Pers

15
PERS PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA a. Media cetak yang ada pada zaman penjajahan Belanda Media cetak berupa koran adalah media yang banyak tercatat perkembangannya pada masa Belanda. Sebab, pada saat zaman Belanda memang koran lah yang paling umum ditemukan. Sedangkan radio masih sangat terbatas pada kalangan masyarakat Belanda yang ada di Indonesia saat itu. Sedangkan media televisi belumlah berkembang dan masih sangat kaku. Dalam catatan sejarah tercatat bahwa koran yang terbit pertama di masa penjajahan bangsa Belanda adalah Bataviasche Nouvelles en politique Rasionementen. Yang lebih dikenal dengan nama Bataviasche Nouvelles saja. Surat kabar ini pertama kali terbit pada 7 Agustus 1744, dengan tulisan berbahasa Belanda. Tetapi koran ini bukanlah buatan dari pers Indonesia. Melainkan buatan bangsa Belanda sendiri waktu itu, di bawah pimpinan Gubernur Jendral Van Imhoff . Surat kabar ini diterbitkan dengan tujuan kepentingan dagang. Penerbitan koran ini mendapat reaksi dari orang-orang Belanda sendiri. Para penulis belanda menyebutkan bahwa sikap Van Imhoff terlalu. Dewan XVII (17) yang merupakan pusat kebijakan Kompeni di Negeri Belanda menutup koran ini. Alasannya akan mempengaruhi pikiran pribumi Hindia-Belanda saat itu. Akhirnya Bataviasche Nouvelles ditutup pada 7 Juni 1746. Akibatnya berita-berita daan yang aa hanya bisa diketahui lewat lelang- lelang saja.

