PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak...

26
JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 131 PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS KESEHATAN (Study di Desa Kauman Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro) Mochammad Mansur Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro Jl. Lettu Suyitno No.2, Bojonegoro, 62119 E-mail: [email protected] ABSTRAK Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan Jaminan Kesehatan untuk Masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosia merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba. Dan Program BPJS Kesehatan 2014 ini mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2014. Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program kesehatan untuk mewujudkan masyarakat dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan yang saya lakukan di desa Kauman di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dari keseluruhan jumlah responden tersebut, dapat dikatakan mengenai antusias keikutsertaan masyarakat terbilang masih cukup rendah jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang mencapai ribuan. Selain itu pada hakekatnya tujuan dari setiap orang tidak lain adalah untuk mengantisipasi apabila berada pada keadaan yang sakit, sehingga akan mudah untuk menjalankan proses pengobatan, sehingga menjadikan hal tersebut hemat secara biaya. Kata Kunci : BPJS Kesehatan, BPJS manfaat, Sistem Jaminan Nasional. PENDAHULUAN Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan. “Serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya”. Pada era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal untuk setiap orang, merupakan bagian integral dari kesejahteraan,

Transcript of PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak...

Page 1: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 131

PERJANJIAN PESERTA MANDIRI

DENGAN BPJS KESEHATAN

(Study di Desa Kauman Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro)

Mochammad Mansur

Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro

Jl. Lettu Suyitno No.2, Bojonegoro, 62119

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan Jaminan Kesehatan untuk

Masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosia merupakan lembaga yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. Menurut ketentuan Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan

hukum nirlaba. Dan Program BPJS Kesehatan 2014 ini mulai berlaku pada tanggal 1 januari

2014. Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk

memberikan perlindungan kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program kesehatan untuk

mewujudkan masyarakat dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. Metode

pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dengan

spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data

sekunder. Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS

Kesehatan yang saya lakukan di desa Kauman di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya

dari keseluruhan jumlah responden tersebut, dapat dikatakan mengenai antusias keikutsertaan

masyarakat terbilang masih cukup rendah jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang

mencapai ribuan. Selain itu pada hakekatnya tujuan dari setiap orang tidak lain adalah untuk

mengantisipasi apabila berada pada keadaan yang sakit, sehingga akan mudah untuk

menjalankan proses pengobatan, sehingga menjadikan hal tersebut hemat secara biaya.

Kata Kunci : BPJS Kesehatan, BPJS manfaat, Sistem Jaminan Nasional.

PENDAHULUAN

Hak tingkat hidup yang

memadai untuk kesehatan dan

kesejahteraan dirinya dan keluarganya

merupakan hak asasi manusia dan

diakui oleh segenap bangsa-bangsa di

dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan

itu tercantum dalam Deklarasi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

1948 tentang Hak Azasi Manusia.

Pasal 25 Ayat (1) deklarasi

menyatakan, setiap orang berhak atas

derajat hidup yang memadai untuk

kesehatan dan kesejahteraan dirinya

dan keluarganya termasuk hak atas

pangan, pakaian, perumahan dan

perawatan kesehatan. “Serta pelayanan

sosial yang diperlukan dan berhak atas

jaminan pada saat menganggur,

menderita sakit, cacat, menjadi

janda/duda, mencapai usia lanjut atau

keadaan lainnya yang mengakibatkan

kekurangan nafkah, yang berada di luar

kekuasaannya”.

Pada era reformasi saat ini, hukum

memegang peran penting dalam

berbagai segi kehidupan. Untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal untuk setiap orang, merupakan

bagian integral dari kesejahteraan,

Page 2: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 132

diperlukan dukungan hukum bagi

penyelenggara berbagai kegiatan di

bidang kesehatan. Pembangunan

kesehatan merupakan salah satu upaya

pembangunan nasional yang bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal.

Untuk mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat di atas

harus diselenggarakan beberapa

upaya-upaya kesehatan dengan,

“Pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (Promotif),

pencegahan penyakit (Preventif),

penyembuhan penyakit (Kuratif) dan

pemulihan kesehatan (Rehabilitatif)

yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu, dan berkesinambungan”.

Paradigma tersebut dikenal dalam

kalangan kesehatan sebagai paradigma

sehat dan konsekuensinya harus

diterima paradigma sehat maka segala

kegiatan apapun harus berorientasi

pada wawasan kesehatan, tetap

dilakukannya pemeliharaan dan

peningkatan kualitas individu,

keluarga, masyarakat serta lingkungan

dan terus menerus memelihara dan

meningkatkan pelayanan kesehatan

yang bermutu, merata, dan terjangkau

serta mendorong kemandirian

masyarakat untuk hidup sehat.

Secara ringkas untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi setiap orang maka harus

secara terus menerus dilakukan

perhatian yang sungguh-sungguh bagi

penyelenggara pembangunan nasional

yang berwawasan kesehatan, adanya

jaminan atas pemeliharaan kesehatan,

ditingkatkannya profesionalisme dan

dilakukannya desentralisasi bidang

kesehatan. “Kegiatan-kegiatan tersebut

sudah barang tentu memerlukan

perangkat hukum kesehatan yang

memadai yang dimaksudkan agar

adanya kepastian hukum dan

perlindungan yang menyeluruh baik

bagi penyelenggara upaya kesehatan

maupun masyarakat penerima

pelayanan kesehatan”.

Hal tersebut terkait jaminan

pelayanan kesehatan juga diatur di

dalam konstitusi Negara Republik

Indonesia yaitu di dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang

menegaskan tentang komitmen negara

dalam memberikan kepastian hukum

atas jaminan kelayakan hidup setiap

manusia dari segi pelayanan kesehatan

yang prima. Ketentuan di atas

diperjelas dengan bunyi di dalam UUD

Tahun 1945 Pasal 34 ayat 2 dan 3

sebagai berikut :

(1) Ayat (2) berbunyi : bahwa negara

mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan.

(2) Ayat (3) berbunyi : negara bertanggung

jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.

Selain itu juga dijelaskan di dalam

ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa

kesehatan adalah keadaan sejahtera dari

badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup

produktif secara sosial dan ekonomi.

Sedangkan yang dinamakan upaya

kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan

yang dilakukan oleh pemerintah dan atau

masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut di atas,

bahwa dalam konsekuensi atau komitmen

negara dalam menepati ketersediaan

pelayanan kesehatan yang prima maka di

sini saya tertarik untuk memperdalam

penelitian terkait dengan keberadaan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang

dikenal dengan istilah BPJS Kesehatan,

seperti yang diketahui bahw6a pada

dasarnya BPJS Kesehatan telah diatur

Page 3: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 133

dengan jelas di dalam peraturan perundang-

undangan yaitu Undang-Undang Nomor 24

tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial, di mana telah memberikan

mandat kepada Jaminan Kesehatan

Nasional. “Bertujuan untuk senantiasa

menyampaikan informasi kepada peserta

dan masyarakat mengenai hak dan

kewajiban, serta prosedur memperoleh

pelayanan program Jaminan Kesehatan

Nasional Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan”.

Pada prakteknya masih terdapat

masyarakat di lapisan kelas menengah ke

bawah yang rata-rata di dominasi kelas

bawah bahwa mereka belum memahami

tentang program BPJS tersebut, masih

banyak yang belum mendaftarkan diri

dalam kepesertaan BPJS Kesehatan

tersebut, di sini saya akan meneliti secara

lebih mendalam terhadap warga

masyarakat yang ada di desa Kauman

Kecamatan Bojonegoro Kabupaten

Bojonegoro terkait partisipasinya di dalam

program BPJS Kesehatan, berkaitan dengan

hal tersebut saya dapatkan data mengenai

jumlah masyarakat yang terlibat di dalam

perjanjian BPJS Kesehatan di Desa

Kauman adalah “sebanyak 131 orang

peserta mandiri dari keseluruhan jumlah

penduduk sebanyak 3.414 jiwa”.

Program tersebut jelas memberikan

keuntungan yang besar bagi para

pesertanya, sehingga apabila terjadi sebuah

hal yang tidak diinginkan peserta tersebut

bisa dirujuk langsung ke tempat kesehatan

yang dituju sesuai pilihan tempat pada awal

pendaftaran serta apabila terdapat hal-hal

darurat bisa dirujuk ke rumah sakit yang

lebih besar. “Akan tetapi pada prakteknya

belum sepenuhnya masyarakat menyadari

betapa pentingnya keikutsertaan terhadap

program tersebut sehingga masih banyak

masyarakat yang belum ikut berpartisipasi

sebagai peserta BPJS Kesehatan”.

Secara umum menurut ketentuan di

dalam hukum perjanjian lebih tepatnya

pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, dijelaskan bahwa syarat

sahnya suatu perjanjian dibedakan menjadi

4 hal yaitu :

1. Sepakatnya mereka yang mengikatkan

diri;

2. Kecakapan untuk membuat suatu

perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Berdasarkan paparan singkat di atas, maka

saya bermaksud ingin memperdalam

dengan meneliti terkait dengan lingkup

penelitian di Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan Kabupaten Bojonegoro

dan mencari informasi serta alasan

masyarakat di desa tempat tinggal saya

terkait partisipasinya ikut program BPJS

Kesehatan, maka dengan ini saya dapat

merumuskan judul penelitian yaitu

“PERJANJIAN PESERTA MANDIRI

DENGAN BADAN

PENYELENGGARA JAMINAN

SOSIAL KESEHATAN DI

KABUPATEN BOJONEGORO”

(STUDY DI DESA KAUMAN

KECAMATAN BOJONEGORO

KABUPATEN BOJONEGORO).

METODE

E.1. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh informasi

dan data yang diperlukan dalam

penelitian skripsi ini saya

memilih tempat di Kabupaten

Bojonegoro, Kantor Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan Kabupaten

Bojonegoro dan Kantor Kepala

Desa Kauman Kec. Bojonegoro

Kab. Bojonegoro.

E.2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang

digunakan disini adalah

“pendekatan hukum empiris

yang artinya adalah suatu

metode penelitian hukum yang

berfungsi untuk melihat hukum

dalam artian nyata dan meneliti

bagaimana bekerjanya hukum

di lingkungan masyarakat”.

Page 4: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 134

Dikarenakan dalam penelitian

ini meneliti orang dalam

hubungan hidup di masyarakat

maka metode penelitian hukum

empiris dapat dikatakan

sebagai penelitian hukum

sosiologis. Dapat dikatakan

bahwa penelitian hukum yang

diambil dari fakta-fakta yang

ada di dalam suatu masyarakat,

badan hukum atau badan

pemerintah.

E.3. Bahan dan Sumber data

Skripsi ini menggunakan bahan

dan sumber data yaitu data

primer dan data sekunder, yaitu

:

E.3.1. Data primer,

merupakan data dan

informasi yang

diperoleh atau

diterima secara

langsung dari

masyarakat. Dalam

hal ini saya

mengadakan

penelitian langsung di

beberapa lembaga di

Kabupaten

Bojonegoro,

diantaranya adalah

kantor Badan

Penyelenggara

Jaminan Sosial

Kesehatan dan Kantor

Kepala Desa Kauman

Kec. Bojonegoro Kab.

