Perkembangan Pembangunan Provinsi Maluku Utara 2014 filePerekonomian Aceh hanya memiliki pangsa 1,43...

24
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI ACEH 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan kemiskinan 2.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM 2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran 2.4 Kesenjangan Wilayah 3. Penyebab Permasalahan Pembangunan 3.1 Ketergantungan pada Sektor Primer (Pertanian) 3.2 Produktivitas Pertanian Rendah 3.3 Pertumbuhaan Ekonomi Perlu Didorong Sektor Investasi 3.4 Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah 3.5 Kualitas Sumber Daya Manusia 3.6 Kualitas Belanja Daerah 3.7 Daya Dukung Lingkungan Berkurang 4. Prospek Pembangunan Tahun 2015 5. Penutup 5.1 Isu Strategis Daerah 5.2 Rekomendasi Kebijakan Desember 2014 SERI ANALISA PEMBANGUNAN DAERAH

Transcript of Perkembangan Pembangunan Provinsi Maluku Utara 2014 filePerekonomian Aceh hanya memiliki pangsa 1,43...

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI ACEH 2014

OUTLINE ANALISIS PROVINSI

1. Perkembangan Indikator Utama

1.1 Pertumbuhan Ekonomi

1.2 Pengurangan Pengangguran

1.3 Pengurangan Kemiskinan

2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten

2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan

Pengurangan kemiskinan

2.2 Pertumbuhan Ekonomi dan

Peningkatan IPM

2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan

Pengurangan Pengangguran

2.4 Kesenjangan Wilayah

3. Penyebab Permasalahan Pembangunan

3.1 Ketergantungan pada Sektor Primer

(Pertanian)

3.2 Produktivitas Pertanian Rendah

3.3 Pertumbuhaan Ekonomi Perlu

Didorong Sektor Investasi

3.4 Rendahnya Kualitas dan Kuantitas

Infrastruktur Wilayah

3.5 Kualitas Sumber Daya Manusia

3.6 Kualitas Belanja Daerah

3.7 Daya Dukung Lingkungan Berkurang

4. Prospek Pembangunan Tahun 2015

5. Penutup

5.1 Isu Strategis Daerah

5.2 Rekomendasi Kebijakan

Desember 2014 SERI ANALISA PEMBANGUNAN DAERAH

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

1

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014 S E R I A N A L I S A P E M B A N G U N A N D A E R A H

A. Perkembangan Indikator Kinerja Utama

1. Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Aceh memiliki peran yang cukup penting bagi perekonomian wilayah dan nasional, baik sebagai kawasan strategis perbatasan, salah satu lumbung energi nasional, maupun penghasil komoditas ekspor unggulan nasional. Perekonomian Aceh hanya

memiliki pangsa 1,43 persen terhadap total output nasional (total PDRB 33 provinsi), Selama periode 2006-2013, laju pertumbuhan ekonomi Aceh selalu di bawah laju pertumbuhan nasional, bahkan mengalami pertumbuhan negatif dalam beberapa tahun.

Hal ini dikarenakan menurunnya peran sektor migas. Jika menggunakan pertumbuhan PDRB tanpa migas, perekonomian Provinsi Aceh bertumbuh cukup baik. Secara rata-rata, dalam periode 2006-2013 perekonomian daerah (dengan migas) tumbuh dengan laju 0,67 persen per tahun, masih lebih rendah dari rata-rata laju pertumbuhan 33 provinsi sebesar

5,9 persen per tahun (Gambar 1). Gambar 1

Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000

Sumber: BPS, 2013

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan perkapita masyarakat

juga meningkat. Dalam hal ini PDRB per kapita tanpa migas dapat dianggap sebagai proxy

pendapatan masyarakat daerah. Secara riil PDRB per kapita tanpa migas bertumbuh pada

laju rata-rata 2,9 persen per tahun dalam lima tahun terakhir. Tantangan yang dihadapi

Aceh adalah percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengejar ketertinggalannya dari

rata-rata daerah lain. Jika pada tahun 2006 rasio antara PDRB perkapita Aceh dan PDB

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

2

perkapita nasional adalah sebesar 115,14 persen, maka pada tahun 2012 rasionya

menurun menjadi 60,70 persen (Gambar 2).

Sumber: BPS, 2013

2. Pengurangan Pengangguran

Indikator lain yang menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat adalah tingkat

pengangguran. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi daerah diiringi dengan

kecenderungan penurunan tingkat pengangguran. Meskipun demikian, terlihat pelambatan

laju penurunan pengangguran sejak tahun 2008 (Gambar 3). Secara keseluruhan tingkat

pengangguran Aceh masih lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional.