description

Pers

Transcript of Pers

PERS PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA

a. Media cetak yang ada pada zaman penjajahan BelandaMedia cetak berupa koran adalah media yang banyak tercatat perkembangannya pada masa Belanda. Sebab, pada saat zaman Belanda memang koran lah yang paling umum ditemukan. Sedangkan radio masih sangat terbatas pada kalangan masyarakat Belanda yang ada di Indonesia saat itu. Sedangkan media televisi belumlah berkembang dan masih sangat kaku. Dalam catatan sejarah tercatat bahwa koran yang terbit pertama di masa penjajahan bangsa Belanda adalah Bataviasche Nouvelles en politique Rasionementen. Yang lebih dikenal dengan nama Bataviasche Nouvelles saja. Surat kabar ini pertama kali terbit pada 7 Agustus 1744, dengan tulisan berbahasa Belanda. Tetapi koran ini bukanlah buatan dari pers Indonesia. Melainkan buatan bangsa Belanda sendiri waktu itu, di bawah pimpinan Gubernur Jendral Van Imhoff . Surat kabar ini diterbitkan dengan tujuan kepentingan dagang. Penerbitan koran ini mendapat reaksi dari orang-orang Belanda sendiri. Para penulis belanda menyebutkan bahwa sikap Van Imhoff terlalu. Dewan XVII (17) yang merupakan pusat kebijakan Kompeni di Negeri Belanda menutup koran ini. Alasannya akan mempengaruhi pikiran pribumi Hindia-Belanda saat itu. Akhirnya Bataviasche Nouvelles ditutup pada 7 Juni 1746. Akibatnya berita-berita daan yang aa hanya bisa diketahui lewat lelang-lelang saja. Pers Indonesia mulai tumbuh seiring dengan zaman pergerakan nasional pada akhir abad 19-an. Surat kabar Medan Prijaji adalah pelopor pers nasional Indonesia. Surat kabar ini terbit pada tahun 1907 dan merupakan surat kabar mingguan. Pemimpin Redaksinya adalah RM Tirtoadisuryo. Surat kabar ini merupakan suara golongan priyayi. Setelah Medan Prijaji tercatat masih ada surat kabar lainnya yang terbit. Di Jakarta terbit Taman Sari , menjelang abad -20 pimpinan F wiggers. Lalu ada Pemberita Betawi pimpinan J. Hendrik. Sedangkan di kota Bandung terbit P ewarta Hindia dipimpin oleh Raden Ngabehi TA sejak 1894. Di kota semarang terbit surat kabar Bintang Pagi dan Sinar Djawa. Menurut Benedict Anderson dalam tulisan pengantarnya di buku berjudul Indonesia dalem Bara Api, menyebutkan bahwa Koran mulai tumbuh di ampir setiap kota jang berarti, mirip tjendawan dimusim hudjan. Timbullah djagoan2 masa media pertama di Hindia Belanda, termasuk diantaranya Mas Tirto, F. Wiggers, H. Kommer, Tio Ie Soei, Marah Sutan, G. Franscis, Soewardi Soerjadingrat, ter Haar, Mas Marco, Kwee Kek Beng, dan J. H. end F. D. J Pangemanann pakai dua 'n'. Timbul djuga djago2 pers Belanda, termasuk Zengraaff, jang dengan keras membela pengusaha swasta sampai ditakutin pemerintah kolonial sendiri, dan D. W. Beretty, seorang Indo keturunan Italia-Djawa Jogja, jang selain mendirikan persbiro pertama di Hindia Belanda --Aneta, Pakdenja Antara-- djuga menerbitkan madjalah radikal-kanan, berdjudul De Zweep (Tjamboek). b. Berbagai peraturan pers yang ada di zaman penjajahan BelandaKehadiran Pers indonesia di zaman Belanda seperti yang telah disebutkan sebelumnya seiring dengan zaman pergerakan nasional. Pererakan nasional adalah suatu era dimana tumbuhnya semangat kebangsaan, nasionalisme , serta persatuan dan kesatuan. Saat itu telah timbul bahwa dengan rasa nasionalisme maka akan dapat meraih kemerdekaan bangsa dari penjajah. Semangat nasionalisme adalah sebuah ide yang muncul dari tokoh-tokoh berpendidikan kala itu. Berkat lahirnya kaum terpelajar Indonesia maka sedikit banyaknya pola pikir masyarakat berubah. Walaupun masih terbatas pada golongan priyayi atau golongan berada , tetapi ternyata di tengah keterbatasan ini muncul sebuah semangat untuk bangkit melawan penjajah. Berkat pengetahuan akan dunia, penidikan, maka makin berkembanglah pers Indonesia seiring pesatnya pererakan. Pers indonesia saat itu juga sarana untuk mencapai kemerdekaan. Melalui tulisan-tulisan di surat kabar para kaum terpelajar menyampaikan gagasan-gagasannya. Bagaimana terjajahnya Indonesia selama berabad-abad. Untuk membendung arus nasionalisme tersebut , pemerintah Belanda juga tidak kehilangan akal. Mereka berusaha membuat peraturan-peraturan yang menyulitkan. Berbgai macam sensor yang pada akhirnya memangkas ide-ide para cendekiawan pribumi tersebut supaya tidak tersebar luas. Diantaranya sekelumit peraturan terdapat undang-undang sebagai berikut:1. Drukpers reglement tahun 1856 tentang aturan sensor preventif. 2. Pers ordonantie tahun 1931 tentang pembredelan surat kabar. Kedua undang-undang tersebut menyulitkan keberadaan media-media pribumi saat itu. Mana yang dianggap oleh Belanda berseberangan maka tidak akan segan-segan dibreidel. Tokoh yagn menyuarakan tentang Indonesia mereka di media massa, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir, dibuang ke Boven Digul oleh dua penguasa tertinggi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, yaitu Gubernur Jenderal De Jonge (1931-1936) dan Gubernur Jenderal Tjarda van Star. Alasan dari De Jonge adalah artikel-artikel tokoh pergerakan (memberi labelling) gezagsvijandige artikelen atau tulisan-tulisan yang memusuhi pemerintah. Selain undang-undang tersebut, tercatat masih ada beberapa peraturan lain. Dalam buku berjudul Maters tercatat ada lima periode pers dari tahun 1906-1942. Penjelasannya adalah sebagai berikut:1. Periode I (1856-1913) Lahirnya peraturan tentang cetakan yang bersifat konservatif pada tahun 1856. Pemerintah Belanda sendiri mencoret-coret lai apa yang dibatnya di dalam peraturan undang-undang preventif pada tahn 1906. Sampai 1913 adalah tahun yan panjan di dalam penyerangan terhadap pers Indonesia. 2. Periode II (1913-1918) Pengawasan terhaap pers Indonesia yang lebih ketat. Peraturan mengenai pelaksanaan hukum pidana bagi yan melanar peraturan pers. Peraturan tersebut mengarah ke penulis Eropa yang cendrung liberal dan dinilai akan menganggu ketertiban di Hindia-Belanda. 3. Periode III (1918-1927) Pers dibayangi oleh ketakutan karena ancaman komunisme dan nasionalisme radikal. 4. Periode IV (1927-1931) Terjadi berbagai diskusi tentang pemberangusan pers. Tindakan administratif ubernur jenderal yang membuat pelarang izin terbit media cetak dinilai membelenggu pers. 5. Periode V (1931-1942) Pemerintah kolonial telah menguasai berbagai macam cara untuk mengendalikan kehidupan pers. Pada paruh kedua periode ini perkembangan politik luar negri semakin menentukan kebijakan pers untuk lebih bebas. Berbagai peraturan-peraturan buatan Belanda ini berakhir pada tahun 1942 , yakni saat masuknya Jepang ke Indonesia.