Bojonegoro.

E.3.2. Data sekunder atau

“dokumentasi yang

berasal dari kata

dokumen yang artinya

barang-barang tertulis,

di dalam

melaksanakan metode

dokumentasi”. Peneliti

menyelidiki benda-

benda tertulis seperti

buku-buku, majalah,

dokumen, peraturan-

peraturan, notulen

rapat, catatan harian,

dan sebagainya.

E.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melaksanakan

pengumpulan data, saya

mengklasifikasikan serta

mengumpulkan data sesuai

dengan jenis data yang diambil,

yaitu sebagai berikut :

E.4.1. Wawancara

Wawancara

merupakan bentuk

pengumpulan data

secara komunikatif

dengan narasumber

atau pihak-pihak yang

berkaitan dengan

obyek penelitian,

selanjutnya hasil dari

wawancara tersebut

diolah untuk dijadikan

data secara empirik.

Dalam hal ini

wawancara dengan

masyarakat di Desa

Kauman dan Bapak

Agung Tri Anjono

selaku Staff

Managemen

Pelayanan Kesehatan

Rujukan BPJS

Kesehatan Kabupaten

Bojonegoro.

E.4.2. Studi Kepustakaan

“Metode ini

menggunakan

penelitian serta

pengumpulan data

melalui studi

kepustakaan yaitu,

buku-buku dan

perundang-

undangan”.

E.5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian, analisa data yang bersifat

deskriptif kualitatif dapat diartikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang

diselediki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan obyek atau subyek

Page 5: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 135

penelitian pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta dari data yang tampak yaitu dari

data yang diperoleh yang selanjutnya

dihubungkan antara satu dengan yang lain

untuk memperoleh solusinya agar suatu

peristiwa dipahami dengan baik.

Hasil dan Pembahasan

Perjanjian merupakan sendi yang penting

dari hukum perdata, karena hukum perdata

banyak mengandung peraturan-peraturan

hukum berdasarkan atas janji seseorang.

Perjanjian menerbitkan suatu perikatan

antara pihak-pihak yang membuatnya. Di

samping itu manusia selalu terlibat dalam

pergaulan dengan sesamanya, sehingga

terjadi hubungan antar manusia yang

disebut juga dengan hubungan antar

individu. Hubungan antar individu

menimbulkan perhubungan yang dapat

bersifat perhubungan biasa dan

perhubungan hukum. Suatu perhubungan

disebut perhubungan hukum, apabila

hubungan antara dua orang atau dua pihak

tersebut diatur oleh hukum, yaitu hubungan

antara sesama manusia yang dilindungi

oleh hukum atau akibat-akibat yang

ditimbulkan oleh pergaulan itu dilindungi

oleh hukum. “Hubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak atau lebih didahului

oleh perbincangan-perbincangan di antara

para pihak dan adakalanya mewujudkan

suatu perjanjian atau perikatan”. Hubungan

hukum yang timbul karena perjanjian itu

mengikat kedua belah pihak yang membuat

perjanjian, sebagaiman daya mengikat

sebuah Undang-Undang. Hal ini sesuai

dengan ketentuan pasal 1338 BW yang

berbunyi: semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai Undang-Undang

bagi mereka yang membuatnya. “Ikatan

yang lahir dari perjanjian dinamakan

perikatan. Jadi dapat dikatakan bahwa

perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan

antara dua orang yang membuatnya”.

A.2. Pengertian Perikatan

Menurut Prof. Subekti,

“Perikatan adalah suatu

hubungan hukum antara dua

pihak, berdasar mana pihak yang

satu berhak menuntut sesuatu

dari pihak yang lain,

berkewajiban memenuhi itu”.

Menurut JCT. Simorangkir,

“Perikatan yang terdapat dalam

lapangan hukum harta kekayaan

harus dapat dinilai dengan uang,

namun apabila perikatan tersebut

tidak dapat dinilai dengan uang,

bukanlah merupakan perikatan

yang diatur dalam buku III BW”.

Hal ini sejalan dengan pendapat

Pitlo yang menyatakan,

“Mengenai obyek-obyek

hubungan hukum yang tidak

dapat dinilai dengan uang, pada

mulanya bukanlah termasuk

hubungan hukum yang diberi

akibat hukum, misalnya istirahat

buruh, penghinaan dan lain

sebagainya”. Dalam

perkembangan selanjutnya,

pendapat tersebut kurang tepat,

karena dalam pergaulan

masyarakat banyak hubungan

yang sulit dinilai dengan uang.

Jika pendapat tersebut tetap

dipertahankan maka terhadap

hubungan yang tidak dapat

dinilai dengan uang tidak akan

menimbulkan akibat hukum,

sehingga akan mengganggu rasa

keadilan dalam masyarakat. Pada

perkembangan dewasa ini,

hubungan hukum yang tidak

dapat dinilai dengan uang telah

diterima dalam lapangan harta

kekayaan. Dari pengaturan

tentang perikatan di atas maka

dapat disimpulkan bahwa

perikatan menunjukkan adanya

ikatan atau hubungan hukum

yang dapat dijamin oleh hukum.

B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.

Perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang

lain atau lebih. Lahirnya suatu perjanjian

terjadi apabila ada kata sepakat dan

pernyataan sebelah menyebelah. “Kata

Page 6: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 136

sepakat dalam hal ini adalah mengenai hal-

hal yang pokok baik lisan ataupun tulisan,

sedangkan pernyataan sebelah menyebelah

terjadi apabila satu pihak yang menawarkan

menyatakan tentang perjanjian dan pihak

lawan setuju tentang apa yang dinyatakan

sebelumnya”.

Dalam pasal 1320 BW

disebutkan bahwa untuk sahnya

persetujuan-persetujuan diperlukan

empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan

diri.

Mereka yang mengikatkan dirinya,

artinya bahwa para pihak yang

mengadakan perjanjian itu harus

bersepakat atau setuju mengenai

perjanjian yang akan diadakan

tersebut, tanpa adanya paksaan,

kekhilafan dan penipuan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu

perikatan.

Bahwa para pihak yang mengadakan

perjanjian harus cakap menurut

hukum, serta berhak dan berwenang

melakukan perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

Hal ini maksudnya adalah bahwa

perjanjian tersebut harus mengenai

suatu obyek tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Isi dan tujuan suatu

perjanjian haruslah berdasarkan hal-

hal yang tidak bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan

dan ketertiban.

Dalam rumusan pasal di atas

disebutkan bahwa untuk sahnya

perjanjian diperlukan empat syarat.

Kedua syarat pertama dinamakan

syarat subyektif, karena kedua syarat

tersebut mengangkut subyek

perjanjian, sedangkan kedua syarat

terakhir disebut syarat obyektif, karena

mengangkut obyek perjanjian.

“Terdapatnya cacat kehendak karena

kekeliruan, paksaan, penipuan atau

tidak cakap untuk membuat perikatan

megakibatkan dapat dibatalkannya

perjanjian, jika obyeknya tidak tertentu

atau dapat ditentukan atau kausanya

tidak halal maka perjanjian tersebut

batal demi hukum”.

C. Jenis-Jenis Perjanjian.

Di dalam perjanjian banyak sekali

jenis-jenis perjanjian yang kita ketahui dan

sering terjadi di dalam masyarakat kita

sekarang. Jenis-jenis perjanjian itu sendiri

tergolong ada 5, yaitu “Berdasarkan hak

dan kewajiban, berdasarkan keuntungan

yang diperoleh, nama dan pengaturan,

tujuan perjanjian, cara terbentuknya atau

lahirnya perjanjian, dalam 5 golongan

tersebut mempunyai bentuk-bentuk

perjanjian”. Bentuk-bentuk perjanjian

tersebut adalah :

1. Berdasarkan Hak dan Kewajiban

Penggolongan ini dilihat dari hak dan

kewajiban para pihak. Adapun perjanjian-

perjanjian yang dilakukan para pihak

menimbulkan hak dan kewajiban-

kewajiban pokok seperti pada jual beli dan

sewa-menyewa.

a. Perjanjian Sepihak adalah Perjanjian

sepihak adalah perjanjian yang hanya

ada kewajiban pada satu pihak, dan

hanya ada hak pada hak lain. Perjanjian

yang selalu menimbulkan kewajiban-

kewajiban hanya bagi satu pihak.

Misalnya perjanjian pinjam pakai.

b. Perjanjian Timbal Balik adalah

Perjanjian timbal balik adalah

perjanjian dimana hak dan kewajiban

ada pada kedua belah pihak. Jadi pihak

yang berkewajiban melakukan suatu

prestasi juga berhak menuntut suatu

kontra prestasi. Misalnya perjanjian

jual-beli dan Perjanjian sewa-

menyewa.

2. Keuntungan yang diperoleh

Penggolongan ini didasarkan pada

keuntungan salah satu pihak dan

adanya prestasi dari pihak lainnya.

a. Perjanjian Cuma-Cuma

Perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian

yang memberikan keuntungan bagi salah

satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah,

perjanjian pinjam pakai.

b. Perjanjian Asas Beban

Page 7: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 137

Perjanjian asas beban adalah perjanjian atas

prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat

kontra prestasi dari pihak lain dan antara

kedua prestasi itu ada hubungannya

menurut hukum. Misalnya saja A

menjanjikan kepada B suatu jumlah

tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda

tertentu pula kepada A.

3. Nama dan Pengaturan

Penggolongan ini didasarkan pada nama

perjanjian yang tercantum di dalam Pasal

1319 BW. Di dalam pasal 1319 hanya

disebutkan dua macam perjanjian menurut

namanya, yaitu perjanjian nominaat

(bernama) dan perjanjian innominaat (tidak

bernama).

a. Perjanjian Bernama (nominaat)

Isilah kontrak nominaat merupakan

terjemahan dari nominaat contract.

Kontrak nominaat sama artinya dengan

perjanjian bernama atau benoemde

dalam bahasa Belanda. Kontrak

nominaat merupakan perjanjian yang

dikenal dan terdapat dalam pasal 1319

KUH Perdata. Misalnya Perjanjian jual

beli, sewa menyewa, penitipan barang,

pinjam pakai, asuransi, perjanjian

pengangkutan.

b. Perjanjian Tidak Bernama

(innominaat)

Perjanjian tidak bernama merupakan

perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup

dan berkembang dalam masyarakat.

Jenis perjanjian tidak Bernama ini

diatur di dalam Buku III KUH Perdata,

hanya ada satu pasal yang mengatur

tentang perjanjian innominaat, yaitu

Pasal 1319 KUH Perdata yang

berbunyi. Ketentuan ini

mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik

yang mempunyai nama dalam KUH

Perdata maupun yang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu (tidak

bernama) tunduk pada Buku III KUH

Perdata. “Dengan demikian, para pihak

yang mengadakan perjanjian

innominaat tidak hanya tunduk pada

berbagai peraturan yang mengaturnya,

tetapi para pihak juga tunduk pada

ketentuan-ketentuan yang tercantum

dalam KUH Perdata”.

