Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan,...

22
TUGAS MATA KULIAH PERMASALAHAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN Dosen Pengampu Prof. Dr. Ir. Soegiono Soetomo, DEA (SS) PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KOTA MASA LAMPAU, ORGANIK ATAU TERENCANA? (STUDI KASUS TROWULAN, BABILON, DAN VIRGINIA CITY) Disusun oleh : BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036 PROGRAM STUDI MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016

Transcript of Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan,...

Page 1: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

TUGAS MATA KULIAH

PERMASALAHAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN

Dosen Pengampu Prof. Dr. Ir. Soegiono Soetomo, DEA (SS)

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KOTA MASA LAMPAU,

ORGANIK ATAU TERENCANA?

(STUDI KASUS TROWULAN, BABILON, DAN VIRGINIA CITY)

Disusun oleh :

BRAMANTIYO MARJUKI

21040116410036

PROGRAM STUDI

MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016

Page 2: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

1

I. PENDAHULUAN

Istilah “kota” dapat didefinisikan secara berbeda-beda tergantung sudut pandang yang

digunakan. Dilihat dari aspek fisik dan ekonomi, Bauer (2010) mendefinisikan kota sebagai sebuah

kompleks wilayah yang berisikan permukiman penduduk dalam jumlah besar, padat dan permanen,

dimana penduduk yang tinggal di dalamnya mempunyai aktivitas ekonomi yang beragam. Dalam

kaitannya dengan konteks wilayah, kota dapat dipandang sebagai wilayah nodal atau wilayah yang

secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah belakangnya (Pontoh

dan Kustiwan, 2009). Branch (1995) dalam Pontoh dan Kustiwan (2009), berpendapat bahwa kota

terdiri dari beberapa unsur yang saling berpengaruh dan membentuk satu sistem fisik kota yang

mempunyai karakteristik tertentu. Unsur – unsur ini meliputi:

1. Topografi Tapak

Topografi tapak adalah kondisi medan di lokasi berdirinya kota yang mempengaruhi pola dan

bentuk perkembangan kota dan fasilitas di dalamnya seperti jaringan jalan dan sebaran

permukiman.

2. Bangunan

Bangunan merupakan unsur kota yang paling jelas terlihat. Bangunan di dalam kota memiliki

fungsi yang bermacam-macam dan dihubungkan melalui jaringan jalan atau utilitas.

3. Struktur Bukan Bangunan

Merupakan struktur buatan non bangunan yang memiliki fungsi tertentu di dalam kota,

seperti jaringan jalan, jembatan, jaringan utilitas umum, fasilitas pengolahan sampah, dan

instalasi lainnya.

4. Ruang Terbuka

Ruang terbuka merupakan area bukan terbangun di dalam kota yang biasanya berfungsi

sebagai media rekreasi, pelayanan sosial atau pun fungsi lainnya. Contoh ruang terbuka antara

lain Taman, Pemakaman, Landasan Pesawat, bahkan lahan pertanian di dalam kota juga dapat

dikategorikan sebagai ruang terbuka.

5. Kepadatan Perkotaan

Kepadatan perkotaan menunjukkan seberapa besar luas lahan yang tertutup bangunan

dibandingkan dengan luas lahan kota secara keseluruhan.

6. Iklim

Iklim berpengaruh terhadap perencanaan dan bentukan fisik yang ada di dalam kota seperti

drainase, material bangunan, vegetasi perkotaan dan kebutuhan pendinginan dan

penghangatan udara.

Page 3: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

2

7. Vegetasi

Vegetasi merupakan unsur alami yang memberikan kemanfaatan terhadap aktivitas di dalam

kota seperti menjaga kebersihan udara dan meningkatkan daya tarik kota, atau fungsi lain

seperti pengurangan risiko bencana.

8. Kualitas Estetika

Kualitas estetika merupakan indikator dari kerapian dan keindahan kota yang diukur dari

misalnya tidak terlihatnya baliho, jalan yang bersih, estetika bangunan dan lain – lain.

Dilihat dari aspek sosial, kota dapat didefinisikan sebagai organisme sosial yang berisi

sekumpulan penduduk yang membentuk komunitas disertai jaringan institusi yang mendukung

komunitas tersebut dalam mencapai kesejahteraan (Bauer, 2010). Lebih lanjut, secara sosiologis kota

memiliki beberapa karakteristik seperti:

1. Karakteristik Penduduk;

Karakteristik penduduk di dalam sebuah kota biasanya memiliki ciri yang unik jika dilihat dari

jumlah, kepadatan, usia, jenis kelamin dan ras. Selain itu juga bisa dilihat dari struktur mata

pencaharian penduduk yang ada di kota tersebut. Unsur-unsur ini akan memberikan

gambaran potensi dan layanan yang bisa diberikan oleh kota tersebut dalam mendukung

fungsi kota dan wilayah di sekitarnya.

2. Struktur Institusi;

Struktur institusi merupakan asosiasi formal dari organisasi – organisasi yang ada di dalam

kota. Organisasi dapat berupa organisasi administratif (pemerintahan) atau organisasi umum

dengan cita-cita tertentu seperti klub olahraga dan lembaga keagamaan.

3. Sistem Nilai;

Sistem nilai merupakan penciri komunitas di dalam kota yang memungkinkan untuk

pembagian komunitas kota menjadi komunitas kecil yang lebih spesifik. Setiap komunitas

biasanya memiliki budaya tertentu yang akan menentukan hirarki kepentingan yang harus

didahulukan terkait dengan pelayanan dan fasilitas yang diberikan kota.

4. Strata Sosial;

Strata sosial merupakan gambaran dari pengaruh, fungsi dan kemampuan dari komunitas-

komunitas yang ada di dalam kota dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban komunitas

dalam pemenuhan kebutuhan. Strata dapat dipisahkan berdasarkan suku/ras, pekerjaan,

modal, ataupun indikator lain yang pada akhirnya memunculkan kelas sosial di dalam kota.

Setiap kelas akan memperoleh hak dan kewajiban terhadap kota yang berbeda dengan kelas

lain.

Page 4: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

3

5. Struktur Kekuasaan;

Struktur kekuasan merupakan gambaran dari fungsi pengambilan keputusan terhadap

kebijakan kota yang berbeda di dalam berbagai komunitas kota. Contoh yang paling jelas dari

adanya struktur kekuasaan adalah adanya pembagian peran antara pemerintah, masyarakat

dan pelaku ekonomi di dalam kota.