Sumber: BPS, 2014

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

3

3. Pengurangan Kemiskinan

Peningkatan pendapatan masyarakat dan penurunan tingkat pengangguran pada akhirnya diiringi oleh penurunan tingkat kemiskinan daerah. Persentase penduduk miskin cenderung menurun sejak tahun 2006. Selama kurun waktu 2006-2013 kemiskinan di Aceh berkurang sebesar 11,1 persen (Gambar 4). Pada tahun 2013 persentase penduduk miskin di nasional sudah mencapai 11,37 persen, namun tingkat

kemiskinan di Aceh masih sebesar 17,60 persen dengan 19,9 persen kemiskinan berada di perdesaan.

Sumber: BPS, 2014

Tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan karena kurangnya fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, maupun infratruktur lain yang menyebabkan rendahnya pendidikan diperdesaan. Keterbatasan infrastruktur di perdesaan juga menyebabkan rendahnya minat investor untuk berinvestasi di perdesaan sehingga memaksa penduduk desa menggantungkan hidupnya pada pertanian yang kurang

berkembang.

B. Kinerja Pembangunan Kabupaten/Kota

Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas seringkali dipahami sebagai peningkatan nilai tambah yang diikuti oleh perluasan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran

Persebaran kabupaten/kota di Provinsi Aceh menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2010 adalah sebagai

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

4

berikut (lihat Gambar 5). Pertama, Kabupaten Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Tenga, Aceh Singli, Aceh Barat, Bener Meri, Kota Subulussal, Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Sabang termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan

tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Kedua, Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Selat, dan Kota Lhokseumawe yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di atas rata-rata (low growth, pro-job). Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah seperti pertanian dan perikanan.

Ketiga, Kabupaten Aceh Utara yang terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.

Keempat, Kabupaten Gayo Lues, Piddie, Simeulue, Pidie Jaya, Aceh Besar, Bireuen,

Aceh Tanggara, Nagan raya, dan Aceh Barat terletak di kuadran IV dengan rata-rata

pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata

(high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang

tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran.Daerah

tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung

migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah

mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja

relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan

usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor

informal.

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

5

Gambar 5

Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengurangan Jumlah Pengangguran

Tahun 2008-2012

S

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

2. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Gambar 6, menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Aceh menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama tahun 2008-2012 dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama Kabupaten Aceh Jaya, Piddie, piddie Jaya, Aceh Singkil, Aceh Barat, Gayo Lues, Simeulue,Aceh Besar, Bireuen, dan Kota Subulussal termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan

kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.

Kedua, kabupaten Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Nagan raya, Aceh Selat terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor).

Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan

efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

6

mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan dan jasa.

Gambar 6

Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2008-2012

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Ketiga, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Lhoksumawe terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata

provinsi (low growth, less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan

pembangunan ekonomi melalui peningkatan produkvititas sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar dari golongan miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.

Keempat, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Bener Meri, Kota Sabang, Kota Langsa, dan Kota Banda Aceh terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut

belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

7

ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah memningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. 3. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM

Distribusi kabupaten/kota di Provinsi Aceh menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut (Gambar 7). Pertama, Kabupaten Aceh Barat, Pidie Jaya, bener Meri, Nagan raya, Aceh Barat, Aceh Tengah, Kota Langsa, Kota Banda Aceh, dan Kota Sabang merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh

pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.

Kedua, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Lhoksumawe yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk

meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Ketiga, Kabupaten Aceh Utaradan Aceh Timur terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu,

pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.

Keempat, Kabupaten Aceh Jaya, Piddie, Simeulue, Aceh Selat, Aceh Besar, Aceh Singkil, gayo Lues, Aceh Tenggara, Bireuen, dan Kota Subulussal terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah

adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

8

Gambar 7 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Peningkatan IPM Tahun 2008-2012

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

4. Kesenjangan Ekonomi

Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Aceh yang

ditunjukkan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 cukup tinggi.

Kesenjangan ekonomi di Provinsi Aceh masih berada di bawah nasional dengan

kecenderungan semakin menurun. Kesenjangan ekonomi di Aceh dikarenakan masih

terbatasnya jangkauan sarana dan prasarana bagi masyarakat. Kondisi di

atas menghadapkan Provinsi Aceh pada tantangan untuk meningkatkan, memeratakan, dan

memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial

lainnya, serta jangkauan informasi sampai ke seluruh pelosok daerah.

Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Aceh terlihat dari besarnya gap

antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita

terendah. Besarnya pendapatan perkapita kabupaten dan kota di Aceh memiliki besaran

yang hampir sama karena kesamaan struktur perekonomian di wilayah ini, yaitu pada

sektor pertanian. Kota Lhoksumawe memiliki nilai PDRB perkapita tertinggi di Provinsi

Aceh, dan jauh meninggalkan kota dan kabupaten lainnya. Ketersediaan infrastruktur

perkotaan turut mendukung tingginya PDRB perkapita di daerah ini

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

9

Gambar 8

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson)

di Provinsi Aceh Tahun 2009-2013

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Tabel 1 Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota

di Provinsi Aceh 2007-2012 (000/jiwa)

Kab/Kota 2007 2008 2009 2010 2011* 2012** Simeulue 4.718 5.394 6.022 6.749 7.343 8.087 Aceh Singkil 5.557 5.972 6.430 6.997 7.768 8.468 Aceh Selatan 9.231 10.359 11.067 11.905 13.099 14.362 Aceh Tenggara 6.504 6.946 7.580 8.307 9.092 10.034 Aceh Timur 19.462 21.620 17.490 18.539 19.202 19.843 Aceh Tengah 11.898 12.732 13.934 15.241 16.799 18.264 Aceh Barat 12.898 14.696 15.967 17.256 18.443 19.173 Aceh Besar 12.078 13.399 14.848 16.275 17.747 18.682 Pidie 7.460 8.467 9.531 10.739 12.107 13.744 Bireuen 10.307 11.985 13.709 14.780 16.343 17.628 Aceh Utara 22.853 26.357 21.301 21.123 21.603 22.410 Aceh Barat Daya 8.178 9.391 10.588 11.761 13.020 14.190 Gayo Lues 7.953 9.095 9.922 10.731 11.372 12.016 Aceh Tamiang 7.840 8.484 8.572 9.213 9.713 10.397 Nagan Raya 14.639 16.712 17.382 18.150 19.382 20.551 Aceh Jaya 8.341 9.647 10.914 12.489 13.779 14.372 Bener Meriah 10.173 11.437 12.981 14.503 15.877 16.996 Pidie Jaya 7.061 7.820 8.554 9.253 10.172 11.157 Kota Banda Aceh 22.233 26.157 30.343 34.558 39.342 43.384 Kota Sabang 12.931 14.281 15.785 17.150 18.060 19.229 Kota Langsa 8.587 9.883 11.173 12.214 12.934 133.737 Kota Lhokseumawe 59.483 62.281 61.303 60.229 60.336 59.353 Kota Subussalam 4.155 4.502 4.893 5.255 5.764 6.274 ACEH 16.849 17.053 16.335 17.526 19.141 20.486

Sumber: BPS, 2013

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

10

C. Analisa Penyebab Permasalahan Pembangunan

1. Ketergantungan pada Sektor Pertanian

Struktur perekonomian daerah secara sektoral masih didominasi oleh besarnya peran sektor pertanian. Di samping sektor pertanian, sektor-sektor tersier seperti perdagangan, dan jasa-jasa juga memiliki peran cukup besar, diikuti oleh sektor

pertambangan. Pembentukan nilai tambah melalui industri pengolahan relatif belum berkembang. Selama tahun 2013 struktur perekonomian Aceh didominasi olehpertanian, perdagangan, konstruksi, dan jasa-jasa (Tabel 2). Besarnya peran sektor pertanian juga tampak pada penyerapan tenaga kerja daerah. Sekitar separuh tenaga kerja masih menggantungkan hidup di sektor ini, meskipun sedikit menyusut dalam lima tahun terakhir. Penumpukan tenaga kerja di sektor pertanian ini bisa menghambat upaya penurunan kemiskinan jika tanpa diiringi dengan peningkatan produktivitas. Di samping

itu, jika luas lahan pertanian tidak bertambah, peningkatan pekerja pertanian juga berarti menurunnya skala usaha yang bisa membuat produktivitas semakin menurun.

Tabel 2

Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha, 2013

No. Lapangan Usaha Distribusi Persentase (%)

PDRB ADHB PDRB ADHK 2000 1. Pertanian 27,22 26,87

2. Pertambangan 9,56 6,65

3. Industri Pengolahan 8,10 9,12

4. Listrik, Gas, Air Minum 0,52 0,39

5. Konstruksi 11,67 7,55

6. Perdagangan, Hotel, Restauran 17,66 21,33

7. Angkutan, Telekomunikasi 10,84 7,49

8. Keuangan 3,07 2,00

9. Jasa-jasa 11,35 18,59

Total PDRB 100.00 100.00

Sumber: BPS, 2013

Selama periode 2010-2014, pembukaan kesempatan kerja banyak terjadi di sektor-

sektor tersier seperti jasa dan perdagangan (Tabel 3). Dalam perspektif transformasi

struktural, kondisi ini berarti lompatan dari masyarakat agraris ke masyarakat jasa karena tidak berkembangnya industri manufaktur. Biasanya fenomena ini diiringi dengan rendahnya produktivitas sektor jasa.

