Definisi BPJS

51
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Harapan rakyat Indonesia yang menginginkan adanya jaminan sosial bagi kehidupan mereka, bakal segera terwujud pasca diundangkannya BPJS untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Keinginan ini, diilhami oleh negara lain, seperti Kanada dan Jerman. Di negara-negara yang sudah lebih dahulu memberlakukan UU Jaminan Sosial itu, rakyat telah mendapatkan jaminan kesehatan, pensiun dan ketenagakerjaan. Bahkan, beberapa negara di antaranya juga memberi jaminan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan. Karena itu, kehadiran UU BPJS ini yang disambut gembira oleh sejumlah masyarakat, tentu saja dapat dimaklumi. Sebab idealnya seluruh rakyat Indonesia akan terlindungi ke dalam jaminan sosial Harapan ini, tentu saja masuk akal, sebab, rakyat sudah bosan setiap kali mendengar dan menyaksikan di berbagai media perihal masih adanya rakyat miskin yang ditolak oleh pihak rumah sakit untuk berobat karena tiadanya biaya dari sang pasien. Kita pun sudah tidak ingin mendengar lagi manakala ada pensiunan yang terpaksa harus kembali menjadi pekerja kasar di hari tuanya. Ditambah dengan banyaknya masyarakat menengah yang jatuh miskn karena menderita penyakit, menjual apa yaBahkan sebutan dan plesetan "jamila" alias jatuh miskin 1

Transcript of Definisi BPJS

Page 1: Definisi BPJS

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Harapan rakyat Indonesia yang menginginkan adanya jaminan sosial bagi kehidupan

mereka, bakal segera terwujud pasca diundangkannya BPJS untuk menyelenggarakan Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Keinginan ini, diilhami oleh negara lain, seperti  Kanada

dan Jerman. 

Di negara-negara yang sudah lebih dahulu memberlakukan UU Jaminan Sosial itu, rakyat

telah mendapatkan jaminan kesehatan, pensiun dan ketenagakerjaan. Bahkan, beberapa

negara di antaranya juga memberi jaminan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan.

Karena itu, kehadiran UU BPJS ini yang disambut gembira oleh sejumlah masyarakat, tentu

saja dapat dimaklumi. Sebab idealnya seluruh rakyat Indonesia akan terlindungi ke dalam

jaminan sosial

Harapan ini, tentu saja masuk akal, sebab, rakyat sudah bosan setiap kali mendengar dan

menyaksikan di berbagai media perihal masih adanya  rakyat miskin yang ditolak oleh pihak

rumah sakit untuk berobat karena tiadanya biaya dari sang pasien. Kita pun sudah tidak ingin

mendengar lagi manakala ada pensiunan yang terpaksa harus kembali menjadi pekerja kasar

di hari tuanya. Ditambah dengan banyaknya masyarakat menengah yang jatuh miskn karena

menderita penyakit, menjual apa yaBahkan sebutan dan plesetan "jamila" alias jatuh miskin

lagi, yang dialamatkan kepadanya, rasanya terlalu sedih untuk kembali dimunculkan ke

permukaan.

Karena itu, dengan disahkannya UU BPJS ini,  dambaan dari seluruh rakyat Indonesia,

yang merupakan harapan baru di tengah kehausan sebuah belaian nyata dari negara dalam

bentuk jaminan sosial mendekati kenyataan. Pemerintah mempunyai tugas meyiapkan

peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres) sebagai petunjuk pelaksanaan

UU BPJS yang baru saja disahkan.

Harus diakui, dengan adanya UU BPJS maka akan sangat membantu memberikan akses

bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayan kesehatan, untuk jaminan hari tua, jaminan

pensiunnya bahkan jaminan kematian. Namun itu semua akan dapat terlaksana apabila semua

1

Page 2: Definisi BPJS

bertekad secara sungguh-sungguh, melaksanakan amanat undang undang dengan penuh

komitmen.

Bagi PT Askes (Persero), kesungguhan komitmen menjadi penyelenggara jaminan sosial

di bidang kesehatan bukan terjadi pada saat ini saja, pada saat telah diketuknya UU BPJS.