6. Pola Ekologis;

Pola ekologis adalah proses yang menghasilkan segregrasi komunitas dalam komunitas –

komunitas kota yang lebih kecil, yang mempunyai karakteristik sosial yang berbeda.

Perumahan elit dan permukiman kumuh kota merupakan contoh nyata dari konsep pola

ekologis dimana setiap komunitas akan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan kota yang

berbeda satu sama lain.

Dilihat dari aspek ekonomi, kota dapat didefinisikan sebagai pusat penghasil barang dan jasa

untuk mendukung kehidupan penduduk dan keberlangsungan kota itu sendiri (Pontoh dan Kustiwan,

2009). Ekonomi perkotaan sendiri dapat dibagi menjadi tiga, yaitu ekonomi publik, ekonomi swasta,

dan ekonomi khusus. Ekonomi publik meliputi aktivitas ekonomi yang dilakukan pemerintah kota

untuk menjalankan pengelolaan kota dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ekonomi swasta adalah

aktivitas ekonomi baik barang maupun jasa yang dilakukan oleh badan usaha di masyarakat, yang

tujuannya untuk mencari keuntungan melalui pelayanan pemenuhan kebutuhan. Sedangkan ekonomi

khusus adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang tujuannya tidak mencari

keuntungan (sebagian diberikan kebebasan membayar pajak) dan dilakukan oleh bukan pemerintah

dan badan usaha swasta berorientasi profit.

Terkait dengan kajian mengenai struktur tata ruang kota, Yunus (2000) mengemukakan bahwa

struktur tata ruang perkotaan dapat dipandang dari lima pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Ekologi;

2. Pendekatan Ekonomi;

3. Pendekatan Morfologikal;

4. Pendekatan Sistem Kegiatan;

5. Pendekatan Ekologi Faktorial.

Dilihat dari pendekatan morfologi, struktur kota dan kawasan perkotaan di Indonesia berbeda

dengan negara Eropa dan Amerika. Indonesia memiliki ciri khas berupa kawasan campuran antara

perkotaan dan perdesaan dimana ciri kota dan desa dapat ditemui di dalam satu kawasan. Struktur

ruang perkotaan di Indonesia sendiri tidak mempunyai pembagian zona fungsi perkotaan yang spesifik

Page 5: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

4

sebagaimana struktur ruang perkotaan di Eropa. McGee (1967) berpendapat bahwa struktur ruang

kota di Indonesia dan Asia Tenggara memiliki kemiripan dengan struktur ruang kota di Amerika Lain

dimana zona perumahan elit berada di tengah kota, permukiman kelas menengah di pusat kota, dan

permukiman penduduk berpenghasilan rendah di pinggiran. Perbedaan dengan Amerika Latin terletak

pada zona permukiman kelas menengah dimana selain di tengah kota, zona ini juga dapat ditemui di

kawasan pinggiran. Selain itu, kota – kota di Indonesia juga tidak memiliki Kawasan CBD (Center of

Business District) yang jelas, tetapi fungsi CBD tersebar di seluruh bagian kota.

Terkait dengan bentuk dan pola perkembangan kota secara spasial dalam konteks

perencanaan kota, identifikasi kota selalu beranjak dari dikotomi kota terencana (planned) dan tidak

terencana (organic). Kota yang berkembang di masa lampau sering diidentifikasi sebagai kota yang

terencana, karena dibangun oleh penguasa yang berkuasa atas suatu wilayah. Morfologi kotanya pun

relatif khas dengan bentuk-bentuk kotak (grid) dan bersifat tertutup (biasanya dilindungi tembok

dengan hanya memberikan satu atau dua gerbang akses). Sementara kota yang tidak menunjukkan

bentuk teratur secara geometris dan bersifat terbuka (tanpa ada pelindung) diidentifikasi sebagai kota

yang tidak terencana (Smith, 2007).

Struktur tata ruang kota di Indonesia masa kini, khususnya di Pulau Jawa sangat dipengaruhi

oleh struktur tata ruang kota tersebut di masa lampau. Sebagai contoh, sebagian besar kota

kabupaten di Jawa memiliki ruang publik yang disebut alun – alun yang jika ditinjau dari filosofi

kebudayaan, merupakan warisan dari budaya masa lampau (pra kolonial) yang masih eksis sampai

saat ini (Handinoto, 1992). Unsur ruang kota yang berasosiasi dengan sejarah perkembangan kota

sering digunakan sebagai rujukan dalam memahami bentuk awal dan kronologi perkembangan

sebuah kota. Trowulan merupakan salah satu kota masa lampau yang struktur ruang kotanya masih

terdokumentasikan walaupun tidak lengkap. Dokumentasi struktur ruang Kota Trowulan yang berasal

dari sumber primer antara lain dapat diketahui dari Kitab Negarakertagama (Winarto et al, 2014).

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji tentang morfologi dan perkembangan Kota Trowulan sebagai

representasi kota abad ke 14, yang dibandingkan dengan Kota Babilonia sebagai representasi kota

pada masa sebelum masehi, serta Kota Virginia pada masa Perang Sipil Amerika sebagai representasi

kota abad ke 18. Fokus kajian pada tulisan ini adalah identifikasi sifat perkembangan kota, apakah

menunjukkan karakter terencana atau lebih bersifat organik.

Page 6: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

5

II. MUNCUL DAN TENGGELAMNYA KOTA – KOTA MASA LAMPAU

II.1 Trowulan Ibukota Majapahit? (1)

Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya di sebuah lokasi yang bernama Trik, di pinggiran

Sungai Brantas sebagai ekses dari berakhirnya upaya balas dendam Raden Wijaya ke Kediri yang telah

menghancurkan Singosari di bawah Kertanegara. Daerah yang bernama Trik ini diduga sekarang

adalah wilayah Desa dan Kecamatan Tarik di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selain berdasarkan

kemiripan nama dan lokasi yang berada di tepi Sungai Brantas, di daerah Tarik juga telah ditemukan

situs permukiman kuno dan peninggalan Arkeologi berupa Tembikar, terakota dan bangunan bata.