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

11

Tabel 3

Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, 2010 -2014

No. Lapangan Pekerjaan 2010 2014 Perubahan

1 Pertanian 869.110 955.595 86.485

2 Pertambangan 12.483 6.078 -6.405

3 Industri Pengolahan 75.827 117.161 41.334

4 Listrik, Gas, Air 3.917 9.039 5.122

5 Bangunan 96.185 139.166 42.981

6 Perdagangan, Hotel, Restoran 271.815 330.625 58.810

7 Angkutan & Telekomunikasi 72.597 62.057 -10.540

8 Keuangan 9.644 25.147 15.503

9 Jasa-Jasa 355.092 381.866 26.774

Total 1.766.670 2026734 260.064

Sumber: BPS, 2014

Ketergantungan pada komoditas primer paling tidak memiliki dua risiko. Pertama,

harga komoditas primer cenderung bergejolak (volatile) dalam beberapa tahun ini. Tidak stabilnya harga ini lebih banyak merugikan dari pada menguntungkan produsen, khususnya petani, peternak, pekebun, dan nelayan. Ketika harga komoditas naik,

keuntungan terbesar biasanya dinikmati oleh pedagang perantara. Sementara ketika harga komoditas jatuh, beban terbesar ditanggung oleh petani. Kedua, permintaan terhadap komoditas pertanian khususnya pangan relatif inelastis, dan sebaliknya pada produk manufaktur. Ketika saat ini kawasan Asia termasuk Indonesia tengah tumbuh relatif tinggi dan menciptakan banyak warga kelas menengah baru, permintaan terhadap bahan pangan tidak akan naik secara proporsional dengan peningkatan pendapatan. Umumnya peningkatan pendapatan akan mendorong konsumsi barang-barang non pangan, seperti produk elektronik, perumahan, kendaraan, dan lain-lain. Oleh karenanya, perekonomian

yang terlalu bertumpu pada sektor primer khususnya pertanian berisiko terjebak pada pertumbuhan lambat atau sedang.

Tabel 4

Nilai LQ Sektor Ekonomi Aceh 2008-2012

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1,76 1,93 2,03 1,98 2,15

a. Tanaman Bahan Makanan 1,39 1,52 1,66 1,67 1,84

b. Tanaman Perkebunan 2,23 2,52 2,59 2,48 2,62

c. Peternakan 2,46 2,67 2,74 2,63 2,91

d. Kehutanan 2,02 2,08 2,10 2,10 2,35

e. Perikanan 1,83 2,01 2,03 1,88 1,96

2. Pertambangan dan Penggalian 1,88 1,05 0,98 0,92 0,96

a. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 3,15 1,70 1,58 1,51 1,65

b. Pertambangan Bukan Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Penggalian 1,25 1,31 1,34 1,26 1,33

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

12

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

3. Industri Pengolahan 0,45 0,45 0,41 0,37 0,38

a.Industri Migas 3,42 3,25 2,74 2,60 2,85

1). Pengilangan Minyak Bumi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2). Gas Alam Cair (LNG) 6,11 5,90 5,01 4,81 5,32

b. Industri Bukan Migas 0,17 0,20 0,21 0,20 0,20

4. Listrik, Gas & Air Bersih 0,37 0,41 0,47 0,46 0,50

a. Listrik 0,55 0,65 0,74 0,70 0,75

b. Gas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

c. Air Bersih 0,12 0,13 0,15 0,14 0,18

5. Konstruksi 1,01 1,08 1,09 1,05 1,12

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 0,99 1,14 1,15 1,08 1,14

a. Perdagangan Besar dan Eceran 1,16 1,34 1,35 1,25 1,32

b. Hotel 0,08 0,09 0,09 0,08 0,09

c. Restoran 0,24 0,27 0,28 0,28 0,31

7. Pengangkutan dan Komunikasi 0,80 0,80 0,78 0,73 0,77

a. Pengangkutan 1,47 1,60 1,65 1,58 1,73

1). Angkutan Rel 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2). Angkutan Jalan Raya 2,96 3,26 3,45 3,36 3,67

3). Angkutan Laut 0,73 0,80 0,85 0,82 0,88

4). Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan 0,05 0,05 0,05 0,04 0,07