Kebulatan tekad untuk berubah sudah terjadi sejak tahun 2004, saat terbitnya UU SJSN yang

menyebutkan PT Askes (Persero) adalah pengelola jaminan sosial di bidang kesehatan dalam

Sistem Jaminan Sosial Nasional, di Indonesia. Momentum itu menjadi titik balik perusahaan

yang kini berusia 44 tahun ini untuk bertransformasi dan mempersiapkan diri.

Dari masa ke masa, PT Askes (Persero) terus berbenah menyesuaikan diri seiring

perkembangan situasi dan kondisi baik secara bisnis asuransi maupun kebijakan pemerintah

karena dalam hal ini status perusahaan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh

karena itu sebagai BUMN, PT Askes (Persero) melakukan serta menunjang program maupun

kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, terutama dalam

penyelenggaraan asuransi sosial melalui penyediaan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi

pegawai negeri sipil (PNS), penerima pensiunan, veteran dan perintis kemerdekaan beserta

keluarganya juga masyarakat umum.

Secara umum, pro kontra seputar RUU BPJS, tidak hanya terjadi antara Pemerintah dan

DPR, tetapi juga dengan kelompok masyarakat yang tergabung dalam SPSI, SPN dan

kelompok buruh terkait hak-hak mereka dalam jaminan sosial tersebut. Pro kontra RUU

BPJS yang terjadi, terutama terkait dengan peleburan 4 BUMN pelaksana jaminan sosial –

PT. Jamsostek, Askes, Asabri dan Taspen. Keempat badan negara yang telah menjalankan

perannya sebagai pelaksana jaminan sosial ini juga adalah badan negara yang menjalankan

fungsi profit sebagai perusahaan yang mencari laba bagi negara yang tentunya akan

menimbulkan persoalan seputar bentuk dan peran BPJS tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan definisi BPJS?

2. Bagaimana transformasi ASKES menjadi BPJS?

3. Apa misi bertransformasi BPJS?

4. Apa saja fungsi BPJS?

5. Apa saja tugas BPJS?

6. Apa wewenang BPJS?

2

Page 3: Definisi BPJS

7. Apa saja hak dan kewajiban BPJS ?

8. Apa definisi JKN ?

9. Apa empat golongan peserta JKN ?

10. Apa saja multi manfaat JKN ?

11. Apa manfaat JKN ?

12. Bagaimana prinsip JKN ?

13. Apa saja kerugian BPJS dan JKN ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi BPJS

2. Mengetahui transformasi BPJS

3. Mengetahui misi bertransformasi

4. Mengetahui fungsi BPJS

5. Mengetahui tugas BPJS

6. Mengetahui wewenang BPJS

7. Mengetahui hak dan kewajiban BPJS

8. Mengetahui definisi JKN

9. Mengetahui empat golongan peserta JKN

10. Mengetahui multi manfaat JKN

11. Mengetahui manfaat JKN

12. Mengetahui prinsip JKN

13. Mengetahui kerugian BPJS dan JKN

3

Page 4: Definisi BPJS

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi BPJS

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN , Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) adalah:

1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1

angka 6)

2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)

3. Pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah

badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak

konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan

yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah satu

pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan

pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial

dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi,

tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti

batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja

kedua BPJS tersebut secara transparan.

B. Transformasi BPJS

1. PT ASKES (Persero)

berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program

jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU BPJS)

2. PT (Persero) JAMSOSTEK

4

Page 5: Definisi BPJS

berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat

(1) UU BPJS)

BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015,

termasuk menerima peserta baru (Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS)

3. PT (Persero) ASABRI

menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran pensiun ke

BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)

4. PT TASPEN (Persero)

menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke BPJS

Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)

Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT (Persero)

JAMSOSTEK tanpa likuidasi. Sedangkan PT (Persero) ASABRI dan PT TASPEN

(Persero) tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS

C. Misi bertransformasi

Setelah ditunjuk menjadi BPJS Kesehatan, PT Askes (Persero) telah berbenah diri

mencanangkan masa transformasi hingga di tahun 2013 ini. Ada beberapa hal yang akan

diperhatikan PT Askes (Persero),  dengan adanya kepercayaan yang diberikan diantaranya

adalah penambahan SDM yang professional, penambahan kantor cabang termasuk di

dalamnya adalah perubahan misi dan visi seiring penambahan keikutsertaan peserta PT

Askes (Persero). Akan ada perubahan setelah PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan.

