PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL · 2020-07-17 · Bab 1 Perkembangan Ekonomi Global 7 pertumbuhan...
Transcript of PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL · 2020-07-17 · Bab 1 Perkembangan Ekonomi Global 7 pertumbuhan...
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
5
internasional. Tingkat pengangguran juga
melonjak tinggi karena maraknya pemutusan
hubungan kerja. Sementara itu, pemburukan
permintaan dunia memicu jatuhnya harga
komoditas, terutama minyak.
Pemerintah dan otoritas global
telah menempuh respons kebijakan yang
cepat, inovatif, dan dalam skala besar untuk
mencegah pelemahan ekonomi lebih dalam
akibat COVID-19. Pemerintah meningkatkan
stimulus fiskal untuk menahan dampak
pelemahan ekonomi terhadap rumah tangga
dan perusahaan. Sementara itu, bank sentral
di dunia menerapkan kebijakan konvensional
dan non-konvensional untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan. Sejumlah bank
sentral negara maju menurunkan suku bunga
kebijakan secara masif dan meningkatkan
kebijakan pembelian aset dalam skala besar,
sementara beberapa bank sentral lain di
EMEs mulai mengimplementasikan kebijakan
quantitative easing untuk menjaga kecukupan
likuiditas.
COVID-19 telah menyebar cepat ke
berbagai belahan dunia dan mendorong WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi
pada Maret 2020. Sebagian besar negara
menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas
masyarakat yang ketat untuk mencegah
penyebaran wabah sehingga memicu
kontraksi ekonomi yang cukup signifikan
pada TW1-20. Ekonomi sejumlah negara
terkontraksi akibat kebijakan pembatasan
aktivitas, terutama Tiongkok, Uni Eropa,
Jepang, dan Inggris.
Kontraksi ekonomi dunia dipicu oleh
pemburukan aktivitas konsumsi, produksi,
investasi, dan perdagangan internasional.
Aktivitas konsumsi turun tajam seiring
kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat
di ruang publik, sementara aktivitas produksi
dan investasi terhambat karena perusahaan
menghentikan produksi dan gangguan rantai
pasokan global. Perdagangan internasional
turun signifikan seiring penutupan perbatasan
lintas negara dan penghentian penerbangan
PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL
BAB
1
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
6
yang relatif terlambat karena pelarangan
penerbangan internasional diterapkan oleh
Tiongkok pada akhir Maret 2020, atau sekitar
tiga bulan setelah kasus COVID-19 pertama
kali ditemukan pada akhir 2019. Penyebaran
wabah yang makin meluas tersebut
mendorong WHO mengumumkan COVID-19
sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Pasca
ditetapkan sebagai pandemi, peningkatan
kasus infeksi dan kematian akibat COVID-19
terus menjulang tinggi, mencapai sekitar
9.129.000 kasus dan 469.000 kematian.3
Secara kawasan, sekitar setengah dari total
kasus infeksi dunia terjadi di Benua Amerika,
atau sekitar 4.500.000 kasus. Benua Eropa
adalah kawasan dengan kasus tertinggi
kedua, dengan kasus mencapai sekitar
2.500.000. Dari sisi negara, Amerika Serikat
dan Brazil menjadi dua negara dengan
kasus infeksi tertinggi di dunia, yaitu sekitar
2.300.000 dan 1.100.000 kasus.
Ekonomi global tertekan
signifikan akibat kebijakan pembatasan
aktivitas masyarakat untuk mencegah
penyebaran wabah COVID-19.
Pertumbuhan ekonomi global mengalami
kontraksi pada TW1-20 akibat implementasi
pembatasan aktivitas yang ketat pada hampir
seluruh sektor ekonomi di berbagai negara.
Tekanan terhadap ekonomi global tidak
hanya bersumber dari sisi permintaan, namun
juga dari sisi pasokan. Dari sisi permintaan,
aktivitas konsumsi barang maupun jasa turun
tajam seiring terhentinya aktivitas penjualan
3 Sumber: WHO, perkembangan hingga 24 Juni 2020.
Kinerja ekonomi global pada TW2-20
akan memburuk seiring meluasnya kebijakan
pembatasan aktivitas pada pertengahan
Maret hingga pertengahan Mei 2020.
