EFEKTIVITAS VARIASI INOKULAN KONSORSIUM...
Transcript of EFEKTIVITAS VARIASI INOKULAN KONSORSIUM...
EFEKTIVITAS VARIASI INOKULAN KONSORSIUM
MIKROORGANISME (Phanerochaete chysosporium, Basillus
circulans, Tricoderma reesei, DAN Saccharomyces cerevisiae)
DALAM PROSES BIODELIGNIFIKASI RUMPUT GAJAH
(Pannisetum Purpureum) DENGAN PENAMBAHAN UREA
SKRIPSI
NABILA QORINA FIRDAUS
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
EFEKTIVITAS VARIASI INOKULAN KONSORSIUM
MIKROORGANISME (Phanerochaete chysosporium, Basillus circulans,
Tricoderma reesei, DAN Saccharomyces cerevisiae) DALAM PROSES
BIODELIGNIFIKASI RUMPUT GAJAH (Pannisetum Purpureum)
DENGAN PENAMBAHAN UREA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
NABILA QORINA FIRDAUS
1113096000008
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M/1439 H
ABSTRAK
NABILA QORINA FIRDAUS. Efektivitas variasi inokulan konsorsium
mikroorganisme (Phanerochaete chysosporium, Basillus circulans, Tricoderma
reesei, DAN Saccharomyces cerevisiae) dalam proses biodelignifikasi rumput
gajah (Pannisetum purpureum)dengan penambahan urea. Dimbimbing oleh TRI
RETNO DYAH LARASATI dan DEDE SUKANDAR.
Lignoselulosa merupakan komponen utama dari biomassa yang terdapat
pada tanaman yang terbentuk dari proses fotosintesis, dengan produktivitas
mencapai 50x109
ton/tahun. Komponen utama lignoselulosa adalah selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Tanaman yang memiliki kadar lignin yang cukup tinggi
yaitu rumput gajah. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) memiliki nutrisi yang
sangat tinggi yaitu mengandung bahan kering sebanyak 19,9%, protein kasar
10,2%, lemak 1,6%, serat kasar 34,2%, dan abu 11,24%. Tujuan dari penelitian ini
adalah meningkatkan kualitas tanaman rumput gajah melalui biodelignifikasi
dengan metode fermentasi SSF menggunakan perlakuan F1 inokulan konsorsium
mikroorganisme (M1) = Phanerochaete chysosporium dan Basillus circulans,
(M2) = Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei, dan Saccharomyces
cerevisiae dan F2 dengan adanya penambahan urea 2% (U1) dan tanpa dengan
penambahan urea (U0), peningkatan kadar protein dan glukosa, serta penurunan
kadar lignin sehingga kualitas biomassa rumput gajah dapat meningkat yang
difermentasi selama 16 hari. Variabel pengamatan terdiri dari pH, kadar air, bahan
organik, abu, aktivitas lignin peroksidase, aktivitas selulase, kadar ekstraktif,
kadar hemiselulosa, kadar protein terlarut, kadar lignin, selulosa, dan kadar
glukosa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi rumput gajah yang
paling baik dalam proses fermentasi SSF ini adalah sampel M2U1 dihari ke-12
dengan kadar lignin sebesar 1,08% ; kadar glukosa sebesar 12,69%; kadar
hemiselulosa sebesar 9,81 %; kadar selulosa sebesar 67,02%; dan kadar protein
terlarut sebesar 19,96% karena pada hari ke-12 kandungan nutrisi dan protein
masih baik dan konsorsium masih bekerja dengan baik dalam sampel.
Kata Kunci : Biodelignifikasi, rumput gajah, lignoselulosa
ABSTRACT
NABILA QORINA FIRDAUS. Effectiveness of inoculant variations of
consortium of microorganisms (Phanerochaete chysosporium, Basillus circulans,
Tricoderma reesei, and Saccharomyces cerevisiae) in elephant grass
biodelignification process (Pannisetum purpureum) with the addition of urea.
Supervised by TRI RETNO DYAH LARASATI and DEDE SUKANDAR.
Lignocellulose is a major component of biomass found in plants formed
from photosynthesis, with productivity reaching 50x109 tons / year. The main
components of lignocellulose are cellulose, hemicellulose and lignin. Plants that
have high levels of lignin that is elephant grass. Elephant grass (Pennisetum
purpureum) has a very high nutrient that contains 19,9% dry matter, 10,2% crude
protein, 1,6% fat, crude fiber 34,2%, and ash 11,24%. The objective of this
research is to improve the quality of elephant grass plants through
biodelignification with SSF fermentation method using F1 inoculant treatment of
consortium of microorganisms (M1) = Phanerochaete chysosporium and Basillus
circulans, (M2) = Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei, and
Saccharomyces cerevisiae and F2 with the addition urea 2% (U1) and without the
addition of urea (U0), increased levels of protein and glucose, and decreased
lignin levels so that the quality of elephant grass biomass can be increased
fermented for 16 days. Observational variables consisted of pH, moisture content,
organic matter, ash, lignin peroxidase activity, cellulase activity, extractives,
hemicellulose, dissolved protein, lignin, cellulose and glucose levels. The results
of this study indicate that the best elephant grass fermentation in the SSF
fermentation process is M2U1 sample on the 12th day with lignin level of 1,08%;
glucose levels of 12,69%; hemicellulose levels of 9,81%; cellulose content of
67,02%; and dissolved protein content of 19,96% because on the 12th day the
content of nutrients and protein is still good and the consortium is still working
well in the sample.
Keywords : Biodelignification, elephant grass, lignocellulose.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Efektivitas variasi inokulan konsorsium mikroorganisme (Phanerochaete
chysosporium, Basillus circulans, Tricoderma reesei, DAN Saccharomyces
cerevisiae) dalam proses biodelignifikasi rumput gajah (Pannisetum
purpureum) dengan penambahan urea”. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya proposal ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Tri Retno Dyah Lestari, M.Si selaku Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan, bimbingannya serta dukungan sehingga
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si sebagai penguji yang telah banyak
memberikan saran serta masukan yang bermanfaat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Nurhasni, M.Si sebagai penguji yang telah memberikan saran serta
masukan yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Dede Sukandar, M.Si dan Islami Aziz, M.T. selaku ketua
ix
dan sekretaris Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mengatur mekanisme administrasi.
6. Dr. Agus Salim selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Nana Mulyana, S.T yang telah banyak memberikan pengetahuannya dan
meluangkan waktu untuk berdikusi.
8. Ayah, Ibu, Abang, dan Syifa tercinta atas segala doa, nasihat dan
motovasinya kepada penulis.
9. Pegawai BATAN PAIR Laboratorium Biologi (Pak Wardi, Pak Edi, Pak
Dadang, Mas Yogi, dan Bu Rita) yang senantiasa membantu penulis
selama penelitian berlangsung.
10. Anggi Anggraini selaku teman satu tim yang menjadi teman diskusi, selalu
membantu, mimi, icew, dan rekan seperjuangan Kimia 2013 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan semangat dan dukungan
memberikan semangat.
11. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan umumnya bagi kemajuan ilmu dan teknologi.
Jakarta, 6 Juni 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
1.3. Hipotesis ......................................................................................................... 5
1.4. Tujuan ............................................................................................................. 5
1.5. Manfaat ........................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ......................................................... 7
2.2. Inokulan Konsorsium Mikroorganisme ........................................................... 9
2.2.1. Fungi Phanerochaete crhysosporium .................................................... 9
2.2.2. Fungi Tricoderma reesei ..................................................................... 13
2.2.3. Bakteri Basillus circulans .................................................................... 14
2.2.4. Khamir Saccharomyces cerevisiae ...................................................... 16
2.3. Lignoselulosa ................................................................................................. 19
2.3.1. Selulosa ................................................................................................ 21
2.3.2. Hemiselulosa ........................................................................................ 22
xi
2.4. Lignin ............................................................................................................. 23
2.4.1. Degradasi Lignin.................................................................................. 25
2.5. Protein ............................................................................................................ 27
2.6. Glukosa .......................................................................................................... 28
2.7. Fermentasi Padat ............................................................................................ 29
2.8. Urea ............................................................................................................... 30
2.9. Spektrofotometri UV-VIS .............................................................................. 32
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 35
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 35
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................................ 35
3.2.1. Alat...................................................................................................... 35
3.2.2. Bahan ................................................................................................... 35
3.3. Rancangan Penelitian ..................................................................................... 36
3.4. Cara Kerja ...................................................................................................... 38
3.4.1. Peremajaan Kultur Fungi (Mulyana et al., 2015) ................................ 38
3.4.2. Preparasi Substrak Tajuk Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) .... 38
3.4.3. Pembuatan Nutrisi Molase ................................................................... 38
3.4.4. Pembuatan Inokulan Konsorsium (Mulyana et al., 2015) ................... 38
3.4.5. Perlakuan Pada Substrat....................................................................... 39
3.5. Evaluasi .......................................................................................................... 40
3.5.1. Penentuan pH (Alidadi et al., 2007) .................................................... 40
3.5.2. Kadar Air (AOAC, 2005) .................................................................... 40
3.5.3. Kadar Abu dan Bahan Organik (BSN, 1992) ...................................... 41
3.5.4. Aktivitas Enzim Selulase (Miller, 1972) ............................................. 41
xii
3.5.5. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) (Bonnen et al., 1994) ....... 42
3.5.6. Kadar Glukosa (Nelson, 1945 dan Somogyi, 1944) ........................... 43
3.5.7. Penentuan Protein Terlarut (Lowry et al., 1951) ................................. 43
3.5.8. Kadar Ekstraktif (Ayeni et al., 2015) (Metode Chesson dan SNI
0492:2008) ......................................................................................... 44
3.5.9. Penentuan Kadar Selulosa (Ayeni et al., 2015 ) .................................. 44
3.5.10. Penentuan Kadar Hemiselulosa (Ayeni et al., 2015) ........................ 45
3.5.11. Penentuan Kadar Lignin (Ayeni et al., 2015) .................................... 45
3.5.1. Analisis Data ........................................................................................ 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 47
4.1. Fermentasi Rumput Gajah............................................................................. 47
4.1.1. Perubahan pH ...................................................................................... 48
4.1.2. Kadar Air ............................................................................................ 50
4.1.3. Perubahan Aktivitas LiP dalam Medium SSF ..................................... 53
4.1.4. Perubahan aktivitas selulase dalam medium SSF ................................ 56
4.1.5. Kadar Bahan Organik dan Abu ............................................................ 58
4.1.6. Kadar Ekstraktif ................................................................................... 61
4.1.7. Kadar Lignin ........................................................................................ 63
4.1.8. Kadar Glukosa .................................................................................... 67
4.1.9. Kadar Hemiselulosa .......................................................................... 70
4.2.10. Kadar Protein Terlarut ....................................................................... 72
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 76
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 76
5.2.Saran ................................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 78
xiii
LAMPIRAN .......................................................................................................... 88
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) .............................................. 8
Gambar 2. Jamur Phanerochaete chrysosporium (Kenyon Collage, 2011). ....... 13
Gambar 3. Trichoderma reesei (https://www.industrie-techno.com).................. 13
Gambar 4. Bacillus circulans (http://microbe-canvas.com) ............................... 16
Gambar 5. Khamir Saccharomyces cerevisiae pembesaran 10x40
(Jean. Michael. 2005) ........................................................................... 17
Gambar 6. Struktur kimia selulosa (Sixta. 2006) ................................................ 22
Gambar 7. Struktur kimia hemiselulosa (Sixta. 2006) ........................................ 22
Gambar 8. Unit-unit penyusun lignin (Ibrahim.1998) ......................................... 25
Gambar 9. Struktur glukosa (Fessenden. 1997) .................................................. 28
Gambar 10. Struktur urea (Fessenden 1997) ....................................................... 30
Gambar 11. Komponen-komponen UV-Vis (Khopkar. 2003) ............................ 32
Gambar 12. Diagram alir penelitian .................................................................... 36
Gambar 13. Grafik perubahan nilai pH medium SSF ......................................... 48
Gambar 14. Perubahan kadar air medium SSF.................................................... 51
Gambar 15. Perubahan aktivitas LiP dalam medium SSF .................................. 54
Gambar 16. Perubahan kadar selulase substrat rumput gajah terhadap waktu
fermentasi ........................................................................................... 56
Gambar 17. Perubahan kadar bahan organik selama fermentasi ........................ 58
Gambar 18. Perubahan kadar abu selama fermentasi .......................................... 59
Gambar 19. Grafik perubahan kadar ekstraktif substrat rumput gajah terhadap
waktu inkubasi.................................................................................... 61
Gambar 20. Perubahan kadar lignin selama fermentasi ...................................... 63
xv
Gambar 21. Degradasi lignin hari ke-12 dan hari ke-16 ..................................... 65
Gambar 22. Perubahan kadar glukosa selama fermentasi ................................... 67
Gambar 23. Mekanisme reaksi hidrolisis selulosa (Dee et al., 2011) ................. 68
Gambar 24. Grafik perubahan kadar hemiselulosa hasil fermentasi ................... 69
Gambar 25. Perubahan kadar protein terlarut selama fermentasi ........................ 72
Gambar 26. Peranan urea dalam proses biodelignifikasi .................................... 72
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perlakuan terhadap sampel ..................................................................... 38
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data hasil penelitian........................................................................ 88
Lampiran 2. Contoh perhitungan ........................................................................ 91
Lampiran 3. Data uji statistik IBM SPSS 20.0 .................................................... 99
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian ............................................................ …117
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lignoselulosa merupakan komponen utama dari biomassa yang terdapat
pada tanaman yang terbentuk dari proses fotosintesis, dengan produktivitas
mencapai 50x109
ton/tahun. Komponen utama lignoselulosa adalah selulosa,
hemiselulosa dan lignin (Sanchez, 2009).
Tingginya kadar selulosa dan hemiselulosa dalam substrat dapat
digunakan sebagai bahan pembuatan kertas dan etanol (Sari, 2009), salah satu
tumbuhan hijauan yang mengandung kadar selulosa dan hemiselulosa yang tinggi
yaitu rumput gajah. Kandungan gizi rumput gajah terdiri atas: 19,9% bahan kering
(BK); 10,2% protein kasar (PK); 1,6% lemak; 34,2% serat kasar; 11,7% abu;
kadar lignin 24,3%; dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Tingginya kadar lignin dalam rumput gajah membuat banyak dilakukan
penelitian untuk bisa menurunkan kadar lignin. Perlakuan fisik, kimia maupun
biologis diaplikasikan dengan tujuan memecahkan ikatan lignoselulosa sehingga
serat kasar yang berupa selulosa dan hemiselulosa yang terikat pada ikatan
lignoselulosa dapat dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi. Jenis
kapang yang memiliki kemampuan degradasi lignoselulosa yang tinggi adalah
kapang Phanerochaete chrysosoporium, kapang ini diketahui menghasilkan enzim
lignin peroxidase, manganese peroxidase dan laccase (Hafni et al., 2016)
Jamur dalam pertumbuhannya memerlukan energi dan protein serta waktu
tertentu pada proses delignifikasi. Lama waktu yang dibutuhkan oleh jamur
tergantung kepada ketersediaan energi dan protein untuk pertumbuhan. Nisbah
2
antara karbon dan nitrogen yang tepat akan menentukan pertumbuhan jamur yang
optimal. Untuk menunjang pertumbuhan sel-sel jamur yang lebih cepat perlu
disediakan sumber nitrogen, salah satunya adalah urea. Penelitian Hendritomo
(1995) melaporkan bahwa pada suhu lingkungan 28–30oC dan tambahan urea
sebesar 0,5–1,5% dapat memperbaiki pertumbuhan miselium jamur. Pada
penelitian yang dilakukan Musnandar (2004) melaporkan bahwa penggunaan 1-
2% urea pada substrat sabut kelapa sawit akan memberikan pertumbuhan jamur
Marasmius sp. yang lebih baik.
Allah SWT tidak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia tergantung
manusia yang dapat memanfaatkanya dengan baik dan benar, seperti halnya
rumput gajah yang dapat bermanfaat untuk produksi lebih lanjut dengan cara
biodelignifikasi. Sebagaimana dijelaskan didalam Al-Qur‟an surah Al-Jatsiah ayat
13 :
Artinya : „‟Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berfikir‟‟ (Al Jatsiah : 13 ).
Ayat diatas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan
memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Rumput gajah biasanya hanya
digunakan sebagai pakan ternak tanpa dilakukan perlakuan atau ditambahkan
bahan lain sehingga kurang baik untuk hewan ternak ruminansia karena memiliki
3
serat kasar dan kadar lignin yang tinggi sehingga tingkat kecernaanya rendah.
Pemanfaatan hijauan rumput gajah sebagai bahan produksi lanjutan atau untuk
pakan ternak secara umum mempunyai faktor pembatas antara lain kualitas
nutrisi yang rendah akibat kandungan serat yang tinggi, sehingga diberikan
perlakuan untuk menghilangkan atau memutuskan ikatan lignoselulosa yang
terjadi diantara komponen serat.
Metode fermentasi fase padat atau Solid State Fermentation (SSF)
digunakan karena potensial untuk memproduksi enzim lebih banyak dengan
biaya yang murah serta pengaturan operasi yang lebih sederhana (Shinghania,
2009) karena pada metode umum yang digunakan seperti fermentasi media cair
(SMF) memerlukan biaya yang banyak serta enzim yang dihasilkannya rendah.
Tujuan dari SSF adalah untuk mengkondisikan fungi yang telah dikultivasi agar
terikat kuat dengan substrat yang tidak larut air sehingga diperoleh konsentrasi
nutrisi tertinggi untuk fermentasi (Bhargav et al., 2008).
Inokulan konsorsium mikroorganisme merupakan sekumpulan mikroba
yang bekerjasama dalam suatu kelompok sehingga mempunyai kemampuan yang
lebih untuk mendegradasi senyawa organik (Sumarsono, 2009). Tidak ada
satupun spesies mikroba yang mampu mendegradasi semua komponen dalam
suatu senyawa hidrokarbon. Degradasi yang lengkap sangat ditentukan oleh
peran bersama dari berbagai spesies mikroba (Soegianto, 2012).
Inokulan konsorsium yang akan digunakan dalam proses fermentasi
substrat rumput gajah adalah M1 = Phanerochaete chysosporium dan Basillus
circulans, M2 = Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei, dan
Saccharomyces cerevisiae karena Phanerochaete chysosporium dapat
4
mendegradasi lignin, Basillus circulans dapat mengikat nitrogen yang merupakan
unsur pembentuk protein, Tricoderma reesei dapat menghasilkan banyak enzim
selulase yang dapat digunakan untuk menghidrolisis selulosa, dan
Saccharomyces cerevisiae dapat mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2,
merupakan aktivitas lanjutan enzim selulolitik untuk mengekspose selulosa
(Dofour et al.,2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Juliando (2010) menyatakan bahwa
kapang pelapuk putih Phanerochaete chrysosporium memiliki kemampuan untuk
mendegradasi lignin sampai 17,76% dari bahan tongkol jagung dengan proses
biodelignifikasi selama 20 hari. Kapang Aspergillus niger dan Trichoderma
viride merupakan dua jenis kapang yang baik untuk menghidrolisis selulosa,
namun kapang Trichoderma viride memiliki kemampuan degradasi selulosa
yang lebih baik jika dibandingkan dengan Aspergillus niger (Juliando, 2010).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juliando (2010),
penelitian ini akan dilakukan biodelignifikasi rumput gajah dengan F1 =
formulasi perlakuan variasi inokulum konsorsium mikroorganisme M1 =
phanerochaete chysosporium dan Basillus circulans, M2 = Phanerochaete
chysosporium, Tricoderma reesei, dan Saccharomyces cerevisiae dan F2 =
penambahan urea 2% untuk meningkatkan aktivitas enzim lignin peroksidase
dan peningkatan aktivitas enzim selulase guna meningkatkan kualitas substrat
rumput gajah dengan variable pengamatan yang terdiri dari pH, kadar air, bahan
kering, bahan organik dan abu, aktivitas lignin peroksidase, aktivitas selulase,
kadar lignin, hemiselulosa, selulosa, kadar glukosa, dan kadar protein.
5
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana variasi inokulan konsorsium mikroorganisme M1 =
phanerochaete chysosporium dan Basillus circulans, dan M2 =
Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei, dan Saccharomyces
cerevisiae dapat menurunkan kadar lignin, meningkatkan kadar protein
dan glukosa rumput gajah?
2. Apakah penambahan urea 2% dapat menurunkan kadar lignin, kadar
protein dan glukosa rumput gajah?
3. Apakah waktu fermentasi dapat menurunkan kadar lignin, kadar protein
dan glukosa rumput gajah?
1.3. Hipotesis 1. Variasi inokulan konsorsium mikroorganisme M1 = Phanerochaete
chysosporium dan Basillus circulans, M2 = Phanerochaete
chysosporium, Tricoderma reesei, dan Saccharomyces cerevisiae dapat
meningkatkan kadar protein dan glukosa rumput gajah.
2. Penambahan urea 2% dalam substrat dapat menurunkan kadar lignin,
dan meningkatkan kadar protein dan glukosa rumput gajah?
3. Waktu fermentasi dapat menurunkan kadar lignin dan meningkatkan
kadar protein dan glukosa rumput gajah.
1.4. Tujuan
1. Meningkatkan kualitas tanaman rumput gajah melalui delignifikasi
menggunakan variasi inokulan konsorsium mikroorganisme M1 =
6
phanerochaete chysosporium dan Basillus circulans, M2 =
Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei, dan Saccharomyces
cerevisiae untuk proses produksi selanjutnya.
2. Meningkatan kadar protein dan glukosa, serta penurunan kadar lignin
rumput gajah dengan penambahan 2% urea.