Peningkatan kualitas layanan dan inovasi akan dikedepankan untuk memberikan yang terbaik

bagi masyarakat Indonesia. PT Askes (Persero) menterjemahkan transformasi itu bukan

hanya struktural tapi juga kultural, itu yang menjadi penting walaupun tidak tertulis di dalam

undang-undang.

Era baru sebagai BPJS Kesehatan menurut Dirut PT Askes (Persero), Fachmi Idris,

adalah keseimbangan perubahan dengan sistem pelayanan yang tetap terjaga dengan baik.

Meski banyak rintangan menuju era baru, transformasi harus terus berjalan dan tak

meninggalkan berbagai persoalan. Menurut Fachmi, pemberlakukan BPJS Kesehatan, PT

Askes (Persero) tak hanya melihat di tahun 2014 saja tetapi juga lebih jauh ke depan sampai

tahun 2019. “Maksud kami adalah pada tahun 2019 mendatang merupakan  cakupan semesta

seluruh rakyat Indonesia memperoleh jaminan kesehatan secara total. Karenanya untuk

5

Page 6: Definisi BPJS

menuju arah sana kami punya dua misi utama. Pertama, menuntaskan transformasi pada 2013

ini dan yang kedua adalah memantapkan jaminan kesehatan yang dikelola bisnis PT Askes

(Persero) tetap bisa tumbuh dan berkembang. Setelah  tahun 2014 layanan PT Askes

(Persero) tak berhenti karena misi pengembangan layanan kesehatan ke masyarakat perlu

dikembangkan terus menerus.  Kami bertransformasi menuju BPJS Kesehatan, bukan

sekadar transformasi struktural, melainkan juga transformasi kultural yang kami anggap

penting. Pemikiran ini sudah kami sepakati sejak Jajaran Direksi ini diangkat,” papar

Fachmi.

Menurut Fachmi, transformasi struktural yang dijalankan PT Askes (Persero)

berlandaskan UU BPJS No.24/2011. Jadi sudah jelas bahwa transformasi yang dijalankan

sudah mencakup pengalihan operasi dan pengalihan korporasi. Pengalihan operasi mengacu

pada perbaikan dan sistem prosedur dengan menyesuaikan UU SJSN No.40/2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Kami menjabarkan setidaknya 365 prosedur harus direvisi,

yang merupakan prosedur internal. Setiap hari secara terus menerus kami lakukan

pemantauan atas perkembangan yang berjalan serta melakukan koordinasi dengan pihak

terkait,” ungkap Fachmi. Selain secara struktural di lingkungan internal, PT Askes (Persero)

menurut Fachmi, juga melihat sosialisasi  dalam transformasi ini menjadi sangat penting.

D. Fungsi BPJS

UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program

jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan

dasar kesehatan.

BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program, yaitu

program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh

manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami

kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta

6

Page 7: Definisi BPJS

menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau

meninggal dunia.

Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip

asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak

pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun

atau mengalami cacat total tetap.

Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan

kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

E. Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;

c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

e. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan

ketentuan program jaminan sosial; dan

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada

peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data

kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari

Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai

pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program

jaminan sosial dan keterbukaan informasi.

Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima

pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

F. Wewenang BPJS

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:

a. Menagih pembayaran Iuran;

7

Page 8: Definisi BPJS

b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang

dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana,

dan hasil yang memadai;

c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja

dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

jaminan sosial nasional;

d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas

kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak

memenuhi kewajibannya;

g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya

dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan

sosial.

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal

terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan

pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS

memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. 

G. Hak dan Kewajiban BPJS

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang menjadi misi Negara

untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak rakyat atas jaminan sosial yang

dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945.

Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu pilar untuk

memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara

RI Tahun 1945. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menentukan 5 jenis program

jaminan social, yaitu program jaminan kesehatan (JK), jaminan kecelakaan kerja (JKK),

jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP) dan jaminan kematian (JKM), yang

8

Page 9: Definisi BPJS

diselenggarakan oleh Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan

transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan.

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dibentuk 2 Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan

menyelenggarakan program JK dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan JKK, JHT, JP,

dan JKM.

PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi 1 Januari

2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program JKK,

JHT, JP, dan JKM bagi peserta selain peserta program yang dikelola PT Taspen (Persero)

dan PT Asabri (Persero) paling lambat 1 Juli 2015. PT (Persero) JAMSOSTEK yang akan

berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.

UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan

kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.

1. Hak BPJS

UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:

a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari

Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial

dari DJSN.

Dalam Penjelasan Pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa yang dimaksud

dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil

pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan operasional

penyelenggaraan program jaminan sosial.

UU BPJS tidak memberikan pengaturan mengenai berapa besaran “dana operasional”

yang dapat diambil dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannnya.

UU BPJS tidak juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut

kepada peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang.

“Dana Operasional” yang digunakan oleh BPJS untuk membiayai kegiatan

operasional penyelenggaraan program jaminan sosial tentunya harus cukup pantas

9

Page 10: Definisi BPJS

jumlahnya agar BPJS dapat bekerja secara optimal, tetapi tidak boleh berlebihan apalagi

menjadi seperti kata pepatah “lebih besar pasak daripada tiang”.

Besaran “dana operasional” harus dihitung dengan cermat, mengunakan ratio yang

wajar sesuai dengan best practice penyelenggaraan program jaminan sosial.

Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program

jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan

balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan

program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak

pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta.

Tentunya DJSN sendiri dituntut untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara

objektif dan profesional untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial yang

optimal dan berkelanjutan, termasuk tingkat kesehatan keuangan BPJS.

2. Kewajiban BPJS

UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:

a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;

Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan

secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi

atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua

program jaminan sosial.

b. Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk sebesar-besarnya

kepentingan peserta;

c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja,

kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;

Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi

mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana

Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran

BPJS.

d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;

e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti

ketentuan yang berlaku;

10

Page 11: Definisi BPJS

f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak

dan memenuhi kewajiban;

g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo JHT dan pengembangannya 1

kali dalam 1 tahun;

h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali dalam 1

tahun;

i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan

berlaku umum;

j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam

penyelenggaraan jaminan sosial; dan

k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala

6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan governance BPJS

sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan sesuai dengan prinsip-prinsip

transparency, accountability and responsibility, responsiveness, independency, dan

fairness.

Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya menyangkut kewajiban

BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang

meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan

kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dengan keterbukaan informasi tersebut diharapkan ke depan BPJS dikelola lebih

transparan dan fair, sehingga publik dapat turut mengawasi kinerja BPJS sebagai badan

hukum publik yang bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan.

H. Definisi JKN

Menuju Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan diberlakukan mulai Januari 2014

nanti, pemerintah perlu segera berbenah, antara lain dengan beroperasionalnya Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan hukum publik yang akan

menyelenggarakan JKN tersebut.

11

Page 12: Definisi BPJS

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan perlindungan kesehatan agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan pada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah. Dalam operasionalnya, JKN akan dikelola oleh BPJS

Kesehatan.

Menurut Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan, Drg. Usman Sumantri, MSc,

beroperasinya BPJS merupakan implementasi dari diberlakukannya UU No 24 tahun 2011

tentang BPJS dan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Dengan telah diundangkannya UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS, maka JKN akan

diakselerasi untuk upaya pencapaian kepesertaan bagi seluruh penduduk. Begitu pula dalam

waktu singkat, hal-hal terkait dengan proses transformasi PT Askes menjadi BPJS Kesehatan

sudah selesai .

I. Empat Golongan Peserta JKN

Seluruh penduduk Indonesia wajib mengikuti program JKN.  Mereka wajib mendaftarkan

diri dan membayar iuran berkala seumur hidup kepada BPJS Kesehatan. 

Berawal dari perbedaan kemampuan membayar iuran, penduduk negeri ini terbagi

menjadi dua golongan, yaitu penduduk yang mampu membayar iuran dan penduduk fakir

miskin.  Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (PerPres JK)

menamai kedua golongan tersebut masing-masing sebagai Penerima Bantuan Iuran Jaminan

Kesehatan (PBIJK) dan Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Bukan PBIJK). 

PBIJK dibebaskan dari kewajiban membayar iuran JKN.  Pemerintah mengambil alih

tanggung jawab itu dan membayarkan iuran JKN dari dana APBN kepada BPJS Kesehatan. 