D. Asas-Asas Hukum Perjanjian.

Hukum perjanjian, “Mengenal

beberapa asas penting yang merupakan

merupakan dasar kehendak pihak-pihak

dalam mencapai tujuan”. Beberapa asas-

asas tersebut adalah :

1. Asas Kontrak sebagai Hukum

Mengatur

Hukum mengatur (aanvullen

recht) adalah peraturan-peraturan

hukum hukum yang berlaku bagi

subjek hukum, misalnya para

pihak dalam suatu kontrak. Akan

tetapi, ketentuan hukum seperti ini

tidak mutlak berlakunya, karena

jika para pihak mengatur

sebaliknya, maka yang berlaku

adalah apa yang diatur oleh para

pihak tersebut. Jadi, peraturan

yang bersifat umum mengatur

dapat disimpangi oleh para pihak.

Pada prinsipnya hukum kontrak

termasuk kategori hukum

mengatur, yakni sebagian besar

(meskipun tidak menyeluruh) dari

hukum kontrak tersebut dapat

disimpangi oleh para pihak dengan

mengaturnya sendiri. Oleh karena

itu, hukum kontrak ini disebut

hukum yang mempunyai sistem

terbuka (open system). Sebagai

lawan dari hukum mengatur

adalah hukum yang memaksa

(dwingend recht, mandatory).

Dalam hal ini yang dimaksud

dengan hukum memaksa adalah

“aturan hukum yang berlaku

secara memaksa atau mutlak,

dalam arti tidak dapat disimpangi

oleh para pihak yang terlibat

dalam suatu perbuatan hukum,

termasuk oleh para pihak dalam

suatu kontrak”.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

(freedom of contract)

Asas ini merupakan konsekuensi

dari berlakunya asas kontrak

Page 8: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 138

sebagai hukum mengatur. Dalam

hal ini yang dimaksudkan dengan

asas kebebasan berkontrak adalah

suatu asas yang mengajarkan

bahwa dalam suatu kontrak para

pihak pada prinsipnya bebas untuk

membuat atau tidak membuat

kontrak, demikian juga

kebebasanya untuk mengatur

sendiri isi kontrak tersebut. Asas

kebebasan berkontrak ini dibatasi

oleh rambu-rambu hukum sebagai

berikut :

a. harus memenuhi syarat sebagai

suatu kontrak.

b. tidak dilarang oleh undang-

undang.

c. tidak bertentangan dengan

kebiasaan yang berlaku.

d. harus dilaksanakan dengan

itikad baik.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Istilah pacta sunt servanda

mempunyai arti bahwa janji itu

mengikat, yang dimaksud dengan

asas kebebasan berkontrak ini

ialah bahwa kontrak yang dibuat

secara sah oleh para pihak tersebut

secara penuh sesuai isi kontrak

tersebut. Istilah lain dari asas ini

adalah my word is my bonds, yang

artinya dalam bahasa Indonesia

bahwa jika sapi dipegang talinya,

jika manusia dipegang mulutnya,

mengikat secara penuh atas

kontrak-kontrak yang dibuat oleh

para tersebut oleh hukum

kekuatanya dian’ggap sama saja

dengan kekuatan mengikat dari

suatu undang-undang. “Oleh

karena itu, apabila suatu pihak

dalam kontrak yang telah

dibuatnya oleh hukum disediakan

ganti rugi atau bahkan pelaksaan

kontrak secara paksa”.

4. Asas Konsensual

Yang dimaksud dengan asas

konsensual dari suatu kontrak

adalah bahwa jika suatu kontrak

telah dibuat, maka dia telah sah

dan mengikat secara penuh,

bahkan pada prinsipnya

persyaratan tertulis pun tidak

disyaratkan oleh hukum, kecuali

untuk beberapa jenis kontrak

tertentu, yang memang

dipersyaratkan syarat tertulis.

5. Asas Obligatoir

Asas obligatori adalah suatu asas

yang menetukan bahwa jika suatu

kontrak telah dibuat, maka para

pihak telah terikat, tetapi

keterikatan itu hanya sebatas

timbulnya hak dan kewajiban

semata-mata, sedangkan prestasi

belum dapat dipaksakan karena

kontrak kebendaan (zakelijke

overeenkomst) belum terjadi. Jadi,

jika terhadap kontrak jual beli

misalnya, maka dengan kontrak

saja, hak milik belum berpindah,

jadi baru terjadi kontrak obligatoir

saja. Hak milik tersebut baru dapat

berpindah setelah adanya kontrak

kebendaan atau sering disebut

serah terima (levering). Hukum

kontrak di Indonesia

memberlakukan asas obligatoir ini

karena berdasarkan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.

Kalaupun hukum adat tentang

kontrak tidak mengakui asas

obligatoir karena hukum adat

memberlakukan asas kontrak riil,

artinya suatu kontrak haruslah

dibuat secara riil, dalah hal ini

harus dibuat secara terang dan

tunai. Kontrak harus dilakukan di

depan pejabat tertentu, misalnya di

depan penghulu adat atau ketua

adat, yang sekaligus juga

dilakukan levering-nya. “Jika

hanya sekedar janji saja, seperti

dalam sistem obligatoir, dalam

hukum adat kontrak semacam ini

tidak mempunyai kekuatan sama

sekali”.

E. Berakhirnya Perjanjian.

Page 9: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 139

Sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku di

dalam hukum positif Indonesia,

khususnya mengenai aturan perjanjian

dapat dijelaskan mengenai hapusnya

suatu perjanjian, karena pada dasarnya

suatu perjanjian juga dapat

terhapuskan karena berbagai hal di

antaranya yaitu dengan cara-cara

sebagai berikut :

a. Pembayaran

Adalah setiap pemenuhan hak dan

kewajiban para pihak dalam

perjanjian secara sukarela.

Pembayaran di sini tidak saja

meliputi penyerahan sejumlah uang

melainkan juga penyerahan suatu

benda. Dengan kata lain perikatan

berakhir karena pembayaran dan

peneyerahan benda. Jadi dalam hal

objek perikatan adalah sejumlah

uang maka perikatan berakhir

dengan pembayaran uang. Dalam

hal perikatan adalah suatu benda,

maka perikatan berakhir setelah

penyerahan benda. Dalam hal objek

perikatan adalah pebayaran uang

dan penyerahan benda secara timbal

balik, perikatan baru berakhir

setelah pembayaran dan penyerahan

benda. Berdasarkan pasal 1382 BW

dimungkinkan menggantikan hak-

hak seorang kreditur/berpiutang.

Menggantikan hak-hak seorang

kreditur/berpiutang dinamakan

subrogatie. Mengenai subrogatie

diatur dalam pasal 1400 sampai

dengan 1403 BW. Subrogatie dapat

terjadi karena pasal 1401 KUH

Perdata dan karena Undang-undang

(Pasal 1402 KUH Perdata).

b. Penawaran pembayaran tunai

diikuti oleh penyimpanan atau

penitipan uang atau barang pada

Panitera Pengadilan Negeri

Adalah suatu cara pembayaran yang

harus dilakukan apabila si

berpiutang (kreditur) menolak

pembayaran utang dari debitur,

setelah kreditur menolak

pembayaran, debitur dapat

memohon kepada Pengadilan

Negeri untuk mengesahkan

penawaran pembayaran itu yang

diikuti dengan penyerahan uang

atau barang sebagai tanda pelunasan

atas utang debitur kepada Panitera

Pengadilan Negeri. “Setelah

penawaran pembayaran itu

disahkan oleh Pengadilan Negeri,

maka barang atau uang yang akan

dibayarkan itu, disimpan atau

dititipkan kepada Panitera

Pengadilan Negeri, dengan

demikian hapuslah utang piutang

itu”.

c. Pembaharuan utang atau novasi

Adalah suatu pembuatan perjanjian

baru yang menggantikan suatu

perjanjian lama. Pembaharuan

hutang terjadi dengan jalan

mengganti hutang lama dengan

hutang baru, debitur lama dengan

debitur baru , dan kreditur lama

dengan kreditur baru. Dalam hal

hutang lama diganti dengan hutang

baru terjadi penggantian objek

perjanjian (novasi objek), di sini

hutang lama lenyap. Dalam hal

terjadi penggantian orangnya

(subjeknya), maka jika diganti

debiturnya, pembaharuan ini

disebut novasi subjek pasif. Jika

yang diganti itu krediturnya,

pembahruan itu disebut novasi

subjek aktif. Dalam hal ini hutang

lama lenyap. Menurut Pasal 1413

KUH Perdata ada 3 macam cara

melaksanakan suatu pembaharuan

utang atau novasi, yaitu yang

diganti debitur, krediturnya atau

obyek dari perjanjian.

d. Perjumpaan utang atau Kompensasi

Adalah suatu cara

penghapusan/pelunasan utang

dengan jalan memperjumpakan atau

memperhitungkan utang piutang

secara timbal-balik antara kreditur

dan debitur. “Jika debitur

mempunyai suatu piutang pada

Page 10: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 140

kreditur, sehingga antara debitur

dan kreditur itu sama-sama berhak

untuk menagih piutang satu dengan

lainnya”.

e. Percampuran Hutang

Menurut ketentuan pasal 1436 BW,

percampuran hutang itu terjadi

apabila kedudukan kreditur dan

debitur itu menjadi satu, artinya

berada dalam satu tangan.

percampuran hutang tersebut terjadi

dami hukum. Dalam percampuran

hutang ini hutang piutang menjadi

lenyap. “Percampuran hutang itu

terjadi misalnya A sebagai ahli

waris mempunyai hutang pada B

sebagai pewaris, kemudian B

meninggal dunia dan A menerima

warisan termasuk hutang atas

dirinya sendiri, hal ini hutang

lenyap demi hukum”.

f. Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang dapat terjadi

apabila kreditur dengan tegas

menyatakan tidak menhendaki lagi

prestasi dari debitur dan melepaskan

haknya atas pembayaran atau

pemenuhan perikatan. Denmgan

pembebasan ini perikatan menjadi

lenyap atau hapus. Menurut pasal

1438 BW, pembebasan tidak boleh

berdasarkan persangkaan,

melainkan harus dibuktikan. Bukti

tersebut dapat digunakan, misalnya

dengan pengembalian surat piutang

asli oleh kreditur kepada debitur

secara sukarela (pasal 1439 BW).

g. Musnahnya Benda yang Terhutang

Menurut ketentuan pasal 1444 BW,

apabila benda tertentu yang menjadi

objek perikatan itu musnah, tidak

dapat lagi diperdagangkan, atau

hilang, di luar kesalahan debitur dan

sebelumnya ia lalai menyerahkan

nya pada waktu yang telah

ditentukan, maka perikatannya

memnjadi hapus. Tetapi bagi

mereka yang memperoleh benda itu

secara tidak sah, misalnya karena

pencurian, mka musnahnya atau

hilangnya benda itu tidak

membebaskan debitur (orang yang

mencurinya) untuk mengganti

harganya. Meskipun debitur lalai

menyerahkan benda itu, ia pun akan

bebas dari perikatan itu, apabila ia

dapat membuktikan bahwa

hapusnya atau musnahnya benda itu

disebabkan oleh suatu kejadian di

luar kekuasaannya dan benda

itumjuga akan menemui nasib yang

sama, meskipun sudah berada di

tangan kreditur.

h. Pembatalan

Dalam pasal 1446 BW ditegaskan,

bahwa hanyalah menganai soal

pembatalan saja dan tidak mengenai

kebatalannya, karena syarat-syarat

untuk batal yang disebutkan itu

adalah syarat-syarat subjektif

yang ditentukan dalam pasal 1320

BW. Jika syarat-syarat subjektif

tidak dipenuhi, maka perikatan itu

tidak batal, melainkan dapat

dibatalkan (vernitigbaar). Perikatan

yang tidak memenuhi syarat-syarat

subjektif dapat dimintakan

pembatalannya kepada Hakim

dengan dua cara yaitu :

a. Dengan cara aktif, yaitu

menuntut pembatalan kepada

hakim dengan mengajukan

gugatan;

b. Dengan cara pembelaan, yaitu

menunggu sampai digugat di muka

hakim untuk memenuhi perikatan

dan baru diajukan alasan

kekurangan dari perikatan itu.