3. Menentukan waktu optimum fermentasi rumput gajah untuk
menurunkan kadar lignin serta meningkatkan kadar protein dan glukosa.
1.5. Manfaat
Memberikan informasi tentang perlakuan yang dapat dilakukan terhadap
tanaman budidaya rumput gajah untuk proses produksi lebih lanjut melalui
proses delignikasi menggunakan metode fermentasi substrat padat (SSF) dengan
variasi inokulan konsorsium mikroorganisme M1 = phanerochaete chysosporium
dan Basillus circulans, M2 = Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei,
dan Saccharomyces cerevisiae dan penambahan urea 2% guna meningkatkan
kualitas tanaman rumput gajah untuk proses produksi lebih lanjut.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang melimpah dan dapat
diperoleh dari berbagai industri sebagai sampah/limbah seperti pertanian, industri
gula, limbah industri yang menggunakan kayu, dan industri makanan. Selain
menggunakan bahan yang merupakan limbah dari industri lain energi terbarukan
dapat berasal dari tanaman yang ditanam sebagai sumber energi (sumber karbon)
(Strezos et al., 2008). Salah satu tanaman yang mempunyai potensi dijadikan
sumber biomassa pada energi terbarukan adalah rumput gajah (Pennisetum
purpureum).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat
tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi. Rumput gajah membutuhkan minimal
atau tanpa tambahan nutrient, sehingga tanaman ini dapat memperbaiki kondisi
tanah yang rusak akibat erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis
dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan
Paul, 2008). Produktivitas rumput gajah adalah 40 ton per hektar berat kering
pada daerah beriklim subtropis dan 80 ton per hektar pada daerah beriklim tropis
(Woodard dan Prine, 1993). Total karbohidrat dan serat kasar termasuk selulosa
jumlahnya masing-masing adalah 30,91% dan 9,09% (Okaraonye dan Ikewuchi,
2009).
Rumput gajah banyak dimanfaatkan pada bidang peternakan yaitu
sebagai makanan hewan ternak seperti sapi, kambing dan kuda. Umumnya
8
rumput gajah yang digunakan di Indonesia adalah rumput yang tumbuh secara
liar. Namun untuk peternakan yang relatif besar maka rumput yang digunakan
adalah rumput yang sengaja ditanam atau dipelihara secara khusus. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Rumput-rumputan
dipilih karena merupakan tanaman yang produktifitasnya tinggi dan memiliki
sifat yang dapat memperbaiki kondisi tanah (Gonggo et al., 2006). Tanaman
rumput gajah dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
Berikut adalah klasifikasi dari rumput gajah (Pennisetum purpureum) :
(Tjitrosoepomoe, 2004)
Kingdom : Plantae
Phlum : Spermatophyta
Class : Monokotil
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum purpureum
Keunggulan rumput gajah antara lain mampu beradaptasi diberbagai
macam tanah, merupakan tumbuhan parenial, produksinya tinggi, nilai gizinya
tinggi dan tingkat pertumbuhannya tinggi. Produksi hijauan di kebun rumput baik
itu rumput gajah bila melebihi atau melewati umur potong akan mengurangi
kualitas hijauan tersebut, untuk mengoptimalkan produksi dan menjaga kualitas,
pemotongan dilakukan harus tepat waktu. Kandungan nutrient rumput gajah
9
terdiri atas : bahan kering (BK) 19,9%; protein kasar (PK) 10,2%; lemak kasar
(LK) 1,6%; serat kasar (SK) 3,2%; abu 11,7%; dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN) 42,3%. (Rukmana, 2005).
2.2. Inokulan Konsorsium Mikroorganisme
Konsorsium mikroba adalah sekumpulan mikroba yang bekerja dalam
suatu kelompok sehingga mempunyai kemampuan lebih untuk mendegradasi
suatu senyawa organik. Mikroba dalam konsorsium mempunyai peluang yang
besar untuk memperoleh energi dan bertahan hidup, karena dapat saling
memanfaatkan koenzim atau eksoenzim yang dieksresikan oleh mikroba lainya,
selain itu mikroba lainya dapat menguraikan substrat yang telah didegradasi
sebelumnya oleh suatu mikroba. Notodarmojo (2005) menuturkan beberapa
keuntungan menggunakan konsorsium mikroba adalah (1) dapat melakukan
degradasi secara berurutan, (2) konsorsium dapat menghasilkan enzim atau zat
yang dibutuhkan, (3) dapat meningkatkan laju degradasi substrat secara
keseluruhan, (4) dapat mempermudah oksidasi, karena dapat mencari jalur secara
termodinamik paling mudah.
2.2.1. Fungi Phanerochaete crhysosporium
Phanerochaete chrysosporium merupakan mikroorganisme bersel banyak,
hidup secara aerobik, nonfotosintetik kemoheterotrof dan termasuk eukariotik.
Mikroba ini menggunakan senyawa organik sebagai substrat dan bereproduksi
secara aseksual dengan spora. Kebutuhan metabolisme mereka sama seperti
bakteri, namun membutuhkan lebih sedikit nitrogen serta dapat tumbuh dan
berkembang biak pada pH rendah. Ukuran jamur lebih besar dari bakteri tetapi
10
karakteristik pengendapannya buruk. Oleh karena itu mikroba ini tidak disukai
dalam proses activated sludge (Dyah dan Adi, 2010).
Menurut Dyah dan Adi (2010) P. chrysosporium memiliki klasifikasi
sebagai berikut :
Divisio : Mycota
Kelas : Bacidiomycetes
Famili : Hymenomycetaceae
Genus : Phanerochaete
Spesies : Phanerochaete chrysosporium
Fungi P. chrysosporium memiliki keadaan fisik yang berserabut seperti
kapas dan berwarna putih serta memiliki spora dan talus bercabang yang disebut
hifa. Kumpulan dari hifa disebut miselium (Fardiaz, 1989). Miselium P.
chrysosporium mempunyai tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, seksual
dan aseksual. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan dominan. Selama fase
ini jamur paling banyak menghasilkan enzim ekstraselular. Tubuh buah jamur
secara alami mulai terbentuk pada hari ke 18-20. Tubuh buah basah dan lembut,
berwarna putih kekuningan (Satitiningrum, 1998).
P. chrysosporium lebih sering digunakan untuk penerapan dalam bidang
bioteknologi daripada tahap sporanya (Iriani 2003), setelah umur empat hari
jamur ini akan mencapai fase ligninolitik dan segera memulai mendegradasi
lignin. Tumbuh pada suhu 100oC – 40
oC (Iriani, 2003) dengan suhu optimum
37oC (Iriani, 2003), pH berkisar antara 4 – 5 dan memerlukan kandungan oksigen
tinggi. P. chrysosporium tidak dapat tumbuh pada substrat yang hanya
mengandung lignin sebagai sumber karbon untuk menunjang perkembangbiakan
sel, sehingga dibutuhkan sumber karbon lain seperti glukosa, sukrosa, dan lain-
lain (Martina, 1998). Pertumbuhan jamur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
11
yaitu media, temperatur inkubasi dan pH media (Rosyida et al., 2013).
Pertumbuhan jamur dapat diamati dengan mengukur diameter (Rosyida et al.,
2013), ketebalan miselium (Nurjanah, 2016), kenampakan miselium secara
mikroskopis (Ilyas, 2007), warna substrat dan sifat permukaan (Menge et al.,
2013).
P. chrysosporium memiliki kemampuan untuk mendegradasi lignin dari
mikroorgenisme yang menghasilkan enzim serta memproduksi lignin peroksidase
(LiPs) dan manganese peroksidase (MnPs). P. chrysporium merupakan model
pengembangan sistem produksi lignin yang mempoduksi enzim lignolitik yang
lebih lengkap dan kompleks daripada jamur jenis lain. P. Chrysosporium terbukti
mengandung nutrisi dan memiliki kondisi yang optimum untuk produksi LiPs. P.
chrysosporium merupakan jenis dari jamur white-rot dimana tergolong dalam
filum basidiomycota. Suhu optimal pertumbuhan jamur ini yakni 40oC dan
memproduksi banyak spora aseksual dan mengekskresi array LDPs untuk
mendegradasi lignin secara selektif. Secara metabolis. P. chrysosporium dapat
menghasilkan senyawa metabolis sekunder dan mendegradasi beberapa senyawa
organik. P. chrysosporium mensekresi banyak enzim yang mendegradasi senyawa
organik kompleks dimana organisme dapat mendegradasi senyawa racun seperti
pestisida, polyaromatic hydrocarbon, polychlorinated biphenyl, dan halogen
aromatic (termasuk di dalamnya dioxins), trinitrotoluene (TNT) dan polutan
racun seperti sianida, azide, carbon tetracglorida, dan pentaklorifenol (Singh dan
Chen, 2008).
Pada tahun 1976, mikroorganisme lignoselulotik yang kebanyakan berupa
jamur dan bakteri diteliti dengan jumlah jamur sebanyak 14.000 yang aktif
12
memecah selulosa dan serat tak larut yang lain. Penelitian menunjukkan bahwa T.
reesei dan mutant memiliki hemiselulosa dan selulosa dalam jumlah berlimpah. T.
reesei merupakan organisme selulotik pertama yang diisolasi pada tahun 1950
yang memiliki strain yang ekstensif dan kemampuannya dalam memproses
selulosa. T. ressei merupakan penghasil selulosa dan hemiselulosa yang baik
untuk dikembangkan kemudian penelitian menemukan bahwa P. chrysosporium
lebih efisien dan ekstensif dalam pendegradasian lignin. P. chysosporium
merupakan jamur white-rot yang merupakan bagian dari basidiomycetes yang
diakui memiliki kemampuan dalam mendegradasi lignin dan menghasilkan
kumpulan jumlah enzim lignoselulotik yang unik dalam proses biokonversi
lignoselulosa (Singh dan Chen, 2008).
Pemecahan lignin jamur secara aerob melalui penggunaan enzim
ekstraseluler koloektif disebut dengan lignase. Enzim lignolitik berperan dalam
degradasi enzim: fenol oksidase (laccase) dan peroksidas (lignin peroksidase
(LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Enzim-enzim lain yang terbentuk meliputi
enzim yang memproduksi H2O2: glyoxal oxidase, glucose oxidase, veratyrl
alcohol oxidase, dan oxido-reductase. Hemiselulosa adalah kumpulan nama dari
polisakarida yang larut dalam alkali, terhubung dengan selulosa pada dinding sel
tumbuhan, senyawa pektin (polygalacturonans), dan beberapa heteropolysakarida
seperti galaktosa (arabinogalaktan), mannosa (galaktogluko dan glukomannan)
dan xylose (arabinoglucurono dan glukuronoxylan) (Singh dan Chen, 2008).
Gambar dan bentuk jamur P. chrysosporium dapat dilihat pada Gambar 2. yaitu:
13
2.2.2. Fungi Tricoderma reesei
Trichoderma reesei adalah jamur mesofilik yang termasuk dalam jenis
jamur berbentuk filamen. T. reesei memiliki kemampuan mensekresikan sejumlah
besar enzim selulolitik, seperti selulase dan hemiselulase. Komponen utama dari
sistem selulase T. reesei adalah kedua jenis enzim selobiohidrolasenya, yaitu
CBHI dan CBHII, yang berjumlah total 80% dari total protein selulase yang
dihasilkan (Lynd et al., 2002). T. Reesei menghasilkan endoglukanase dan
eksoglukanase sampai 80% tetapi ß-glukosidasenya lebih rendah sehingga produk
utama hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa (Ahmed dan Vermette,
2008; Martins et al., 2008) yang merupakan inhibitor kuat terhadap
endoglukanase dan eksoglukanase. Gambar dan bentuk jamur T. Reseei dapat dilihat
pada Gambar 3 yaitu:
Gambar 3. Trichoderma reesei (https://www.industrie-techno.com)
Gambar 2. Jamur Phanerochaete chrysosporium (Kenyon Collage, 2011).
14
Aplikasi selulase sangat terpakai di dunia industri, dimana enzim ini dapat
mengkonversi materi biomassa suatu tumbuhan seperti selulosa menjadi
bioproduk yang berguna seperti gula (glukosa) dan bioethanol. Bersama
Aspergillus sp. dan Penicillium janthinelum, Trichoderma reesei diteliti sebagai
sumber potensial bagi enzim β-glukosidase (Rapp et al., 1981; Srivastava et al.,
1984; Schmid et al., 1987; Kwon et al., 1992; Saha et al., 1995).
Perkembangan aspek biokimia dan enzimologi dari selulase, mekanisme
hidrolisis selulosa (selulolisis), dan kloning molekuler mengakibatkan selulase
dari Trichoderma reesei semakin menuju suatu tahap komersial untuk proses
hidrolisis selulosa. Kemajuan terbesar sampai saat ini dicapai dengan telah
diisolasinya sejumlah mutan Trichoderma, contohnya Rut-C30 (Montenecourt
dan Eveleigh, 1979), RL-P37 dan MCG-80 (Gallo et al., 1979).
2.2.3. Bakteri Basillus circulans
Bacillus circulans merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang,
dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap panas
(suhu tinggi), mampu mendegradasi Xylandan karbohidrat (Cowandan Stell‟s,
1973). Bacillus spp mempunyai sifat: (1) mampu tumbuh pada suhu lebih dari
50oC dan suhu kurang dari 5
oC, (2) mampu bertahan terhadap pasteurisasi, (3)
mampu tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (>10%), (4) mampu menghasilkan
spora dan (5) mempunyai daya proteolitik yang tinggi dibandingkan mikroba
lainnya. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan
merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus merupakan bakteri yang
bersifat aerob obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase.
15
Bacillus secara alami terdapat dimana-mana, dan termasuk spesies yang
hidup bebas atau bersifat patogen. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim
ekstraseluler seperti protease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu
pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul, 2007). Jenis Bacillus
(B. cereus, B. clausii, B. circulans dan B. pumilus) termasuk dalam lima produk
probiotik komersil terdiri dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan
berpotensi untuk kolonisasi, immunostimulasi, dan aktivitas antimikrobanya (Duc
et al., 2004).
Beberapa penelitian telah berhasil mengisolasi dan memurnikan
bakteriosin Bacillus sp. Gram positif diantaranya yaitu subtilin yang dihasilkan
oleh Bacillus subtilis (Klein et al., 1993), megacin yang dihasilkan oleh B.
megaterium (Tagg et al., 1976), coagulin dihasilkan oleh B. coagulans
(Hyronimus, 1998), cerein dihasilkan oleh B. cereus (Oscariz dan Pisabarro,
2000), dan tochicin yang dihasilkan oleh B. thuringiensis (Paik et al., 1997).
Bakteriosin merupakan zat antimikroba berupa polipeptida, protein, atau
senyawa yang mirip protein. Bakteriosin disintesis diri bosom oleh bakteri selama
masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat pertumbuhan galur-
galur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Kone
and Fung, 1992). Menurut Tagg et al., (1976), kriteria yang merupakan ciri-ciri
bakteriosin adalah sebagai berikut: (1) memiliki spektra aktivitas yang lebih
sempit, (2) senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein, (3) bersifat
bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, 5) gen determinan
terdapat pada plasmid. Senyawa antibiotik yang dihasilkan Bacillus sp adalah
basitrasin, pumulin, laterosporin, gramisidin, dan tirocidin yang efektif melawan
16
bakteri Gram positif serta kolistin dan polimiksin bersifat efektif melawan bakteri
Gram negatif. Sedangkan difficidin memilikis pektrum lebar, mikobacilin dan
zwittermicin bersifat anti jamur (Todar, 2005). Gambar dari bakteri Bacillus
circulans dapat dilihat pada Gambar 4.
2.2.4. Khamir Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan cendawan berupa khamir (yeast)
sejatinya tergolong eukariot mempunyai potensi kemampuan yang tinggi sebagai
imunostimulan, dan bagian yang bermanfaat tersebut adalah dinding selnya. S.
cerevisiae secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat
lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya.
Ragi/khamir merupakan mikroba bersel tunggal yang berukuran 5-20 mikron.
Khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk
blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang
dipengaruhi oleh strainnya (Heru, 2011). Gambar dari Khamir S. cerevisiae dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Bacillus circulans (http://microbe-canvas.com)
17
Khamir merupakan fungi uniselular dan dapat bersifat dimorfistik, yaitu
memiliki dua fase dalam siklus hidupnya bergantung kepada keadaan lingkungan
yaitu fase hifa (membentuk miselium) dan fase khamir (membentuk sel tunggal).
Khamir dapat membentuk hifa palsu (pseudohypha) yang tumbuh menjadi
miselium palsu (pseudomycelium) dan ada juga sejumlah khamir yang dapat
membentuk miselium sejati, misalnya pada khamir Trichosporon sp.
Pseudomiselium adalah sel-sel tunas khamir yang memanjang dan tidak melepas
kan diri dari sel induknya, sehingga saling berhubungan membentuk rantai
misalnya pada Candida sp, Kluyveromyces sp., dan Pichia sp., (Kurtzman dan
Fell, 2011).
Ragi S. cerevisiae telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri
fermentasi. Penyebabnya karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol
inilah S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Ragarded
as Safe) yang paling komersial saat ini (Aguskrisno, 2011).
Gambar 5. Khamir Saccharomyces cerevisiae Pembesaran 10x40
(Jean. Michael. 2005)
18
Ragi menghasilkan enzim pitase yang dapat melepaskan ikatan fospor
dalam phitin, sehingga dengan ditambahkan ragi tape dalam ransum akan
menambah ketersediaan mineral (Widodo, 2011). Penjelasan lebih lanjut bahwa
ragi bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang
lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna oleh ternak. S. cerevisiae termasuk
khamir jenis Ascomycetes yang banyak mengandung protein, karbohidrat, dan
lemak sehingga dapat dikonsumsi oleh manusia dan hewan guna melengkapi
kebutuhan nutriennya sehari-hari. S. cerevisiae juga mengandung vitamin,
khususnya vitamin B kompleks. S. cerevisiae mudah dicerna, enak dan tidak
menularkan atau menimbulkan penyakit (Amaria et al., 2012).
Khamir merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang banyak
diteliti berkaitan dengan kemampuannya memfermentasi gula. Kemampuan
khamir memfermentasi gula dapat ditentukan oleh adanya suatu sistem transfor
untuk gula dan sistem enzim yang dapat menghidrolisis gula dengan akseptor
elektron alternatif selain oksigen, pada kondisi anaerob fakultatif (Moat et al.,
2008). Gula-gula tersebut diasimilasi melalui jalur glikolisis untuk menghasilkan
asam piruvat. Asam piruvat dalam kondisi anaerob akan mengalami penguraian
oleh piruvat dekarboksilase menjadi etanol dan karbon dioksida (Madigan et al.,
2009).
Sel khamir selama proses fermentasi akan menjalani tahap adaptasi pada
lingkungan baru (fase lag), tahap pembelahan sel yang sangat aktif (fase log), dan
tahap istirahat atau menurunnya aktivitas sel (fase stationer). Pada proses
fermentasi khamir, substrat akan dikonversi menjadi karbon dioksida dan etanol
dan berlangsung asimilasi asam amino, lipid, asam nukleat, serta produksi
19
senyawa untuk aroma atau rasa. Penggunaan jenis inokulum kering berpengaruh
terhadap kadar gula reduksi tertinggi karena didalam ragi pasar mengandung
berbagai jenis mikroorganisme yang dapat menghasilkan bermacam-macam
enzim, dimana jenis enzim dan banyaknya enzim yang dihasilkan akan
mempengaruhi laju fermentasi sehingga dibandingkan dengan inokulum murni
kering S. cerevisiae yang hanya mengandung khamir saja, enzim yang dihasilkan
ragi pasar relatif lebih bervariasi dibandingkan enzim yang dihasilkan inokulum
murni (Dufour et al., 2014)
Khamir S. cereviceae berkembang biak dengan membelah diri melalui
“budding cell”. Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta
jumlah nutrien yang tersedia bagi pertumbuhan sel. S. cerevisiae yang mempunyai
kemampuan fermentasi telah lama dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai
produk makanan dan sudah banyak digunakan sebagai probiotik (Agawane dan
Lonkar, 2004). Yiannikouris et al., (2006) juga melaporkan bahwa ß-D-glucans
pada dinding sel S. cerevisiae dapat mengikat aflatoksin yang diproduksi oleh A.
flavus.
2.3. Lignoselulosa
Lignoselulosa adalah komponen utama tanaman yang menggambarkan
jumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui. Unsur utama dari
lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kesulitan yang
dihadapi dalam proses degradasi lignoselulosa adalah susunan yang heterogen
dari polisakarida yang terdapat pada dinding sel. Komposisi unsur ini dapat
bervariasi dari satu spesies tanaman lain, misalnya kayu memiliki kandungan
selulosa lebih banyak dibandingkan dengan jerami gandum, sedangkan daun
20
memiliki kandungan hemiselulosa yang lebih banyak. Selain itu, komposisinya di
dalam suatu tanaman bervariasi tergantung dengan usia dan tingkat
pertumbuhannya (Perez et al., 2002).
Ikatan lignoselulosa ini merupakan pembatas dalam pemanfaatan bahan
pakan dalam ransum karena akan menurunkan tingkat kecernaan sehingga
mengurangi nilai nutrisi pakan. Komponen lignoselulosa merupakan sumber
utama untuk menghasilkan produk bernilai seperti gula dari hasil fermentasi,
bahan kimia, bahan bakar cair, sumber karbon dan energi. Menurut Mosier (2005)
berbagai produk nilai tambah dari limbah lignoselulosa diantaranya adalah untuk
pupuk organik, bioetanol, biogas, biodiesel, biohidrogen dan industri kimia.