Sebaliknya, penduduk tergolong Bukan PBIJK wajib menanggung iuran JKN dan

membayarkannya secara mandiri kepada BPJS Kesehatan.

Selanjutnya, Perpres JK membagi penduduk ‘Bukan PBI’ menjadi tiga golongan.  Kali

ini penggolongan berdasarkan karakteristik pekerjaan.  Bukan PBIJK terdiri dari ‘Pekerja

Penerima Upah’, ‘Pekerja Bukan Penerima Upah’, dan ‘Bukan Pekerja’.

Alhasil, Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terbagi atas empat

golongan. 

12

Page 13: Definisi BPJS

PBIJK terdiri dari penduduk yang terdaftar dalam Data Terpadu Fakir Miskin dan Orang

Tidak Mampu.  PP No. 101 Tahun 2012 menetapkan bahwa Data Terpadu ini ditetapkan

enam bulan sekali dalam tahun anggaran berjalan oleh Menteri Sosial.

Pekerja Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah,

atau imbalan dalam bentuk lain.  Penduduk yang tergolong kelompok ini adalah Pegawai

Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non

Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, dan Pekerja lainnya yang menerima upah.

Pekerja Bukan Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko

sendiri.  Penduduk yang tergolong kelompok ini adalah ‘Pekerja Di Luar Hubungan Kerja’

atau ‘Pekerja Mandiri’, dan Pekerja lainnya yang tidak menerima upah.

Bukan Pekerja tidak didefinisikan dalam PerPres JK.  Hanya daftar istilah yang

ditetapkan.  Penduduk yang tergolong Bukan Pekerja adalah Investor, Pemberi Kerja,

Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan penduduk lainnya yang tidak bekerja

dan mampu membayar iuran. 

Penerima Pensiun tidak terbatas pada pekerja yang memperoleh dana pensiun, melainkan

janda, duda, anak yatim piatu yang menerima pensiun.  Semua penerima pensiun wajib

mendaftar dan membayar iuran JKN.

Manfaat JKN sama bagi semua penduduk, mengapa penduduk Indonesia dipecah menjadi

empat golongan?

Klasifikasi peserta JKN semata-mata untuk memudahkan penghitungan besaran iuran dan

pengumpulan iuran. Peserta JKN dipilah ke dalam kelompok yang homogen. Penduduk yang

cara mendapatkan penghasilannya sama bergabung ke dalam satu golongan yang sejenis.

Setiap golongan penduduk berkarakter unik.

Pekerja Penerima Upah menerima pendapatan tetap setiap bulan. Iuran JKN dihitung

proporsional terhadap pendapatan. Iuran ditanggung bersama oleh Pekerja dan Pemberi

Kerja yang biasa kita kenal sebagai pengusaha atau majikan. Pemerintah juga berperan

sebagai majikan bagi PNS, Prajurit TNI, Anggota POLRI. Pemberi Kerja wajib memotong

iuran dari penghasilan bulanan Pekerja lalu menambahkan bagian iuran yang menjadi

tanggung jawab Pekerja untuk disetorkan setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.

Pekerja Bukan Penerima Upah memperoleh pendapatan berbeda dari hari ke hari.

Penghasilannya tergantung omset penjualan, hasil panen, atau banyaknya jasa, bahkan

13

Page 14: Definisi BPJS

dipengaruhi pula oleh perubahan musim, cuaca, atau permintaan pasar. Iuran JKN

ditetapkan nominal yang dihitung dengan formula khusus yang mencerminkan kemampuan

membayar. Pekerja golongan ini wajib membayar sendiri atau secara berkelompok kepada

BPJS Kesehatan.

Bukan Pekerja memperoleh pendapatan tanpa harus bekerja. Investor memodali usaha

dan memperoleh imbal hasil dari mitra usahanya. Penerima pensiun menerima penghasilan

berkala dari hasil tabungan semasa produktif bekerja. Ahli waris menerima santunan berkala

dari dana pensiun suami/istri/orang tua. Investor membayar iuran secara mandiri.

Penyelenggara program pensiun memotong sejumlah dana pensiun untuk iuran JKN dan

disetorkan kepada BPJS Kesehatan. Belum jelas metoda penghitungan besaran iuran bagi

kelompok ini.