Sementara itu, untuk pembatalan

secara aktif, undang-undang

memberikan pembatasan waktu

yaitu lima tahun (pasal 1445 BW).

Sedangkan pembatalan untuk

pembelaan tidak diadakan

pembatasan waktu waktu.

i. Berlaku syarat batal

Maksud dengan syarat disini adalah

ketentuan perjanjian yang disetujui

oleh kedua belah pihak, syarat

manajika dipenuhi mengakibatkan

Page 11: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 141

perikatan itu batal (neitig, void),

sehingga perikatan menjadi hapus.

Syarat ini disebut syarat batal.

Syarat batal pada asasnya selalu

berlaku surut, yaitu sejak perikatan

itu dilahirkan. Perikatan yang batal

dipulihkan dalam keadaan semula

seolah-olah tidak pernah terjadi

perikatan.

j. Lampau Waktu (kedaluarsa)

Menurut ketentuan pasal 1956 BW,

lampau waktu adalah alat untuk

memperoleh sesuatu (acquissitieve

verjaring) atau untuk dibebaskan

dari suatu perikatan dengan

lewatnya suatu waktu tertentu dan

atas syarat-syarat yang ditentukan

oleh undang-undang (extintieve

verjaring).

F. Macam-Macam Perikatan.

Di dalam ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata

dijelaskan mengenai perikatan,

“Perikatan bersyarat, perikatan yang

digantungkan pada suatu ketetapan

waktu, perikatan yang membolehkan

memilih, perikatan tanggung-

menanggung, Perikatan yang dapat

dibagi dan perikatan yang tidak dapat

dibagi dan Perikatan dengan penetapan

hukuman”. Penjelasannya adalah

sebagai berikut :

1. Perikatan Bersyarat

(voorwaardelijk), adalah suatu

perikatan yang digantungkan pada

suatu kejadian di kemudian hari,

yang masi belum tentu akan atau

tidak akan terjadi. Oleh undang-

undang di tetapkan, bahwa

perjanjian sejak semula telah batal

(nietig), jika ia mengandung suatu

ikatan yang di gantungkan pada

suatu syarat yang mengharuskan

suatu pihak untuk melakukan suatu

perbuatan yang sama sekali tidak

bisa untuk dilaksanakan atau yang

bertentangan dengan undang-

undang.

2. Perikatan yang digantungkan pada

suatu ketetapan waktu

(tijdsbepaling), perbedaan antara

suatu syarat dengan suatu

ketetapan waktu adalah, yang

pertama berupa suatu kejadian atau

peristiwa yang belum tentu atau

tidak akan terlaksana, sedangkan

yang kedua adalah suatu hal yang

pasti akan datang, meskipun belum

tentu mungkin kapan datangnya.

3. Perikatan yang membolehkan

memilih (alternatief), adalah suatu

perikayan, dimana terdapat dua

atau lebih macam prestasi,

sedangkan kepada si berhutang

diserahkan yang mana yang akan ia

lakukan.

4. Perikatan tanggung-menanggung

(hoofdelijk atau solidair), adalah

suatu perikatan dimana beberapa

orang bersama-sama sebagai pihak

yang berhutang berhadapan dengan

satu orang yang menghutangkan,

atau sebaliknya beberapa orang

bersama-sama berhak menagih

suatu piutang.

5. Perikatan yang dapat dibagi dan

perikatan yang tidak dapat dibagi,

suatu perikatan dapat di bagi atau

tidak, tergantung pada

kemuingkinan tidaknya membagi

prestasi. Pada hakekatnya

tergantung pula pada kehendak

atau maksud kedua belah pihak

yang membuat suatu perjanjian.

6. Perikatan dengan penetapan

hukuman (strafbeding), untuk

mencegah jangan sampai si

berhutang dengan mudah begitu

saja melalaikan kewajibannya,

dalam praktek banyak di pakai

perjanjian di mana si berhutang di

kenakan suatu hukuman, apabila ia

tidak menepati kewajibannya,

hukuman ini biasanya di tetapkan

dalam suatu jumlah uang tertentu

yang sebenarnya merupakan suatu

pembayaran kerugian yang sejak

semula sudah di tetapkan sendiri

Page 12: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 142

oleh para pihak yang membuat

perjanjian itu.

G. Hubungan antara Perikatan dan

Perjanjian.

Suatu perikatan adalah suatu

perhubungan hukum antara dua orang

atau dua pihak, berdasarkan mana

pihak yangsatu berhak menuntut

sesuatu hal dari pihak yang lain, dan

pihak yang lain berkewajiban untuk

memenuhi tuntutan itu. Pihak yang

berhak menuntut sesuatu, dinamakan

kreditur atau si berhutang, sedangkan

pihak yang berkewajiban memenuhi

tuntutan dinamakan debitur atau si

berhutang.

Perhubungan antara dua orang

atau dua pihak tersebut adalah suatu

perhubungan hukum yang berarti

bahwa hak si berpiutang itu dijamin

oleh hukum atau undang-undang.

Apabila tuntutan tersebut tidak

dapatdipenuhi secara sukarela, si

berpiutang dapat menuntutnya di

depan hakim. Perjanjian tersebut

menimbulkan suatu perikatan antara

dua orang yang membuatnya. dalam

bentuknya perjanjian itu berupa suatu

rangkaian perkataan yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan yang

diucapkan atau ditulis.

Dengan demikian, “hubungan

antara perikatan dan perjanjian adalah

bahwa perjanjian itu menerbitkan

perikatan, perjanjian adalah sumber

perikatan, di samping sumber-sumber

lain”. Suatu perjanjian juga dinamakan

persetujuan, karena dua pihak tersebut

setuju untuk melakukan sesuatu.

Perjanjian merupakan sumber

terpenting yang melahirkan perikatan.

Memang perikatan paling banyak

diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi

ada juga sumber-sumber lain yang

melahirkan perikatan dan sumber-

sumber lain tersebut tercakup dengan

nama undang-undang. Jadi, perikatan

yang lahir dari perjanjian dan ada

perikatan yang lahir dari undang-

undang.

H. Legalitas Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS).

Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial adalah badan hukum yang

dibentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan sosial dengan UU

No. 24 Tahun 2011. BPJS Kesehatan

adalah badan hukum yang dibentuk

untuk menyelenggarakan program

jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan

adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh

manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang

diberikan kepada setiap orang yang

telah membayar iuran atau iurannya

dibayar oleh pemerintah.

Setelah resmi menjadi undang-

undang, 4 bulan berselang UU Sistem

Jaminan Sosial Nasional kembali

terusik. Pada bulan Januari 2005,

kebijakan tersebut mengantar beberapa

daerah ke MK untuk menguji UU

SJSN tersebut terhadap UUD Negara

RI Tahun 1945. “Penetapan 4 BUMN

sebagai BPJS dipahami sebagai

monopoli dan menutup kesempatan

daerah untuk menyelenggarakan

jaminan sosial, namun MK menganulir

ketentuan Pasal 5 yang mengatur

penetapan 4 BUMN dan memberi

peluang bagi daerah”.

Putusan MK semakin

memperumit penyelenggaraan jaminan

sosial di masa transisi. Pembangunan

kelembagaan SJSN yang semula diatur

dalam satu paket peraturan dalam UU

SJSN, kini harus diatur dengan UU

BPJS. Dewan Jaminan Sosial Nasional

(DJSN) pun akhirnya baru terbentuk.

Pemerintah secara resmi membentuk

DJSN lewat Keputusan Presiden

(Keppres) Nomor 110 tahun 2008

tentang pengangkatan anggota DJSN

tertanggal 24 September 2008.

Page 13: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 143

Pembahasan RUU BPJS

berjalan alot. Tim Kerja Menko Kesra

dan Tim Kerja Meneg BUMN, yang

notabene keduanya adalah Pembantu

Presiden, tidak mencapai titik temu.

RUU BPJS tidak selesai dirumuskan

hingga tenggat peralihan UU SJSN

pada 19 Oktober 2009

terlewati. Seluruh perhatian tercurah

pada RUU BPJS sehingga perintah dari

21 pasal yang mendelegasikan

peraturan pelaksanaan

terabaikan. Hasilnya,

penyelenggaraan jaminan sosial

Indonesia gagal menaati semua

ketentuan UU SJSN yaitu 5 tahun.

Tahun berganti DPR mengambil alih

perancangan RUU BPJS pada tahun

2010. Perdebatan konsep BPJS

kembali mencuat ke permukaan sejak

DPR mengajukan RUU BPJS inisiatif

DPR kepada Pemerintah pada bulan

Juli 2010. Bahkan area perdebatan

bertambah, selain bentuk badan

hukum, Pemerintah dan DPR tengah

berseteru menentukan siapa BPJS dan

berapa jumlah BPJS. Dikotomi BPJS

multi dan BPJS tunggal tengah

diperdebatkan dengan sengit.

Pro dan kontra keberadaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) akhirnya berakhir pada 29

Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat

dan kemudian mengesahkannya

menjadi Undang-Undang. Setelah

melalui proses panjang yang

melelahkan mulai dari puluhan kali

rapat di mana setidaknya dilakukan tak

kurang dari 50 kali pertemuan di

tingkat Pansus, Panja, hingga proses

formal lainnya. Sementara di kalangan

operator hal serupa dilakukan di

lingkup empat BUMN penyelenggara

program jaminan sosial meliputi PT

Jamsostek, PT Taspen, Asabri, dan PT

Askes.