Bahan lignoselulosa merupakan komponen organik yang berlimpah di
alam, komponen terbesar lignoselulosa adalah selulosa (35-50%), hemiselulosa
(20-35%) dan lignin (10-25%) (Saha, 2004). Komponen ini merupakan sumber
utama untuk menghasilkan produk bernilai seperti gula dari hasil fermentasi,
bahan kimia, bahan bakar cair, sumber karbon dan energi. Konversi bahan
lignoselulosa banyak dipelajari dari mikroba selulolitik maupun xilanolitik (Pason
et al., 2003). Bahan lignoselulosa bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya
tangkai kayu, jerami padi, daun, rumput dan sebagainya.
Struktur lignoselulosa terdiri dari mikrofibril-mikrofibril selulosa yang
membentuk kluster-kluster. Mikrofibril mempunyai struktur dan orientasi yang
berbeda pada setiap lapisan dinding sel (Perez et al., 2002). Mikrofibril
dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin, bagian antara dua dinding disebut lamela
lengan yang diisi oleh hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa dihubungkan oleh
ikatan kovalen dengan lignin. Selulosa secara alami terproteksi dari degradasi
21
dengan adanya hemiselulosa dan lignin.
Ekstraktif dan Abu merupakan zat-zat berat molekul rendah berasal dari
golongan senyawa kimia yang sangat berbeda. Klasifikasi yang dapat dibuat
yaitu dengan membaginya menjadi zat organik dan anorganik. Bahan organik
lazim disebut ekstraktif, sedangkan bahan anorganik secara ringkas disebut abu
(Fengel dan Wegner 1995). Di dalam kayu masih ada beberapa zat organik,
yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk abu yang tertinggal
setelah lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0,2 -
1% dari berat kayu (Dumanauw, 2001).
2.3.1. Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman.
Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari
berat kering tanaman (Lynd et al., 2002). Selulosa merupakan polimer glukosa
dengan ikatan ß-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa
suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung
secara bersama melalui ikatan hidrogen (Perez et al., 2002). Selulosa
mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal (Aziz et al., 2002). Ikatan ß-1,4
glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan
cara hidrolisis asam atau enzimatis. Kesempurnaan pemecahan selulosa pada
saluran pencernaan ternak tergantung pada ketersediaan enzim pemecah selulosa
yaitu selulase. Selulosa merupakan polisakarida yang mempunyai fungsi
sebagai unsur struktural pada dinding sel tumbuhan tingkat tinggi dan
juga polisakarida terbanyak yang ditemukan pada tanaman (Linder dan Teeri,
1997).
22
Selulosa berbentuk serabut, liat, tidak larut di dalam air, dan ditemukan
terutama pada bagian berkayu pada tumbuhan. Molekul-molekul sellulosa
seluruhnya berbentuk linier, dimana setiap molekul glukosa sebagai penyusun
polimer dapat berotasi hingga 180°C (Brown et al., 1996).
Struktur kimia selulosa adalah ß-1,4-glukosa dihubungkan dengan ikatan
ß1,4-D-glikosida (Fingel et al., 1995). Struktur kimia selulosa disajikan pada
Gambar 6.
Gambar 6. Struktur kimia selulosa (Sixta, 2006)
2.3.2. Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut
dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas D-glukosa,
D-galaktosa, D-manosa, D-xylosa, dan L-arabinosa yang terbentuk bersamaan
dalam kombinasi dan ikatan glikosidik yang bermacam–macam (Mc Donald et
al., 2002). Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur kimia hemiselulosa (Sixta, 2006)
23
Hemiselulosa merupakan salah satu senyawa pada dinding sel tanaman
dengan jumlah 30% dari berat kering tanaman (Wenjuan, 2010). Hemiselulosa
pada dinding sel tanaman mempunyai 2 fungsi utama. Melalui ikatan silang,
hemiselulosa membentuk jarak antara jaringan-jaringan selulosa, dan
mempertahankan derajat fleksibilitas pada dinding sel. Sementara itu, di saat yang
sama ikatan silang hemiselulosa membantu matriks-matriks dinding sel tetap pada
tempatnya (Kristensen, 2009).
Hemiselulosa dapat tersusun oleh gula dengan rumus C5H10O5 disebut
pentosan atau gula dengan rumus C6H12O6 disebut heksosan. Zat-zat ini
terdapat sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel dan juga sebagai bahan
cadangan. (Dumanauw, 2001).
2.4. Lignin
Lignin adalah material organik penyusun matrik dinding sel tanaman
tingkat tinggi (Spermatophyta), predominan pada jaringan pengangkut (Glazer
dan Nikaido, 2007). Lignin adalah termasuk penyusun sebagian besar biomassa
atau yang lebih dikenal dengan lignoselulosa. Lignin adalah polimer aromatik
terbanyak di bumi dan merupakan penyebab utama degradasi lignoselulosa
menjadi lambat (Ahmed et al., 2001). Struktur lignin tidak seragam, lignin juga
terdapat bagian yang crystalline dan amorphous. Lignin pada tanaman tingkat
tinggi tidak berbentuk crystalline (Palonen, 2004). Struktur kimia pada lignin yang
terdapat di alam dapat berubah pada kondisi suhu tinggi dan asam, seperti saat
dilakukan perlakuan dengan menggunakan uap air. Pada saat dilakukan perlakuan
dengan menggunakan suhu di atas 200°C, maka lignin akan mengalami degradasi
24
menjadi senyawa partikel dengan ukuran yang kecil dan lepasnya ikatan dengan
selulosa (Palonen, 2004)
Lignin merupakan senyawa polimer aromatik yang sulit didegradasi dan
hanya sedikit organisme yang mampu mendegradasi lignin, diantaranya fungi
pelapuk putih. Banyak cara mendegradasi lignin atau delignifikasi misalnya dalam
chemical pulping terutama proses sulfat. Proses sulfat ini memang banyak
digunakan di Indonesia karena toleran terhadap semua kayu baik kayu daun jarum
dan daun lebar. Meskipun demikian proses ini berdampak negatif apabila
berlangsung secara terus menerus akan mengancam kelangsungan hidup
organisme. Ada proses yang lebih ramah lingkungan selain proses sulfat yaitu
biodelignifikasi menggunakan fungi subdivisi Basidiomycetes. Fungi tersebut
diantaranya P. chrysosporium spesies white-rot fungi yang dapat menghasilkan
enzim ekstraseluler laktase, MnP dan LiP (Bajpai, 2009).
Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu
sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi
karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan
terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik. Lignin sering
digolongkan sebagai karbohidrat karena hubunganya dengan selulosa dan
hemiselulosa dalam menyusun dinding sel namun lignin bukan karbohidrat. Hal
ini ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin (Suparjo et
al., 2008). Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin
menghambat enzim untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti
bahwa adanya ikatan kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan
protein dinding sel yang menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna
25
oleh ternak (McDonald et al., 2002). Struktur unit-unit penyusun lignin dapat
dilihat pada Gambar 8.
2.4.1. Degradasi Lignin
Proses untuk mempermudah dalam mendegradasi lignoselulosa maka
diperlukan delignifikasi. Delegnifikasi adalah suatu proses dalam menghilangkan
lignin yang dilakukan dengan menggunakan bahan kimia (Ahmed et al., 2001).
Namun kerena sudah ditemukan Mikroorganisme yang dapat mendegradasi
lignin dengan cepat dan telah disadari bahwa menggunakan bahan kimia dalam
proses penghilangan lignin akan mengakibatkan limbah yang sangat berbahaya
bagi lingkungan (Glazer dan Nikaido, 2007).
Lignin tersusun oleh unit yang disebut dengan lignol, yang terdiri dari
aryl propanol yang tersusun pada senyawa aromatik dan tiga karbon rantai
karbon. Lignol secara struktural sangat berhubungan dengan asam amino
phenylalanine dan tyrosin. Lignol adalah derivat dari asam amino phenylalanine
dan tyrosin. Lignin lebih bersifat hidrofobik dibandingkan dengan selulosa dan
hemiselulosa (Ahmed et al., 2001).
Gambar 8. Unit-unit penyusun lignin (Ibrahim,1998)
26
Lignin merupakan salah satu polimer fenilpropanoid yang sulit
dirombak ("recalcitrant") , oleh karena strukturnya heterogen dan sangat
kompleks. Lebih dari 30% material tumbuhan tersusun oleh lignin, sehingga dapat
memberikan kekuatan pada kayu terhadap serangan mikroorganisme (Orth
et al., 1993). Beberapa kelompok jamur dilaporkan mampu mendegradasi
senyawa lignin, seperti misalnya kelompok "White-rotfungi" mampu
menggunakan sellulosa sebagai sumber karbon untuk substrat pertumbuhannya
dan mempunyai kemampuan mendegradasi lignin. Jamur pendegradasi lignin
yang paling aktif adalah white-rot fungi seperti misalnya P. chrysosporium dan
Coriolus versicolor yang mampu merombak hemisellulosa, sellulosa dan lignin
dari limbah tanaman menjadi CO2 dan H2O (Paul, 1992; Limura, 1996).
Pada umumnya basidiomisetes white-rot mensintesis 3 macam enzim,
yaitu Lignin-peroksidase (LIPs), Manganese-peroksidase (MNPs) dan Laccase.
Ketiga enzim tersebut sangat berperan dalam proses degradasi lignin
(Srinivasan et al,. 1995). Enzim-enzim tersebut juga mampu mengoksidasi
senyawa-senyawa fenol. Dilaporkan, sebagian besar reaksi degradasi lignin oleh
basidiomisetes dikatalisis oleh enzim lignin peroksidase, Mn peroksidase
(Addleman et al., 1993; Dozoretz et al., 1993). Beberapa jamur pendegradasi
kayu di laporkan mampu mensintesis satu atau dua jenis enzim tersebut di atas,
misalnya P. chrysosporium, Trametes versicolor mampu mengekskresikan
lignin-peroksidase dan manganese peroksidase ke dalam medium, sedangkan
kelompok brown-rot fungi hanya mampu mensintesis lignin-peroksidase saja.
Enzim ligninase dan organisme yang mampu memproduksi enzim tersebut
mempunyai peluang yang sangat besar untuk diaplikasikan di industri-industri,
27
seperti misalnya untuk degradasi polutan, biokonversi, biobleaching dan
biopulping dari potongan-potongan kayu (wood chip), desulfurisasi minyak bumi
dan batu bara dan deligninasi limbah pertanian (Dosoretz et al., 1993).
Prosedegradasi lignin oleh "white rot fungi" juga berguna untuk bioremediasi.
2.5. Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa
Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang terpenting”.
Seorang ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan tubuh
yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan
dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein) (Suhardjo
dan Clara, 1992). Dalam proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuan-
satuan dasar kimia.
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan
karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul
protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besidan tembaga.
Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam
amino Dalam molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan
dengan suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (CONH). Satu molekul protein
dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah
ratusan asam amino (Suhardjo dan Clara, 1992).
Protein kasar (crude protein) adalah kandungan protein dalam bahan
28
makanan yang didapat dengan mengalikan kandungan nitrogennya dengan faktor
konversi yaitu 6,25 menggunakan metode Kjeldahl. Protein kasar tidak hanya
mengandung true protein saja akan tetapi juga mengandung nitrogen yang bukan
berasal dari protein (non protein nitrogen). Nilai gizi protein adalah kemampuan
protein untuk memenuhi kebutuhan asam amino yang diperlukan (Silalahi, 1994).
2.6. Glukosa
Glukosa adalah karbohidrat yang tidak dihidrolisis atau diuraikan menjadi
sakarida lain yang lebih sederhana.Glukosa juga merupakan bentuk karbohidrat
yang beredar di dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi.
Glukosa, suatu gula monosakarida, karbohidrat terpenting yang digunakan
sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk
sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan
deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid,
dan dalam glikoprotein dan proteoglikan Glukosa terdapat dalam buah-buahan dan
madu lebah serta dalam darah manusia (Almatsier, 2004). Struktur glukosa dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur glukosa (Fessenden. 1997)
29
2.7. Fermentasi Padat
Fermentasi substrat padat berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme
pada bahan padat dalam ketiadaan atau hampir ketiadaan air bebas. Tingkat lebih
atas dari fermentasi substrat padat (yaitu sebelum air bebas tampak) merupakan
fungsi penyerapan (absorbancy), dan dengan demikian kadar airnya pada
gilirannya tergantung pada jenis substrat yang digunakan. Aktivitas biologis
menurun bila kandungan air substrat sekitar 12%. Semakin mendekati nilai
tersebut, aktivitas mikrobiologis semakin tertahan. Fermentasi substrat padat
tidak memperhatikan fermentasi slurry (yaitu cairan dengan kandungan zat
padat taklarut yang tinggi) ataupun fermentasi substrat padat dalam medium cair.
Substrat yang paling banyak digunakan dalam fermentasi substrat padat adalah
biji-bijian serealia, kacang- kacangan, sekam gandum, bahan yang mengandung
linoselulosa (seperti kayu dan jerami), dan berbagai bahan lain yang berasal dari
tanaman dan hewan. Senyawaan tersebut selalu berupa molekul primer, tak larut
atau sedikit larut dalam air, tetapi murah, mudah diperoleh dan merupakan
sumber hara yang tinggi (Brok et al., 2006).
Jenis mikroorganisme yang tumbuh baik dibawah kondisi fermentasi
substrat padat ditentukan terutama oleh faktor aktivitas air (aw). nilai aw substrat
secara kuantitatif menyatakan banyaknya air yang dibutuhkan bagi aktivitas
mikroba (Brok et al., 2006)
Fermentasi media (substrat) padat mempunyai kandungan nutrien per
volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi
protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi
dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat.
30
Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, (Dharma,
1992) yaitu :
1. Medium yang digunakan relatif sederhana
2. Ruang yang diperlukan pada saat fermentasi relatif kecil, karena air
yang digunakan sangat kecil.
3. Inokulum dapat disiapkan secara sederhana
4. Kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat
aslinya.
5. Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap
partikel substrat.
6. Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah.
2.8. Urea
Urea juga dikenal dengan istilah carbamide. Urea dengan rumus kimia
(NH2)2CO merupakan senyawa kimia organik yang dihasilkan dari proses
metabolisme protein. Pada dasarnya urea merupakan limbah yang dihasilkan oleh
metabolisme di dalam tubuh manusia. Ketika hati (liver) memecah protein atau
asam animo dan amonia, maka proses pemecahan tersebut menghasilkan limbah
yang disebut dengan urea. Selanjutnya ginjal akan memindahkan atau melarutkan
urea dalam darah ke urin. Kelebihan nitrogin dalam tubuh juga akan dikeluarkan
melalui urea. Manusia umumnya mengeluarkan urea rata-rata 30 gram perhari
melalui urin dan keringat. Kandungan urea dalam urin lebih banyak daripada
kandungan urea dalam keringat. Selain urea yang diproduksi alami oleh tubuh,
maka saat ini urea juga dibuat oleh pabrik (Andriati, 2017). Struktur kimia urea
dapat dilihat pada Gambar 10.
31
Gambar 10. Struktur urea (Fessenden. 1997)
Urea dapat dibuat dalam bentuk padat atau cair, dan sering digunakan
untuk bahan pembuatan pupuk dan pakan ternak. Mungkin kita lebih sering
menemukan tulisan "urea" di kantong pupuk yang digunakan oleh petani. Urea
diproduksi sebagai pupuk tanaman. Ketika nitrogen ditambahkan ke urea, maka
urea menjadi larut dalam air dan dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman.
Selain sebagai bahan dasar kandungan pupuk, urea juga digunakan untuk
membuat plastik, pakan ternak, lem, pembersih toilet, deterjen, pewarna
rambut,pestisida, dan fungisida (Andriati, 2017).
Dalam dunia kedokteran dan pengobatan, urea digunakan dalam
barbiturat. Barbiturat adalah produk dermatologis yang dapat mengembalikan
kelembapan kulit dan diuretik. Selain itu, dokter dapat menggunakan urea dengan
takaran tertentu untuk mendeteksi penyakit dan gangguan yang mempengaruhi
ginjal, seperti gagal ginjal akut atau penyakit ginjal stadium akhir (ESRD).
Kandungan nitrogen urea dalam darah dan nitrogen urea dalam urin bisa
digunakan untuk menentukan apakah seseorang mempunyai ginjal yang sehat atau
tidak. Kekurangan atau kelebihan urea dalam darah atau urin tidak selalu
menunjukkan padah masalah ginjal, tapi kadang disebabkan karena dehidrasi atau
karena asupan protein yang berlebihan (Andriati, 2017)
32
2.9. Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm). Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya
(monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian
dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap, dan sisanya diteruskan.
Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai
absorbansi dan berbanding lurus dengan konsentrasi sampel Spektrofotometer
UV-Vis tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel
pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur
perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar,
2003). Komponen dalam UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Komponen-komponen UV-Vis (Khopkar. 2003)
Spektroskopi UV-Vis telah menjadi salah satu teknik spektroskopi
absorpsi yang banyak dimanfaatkan karena relatif sederhana dan praktis
digunakan dalam 19 berbagai jenis analisis, misalnya senyawa organik, anorganik,
maupun dalam bidang mikrobiologi (Day et al., 2002). Spektroskopi absorpsi
33
biasanya digunakan untuk mengukur larutan berwarna. Absorban dari suatu
larutan bergantung dari konsentrasi larutan tersebut dan oleh karena
ituspektrioiskopi absorpsi digunakan untuk pengukuran kuantitatif. Panjang
gelombang adsopsi dan kekuatan absorban dari molekul tidak hanya bergantung
dari sifat kimia molekul tapi juga keadaan lingkungan kromofor molekul tersebut
(Schmid, 2001).
Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan adalah
lampu wolfram.
2. Monokromator untuk menghasilkan sinar yang monokromatiss.
3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visibel menggunakan kuvet kaca
atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2010)
Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisa kuantitatif,
tetapi dapat juga untuk analisa kualitatif. Penggunaan untuk analisa kuantitatif
didasarkan pada hukum Lambert – Beers yang menyatakan hubungan empirik
antara intensitas cahaya yang di transmisikan dengan tebalnya larutan (Hukum
Lambert / Bouguer ), dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat
(Hukum Beers). Spektrum absorbsi daerah ini sekitar 220 nm sampai 800 nm dan
dinyatakan sebagai spektrum elektron.Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah
34
bagian ultraviolet ( 190–380 nm ), spektrum visibel bagian sinar tampak (380–780
nm) (Sastroamidjojo, 1985 dan Roth, 1994).
Hukum Lambert–Beers = A = log Io/It = ε. b . c
Dimana : Io = Intensitas sumber sinar
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absortivitas molar
b = Panjang medium
c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = Absorbansi
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai November 2017 di
Laboratorium Kelompok Lingkungan, Bidang Industri dan Lingkungan, Pusat
Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-BATAN),
Pasar Jum‟at, Jakarta Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow
(LK 180), sentrifuge (Hitachi Himac CR 21G II), spektrofotometer UV-Vis
(Hitachi), inkubator (Blue M, Adams Air Bath, Heraeus), autoklaf (Wiseclave),
oven (Memmert), pH meter (Pcstestr 35), magnetic stirrer (Wisestir MHD 20),
vortex (Bohemia), shaker mekanis (Edmund Buhler SM 25), timbangan analitik
(Acculab), desikator (Sanplatec), cutting mill, hot plate, micropipette, kapas,
karet, paralon kecil berukuran 5 cm, microtube, cawan petri, oase, bunsen,
gunting, cawan porselein, alumunium foil dan alat-alat gelas lainnya.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah tajuk rumput gajah yang berumur 2 bulan
masa tanam yang diperoleh dari lahan perbibitan unggul di PAIR-BATAN,
inokulan konsorsium mikroorganisme M1 = P. chysosporium dan B. circulans,
M2 = P. chysosporium, T. reesei, dan S. cerevisiae, Potato Dextrose Broth
(PDB), Potato Dextrose Agar (PDA), larutan dinitrosalisilat (DNS), larutan
36
karboksi metil selulosa (CMC). Larutan fisiologi (NaCl), reagen arseno
molibdat, molase, larutan asam sitrat, larutan NaOH, buffer natrium sitrat
(Na3C6H5O7), K2Cr2O7, H2SO4 pekat, katalis selenium, larutan HCl, indikator
fenolftalein (C20H14O4), glukosa (C6H12O6), pepton , yeast extract, CH3COOH,
urea teknis (NH2)2CO, natrium asetat (C2H3NaO2), buffer asetat pH 5,
veratril alkohol dan akuades.
3.3. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini substrat yang digunakan adalah tajuk rumput gajah
yang berusia dua bulan masa tanam dengan perlakuan F1 inokulan konsorsium
mikroorganisme (M1) = Phanerochaete chysosporium dan Basillus circulans,
(M2) = Phanerochaete chysosporium, Tricoderma reesei, dan Saccharomyces
cerevisiae dan F2 dengan adanya penambahan urea 2% (U1) dan tanpa dengan
penambahan urea (U0). Biodelignifikasi substrat biomassa tanaman rumput gajah
dilakukan selama 16 hari. Evaluasi sampel M0U0, M0U1, M1U0, M1U1, M2U0,
dan M2U1 dilakukan pada hari ke- 0, 4, 8, 12 dan 16 hari setelah inokulasi.
Substrat rumput gajah hasil biodelignifikasi selama 16 hari (waktu inkubasi
optimum) dengan evaluasi pengamatan yang terdiri dari pH, kadar air, bahan
kering, bahan organik, abu, aktivitas lignin peroksidase, aktivitas selulase, kadar
lignin, hemiselulosa dan selulosa, kadar glukosa, kadar C organik. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) pada IBM
SPSS versi 20.0.