Ekonomi kemudian akan membaik secara
gradual pada semester II-20 sejalan dengan
meluasnya pelonggaran kebijakan lockdown
di sejumlah negara sejak pertengahan Mei
2020. IMF memprakirakan ekonomi dunia
pada 2020 akan terkontraksi -4,9% yoy,
jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi
sebelumnya sebesar 3,0%.1,2 Pada 2021,
ekonomi dunia diprakirakan tumbuh 5,4%
yoy seiring membaiknya kegiatan konsumsi
dan investasi.
A. Perkembangan Ekonomi Global
Kinerja Ekonomi Global
Wabah COVID-19 berkembang
dengan kecepatan eksponensial dan
menyebar ke berbagai belahan dunia
pada TW1-20. Jumlah kasus infeksi dan
kematian akibat COVID-19 pada akhir
Maret 2020 mencapai sekitar 750.000
kasus dan 36.000 kematian, melonjak tinggi
dibandingkan Januari 2020 yang hanya
10.000 kasus dan 200 kematian. Tingginya
lonjakan penyebaran wabah ke berbagai
negara antara lain disebabkan karakter
virus yang mudah menyebar dan upaya
pencegahan mobilitas orang lintas negara
1 Estimasi outlook global 2020 sebesar -4.9% tercantum dalam WEO Juni 2020.
2 Estimasi outlook global 2020 sebesar -3,0% tercantum dalam WEO April 2020.
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
7
pertumbuhan negatif. Kebijakan lockdown
mulai dilonggarkan pada akhir Maret seiring
terkendalinya wabah COVID-19, namun
tidak mampu menahan pelemahan ekonomi
yang dalam pada TW1-20. Selain Tiongkok,
kontraksi ekonomi juga dialami beberapa
negara maju, yaitu Kawasan Euro (Euro Area/
EA), Jepang, dan Inggris masing-masing
sebesar -3,2% yoy, -1,7% yoy, dan -1,6%
yoy. Pelemahan ekonomi EA yang lebih
dalam dibandingkan Jepang dan Inggris
menunjukkan bahwa sejumlah negara di UE
telah menerapkan kebijakan pembatasan
aktivitas lebih awal dibandingkan Jepang dan
Inggris. Selain itu, kontraksi ekonomi EA yang
lebih dalam juga dipicu oleh relatif lemahnya
momentum pertumbuhan di kawasan
tersebut sebelum wabah COVID-19. Secara
umum, kontraksi ekonomi di EA, Jepang,
dan Inggris dipicu oleh pelemahan aktivitas
konsumsi, kegiatan produksi dan investasi,
serta perdagangan internasional.
Pelemahan ekonomi juga dialami
oleh Amerika Serikat dan India, meski
ekonomi kedua negara tersebut masih
tumbuh positif. Ekonomi AS tumbuh
melambat menjadi hanya 0,3% yoy.
Pelemahan ekonomi AS terutama dipicu oleh
penurunan pengeluaran konsumen, kegiatan
investasi, dan ekspor. Kebijakan stay at home
pada Maret 2020 menyebabkan perusahaan
menghentikan sementara kegiatan produksi-
nya, dan konsumen membatalkan atau
membatasi pengeluarannya. Kinerja
ekspor juga melemah seiring penurunan
permintaan eksternal dan terganggunya
ritel akibat penutupan pertokoan dan pusat
perbelanjaan, serta turunnya mobilitas
masyarakat karena kebijakan pembatasan
aktivitas di ruang publik. Perdagangan barang
dan jasa (a.l. pariwisata) internasional juga
turun signifikan karena penutupan perbatasan
lintas negara dan penghentian penerbangan
internasional. Dari sisi pasokan, aktivitas
produksi terhambat karena perusahaan
menghentikan produksi dan terjadi
gangguan rantai pasokan global. Sementara
itu, perusahaan mengurangi investasi
sejalan dengan penurunan permintaan, dan
ketidakpastian prospek usaha ke depan.