Walaupun bukan sesuatu yang

mudah, namun keberadaan BPJS

mutlak ada sebagai implementasi

Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN), yang bahkan

semestinya telah dapat

dioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009

dua tahun lampau. Perjalanan tak

selesai sampai disahkannya BPJS

menjadi UU formal, jalan terjal nan

berliku menanti di depan. Segudang

pekerjaan rumah menunggu untuk

diselesaikan demi terpenuhinya hak

rakyat atas jaminan sosial. Sebuah

kajian menyebutkan bahwa saat ini,

berdasarkan data yang dihimpun oleh

DPR RI dari keempat Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang berstatus

badan hukumnya adalah Persero

tersebut, hanya terdapat sekitar 50 juta

orang di Indonesia ini dilayani oleh

Jaminan Sosial yang diselenggarakan

oleh 4 BUMN penyelenggara jaminan

sosial.

Perubahan dari 4 PT (Persero)

yang selama ini menyelenggarakan

program jaminan sosial menjadi 2

BPJS sudah menjadi perintah Undang-

Undang, karena itu harus dilaksanakan.

Perubahan yang multi dimensi tersebut

harus dipersiapkan dengan sebaik-

baiknya agar berjalan sesuai dengan

ketentuan UU BPJS.Pasal 60 ayat (1)

UU BPJS menentukan BPJS

Kesehatan mulai beroperasi

menyelenggarakan program jaminan

kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014.

Kemudian Pasal 62 ayat (1) UU BPJS

menentukan PT Jamsostek (Persero)

berubah menjadi BPJS

Ketenagakerjaan pada tanggal 1

Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan

dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai

beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli

2015.

Pada saat mulai berlakunya UU

BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi

PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek

(Persero) ditugasi oleh UU BPJS untuk

menyiapkan berbagai hal yang

diperlukan untuk berjalannya proses

tranformasi atau perubahan dari

Persero menjadi BPJS dengan status

Page 14: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 144

badan hukum publik. Perubahan

tersebut mencakup struktur,

mekanisme kerja dan juga kultur

kelembagaan.Mengubah struktur,

mekanisme kerja dan kultur

kelembagaan yang lama, yang sudah

mengakar dan dirasakan nyaman,

sering menjadi kendala bagi

penerimaan struktur, mekanisme kerja

dan kultur kelembagaan yang baru,

meskipun hal tersebut ditentukan

dalam Undang-Undang.

Untuk itu diperlukan komitmen

yang kuat dari kedua BUMN ini,

BUMN yang dipercaya mengemban

tugas menyiapkan perubahan tersebut.

“Sebagai professional tentu mereka

paham bagaimana caranya mengatasi

berbagai persoalan yang timbul dalam

proses perubahan tersebut, dan

bagaimana harus bertindak pada waktu

yang tepat untuk membuat perubahan

berjalan tertib efektif, efisien dan

lancar sesuai dengan rencana”. Tahun

2012 merupakan tahun untuk

mempersiapkan perubahan yang

ditentukan dalam UU BPJS. Perubahan

yang dipersiapkan dengan cermat,

fokus pada hasil dan berorientasi pada

proses implementasi Peraturan

Perundang-undangan secara taat asas

dan didukung oleh pemangku

kepentingan, akan membuat perubahan

BPJS memberi harapan yang lebih baik

untuk pemenuhan hak konstitusional

setiap orang atas jaminan sosial.

I. Hak dan Kewajiban Peserta

Mandiri.

Hak adalah kekuasaan

seseorang untuk melakukan sesuatu

untuk melakukan sesuatu yang telah

itentukan oleh undang-undang.

misalnya, hak mendapat pendidikan

dasar, hak mendapat rasa aman.

Sedangkan kewajiban adalah sesuatu

yang harus dikerjakan. misalnya, wajib

mematuhi rambu-rambu lalulintas dan

wajib membayar pajak. orang yang

mendiami wilayah suatu negara, bisa

jadi warga negara tersebut atau warga

negara asing. Di Indonesia, misalnya,

penduduk yang tinggal di wilayah

Indonesia bisa warga negara Indonesia

atau warga negara asing yang memiliki

kepentingan di Indonesia. Namun,

mereka bukanlah warga negara

Indonesia. Jadi, tidak semua orang

yang tinggal di wilayah suatu negara

adalah warga negara tersebut. tentu

saja warga negara Indonesia dan warga

negara asing memiliki hak dan

kewajiban yang berbeda.

Kewajiban merupakan hal yang

harus dikerjakan atau dilaksanankan.

Jika tidak dilaksanankan dapat

mendatangkan sanksi bagi yang

melanggarnya. “Sedangkan hak adalah

kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

Namun, kekuasaan tersebut dibatasi

oleh undang-undang. Pembatasan ini

harus dilakukan agar pelaksanaan hak

seseorang tidak sampai melanggar hak

orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan

kewajiban haruslah seimbang”.

Dengan hak yang dimilikinya,

seseorang dapat mewujudkan apa yang

menjadi keinginan dan

kepentingannya. Sebagai warga

Negara, kita memiliki hak untuk

mendapatkan pendidikan. Dengan

pendidikan, kita akan mewujudkan

cita-cita kita. Antara hak dan

kewajiban harus berjalan seimbang.

“Artinya, kita tidak boleh terus

menuntut hak tanpa memenuhi

kewajiban. Sebaliknya, negara juga

tidak boleh berlaku sewenang-wenang

dengan menuntut warga negara

menjalankan kewajibannya tanpa

pernah memenuhi hak-hak mereka”.

Dari paparan singkat mengenai

definisi hak dan kewajiban di atas,

dapat dikaitkan dengan hak dan

kewajiban antara peserta mandiri BPJS

Kesehatan dengan pihak BPJS

Kesehatan, “Erni Susanti menjelaskan

bahwa :

a. Hak Peserta

Page 15: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 145

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti

sah untuk memperoleh pelayanan

kesehatan;

2. Memperoleh manfaat dan informasi

tentang hak dan kewajiban;

3. Memeperoleh prosedur pelayanan

kesehatan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku;

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan di

fasilitas kesehatan yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan;

5. Menyampaikan keluhan/pengaduan,

kritik dan saran secara lisan atau tertulis

ke Kantor BPJS Kesehatan;

b. Kewajiban Peserta

1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta

serta membayar iuran yang besarannya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. Melaporkan perubahan data peserta,

baik karena pernikahan, perceraian,

kematian, kelahiran, pindah alamat

atau pindah fasilitas kesehatan tingkat

I;

3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak

rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh

orang yang tidak berhak;

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara

pelayanan kesehatan”.

J. Hak dan Kewajiban Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan.

UU BPJS menentukan bahwa

BPJS Kesehatan berfungsi

menyelenggarakan program jaminan

kesehatan. “Jaminan kesehatan

diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dan

prinsip ekuitas, dengan tujuan

menjamin peserta memperoleh

manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan kebutuhan dasar

kesehatan”.UU BPJS menentukan

bahwa dalam melaksanakan

kewenangannya, BPJS berhak:

1. memperoleh dana operasional

untuk penyelenggaraan program

yang bersumber dari Dana Jaminan

Sosial dan/atau sumber lainnya

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

2. memperoleh hasil monitoring dan

evaluasi penyelenggaraan program

jaminan sosial dari DJSN.

Selain memiliki hak tersebut di

atas, berdasarkan UU BPJS

menentukan bahwa untuk

melaksanakan tugasnya, BPJS

memiliki kewajiban untuk :

1. memberikan nomor identitas

tunggal kepada peserta. Yang

dimaksud dengan nomor identitas

tunggal adalah nomor yang

diberikan secara khusus oleh BPJS

kepada setiap peserta untuk

menjamin tertib administrasi atas

hak dan kewajiban setiap peserta.

2. Nomor identitas tunggal berlaku

untuk semua program jaminan

sosial;mengembangkan aset Dana

Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk

sebesar-besarnya kepentingan

peserta;

3. memberikan informasi melalui

media massa cetak dan elektronik

mengenai kinerja, kondisi

keuangan, serta kekayaan dan hasil

pengembangannya. Informasi

mengenai kinerja dan kondisi

keuangan BPJS mencakup

informasi mengenai jumlah aset dan

liabilitas, penerimaan, dan

pengeluaran untuk setiap Dana

Jaminan Sosial, dan/atau jumlah

aset dan liabilitas, penerimaan dan

pengeluaran BPJS;

4. memberikan manfaat kepada

seluruh peserta sesuai dengan UU

SJSN;

5. memberikan informasi kepada

peserta mengenai hak dan

kewajiban untuk mengikuti

ketentuan yang berlaku;

6. memberikan informasi kepada

peserta mengenai prosedur untuk

mendapatkan hak dan memenuhi

kewajiban;

7. memberikan informasi kepada

peserta mengenai saldo Jaminan

Page 16: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 146

Hari Tua (JHT) dan

pengembangannya 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) tahun;

8. memberikan informasi kepada

peserta mengenai besar hak pensiun

1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;

membentuk cadangan teknis sesuai dengan

standar praktik aktuaria yang lazim dan

berlaku umum;

Hasil Estimasi dari Analisis Regresi

Pelayanan kesehatan merupakan

sebuah konsep yang digunakan dalam

memberikan layanan kesehatan

masyarakat. Upaya yang diselenggarakan

oleh suatu organisasi ini bertujuan untuk

memlihara dan meningkatkan kesehatan

masyarakat, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga ataupun semua

masyarakat. “Di Indonesia, layanan

kesehatan dapat dibedakan banyak hal,

salah satunya pelayanan kesehatan

masyarakat oleh suatu lembaga atau

organisasi yang bekerja melalui system

persiapan diri guna menghadapi masalah

kesehatan yang tak terduga. Lembaga ini

sering disebut sebagai asuransi kesehatan”.

Asuransi kesehatan merupakan suatu

produk dari penyelenggara jaminan

kesehatan yang secara khusus berfungsi

untuk menyiapkan biaya kesehatan seperti

biaya rawat, biaya obat, dan biaya jasa

dokter. Asuransi kesehatan sebagai jaminan

kesehatan ini banyak ditawarkan oleh

perusahaan-perusahaan yang bergerak di

bidang jasa, sehingga dapat membantu

memberikan solusi untuk menyelesaikan

permasalahan biaya kesehatan yang

semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Seiring dengan tujuan pemerintah

Indonesia untuk memberikan kesejahteraan

bagi seluruh rakyat Indonesia, telah

terbentuk badan penyelenggaraan jaminan

sosial bagi masyarakat nasional untuk

memenuhi kebutuhan kesehatan yang layak

diberikan bagi rakyat Indonesia.

Berbagai keuntungan yang akan

didapat oleh masyarakat yang melalui

asuransi kesehatan diantaranya

menyiapkan ketidakpastian menjadi solusi

yang pasti dan terencana. Peristiwa tidak

pasti merujuk pada penyakit bahwa

seseorang mempunyai peluang sama untuk

terkena penyakit yang datangnya tidak

direncanakan. Selain itu, asuransi dapat

membantu masyarakat social untuk

mempersiapkan biaya yang tidak sedikit

dengan membayar iuran tiap bulan serta

mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Dengan adanya suransi kesehatan maka

jaminan biaya kesehatan ketika seseorang

dinyatakan sakit berdasarkan diagnosis

dokter maka semua tanggungan akan

diberikan kepada perusahaan atau lembaga

asuransi kesehatan dengan ketentuan dan

peraturan yang telah disepakati oleh pihak

mengguna asuransi dengan lembaga

asuransi itu sendiri.