37
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Pembuatan inokulan konsorsium mikroorganisme
M1 = Phanerochaete chysosporium dan
Basillus circulans
M2 = Phanerochaete chysosporium, Tricoderma
reesei, dan Saccharomyces cerevisiae
Preparasi tajuk rumput gajah
Delignifikasi dan fermentasi SSF menggunakan inokulan konsorsium
mikroorganisme F1 dan F2 dan penambahan urea 0, 4, 8, 12, dan 16 hari
M0U0 dan M0U1 M2U0 dan M2U1 M1U0 dan M1U1
Evaluasi
pH dan kadar air
Pengeringan substrat dalam oven 65 oC selama 72 jam
Evaluasi
Kadar glukosa, bahan organik, kadar abu
Kadar ekstraktif, selulosa, hemiselulosa, lignin, kadar C organik, TKN (protein
kasar) dan protein terlarut.
Gambar 12. Diagram alir penelitian
38
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Peremajaan Kultur Fungi (Mulyana et al., 2015)
Kultur inokulan konsorsium M1 = phanerochaete chysosporium dan
basillus circulans, M2 = phanerochaete chysosporium, tricoderma reesei, dan
Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari koleksi kultur mikroba terpilih di
kelompok lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR-BATAN).
Kedua kultur inokulan konsorsium diremajakan dalam media PDB (potatoes
dextrose broth). Potongan kultur fungi sekitar 0,5 x 0,5 cm dimasukan ke dalam
25 mL PDB dan diinkubasi dalam shaker pada 100 rpm selama 4 hari.
Sebanyak 100 µl kultur fungi tersebut disebarkan pada permukaan media
PDA (potatoes dextrose agar) dalam cawan petri kemudian diinkubasi pada
30ºC selama 4-7 hari.
3.4.2. Preparasi Substrak Tajuk Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah (Pannisatum purpureum) yang berusia 2 bulan masa tanam
dan ditebang ½ m dari akar diperoleh dari lokasi penanaman di Pusat Aplikasi
Isotop dan Radiasi, BATAN. Tajuk rumput gajah dikeringkan dan dicacah
dengan chopper mekanis.
3.4.3. Pembuatan Nutrisi Molase
Molase yang didapatkan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN.
Molase teknis di encerkan dengan perbandingan 1 : 1, 100 mL molase teknis
dicampurkan dengan 100 mL aquades kemudian distirer selama 15 menit.
3.4.4. Pembuatan Inokulan Konsorsium (Mulyana et al., 2015)
Potongan kultur inokulan konsorsium M1 = P. chysosporium dan B.
39
circulans, M2 = P. chysosporium, T. reesei, dan S. cerevisiae, masing-masing
sekitar 0,5x0,5 cm dikultivasi dalam media PDB (Potatoes Dextrose Broth) yang
berbeda. Kemudian diinkubasi dalam shaker pada 100 rpm dan suhu ruang 28-
30ºC selama 4 hari sehingga diperoleh kultur cair atau starter dengan kerapatan
sekitar 107
propagul/mL. Starter ini digunakan pada fermentasi padat substrat
rumput gajah.
3.4.5. Perlakuan Pada Substrat
Tajuk rumput gajah yang sudah di potong menggunakan chopper mekanis
selanjutnya ditimbangg masing-masing 200 gram kemudian masing-masing
dicampurkan 15 mL aquades dan 10 mL nutrisi molase kemudian dimasukan
kedalam plastik polyethylen berukuran 5 kg, selanjutnya disterilkan
menggunakan autoclave dengan suhu 1210C selama 2 jam. Setelah selesai tunggu
hingga suhu substrat stabil, kemudian perlakuan pada substrat yang akan
difermentasi dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Perlakuan Terhadap Sampel
Masing-masing sampel yang diberikan perlakuan setelah diaduk rata
dimasukkan kedalam plastik berukuran 200 gram kemudian sampel dimampatkan
Sampel Bobot
Sampel Aquades Molase
Urea
2% Konsorsium
M0U0 Substrat 200 gram 15 mL 10 mL - -
M0U1 Substrat 200 gram 5 mL 10 mL 10 mL -
M1U0 Substrat 200 gram 10 mL 10 mL - 5 mL
M1U1 Substrat 200 gram - 10 mL 10 mL 5 mL
M2U0 Substrat 200 gram 10 mL 10 mL - 5 mL
M2U1 Substrat 200 gram - 10 mL 10 mL 5 mL
40
dan ujung plastik diberikan paralon berukuran 5 cm kemudian plastik diikat dan
ditengah paralon tersebut diberikan kapas kemudian difermantasi selama 0, 4, 8,
12, dan 16 hari pada suhu ruang.
3.5. Evaluasi
3.5.1. Penentuan pH (Alidadi et al., 2007)
Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 100
ml, kemudian ditambahkan 40 mL akuades dan dikocok menggunakan
shaker mekanis pada 100 rpm selama 30 menit. Endapan dipisahkan dengan
kertas saring dan supernatan ditampung dalam erlenmeyer 50 mL, kemudian
dilakukan pengukuran pH sampel dengan pH meter digital.
3.5.2. Kadar Air (AOAC, 2005)
Cawan porselen dicuci menggunkan akuades lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105oC selama 1 hari. Cawan tersebut kemudian diletakkan di desikator
selama 30 menit lalu ditimbang (a). Sampel seberat 3 gram ditimbang kedalam
cawan (b). Cawan yang berisi sampel dimasukkan kedalam oven dengan suhu
105oC selama 1 hari. Cawan kemudian dimasukkan kembali ke dalam desikator
dan dibiarkan selama 30 menit kemudian ditimbang hingga memperoleh bobot
yang tetap (c). Perhitungan kadar air dapat dilakukan menggunakan rumus:
kadar air = b c
b a x
Keterangan :
a = berat cawan kosong (gram)
b = berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)
c = berat cawan yang sudah dikeringkan (gram)
41
3.5.3. Kadar Abu dan Bahan Organik (BSN, 1992)
Analisis bahan organik dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan
organik yang terdapat pada suatu bahan. Cawan porselen dibersihkan dan
dikeringkan di dalam oven bersuhu sekitar 105°C selama 1 jam. Cawan porselen
kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam dan kemudian
ditimbang. Sampel sebanyak 2-3 g ditimbang ke dalam cawan porselen. Cawan
yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 24
jam dan dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 550°C hingga mencapai
pengabuan sempurna (5-6 jam). Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang hingga memperoleh bobot tetap. Perhitungan
kadar abu dapat dilakukan menggunakan rumus:
kadar abu = w w
w w x
Keterangan :
W0 = berat cawan kosong(gram)
W1 = berat cawan dengan sampel (gram)
W2 = berat cawan dengan sampel yang sudah diabukan (gram)
Bahan organik dapat dihitung dengan rumus:
% Bahan Organik = 100% - Kadar Abu
Keterangan :
a = berat cawan kosong (gram)
b = berat cawan dengan sampel (gram)
c = berat cawan dengan sampel yg sudah diabukan (gram)
3.5.4. Aktivitas Enzim Selulase (Miller, 1972)
Sebanyak 2 gram substrat rumput gajah fermentasi ditambahkan 20 mL
larutan buffer sitrat kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12000 rpm.
Supernatan merupakan ekstrak enzim selulase. Pada penentuan aktivitas enzim
42
selulase, sebanyak 500 μL substrat berupa carboxymethylcellulose (CMC) 1%
ditambah dengan 500 μL ekstrak enzim kasar lalu divortex dan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 500C. Setelah itu campuran substrat dan enzim
diambil sebanyak 500 μL dan ditambah dengan 500 μL DNS, dipanaskan sampai
mendidih dan berubah warna kemudian didinginkan. Larutan kemudian
ditambahkan 5 mL akuades. Aktifitas enzim diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm.
Aktivitas enzim selulase (u
g D ) =
V buffer sitrat x fp x Abs x a x , 7
berat kering sampel (gram)
Keterangan :
Fp : faktor pengenceran
Abs : absorbansi sampel
A : slope pada kurva standar glukosa
0,37 : standar internasional (1 unit enzim mampu menghasilkan 0,37 g
glukosa)
3.5.5. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) (Bonnen et al., 1994)
Sebanyak 2 g sampel tajuk rumput gajah dan 20 mL bufer asetat
dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan dikocok dengan shaker mekanis
pada 100 rpm selama 30 menit. Pemisahan endapan dan supernatan dilakukan
dengan sentrifuse pada 8000 rpm dan -4ºC selama 15 menit. Supernatan (ekstrak
kasar enzim) ini digunakan sebagai sampel pada analisis aktivitas lignin
peroksidase (LiP). Ke dalam microtube berukuran 2 mL dimasukan 0,1 mL
veratryl-alkohol (8 mM), 0,2 mL bufer asetat (50 mM pH 3), 0,45 mL akuades,
0,05 mL H2O2 (5 mM) dan 0,2 mL sampel (ekstrak kasar enzim). Tabung/cuvet
dikocok perlahan agar semua bahan tercampur. Reaksi aktivitas enzim dilakukan
pada suhu ruang 28-32ºC kemudian dilakukan pengukuran dengan
43
spektrofotometer pada 310 nm. Absorbansi diukur pada waktu 0 dan 10 menit
atau lebih lama (Bonnen et al., 1994).
Aktivitas Enzim (U
ml)=
D x Vtotal x
max x d x Venzim(ml)x t
Keterangan :
∆OD = selisih absorbansi pada 10 dan 0 menit
Vtotal = 1 ml, Venzim = 0,2 ml εmaks = absorpsivitas molar veratril - alkohol 9300/M.cm
d = tebal bagian dalam kuvet (cm)
t = waktu reaksi aktivitas enzim (menit)
3.5.6. Kadar Glukosa (Nelson, 1945 dan Somogyi, 1944)
Sebanyak 3 gram substrat sampel fermentasi ditambahkan 30 mL
akuades kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan
kemudian diuji kadar glukosanya. Pada penentuan kadar glukosa, sebanyak 250
μL sampel ditambahkan 250 μL reagen nelson kemudian dipanaskan dalam
penangas air sampai 100oC. Reagen nelson terdiri dari campuran reagen nelson A
dan nelson B dengan perbandingan 1 : 25. Larutan kemudian didinginkan sampai
suhu ruang. Setelah dingin, ditambahkan 250 μL reagen arseno molibdat dan
divortex sampai endapan CuO larut lalu ditambahkan 4 mL akuades dan divortex
kembali. Kadar glukosa diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm.
Aktivitas enzim selulase (mg
g D ) =
fp x Abs x V aquades x a
berat kering sampel (gram)
3.5.7. Penentuan Protein Terlarut (Lowry et al., 1951)
Dicampurkan ke dalam gelas beaker 100 mL NaCO3, 1 mL
CuSO4.5H2O, dan 1 mL Kalium Natrium Tartarat. Sample sebanyak 500 µl
44
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 4 mL larutan
campuran dan ditunggu 5 menit. Setelah 5 menit ditambahkan folin 500 µl ke
dalam tabung reaksi dan diinkubasi selama 30 menit. Kemudian dilakukan
pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 6 nm.
Aktivitas spesifik didefinisikan sebagai unit aktivitas permiligram protein.
Perhitungan aktivitas spesifik menurut Machfoed et al., (1989) adalah sebagai
berikut :
Aktivitas Spesifik =unit aktivitas (
UmL
filtrat)
kadar protein (mgmL
)
3.5.8. Kadar Ekstraktif (Ayeni et al., 2015) (Metode Chesson dan SNI
0492:2008)
Dimasukan 2,5 g sampel kering oven ke dalam erlenmeyer ukuran 250
ml. Kemudian ditambahkan 150 mL aseton atau alkohol-benzen 1: 2 (Metode
Chesson) atau akuades, kemudian dididihkan pada 100ºC dalam water bath
selama 1 jam dan didinginkan. Pemisahan ekstraktif dilakukan dalam cawan masir
dan divakum sehingga diperoleh endapan bebas ekstraktif kemudian dikeringkan
dalam oven pada 105ºC selama 24 jam. Kadar ekstraktif adalah selisih bobot
sampel awal dan sampel bebas ekstraktif.
3.5.9. Penentuan Kadar Selulosa (Ayeni et al., 2015 )
Selulosa (konten % w/w) dihitung dengan perbedaan, beranggapan
bahwa ekstraktif, hemiselulosa, lignin, abu, dan selulosa adalah komponen
keseluruhan biomassa
adar selulosa = erat kering ekstraktif hemiselulosa abu – lignin
45
3.5.10. Penentuan Kadar Hemiselulosa (Ayeni et al., 2015)
Dimasukan 0,5 g sampel kering bebas ekstraktif ke dalam erlenmeyer
ukuran 250 mL. Lalu ditambahkan 75 mL larutan 2% NaOH kemudian dididihkan
pada 100ºC selama 3,5 jam dan didinginkan. Dilakukan filtrasi vakum dalam
cawan masir dan dicuci menggunakan akuades sehingga diperoleh pH endapan
yang netral. Endapan kemudian dikeringkan dalam oven pada 105ºC selama 24
jam.
Kadar hemiselulosa adalah selisih bobot sampel bebas ekstraktif sebelum
dan sesudah perlakuan ini dibandingkan dengan bobot sampel awal (berat kering
sampel).
3.5.11. Penentuan Kadar Lignin (Ayeni et al., 2015)
Dimasukan 0,3 g sampel kering bebas ekstraktif ke dalam erlenmeyer
ukuran 250 mL. Kemudian ditambahkan 5 mL larutan 72% H2SO4 kemudian
dikocok secara hati-hati dengan interval waktu 30 menit selama 2 jam.
Ditambahkan 140 mL akuades kemudian dipanaskan dalam autoclave pada 121ºC
selama 3 x 15 menit dan didinginkan. Hidrolisat lalu dipisahkan dengan filter
vakum dalam cawan masir kemudian endapan dikeringkan dalam oven pada
105ºC selama 24 jam (endapan kering ini mengandung lignin dan abu). Endapan
dipanaskan dalam tanur pada 575ºC - 650ºC selama 5 jam.
Perhitungan untuk mencari kadar lignin adalah:
46
kadar lignin= endapan abu
sampel awal x
3.5.1. Analisis Data
Data hasil penelitian ini dianalisis menggunakan analysis of variamce
(ANOVA) pada SPSS versi 20.0 dengan batas kepercayaan sebesar 95% (α =
0,05) dan uji lanjut Duncan.
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Fermentasi Rumput Gajah
Sebelum proses fermentasi dilakukan, substrat rumput gajah dipreparasi
terlebih dahulu dengan perlakuan mekanik dan kimia. Perlakuan mekanik
dengan mencacah substrat rumput gajah menggunakan cutting mill dan
dikeringkan guna menurunkan kadar air dari substrat rumput gajah yang baru
ditebang dalam suhu ruang selama 2 hari. Pada perlakuan kimia substrat rumput
gajah ditambahkan nutrisi dan disterilkan guna menghilangkan bakteri atau zat-
zat kimia yang dapat memperhambat proses fermentasi. Tujuannya adalah
mengadaptasikan sel terhadap medium fermentasi (rumput gajah), sehingga
mempersingkat lag phase (fase adaptasi) dan pertumbuhan fungi akan
maksimum dalam waktu yang relatif singkat (Pangesti et al., 2012).
Larutan nutrisi atau Mineral Salts Medium (MSM) merupakan media
pertumbuhan mikroorganisme yang memiliki peran penting pada proses
fermentasi karena mempengaruhi kestabilan mikroorganisme (Somda et
al., 2011). Mineral-mineral tersebut digunakan untuk pertumbuhan sel fungi
termasuk pembelahan sel dan proses metabolismenya (Birch dan Walker,
2000). Media yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme selain MSM
adalah Yeast extract. Yeast extract pada dasarnya berisi asam glutamat yang
merupakan sumber nitrogen. Nitrogen berperan dalam pengaturan degradasi
lignin sebagai bagian dari metabolisme sekunder dalam fungi. Konsentrasi
nitrogen dalam media mempengaruhi enzim pendegradasi lignin yang
dihasilkan fungi (Fadilah dan Distantina, 2009). Konsentrasi nitrogen yang
48
rendah akan menstimulasi produksi enzim, sebaliknya konsentrasi nitrogen
yang tinggi akan menekan produksi enzim (Fadilah dan Distantina, 2009).
4.1.1. Perubahan pH
pH merupakan satu diantara beberapa faktor penting yang mampu
mempengaruhi pertumbuhan fungi dan proses fermentasi.
Gambar 13. Grafik perubahan nilai pH medium SSF
Keterangan :
M0U0 = Konrol
M0U1 = Kontrol + Urea 2%
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa pada hari ke-0 atau pada saat
fermentasi baru dimulai, range pH yang dihasilkan pada semua sampel berkisar
antara 5,84 – 6,35 (Lampiran 1). Hal ini dikarenakan pH pada substrat rumput
gajah yaitu 6, terjadinya kenaikan atau penurunan kadar pH di hari ke-0
fermentasi disebabkan adanya penambahan mikroorganisme, urea, dan nutrisi
pada sampel yang akan difermentasi. Pada hari ke-4 fermentasi terjadi kenaikan
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
0 4 8 12 16
Per
ubah
an p
H M
ediu
m S
SF
Waktu Fermentasi (Hari)
M0U0 M0U1 M1U0
M1U1 M2U0 M2U1
49
nilai pH yang fluktuatif pada masing sampel yaitu berkisar 6,97 – 7,95, karena
pada hari ke-4 mikroorganisme dalam sampel mulai bekerja. Pada hari ke-8, 12,
dan 16 fermentasi terjadi perubahan kadar pH pada masing-masing sampel dengan
range nilai pH berkisar antara 7,57 – 7, 97. Hal ini dikarenakan pH optimum
mikroorganisme yang terdapat dalam sampel yaitu berkisar antara pH 6 – 8
sehingga mikroorganisme pada sampel dapat bekerja dengan baik. Pada sampel
M0U1 dan M2U0 dengan adanya penambahan urea tidak terjadi perubahan yang
signifikan hal ini dikarenakan urea yang terdapat dalam sampel dapat digunakan
oleh mikroorganisme sebagai mineral yang berguna untuk proses metabolisme
tubuh mikroorganisme pada saat fermentasi berlangsung. Menurut Manfaati
(2010), urea sebagai sumber nitrogen merupakan makronutrien untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Unsur tersebut akan membentuk komponen
protein mikroba, nitrogen dibutuhkan dalam pebentukan asam amino esensial
(Dhalika et al., 2012). Hasil analisis duncan juga menunjukan bahwa adanya
penambahan urea berpengaruh nyata atau (p<0,05) terhadap nilai pH hasil
fermentasi SSF yaitu nilai pH pada sampel yang ditambahkan urea lebih besar
dari sampel yang tidak ditambahkan urea (Lampiran 3).
Kenaikan pH dapat disebabkan oleh perombakan bahan organik yang
terdapat dalam substrat oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas
karbondioksida CO2 dan ammonia (NH3) (Romayanto et al., 2006). Mekanisme
mikroba pada dekomposisi bahan organik (Munawaroh et al., 2013). Perubahan
nilai pH yang terjadi juga dapat disebabkan oleh adanya perubahan dalam
kesetimbangan ion hidrogen yang mungkin terjadi karena pengaruh pembentukan
produk, pengambilan nutrien, reaksi oksidasi reduksi serta perubahan dalam
50
kapasitas buffer (Rahayuningsih, 2003). Perubahan pH ini dapat mengakibatkan
perubahan sisi aktif serta struktur enzim akibat adanya perubahan ionisasi pada
asam amino penyusunnya. Saat pH optimum, struktur dan sisi aktif enzim berada
pada keadaan yang paling sesuai untuk berikatan dengan substrat dan proses
katalisis pada saat fermentasi berlangsung. Semakin jauh dari pH optimum maka
struktur dan sisi aktif enzim semakin tidak sesuai karena terjadi perubahan akibat
pelipatan pada struktur enzim akibat perubahan ionisasi pada asam aminonya
(Triana, 2012).
Rentang nilai pH pada hasil penelitian yang telah dilakukan berkisar
antara 6-8 masih dalam pertumbuhan yang optimum bagi dua variasi konsorsium
M1 = P. chysosporium dan B. circulans, dan M2 = P. chysosporium, T. reesei,
dan S. cerevisiae. Rentang pH tersebut juga masih dalam pertumbuhan optimum
bagi enzim pendegradasi lignin yang pada umumnya bekerja optimal pada kisaran
pH asam sampai netral (Sharaf et al., 2012).
Kondisi pH yang optimum akan membantu enzim untuk mengkatalis suatu
reaksi dengan baik. Enzim tidak dapat bekerja pada pH yang terlalu rendah atau
pH yang terlalu tinggi karena akan mengakibatkan enzim terdenaturasi sehingga
sisi aktif enzim terganggu (Safaria et al., 2013).
4.1.2. Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung
dalam substrat. Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui berat kering dari
suatu bahan dengan metode gravimetri. Pada metode gravimetri diasumsikan
bahwa hanya air yang menguap dalam proses pengeringan. Kadar air sangat
51
mempengaruhi dekomposisi bahan organik. Mikroorganisme dapat bekerja
dengan baik, bila kadar airnya berkisar antar 50-75% (Indriani et al., 2015).