Tingkat pengangguran juga melonjak tinggi
akibat maraknya pemutusan hubungan kerja
oleh perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan karena pendapatan yang turun
tajam. Tingginya tingkat pengangguran di
tengah kepercayaan konsumen yang rendah
pada gilirannya akan makin menekan aktivitas
konsumsi.
Pelemahan aktivitas ekonomi
akibat kebijakan pembatasan aktivitas
dialami oleh sejumlah negara utama,
terutama Tiongkok. Ekonomi Tiongkok
pada TW1-20 terkontraksi tajam sebesar
-6,8% yoy, lebih dalam dari prediksi pelaku
pasar sebesar -6,5% yoy dan turun signifikan
dibandingkan pertumbuhan TW4-19 sebesar
6% yoy. Kebijakan lockdown di sejumlah
provinsi di Tiongkok—yang berlangsung
sekitar dua bulan—telah menurunkan
permintaan domestik secara signifikan.
Sejumlah indikator seperti penjualan ritel,
produksi industri, dan investasi mengalami
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
8
Aktivitas konsumsi global melemah
signifikan karena pembatasan aktivitas
masyarakat, penurunan daya beli, dan
kepercayan konsumen yang memburuk.
Pelemahan konsumsi global terutama terjadi
pada kegiatan konsumsi produk non-esensial
seperti pakaian, rekreasi, dan kendaraan.
Penjualan kendaraan turun tajam seiring
konsumen menahan pengeluaran durable
goods karena kepercayaan konsumen yang
memburuk. Pelemahan konsumsi juga terjadi
pada sektor jasa, seperti restoran dan bioskop
akibat konsumen menghindari interaksi
di ruang publik karena khawatir terinfeksi
COVID-19. Sementara itu, konsumsi untuk
kebutuhan esensial seperti bahan makanan
dan alat kesehatan tetap tumbuh positif,
namun belum mampu menahan pelemahan
aktivitas konsumsi secara keseluruhan.
Berdasarkan negara, pelemahan konsumsi
terutama dialami oleh negara berkembang
seperti India dan Tiongkok. Hal ini terlihat dari
rerata penjualan ritel di India dan Tiongkok
pada TW1-20 yang terkontraksi tajam
masing-masing sebesar -26% yoy dan -5,3%
yoy. Rerata penjualan ritel di negara maju juga
terkontraksi, kecuali AS. Di EA, Inggris, dan
Jepang, rerata penjualan ritel masing-masing
terkontraksi sebesar -1,3 yoy, -1,6 yoy, dan
-1,2 yoy. Sementara, rerata penjualan ritel
di AS melemah meski masih tumbuh positif
sebesar 1,2% yoy.
Aktivitas produksi global tertekan
akibat penurunan permintaan domestik,
terhentinya kegiatan produksi industri,
dan gangguan supply chain global.
aktivitas perdagangan akibat penutupan
pelabuhan. Sementara itu, ekonomi India
TW1-20 tumbuh 3,1% yoy, melambat cukup
signifikan dibandingkan TW4-19 sebesar
4,1% yoy. Pelemahan ekonomi terutama
dipicu oleh penurunan permintaan konsumen
dan kegiatan investasi akibat penerapan
kebijakan lockdown pada akhir Maret 2020.
Pertumbuhan ekonomi India yang masih
positif dan lebih baik dibandingkan negara
lainnya mencerminkan bahwa dampak
kebijakan lockdown yang dimulai akhir Maret
2020 belum sepenuhnya tercermin pada
pertumbuhan ekonomi TW1-20.