Asuransi kesehatan yang dikelola

oleh suatu lembaga bukan pemerintah atau

suatu perusahaan umumnya akan

memberikan penawaran dengan syarat kita

mebayar iuran tiap bulanya sesuai standar

perusahaan tersebut. Dengan demikian,

masyarakat dengan tingkat ekonomi

menengah dan tingkat ekonomi kebawah

tentu akan menghadapi kesulitan untuk

mendapatkan asuransi kesehatan tersebut,

tetapi pemerintah Indonesia tentu telah

mempersiapkan jaminan kesehatan kepada

golongan masyarakat tersebut disebut

jamkesmas (jaminan kesehatan

masyarakat). Selain itu, ada juga KJS (kartu

Jakarta sehat) untuk wilayah khusus ibu

kota. Hal ini akan menjadi kesenjangan dan

pembeda yang kuat antar golongan

ekonomi yang ada di Indonesia, termasuk

dalam hal pelayanan di lembaga kesehatan

meliputi rumah sakit, puskesmas, klinik dan

masih banyak lagi. “Solusi yang

dioperasikan oleh pemerintah mulai awal

tahuh 2015 yaitu digalakan BPJS kesehatan

(Badan penyelenggara jaminan sosial

kesehatan) yang nantinya akan digalakan

menyeluruh kepada kesejahteraan

masyarakat nasional”.

Pentingnya asuransi kesehatan

mengindikasikan semakin majunya

peradaban manusia di jaman modern ini

Page 17: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 147

dengan mempersiapkan diri baik mental

maupun financial untuk menghadapi

masalah kesehatan. Penggunaan seluruh

biaya kesehatan yang semakin modern

tentu membutuhkan biaya yang tidak

sedikit. Penggunaan alat-alat dan bahan

yang canggih memberi umpan positif guna

mencegah durasi penyakit dan

mempermudah dalam proses penyembuhan

penyakit. Begitu pula dengan Negara-

negara lain yang sudah lebih dahulu

menerapkan layanan asuransi kesehatan,

kesehatan yang layak mereka dapatkan

dengan mudah dan maksimal, namun

kendala adanya potongan gaji sangat tinggi

walaupun sebagian dibiayai dari tenaga

kerja dan pemberi kerja. Meski demikian,

pelayanan kesehatan yang layak tetap dapat

dirasakan puas oleh pemegang asuransi

kesehatan.

“Sedia payung sebelum hujan, bagai

peribahasa yang sangat cocok dan

memudahkan penjelasan kepada

masyarakat yang masih awam dengan

istilah dan kegunaan asuransi kesehatan,

karena jelas sekali manfaat yang didapat

oleh masyarakat jika seluruh masyarakat

menggunakan jasa asuransi kesehatan”.

Ditambah dengan pemerintah yang telah

mendukung adanya asuransi kesehatan

nasional, hal itu dimaksudkan untuk

memudahkan masyarakat Indonesia yang

rentan terkena penyakit serius dan tidak

sanggup membiayai proses penyembuhan

secara maksimal dan tidak memberatkan.

Sedia payung untuk menghadapi turunya

hujan yang diindikasikan dengan gejala

yang begitu cepat seperti mendung. Sama

halnya dengan penyakit yang mungkin

sudah menunjukan gejala, tetapi tetap saja

penanganan segera sangat diperlukan

supaya penyakit tidak semakin parah. Jika

masyarakat belum menggunakan asuransi

kesehatan kemungkinan banyak

kendalanya seperti harus terlebih dahulu

mengurus biaya administrasi baru

kemudian pasien dapat dirawat.

“Berbeda dengan orang yang telah

memiliki asuransi, maka penanganan

segera dilakukan oleh lembaga kesehatan

dengan alasan telah ada yang menjamin

segala biaya untuk perawatan”. Dewasa ini,

bukan hanya perawatan inap saja yang

dapat menggunakan asuransi kesehatan,

tetapi juga rawat jalan dan pengobatan

dapat ditanggung oleh lembaga asuransi

kesehatan. Cara berpikir jangka panjang

melalui asuransi kesehatan, resiko sakit

yang tak terduga termasuk di dalamnya

resiko sakit berat maupun ringan akan

mendapatkan perawatan demi terbentuk

kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Negara Indonesia yang merupakan

negara berkembang, memiliki porsi yang

cukup besar terkait jumlah penduduk

dengan tingkat ekonomi menengah hingga

ekonomi dibawah. Golongan ekonomi atas

sudah barang tentu akan menyanggupi

syarat-syarat jika menggunakan asuransi

kesehatan, namun bagi mereka yang

bergolongan ekonomi menengah ke bawah

akan berpikir lagi untuk mencanangkan diri

masuk dalam sistem asuransi kesehatan.

Solusi yang ditawarkan pemerintah pun

sudah memadai untuk menjangkau mereka

yang berada di kelas menengah ke bawah.

Sehingga lebih baik mendaftarkan diri

menggunakan asuransi kesehatan untuk

tabungan biaya kesehatan jangka panjang.

Apalagi mereka yang rawan terkena

penyakit berat seperti jantung, gagal ginjal,

kista, kanker otak, dan lain-lain, akan lebih

mudah untuk mempersiapkan dari awal

biaya untuk pelayanan kesehatan.

Pemerintah telah menyiapkan jaminan

kesehatan masyarakat seperti diatur dalam

PP No. 101 tahun 2012 tentang Penerima

Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan bagi

sekitar 86 juta jiwa masyarakat golongan

ekonomi bawah. Secara tidak lagsung,

sistem asuransi kesehatan telah

diberlakukan untuk masyarakat Indonesia

guna menyiapkan biaya jangka panjang

untuk perawatan kesehatan bagi seseorang

dan keluarganya.

Ada juga yang berpendapat ketika

menggunakan asuransi kesehatan nasional

akan mendapatkan pelayanana yang tidak

maksimal, antri untuk pendaftaran yang

mengular dan lain sebagainya. Seharusnya

Page 18: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 148

pemerintah sudah menyusun strategi untuk

menyelesaikan masalah tersebut, seperti

mewajibkan lembaga kesehatan seperti

rumah sakit nasional maupun swasta,

klinik-klinik, puskesmas untuk bekerja

sama dengan badan layanan asuransi

kesehatan guna memberikan servis

customer yang layak dan cepat kepada

pasien. “Dengan adanya kerjasama seperi

itu maka akan mendapat banyak

keuntungan selain dapar memaksimalkan

pelayanan kesehatan, lowongan pekerjaan

bagi lulusan kesehatan juga terbuka lebar,

bayak rumah sakit, puskesmas, klinik dll

dapat beroperasi aktif tiap harinya”.

Hak tingkat hidup yang memadai

untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya

dan keluarganya merupakan hak asasi

manusia dan diakui oleh segenap bangsa-

bangsa di dunia, termasuk Indonesia.

Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948

tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat

(1) Deklarasi tersebut menyatakan bahwa

setiap orang berhak atas derajat hidup yang

memadai untuk kesehatan dan

kesejahteraan dirinya dan keluarganya

termasuk hak atas pangan, pakaian,

perumahan dan perawatan kesehatan serta

pelayanan sosial yang diperlukan dan

berhak atas jaminan pada saat menganggur,

menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda,

mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya

yang mengakibatkan kekurangan nafkah,

yang berada di luar kekuasaannya.

Di Indonesia, falsafah dan dasar

negara Pancasila terutama sila ke-5 juga

mengakui hak asasi warga atas kesehatan.

Hak ini juga termaktub dalam UUD 1945

pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam

UU No. 23/1992 yang tentang Kesehatan

yang kemudian diganti dengan UU 36/2009

tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009

ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai

hak yang sama dalam memperoleh akses

atas sumber daya di bidang kesehatan dan

memperoleh pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, dan terjangkau.

Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai

kewajiban turut serta dalam program

jaminan kesehatan sosial.

Untuk mewujudkan komitmen

global dan konstitusi di atas, pemerintah

bertanggung jawab atas pelaksanaan

jaminan kesehatan masyarakat melalui

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi

kesehatan perorangan. “Usaha ke arah itu

sesungguhnya telah dirintis pemerintah

dengan menyelenggarakan beberapa

bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,

diantaranya adalah melalui PT. Askes

(Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang

melayani antara lain pegawai negeri sipil,

penerima pensiun, veteran, dan pegawai

swasta”. Untuk masyarakat miskin dan

tidak mampu, pemerintah memberikan

jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan

Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun

demikian, skema-skema tersebut masih

terfragmentasi, terbagi-bagi. Biaya

kesehatan dan mutu pelayanan menjadi

sulit terkendali.

Kesehatan merupakan sebuah

kondisi maksimal, baik dari fisik, mental

dan sosial sehingga dapat melakukan suatu

aktifitas yang menghasilkan sesuatu.

Kondisi tubuh yang sehat pada manusia

dapat kita lihat dari kebugaran tubuh.

Dalam sebuah lingkungan masyarakat

terkadang mengalami beberapa masalah

kesehatan, baik yang muda, tua, wanita

maupun pria. Kesehatan dapat diartikan

sebuah investasi penting untuk mendukung

pembangunan ekonomi serta memiliki

peran penting dalam upaya

penanggulangan kemiskinan.

Pembangunan kesehatan harus dipandang

sebagai suatu investasi untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Dalam

pengukuran Indeks Pembangunan Manusia

(IPM), kesehatan adalah salah satu

komponen utama selain pendidikan dan

pendapatan dalam UU Nomor 23 tahun

1992 sebagaimana telah diubah dengan UU

No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

ditetapkan bahwa “Kesehatan adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan

sosial yang memungkinkan setiap orang

Page 19: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 149

hidup produktif secara sosial dan

ekonomi”.

Kondisi umum kesehatan seperti

dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai

faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan

pelayanan kesehatan. Sementara itu

pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain ketersediaan dan

mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat

dan perbekalan kesehatan, tenaga

kesehatan, pembiayaan dan manajemen

kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan

dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat

dengan Puskesmas Pembantu dan

Puskesmas keliling, telah didirikan di

hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini,

jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia

adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu

22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132

unit.

Dalam hal tenaga kesehatan,

Indonesia mengalami kekurangan pada

hampir semua jenis tenaga kesehatan yang

diperlukan. Permasalahan besar tentang

SDM adalah inefisiensi dan inefektivita

dalam menanggulangi masalah kesehatan.

Dan dalam aspek manajemen

pembangunan kesehatan, dengan

diterapkannya desentralisasi kesehatan,

permasalahan yang dihadapi adalah

kurangnya sinkronisasi kegiatan antara

Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas

SDM daerah terutama dalam perencanaan,

peningkatan sistem informasi, terbatasnya

pemahaman terhadap peraturan

perundangan serta struktur organisasi

kesehatan yang tidak konsisten.