c. Berbagai Fungsi Pers pada Zaman Penjajahan BelandaPada dasarnya pers berfungsi sebagai informasi, pendidikan, menghibur, dan mempengaruhi. Fungsi-fungsi ini sendiri sudah ada semenjak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Penjelasannya adalah:a. Sebagai informasiPada zaman penjajahan Belanda pers Indonesia berfungsi sebagai informasi bagi pembacanya. Melaui surat kabar-surat kabar yang terbit saat itu dapat diproleh beragam informasi. Seperti pergerakan nasional, perdagangan , ekonomi. Surat kabar sangat berperan penting dalam menyebarkan informasi mengenai pererakan nasional. Orang-orang di wilayah lain tahu apa yang terjadi di Jakarta melalui koran. Melalui tulisan-tulisan di surat kabar para tokoh pergerakan nasional memberikan kritik-kritik pedas mengenai tindakan Belanda yang menginjak-injak hak bangsa Indonesia. Meskipun harus dihukum dan diasingkan. Tapi berkat tulisan ini semakin memobilisasi pergerakan nasional pada saat itu. b. Sebagai PendidikanPers indonesia sebagai pendidik telah turut memberikan penidikan politik terhadap rakyat indonesia saat penjajahan belanda. Walaupun lagi-lagi terbatas pada golongan priyayi. Sebab pada saat itu kemampuan membaca hanya bisa dicapai para orang ningrat yang telah diperbolehkan mengenyam pendidikan. Pendidikan politik dari surat kabar ini amatlah berhara sebab dapat membuat orang-oran Indonesia lebih mengerti akan keadaan bangsanya . Dibeleng kebebasannya berabad-abad oleh Belanda. c. Sebagai sarana HiburanPada fungsi hiburan , pers Indonesia saat itu belumlah sampai pada tahap ini. Pers saat itu lebih berfungsi menunjang pererakan nasional ketimbang sebagai sarana hiburan. Surat kabar pada saat ini juga bukanlah bertujuan komersial, tapi demi pergerakan bangsa Indonesia. d. Sebagai alat mempengaruhiMasa pergerakan nasional, pers juga dapat mempengaruhi. Melalui tulisan tajam dan kritikan pedas para tokoh pergerakan maka siapa yang membacanya dapat terpengaruh. Sehingga tekad nasionalisme semakin kuat untuk meraih kemerdekaan. Dan hal ini pula yang sangat ditakuti oleh Belanda. Semakin kuat pergerakan menantan Belanda, maka akan semakin terdesak keberadaan belanda di Indonesia. Karena Semakin banyak orang terpengaruh untuk merongrong kekuasaan Belanda. Oleh karenanya pemerintah Belanda membuat segudang aturan-aturan menyulitkan dan sensor yang memangkas ide-ide para pemikir.