Gambar 14. Perubahan kadar air medium SSF
Keterangan :
M0U0 = Konrol
M0U1 = Kontrol + Urea 2%
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Kadar air substrat hasil fermentasi selama 16 hari mengalami perubahan
fluktuatif (Gambar 14). Kadar air semua sampel mengalami kenaikan yang
fluktuatif dari hari ke-0 atau proses awal dilakukanya proses fermentasi SSF
(Lampiran 1). Kenaikan kadar air optimum terjadi dihari ke-12 fermentasi yaitu
berkisar antara 68,11% - 73,57%, karena pada hari ke-12 mikroorganisme yang
terdapat dalam sampel menggunakan kandungan air untuk proses metabolisme
tubuhnya dan pada hari ke-16 fermentasi mengalami penurunan yaitu berkisar
antara 69,07% - 70,27%, hal ini dikarenakan pada hari ke-16 kandungan air yang
terkandung oleh substrat telah banyak digunakan oleh mikroorganisme untuk
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 4 8 12 16
Kad
ar A
ir (
%)
Waktu Fermentasi (Hari)
M0U0 MOU1 M1U0
M1U1 M2U0 M2U1
52
proses pertumbuhanya. Pada sampel M1U1 dan M2U1 kadar air relatif konstan
dari hari ke- 12 dan hari ke-16 yaitu berkisar antara 68% - 73%, hal ini
dikarenakan urea merupakan nitrogen yang dapat digunakan sebagai tambahan
mineral dan nutrisi yang dapat digunakan untuk proses metabolisme
mikroorganisme yang terdapat dalam sampel.
Pengurangan kadar air dapat disebabkan oleh pemanfaatan air tersebut
oleh fungi untuk proses metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, pada proses
fermentasi kadar air berfungsi untuk proses transport nutrien dan produk-
produk metabolit melalui membran sel (Hilakore, 2008).
Menurut Hall (1970), perkembangan mikroorganisme dipengaruhi oleh
suhu dan air. Pada penelitian ini besarnya kadar air yang didapatkan yaitu berkisar
antara 64% - 74%. Kadar air tersebut masih dalam jumlah yang baik untuk proses
pertumbuhan mikroorganisme pada saat fermentasi berlansung. Kadar air yang
tinggi pada bahan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan berbagai
mikroba, dengan banyaknya populasi mikroba maka akan lebih banyak memecah
bagian makanan sebagai sumber energi seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
Keadaan ini akan menurunkan kadar bahan kering dari bahan pakan. Suhardjo et
al. (1986) menyatakan bahwa selama proses penyimpanan, penurunan bahan
kering dapat terjadi akibat aktifitas enzim, mikroorganisme, proses oksidasi
dengan membentuk uap air sehingga kandungan air meningkat.
Kenaikan kadar air disebabkan oleh hasil metabolisme konsorsium yang
digunakan pada substrat rumput gajah. Selain itu jumlah penambahan jenis
konsorsium pada substrat rumput gajah juga mempengaruhi kadar air. Menurut
Fardiaz (1988) selama fermentasi berlangsung, mikroorganisme menggunakan
53
karbohidrat sebagai sumber energi yang dapat menghasilkan molekul air dan
karbondioksida. Sebagian besar air akan tertinggal dalam produk dan sebagian
lagi akan keluar dari produk. Air yang tertinggal dalam produk inilah yang akan
menyebabkan kadar air menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah
(Winarno et al., 1980).
4.1.3. Perubahan Aktivitas LiP dalam Medium SSF
LiP adalah enzim peroksidase ekstraseluler yang aktivitasnya bergantung
pada H2O2. LiP mengoksidasi senyawa aromatik (fenolik dan non fenolik) dengan
memindahkan 1 elektron, menghasilkan phenoxy radical dan kation radikal.
Kemudian bereaksi secara spontan dengan nukleofil (bagian utama air) dan
molekul oksigen. Hasilnya sebuah “enzymatic combustion” (pembakaran secara
enzimatik) yang memecah ikatan C-C dan C-O, mendepolimerasi senyawa
polimer dan membuka cincin aromatik. Kebanyakan produk aromatik dan alifatik
terbentuk dengan cara demikian. Veratril alkohol merupakan produk metabolit
sekunder. VA merupakan substrat untuk LiP dan menstimulasi kerjanya,
kemungkinan bukan sebagai mediator elektron akan tetapi dengan mendonasikan
elektron ke LiP, sehingga akan membuat siklus katalitiknya menjadi lengkap
(Akhtar, 2010). Perubahan aktivitas LiP dapat dilihat pada Gambar 15.
54
Gambar 15. Perubahan aktivitas LiP dalam medium SSF
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Berdasarkan Gambar 15 kenaikan aktifitas LiP setelah 16 hari fermentasi
SSF terjadi kenaikan pada sampel M2U1 pada hari ke-4 sebesar 4487 U/g
mengingkat pada hari ke-8 menjadi 7174 U/g kemudian meningkat lagi pada hari
ke-12 yaitu menjadi 15588 U/g dan terjadi penurunan pada hari ke-16 menjadi
4408 U/g. Hal ini disebabkan oleh berhentinya pertumbuhan kapang atau
pertumbuhan kapang maksimum terjadi pada hari ke-12 selanjutnya pada hari ke-
16 terjadinya penurunan pertumbuhan kapang yang terlihat dengan menurunnya
enzim pada sampel (Lampiran 1), hal ini disebabkan oleh pada hari ke-16
kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh kapang sudah banyak terpakar pada saat
fermentasi sampai hari ke-16. Hasil uji statistik Duncan juga menunjukkan beda
nyata atau (P<0,05) pada sampel M1U1 dan M2U1 dengan sampel lainya yaitu
pada sampel yang mengandung urea aktivitas LiP nya lebih besar dari sampel
yang tidak mengandung urea (Lampiran 3). Aktivitas LiP pada sampel yang
0
5000
10000
15000
20000
4 8 12 16
Ak
tiv
itas
LiP
(U
/g)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1M2U0 M2U1
55
mengandung urea yaitu M1U1 dan M2U1 terjadi kenaikan yang signifikan karena
kapang P. chysosporium mendapatkan nutrisi dan mineral dari adanya
penambahan urea sehingga kapang tersebut dapat tumbuh dengan baik dan dapat
menghasilkan aktifitas LiP yang lebih besar dari sampel lainya atau tanpa
penambahan urea.
Pengukuran Aktifitas enzim LiP menggunakan H2O2 veratril alkohol
buffer asetat pH 3 dan akuades. H2O2 berfungsi sebagai reduktor yang akan
mengoksidasi enzim pada keadaan awal (restyng enzyme) dengan dua elektron
membentuk senyawa intermediet I (Cullen dan Kersten, 1996). Veratril alkohol
berfungsi sebagai mediator dalam reaksi redoks untuk menstimulasi oksidasi LiP
pada substrat limbah organik lignoselulosa (Huang et al., 2003). Buffer asetat
berfungsi sebagai larutan penyangga untuk mempertahankan pH pada saat
terjadinya reaksi enzimatis, dan pH 3 merupakan pH optimum untuk
menghasilkan aktifitas LiP yang maksimum (Prasetya, 2012).
Rumput gajah merupakan salah satu medium yang paling baik untuk
meningkatkan aktivitas enzim. LiP merupakan katalis utama dalam proses
ligninolisis oleh kapang karena mampu memecah unit non fenolik yang menyusun
90 persen struktur lignin (Srebotnik et al., 1998). P. chrysosporium yang
ditumbuhkan pada medium fermentasi padat (SSF) optimum menghasilkan
aktifitas LiP pada pH 3 dan 5 dan P.chrysosporium menghasilkan aktifitas LiP
maksimum pada pH yang sama, ketika ditumbuhkan pada medium (Asgher,
2011).
LiP maksimum yang dihasilkan oleh P. chrysosporium pada medium
fermentasi padat (SSF) terdapat pada suhu 34oC
dan 40
oC pada medium yang
56
ditambahkan serbuk jerami gandum (Hossain dan Anantharaman, 2008). Berbeda
dengan yang dilaporkan oleh (Nishizawa, 1995) pada banyak penelitian suhu
25oC merupakan suhu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan aktifitas LiP
maksimum, sangat berhubungan dengan pertumbuhan fungi itu sendiri (Arora dan
Gill, 2004). Hal ini disebabkan karena setiap fungi mempunyai suhu optimum,
minimum dan maksimum yang berbeda untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan
pada suhu di bawah suhu optimum dapat menurunkan rata-rata metabolisme
selnya. Suhu di atas optimum, menyebabkan pertumbuhan menurun dan
dimungkinkan terjadinya kematian jika melampaui suhu maksimumnya (Hossain
dan Anantharaman, 2008).
4.1.4. Perubahan Aktivitas Selulase dalam Medium SSF
Gambar 16. Perubahan kadar selulase substrat rumput gajah terhadap
waktu fermentasi
0
1
2
3
4
5
6
7
4 8 12 16
Kad
ar S
elula
se (
%)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
57
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Kadar selulase substrat rumput gajah selama fermentasi mengalami
fluktuatif (Gambar 16). Kadar selulase tertinggi yaitu pada sampel M1U0 dan
M2U0 pada hari ke-8 sebesar 6,24% dan 5,53%. Penurunan kadar selulase
signifikan terjadi pada sampel M1U0 yaitu menjadi 3,47%. Pada fermentasi dihari
ke-12 semua sampel mengalami penurunan yaitu sekitar 1-2% (Lampiran 1). Hal
ini disebabkan oleh banyaknya jumlah atau jenis mikroorganisme yang
ditambahkan pada saat fermentasi dan penambahan urea yang menyebabkan
aktivitas selulase dapat meningkat (Meryandini et al., 2009). Berdasarkan hasil uji
statistik Duncan, perlakuan pada sampel dihari ke-8 menunjukkan perbedaan yang
nyata (p<0,05) terhadap kandungan selulase dengan hasil yang lain (Lampiran 3).
Aktivitas selulase maksimum dapat menghidrolisis selulosa secara optimal
sehingga produksi gula mudah larut seperti glukosa yang juga maksimum
aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah gula pereduksi yang dilepaskan oleh
kerja enzim per satuan waktu. Bakteri selulolitik menghasilkan kompleks enzim
selulase yang berbeda-beda, tergantung dari gen yang dimiliki dan sumber karbon
yang digunakan (Meryandini et al., 2009). Selulosa yang digunakan pada
penelitian ini adalah substrat selulosa komersil yaitu Carboxymethyl Cellulose
(CMC) dengan konsentrasi 1%. CMC merupakan substrat terbaik untuk
menginduksi sintesis enzim selulolitik ekstraseluler (Alam et al., 2004) dan
berdasarkan Narasimha et al, (2005), konsentrasi selulosa 1% merupakan
konsentrasi yang optimum produksi selulase. Secara umum mikroorganisme
58
selulolitik adalah kelompok bakteri yang memiliki tingkat pertumbuhan sel yang
cepat, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim juga lebih pendek.
4.1.5. Kadar Bahan Organik dan Abu
Gambar 17. Perubahan kadar bahan organik selama fermentasi.
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Berdasarkan Gambar 17 substrat selama proses fermentasi memiliki kadar
bahan organik yang fluktuatif. Kandungan bahan organik semua sampel pada hari
ke-0 fermentasi berkisar antara 88,25% - 89,34%, pada hari ke-16 menurun
berkisar antara 86,87% - 87,73% (Lampiran 1). Pada penelitian ini terjadi
penurunan kadar bahan organik dari hari ke-4, 8, 12, dan 16. Terjadinya
penurunan kandungan bahan organik tersebut disebabkan oleh nutrien yang
tersedia pada bahan yang telah dirombak dan dimanfaatkan oleh fungi.
Kehilangan bahan organik yang rendah dapat disebabkan oleh 3 kemungkinan
84
85
86
87
88
89
90
91
4 8 12 16
Kad
ar B
ahan
Org
anik
(%
)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
59
yaitu pertumbuhan fungi yang relatif besar, tingkat biodegradasi yang berjalan
lambat atau tingkat pertumbuhan fungi dalam biomassa lebih besar dibanding
tingkat pemanfaatan produk fermentasi oleh fungi (Nelson et al., 2011).
Penurunan kadar bahan organik juga dapat disebabkan oleh lama waktu
fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi, pertumbuhan kapang akan semakin
baik, merata dan kompak sesuai dengan ketersediaan nutrien pada bahan. Kapang
yang tumbuh semakin aktif melakukan perombakan karbohidrat dan protein yang
merupakan bagian dari bahan organik (Kasmiran, 2011).
Abu merupakan mineral dalam bahan yang tidak mudah terbakar selama
proses pembakaran. Kadar abu dipengaruhi oleh jenis bahan yang dianalisis,
kondisi bahan, umur bahan, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap
karakteristik bahan. Kadar abu digunakan untuk menunjukkan besarnya
kandungan bahan anorganik dan unsur mineral yang terdapat dalam suatu bahan
(Juliando, 2010).
Gambar 18. Perubahan kadar abu selama fermentasi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
4 8 12 16
Kad
ar A
bu
(%
)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
60
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Berdasarkan Gambar 18 sampel M1U1 mengalami penurunan pada hari
ke-8 dari 12,18% menjadi 11,29%, kemudian naik pada hari ke-12 dan 16 menjadi
12,46% - 13,68%. Pada sampel M1U0 terjadi kenaikan yang cukup konstan dari
hari ke-4 sampai hari ke-16 yaitu sebesar 1%. Pada sampel M2U1 terjadi
penurunan pada hari ke-8 menjadi 1,78% kemudian naik kembali pada hari ke-12
dan hari ke-16 menjadi 12,11% - 12,96%. Pada sampel M2U0 stagnan di hari ke-4
sampai hari ke-12 yaitu sebesar 11% kemudian terjadi kenaikan pada hari ke-16
menjadi 12% (Lampiran 1). Peningkatan kadar abu disebabkan oleh adanya
proses mineralisasi. Dalam peroses mineralisasi, metabolisme mikroba
menyebabkan mineral–mineral hara tanaman terlepas dengan lengkap (N, P, K,
Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah yang tidak tentu dan relatif kecil
(Andini, 2015).
Pada sampel dengan adanya penambahan urea M1U1 dan M2U1 memiliki
kadar abu yang relatif besar dari sampel lainya. Hal ini dikarenakan adanya urea
dalam sampel membuat pertumbuhan mikroorganisme dalam sampel berjalan
dengan baik karena adanya pasokan nutrien. Percepatan fermentasi dan
pertumbuhan mikroorganisme memerlukan nutrien tambahan. Selain memerlukan
karbohidrat, juga membutuhkan nitrogen dan mineral yang cukup untuk dapat
tumbuh dan produksi dengan optimal (Akbar et al., 2013)
61
4.1.6. Kadar Ekstraktif
Penentuan kadar ekstraktif dengan menggunakan (metode Chesson, SNI
0492:2008) dan (Ayeni et al., 2015) dengan menggunakan aseton akuades
perbandingan 1:2 sebanyak 150 mL, kemudian dididihkan selama 1 jam.
Penggunaan akuades dan aseton sebagai pelarut zat ekstraktif pada substrat jerami
padi. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8% dari berat kering (Fengel dan
Wegener, 1995).
Gambar 19. Grafik Perubahan Kadar Ekstraktif Substrat Rumput Gajah terhadap
Waktu Inkubasi
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Kadar ekstraktif substrat rumput gajah selama fermentasi mengalami
fluktuatif (Gambar 19). Kadar ekstraktif tertinggi terjadi pada sampel M1U0 yaitu
sebesar 13,55%. Semua sampel terjadi kenaikan kadar ekstraktif pada hari ke-12
sekitar 7%-14% kecuali sampel M1U1 yang mengalami penurunan dari hari ke-8,
0
2
4
6
8
10
12
14
16
4 8 12 16
Kad
ar E
kst
rakti
f (%
)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
62
sebesar 14,01% menjadi 12,7% dihari ke-12. Penurunan kadar ekstraktif yang
paling stabil dalam sampel yaitu M1U1 dan M2U1 dengan adanya penambahan
urea di H-16 fermentasi. Perubahan ini disebabkan oleh adanya proses hidrolisis
dari urea yang mampu memecah ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa, serta
melarutkan silika dan lignin yang terdapat dalam dinding sel bahan pakan berserat
(Komar, 1984). Selain itu menurut (Marjuki, 2012) amonia dalam proses
hidrolisis urea yang terbentuk mengubah komposisi dan struktur dinding sel
padatan lumpur organik unit gas bio yang dapat melonggarkan atau membebaskan
ikatan antara lignin dan selulose atau hemiselulose yaitu dengan memutus 8
jembatan hidrogen antara lignin dan selulose atau hemiselulose.
Zat ekstraktif yang larut dalam air adalah gula, zat warna, tannin, gum, dan
pati, dan yang larut dalam pelarut organik adalah resin, lemak, asam lemak, lilin,
minyak dan tannin (Sjostrom, 1999). Dalam pembuatan bioetanol dari
lignoselulosa, zat ekstraktif merupakan inhibitor/ penghambat bekerjanya enzim
dalam proses hidrolisis dan menurunkan kerja mikroorganisme dalam proses
fermentasi sehingga kecepatan reaksi fermentasi menjadi turun. Zat ekstraktif
mengisi rongga-rongga sel dan rongga-rongga mikro dinding sel sehingga
aksesibilitas agen hidrolisis menjadi terhambat. Oleh karena itu, kadar ekstraktif
yang tinggi tidak diharapkan dalam pembuatan bioetanol (Sokanandi et al., 2012).
63
4.1.7. Kadar Lignin
Gambar 20. Perubahan kadar lignin selama fermentasi
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Kadar lignin substrat rumput gajah selama fermentasi mengalami
penurunan pada semua perlakuan (Gambar 20). Kadar lignin cenderung menurun
dari hari ke- 4 dengan kadar lignin berkisar antara 6% - 5% sampai hari ke- 16
dengan kadar lignin berkisar antara 2% - 1% (Lampiran 1). Penurunan kadar
lignin yang paling tinggi terdapat pada sampel M2U0 dan M2U1 yang
menggunakan konsorsium M2 = P. chysosporium, T. reesei, dan S. cerevisiae dan
dengan penambahan urea 2%. P. chysosporium merupakan kapang lignolitik dan
T. reesei merupakan bakteri selolitik yang mampu membongkar selulose dan
hemiselulosa menjadi glukosa. Kedua bakteri ini mampu bersinergi dalam
mendegradasi lignin dan penambahan urea berguna untuk sumber nitrogen yang
0
1
2
3
4
5
6
7
4 8 12 16
Kad
ar l
ignin
(%
)
Waktu fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
64
akan digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam proses fermentasi.
Penggunaan S. cerevisiae karena S. cerevisiae merupakan probiotik yang mampu
mempercepat berlangsungnya proses fermentasi. Pada semua sampel penurunan
kadar lignin yang baik terjadi di hari ke-12 dan hari ke-16 hal ini dapat dilihat
juga dari kandungan nutrisi dan protein yang masih baik pada saat fermentasi
dihari ke-12 dan hari ke-16 (Mulyana et al., 2015). Analisis Duncan menunjukan
beda nyata (P<0,05) penurunan kadar lignin sampel yang menggunakan urea
dengan variasi inokulan konsorsium mikroorganisme lebih besar dari sampel yang
tidak ditambahkan urea (Lampiran 3).
Fermentasi rumput gajah selama 16 hari memperlihatkan kadar lignin
yang paling rendah dikarenakan waktu fermentasi selama 16 hari merupakan
puncak pertumbuhan kapang sehingga produksi enzim yang dihasilkan juga tinggi
sehingga mempengaruhi degradasi lignin di dalam proses fermentasi rumput
gajah. Perubahan kandungan lignin pada substrat terjadi karena perombakan
struktur lignin menjadi komponen yang lebih sederhana. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Shi et al., (2009) yang menyatakan bahwa sebagian besar degradasi
lignin terjadi pada hari 8 - 18 setelah fermentasi. Gupte et al., (2007) juga
melaporkan bahwa kehilangan lignin maksimum oleh P. chrysosporium terjadi
pada hari kesepuluh setelah inkubasi.
Nilai lignin pada lama fermentasi berhubungan dengan produksi enzim
ligninase (Gupte el al., 2007). Jager et al., (1985) melaporkan bahwa produksi
enzim ligninase dimulai terjadi pada hari keenam setelah inokulasi. Degradasi
lignin ini akan membuka jalan untuk perombakan selulosa dan hemiselulosa.
65
Penurunan kandungan lignin dapat terjadi selama proses fermentasi. Hal
ini menunjukkan bahwa telah terjadi proses pemisahan serta pemecahan ikatan-
ikatan lignoselulosa, sehingga selulosa yang tinggi akan menurunkan kadar lignin.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Arif (2001) yang menyatakan bahwa kandungan
lignin yang rendah disebabkan oleh selulosa yang tinggi pada proses lignoselulosa
sehingga setelah proses ensilase terjadi perenggangan dan pemisahan
lignoselulosa dan lignohemiselulosa, sehingga semakin tinggi selulosa pada
pemisahan ikatan lignin maka selulosa akan menurunkan lignin. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa dalam pembuatan silase pakan komplit berbahan dasar
rumput gajah dan beberapa level biomassa rumput gajah, biomassa rumput gajah
menyubstitusi konsentrat dapat memperbaiki kualitas rumput gajah hasil
fermentasi.
Proses delignifikasi penting dilakukan sebelum hidrolisis bahan
selulosa, sebab lignin merupakan dinding kokoh yang melekat pada serat selulosa
dan hemiselulosa sehingga suatu tanaman menjadi keras dan dapat berdiri kokoh
(Ariyani et al., 2013).