Masalah kesehatan tidak hanya

ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi

gangguan kesehatan yang ditandai dengan

adanya perasaan terganggu fisik, mental

dan spiritual. Gangguan pada lingkungan

juga merupakan masalah kesehatan karena

dapat memberikan gangguan kesehatan

atau sakit. Di negara kita mereka yang

mempunyai penyakit diperkirakan 15%

sedangkan yang merasa sehat atau tidak

sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama

ini nampak bahwa perhatian yang lebih

besar ditujukan kepada mereka yang sakit.

Sedangkan mereka yang berada di antara

sehat dan sakit tidak banyak mendapat

upaya promosi. Untuk itu, dalam

penyusunan prioritas anggaran, peletakan

perhatian dan biaya sebesar 85 %

seharusnya diberikan kepada 85%

masyarakat sehat yang perlu mendapatkan

upaya promosi kesehatan.

Ada dua alasan pemerintah

mengikutsertakan masyarakat miskin

dalam jaminan kesehatan nasional. “Yang

pertama, hal ini memenuhi hak konstitusi.

Yang kedua, untuk kebijakan kesehatan

nasional, penting untuk memastikan

kesehatan masyarakat miskin”. Kalau kita

lihat faktor-faktor yang membuat indikator

kesehatan Indonesia buruk itu adalah

masyarakat miskinnya. Kontribusi

masyarakat miskin yang berada di 20%

terendah pada indikator kesehatan nasional

Indonesia itu tiga sampai empat kali

dibanding masyarakat non-miskin. Kalau

kita ingin cepat meningkatkan angka

nasional kita yang buruk, yang kita perlu

naikkan adalah aksesibilitas kesehatan

kesehatan bagi masyarakat miskin agar

jumlah mereka yang berkontribusi tiga

sampai empat kali itu akan cepat turun.

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah saya lakukan di Desa Kauman

Kecamatan Bojonegoro Kabupaten

Bojonegoro, bahwa jumlah peserta mandiri

yang mengikuti program BPJS Kesehatan

adalah sebanyak 130 orang, terbilang

jumlah tersebut sangat kecil dikarenakan

jumlah penduduk di Desa Kauman

mencapai jumlah lebih dari 3000 jiwa,

penting untuk memberikan pemahaman

secara lebih terhadap seluruh masyarakat

akan pentingnya keikutsertaan penjaminan

kesehatan. Oleh sebab itu maka dengan

jumlah peserta BPJS Kesehatan di Desa

Kauman yang diketahui sedemikian

jumlahnya, maka saya menerapkan

prosentase sebesar 10% untuk mengambil

sampel di antara para peserta pihak BPJS

Kesehatan di Desa Kauman, jumlah peserta

yang saya data adalah sebanyak 13 orang.

Berkaitan dengan daftar kuesioner

yang telah saya lakukan dengan jumlah

Page 20: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 150

responden tersebut, dapat saya

klasifikasikan mengenai pengetahuan

mereka mengenai BPJS Kesehatan yaitu

diketahui bahwa pada dasarnya

sepengetahuan mereka mengenai definisi

dari pada BPJS Kesehatan adalah badan

atau instansi milik pemerintah yang

berjalan di bidang jaminan atau dalam

artian jaminan kesehatan untuk seluruh

masyarakat. Oleh sebab itu, masih banyak

masyarakat yang belum faham definisi

secara definitif mengenai BPJS Kesehatan.

Namun secara umum mereka memahami

bahwa BPJS Kesehatan bergerak di bidang

jaminan kesehatan. Selain itu terdapat

beberapa ketentuan yang menjadi alasan

atau faktor yang melatarbelakangi peserta

mandiri tersebut mengikuti program BPJS

Kesehatan, di antaranya adalah : N

No.

Jumlah

Respon

den

Premi Alasan

1

.

9 orang Rp.

42.50

0, /

bulan

Menghindari

masalah

biaya

pengobatan,

kendala

mengenai

permasalahan

biaya

merupakan

hal mendasar

yang

dihadapi oleh

setiap orang,

oleh sebab itu

alternatif

terbaik

dengan

mengikuti

program

BPJS

Kesehatan

yang

merupakan

program

asuransi

kesehatan

untuk diri

pribadi.

artinya

bahwa pada

dasarnya

masyarakat

memiliki

asumsi

bahwa ketika

seseorang

mengalami

keadaan sakit

pasti

permasalahan

mendasar

yang

dihadapi

adalah

masalah

biaya yang

harus

dipersiapkan.

Oleh karena

alasan biaya

tersebut

masyarakat

lebih

memilih

mengikuti

program

BPJS

Kesehatan

agar dalam

pengobatan

dan

perawatan

ketika terjadi

keadaan sakit

dapat

meminimalisi

r pengeluaran

biaya, karena

jika sudah

mengikuti

program

BPJS sudah

pasti akan

terhindar dari

pembiayaan.

2

.

2 orang Rp.

59.00

0,-

Mereka tidak

memiliki

kartu jaminan

kesehatan

masyarakat

nasional atau

jaminan

kesehatan

masyarakat

daerah, di

mana untuk

program

Jamkesmas

merupakan

program

pemerintah

yang terakhir

pembuatanny

a pada tahun

2013,

sedangkan

untuk

program

Jamkesda

merupakan

program

kesehatan

daerah,

artinya

bahwa

Page 21: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 151

mereka yang

tidak

mendapatkan

kedua

program

pemerintah di

atas

tergolong ke

dalam

masyarakat

yang mampu.

Mereka

beranggapan

untuk

melakukan

tindakan

persiapan

untuk

mengantisipa

si apabila

terjadinya

keadaan

sakit. Maka

dengan tidak

dimilikinya

program dari

pemerintah

berupa

Jamkesmas

atau

Jamkesda

tersebut,

mereka lebih

memilih

untuk lebih

baik

mendaftarkan

diri sebagai

anggota

BPJS

Kesehatan.

3

.

2 orang Rp.

25.50

0,- &

Rp.

42.

500,-

Pada

hakekatnya,

seseorang

tidak

memiliki niat

atau

keinginan

untuk berada

pada keadaan

sakit, akan

tetapi alasan

dari pada

masyarakat

tersebut

adalah

seseorang

beserta

anggota

keluarga

yang lain

tengah atau

sudah

mengalami

keadaan sakit

dan

memerlukan

program

perawatan

kesehatan

yang baik.

Menjadi

keanggotaan

peserta

mandiri

dalam hal ini

merupakan

bentuk

represif yang

dilakukan

oleh orang

yang

bersangkutan

untuk

kembali lagi

mencapai

suatu

keadaan yang

sehat lagi,

dan tidak

perlu

bersusah

payah

mencari

rumah sakit

atau tempat

berobat,

karena

mereka

tinggal

merujuk ke

fasilitas

kesehatan

yang

tercantum di

dalam kartu

keanggotaan

BPJS

Kesehatan.

mencoba

menerapkan

tindakan

preventif

yang

bertujuan

ingin

berjaga-jaga

dan terus

selalu ingin

berada dalam

keadaan

menjaga

kestabilan

kesehatan.

Artinya

mereka

beranggapan

untuk selalu

memelihara

kesehatan

dengan baik

dan ketika

seseorang

tersebut

Page 22: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 152

mengalami

keadaan

sakit, maka

upaya untuk

melakukan

proses

penyembuha

n akan lebih

tertata dan

efektif dalam

proses

penyembuha

nnya.

Berdasarkan hasil dari tanya jawab

dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS

Kesehatan yang saya lakukan di desa

Kauman di atas, dapat disimpulkan bahwa

pada dasarnya dari keseluruhan jumlah

responden tersebut, dapat dikatakan

mengenai antusias keikutsertaan

masyarakat terbilang masih cukup rendah

jika dibandingkan dengan jumlah

masyarakat yang mencapai ribuan. Selain

itu pada hakekatnya tujuan dari setiap orang

tidak lain adalah untuk mengantisipasi

apabila berada pada keadaan yang sakit,

sehingga akan mudah untuk menjalankan

proses pengobatan, sehingga menjadikan

hal tersebut hemat secara biaya.

B. Keuntungan Timbal Balik baik

untuk Pihak Peserta Mandiri dan

untuk Pihak Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan.

Keuntungan yang didapat dari

asuransi bpjs memang belum banyak

diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini

dikarenakan program ini baru berjalan satu

tahun. Program ini diselenggarakan oleh

BPJS berdasarkan program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) sebagai realisasi

UU No. 40 Tahun 2014 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional yang berlaku sejak

1 Januari 2014 lalu. Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) sebagai

badan pemerintah yang menangani di

bidang pelayanan dan jaminan sosial ini,

tentunya akan sangat membantu

masyarakat di seluruh Indonesia untuk

mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan

yang memadai, murah, dan tentunya tidak

membebankan masyarakat pada semua

kelas.

Program Jaminan Kesehatan yang

diselenggarakan oleh BPJS tentunya akan

memberikan manfaat yang sangat besar,

karena melalui program ini, masyarakat

akan mendapatkan pelayanan, pengobatan,

dan pencegahan. Sedangkan peserta dari

program jaminan kesehatan ini pada

dasarnya adalah setiap orang, baik

karyawan swasta, buruh, pengusaha, dan

bahkan orang asing yang telah tinggal di

Indonesia selama enam bulan dan telah

membayar iuran untuk program ini. adapun

sistem pembayaran iuran program jaminan

kesehatan ini bersifat gotong royong,

sehingga dengan sistem ini, diharapkan

biaya tersebut tidak memberatkan

masyarakat. Sedang jika Anda masyarakat

yang tidak sanggup membayarkan iuran,

maka akan ditanggung oleh pemerintah.

Pemberian program ini dapat diberikan

kepada setiap perusahaan untuk para

karyawan beserta seluruh keluarganya.

Adapun manfaat dari program ini

ialah sifatnya menyeluruh, artinya setiap

warga Indonesia berhak mendapatkan

pelayan dan jaminan kesehatan secara

komprehensif dengan mencangkup secara

promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Sementara itu biaya dari

jaminan atau asuransi ini sekiranya sangat

ringan, sehingga jumlah tersebut akan

mampu dijangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat. Adapun manfaat lain dari

program ini ialah prosedurnya tidak rumit,

yaitu dengan terlebih dahulu memeriksakan

permasalahan kesehatan ke fasilitas

kesehatan yang pertama seperti puskesmas,

klinik swasta yang bekerja sama dengan

BPJS. Satu hal yang paling menguntungkan

dari program ini ialah pada lamanya jangka

waktu berlakunya asuransi, yaitu seumur

hidup, artinya orang akan mendapatkan

asuransi kesehatan dari sejak lahir hingga

usianya lebih dari 55 tahun. Kelebihan lain

dari asuransi kesehatan dari BPJS ini,

peserta dapat berkonsultasi mengenai

permasalahan kesehatan kepada dokter

spesialis sekalipun dan bahkan rawat inap.

Page 23: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 153

“Oleh karena itu kita sebagai masyarakat

akan menyadari banyaknya keuntungan

yang didapat dari asuransi bpjs 2014”.