5). Angkutan Udara 0,54 0,52 0,46 0,39 0,40

6). Jasa Penunjang Angkutan 0,04 0,05 0,05 0,05 0,05

b. Komunikasi 0,25 0,24 0,22 0,20 0,21

8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 0,17 0,19 0,20 0,19 0,20

a. Bank 0,21 0,27 0,29 0,28 0,30

b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,13 0,13 0,13 0,12 0,13

c. Jasa Penunjang Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

d. Real Estat 0,21 0,21 0,20 0,19 0,20

e. Jasa Perusahaan 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02

9. Jasa-jasa 1,76 1,90 1,94 1,81 1,93

a. Pemerintahan Umum 3,79 4,15 4,27 4,03 4,45

b. Swasta 0,18 0,19 0,20 0,19 0,21

1). Jasa Sosial Kemasyarakatan 0,39 0,43 0,44 0,43 0,49

2). Jasa Hiburan dan Rekreasi 0,33 0,35 0,36 0,35 0,37

3). Jasa Perorangan dan Rumah tangga 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2000

Sumber: BPS, 2012 (diolah)

Jika diamati sektor-sektor tradable (bisa diperdagangkan antardaerah) daerah, terlihat bahwa perekonomian daerah masih mengandalkan keunggulan komparatif di

sektor-sektor primer. Sektor-sektor yang memiliki nilai LQ lebih dari satu adalah sektor-sektor pertanian dan pertambangan.Di kelompok industri manufaktur, hanya industri

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

13

pupuk, kimia dan barang dari karet yang memiliki skor LQ lebih dari satu.Hal ini menegaskan bahwa daya saing daerah masih mengandalkan sektor-sektor tradisional.

2. Produktivitas Sektor Pertanian Masih Rendah

Salah satu peran penting Aceh bagi perekonomian wilayah dan nasional adalah

sebagai lumbung padi. Provinsi Aceh memiliki potensi surplus yang cukup signifikan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Total produksi padi di Aceh pada tahun 2013 mencapai 1,96 juta ton padi kering giling (Gambar 9). Dengan asumsi faktor konversi padi ke beras sebesar 62,74 persen, dan tingkat konsumsi beras per kapita 139,15 kg per tahun, maka Aceh berpotensi memiliki surplus beras sebesar 558 ribu ton. Angka ini cukup signifikan untuk mendukung target surplus beras nasional sebesar 10 juta ton beras per tahun.

Tingkat produktivitas padi di Aceh tahun 2913 sekitar 46,68 kwintall per hektar.

Angka ini lebih rendah dari produktivitas rata-rata nasional yang mencapai 50,1 kuintal per hektar dan jauh tertinggal dari tingkat produktitas Jawa Timur yang hampir mencapai 59,15 kwintal per hektar. Jika produktivitas daerah bisa ditingkatkan sama dengan tingkat produktivitas nasional, maka produksi padi Aceh berpotensi meningkat secara signifikan. Mengingat masih besarnya peran sektor pertanian baik dalam pembentukan nilai tambah maupun penyediaan lapangan kerja, maka peningkatan produktivitas di sektor pertanian berpotensi meningkatkan kinerja pertumbuhan daerah, kesejahteraan rakyat, dan peran

daerah dalam ketahanan pangan nasional.

Sumber: BPS, 2013

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

14

3. Pertumbuhan Ekonomi Perlu Didorong Investasi

Dari sisi penggunaan, sumber pertumbuhan perekonomian daerah lebih didorong oleh konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga (Tabel 5). Dalam konteks pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan, hal ini sebenarnya kurang ideal. Konsumsi meskipun menyelamatkan perekonomian domestik selama krisis global tidak

bisa diandalkan sebagai mesin pendorong pertumbuhan daerah dalam jangka panjang. Pertumbuhan yang bertumpu pada konsumsi akan menggerus potensi tabungan masyarakat. Pertumbuhan tinggi memerlukan penambahan stok kapital untuk menunjang produksi di sektor riil. Oleh karena itu peran investasi dalam perekonomian perlu ditingkatkan.

Mengingat pentingnya investasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah, hal yang perlu ditingkatkan adalah iklim usaha di daerah. Iklim usaha yang kondusif bagi investasi terbentuk dari kualitas regulasi yang konsisten, perpajakan yang transparan dan tidak

tumpang tindih, pelayanan perijinan yang efisien, dan kelembagaan penyelesaian konflik yang efektif. Langkah penting dalam perbaikan pelayanan perijinan adalah pelaksanaan dan penerapan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) secara sungguh-sungguh dan konsisten. Dalam hal ini, semua kabupaten/kota di Aceh secara formal telah memiliki badan/kantor yang menyelenggarakan PTSP. Ukuran keberhasilan pelaksanaan PTSP tersebut adalah peningkatan efisiensi perijinan yang harus tercermin dari menurunnya biaya dan waktu yang diperlukan oleh para pelaku usaha.