Gambar 21. Degradasi lignin hari ke-12 dan hari ke-16
0
20
40
60
80
100
12 16
Deg
radas
i L
ignin
(%
)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
66
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Berdasarkan Gambar 21 menunjukkan bahwa sampel M2U1 menghasilkan
kemampuan degradasi optimal sebesar 91,22% di hari ke-16 (Lampiran 1). Hal ini
disebabkan karena adanya perombakan kandungan lignin oleh fungi pelapuk putih
akan melibatkan kerja enzim ligninolitik yang akan menguraikan lignin menjadi
karbondioksida (CO2), enzim tersebut adalah lignin peroksidase dan mangan
peroksidase. Enzim ligninolitik ini bekerja aktif dengan adanya oksigen, kunci
reaksi degradasi lignin oleh fungi pelapuk putih adalah biokatalis enzim ligninase
yang mengkatalis oksidasi cincin aromatik lignin untuk melepas ikatan-ikatan
pada cincin aromatiknya dan membentuk radikal-radikal kation. Radikal - radikal
tersebut menjalani reaksi spontan membawa kearah degradasi lignin, sebagian
radikal memecah ikatan intramolekul lignin dan sebagian lagi memecah cincin
aromatik (Retno et al., 2016). Analisis Duncan menunjukan beda nyata (P<0,05)
degradasi lignin antara sampel yang menggunakan urea dengan variasi inokulan
konsorsium mikroorganisme yang diberikan (Lampiran 3).
Penelitian Kartiwa (2003) memperlihatkan bahwa biodelignifikasi bahan
lignoselulosa pada kayu sengon oleh jamur P. chrysosporium mencapai 39,94 %
setelah mengalami fermentasi selama 12 hari pada suhu 300C penggunaan urea
pada tingkat 1,5% dalam substrat lumpur sawit ternyata lebih efektif membantu
jamur P. chrysosporium dalam komponen serat : selulosa dan lignin, jamur ini
dapat melonggarkan ikatan lignoselulosa, bahkan membebaskan sebagian besar
selulosa dengan ikatan lignin. Untuk memenuhi kebutuhan energi pada
67
pertumbuhan sekundernya, jamur memenuhi energinya dari gula mudah larut
yang terdapat dalam substrat lumpur sawit, namun setelah itu jamur akan
mendegradasi komponen serat melalui kerja enzim ektraselulernya yaitu enzim
LiP dan selulase.
4.1.8. Kadar Glukosa
Peningkatan kadar glukosa sinergis dengan peningkatan kadar selulosa .
Kadar glukosa rumput gajah selama proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar
22.
Gambar 22. Perubahan kadar glukosa selama fermentasi
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
0
5
10
15
20
25
4 8 12 16
Kad
ar G
lukosa
(%
)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
68
Dari Gambar 22 dapat dilihat bahwa kadar glukosa semua sampel
mengalami kenaikan dari hari ke-4 berkisar antara 9,44% - 13,3% menjadi 13,7% -
18,24% pada hari ke-12 fermentasi. Pada sampel M1U0 pada hari ke-16 tidak
mengalami perubahan atau kadar glukosa tatap pada 14,55% sama seperti hari ke-
12 fermentasi. Pada sampel M1U1 terjadi penurunan kadar glukosa dari hari ke-12
berkisar 14,8% ke hari 16 fermentasi menjadi 12,03%. Hasil analisis Duncan juga
menunjukkan sampel di hari ke-12 dan 16 berbeda nyata (P<0,005) dengan
sampel di hari ke-4 dan 8, kadar glukosa pada hari ke-12 dan 16 lebih tinggi dari
ke-4 da 8 (Lampiran 3).
Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus
aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu DNS sebagai
oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino-5 nitrosalicylic acid
(Sastrohamidjojo, 2005). Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Perubahan
warna larutan dari kuning menjadi jingga kemerahan menunjukkan adanya gula
pereduksi (Lehninger, 1997). Gula pereduksi yang terbentuk karena
terhidrolisisnya hemiselulosa dan selulosa yang terlarut menjadi monomer gula
(Imman et al., 2014). Mekanisme reaksi DNS dan glukosa dapat dilihat pada
Gambar 23.
Gambar 23. Mekanisme reaksi DNS dengan Glukosa
69
Pada saat hidrolisis enzimatik, enzim kasar yang telah diproduksi dapat
langsung bekerja ke dalam substrat. Tingginya kadar glukosa rumput gajah pada
hari ke-12 dan hari ke-16 karena struktur rumput gajah mengalami kerusakan
sehingga mempermudah kapang dalam mendegradasi selulosa. Kadar glukosa
yang mengalami kenaikan selama hidolisis menunjukkan bahwa terjadi konversi
selulosa dan hemiselulosa pada substrat selama hidrolisis berlangsung dengan
bantuan kapang. Kadar selulosa yang banyak akan menghasilkan kadar glukosa
yang banyak pula, karena selulosa merupakan polimer homogen dan jika
dihidrolisis akan menghasilkan glukosa. (Naufala dan Pandebesie, 2015).
Kadar glukosa yang dihasilkan melebihi hari ke-16 dikhawatirkan akan
menurun pada substrat rumput gajah karena telah habis terfermentasi menjadi
produk lain karena sudah tidak ada lagi monosakarida yang dihasilkan dari
hidrolisis polisakarida. (Ruso et al., 2010). Hal tersebut dikarenakan pada saat
fermentasi pertumbuhan kapang tergantung pada supplai zat gizi antara lain gula
sebagai sumber karbon dan energi terutama karbohidrat, sehingga kapang
menggunakan karbon dan nitrogen untuk pertumbuhan kapang tersebut (Ariyani
et al., 2013).
70
4.1.9. Kadar Hemiselulosa
Gambar 24. Grafik Perubahan Kadar Hemiselulosa hasil fermentasi
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Kadar hemiselulosa substrat rumput gajah selama fermentasi mengalami
fluktuatif (Gambar 24). Terjadi kenaian kadar glukosa dari hari ke-12 berkisar
9,81% - 16,1% sampai dihari ke-16 yaitu kadar hemiselulosa berkisar 21,08% -
31,99% (Lampiran 1). Sampel dengan adanya penambahan urea M1U1 dan M2U1
dapat meningkatkan kadar hemiselulosa, hal ini dikarenakan urea merupakan
nutrisi dan mineral yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme dalam proses
fermentasi untuk metabolisme tubuhnya sehingga proses fermentasi dapat berjalan
dengan baik dan dapat meningkatkan kadar hemiselulosa. Berdasarkan hasil uji
statistik Duncan, sampel M2U1 menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
terhadap kandungan hemiselulosa pada sampel yang lain, sampel M2U1 dihari ke-
0
5
10
15
20
25
30
35
12 16
Kad
ar H
emis
elulo
sa,
%
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
71
16 memiliki kadar hemiselulosa yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel
lainnya (Lampiran 3).
Hemiselulosa merupakan polimer amorf yang berasosiasi dengan selulosa
dan lignin. Sifatnya mudah mengalami depolimerisasi, hidrolisis oleh asam, basa,
mudah larut air. Kenaikan kadar hemiselulosa disebabkan kemampuan jamur
mendegradasi lignin sehingga hemiselulosa tidak terdegradasi. Rantai
hemiselulosa lebih mudah dipecah menjadi komponen gula penyusunnya
dibandingkan dengan selulosa. Menurut Nelson dan Suparjo (2011), bahwa
degradasi lignin akan membuka akses untuk perombakan selulosa dan
hemiselulosa. Hasil perombakan selulosa menghasilkan enzim selulose merombak
gula-gula dan membatasi produksi sebagian enzim-enzim pendegradasi
hemiselulosa oleh jamur pelapuk putih (Kirk dan Crowling,1984).
Perbedaan kadar hemiselulosa dipengaruhi oleh komposisi perlakuan
(Harfiah, 2010). Tingginya nilai kadar hemiselulosa disebabkan oleh ikatan
lignin yang terputus dari biomasa akibat dari degradasi pada alfa dan beta
lignin, sehingga hemiselulosa yang dihasilkan semakin meningkat (Ghendis et
al., 2016). Adanya aktifitas mikroorganisme, karbohidrat kompleks yang terdiri
dari selulosa dan hemiselulosa akan dipecah menjadi asam lemak atsiri (asetat,
propionat dan butirat) (Rajhan dan Pathank, 1979). Asam lemak atsiri ini
merupakan sumber energi bagi ternak ruminansia dan mampu menyediakan
energi 55% - 60% dari kebutuhannya (Rajhan, 1977).
72
4.2.10. Kadar Protein Terlarut
Protein yang terlarut dalam media fermentasi perlu diukur untuk
mengetahui jumlah protein enzim yang disintesis oleh mikroba dan untuk
menghitung aktivitas spesifik enzim. Namun protein terlarut yang terukur tidak
mutlak mencerminkan bahwa yang terukur semuanya enzim yang disintesis oleh
mikroorganisme, karena di dalam media juga mengandung protein terlarut berupa
sisa media (yeast ekstrak) atau hasil metabolisme protein mikroorganisme yang di
eksresikan (Albar dan Setyawan,2009).
G
a
m
b
a
r
2
5
.
P
erubahan kadar protein terlarut selama fermentasi
Keterangan :
M1U0 = konsorsium mikroorganisme M1
M1U1 = konsorsium mikroorganisme M1 + urea 2%
M2U0 = konsorsium mikroorganisme M2
M2U1 = konsorsium mikroorganisme M2 + urea 2%
Pada Gambar 25 terlihat kenaikan kadar protein terlarut fluktuatif
(Lampiran 1) didapatkan bahwa kadar protein terlarut tertinggi pada sampel
M2U0 dengan kadar protein sebesar 39,72% dihari ke-16 fermentasi. Hal ini
disebabkan oleh variasi penambahan mikroorganisme yang ditambahkan pada saat
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
12 16
Kad
ar P
rote
in T
erla
rut
(%)
Waktu Fermentasi (Hari)
M1U0 M1U1
M2U0 M2U1
73
proses fermentasi yaitu P. chysosporium, T. reesei, dan S. cerevisiae karena ketiga
mikroorganisme ini dapat bekerja secara sinergis dan tidak bersifat antagonistik
atau tidak saling meniadakan antar mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan
kadar protein terlarut. Hal ini didukung oleh analisis duncan yang menunjukan
adanya beda nyata (P<0,05) antara sampel M2U0 dengan sampel lainyya, pada
fermentasi hari ke-16 kadar protein terlarut M2U0 lebih tinggi dari sampel lainnya
(Lampiran 3).
Bakteri selulolitik merupakan sel tunggal dan mempunyai kapasitas
fungsional pertumbuhan, reproduksi, pencernaan, asimilasi dan memperbaiki isi
dalam sel dimana bagi kehidupan tingkat tinggi sudah didistribusikan ke jaringan,
oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sel tunggal merupakan wujud kehidupan
lengkap yang memiliki produktivitas enzim dan kapasitas fermentatif yang tinggi
dibandingkan dengan mahluk hidup yang lainnya. Penggunaan mikroorganisme
memberikan keuntungan tersendiri karena dapat meningkatkan nutrisi bahan
pakan (Widjastuti et al., 2007).
Urea akan bermanfaat bagi pertumbuhan jamur setelah mengalami
serangkaian perombakan di dalam substrat rumput gajah, urea mudah terurai
menjadi NH3+ dan CO2, bersama air media tumbuh NH3
+ membentuk basa
(NH4)OH. Jamur menggunakan nitrogen terutama dalam bentuk ammonium,
ammonium mampu memasok nitrogen (N) bagi pertumbuhan jamur. Namun
apabila ammonia bebas berlebihan dapat bersifat toksik sehingga dapat
menghambat pertumbuhan jamur. Penambahan urea berlebih akan mendorong
pembentukan ammonia bebas dalam jumlah lebih banyak. Penggunaan 2% urea
sebagai sumber nitrogen pada substrat rumput gajah sudah mampu digunakan
74
untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur P. chrysosporium, dimana jamur ini
membutuhkan nitrogen untuk sintesis beberapa kandungan sel yang sangat
penting, termasuk asam-amino dan protein. Skema peranan urea dalam proses
delignifikasi dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Skema peranan urea pada proses delignifikasi
Rumput Gajah
Ikatan Lignoselulosa
SSF
Konsorsiun
Lignin
Selulosa
Hemiselulosa
Pc Bc Tr Sc
Enzim LiP
(degradasi
lignin)
Mengikat nitrogen
(unsur pembentuk
protein)
Enzim selulase
(hidrolisis selulosa) Mengubah
glukosa
menjadi
alkohol dan
CO2
Kadar lignin menurun, kadar protein dan glukosa meningkat
Urea
(nutrisi mikroorganisme)
75
Penelitian yang dilakukan oleh Trahaju (1994) melaporkan bahwa
penambahan nitrogen anorganik (urea) 0,5% – 2% dalam substrat serbuk gergaji
mampu memberikan pertumbuhan jamur Marasmius sp. cukup tinggi. Pada
penelitian Musnandar (2004) melaporkan bahwa penggunaan 1% - 2% urea pada
substrat sabut kelapa sawit akan memberikan pertumbuhan jamur Marasmius sp.
yang lebih baik.
76
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1 . Fermentasi rumput gajah dengan perlakuan terbaik adalah sampel yang
diinokulasi dengan konsorsium M2 = P. chysosporium, T. reesei, dan S.
cerevisiae karena ke-3 fungi ini tidak bersifat antagonistik sehingga dapat
bekerja secara bersinergis guna mempercepat proses fermentasi.
2 . Adanya penambahan urea 2% dalam sampel dapat menurunkan kadar
lignin, meningkatkan kadar glukosa dan kadar protein dalam rumput
gajah dalam proses fermentasi, karena urea merupakan sumber nutrisi
yang dapat menghasilkan nitrogen untuk pertumbuhan mikroorganisme
selama fermentasi berlangsung.
3 . Waktu fermentasi optimum rumput gajah yang paling baik adalah sampel
M2U1 dihari ke-12 dengan kadar lignin sebesar 1,08%; kadar glukosa
sebesar 12,697%; kadar hemiselulosa sebesar 9,81%; kadar selulosa
sebesar 67,02%; dan kadar protein terlarut sebesar 19,96% karena pada
hari ke-12 kadar nutrisi dan protein masih baik dan konsorsium masih
bekerja dengan baik dalam sampel.
77
5.2. Saran
Saran peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan skala beberapan jenis sustrat yang ligninnya jauh lebih tinggi.
2. Inokulum konsorsium mikroorganisme dikembangkan dengan bahan
pembawa padat agar mudah didistribusikan. 3.
3. Peningkatan penelitian untuk proses produksi lanjutan agar dapat
digunakan digunakan di lapangan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Addleman, K. dan F. Archibald. 1993. Kraft Pulp Bleaching and Delignification
by Dikaryons and Monokaryon of Trametes versicolor. Applied and
Environmental Microbiology. 59(1):266-273.
Amaria, Isnawati, Rini, dan Tukiran. 2012. Biomassa Saccharomyces cerevisiae
dari Limbah Buah dan Sayur sebagi Sumber Vitamin B, Himpunan Makalah
Seminar Nasional Teknologi Pan gan.
Aguskrisno. 2011. Peranan Jamur Saccharomyces cerevisiae sebagai Ferentasi
Roti, [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan, Bandung.
Ahmed, Z., Banu, H., Rahman, M. M., Akhter F., dan Haque M. S. 2001.
Microbial activity on the degradation of lignocellulosic polysaccharides.
Journal of biological sciences. 1(10):993-997.
Ahmed A, dan P. Vermette. 2008. Culture-based Strategies to EnhanceCellulase
Enzyme Production from Trichoderma reesei RUTC30 in Bioreactor Culture
Conditions, Journal Biochemical Engineering. 40:399–407.
Akbar, R.T.M, Yani Suryani, dan Iman Hernaman. 2015. Peningkatan Nutrisi
Limbah Produksi Bioetanol Dari Singkong Melalui Fermentasi Oleh
KonsorsiumSaccharomyces dan Trichoderma viridie Jurnal Sainteks. 8(2):1-
15.
Albar B, dan Setyawan S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi
dan pH dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase dengan Menggunakan Media
Jerami Padi. Semarang: Universitas Dipongoro.
Alidadi, H., Parvaresh, A.R., dan Shahmansouri, M.R. 2007. Combine Compost
and Composting Process in the Treatment and Bioconversion of Sludge,
Pakistan Journal of Biological Science. 10(21):3944-3947.
Andriati Kurnia. 2017. Modifikasi surfaktan CPC (Cetylpyridinium Chloride)
berbantu micriwave pada karbon aktif untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi
urea. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
AOAC. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical
Chemists. Maryland.
Aquino, K. 2012. Sterilization by Gamma Irradiation. Gamma Radiation. Journal
InTech. Intech. 1(10):171-206.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Cetakan Kedua.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ayeni, A.O., Adeeyo, O.A., Oresegun, O.M., dan Oladimeji, T.E. 2015.
Compositional Analysis of Lignoselullosic Materials, Evaluation of an
Economicaly Viable Method Suitable for Woody and Non woody Biomass.
American Journal of Engineering and Research. 4(4):14–19.
79
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI
01-2891-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Bandung: Widya
Padjadjaran, ISBN: 978-602-8323-48-2.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2008. Pulp dan Kayu - Cara Uji Kadar
Lignin Metode Clason. SNI 0492. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Bakteri Trichoderma reesei. 2013. https://www.industrie-techno.com. 20 Februari
2018 (18:45)
Bakteri Bacillus circulans http://microbe-canvas.com. 20 Februari 2018 (21:45)
Bhargav, S., Panda, B.P., Ali, M., dan Javed, S. 2008. Solid State Fermentation:
An Overview. Chem, Biochem, Eng Q. 22(1):49-70.
Birch, R.M., dan Walker, G.M. 2000. Influence of magnesium ions on heat shock
and ethanol stress responses of Saccharomyces cerevisiae. Enzymol. J.
Microbiol. Tech. 26:678-687.
Brok, T.D., Madigan, M.T. Martinko, J.M. 2006. Biology of Microorganisms.
11th
Edition. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River, Nj 07458
Brock, T.D dan Madigan, M.T. 2009. Biology of Microorganism. Prentice-Hall
International Edition
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI
01- 2891-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Cookson, J.T. 1995. Biomediation Engineering: Design and Aplication Mc. Graw
Hill. Sititiningrum. 1998. Inc.
Cook R.J. dan K.F. Baker. 1974. Biocontrol of plant pathogens. The American
Phytopathology Society.St. Paul MN
Day , R.A., dan A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima.
Jakarta. Erlangga.
Dee, S.J., dan Bell, A.T. 2011.A Study Of The Acid Catalyzed Hydrolysis Of
Cellulose Disolved In Ionic Liquids And The Factor Influencing
Thedehidration Of Glucose And The Formation Of Humins.Chemsuschem.
4(8):66-73.
Del Gallo M dan Fendrikl. 1979. The Rhizosphere and Azospirillum. Dalam :
Azospirillum Plant Association, Ed. by Y. Okon, Boca Raton, Fla. 57-75.
Dhalika, T, Mansyur, dan A. Budiman. 2012. Evaluasi karbohidrat dan lemak
batang tanaman pisang (Musa paradisiaca. Val) hasil fermentasi anaerob
dengan suplementasi nitrogen dan sulfur sebagai bahan pakan ternak. J.
Pastura. 1(2):97-101.
Dumanauw, J.F. 2001. Mengenal Kayu. Jakarta. Gramedia
80
Dozoretz C.G., N. Rothschild, and Y. Hadar. 1993. Over-production of lignin
Peroxidase by Phanerochaete chrysosporium BKM-F1767. Applied and
Environmetal Microbiology. 59(6):1919-1926.
Duc LH, Hong HA, Barbosa TM, Henriques A, Cutting SM. 2004.
Characterization of bacillus probiotics available for human use. Appl Environ
Microbiol 70 (4): 2161–2171.
Dyah, S., dan Adi, S. Erwan. 2010. Optimalisasi Konsentrasi Phanerochaete chrysosporium pada Biosorpsi Ion Logam Pb dalam Limbah Cair Elektroplatting. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Volume 2 (2) program Studi Teknik Kima, Fakultas Teknik Industry, UPN Jawa Timur.
Fadilah, dan Distantina, S. 2009. Delignifikasi Ampas Batang Aren:
Pembandingan Pengaruh Penambahan Glukosa dengan Penambahan Tetes.
Ekuilibrium. 8(2):19-25.
Fardiaz, S. 1988. Fermentasi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Gramedia.
Bogor.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fateta IPB. Bogor.
Fessenden, RJ. dan Fessenden JS .1997. Kimia Organik Jilid II. Diterjemahkan
oleh Aloysus Hadyana pudjaatmaka. Edisi Kedua. Erlangga: Jakarta
Freer, M. dan H. Dove. 2002. Sheep Nutrition. CABI and CSIRO Publishing,
Canberra.
Glazer, A. N., and Nikaido, H. 2007. Microbial biotechnology: fundamentals of
applied microbiology, second edition. Cambridge : USA
Gonggo, M. Bambang, Hermawan B., dan Anggraeni, D. 2006. Pengaruh Jenis
Tanaman Penutup dan Pengolahan Tanah Terhadap Sifat Fisika Tanah pada
Lahan Alang-Alang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 7(1):44-50.
Hafni Indriati Nasution11*; Ratna Sari Dewi1 dan Primajogi Hasibuan (2016).
[Skripsi] Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Medan, Medan
Hall, B. J. dan Silver, S. 2009. Nutrition and Feeding of The Cow-Calf Herd:
Digestive System of the Cow. Journal Virginia Technology. 10(4):400-409.
Hamzah, Ainon, M.A., Zarin, dan Hamid, A.A. 2012. Optimal Physical and
Nutrient Parameters for Growth of Trichoderma virens UKMP-1M for Heavy
Crude Oil Degradation, Journal Sains Malaysiana. 41(1):71–79.
Hanafi, N.D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen
Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.
Hieronymus, dan Budi. S. 1998. Tanaman Obat Keluarga TOGA 1. Yogyakarta:
Kanisius.