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.1 Pertumbuhan PDB Negara Maju
0,3
-3,2
-1,6-1,7
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
Q1 Q2 Q1 Q2 Q1 Q2 Q1 Q2 Q1 Q2 Q12015 2016 2017 2018 2019 2020
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.2 Pertumbuhan PDB Negara Berkembang
-6,8
3,1
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Q1 Q2 Q1 Q2 Q1 Q2 Q1 Q2 Q1 Q2 Q12015 2016 2017 2018 2019 2020
% yoy Tiongkok India
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
9
membaik pada Maret 2020, namun belum
mampu menopang kinerja produksi industri
pada TW1-20. Rerata produksi industri di
negara maju juga terkontraksi meski tidak
sedalam Tiongkok mengingat kebijakan
pembatasan aktivitas di negara maju
diterapkan pada sekitar Maret 2020. Rerata
produksi industri di AS, UE, Inggris, dan
Jepang terkontraksi masing-masing sebesar
-2,1 yoy, -5,8% yoy, -4,9% yoy, dan -4,4%
yoy. Penurunan produksi industri di negara
maju tersebut terutama dialami oleh sektor
manufaktur. Wabah COVID-19 memperburuk
kinerja produksi sektor manufaktur—yang
telah melemah pada periode sebelum
Pelemahan produksi industri baik di negara
maju maupun negara berkembang terjadi
pada semua kategori barang, terutama capital
goods dan consumer durables. Pelemahan
tajam aktivitas produksi terutama dialami
oleh Tiongkok, sejalan dengan penerapan
kebijakan pembatasan aktivitas pada awal
TW1-20. Rerata produksi industri di Tiongkok
pada TW1-20 terkontraksi sebesar -9,4%
yoy, turun signifikan dari TW4-20 sebesar
5,9% yoy. Secara bulanan, pelemahan
produksi industri terjadi pada Januari dan
Februari 2020 seiring implementasi kebijakan
lockdown untuk mengatasi penyebaran
virus. Pelemahan produksi industri kemudian
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.3 Penjualan Ritel Negara Maju
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy% yoy AS, lhs Euro, lhs Inggris, lhs Jepang, rhs
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.4 Penjualan Ritel Negara Berkembang
-50,0
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy Tiongkok, lhs India, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.5 Produksi Industri Negara Maju
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.6 Produksi Industri Negara Berkembang
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy Tiongkok India
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
10
sentimen tersebut antara lain dipicu oleh
penurunan new orders, pembatalan orders
akibat gangguan supply chain, terhambatnya
pengiriman barang oleh pemasok, dan
penurunan tenaga kerja. Sentimen bisnis di
negara berkembang juga memburuk (berada
di zona kontraksi). Pemburukan sentimen
terutama dialami Tiongkok dengan rerata PMI
Manufacturing sebesar 47,2 (lebih rendah
dari TW4-19 sebesar 51,7). Secara bulanan,
pemburukan sentimen bisnis terjadi pada
Februari 2020, dimana PMI Manufacturing
terkontraksi dalam menjadi 40,3 (dari 51,1
pada Januari 2020). Pelemahan tersebut
terutama disebabkan oleh penurunan new
orders terimbas permintaan yang melemah.
PMI Manufacturing kembali ke level ekspansi
(50,1) seiring pelonggaran kebijakan pem-
batasan yang mendorong beroperasinya
kegiatan produksi perusahaan.
Perdagangan merchandise global
turun signifikan akibat melemahnya
permintaan dunia yang terdampak oleh
kebijakan lockdown. Kinerja world trade
volume yang masih terkontraksi sebesar
-0,7% (rerata) pada TW4-19—akibat trade
war, tertekan lebih dalam menjadi sebesar
-2,9% pada TW1-20. Kontraksi perdagangan
internasional tersebut disebabkan antara
lain oleh penurunan permintaan dunia
akibat kontraksi ekonomi sejumlah negara
utama serta dampak kebijakan pelarangan
perjalanan yang meluas dan makin ketat
sejak Maret 2020. Kebijakan pembatasan
perjalanan menyebabkan frekuensi
penerbangan komersial global—yang
COVID-19 antara lain akibat trade war.