Melalui program BPJS ini, maka

setiap warga negara bisa mendapatkan

pelayanan kesehatan yang komprehensif

yang mencakup promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatife dengan biaya yang

ringan karena menggunakan sistem

asuransi dengan menjadi peserta program

BPJS dan JKN ini, pada saat berobat kita

hanya perlu mengikuti prosedur yang

ditetapkan dan menunjukan kartu

kepesertaan untuk mendapatkan layanan

kesehatan sesuai kebutuhan.Prosedur

dimaksud adalah, setiap peserta yang

membutuhkan pelayanan kesehatan harus

terlebih dahulu memeriksakan diri ke

fasilitas kesehatan tingkat pertama : seperti

puskesmas, klinik swasta, atau klinik TNI

&Polri yang bekerjasama dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

Pelayanan kesehatan dari fasilitas

kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah

sakit baru boleh di akses atas dasar rujukan

dari fasilitas kesehatan tingkat pertama,

kecuali kondisi darurat. “Pengabaian

terhadap prosedur ini maka pembiayaan

yang timbul tidak menjadi tanggungan

program Jaminan Kesehatan Nasional”.

Berdasarkan kesepakatan yang

tertuang di dalam perjanjian antara peserta

mandiri BPJS Kesehatan dengan pihak

BPJS Kesehatan sudah pasti akan muncul

beberapa keuntungan yang dihasilkan

dalam perjanjian tersebut, yang akan

diterima oleh baik pihak peserta mandiri

maupun pihak penyelenggara.

Secara umum, berdasarkan

ketentuan di dalam program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan

memiliki beberapa manfaat, di antaranya

meliputi :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama,

yaitu pelayanan kesehatan non

spesialistik mencakup :

1. Administrasi pelayanan

2. Pelayanan promotif dan preventif

3. Pemeriksaan, pengobatan dan

konsultasi medis

4. Tindakan medis non spesialistik, baik

operatif maupun non operatif

5. Pelayanan obat dan bahan medis habis

paka

6. Transfusi darah sesuai kebutuhan

medis

7. Pemeriksaan penunjang diagnosis

laboratorium tingkat pertama

8. Rawat inap tingkat pertama sesuai

indikasi

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat

lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan

mencakup :

1. Rawat jalan, meliputi :

a. Administrasi pelayanan

b. Pemeriksaan, pengobatan dan

konsultasi spesialistik oleh

dokter spesialis dan sub spesialis

c. Tindakan medis spesialistik sesuai

dengan indikasi medis

d. Pelayanan obat dan bahan

medis habis pakai

e. Pelayanan alat kesehatan

implant

f. Pelayanan penunjang

diagnostic lanjutan sesuai

dengan indikasi medis

g. Rehabilitasi medis

h. Pelayanan darah

i. Pelayanan kedokteran

forensik

j. Pelayanan jenazah di

fasilitas kesehatan

2. Rawat Inap yang meliputi :

a. Perawatan inap non intensif

b. Perawatan inap di ruang

intensif

c. Pelayanan kesehatan lain

yang ditetapkan oleh

Menteri.

Sesuai dengan hasil kuesioner

yang saya lakukan di Desa Kauman,

bahwa dapat saya jabarkan mengenai

manfaat yang dapat diterima oleh

peserta mandiri, di antaranya adalah :

1. Mendapatkan pelayanan kesehatan

tanpa biaya

Menurut Sutrisno, bahwa dengan

keikutsertaan program BPJS

Kesehatan, dapat diambil manfaat

Page 24: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 154

atau keuntungan untuk pelaksanaan

proses berobat ketika dalam

keadaan sakit tidak perlu lagi

mengeluarkan biaya pengobatan,

namun hanya cukup dengan

pembayaran premi setiap bulannya

sebesar Rp. 59.500,-.

2. Belum mampu merasakan

keuntungan

Menurut Inanda Yesycaf dan Devi

Istiana, bahwa secara pribadi di

dalam keluarga saya yang termasuk

ke dalam keanggotaan BPJS

Kesehatan belum bisa memberikan

jawaban tentang manfaat yang

didapat, dikarenakan secara

keanggotaan walaupun harus

membayar premi sebesar Rp.

42.500,- saya belum berada dalam

keadaan sakit.

3. Mendapatkan pelayanan kesehatan

yang baik

Menurut Djuwahir, dijelaskan

bahwa keikutsertaannya di dalam

BPJS Kesehatan dengan ketentuan

premi sebesar Rp. 59.500,- tidak

lain alasannya adalah untuk

berjaga-jaga ketika dalam keadaan

sakit. Dengan mengikuti program

tersebut saya dapat merasakan

manfaat pelayanan yang baik dan

prima, yang mana ini berpengaruh

sangat penting untuk proses

pengobatan ketika saya sedang

sakit.

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan

gratis

Menurut Budi Raharjo, Darno dan

Djoko Suprihadi, menganggap

bahwa keuntungan dan manfaat

yang didapat dalam program BPJS

Kesehatan ini tidak lain adalah

pelayanan pengobatan secara gratis

pada rumah sakit tertentu yang

bekerja sama dengan pihak BPJS

Kesehatan, dikarenakan setiap

bulan saya sudah membayar biaya

premi sebesar Rp. 42.500,-.

5. Bisa dijamin di rumah sakit

Menurut Noer Achmad W,

menjelaskan bahwa dengan

keikutsertaan dalam program BPJS

Kesehatan tersebut ketika saya sakit

atau anggota keluarga yang

terdaftar dalam keadaan sakit bisa

dijamin pasti mengenai perawatan

inap di rumah sakit yang telah

ditentukan berdasarkan penggunaan

dan fungsi kartu BPJS Kesehatan

tersebut dikarenakan telah

membayar setiap bulan premi

sebesar Rp. 42.500,-.

6. Mendapatkan tanggungan

kesehatan dari pemerintah

Menurut pernyataan dari Abdul

Kholiq, dijelaskan bahwa pada

dasarnya manfaat yang dirasakan

oleh yang bersangkutan terhadap

keikutsertaan di dalam keanggotaan

BPJS Kesehatan, maka saya dapat

jaminan dan tanggungan dari

pemerintah atas premi yang saya

bayarkan sebesar Rp. 42.500,- di

setiap bulannya.

7. Mendapatkan pelayanan gratis tidak

dipungut biaya

Menurut Rahmad Agus M,

menjelaskan bahwa selama

keikutsertaaannya dalam program

BPJS Kes ini, pernah berobat di

puskesmas yang menjadi fasilitas

kesehatan ketika sakit dan dirujuk

ke rumah sakit yang lebih besar

ketika saya mengalami keadaan

darurat, dan di kedua tempat

pengobatan tersebut saya tidak

dipungut biaya sama sekali, karena

setiap bulannya saya sudah

mengangsur pembayaran sebesar

Rp. 59.500,-.

8. Pengobatan gratis sepanjang waktu

Menurut Siti Sapariah, menjelaskan

bahwa dengan BPJS Kesehatan

untuk pengobatan menjadi lebih

prima dan efektif serta gratis

sepanjang iuran setiap bulan

mampu dibayarkan, karena saya

memiliki penyakit yang harus butuh

kepastian di dalam berobat,

Page 25: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 155

sehingga mengambil program ini

dengan ketentuan premi di kelas 3

yaitu sebesar Rp. 25.500,-.

Selain keuntungan yang

didapat oleh peserta mandiri, sebagai

keuntungan timbal balik untuk

penyelenggara program tersebut, BPJS

Kesehatan juga memiliki keuntungan

di antaranya hal ini merupakan

kebanggaan bagi pihak BPJS

Kesehatan selaku penyelenggara, di

mana sebelumnya PT. Askes berada di

bawah kementrian Badan Usaha Milik

Negara, karena suatu kepercayaan dari

pemerintah dengan adanya program

Jaminan Kesehatan Nasional maka

sekarang bertransformasi menjadi

badan penyelenggara jaminan sosial

kesehatan, hal ini dikarenakan PT.

Askes sanggup untuk melaksanakan

segala amanah yang diberikan oleh

pemerintah dan bertanggung jawab

kepada presiden.

BPJS Kesehatan selaku badan

penyelenggara yang dipercaya oleh

pemerintah juga mendapatkan keuntungan

komersil dari ketentuan premi yang

dibayarkan oleh para peserta mandiri

kepada bank yang bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan. Secara singkat dapat

dianalisa bahwa sistem yang berlaku

hampir sama halnya dengan ketentuan

asuransi yang lain, artinya apabila di antara

para peserta mandiri tidak mengalami

keadaan sakit, maka ketentuan premi

tersebut akan dikelola dan menjadi

kewenangan dari pihak penyelenggara,

dalam hal ini adalah pihak BPJS Kesehatan.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil pembahasan

di atas mengenai judul penelitian Perjanjian

Peserta Mandiri dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

(Study di Desa Kauman Kecamatan

Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro), maka

dapat disimpulkan beberapa hal,

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi

masyarakat di desa Kauman mengikuti

program BPJS Kesehatan terdapat

empat faktor utama yang menjadi

alasan keikutsertaannya di dalam

program BPJS Kesehatan tersebut,

alasan tersebut adalah dengan

mengikuti program BPJS peserta

mandiri menghindari pembiayaan yang

mahal ketika dihadapkan pada keadaan

sakit, tidak memiliki kartu Jaminan

Kesehatan Nasional maupun Jaminan

Kesehatan Daerah, peserta mandiri

menerapkan upaya represif di mana

mereka sudah berada dalam keadaan

sakit serta berada pada proses

penyembuhan dan peserta mandiri

beralasan sebagai tindakan preventif

agar suatu ketika mengalami keadaan

sakit dapat langsung diatasi tanpa

kesulitan yang berarti.

2. Keuntungan atau manfaat dari

adanya kesepakatan tersebut,

diketahui bahwa masyarakat selaku

pihak peserta menjadi lebih nyaman

dalam menjalani kehidupan

dikarenakan setelah mengikuti

program BPJS.

DAFTAR PUSTAKA

Ariekunto Suharsimi, Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, edisi revisi VI, Jakarta,

Rineka Cipta, 2006.

Asih Eka Putri, Paham Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial,

Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta,

2014.

Badrulzaman Mariam Darus, Aneka

Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1976

Harahap Yahya, Segi-Segi Hukum

Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986.

JCT. Simorangkir dan Sastraprapta

Woerjono, Pelajaran Hukum

Indonesia, Jakarta, Gunung

Agung, 1963.

Koeswadji Hermin Hadiati, Hukum

Kedokteran Studi Tentang

Page 26: PERJANJIAN PESERTA MANDIRI DENGAN BPJS …ejournalunigoro.com/sites/default/files/7. Pak Mansur.pdf · Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS Kesehatan

JUSTITIABLE – Volume 1 Nomor 2, Januari 2019 ISSN: 2622-1047. Halaman – 156

Hubungan Satu Pihak, Bandung,

PT. Citra Aditya Bakti, 1998.

Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum

Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 2007.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta,

PT. Intermasa, 2008.

Subekti, Hukum Perdata, Jakarta, PT.

Intermasa, 2008.