81
Hilakore, M.A. 2008. Peningkatan Kualitas Nutrisi Putak Melalui Fermentasi
Campuran Trichoderma reesei dan Aspergillus niger sebagai Pakan
Ruminansia. Tesis. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Howard, R.L., Abotsi, E., Jansen van Rensburg, E.L., dan Howard, S. 2003.
Lignocellulose Biotechnology: Issues of Bioconversion and Enzyme
Production. African Journal of Biotechnology. 2(12):602-619.
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press: New York
and London.
Imman, S., Arnthong, J., Burapatana, V., Champreda, V., dan Laosiripojana, N.
2014. Effects of Acid and Alkali Promoters on Compressed Liquid Hot Water
Preteatment of Rice Straw. Bioresource Technology. 171:29-36.
Indriani, D.O., Sriherfyna, F.H., dan Wardani, A.K. 2015. Invertase of Aspergillus
niger with Solid State Fermentation Method and The Application in Industry.
Pangan dan Agroindustri. 3(4):1405-1411.
Isamiyati. 2012. Proposal Disertasi diakses pada tanggal 4 Mei 2017: 21.22 WIB
Juliando. 2010. Pengaruh Delignifikasi Menggunakan Phanerochaete
chrysosporium Dan Hidrolisis Oleh Kapang Selulolitik Terhadap Kualitas
Tongkol Jagung Sebagai Pakan Ternak. [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Johjima, T., Itoh, N., Kabuto, M., Tokimura, F., Nakagawa, T., Wariishi, H., dan
Tanaka, H. 1999. Diretct Interaction of Lignin and Lignin Peroxidase from
Phanerochaete chrysosporium. National Academy Science. USA. 96:1989-
1994.
Kasmiran, A. 2011. Pengaruh Lama Fermentasi Jerami Padi dengan
Mikroorganisme Lokal Terhadap Kandungan Bahan Kering, Bahan Organik
dan Abu. Jurnal Lentera. 11(1).
Kenyon College. 2011. Phanerochaete chrysosporium. Microbe Wiki:
http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Corynebacterium_diphtheriae.asp
20 Februari 2018: 15.45 WIB
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Kirk, T.K dan Cowling, E.B. 1984. Biological Decomposition of Solid Wood.
Dalam : Rowel, R.M, Editor. The Chemistry of Solid Wood. Washington DC:
American Chemical Society.
Kjeldahl, J. 1883. A New Method for The estimation Of Nitrogen in organaic
Coumpounds. Journal Analysis Chemistry. 22:336
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Cetakan
Pertama. Yayasan Dian Gahita. Bandung.
82
Kone K & Fung YC. 1992. Undertanding Bacterions and their usus in food.
Journal Food Environ Sanit. 12:282-285.
Kristensen, J.B. 2009. Enzymatic Hydrolysis of Lignocellulose: Substrate
Interaction and High Solids Loadings. Forest and Landscape Research. 42:
102–111.
Kurtzman, C., Fell, J.W. dan Boekhout, T. eds. 2011. The yeasts: a taxonomic
study. Elsevier.
Kurnianingtyas, I.B., Pandansari, P.R., Astuti, I., Widyawati, S.D., dan Suprayogi,
W.P.S. 2012. Pengaruh Macam Akselerator terhadap Kualitas Fisik, Kimiawi,
dan Biologis Silase Rumput Kolonjono. Tropical Animal Husbandry. 1(1):7-
14.
Langi P. R. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Mikoria Terhadap Kandungan
Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Mini dan Rumput Benggala.
[Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Lasamadi, R.D., S.S.Malalantang, Rustandi,dan S. D. Anis. 2013. Pertumbuhan
dan perkembangan rumput Gadjah Dwarf (Pennisetum purpureum cv Moot)
yang diberi pupuk organik hasil fermentasi EM4. Jurnal Zootek. 32(5):158–
171.
Linder, M., and Teeri, T. 1997. The role and fungtion of cellulosebinding
domains. Journal Biotechnology. 57:15-28.
Lowry, O.H., Rosenbrough, N.J., Farr, A.L. dan Randall, R.J. 1951. Protein
Measurement with the Folin Phenol Reagent. Journal Biology Chemistry.
93:265-275.
Lynd L.R., PJ. Weimer, WH. van Zyl WH, I.S. Pretorius. 2002. Microbial
Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol Mol
Biology. Rev. 66 (3):506-577.
M. Akhtar, R.A. Blanchette dan T. . irk, “Fungal Delignification and
Biomechanical Pulping of wood,” Advances in Biochemical Engineering
Biotechnology. 57(10):159-195.
Manfaati, R. 2010. Kinetika dan Variabel Optimum Fermentasi Asam Laktat
dengan Media Campuran Tepung Tapioka dan Limbah Cair Tahu oleh
Rhizopus oryzae. [Tesis]. Program Magister Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Martins, L.F., D. Kolling, M. Camassola, A.J.P. Dillon, L.P. Ramos (2008),
Comparison of Penicillium echinulatum and Trichoderma reesei Cellulases
in Relation to Their Activity Against Various Cellulosic Substrates, Journal
Biotechnology. 99:1417–1424.
Marjuki. 2012. Peningkatan Kualitas Jerami Padi Melalui Perlakuan Urea
Amoniasi. Artikel Ilmiah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
83
Mc Donald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalg dan C. A. Morgan. 2002.
Animal Nutrition, 6th
Edition. Longman Scientific and Technical Co.
Published in The United States with John Willey and Sons inc, New York.
Michael, dan T. Madigan. (2009). Biology of Microorganisms. 12th ed. New
York: Prentice Hall International.
Miller. 2001. ESR Spectra. http://www.ensta.Fr/esr.html. 2 Mei 2017: 22.02 WIB
Moat, A.G., J.W. Foster & M.P. Spector, (2008), Microbial Physiology 4th ed,
Elvisier Science B.V. Amsterdam
Musnandar, E. 2004. Pertumbuhan jamur Bacillus sp. pada substrat kelapa sawit
untuk bahan pakan ternak. Majalah Ilmiah Angsana 8(3):25-30.
Nelson, D.H. 45. A Photometric Adaptation of the Somogyi‟s ethod for the
Determination of the Glucose. Journal Biology Chemistry. 153:373-380.
Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan
Phanerochaete chrysosporium: evaluasi kulaitas nitrisi secara kimiawi
ARGINAK. 1(1):1-10.
Nugroho, A. 2009. Biodegradasi Sludge Minyak Bumi dalam Skala
Mikrokosmos: Simulasi Sederhana Sebagai Kajian Awal Bioremediasi Land
Treatment. MAKARA, Teknologi. 10(2):82-86. Jakarta: Universitas Trisakti.
Nofri, D. 2014. Perubahan Kandungan Komponen Serat Pelepah dan Daun Sawit
Melalui Fermentasi dengan Kapang Phanerochaete chrysosporium. Jurnal
Universitas Padang. 2-13.
N. Iriani. 2003. Prospek Pengembangan Tanaman Jagung Sebagai Sumber
Hijauan Pakan Ternak. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti.
Balai Penelitian Ternak Bogor. 26–31.
Okaraonye, C.C, dan Ikewuchi, J.C. 2009. Nutritional and antinutritional
components of Pennisetum purpureum Schumach. Pakistan journal of
nutritional. 8(1):32-34.
Orth, A.B., D.J. Royse, dan M. Tien. 1993. Ubiquity of Lignin Peroxidase among
Various Wood-Degrading Fungi. Applied and Environmental Microbiology.
59(12):4017-4023.
Oscariz, J.C. dan A.G. Pisabarro. 2000. Classification and mode of action of
membrane-active bacteriocins produced by gram-positive bacteria.
Internation Journal Microbiol. 4(1):13-19.
Palonen, H. 2004. Role of lignin in the enzymatic hydrolysis of lignocelluloses.
Disertation at University of Technology. Hel sinki Finland.
Paik HD, Bae SS, Park SH, dan Pan JG. 1997. Identification and partial
characterization of tochicin a bacterion produced by Bacillus thuringiensis
subsp. tochingiensis. Journal Indust Microbiol Biotechnol. 19:294-299.
84
Pangesti, N. W. I., Arini, P., dan Estu, R. N. 2012. Pengaruh Penambahan Molase
pada Produksi Enzim Xilanase oleh Fungi Aspergillus niger dengan Substrat
Jerami Padi. Jurnal Bioteknologi. 9(2):41-48.
Pason, P., K. Ratanakhanokchai dan Kyu K.L. 2003. Multiple Cellulases and
Xylanases of Bacillus circulans B-6. Biotechnology for Sustainable
Utilization of Biological Resources in the Tropics. Proceedings of Project
Seminars in 2000-2003 for JSPS- NCRT/DOST/LIPI/VCC. IC Biotech, Japan.
16:305-310.
Paul EA. 1992. Organic Matter Decompositionn. Encyclo-pedia of Microbiology,
3. Academic Press. Inc
Perez, J., Munoz, J., Dorado, T., De la Rubia., dan Martinez, J. 2002.
Biodegradation and biological treatments of cellulose, hemicellulose and
lignin: an overview,Int. Microbiol. 5:53-63.
Pikukuh, P. 2011. Selulosa komponen yang paling banyak ditemukan di alam.
http:/blog.ub.ac.id/supat/2011/03/14/hello world/ diakses pada 9 Mei 2017:
22.23 WIB.
Prasetyo, B.H dan Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, Potensi dan Teknologi
Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2):39-46.
Rafat C, Haymann JP, Gaudry S, Labbe V, Montanes RM, Dufour N, et al..2014.
The case: A crystal-clear diagnosis: acute kidney injury in a patient with
suspected meningoencephalitis. Kidney Int. 86:1065–1069.
Rahayuningsih, M. 2003. Toksisitas dan Aktivitas Dipterosidal Bioinsektisida
Bacillus thuringiensis israelensis Tipe Liar dan Mutan pada Berbagai
Formulasi Media dan Kondisi Kultivasi. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius.
Yogyakarta.
Romayanto, M. E. W., Wiryanto dan Sajidan. 2006. Pengolahan Limbah
Domestik Dengan Aerasi dam Penambahan Bakteri Pseudomonas putida.
Journal Bioteknologi. 3(2):42-49.
Safaria, S. 2013. Efektivitas Campuran Enzim Selulase dari Aspergillus niger dan
Tricoderma reesei dalam menghidrolisis Substrat Sabut Kelapa. ISSN : 2303-
1077. 2 (1):46–51.
Saha, B.C. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in
Biotechnology. US Government Work. American Chemical Society, halaman
2-14.
Sanchez,Lopez. M. 2009. Relationship Between Physical Activity enzime and
temperature. Rev. Esp.Cardiol. 61(2):108-111.
85
Sanderson, M. A. Dan R. A., Paul. 2008. Perennial forages as second generation
bioenergy crops. International Journal of Molecular Sciences. 9:768-788.
Schmid F. 2001. Biological Macromolecules: UV-Visible Spectrophotometry.
Encyclopedia of Life Sciences. Nature Publishing Group.
Sari, N.K. 2009. Pembuatan Bioetanol Dari Rumput Gajah Dengan Destilasi
Batch, Jurnal Teknik Kimia. 8(3):94-103.
Sastroamidjojo, H.1985. Spektroskopi , Edisi I, Liberty , Yogyakarta.
Sharaf EF, El-Sarrany AEAQ, and l – Deeb E. . “ iorecycling of shrimp
shell by Trichoderma viride for production of antifungal chitinase”.
African Journal Microbiol. 6(21):4538-4545.
Shinghania. 2009. Cellulytic Enzyme. Biotechnology For Industrial Residues
Utilization.
Silalahi, J. 1994. Kadar Protein yang Terdapat dalam Beberapa Bahan Makanan.
Medan: Silalahi. 1-20.
Singh, D dan Chen, S. 2008. The White-rot Fungus Phanerochaete
chrysosporium: Conditions For The Production of Lignin-degrading
Enzymes. Appl Microbial Biotechnol. 81:399-417
Sjostrom, E., Alen, R. 1999. Analytical Methods in Wood Chemistry, Pulping and
Papermaking. New York: Springer- Verlag Berlin Heidelerg.
Soegianto, Agus. 2012. Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat
Berkelanjutan, Airlangga University Press, Surabaya.
Sokanandi, A., Pari, G., Setiawan, D. dan Saepuloh. 2012. Komponen Kimia
Sepuluh Jenis Kayu Kurang Dikenal: Kemungkinan Penggunaan Sebagai
Bahan Baku Pembuatan Bioetanol. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 32(3):209-
220.
Somda, M.K., Aly S., Nicolas B., Philippe T. dan Alfred S.T. 2011. Effect of
Minerals Salts in Fermentation Process using Mango Residues as Carbon
Source for Bioethanol Production. Asian of Industrial Engineering.
3(1):29-38.
Srinivasan, C, T.M.D. Souza, K. Boominathan, dan C.A. Reddy. 1995.
Demonstration of Laccase in the White Rot Basidiomycete Phanerochaete
chrysosporium. Aplied and Environmental Microbiology. 61(2):4274-4277.
Stewart, J., Akiyama, T., Chapple, C., Ralph, J., dan Mansfield, S. 2009. The
effects on lignin structure of everexpression of farulate 5-hydroxylase in
hybrid popla. Elephan grass. Plant physiol. 150:621-635.
86
Subekti, G., Suwarno dan Nur Hidayat. 2013. Penggunaan Beberapa Aditif Dan
Bakteri Asam Laktat Terhadap Karakteristik Fisik Silase Rumput Gajah Pada
Hari Ke- 14. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(3):835–841.
Sumarno. 1986. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Penerbit Sinar Baru, Bandung.
Sumarsono, T. 2009. Efektivitas Jenis dan Konsentrasi Nutrien dalam
Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Mentah yang Diaugmentasi Dengan
Konsorsium Bakteri. [Skripsi]. Departemen Biologi FSAINTEK Universitas
Airlangga, Surabaya.
Suparjo. 2008. Saponin Peran dan Pengaruhnya Bagi Ternak dan Manusia.
Fakultas Peternakan. Universitas Jambi: Jambi.
Sutardi, T. 1980. Peningkatan mutu hasil limbah lignoselulosa sebagai makanan
ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Sutardi, T., 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak,
IPB, Bogor.
Tagg JR, Dajani AS, dan Wannamaker LW. 1976. Bacteriocins of Gram Positive
Bacteria. Journal Bacteriol Rev 40:722-756.
Taherzadeh M.J. 1999. “Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of
Inhibitors and Fermentation Strategies”. [Thesis].Göteborg: Department of
Chemical Reaction Engineering, Chalmers University Of Technology.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.
Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta
Todar, . 5. Salmonella and Salmonellosis. Todar‟s nline Textbook of
Bacteriology. University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology.
http://textbookofbacteriology.net/salmonella.html.15 Januari 2018: 21.23
WIB
Tri Retno, D. L., Mulyana, N., Nurhasni dan Uswatun, H. 2015. Pengaruh Radiasi
Sinar Gamma Terhadap Kemampuan Degradasi Lignin Phanerochaete
chrysosporium dan Ganoderma lucidum. Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
Indonesia. 17(1):21-36.
Urribari, L., A. Ferrer dan A. Collina. 2009. Leaf protein from ammonia treasted
dwarf elephant grass (Pennisetum purpureum schum cv mott). Journal
Applied Biochemistry and Biotechnology. 122(1-3):7 ‒7 .
Walkley, A., Black, I.A 1934. An Examination of the Degtjareff Method for
Determining Organic Carbon in Soils: Effect of Variations in Digestion
Conditions and of Inorganic Soil Constituents. Soil Sci. 63:251-263.
87
Widuri, A.E., 2001. Pengaruh Jenis Inokulum Kering dan Suhu Fermentasi pada
Pembuatan Tape Talas Padang, [Skripsi] Jurusan Teknologi Pangan
Universitas Pasundan, Bandung.
Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.
Wongsa, P. dan P. Werukhamkul. 2007. Product Development and Technical
Service, Biosolution Internation. Bangkadi Industrial Park. Thailand. 134/4.
Woodard, K.R dan G.M. Prine.1993. Dry matter accumulation of elephantgrass,
energycane and elephantmillet in a subtropical climate. Crop science. 33:818-
824.