Tabel 5

Struktur PDRB Menurut Penggunaan 2013

No. Lapangan Usaha Distribusi Persentase (%)

PDRB ADHB PDRB ADHK 2000

1. Konsumsi Rumah Tangga 40,62 31,66 2. Konsumsi Lembaga Nirlaba 0,00 18,97

3. Konsumsi Pemerintah 24,98 20,57

4. PMTB 19,26 13,62

5. Perubahan Stok 1,43 4,34

6. Ekspor 21,30 18,97

7. Impor 7,59 8,13

100.0 100.0

Sumber : BPS, 2013

4. Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah

Peran infrastruktur wilayah sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah

karena memfasilitasi pemusatan maupun penyebaran aktivitas ekonomi secara alami.

Defisiensi infrastruktur baik secara kuantitas maupun kualitas akan menghambat

distribusi barang secara efisien, yang merupakan salah satu pilar utama daya saing wilayah.

Dari sisi kuantitas, jaringan jalan di Aceh relatif cukup dengan dilayani oleh jaringan jalan

sepanjang 1.803 km. Kerapatan jalan di Aceh lebih tinggi dari kerapatan jalan nasional

namun tertinggal jauh bila dibandingkan dengan provinsi di Pulau Jawa (Tabel 6).

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

15

Tabel 6

Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2012

No Provinsi PDRB per kapita

(Ribu Rp) Kerapatan

Jalan

1 DKI Jakarta 111.913 1.068,36 2 DIY 16.054 146,56 3 Bali 20.948 130,28 4 Jawa Timur 26.274 95,37 5 Jawa Tengah 16.864 88,75 6 Jawa Barat 21.274 72,08 7 Sulawesi Selatan 22.151 69,68 8 Banten 19.038 66,81 9 Sulawesi Utara 22.624 57,89

10 Lampung 18.460 56,44 11 Kep. Riau 50.174 54,95 12 Sumatera Barat 22.035 52,36 13 Sumatera Utara 26.185 49,50 14 NTB 10.691 43,55 15 Gorontalo 10.703 40,85 16 Sulawesi Barat 17.012 40,62 17 NTT 7.236 39,95 18 Bengkulu 13.522 38,99 19 Aceh 20.164 38,76 20 Sulawesi Tenggara 13.112 30,71 21 Kep. Bangka Belitung 26.784 29,93 22 Sulawesi Tengah 21.052 29,73 23 Kalimantan Selatan 20.051 29,28 24 Riau 79.786 27,25 25 Jambi 22.508 24,81 26 Sumatera Selatan 26.742 17,86 27 Maluku Utara 6.929 16,72 28 Maluku 8.134 15,39 19 Kalimantan Barat 16.421 10,00 30 Kalimantan Tengah 23.987 8,96 31 Papua Barat 61.462 8,24 32 Kalimantan Timur 111.210 7,22 33 Papua 30.713 5,06 Indonesia 33.531 25,99

Sumber: BPS (2012), Statistik Kementerian PU (2013)

Untuk mengetahui tingkat defisiensi infrastruktur wilayah dilakukan dengan

membandingkan kerapatan jalan antarprovinsi di Indonesia. Dari hasil regresi 33 provinsi

diperoleh gambaran bahwa tingkat kerapatan jalan di Provinsi Aceh masih lebih tinggi dari

rata-rata kerapatan jalan seluruh 33 provinsi di Indonesia (Gambar 10). Dengan kerapatan

jalan yang relatif tinggi seharusnya perekonomian Aceh telah berkembang lebih maju dari

sekarang. Tantangan yang harus dihadapi adalah optimalisasi pemanfaatan infrastruktur

dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal.

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

16

Gambar 10 Hubungan antara Kerapatan Jalan dan GDP Per Kapita Tahun 2012

Sumber: BPS (2013), Statistik Kementerian PU (2013)-diolah

Dari segi kualitas jaringan jalan yang ada, kenyataan menunjukkan bahwa lebih dari

40 persen panjang jalan di Aceh masih belum beraspal. Hal ini menghambat kecepatan dan

kelancaran pergerakan barang antardaerah. Selain itu, kurang dari separuh panjang jalan

yang dalam kondisi baik dan sisanya dalam kondisi sedang dan rusak.Kondisi jaringan jalan

ini tentu mengakibatkan bertambahnya waktu tempuh distribusi barang, mempercepat

kerusakan armada transportasi, dan meningkatkan risiko kerusakan komoditas selama

pengiriman, dan sebagai akibatnya biaya distribusi menjadi tinggi.

Tabel 7

Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Tahun 2012

PROVINSI

JENIS PERMUKAAN JALAN Total

Aspal Kerikil Tanah Lainnya

Km % Km % Km % Km % Km %

Aceh 10.916 58 3.604 19 3.850 20 532 3 18.902 100

Sumatera 74.399 50 30.509 20 39.739 27 5.258 4 149.905 100

INDONESIA 258.743 59 72.934 17 91.444 21 14.638 3 437.759 100

Sumber: BPS, 2012

Isu penting berikutnya adalah dari hampir lima ribuan kilometer panjang jalan yang rusak, sebagian besar merupakan jalan di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini tentu merupakan tantangan tersendiri dalam meningkatkan kualitas jaringan jalan terkait dengan keragaman kapasitas fiskal antardaerah.