Sementara itu, rerata produksi industri di
India pada TW1-20 juga mengalami kontraksi
sebesar -3,3% yoy (dari -1,4% yoy pd TW4-
19) seiring pelemahan permintaan domestik
dan eksternal.
Sentimen bisnis memburuk akibat
kebijakan pembatasan aktivitas yang
menyebabkan terhambatnya pembukaan
bisnis baru, gangguan supply chain
sehingga meningkatkan vendor lead
times, peningkatan pemutusan hubungan
kerja karyawan, dan melemahnya
kepercayaan bisnis. Pemburukan sentimen
bisnis tercermin dari rerata PMI Manufacturing
Global pada TW1-20 yang memasuki level
kontraksi yaitu sebesar 48,3, lebih rendah
dari TW4-19 sebesar 50. Kontraksi terutama
diakibatkan oleh pelemahan permintaan
domestik—seiring pelemahan konsumsi dan
investasi—dan penurunan ekspor—akibat
penutupan perbatasan, terkendalanya
aktivitas produksi, dan gangguan transportasi.
Berdasarkan kategori barang, penurunan
kinerja terjadi pada seluruh kategori barang,
yaitu konsumen, intermediate, dan investasi.
Namun, pelemahan paling signifikan terjadi
pada barang investasi seiring penurunan
produksi dan permintaan. Berdasarkan
kelompok negara, pemburukan sentimen
dialami oleh sektor manufaktur di negara
maju mengingat sektor manufaktur telah
melemah sebelum COVID-19 menjadi
pandemi. Rerata PMI Manufacturing di
sejumlah negara maju masih lemah dan
tertahan di zona kontraksi. Pelemahan
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
11
menurunnya kinerja ekonomi mitra dagang
utama dan tidak terpenuhinya target dari
kesepakatan peningkatan perdagangan
dengan Tiongkok. Di negara berkembang,
penurunan kinerja ekspor terutama di alami
oleh Tiongkok dan India. Ekspor Tiongkok
dan India melemah signifikan akibat
kebijakan lockdown yang mengganggu jalur
transportasi perdagangan internasional.
Sumber: Central Planning Bureau, World Trade Monitor, diolah
Grafik 1.9 Volume Perdagangan Dunia
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12015 2016 2017 2018 2019 2020
% yoy WTV Imports WTV Exports WTV
Harga komoditas global turun
tajam seiring melemahnya permintaan
akibat kontraksi ekonomi dunia. Energi
dan metal merupakan komoditas yang paling
terdampak oleh aktivitas ekonomi yang turun
tajam. Harga minyak Brent tercatat sebesar
USD21,47/barel pada akhir Maret 2020,
turun tajam dari USD66,42/barel pada akhir
Desember 2019. Sementara harga minyak
WTI mencapai USD20,48/barel, menurun
dari USD61,06/barel di akhir tahun. Jatuhnya
harga minyak disebabkan oleh lemahnya
permintaan seiring gangguan aktivitas
industri dan transportasi dunia. Di tengah
permintaan minyak yang lemah, pasokan
minyak oleh sejumlah negara penghasil
minyak tetap tinggi—akibat tidak tercapainya
membawa international cargo—turun tajam
(-74%) pada periode 5 Januari 2020 hingga
18 April 2020.4 Selain itu, pengiriman
barang melalui pelabuhan juga turun tajam
akibat penutupan pelabuhan di sejumlah
negara guna membatasi penyebaran virus.
Berdasarkan kelompok negara, kinerja
ekspor di sejumlah negara maju terkontraksi,
terutama Jepang dan AS. Rerata ekspor
Jepang melemah signifikan dipicu oleh
pelemahan permintaan global—terutama
produk mobil—dan perlambatan business
spending. Kinerja ekspor AS melemah sejalan
4 Sumber: WTO Press Release, 22 Juni 2020
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.7 PMI Manufacturing Negara Maju
40,0
45,0
50,0
55,0
60,0
65,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
Indeks AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.8 PMI Manufacturing Negara Berkembang
40,0
42,0
44,0
46,0
48,0
50,0
52,0
54,0
56,0
58,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
Indeks Tiongkok India
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
12
Tekanan inflasi global menurun
seiring melemahnya permintaan
dan jatuhnya harga minyak dunia.
Kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat
menyebabkan permintaan melemah,
terutama untuk produk non-essential.
Lemahnya permintaan tersebut mendorong
produsen atau pengusaha ritel menurunkan
harga produk untuk mempertahankan
penjualan dan mengurangi inventories.
Jatuhnya harga minyak juga mendorong
penurunan harga produk/jasa terutama
di sektor transportasi. Sementara itu,
permintaan sejumlah produk esensial, seperti
makanan dan produk kesehatan, mengalami
peningkatan sehingga mendorong kenaikan
harga. Kenaikan permintaan juga terjadi
pada produk elektronik dan teknologi yang
mendukung kegiatan bekerja dan belajar dari
rumah—sehingga mendorong kenaikan harga
produk tersebut. Meski demikian, penurunan
sebagian besar produk masih lebih besar dari
kenaikan harga produk tersebut sehingga
tekanan inflasi secara keseluruhan melemah.
Berdasarkan kelompok negara, pelemahan
tekanan inflasi terjadi baik di negara maju
maupun negara berkembang. Di negara maju,
tren inflasi yang secara umum mulai bergerak
naik, kembali jatuh akibat wabah COVID-19.
Di negara berkembang, terutama Tiongkok
dan India, inflasi juga turun dibandingkan
akhir 2019 yang meningkat akibat gangguan
pasokan makanan.
kesepakatan pengurangan produksi antara
anggota OPEC dengan negara penghasil
minyak lainnya—sehingga makin menekan
harga minyak. Harga komoditas logam juga
jatuh akibat melemahnya permintaan dari
Tiongkok—share permintaan logam dari
Tiongkok mencapai lebih dari 50% dari total
permintaan logam dunia. Sementara itu, harga
komoditas pertanian (beras) justru meningkat
dipicu oleh meningkatnya permintaan karena
panic buying dan pembatasan ekspor oleh
sejumlah negara penghasil beras untuk
menjaga ketersediaan di domestik. Meski
demikian, kenaikan harga beras belum
dapat mengangkat harga komoditas secara
keseluruhan.
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.10 Ekspor (Nominal) Negara Maju
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.11 Ekspor (Nominal) Negara Berkembang
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy Tiongkok India
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
13
rumah tangga dan perusahaan. Peningkatan
stimulus antara lain ditujukan untuk
membantu pekerja dan perusahaan yang
kehilangan pendapatan di tengah terhentinya
aktivitas produksi, sehingga dapat menahan
pemburukan tingkat pengangguran. Selain
itu, pemerintah dan otoritas global juga
menempuh respons kebijakan mencegah
meluasnya gagal bayar dan kebangkrutan,
antara lain dengan memberikan jaminan
utang swasta dan melonggarkan persyaratan
kredit.
Bank sentral di dunia juga me-
nempuh respons kebijakan yang
cepat dan masif, dengan menerapkan
kebijakan konvensional dan non-
konvesional, untuk menjaga stabilitas
sistem ke uangan. Sejumlah bank sentral
menurunkan suku bunga kebijakan secara
masif untuk merespons pelemahan ekonomi.
