaman Salak Hasil Proses
Biopulping Menggunakan Kultur Phanerochaete Chrysosporium dan Trametes
Versicolor”. Simposium Nasional RAPI XV. FT UMS.
Risdianto, H. Setiadi. T., Suhardi. H. S dan Niloperbowo. W. 2007. Pemilihan Spesies Jamur
dan Media Imobilisasi Untuk Produksi Enzim Ligninolitik. Prosiding seminar
nasional rekayasa kimia dan proses: 1-6.
9
Rosyida, V. T., Darsih, C., Wahono, S. K. 2013. “Pretreatment Ampas Tebu (Bagas)
Menggunakan Empat Jamur Pelapuk Putih dan Karakteristik Pertumbuhannya”.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia V UNS Surakarta.
Setiyono. 2004. Pedoman Teknis Pengelolaaan Limbah Industri Kecil. Kementrian
Lingkungan Hidup, Jakarta.
Wibowo C. 1990. Pengaruh Media Semai Serbuk Gergaji dan Pemupukan terhadap
Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria) di Rumah Kaca dan di Hutan
Pendidikan IPB, Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wilcox, P. L. And Dennis, L. 1996. Detection of a Major Gene for Resistance to Fusiform
Rust Disease in Loblolly Pine by Genomic Mapping. Proc. Natl Acad. Sci. USA
93, 3859–3864.
Top Related