Penggunaan daerah Trik sebagai Ibukota Majapahit diduga tidak berlangsung sepanjang masa

keberadaan kerajaan tersebut, karena berdasarkan uraian dari Kitab Negarakertagama, Ibukota

Majapahit mempunyai struktur kota yang kompleks. Unsur ruang kota yang terdapat di Ibukota

Majapahit antara lain adanya Kompleks Kraton yang dikelilingi tembok tebal dan tinggi, berbagai

bangunan pendukung kraton di sekitarnya, bangunan – bangunan fungsional untuk upacara dan

pertemuan, serta bangunan tempat tinggal para bangsawan. Selain itu juga disebutkan adanya

bangunan suci keagamaan, tempat tinggal pujangga, tempat penjagaan, alun-alun, gerbang kota, dan

jalan raya. Unsur – unsur tersebut banyak ditemui sisa – sisanya di Trowulan, Kabupaten Mojokerto,

sehingga banyak orang beranggapan bahwa Situs Kota Kuno Trowulan merupakan Ibukota Majapahit

pada masa kejayaannya. Dugaan ini didukung dengan informasi primer dari dokumentasi kesejarahan

China yang menyebut Ibukota Majapahit tidak lagi terletak di tepi Sungai Brantas, tapi bergeser ke

arah barat daya sejauh satu hari perjalanan (pada masa itu). Selain itu, Negarakertagama juga tidak

menyebut Ibukota Majapahit berada di tepi sungai, sehingga semakin kuat dugaan Kompleks

Trowulan sebagai lokasi Ibukota Majapahit.

Namun demikian, penelitian Arkeologis yang dilakukan mulai awal abad ke 20 sampai saat ini

menemukan fakta bahwa dugaan Trowulan sebagai Ibukota Majapahit tidak sepenuhnya benar. Bukti

prasasti yang ditemukan di Trowulan menunjukkan bahwa Trowulan sudah ada jauh sebelum

Majapahit muncul, sehingga interpretasi menjadi bergeser bahwa Trowulan mungkin adalah sebuah

pusat permukiman yang berkembang dan sempat menjadi Ibukota Majapahit. Dugaan ini diperkuat

dari informasi dari Negarakertagama sendiri dimana babad tersebut tidak menyebut adanya

bangunan candi dan bangunan lain yang ada di Trowulan. Selain itu berdasarkan penelitian geolistrik

dan interpretasi foto udara, di Trowulan diketemukan adanya jaringan kanal atau saluran air, yang

mana Ibukota Majapahit tidak mempunyai unsur ruang kota tersebut. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa uraian dalam Negarakertagama tentang Ibukota Majapahit adalah bukan tentang

Trowulan. Trowulan lebih mungkin sebagai sebuah kota besar atau mungkin pernah menjadi Ibukota

Majapahit pada suatu masa sebelum berpindah ke tempat lain. Terlebih penelitian-penelitian yang

(1) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Trowulan pada bagian ini disarikan dari buku Masa Akhir Majapahit,

Girindrawardhana dan Masalahnya yang ditulis oleh Djafar (2012).

Page 7: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

6

dilakukan belakangan berhasil mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian struktur batu bata dari

bangunan yang ada di Trowulan, sehingga Trowulan bisa dianggap sebagai sebuah kota yang beberapa

kali mengalami kehancuran lalu dibangun kembali dalam bentuk baru (termasuk mungkin struktur

ruang kota yang baru dan berbeda dengan periode sebelumnya).

II.2 Babilon, Salah Satu Kota Tertua Dalam Sejarah (2)

Babilon mungkin merupakan salah satu kota kuno yang paling terkenal saat ini. Kota ini

merupakan akar dari peradaban Mesopotamia yang muncul dan berkembang sekitar 4000 tahun yang

lalu di lokasi Negara Irak saat ini, tepatnya sekitar 94 kilometer di Barat Daya Bhagdad. Kota ini mulai

dikenal semenjak ditemukan oleh Arkeolog Jerman Robert Koldewey pada Tahun 1899. Robert

Koldewey menemukan reruntuhan Babilon berupa sisa – sisa tembok, bangunan, dan terakotanya

yang terkenal (Gambar 1).

Gambar 1. Reruntuhan Babilonia Pada Tahun 1932 (Sumber: G. Eric & Edith Matson, LiveScience.com)

Babilon didirikan sekitar Tahun 2334-2279 sebelum masehi oleh Raja Sargon. Raja Sargon

awalnya membangun Kuil pemujaan di lokasi Babilon yang kemudian berkembang menjadi sebuah

Kota Pelabuhan di tepi Sungai Eufrat. Jejak – jejak awal Babilon sejatinya masih belum terungkap

karena reruntuhan dan bukti fisik arkeologis yang ditemukan saat ini masih berasal dari Periode 1000

tahun yang lalu. Reruntuhan Babilon awal diduga masih berada di bawah aliran Sungai Eufrat yang

tidak dapat diakses pada saat ini karena ketinggian air Sungai Eufrat sudah relatif banyak berubah

dalam 2000 tahun.

Sejarah Babilon yang paling diketahui adalah pada masa Raja Hammurabi (1792-1750 SM)

yang telah membangun Babilon menjadi sebuah kota yang paling berpengaruh di wilayah

(2) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Babilon pada bagian ini disarikan dari Artikel Babylon yang ditulis oleh

Mark (2011) dan dipublikasikan di Website: http://www.ancient.eu/babylon/

Page 8: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

7

Mesopotamia. Hammurabi memperbesar Babilon dengan cara membangun tembok besar, kuil, kanal

air, dan fasilitas umum kota lainnya dan pada akhirnya berhasil menyatukan seluruh Mesopotamia di

dalam Kerajaan Babilonia.

Setelah periode Hammurabi, Kota Babilon mengalami kemunduran dan kehancuran akibat

diserang dan dikuasai bangsa lain seperti Asiria dan Kasit. Babilon sempat dibangun kembali oleh Raja

Esarhaddon, namun kembali hancur akibat pemberontakan yang dilakukan warga Kota Babilon

sendiri. Babilonia mengalami kejayaan besar yang kedua pada masa kekuasaan Kerajaan Kaldea

dengan rajanya yang terkenal Nebukadnezzar II yang berhasil merenovasi Kota Babilon hingga seluas

900 hektar dan membangun struktur-struktur mengagumkan dengan struktur yang paling terkenal

adalah Kebun menggantung, Kuil Marduk dan Gerbang Ishtar. Nebukadnezzar juga memperbanyak

dan melebarkan jalan kota guna mendukung aktivitas keagamaan Nebukadnezzar sendiri dan warga

kota lainnya. Reruntuhan yang ditemukan oleh Arkeolog pada masa kini berasal dari Periode

Nebukadnezzar ini.