3. KESIMPULAN Tercatat bahwa koran yang terbit pertama di masa penjajahan bangsa Belanda adalah Bataviasche Nouvelles en politique Rasionementen. Yang lebih dikenal dengan nama Bataviasche Nouvelles saja. Surat kabar ini pertama kali terbit pada 7 Agustus 1744, dengan tulisan berbahasa Belanda. Pers Indonesia mulai tumbuh seiring pergerakan nasional pada akhir abad 19-an. Surat kabar Medan Prijaji adalah pelopor pers nasional Indonesia. Surat kabar ini terbit pada tahun 1907 dan merupakan surat kabar mingguan. Pemimpin Redaksinya adalah RM Tirtoadisuryo Pemerintah Belanda cukup memberi kesulitan pada pers Indonesia dengan berbagai undang-undang. Dua diantaranya:1. Drukpers reglement tahun 1856 tentang aturan sensor preventif. 2. Pers ordonantie tahun 1931 tentang pembredelan surat kabar. Dalam buku berjudul Maters tercatat ada lima periode pers dari tahun 1906-1942. 1. Periode I (1856-1913)2. Periode II (1913-1918)3. Periode III (1918-1927)4. Periode IV (1927-1931)5. Periode V (1931-1942) Pers Indonesia pada zaman Belanda lebih berfunsi sebagai pendukung pergerakan nasional ketimbang fungsi komersial. Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers masa pergerakan tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional. Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat ini merupakan corong dari organisasi pergerakan Indonesia. Karena sifat dan isi pers pergerakan adalah anti penjajahan, pers mendapatkan tekanan dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak kepada pemerintah untuk menutup usaha penerbitan pers pergerakan. Pada masa pergerakan itu berdirilah kantor berita nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.

PERS DALAM MASA PERGERAKAN NASIONAL

A. PERANAN PERS DALAM MASA PERGERAKAN NASIONALPerkembangan pers berbahasa daerah atau melayu, yang dinilai oleh Douwes dekker dalam awal karangan ini menduduki tempat terpenting dari pers Eropa, dan terutama setelah berdirinya organisasi seperti boedi Oetomo, Sarekat islam dan Indische Partij menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintah Hindia Belanda untuk menetralisasi pengurus pers bumi putra itu. Jalan yang di tunjukkan Dr. Rinkes ialah dengan mendirikan surat kabar berbahasa Melayu oleh pemerintah sendiri serta memberikan bantuan kepada surat kabar yang di nilai lunak dalam pemberitaannya. Berdirinya Boedi Oetomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 dan persiapan-persiapan kongresnya yang pertama yang akan diadakan pada awal oktober tahun itu juga mendapat tempat dalam pers Belanda dan Melayu. Surat edarannya pun dimuat dalam surat kabar De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad, demikian juga dalam majalah Jong Indie. Memang sejak kelahirannya, organisasi pertama ini memperhatikan pentingnya penerbit dan surat kabar sebagai penyambung suara organisasi. Sesuai dengan sikap Boedi Oetomo pada awal pertumbuhannya sejak golongan tua menjadi pemimpin-pemimpinnya, maka surat kabar pun bercorak lunak, namun satu segi yang menarik ialah kesadaran redakturnya menulis dan memberitakan yang penting bagi kemajuan dan kesejahteraan. Pentingnya surat kabar berbahasa Melayu terbukti juga dari ikhtisar-ikhtisar yang muncul dalam majalah dan surat kabar Belanda, seperti Tropisch Nederland, Kolonial Tijdschrift dan Java Bode. Semenjak berdirinya Sarekat Islam, nampak adanya pemberitaan baru surat kabar, di antara ada yang menonjol dan ada pula yang kurang berarti. Di antaranya ada yang menonjoldan ada pula yang kurang berarti. Juga beberapa terbit di luar pulau Jawa. Mula-mula Darmo Kondo merupakan surat kabar yang utama di Jawa, tetapi setelah berdirinya SI, di Surabaya terbit Oetoesan Hindia yang isinya lebih hidup dan condong ke kiri. Darmo Kondo sendiri tetap tenang dan kurang menunjukkan kepekaannya mengenai tanda-tanda zaman, meskipun lingkungan pembaca cukup besar. Darmo Kondo sebelum tahun 1910 dimiliki dan dicetak oleh seorang keturunan Cina, Tan Tjoe Kwan dan redaksi ada ditangan Tjnie Sianh Ling, yang diketahui mahir di dalam soal sastra Juwa. sejak itu dibeli oleh Boedi Oetomo cabang Surakarta dengan modal Rp 50000,00. Oetoesan Hindia lahir setelah SI mengadakan kongresnya yang pertama di surabaya, 26 Januari 1913 dibawah pimpinan Dokroaminoto, Sosrobroto serta Tirtodanudjo. Tirtodanudjo merupakan penulis yang tajam menarik perhatian umum, demikian juga karangan seorang bernama Samsi dari Semarang. Kedua-duanya merupakan pemegang rekor delik pers dan seringkali berurusan dengan pihak pengadilan. Tjokroaminoto sendiri mengimbangi dengan tulisan-tulisan yang tinggi mutunya dengan nada yang tenang, juga bila dia menulis untuk mengkis serangan-serangan yang dutujukan kepadanya. Selama tiga belas tahun Oetoesan Hindia isinya mencerminkan dunia pergerakan, politik, ekonomi dan perburuhan, khusus yang dipimpin oleh Central Sarekat Islam. Karangan para pemimpin Indonesia muncul dan mengisi surat kabar itu serta merupakan perjatian pembaca. Singkatan nama-nama mereka O. S. tj. (Oemar Said Tjokroaminoto), A. M. (Abdul Muis). H. A. S. (Haji Agus Salim), T. Mk. (Tjipto Mangunkusumo), A. P. (Alimin Prawirohardjo), A. H. W. (Wignjadisastra) dan Surjopranoto ailih berganti mengisi surat kabar itu, yang pengaruhnya sering nampak di surat kabar yang terbit di kepulauan lain. Namun kelamahan surat kabar Bumiputra ialah kurangnya pemasang iklan, sehigga dengan uang langganan saja tidak cukup untuk dapat bertahan. Ditambah lagi banyak perkara SI mengurangi ketekunan pengurusnya untuk tetap memikirkan kelangsungan surat kabarnya, dan setelah Djokroaminoto terkena perkara politik sehingga ia di jatuhi hukuman dan pemecahan di dalam tubuh SI sendiri tak terhindarkan lagi, maka Oetoesan Hindia tutup usia pada triwulan pertama tahun1923. Surat kabar SI lainnya ialah Sinar Djawa di Semarang, Pantjaran Warta diketehui dan Saroetomo di Surakarta yang terakhir itu adalah surat kabar asli Sarekat Islam sejak kelahiran organisasi itu pada bulan Agustus 1912 mula-mula Saroetomo merupakan surat kabar yang kurang berarti, tetapi berangsur-angsur nampak pengaruh Oetoesan Hindia sehingga makin bermutu terutama dengan muncul mas Marco Dikromo, seorang berasal dari Bodjonegoro, yang waktu itu berumur 23 tahun, maka karangan-karangan mewakili gaya tulis tersendiri terkenal dalam hubungan ini ialah komentar mas Marco mengenai cara kerja Mindere Whevaarts Commissie (Komisi untuk meyelidiki sebab-sebab keminduran rakyat Bumi Putra) sehingga menimbulkan heboh besar setelah tulisan-tulisannya mendapat halangan dari Saroetomo, terutama karena campur tangan pemerintah, maka ia mendirkan surat kabar sendiri bernama Doenia Bergerak.