https://www.industrie-techno.com/les-7-employes-modeles-de-la-chimie.33814
Diakses pada hari Minggu 18 Maret 2018 pukul 21:13 WIB
88
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian
1. Perubahan nilai pH medium SSF
Hari ke- 0 4 8 12 16
M0U0 5,95a 7,95
b 7,97
c 7,64
c 7,55
b
M0U1 5,84a 7,38
a 7,59
b 7,50
b 7,06
b
M1U0 6,35a 6,97
a 7,95
c 7,72
c 7,34
b
M1U1 6,10a 7,83
b 7,89
c 7,81
c 7,53
b
M2U0 5,86a 7,65
a 7,74
c 7,62
c 7,29
b
M2U1 5,98a 7,45
a 7,57
b 7,59
b 7,09
b
2. Perubahan kadar air medium SSF %
Hari Ke- 0 4 8 12 16
M0U0 64,26a
67,07a 68,17
a 73,25
a 70,27
c
MOU1 65,47cd
65,39
cd 70,43
c 73,57
a 78,82
b
M1U0 67,84de
68,21
ef 71,6
bc 73,51
cd 74,22
cd
M1U1 67,95
ef
70,69de
69,76ab
68,3ef
69,07c
M2U0 68,39de
71,28
cd 70,51
c 72,6
bc 73,73
ab
M2U1
71,48ab
70,76
ab 72,21
cd 72,34
c 72,88
c
3. Perubahan Aktivitas LiP dalam medium SSF, U/g
Hari ke- 4 8 12 16
M1U0 14498a 11833
de 5489
ab 9272
bcd
M1U1 17904g 6137
ab 10288
cd 6415
abc
M2U0 16382fg
13020efg
6131ab
4762a
M2U1 4487a 7174
abc 15588
efg 4408
a
4. Perubahan aktivitas selulase dalam medium SSF, U/ml
Hari ke- 4 8 12 16
M1U0 0,9a 6,24
c 3,47
c 4,05
d
M1U1 1,94ab
4,03b 2,75
ab 4,35
c
M2U0 0,99cd
5,53b 5,2
cd 3,38
ab
M2U1 1,62ab
4,9c 3,83
a 5,31
b
89
5. Perubahan kadar bahan organik selama fermentasi, %
Hari ke- 4 8 12 16
M1U0 89,08a 88,49
a 89,27
a 86,87
a
M1U1 87,82b 88,71
bc 87,54
b 86,32
a
M2U0 89,34b 89,1
c 88,58
ab 87,73
a
M2U1 88,25c 88,22
a 87,04
a 86,89
a
6. Perubahan kadar abu selama fermentasi, %
Hari ke- 4 8 12 16
M1U0 10,92b 11,51
b 10,73
c 13,13
b
M1U1 12,18b 11,29
bc 12,46
b 13,68
b
M2U0 10,66b 10,9
bc 11,42
a 12,27
b
M2U1 11,75c 11,78
c 12,96
a 12,11
b
7. Kadar Ekstraktif, %
Hari ke- 4 8 12 16
M1U0 5,19a 6,5
c 13,55
a 10,48
a
M1U1 8,6cd
14,01de
12,7de
7,4bc
M2U0 7,21c 8,89
ab 13,56
b 6,1
ab
M2U1 7,6ab
8,29bc
9,13c 4,9
a
8. Kadar Lignin, %
Hari ke- 4 8 12 16
M1U
0 6,23
j 5,07
gh 3,26
de 2,29
c
M1U
1 4,78
g 3.12
de 1,33
b 1,32
b
M2U
0 5,7h
i 4,11
f 3,45
e 1,39
ij
M2U
1 5,47
h 2,76
cd 1,08
ab 0,66
a
9. Degradasi Lignin, %
Hari ke- 12 16
M1U0 56,91a
70,22b
M1U1 82,41c
82,5c
M2U0 54,39a
81,62c
M2U1 85,7c 91,22
d
90
10. Kadar Glukosa, %
Hari ke- 4 8 12 16
M1U0 12,32de
14,01a 15,1
b 14,55b
M1U1 12,28ab
13,93cd
14,48b 12,03b
M2U0 13,3cd
15,55ab
18,24a 18,81c
M2U1 9,44c 13,24
c 12,7
c 14,39a
11. Kadar Hemiselulosa, %
Hari ke- 12 16
M1U0 16,1cde
21,08a
M1U1 15,22ef
31,99c
M2U0 7,29def
26,71abc
M2U1 9,81de
29,19bc
12. Kadar Protein Terlarut, %
Hari ke- 12 16
M1U0 15,18b 34,94
g
M1U1 12,02a 22,63
e
M2U0 17,53c 39,72
h
M2U1 19,96d 27,84
f
91
Lampiran 2. Contoh Perhitungan
a. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)
Uraian Ulangan M1U0
4 8 12 16
Sampel, g
1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
Bufer asetat, ml
10 10 10 10
Kadar air sampel, %
68,21 71,60 73,51 74,22
Bk sampel, g
0,318 0,284 0,265 0,258
Faktor pengenceran, kali 1 1 1 1
Abs T=0 1 0,515 0,440 0,510 0,575
2 0,505 0,450 0,515 0,585
Abs T=30 1 0,530 0,450 0,510 0,585
2 0,525 0,460 0,520 0,595
Delta absorbansi 1 0,015 0,010 0,005 0,010
2 0,020 0,010 0,005 0,010
Volume total, ml
4 4 4 4
Tebal dalam kuvet, cm
1 1 1 1
Volume enzim, ml
0,8 0,8 0,8 0,8
Waktu inkubasi, menit 1 21 16 19 22
2 20 16 18 23
Aktivitas LiP, U/ml 1 384,02 336,02 141,48 244,38
2 537,63 336,02 149,34 233,75
Rerata 460,83 336,02 145,41 239,07
STDEV 108,62 0,00 5,56 7,51
Aktivitas LiP, U/g 1 12082 11833 5341 9478
2 16914 11833 5637 9066
Rerata 14498 11833 5489 9272
(
)
( )
(
)
92
b. Kadar Air
Uraian Ulangan M1U0
0 4 8 12 16
W0, g 1 17,8807 17,8801 17,8812 17,8789 17,8794
2 24,1011 24,0996 24,0991 24,0987 24,1001
W1, g 1 18,8913 18,9067 18,9171 18,9838 18,9243
2 25,1811 25,1219 25,1019 25,1270 25,2975
W2, g 1 18,1940 18,2146 18,2057 18,1743 18,1390
2 24,4610 24,4164 24,3545 24,3686 24,4201
Bb sampel, g 1 1,0106 1,0266 1,0359 1,1049 1,0449
2 1,0800 1,0223 1,0028 1,0283 1,1974
Bk sampel, g 1 0,3133 0,3345 0,3245 0,2954 0,2596
2 0,3599 0,3168 0,2554 0,2699 0,3200
Kadar air, % 1 69,00 67,42 68,67 73,26 75,16
2 66,68 69,01 74,53 73,75 73,28
Rerata 67,84 68,21 71,60 73,51 74,22
STDEV 1,64 1,13 4,14 0,35 1,33
93
c. Kadar Bahan Organik Dan Abu
Uraian Ulangan M1U0
4 8 12 16
W0, g 1 19,7417 21,0922 26,9797 34,1766
2 34,5957 21,9410 23,6363 37,9816
W1, g 1 20,7647 22,1776 27,9876 35,3029
2 35,8967 22,9847 24,6703 39,1182
W2, g 1 20,7086 22,1115 27,8660 35,2037
2 35,8436 22,9198 24,5477 39,0090
W3, g 1 19,8521 21,2104 27,0763 34,3154
2 34,7258 22,0528 23,7326 38,1125
Bb sampel, g 1 1,0230 1,0854 1,0079 1,1263
2 1,3010 1,0437 1,0340 1,1366
Bk sampel, g 1 0,9669 1,0193 0,8863 1,0271
2 1,2479 0,9788 0,9114 1,0274
Abu sampel, g 1 0,1104 0,1182 0,0966 0,1388
2 0,1301 0,1118 0,0963 0,1309
Kadar bahan organik (BO), % 1 88,58 88,40 89,10 86,49
2 89,57 88,58 89,43 87,26
Rerata 89,08 88,49 89,27 86,87
STDEV 0,70 0,12 0,24 0,55
Kadar abu, % 1 11,42 11,60 10,90 13,51
2 10,43 11,42 10,57 12,74
Rerata 10,92 11,51 10,73 13,13
94
d. Kadar Ekstraktif
Uraian Ulangan M1U0
4 8 12 16
Sampel, g 1 2,5008 2,5000 2,5006 2,5008
2 2,5009 2,5008 2,5001 2,5008
Rerata 2,5009 2,5004 2,5004 2,5008
W0, g 1 48,6187 50,7980 48,6114 48,3530
2 50,4453 48,5197 48,3425 50,4595
W1, g 1 50,8251 52,9874 50,5168 50,5005
2 52,6514 50,7183 50,2430 52,6278
SBE, g (b) 1 2,2064 2,1894 1,9054 2,1475
2 2,2061 2,1986 1,9005 2,1683
Rerata 2,206 2,194 1,903 2,158
Kadar BK sampel, % 93,0448 93,8465 88,0392 96,3873
Bk sampel, g (a) 1 2,3269 2,3462 2,2015 2,4105
2 2,3270 2,3469 2,2011 2,4105
Ekstraktif, g (c) 1 0,1205 0,1568 0,2961 0,2630
2 0,1209 0,1483 0,3006 0,2422
BK : SBE, kali 1 1,055 1,072 1,155 1,122
2 1,055 1,067 1,158 1,112
Rerata 1,055 1,070 1,157 1,117
Kadar bahan organik BK, % 89,078 88,491 89,267 86,873
Total bahan organik BK, g 1 2,0727 2,0761 1,9652 2,0940
2 2,0728 2,0768 1,9648 2,0940
Bahan organik SBE, g 1 1,9523 1,9194 1,6691 1,8311
2 1,9520 1,9285 1,6643 1,8519
Abu SBE, g 1 0,2541 0,2700 0,2363 0,3164
2 0,2541 0,2701 0,2362 0,3164
Kadar bahan organik SBE, % 1 88,482 87,667 87,599 85,265
2 88,480 87,714 87,570 85,407
Rerata 88,481 87,691 87,585 85,336
Kadar abu SBE, % 1 11,518 12,333 12,401 14,735
2 11,520 12,286 12,430 14,593
Rerata 11,519 12,309 12,415 14,664
Kadar ekstraktif, % bk sampel 1 5,177 6,682 13,450 10,909
2 5,194 6,319 13,656 10,046
Rerata 5,19 6,50 13,55 10,48
( )
( )
( )
%
95
e. Kadar Lignin
Uraian Ulangan M1U0
4 8 12 16
SBE, g 1 0,3002 0,3000 0,3006 0,3003
2 0,3009 0,3001 0,3008 0,3006
Rerata 0,3006 0,3001 0,3007 0,3005
W0, g (b) 1 50,2810 50,8241 48,6297 47,8594
2 48,9825 48,5238 48,3661 50,7986
W1, g (a) 1 50,3073 50,8461 48,6477 47,8743
2 49,0097 48,5487 48,3852 50,8145
LA (lignin+abu), g (c) 1 0,0263 0,0220 0,0180 0,0180
2 0,0272 0,0249 0,0191 0,0159
Rerata 0,0267 0,0234 0,0185 0,0170
Abu LA :
W0
31,7460 19,8692 21,5355 28,3295
W1
31,8369 19,9909 21,6489 28,5066
W3
31,7688 19,9064 21,5796 28,4276
LA, g
0,0909 0,1217 0,1134 0,1771
Abu, g
0,0228 0,0372 0,0441 0,0981
Kadar abu LA, % 25,0825 30,5670 38,8889 55,3924
BK : SBE, kali
1,055 1,070 1,157 1,117
BK, g (d) 1 0,3166 0,3209 0,3477 0,3355
2 0,3174 0,3210 0,3480 0,3358
Abu, g 1 0,0066 0,0067 0,0070 0,0100
2 0,0068 0,0076 0,0074 0,0088
Rerata 0,0067 0,0072 0,0072 0,0094
Kadar lignin, % bk sampel 1 6,22 4,76 3,16 2,39
2 6,42 5,39 3,35 2,11
Rerata 6,32 5,07 3,26 2,25
( )
( )
( )
( )
( )
96
f. Kadar glukosa
Kurva standar glukosa (D-glukosa monohidrat)
Uraian Ulangan I II III IV V VI
Kadar glukosa, mg/ml
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Absorbansi pada 540 nm 1 0.00 0.12 0.21 0.38 0.46 0.58
2 0.00 0.10 0.21 0.39 0.47 0.58
Rerata 0.00 0.11 0.21 0.38 0.47 0.58
Kurva standar :
Absorbansi pada 540 nm 0.0 0.1 0.2 0.4 0.5 0.6
Glukosa, mg/ml 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Uraian Ulangan M1U0
4 8 12 16
Sampel, g
1,0080 1,0090 1,0040 1,0070
Akuades, ml
20 20 20 20
BK sampel, %
93,045 93,846 88,039 96,387
Bk sampel, g
0,9379 0,9469 0,8839 0,9706
Faktor pengenceran, kali 1 1 1 1
Absorbansi pada 540 nm 1 0,35 0,39 0,37 0,41
2 0,38 0,385 0,41 0,415
Slope kurva standar (a) 1,7116 1,7116 1,7116 1,7116
Glukosa, mg/ml 1 0,599 0,668 0,633 0,702
2 0,650 0,659 0,702 0,710
Kadar glukosa, mg/g 1 12,775 14,099 14,329 14,460
2 13,870 13,918 15,878 14,636
Rerata 13,322 14,009 15,104 14,548
(
) ( )
(
)
y = 1,5714x + 0,0286
R² = 0,9878
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Glu
kosa
mg/m
L
Absorbansi pada 540 nm
Kurva Standar Glukosa
97
g. Kadar Hemiselulosa
Uraian Ulangan M1U0H12 M1U0H16
Sampel, g (a) 1,0009 1,0009
1,0007 1,0005
Rerata 1,0008 1,0007
W0, g
47,7629 50,1726
50,4622 47,8348
W1, g 48,6195 50,8522
51,2345 48,6853
Non-hemiselulosa, g (b) 0,8566 0,6796
0,7723 0,8505
Hemiselulosa, g (c) 0,1443 0,3213
0,2284 0,1500
Rerata 0,1864 0,2357
BK : SBE, kali 1 1,155 1,122
2 1,158 1,112
BK, g (d)
1,1563 1,1232
1,1591 1,1125
Kadar hemiselulosa, % BK 1 16,12 20,98
2 16,08 21,18
Rerata 16,10 21,08
( )
( )
( )
98
h. Kadar Selulosa
Uraian Ulangan M1U0H12 M1U0H16 M1U1H12
Kadar abu, % (a)
10,733 13,127 12,459
Kadar ekstraktif, % (b)
13,553 10,477 12,700
Kadar hemiselulosa, % (c)
16,097 21,081 15,216
Kadar lignin, % (d) 1 3,163 2,394 1,259
2 3,354 2,112 1,403
Kadar hemiselulosa, % BK 1 56,45 52,92 58,37
2 56,26 53,20 58,22
Rerata 56,36 53,06 58,29
99
Lampiran 3. Data Uji Statistik IBM SPSS 20.0
1. Perubahan aktivitas selulase dalam medium SSF ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 88.316 15 5.888 39.244 .000
Within Groups 2.400 16 .150
Total 90.716 31
100
VAR00006
Duncan Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.00.
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M2U1H16 2 .8700
M1U0H4 2 .9000
M2U0H4 2 .9900
M2U1H4 2 1.6250 1.6250
M1U1H4 2 1.9450 1.9450
M1U1H12 2 2.7500 2.7500
M2U0H16 2 3.3750 3.3750
M1U0H12 2 3.4700 3.4700 3.4700
M2U1H12 2 3.8350 3.8350
M1U1H8 2 4.0300 4.0300 4.0300
M1U0H16 2 4.0550 4.0550 4.0550
M1U1H16 2 4.3500 4.3500 4.3500
M2U1H8 2 4.9000 4.9000 4.9000
M2U0H12 2 5.2000 5.2000
M2U0H8 2 5.5300 5.5300
M1U0H8 2 6.2400
Sig. .090 .421 .054 .096 .131 .056 .054 .053 .142 .085
100
101
2. Perubahan aktivitas LiP dalam medium SSF ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 651004240.969
15 43400282.731 14.514 .000
Within Groups 47842596.500
16 2990162.281
Total 698846837.469
31
102
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7
M2U1H16 2 4408.0000
M2U1H4 2 4487.5000
M2U0H16 2 4762.0000
M1U0H12 2 5489.0000 5489.0000
M2U0H12 2 6131.0000 6131.0000
M1U1H8 2 6137.5000 6137.5000
M1U1H16 2 6415.0000 6415.0000 6415.0000
M2U1H8 2 7174.5000 7174.5000 7174.5000
M1U0H16 2 9272.0000 9272.0000 9272.0000
M1U1H12 2
10287.5000
10287.5000
M1U0H8 2
11833.0000
11833.0000
M2U0H8 2
13020.0000
13020.0000
13020.0000
M1U0H4 2
14498.0000
14498.0000
14498.0000
M2U1H12 2
15588.0000
15588.0000
15588.0000
M2U0H4 2
16382.0000
16382.0000
M1U1H4 2
17903.5000
Sig. .177 .068 .055 .062 .062 .091 .087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
103
3. Kadar lignin ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 135.546 16 8.472 117.835 .000
Within Groups 1.222 17 .072
Total 136.768 33
104
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
M2U1H16 2 .6650
M2U1H12 2 1.0800 1.0800
M1U1H16 2 1.3250
M1U1H12 2 1.3300
M2U0H16 2 1.3900
M1U016 2 2.2500
M2U1H8 2 2.7650 2.7650
M1U1H8 2 3.1200 3.1200
M1U0H12 2 3.2550 3.2550
M2U0H12 2 3.4500
M2U0H8 2 4.1100
M1U1H4 2 4.7850
M1U0H8 2 5.0750 5.0750
M2U1H4 2 5.4700 5.4700
M2U0H4 2 5.6950
M1U0H4 2 6.3200
K 2 7.5650
Sig. .140 .303 .072 .100 .260 1.000 .295 .159 .413 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
105
4. Kadar Glukosa ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 252.897 16 15.806 73.597 .000
Within Groups 3.651 17 .215
Total 256.548 33
106
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7 8 9
K 2 6.8345
M2U1H4 2 9.4465
M1U1H16 2 12.0265
M1U1H4 2 12.2840 12.2840
M2U1H12 2 12.6975 12.6975
M2U1H8 2 13.2440 13.2440
M2U0H4 2 13.2985 13.2985
M1U0H4 2 13.3225 13.3225
M1U1H8 2 13.9325 13.9325
M1U0H8 2 14.0085 14.0085
M2U1H16 2 14.3875 14.3875
M1U0H16 2 14.5480 14.5480 14.5480
M1U1H12 2 14.8445 14.8445 14.8445
M1U0H12 2 15.1035 15.1035
M2U0H8 2 15.5475
M2U0H12 2 18.2460
M2U0H16 2 18.8190
Sig. 1.000 1.000 .187 .058 .154 .093 .173 .062 .233
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
107
5. Degradasi bahan organik
ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 16.484 7 2.355 5.081 .018
Within Groups 3.708 8 .463
Total 20.192 15
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3
M1U0H12 2 1.0150
M2U0H12 2 1.7800 1.7800
M2U0H16 2 2.7200 2.7200
M1U1H12 2 2.9300 2.9300
M2U1H12 2 3.4900
M2U1H16 2 3.6500
M1U0H16 2 3.6750
M1U1H16 2 4.2800
Sig. .294 .144 .068
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
6. Degradasi lignin ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2607.972 7 372.567 79.903 .000
Within Groups 37.302 8 4.663
Total 2645.274 15
108
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4
M2U0H12 2 54.3900
M1U0H12 2 56.9150
M1U0H16 2 70.2200
M2U0H16 2 81.6200
M1U1H12 2 82.4050
M1U1H16 2 82.5000
M2U1H12 2 85.6950
M2U1H16 2 91.2200
Sig. .276 1.000 .114 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
7. Peningkatan kadar glukosa ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.681 7 .240 28.322 .000
Within Groups .068 8 .008
Total 1.749 15
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3
M2U0H12 2 .7600
M2U1H16 2 .8600
M1U1H12 2 1.1300
M1U1H16 2 1.1700
M1U0H12 2 1.2100
M1U0H16 2 1.2100
M2U0H16 2 1.6700
M2U1H12 2 1.7550
Sig. .309 .436 .383
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000
109
8. Peningkatan kadar protein terlarut
ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.357 7 1.051 251.749 .000
Within Groups .033 8 .004
Total 7.391 15
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7 8
M1U1H12 2 -.1050
M1U0H12 2 .1300
M2U0H12 2 .3050
M2U1H12 2 .4850
M1U1H16 2 .6800
M2U1H16 2 1.0750
M1U0H16 2 1.6000
M2U0H16 2 1.9600
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
110
9. pH substrat ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.997 4 .999 249.798 .000
Within Groups .020 5 .004
Total 4.017 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3 4
K 2 5.7450
M2U2 2 7.1400
M2U0 2 7.2750 7.2750
M1U0 2 7.3350 7.3350
M1U1 2 7.4650
Sig. 1.000 .086 .386 .095
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
10. Kadar bahan kering, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 12965.628 4 3241.407 454.117 .000
Within Groups 35.689 5 7.138
Total 13001.318 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2
K 2 4.5000
M2U1 2 91.4700
M2U0 2 94.6450
M1U1 2 95.2050
M1U0 2 96.3900
Sig. 1.000 .136
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
111
11. Kadar bahan organik, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18.697 4 4.674 7.705 .023
Within Groups 3.033 5 .607
Total 21.731 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2
M1U1 2 86.3250
M1U0 2 86.8750
M2U1 2 86.8950
M2U0 2 87.7350
K 2 90.1850
Sig. .141 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
12. Kadar ekstraktif, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 38.122 4 9.530 20.054 .003
Within Groups 2.376 5 .475
Total 40.498 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3 4
M2U1 2 4.9000
M2U0 2 6.1000 6.1000
M1U1 2 7.4000 7.4000
K 2 8.7050
M1U0 2 10.4800
Sig. .142 .118 .117 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
112
13. Kadar hemiselulosa, %
ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 142.988 4 35.747 7.180 .026
Within Groups 24.895 5 4.979
Total 167.883 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3
M1U0 2 21.0800
K 2 24.3050 24.3050
M2U0 2 26.7050 26.7050 26.7050
M2U1 2 29.1900 29.1900
M1U1 2 31.9900
Sig. .058 .087 .070
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
14. Kadar selulosa, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 743.865 8 92.983 1392.078 .000
Within Groups .601 9 .067
Total 744.466 17
113
VAR00006
Duncan
BB N Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5 6 7 8
M1U1H16 2 45.6100
K 2 49.6100
M2U1H16 2 52.1400
M1U1H16 2 53.0600
M2U0H16 2 53.5350
M1U0H12 2 56.3550
M1U1H12 2 58.2950
M2U0H12 2 64.2800
M2U1H12 2 67.0200
Sig. 1.000 1.000 1.000 .099 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
15. Kadar selulosa, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 85.470 4 21.368 227.291 .000
Within Groups .470 5 .094
Total 85.940 9
114
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3 4
M1U1 2 45.6100
K 2 49.6100
M2U1 2 52.1400
M1U0 2 53.0600
M2U0 2 53.5350
Sig. 1.000 1.000 1.000 .182
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
16. Kadar lignin, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 63.200 4 15.800 165.428 .000
Within Groups .478 5 .096
Total 63.678 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3
M2U1 2 .6650
M1U1 2 1.3250
M2U0 2 1.3900
M1U0 2 2.2500
K 2 7.5650
Sig. .072 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
115
17. Kadar glukosa, mg/g ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 153.233 4 38.308 718.728 .000
Within Groups .267 5 .053
Total 153.499 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3 4
K 2 6.8350
M1U1 2 12.0300
M2U1 2 14.3850
M1U0 2 14.5500
M2U0 2 18.8200
Sig. 1.000 1.000 .507 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
18. Kadar protein terlarut, mg/g ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 852.507 4 213.127 322.680 .000
Within Groups 3.302 5 .660
Total 855.809 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2 3 4 5
K 2 13.4300
M1U1 2 22.6300
M2U1 2 27.8350
M1U0 2 34.9400
M2U0 2 39.7200
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
116
19. Kadar abu, % ANOVA
VAR00006
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18.697 4 4.674 7.705 .023
Within Groups 3.033 5 .607
Total 21.731 9
VAR00006
Duncan
BB N
Subset for alpha = .05
1 2
K 2 9.8150
M2U0 2 12.2650
M2U1 2 13.1050
M1U0 2 13.1250
M1U1 2 13.6750
Sig. 1.000 .141
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
117
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Magnetic Stirer Laminar Air Flow (LK 180)
Sentrifuge (Hitachi Himac CR 21G II) Spektrofotometer UV-Vis
(Hitachi)
Cutting Mill Tanur
118
Proses fermentasi SSF Rumput gajah
Uji kadar lignin
Uji kadar protein
119
Larutan urea dan molase Inokulan konsorsium
mikroorganisme
Uji kadar glukosa Uji Lip
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Nabila Qorina Firdaus
Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 6 Desember 1995
NIM : 1113096000008
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Alamat Rumah : Villa Setia Mekar Blok D3 No.4
Tambun Selatan, Bekasi
Telp/HP. : 089692501998
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
Sekolah Dasar : SDN Aren Jaya XXI
Lulus tahun 2007
Sekolah Menengah Pertama : P.P. MTs Al-Fatah Maos Cilacap
Lulus tahun 2010
SLTA/SMK : SMAN 4 Tambun Selatan
Lulus tahun 2013
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Masuk tahun 2013
PENDIDIKAN NON FORMAL
Kursus/Pelatihan
1. Sistem Managemen Mutu
Berbasis ISO 9001: 2008
: No. Sertifikat 067/ISP-S/V/2017
2. Sistem Managemen Mutu
Berbasis ISO 17025: 2005
: No. Sertifikat 068/ISP-S/III/2017
3. Keamanan dan Keselamatan Kerja
di Laboratorium Kimia
:
No. Sertifikat -
PENGALAMAN ORGANISASI
1. DEMA FST UIN Jakarta
2. Himpunan Mahasiswa Kimia
:
:
Staff Ahli Dikti
Tahun 2014 s/d 2015
Jabatan Staff Ahli PSDM
Tahun 2014 s/d 2015
3. Himpunan Mahasiswa Kimia : Jabatan Staff Ahli PSDM
Tahun 2015 sd 2016
PENGALAMAN KERJA
1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
(PAIR) BATAN / 2016
Judul PKL “Pengaruh Inokulan
Mikroba Fungsional Rhizosfer Pada
Remediasi Lumpur Lapindo”
SEMINAR/LOKAKARYA
1. Seminar Nasional Biokimia : Bulan/Tahun Mei/2014
Sertifikat ada
2. Keamanan dan Keselamatan Kerja
di Laboratorium Kimia, dan
Pengenalan Android untuk
Pembelajaran Kimia di
Laboratorium
: Bulan/Tahun September/2013
Sertifikat ada