Kerajaan Babilonia baru terus bertahan setelah Nebukadnezzar II meninggal. Pada Tahun 539

SM kerajaan ini diserang Kekaisaran Persia, namun tidak dihancurkan. Babilon malah menjadi semakin

maju sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan ilmuwan – ilmuwannya yang terkenal

seperti Miletus dan Phytagoras. Babilon kemudian dikuasai Iskandar Agung pada Tahun 331 SM dan

tetap mempertahankan kejayaannya. Babilon baru hancur untuk selamanya pada Tahun 141 SM

setelah perebutan kekuasaan diantara penerus Iskandar Agung dimana akibat kerusuhan ini penduduk

kota meninggalkan kota dan Babilon menjadi tidak terurus dan terkubur di dalam padang pasir, sampai

diketemukan kembali oleh Robert Koldewey pada Abad ke 19. Reruntuhan Babilon dan sisa – sisa dari

artefak yang masih ada di dalamnya saat ini sedang dieksavasi dan direnovasi oleh Pemerintah Irak

untuk dikembangkan menjadi obyek wisata Sejarah dan Budaya.

II.3 Virginia City, Kota Pertambangan Amerika Abad ke 19. (3)

Kota Virginia adalah salah satu kota di Negara Bagian Nevada yang sempat menjadi kota

penting di Amerika pada abad ke 19 namun kemudian mengalami kemunduran. Kota ini muncul

diawali dari penemuan tambang emas oleh Pat McLaughin dan Peter O’Reilly di Six-Mile Canyon pada

Tahun 1859. Lahan tambang yang ditemukan dua penambang ini kemudian diklaim oleh penambang

lain bernama Henry Comstock dan selanjutnya berhasil menemukan tambang yang lebih besar yang

dinamakan Comstock Lode.

Penemuan tambang perak Comstock Lode kemudian tersebar beritanya sampai ke San

Francisco dan menarik minat para penambang untuk melakukan eksploitasi disana. Virginia City awal

mulai muncul dengan berdatangannya para penambang yang membangun tenda dan rumah tempat

(3) Uraian mengenai sejarah dan perkembangan Kota Virginia pada bagian ini disarikan dari Artikel Nevada Legends, Virginia

City and the Comstock Lode yang dikompilasi oleh Weiser (2014) dan dipublikasikan di Website:

http://www.legendsofamerica.com/nv-virginiacity.html

Page 9: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

8

tinggal. Nama Virginia sendiri muncul dari kejadian seorang penambang dengan julukan “Old Virginny”

yang menumpahkan Wisky dan menyebut lokasi penumpahan Wisky tersebut sebagai “Old Virginny

Town” yang kemudian diubah menjadi Virginia City. Pada Tahun 1862 jumlah penduduk di Virginia

meningkat hingga mencapai 4000 jiwa dan terus bertumbuh pada satu setengah dekade berikutnya.

Gambar 2. Kota Virginia di Masa Kejayaan (Sumber: legendsofamerica.com)

Para penambang yang memperoleh keuntungan besar dari Comstock Lode kemudian

menginvestasikan harta yang mereka peroleh untuk berbagai macam usaha di dalam kota seperti

Bank, Perumahan mewah, restoran (saloon), dan fasilitas hiburan. Barang – barang furnitur kualitas

tinggi dari Eropa, makanan dan minuman mewah, serta berbagai macam sarana dan prasarana

hiburan diimpor dari berbagai tempat dan semakin menarik minat orang untuk tinggal di Virginia.

Perkembangan yang ada bahkan hampir menyaingi San Francisco dari segi luas kota dan dinamika

kehidupan perkotaan di dalamnya. Status Negara Bagian diperoleh dari Pemerintah Amerika pada

Tahun 1861-1864 setelah Presiden Lincoln menelurkan kebijakan eksploitasi Emas dan Perak di

Virginia guna memenuhi kebutuhan biaya untuk Perang Sipil Amerika.

Jaringan Rel Kereta Api mulai dibangun pada Tahun 1869 untuk mengekspor hasil tambang

dari Virginia ke kota lain di Amerika, yang kemudian ditukar dengan import Kayu dan kebutuhan lain

yang diperlukan di Virginia. Dengan produksi tambang yang bernilai lebih dari 230 juta dolar pada

Tahun 1870, Virginia City terus tumbuh. Aktivitas bisnis di kota ini bahkan telah beroperasi 24 jam

penuh setiap hari pada Tahun 1876. Pada Tahun 1876 ini penduduk kota telah mencapai 30.000 jiwa

dengan didukung oleh 150 Saloon, 5 Kantor Polisi, sebuah kawasan pelacuran, 3 Gereja, puluhan hotel

dan restoran, sistem penyediaan air, listrik dan gas mandiri, fasilitas hiburan drama dan musik (di

Page 10: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

9

Piper’s Opera House). Di kota ini juga pertama kalinya dibangun Hotel Internasional yang

menggunakan Elevator.

Namun sebagaimana kota pertambangan lain di Amerika, Virginia mulai mengalami

kemunduran seiring dengan menipisnya produksi tambang. Penurunan dimulai dari Tahun 1875 kota

ini mengalami kebakaran besar yang meluluhlantakan hampir 75% bangunan dan kerugian 12 juta

dolar, namun pada periode ini penduduk masih bisa bertahan dan pembangunan kembali kota

diselesaikan kurang dari dua tahun. Pada Tahun 1898 Comstock Lode habis ditambang dan sejak itu

bisnis pertambangan mengalami kemunduran, dan pada Tahun 1930 hanya menyisakan sedikit

operasi tambang dan penduduk sebesar 1500 jiwa.

Virginia City saat ini merupakan kota kecil dengan penduduk sekitar 1000 jiwa. Pada Tahun

1861 kota ini ditetapkan sebagai cagar budaya sejarah dan mengandalkan sektor pariwisata sejarah

suasana kota pertambangan abad ke 19 sebagai sektor andalan yang bisa dijual. Jumlah pengunjung

di kota ini mencapai 2 juta orang setiap tahunnya. Bangunan dan fasilitas sejarah yang masih tersisa

dipertahankan dan dijaga kelestariannya (sebagian dijadikan museum) untuk menarik minat

wisatawan supaya mau berkunjung ke kota ini. Jalur kereta api yang sempat ditinggalkan setelah

pertambangan mengalami kemunduran dibangun kembali dan saat ini melayani layanan kereta wisata

setiap akhir pekan ke bekas lokasi tambang yang sudah dipreservasi sebagai obyek wisata.