B. CIRI PERS PADA MASA PERGERAKANSetelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat itu merupakan terompet dari organisasi pergerakan orang Indonesia. Surat kabar nasional menjadi semacam parlemen orang Indonesia yang terjajah. Pers menyuarakan kepedihan, penderitaan dan merupakan refleksi dari isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa. Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain sebagai berikut:1) Harian Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di Yogyakarta didirikan bulan Juni 1920. 2) Harian Darmo Kondo terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo. 3) Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto. 4) Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim. 5) Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno. 6) Majalah berkala Daulah Rakyat, dipimpin oleh Moch. Hatta dan Sutan Syahrir. Karena sifat dan isi pers pergerakan anti penjajahan, pers mendapat tekanan dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak kepada pemerintah untuk memberantas dan menutup usaha penerbitan pers pergerakan. Pada masa pergerakan itu berdirilah Kantor Berita Nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.

DAMPAK KEBEBASAN PERS TERHADAP POLITIK

Dapat melakukan pemberitaan kepada aktor politik yang dinilai memiliki pengaruh terhadap kehidupan publik maupun kebijakan-kebijakan yang dibuat. Pers memberi peringatan (early warning) tentang potensi penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah. Pers berposisi sebagai watchdog terhadap pemerintah, untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah agar lebih hati-hati dan akuntabel dalam membuat kebijakan. Dalam sistem politik yang demokratis, kebijakan yang dianggap tidak memihak kepada rakyat dapat dikritik oleh media, maupun sebaliknya media juga bisa memberi dukungan manakala kebijakan pemerintah sesuai dengan kepentingan rakyat. Dengan kata lain, pers selalu dituntut akan tanggung jawab sosialnya. Kepentingan publik harus berada dalam posisi paling depan.