Aceh

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

17

Infrastruktur penting berikutnya adalah listrik. Listrik memfasilitasi industrialisasi.Jika dilihat dari tingkat konsumsi listrik per kapita, kondisi di Aceh relatif rendah dan di bawah angka rata-rata nasional (Gambar 11).

Sumber: Statistik PLN, 2013

Gambar 12

Hubungan Konsumsi Listrik dan Pendapatan Tahun 2013

Sumber: BPS (2013), Statistik PLN (2013) – diolah

Aceh

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

18

Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita. Dengan membandingkan data 33 provinsi di Indonesia, terlihat hubungan yang positif antara PDRB per kapita dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 12). Provinsi yang memiliki posisi di bawah kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Dengan membandingkan konsumsi listrik perkapita antarprovinsi, konsumsi listrik di Aceh lebih

rendah dibanding rata-rata 33 provinsi di Indonesia.

5. Kualitas Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dalam mendukung

percepatan pertumbuhan dan perluasan pembangunan ekonomi daerah. Semakin tinggi

kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan kerja, dan

semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci pertumbuhan secara

berkelanjutan. Salah satu faktor yang mungkin menghambat pertumbuhan Aceh adalah

kualitas sumber daya manusianya yang relatif rendah. Indeks Pembangunan Manusia

Provinsi Aceh pada tahun 2013 masih berada di bawah rata-rata nasional dan berada pada

peringkat 20 dari 33 provinsi dengan nilai 73,05 (Gambar 13). Pada tahun 2013, rata-rata

lama sekolah di Aceh adalah 9,02 tahun, meningkat dari tahun 2008 yaitu 8,5 tahun.

Indikator melek huruf di Provinsi Aceh meningkat dari 96,2 persen pada tahun 2008

menjadi 97,04 persen pada tahun 2013.

Gambar 13

Nilai IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2008 dan 2013

Sumber: BPS, 2013

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

19

6. Kualitas Belanja Pemerintah Daerah Kurang Mendukung Pertumbuhan

Berdasarkan data total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota pada tahun 2013, porsi belanja modal dalam total belanja APBD di Aceh

sebesar 15,75 persen, sementara porsi belanja pegawai, meliputi belanja pegawai dalam

belanja tidak langsung dan belanja langsung besarnya 11,04 persen (Gambar14). Ke

depan perlu didorong perbaikan komposisi belanja pemerintah daerah ini yang lebih

mengarah pada belanja modal. Belanja modal memiliki dampak langsung yang relatif besar

kepada perekonomian. Meskipun secara umum porsi investasi pemerintah lebih kecil

dibandingkan investasi swasta, namun perannya tidak tergantikan dalam suatu

perekonomian. Pembangunan prasarana publik seperti jalan, saluran irigasi, dan jaringan

listrik mutlak memerlukan peran pemerintah. Peran investasi pemerintah ini dirasa

semakin penting di daerah-daerah yang level investasi swastanya relatif rendah. Investasi

pemerintah dalam konteks ini adalah sebagai perintis dan pembuka jalan bagi masuknya

investasi swasta.

Gambar 14 Komposisi Belanja Pemerintah Daerah 2013

Sumber: BPS, 2013

7. Daya Dukung Lingkungan Berkurang

Pertumbuhan daerah ternyata diiringi dengan memburuknya daya dukung lingkungan. Meskipun secara nasional, tingkat kerusakan lingkungan di Aceh relatif rendah dibandingkan daerah-daerah lain, namun karakter wilayah menuntut upaya ekstra untuk mempertahankan daya dukung lingkungan. Sebagian besar wilayah Provinsi Aceh memiliki topografi berbukit dengan rentang antara daerah tertinggi di pegunungan dengan daerah pantai relatif pendek. Di samping itu perlu diingat posisi Provinsi Aceh di sepanjang

lempeng tektonik sangat rawan terhadap risiko gempa bumi dan tsunami.

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

20

Luas lahan kritis pada tahun 2012 telah mencakup sekitar 30 persen luas wilayah. Rendahnya daya dukung lingkungan mengancam keberlanjutan pertumbuhan, apalagi untuk perekonomian yang masih bertumpu pada sumber daya alam dan jasa lingkungan.Dampak yang ditimbulkan bisa sangat luas yang meliputi penurunan tingkat kesuburan tanah, menurunnya keragaman hayati, meningkatnya kerentanan bencana alam, pendangkalan daerah aliran sungai, dan berkurangnya kualitas sumber daya air

wilayah.Diperlukan rehabilitasi dan konservasi di sepanjang daerah aliran untuk mencegah sedimentasi berlebihan dan mengurangi risiko bencana tanah longsor dan banjir.