III. MORFOLOGI PERKOTAAN MASA LAMPAU

III.1 Trowulan

Secara Geomorfologi, lokasi Trowulan berada di kaki kompleks Gunung api Welirang –

Anjasmoro – Penanggungan yang tersusun atas tiga satuan bentuk lahan, yaitu dataran aluvial yang

sering terendam banjir Sungai Brantas di sebelah utara, dataran fluvio vulkanik di sebelah selatan, dan

kipas fluvio vulkanik di sebelah tenggara (Gambar 3). Dengan konfigurasi lereng yang menurun dari

tenggara – selatan ke utara, maka daerah utara Trowulan bisa dipastikan sering terendam banjir

Sungai Brantas, sehingga bisa dipahami mengapa posisi bekas Kota Majapahit berada di sebelah

selatan – tenggara (tepat diatas Kipas Aluvial). Posisi di atas Kipas Aluvial yang lebih tinggi dan diapit

dua anak sungai yang lebih rendah memungkinkan Trowulan relatif bebas dari banjir sungai, baik yang

berasal dari limpahan Sungai Brantas di sebelah utara maupun dari kedua sungai yang mengapitnya.

Melihat konfigurasi geomorfologi seperti ini, ada kemungkinan perpindahan ibukota Majapahit dari

Trik (Tarik) ke Trowulan mungkin memang ditujukan untuk menghindari banjir Sungai Brantas, namun

sebisa mungkin lokasinya tidak terlalu jauh dari sungai besar guna menjamin tersedianya transportasi

air mengingat pada waktu itu transportasi air masih menjadi moda transportasi utama untuk

menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu bentuk lahan Kipas Aluvial biasanya

Page 11: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

10

mempunyai ketersediaan air (baik permukaan maupun bawah tanah) yang baik, sehingga posisi

Trowulan dianggap sangat strategis terkait ketersediaan air untuk berbagai keperluan penduduk kota

pada waktu itu.

Gambar 3. Komposisi Geomorfologi Trowulan (Yuwono, 2013)

Upaya rekonstruksi pola dan struktur ruang Trowulan pertama kali dilakukan oleh Pont (1924)

dalam Winarto et al, (2014) yang membandingkan Situs Trowulan dengan uraian mengenai Ibukota

Majapahit di Kakawin Negarakertagama (Gambar 3). Hasil rekonstruksi Pont ini dianggap beberapa

ahli sejarah dan arkeologi yang mengkaji Trowulan sesudahnya sedikit berlebihan. Penelitian –

penelitian yang dilakukan selanjutnya berhasil mengungkap pola ruang kota di Trowulan yang disebut

sebagai pola ruang unit teritorial, dimana setiap unit teritorial mempunyai fungsi tersendiri. Unit

teritorial terkecil dari Trowulan adalah permukiman mengelompok dalam bentuk grid teratur (disebut

Pakuwon) seperti yang nampak pada ukiran relief di Candi Minakjinggo (Gambar 4). Pakuwon ini

terdiri dari blok permukiman dengan pemisah jalan kecil yang mengelilingi permukiman diselingi oleh

pekarangan dan jalan lebar. Konsep permukiman Pakuwon saat ini masih dapat ditemuai warisannya

di Pulau Bali dan Lombok yang merupakan keturunan Majapahit yang berpindah ke timur sebagai

ekses dari perkembangan Islam di Jawa setelah masa Majapahit.

Page 12: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

11

Gambar 3. Rekonstruksi Struktur Ruang Kota Trowujan Pada Masa Majapahit (Pont, 1924 dan Winanto et al, 2014)

Gambar 4. Gambaran Pola Permukiman Trowulan dari Relief Candi Minakjonggo (Winanto et al, 2014)

Hasil kajian yang dilakukan oleh BAKOSURTANAL berdasarkan interpretasi foto udara pada

Tahun 1981 berhasil menemukan adanya jaringan kelurusan yang diinterpretasikan sebagai kanal air

di Trowulan. Namun penemuan ini diragukan oleh beberapa peneliti, antara lain Yuwono (2013) yang

memandang bahwa jaringan kelurusan di Trowulan terlalu lebar (sekitar 50 meter lebarnya) untuk

dianggap sebagai kanal. Selain itu jaringan kanal tersebut juga banyak berpotongan dengan jalan

sehingga dalam kondisi tersebut seharusnya terdapat banyak struktur jembatan, namun sisa struktur

jembatan tersebut belum pernah ditemukan (Gambar 5). Peneliti lain seperti Gomperts et al (2008)

Page 13: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

12

yang mengkaji ulang penelitian Arkeolog Belanda Stutterheim pada Tahun 1941 berpendapat bahwa

jaringan tersebut merupakan jaringan jalan yang saling terkoneksi. Kesimpulan ini masih diragukan

karena di dalam struktur tersebut ditemukan banyak sumur tua (lihat Gambar 5) dan struktur bata di

tepi jaringan. Winanto et al (2014) kemudian berpendapat bahwa jaringan tersebut merupakan ruang

terbuka dan jalan lebar. Selain itu terdapat hipotesis juga dari Munandar (2013 dalam Winanto et al,

2014) yang menginterpretasikan bahwa obyek yang dianggap kanal tersebut sebenarnya adalah zona

permukiman kasta lebih rendah di dalam masyarakat Majapahit.

Gambar 5. Jaringan Kelurusan yang diinterpretasi sebagai Kanal Air (Yuwono, 2013)

Identifikasi paling lengkap mengenai bangunan penting Majapahit dan struktur Kota Trowulan

dilakukan oleh Gomperts et al (2008) menggunakan hasil kajian arkeologi dan kesejarahan yang

dihasilkan pada tahun – tahun sebelumnya. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi

keberadaan bangunan penting Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, seperti dugaan

lokasi kraton dan bagian - bagiannya, alun – alun, pasar, barak prajurit, dan gerbang kota (Gambar 6).