The Fed menurunkan suku bunga kebijakan
sebesar 150 bps pada Maret 2020, sehingga
kisaran FFR turun menjadi 0%-0,25%. RBI
menurunkan suku bunga kebijakan (repo rate)
menjadi sebesar 4,4% pada Maret 2020, dari
5,15% pada Februari 2020. Sejumlah bank
sentral di negara maju juga meningkatkan
kebijakan pembelian aset dalam skala
besar dan bahkan dalam jumlah yang tidak
terbatas—sebagaimana yang dilakukan oleh
the Fed. Sejumlah bank sentral lain di negara
emerging mulai mengimplementasikan
kebijakan quantitative easing untuk menjaga
kecukupan likuiditas. Selain itu, the Fed juga
menyediakan fasilitas swap lines dan foreign
and international monetary authorities repo
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.12 Inflasi Headline Negara Maju
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.13 Inflasi Headline Negara Berkembang
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy Tiongkok India, rhs
B. Respons Kebijakan dan Outlook
B.1. Respons Kebijakan
Pemerintah dan otoritas global
telah menempuh respons kebijakan yang
cepat, inovatif, dan dalam skala besar,
untuk mencegah pelemahan ekonomi
lebih dalam akibat COVID-19. Selain
memperkuat sektor kesehatan, pemerintah
dan otoritas global telah meningkatkan
stimulus fiskal dan menempuh respons
kebijakan di sektor keuangan untuk menahan
dampak pelemahan ekonomi terhadap
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
14
pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia
menurunkan suku bunga kebijakan sebesar
50 bps selama TW1-20, sehingga suku
bunga kebijakan turun menjadi 4,50% pada
Maret 2020 dari sebelumnya 5% pada akhir
2019. Bank Indonesia melakukan sejumlah
langkah untuk menjaga stabilitas pasar uang
dan sistem keuangan, antara lain dengan
memperkuat intensitas kebijakan triple
intervention untuk menjaga nilai tukar Rupiah.
Bank Indonesia juga melakukan kebijakan
quantitative easing melalui penyediaan
term repo kepada perbankan dan korporasi,
menurunkan giro wajib minimum perbankan,
dan melonggarkan ketentuan pemenuhan
rasio intermediasi makroprudensial bagi
perbankan. Selain itu, Bank Indonesia juga
melakukan pembelian obligasi di pasar
perdana dalam rangka mendukung stabilitas
sistem keuangan dan menjalankan fungsi last
resort.
B.2. Outlook Ekonomi Global
Ekonomi global diprakirakan
makin tertekan pada TW2-20—akibat
meluasnya penerapan kebijakan pem-
batasan aktivitas oleh berbagai negara.
Seiring meluasnya penyebaran COVID-19,
baik ke negara maju maupun negara
berkembang, berbagai negara memperketat
kebijakan lockdown atau social distancing,
terutama pada pertengahan Maret hingga
pertengahan Mei 2020. Akibatnya, mobilitas
masyarakat tertekan lebih dalam, gangguan
produksi perusahaan berlangsung lebih
facility bagi sejumlah bank sentral guna
mengatasi keketatan likuiditas di pasar global.
Sejumlah respons kebijakan juga ditempuh
untuk menjaga pasokan kredit, antara lain
dengan menyesuaikan term pembayaran
pinjaman perbankan dan menurunkan tingkat
capital and liquidity buffers (detail respons
kebijakan pemerintah dan bank sentral dapat
dilihat pada asesmen negara di bab berikutnya
dan artikel penangan pandemi COVID-19).
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.14 Suku Bunga Kebijakan Negara Maju
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 11 1 3 52017 2018 2019 2020
% AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.15 Suku Bunga Kebijakan Negara Berkembang
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 11 1 3 52017 2018 2019 2020
% % Tiongkok India Indonesia
Bank Indonesia melanjutkan
kebijakan moneter akomodatif untuk
menjaga stabilitas dan momentum
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
15
sebesar -3,0% (WEO April 2020).5,6 Pada
2021, ekonomi dunia diprakirakan tumbuh
5,4% yoy seiring membaiknya kegiatan
konsumsi dan investasi.
Prospek ekonomi global 2020
akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor
risiko. Sejumlah faktor dapat menahan
pelemahan ekonomi dunia lebih dalam,
antara lain pelonggaran kebijakan lockdown
yang meluas, berlanjutnya kebijakan
moneter dan fiskal ultra akomodatif, serta
ditemukannya vaksin atau terobosan
pengobatan sehingga mengurangi jumlah
kematian akibat COVID-19. Namun, perlu
diwaspadai sejumlah faktor lain yang dapat
5 Estimasi outlook global 2020 sebesar -4,9% tercantum dalam WEO Juni 2020.
6 Estimasi outlook global 2020 sebesar -3,0% tercantum dalam WEO April 2020.
lama, dan pelarangan penerbangan serta
penutupan perbatasan makin meluas.
Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi,
investasi, dan perdagangan internasional
diprakirakan makin melemah pada TW2-20.
Ekonomi dunia di prakirakan
membaik secara gradual pada semester
II-20—sejalan dengan pelonggaran
kebijakan lockdown atau social
distancing sejak pertengahan Mei
2020 serta didukung oleh berlanjutnya
kebijakan moneter dan fiskal yang ultra
akomodatif. Di tengah penyebaran secara
global yang masih relatif tinggi, wabah
COVID-19 di sejumlah negara mulai terkendali
sehingga mendorong dilonggarkannya
kebijakan pembatasan aktivitas. Pelonggaran
kebijakan pembatasan aktivitas juga dilakukan
oleh beberapa negara, antara lain AS—meski
penyebaran COVID-19 masih meningkat—
guna menghindari pelemahan ekonomi
yang lebih dalam. Sejalan dengan itu,
mobilitas masyarakat dan aktivitas produksi
di sejumlah sektor mulai menunjukkan
perbaikan. Sementara itu, berlanjutnya
kebijakan moneter dan fiskal ultra akomodatif
diprakirakan akan mendorong perbaikan
pasar keuangan global serta mengurangi
tekanan pada sektor korporasi dan rumah
tangga. Berbagai perkembangan tersebut
diprakirakan dapat mendorong pemulihan
ekonomi dunia secara gradual pada semester
II-20. Secara keseluruhan, IMF memprakirakan
ekonomi dunia pada 2020 akan terkontraksi
sebesar -4,9% yoy (WEO Juni 2020), jauh lebih
rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya
Tabel 1.1 Outlook Ekonomi Global
Realisasi
2019 2020 2021 2020 2021Dunia 2,9 -4,9 5,4 -3,0 5,8AEs 1,7 -8,0 4,8 -6,1 4,5Dunia (PDB PPP) - - -Amerika Serikat 2,3 -8,0 4,5 -5,9 4,7Kawasan Euro 1,3 -10,2 6,0 -7,5 4,7 Jerman 0,6 -7,8 5,4 -7,0 5,2 Perancis 1,5 -12,5 7,3 -7,2 4,5 Italia 0,3 -12,8 6,3 -9,1 4,8 Spanyol 2,0 -12,8 6,3 -8,0 4,3Inggris 1,4 -10,2 6,3 -6,5 4,0Jepang 0,7 -5,8 2,4 -5,2 3,0EMEs 3,7 -3,0 5,9 -1,0 6,6Brazil 1,1 -9,1 3,6 -5,3 2,9Russia 1,3 -6,6 4,1 -5,5 3,5Tiongkok 6,1 1,0 8,2 1,2 9,2India* 4,2 -4,5 6,0 1,9 7,4Indonesia 5,0 -0,3 6,1 0,5 8,2Malaysia 4,3 -3,8 6,3 -1,7 9,0Filipina 6,0 -3,6 6,8 0,6 7,6Singapura 0,7 - - -3,5 3,0Thailand 2,4 -7,7 5,0 -6,7 6,1Vietnam 7,0 - - 2,7 7,0Sumber: IMF-WEO Juni 2020, IMF-WEO April 2020*) Fiscal Year April-Maret
% yoyIMF
WEO Juni 2020IMF
WEO April 2020
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
16
memperburuk pelemahan ekonomi dunia,
seperti pelonggaran kebijakan lockdown
yang memicu second wave sehingga
mendorong diberlakukannya kembali
kebijakan lockdown, pemulihan ekonomi
dan sektor tenaga kerja yang berlangsung
lebih lambat, pelebaran defisit fiskal yang
dapat mengganggu sustainabilitas fiskal dan
penurunan rating, serta risiko peningkatan
geopolitik yang dapat kembali memicu tensi
perdagangan.