Sumber: BPS, 2012

D. Prospek Pembangunan Tahun 2015

Dengan potensi yang dimilikinya serta perkiraan dinamika lingkungan yang mempengaruhi, perekonomian Provinsi Aceh diperkirakan akan tumbuh positif di tahun

2015 Konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap menjadi sumber pertumbuhan, namun peran investasi diperkirakan akan meningkat. Manfaat dari peningkatan kualitas

infrastruktur wilayah ini diperkirakan juga akan dinikmati oleh daerah-daerah di luar wilayah ekonomi Sumatera melalui proses keterkaitan antarindustri (linkages). Berdasarkan kinerja pembangunan selama ini dan modal pembangunan yang dimiliki, prospek pembangunan Provinsi Aceh tahun 2015 dalam mendukung pencapaian target utama RPJMN 2015-2019 sebagai berikut:

1. Sasaran pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 5,6 – 6,2 persen dapat tercapai. Selama tahun 2014 kinerja ekonomi Aceh menglami

perbaikan. Investasi yang membaik menjadi faktor pendukung perbaikan kinerj ekonomi di Pulau Sumatera. Hal ini juga didukung oleh peningkatan pembangunan

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

21

proyek pemerintah yang terus berjalan di tahun 2015. Percepatan pembangunan di Aceh perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dengan mengatasi berbagai permasalahan dan mengoptimalkan potensi daerah.

2. Sasaran pengurangan tingkat kemiskinan dalam Buku III RPJMN 2015-2019 adalah 16,2 – 11,3 persen, sedangkan pada tahun 2013 tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh sebesar 17,6 persen, untuk itu diperlukan upaya konsisten untuk menurunkan

tingkat kemiskinan di provinsi ini. Selama kurun waktu 2014-2019 Provinsi Aceh harus menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 6,3 poin persentase atau 1,05 poin persentase per tahun.

3. Peluang untuk mempercepat penurunan kemiskinan masih terbuka bila dilakukan pembenahan pada produktivitas sektor pertanian dan industri kecil padat karya, dua lapangan usaha di mana konsentrasi penduduk miskin berada. Di sisi lain, tantangan berat bagi penurunan kemiskinan daerah adalah dampak dari kenaikan harga BBM

(pengurangan subsidi BBM) yang cepat atau lambat akan terjadi. Pemerintah daerah perlu menyiapkan koordinasi horisontal dan vertikal untuk mengantisipasi kemungkinan hal ini terjadi, terutama menyiapkan jaring-jaring pengaman untuk memperkecil dampak yang diterima penduduk miskin dan hampir miskin.

E. Penutup

1. Isu Strategis

Dari analisis di atas, dapat diidentifikasi beberapa isu strategis pembangunan daerah. Isu-isu tersebut adalah permasalahan yang bila ditangani akan berdampak besar pada pencapaian sasaran-sasaran utama pembangunan daerah. Sebaliknya bila permasalahan tersebut diabaikan, maka berpotensi menimbulkan dampak buruk berantai pada sasaran-sasaran pembangunan lainnya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

a. Peningkatan produktivitas pertanian b. Pengembangan industri unggulan

c. Peningkatan iklim investasi d. Pembangunan infrastruktur wilayah e. Peningkatan kualitas sumber daya manusia f. Peningkatan kualitas belanja pemerintah daerah g. Pemulihan daya dukung lingkungan

2. Rekomendasi kebijakan

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, disarankan beberapa

kebijakan operasional sebagai berikut: a. Peningkatan penyuluhan pertanian dan akses petani terhadap teknologi tepat guna. b. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi. c. Perbaikan distribusi dan akses petani pada sarana produksi pertanian. d. Penyederhanaan proses perijinan usaha dengan menyederhanakan prosedur, serta

mengurangi waktu dan besarnya biaya yang diperlukan. e. Pengaspalan, pemantapan dan pemeliharaan jaringan jalan wilayah.

f. Peningkatan kapasitas produksi listrik wilayah.

g. Peningkatan akses pelayanan kesehatan.

Perkembangan Pembangunan Provinsi Aceh 2014

22

h. Peningkatan pendidikan vokasional. i. Revitalisasi balai latihan kerja. j. Peningkatan alokasi belanja modal pemerintah untuk infrastruktur daerah. k. Rehabilitasi lahan kritis l. Konservasi daerah aliran sungai dan pengendalian pemanfaatan lahan pertanian dan

perkebunan di daerah rawan bencana.