Struktur dan pola ruang di Trowulan berdasarkan hasil kajian Stutterheim ini jika dilihat dalam konteks

masa kini sangat mirip dengan struktur dan pola ruang di Kraton Yogyakarta dan Surakarta (Mataram)

serta kota kabupaten lain di Jawa dengan penciri kompleks kraton dan bangsawan mengumpul di satu

Page 14: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

13

lokasi yang dihubungkan dengan jaringan jalan, dan di luarnya terdapat lapangan besar (alun-alun)

yang dimanfaatkan untuk berbagai fungsi (audiensi rakyat, latihan prajurit, pasar).

Gambar 6. Tata Ruang Kota Trowulan (Gomperts et al, 2008)

Jika dilihat dari delapan unsur pembentuk tata ruang kota menurut Branch (1995) dalam

Pontoh dan Kustiwan (2009), pola ruang Trowulan dipengaruhi oleh topografi kota yang cenderung

datar/bergelombang sehingga memungkinkan untuk membentuk ruang kota yang relatif kompak

dengan jaringan jalan berbentuk grid yang dapat menghubungkan satu tempat dan tempat lain secara

efektif dan efisien. Selain itu, Trowulan sudah mempertimbangkan pemenuhan fasilitas umum dan

perlindungan warga yang cukup baik dengan adanya tembok pelindung kota, jaringan kanal (masih

diperdebatkan) dan Alun-alun yang berfungsi sebagai sarana sosialisasi baik antar rakyat maupun

rakyat dengan penguasa. Terdapatnya pasar besar dan kompleks keagamaan mengindikasikan bahwa

Trowulan merupakan pusat keagamaan, bisnis dan ekonomi yang kuat pada masa itu, dimana

pertukaran dan perdagangan barang dan jasa terfasilitasi dengan baik. Pola ruang Trowulan juga telah

Page 15: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

14

mempertimbangkan pengaruh cuaca dan iklim dengan dibentuknya pola ruang kota dengan poros

kelurusan (lihat Gambar 7) Gunung Penanggungan sebagai tempat paling keramat (Utama), Kota

Trowulan (Madya) dan Laut Jawa (Nista) sebagai wujud tingkatan kesucian dalam kosmologi Hindu-

Buddha (Winanto et al, 2014). Pola permukiman kompak dan lurus dari lereng atas ke lereng bawah

memungkinkan aliran udara dari elevasi yang lebih tinggi ke rendah dapat berjalan lancer sehingga

dapat menjaga suhu dan kelembaban udara di kota agar tetap nyaman ditinggali.

Gambar 7. Filosofi Penataan Ruang menyesuaikan Cuaca dan Iklim di Trowulan (Winanto et al, 2014)

Dilihat dari aspek sosiologi kota, pembagian ruang menurut stratifikasi tertentu nampak jelas

di Trowulan. Kultur pengkastaan di Agama Hindu-Budha merupakan faktor utama (secara strata sosial,

sistem nilai, pola ekologis dan struktur kekuasaan) dalam membagi unit teritorial di Trowulan.

Kompleks kraton dengan fasilitas terbaik dihuni oleh keluarga raja dan bangsawan di sebelah selatan

kota. Di tengah terdapat Alun-alun sebagai tempat interaksi sosial, diapit kompleks keagamaan dan

Kasta Brahmana di kanan dan kompleks keamanan dan tempat tinggal Kasta Ksatria di sebelah kiri.

Bagian luar Alun-alun masih ditemui ada pola grid (Gambar 5) yang mungkin merupakan lokasi

Pakuwon tempat tinggal Kasta Paria (pedagang dan pelaku ekonomi lain) dan di lokasi yang diduga

antara kanal, jalan, dan permukiman rendah mungkin merupakan tempat tinggal Kasta Sudra. Pola

Page 16: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

15

seperti diatas tetap terwarisi di Jawa, baik pada masa Kerajaan Islam dan kolonial walaupun fungsi

ruangnya berbeda-beda pada setiap masa (Rukayah et al, 2012).

III.2 Babilon

Babilon sebagaimana telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, terdiri dari dua fase kota

yang sama sekali berlainan, yaitu fase tua (4000-1000 Tahun SM) dan fase muda (1000 SM – 100 M).

Pembahasan morfologi dan struktur Kota Babilon hanya difokuskan pada fase muda, karena

kurangnya data dan informasi terkait fase tua dari Babilon. Secara umum, struktur dan pola ruang

Babilon muda terdiri dari tembok besar yang mengelilingi kota sebagai media perlindungan dari

serangan musuh, bangunan monument untuk berbagai keperluan, kompleks permukiman penduduk

yang bercampur dengan bangunan industri dan ruang terbuka. Setiap kompleks dipisahkan oleh jalan

dan kanal air (Mieropp, 1999 dalam Baker, 2007).

Jaringan jalan di Babilon terdiri dari tiga kelas jalan. Jalan utama biasanya mempunyai lebar

yang lebih besar yang didedikasikan untuk pemujaan dewa. Jalan lain yang lebih kecil ditujukan untuk

lalu lintas barang dan manusia dalam beraktivitas di dalam kota. Jalan kelas ketiga adalah jalan

lingkungan yang biasanya berujung ke rumah penduduk (Baker, 2007). Bentuk jaringan jalan di Babilon

sejauh yang berhasil diidentifikasi dari penelitian arkeologis adalah jaringan grid teratur yang

mengesankan bahwa Kota Babilon fase muda merupakan kota yang memiliki bentuk kompak dan

terencana (Mieopp, 1999 dalam Baker, 2007).

Kebutuhan akan air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus tersedia di dalam

kota, baik untuk kepentingan konsumsi penduduk maupun untuk menjalankan aktivitas yang

menggunakan tenaga air. Babilon didukung dengan lokasi yang berdekatan dengan Sungai Eufrat (dari

utara ke selatan) yang kemudian sebagian alirannya dialihkan dalam kanal yang mengalir melewati

kota. Selain kanal air, Babilon dilindungi oleh dua lapis tembok pembatas kota yang berbentuk

mendekati kotak, yang memanjang mulai dari sisi timur Sungai Eufrat ke arah utara mengelilingi kota,

kemudian ke timur dan berakhir kembali di Sungai Eufrat di sisi selatan kota (George, 1992 dalam

Baker, 2007). Tembok pelindung berfungsi untuk menangkal serangan dari bangsa lain dan

menstabilkan keamanan di dalam kota sendiri.

Bangunan penting lain yang mencirikan struktur ruang kota Babilon adalah istana raja dan kuil

pemujaan dewa. Istana raja dibangun di sebelah selatan kota yang berfungsi untuk tempat tinggal

anggota kerajaan dan kaum bangsawan, serta fasilitas administrasi kota dan penyimpanan barang.

Kuil – kuil pemujaan dibangun di bagian tengah kota (misalnya Gerbang Ishtar dan Ziggurat

Etemenanki) untuk menunjukkan ketakwaan pada dewa. Struktur kuil yang mengagumkan secara

Page 17: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

16

arsitektur disinyalir telah menggerakkan industri bahan baku konstruksi di dalam kota, selain juga

memberdayakan para arsitek dan seniman yang membangun bangunan monumental tersebut (Baker,

2007).

Kompleks permukiman di Babilon dicirikan dengan bentuk kotak dengan hanya menyediakan

satu akses keluar di setiap rumah. Bangunan rumah tersusun atas struktur batu bata basah (tidak

dibakar). Permukiman di Babilon tidak hanya ditujukan untuk tempat tinggal, tetapi juga berfungsi

untuk usaha industri dan kerajinan skala kecil. Permukiman penduduk di Babilon diduga cukup padat

sehingga tidak banyak ruang yang tersisa untuk lahan terbuka dan taman (tidak seperti di kota lain

pada masa yang sama). Namun demikian, sebuah area besar ruang terbuka hijau disinyalir pernah

dibangun di Babilon yang terkenal dengan sebutan kebun menggantung, walaupun keberadaannya

masih menjadi kontroversi diantara para peneliti (Baker, 2007).

Unsur – unsur kota diatas membentuk satu kesatuan kota yang kompak dan nampak

terencana dengan baik dengan batas – batas yang jelas berupa tembok pelindung (lihat Gambar 8).

Konsep perkembangan kota secara organik mungkin belum dikenal pada masa ini. Ada kemungkinan

pertambahan dan pertumbuhan penduduk difasilitasi dengan cara membangun ulang dan merenovasi

hunian secara vertikal mengingat bentuk kota secara horizontal tidak mungkin ditambah. Bentuk kota

yang kompak dengan batas fisik yang jelas (berupa tembok pelindung) banyak menginspirasi (atau

menjadi contoh) bagi pengembangan kota-kota di Eropa dan Asia Barat, bahkan sampai sesudah masa

Islam. Bentuk Kota Trowulan di Majapahit pun mirip secara morfologi dan struktur spasial dengan

Babilon, walaupun dalam konteks sosial bisa jadi sangat berbeda. Bentuk lain yang relatif lebih mirip

dengan Babilon di Jawa setidaknya pernah diimplementasikan di pembangunan awal Batavia (Jakarta

sekarang) dengan konsep Benteng Batavia di Pelabuhan Sunda Kelapa, walaupun dalam

perkembangan sejarahnya bentuk ini menghilang dan Batavia berkembang secara organik sampai

sekarang.

Gambar 7. Peta Kota Babilon (Bible-history.com)

Page 18: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

17

III.3 Virginia City

Virginia city, sebagaimana telah diuraikan di pembahasan sebelumnya, merupakan sebuah

kota yang muncul dan berkembang akibat adanya aktivitas pertambangan emas dan perak di abad ke

19. Kota ini berkembang dari sebuah kumpulan tenda pertambangan menjadi kota yang didominasi

bangunan semi permanen (berbahan kayu) hanya dalam waktu kurang lebih 10 tahun (Comp, 1987).

Fenomena perkembangan kota yang cepat akibat dipicu oleh aktivitas tertentu ini sering disebut

dengan istilah Boom Town.

Proses perkembangannya dimulai dari kumpulan tenda penambang yang melakukan

penambangan di Comstock Lode di Gunung GoldHill. Kemudian seiring dengan semakin banyaknya

penambang yang berdatangan, aktivitas jasa dan pelayanan mulai muncul. Aktivitas pelayanan yang

dimaksud antara lain berupa layanan restoran dan bar. Pada tahap ini jalan – jalan dengan pola grid

mulai dibangun (lihat Gambar 8). Semakin intensifnya aktivitas pertambangan menghendaki hadirnya

teknologi pertambangan yang kemudian difasilitasi dengan hadirnya layanan kereta api dari

Perusahaan Virginia & The Truckee. Keberadaan keretaapi memungkinkan untuk pengangkutan hasil

tambang yang lebih cepat, sekaligus menghadirkan barang teknologi pertambangan yang lebih maju.

Produksi tambang yang semakin melimpah dengan nilai jual yang tinggi semakin membuat Virginia

City menjadi magnet yang menarik berdatangannya para penambang, pengadu nasib, atau sekedar

orang yang ingin melakukan bisnis jasa dan pelayanan pendukung pertambangan. Fasilitas kota terus

ditambah seperti Opera House, Hotel, Kasino, Kompleks pelacuran, Gereja dan lain-lain. Aktivitas

pertambangan yang dimulai dari skala kecil dalam waktu singkat berkembang menjadi industri

pertambangan skala besar. Virginia City pun membesar dari perkemahan puluhan orang menjadi kota

besar dengan penduduk lebih dari 10.000 jiwa (Comp, 1987).

Page 19: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

18

Gambar 8. Virginia City 1870-Sekarang (https://www.nps.gov/nr/travel/nevada/)

Sebagaimana kota pertambangan lain di Amerika pada abad ke 19, eksploitasi tambang besar-

besaran berujung pada habisnya bahan tambang dalam waktu kurang dari 50 tahun. Ketika tambang

habis, penduduk mulai berpindah ke kota atau area lain yang lebih berprospek dengan membawa

seluruh aset yang dimiliki. Aset yang dipindahkan termasuk rumah, bangunan dan unsur pendukung

kota lain yang merupakan milik perseorangan. Virginia City perlahan mulai mengkerut dari sisi luasan

kawasan perkotaan. Sebagian aset ada yang ditinggalkan dan dibiarkan tidak terawat sampai

seperempat pertama abad ke 20. Dengan demikian, Virginia City sampai pada separuh pertama abad

ke 20 hanya menyisakan kota kecil dengan penduduk kurang lebih 1500 orang yang menggantungkan

hidup pada sisa- sisa lahan pertambangan yang telah diubah menjadi sistem pertambangan terbuka

(Comp, 1987).

Virginia City dapat menjadi contoh sebuah kota yang morfologinya berkembang secara

organik. Kota organik dicirikan antara lain berupa kemunculan yang spontan akibat sebab tertentu dan

berkembang tanpa adanya intervensi perencanaan. Dalam konteks Virginia City pada abad ke 19, kota

Page 20: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

19

ini muncul dari aktivitas pertambangan yang kemudian berkembang menjadi industri. Semakin

bertambahnya penduduk yang datang dan menempati kota mungkin mendatangkan upaya konsensus

dalam pengaturan ruang termasuk bagaimana pola jaringan jalan yang harus dibuat (ini merupakan

indikasi adanya perencanaan). Namun demikian pola jaringan jalan yang terbentuk pada akhirnya

adalah pola grid yang juga banyak ditemui di kota lain di Amerika pada masa yang sama. Pola grid

dianggap paling efektif untuk menghubungkan berbagai tempat di dalam kota pada waktu itu, lepas

dari adanya perencanaan atau tidak. Karaktek organik semakin kentara ketika aktivitas pertambangan

mulai meredup, kota menjadi kehilangan fungsi dan arti keberadaan. Sebagaimana sebuah organisme

yang kehilangan organ vital, kemampuannya berangsur – angsur menurun dan akhirnya ditinggalkan.

IV. KESIMPULAN

Trowulan dan Babilon merupakan contoh kota yang dibangun berdasarkan konsep

perencanaan kota dan menunjukkan banyak kemiripan, walaupun berada di tempat yang berlainan

dan berselisih waktu cukup panjang (1 millenium). Di dalam dua kota tersebut, penguasa wilayah (raja)

menjadi ketua tim perencanaan yang dibantu oleh arsitek dan perencana kota yang bertugas mencari

lokasi yang strategis dari berbagai aspek untuk kemudian dibangun kota. Trowulan secara lokasi dipilih

secara cermat dengan mempertimbangkan aspek kebencanaan, ketersediaan air dan mungkin juga

kondisi iklim. Hal yang kurang lebih sama berlaku untuk Babilon. Kedua kota tersebut juga

menunjukkan sistem perkotaan yang tertutup dengan adanya tembok pelindung kota yang berfungsi

sebagai penangkal serangan kerajaan atau bangsa lain. Sistem tertutup ini membuat penduduk kota

tidak bebas keluar masuk dan bertempat tinggal yang berimplikasi pada bentuk kota yang tetap

kompak dan tidak melebar secara morfologi. Kota seperti Babilon dan Trowulan lebih digerakkan oleh

aktivitas politik wilayah sebagai urgensi keberadaan kota daripada fungsi ekonomi atau kreativitas

penduduk. Sehingga selama sistem politik dan wilayah yang membangun kota masih eksis, kota akan

relatif bisa bertahan dan tetap hidup.

Hal yang berbeda ditunjukkan oleh Virginia City yang muncul ratusan tahun setelah Trowulan

dan berada pada masa pasca revolusi industri. Virginia City muncul dan berkembang secara organik

yang dipicu oleh faktor tertentu (aktivitas pertambangan). Kota ini menerapkan sistem terbuka

dimana setiap orang dapat datang untuk bertempat tinggal dan menjalankan aktivitas ekonomi di

dalam kota. Namun sebagaimana dengan kota organik lain di Amerika (dan mungkin tempat lain di

dunia), ketika pemicu yang mendasari urgensi berdirinya kota hilang, maka secara otomatis kota akan

berkurang fungsinya dan kemudian mati atau tetap hidup namun tidak sebesar pada masa

kejayaannya.

Page 21: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

20

DAFTAR PUSTAKA

Baker, H.D. (2007). Urban Form in the First Millenium BC. Dalam G. Leick (ed.). The Babylonian World,

66-77. London: Routledge.

Bauer, K.W. (2010). City Planning for Civil Engineers, Environmental Engineers and Surveyors. Boca Raton Fla: CRC Press.

Comp, T. A. (1987). Virginia City, Nevada: time, change and integrity in an historic place. Dalam Old cultures in new worlds: Washington, District of Columbia, United States of America, October 10-15, 1987: symposium papers = Cultures anciennes dans les mondes nouveaux: Washington, District of Columbia, États-Unis d’Amérique, 10-15 Octobre 1987: commu ( 543–550).

Djafar, H. (2012). Masa Akhir Majapahit, Girindrawardhana dan Masalahnya. Yogyakarta: Komunitas

Bambu.

Gomperts, A., Haag, A., & Carey, P. (2008). Stutterheim's enigma: The mystery of his mapping of the

Majapahit kraton at Trowulan in 1941. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 164

(4), 411-430.

Handinoto. (1992). Alun – Alun Sebagai Identitas Kota di Jawa, Dulu dan Sekarang. Dimensi, 18, 1-15.

Mark, J. J. (2011). Babylon. Ancient History Encyclopedia. <http://www.ancient.eu /babylon/>. Diakses

pada Tanggal 3 Oktober 2016.

Mc.Gee, T. G. (1967). The Southeast Asian City: A Social Geography of the Primate Cities of Southeast Asia. London: Bell.

Pontoh, N.K., & Kustiwan, I. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.

Rukayah, R. S., Bharoto, & Malik, A. (2012). Between Colonial, Moslem, and Post-Independence Era,

Which Layer of Urban Patterns Should Be Conserved?. Procedia – Social and Behavioral

Sciences, 68 (2012), 775-789.

Smith, M. E. (2007). Form and Meaning in the Earliest Cities: A New Approach to Ancient Urban

Planning. Journal of Planning History, 6 (1), 3-47.

Weiser, K. (2014). Nevada Legends, Virginia City and the Comstock Lode.

<http://www.legendsofamerica.com/nv-virginiacity.html>. Diakses pada Tanggal 3 Oktober

2016.

Winarto, Y., Santosa, H. R., & Ekasiwi, S. N. (2014). The Climate Conscious Concept of Majapahit

Settlement in Trowulan, East Java. Procedia Social and Behavioral Sciences, 179 (2015), 318-

329.

Page 22: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi Kasus Trowulan, Babylon dan Virginia City)

21

Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yuwono, J. E. S. (2013). Menelisik Ulang Jaringan Kanal Kuna Majapahit di Trowulan. Diakses dari

<http://geoarkeologi.blog.ugm.ac.id/files/2013/03/2013_kanal-trowulan1.pdf> pada

Tanggal 4 Oktober 2016.