Pemerintah membayarkan sejumlah dana yang besarannya ditetapkan nominal per kepala

untuk mensubsidi PBIJK. Menteri Kesehatan mendaftarkan PBIJK kepada BPJS Kesehatan

dan membayarkan iurannya sesuai tatacara penggunaan anggaran Negara.

Setelah penduduk dipilah ke dalam empat golongan, selanjutnya BPJS Kesehatan

mengembangkan strategi pengumpulan iuran untuk masing-masing golongan peserta.

Strategi menuju cakupan semesta Jaminan Kesehatan Nasional.

J. Multi Manfaat JKN

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mempunyai multi manfaat, secara medis dan maupun

non medis. Ia mempunyai manfaat secara komprehensive; yakni pelayanan yang diberikan

bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Seluruh pelayanan

tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya iuran bagi peserta. Promotif dan preventif

yang diberikan bagi upaya kesehatan perorangan (personal care).

JKN menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk, termasuk warga asing

harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi masyarakat

miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut

sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi

peserta JKN pada tahun 2019.

JKN akan dimulai per 1 Januari 2014. Jaminan kesehatan ini merupakan bentuk

perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar

hidupnya yang layak. JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem

14

Page 15: Definisi BPJS

jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi

kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory). Hal ini berdasarkan Undang-Undang

No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

masyarakat yang layak.

JKN bertujuan agar semua pendudukIndonesia terlindungi dalam sistem asuransi untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

Sebagai asuransi kesehatan bersifat sosial, JKN mempunyai prinsip gotong royong. Yang

kaya membantu yang miskin, yang sehat menolong yang sakit. Kepesertaan asuransi ini

bersifat wajib. Mereka yang mampu harus mengiur. Penduduk miskin mendapat bantuan

pemerintah.

Rencananya, 1 Januari 2014, JKN yang menjadi bagian dari sistem jaminan sosial

nasional (SJSN) mulai dilaksanakan di Indonesia. Untuk tahap pertama, sudah dipastikan

menjadi peserta JKN adalah masyarakat tidak mampu yang masuk dalam penerima bantuan

iuran (PBI), anggota TNI/Polri dan pensiunannya , pegawai negeri sipil (PNS) dan

pensiunannya, peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) Jamsostek.

Untuk tahap selanjutnya, seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta JKN agar

mendaftar ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terdekat (dahulu PT

Askes)

Jaminan kesehatan sangat diperlukan saat jatuh sakit. Bisa dibayangkan, jika ada sanak-

famili, tetangga, lingkungan kita yang terkena serangan jantung dan harus masuk di ICU,

muncullah beberapa pertanyaan antara lain, berapa rupiah yang harus disiapkan, apakah si

pasien mempunyai dana untuk membayar biaya pengobatan. Jika tidak punya uang, apakah

ada keluarga yang siap membantu atau majikannya yang menanggung biayanya. Lalu,

bingung harus berbuat apa.

Pada kondisi tertentu, bisa saja ada bantuan dari sanak-famili dan tetangga. Namun tentu

tidak dapat diharapkan terus menerus. Kondisi seperti ini tidak akan terjadi lagi, jika semua

rakyat Indonesia sudah menjadi peserta JKN karena biaya kesehatan sudah teratasi.

Setiap penduduk wajib menjadi peserta JKN, untuk mencapai seluruh rakyat Indonesia

menjadi peserta JKN diperkirakan perlu waktu hingga 2019. Dengan membayar iur JKN

berarti menjalankan prinsip kegotongroyongan. Peserta yang mampu membantu yang tidak

mampu, peserta yang berisiko rendah membantu peserta yang berisiko tinggi, dan peserta

15

Page 16: Definisi BPJS

yang sehat membantu yang sakit, karena itu, iur JKN tidak bisa diambil oleh peserta. Lantas

kemana dan untuk apa saja dana yang terkumpul dari masyakat?

Pada kondisi tertentu, bisa saja ada bantuan dari sanak-famili dan tetangga. Namun tentu

tidak dapat diharapkan terus menerus. Kondisi seperti tidak akan terjadi lagi, jika semua

rakyat Indonesia sudah menjadi peserta JKN karena biaya kesehatan sudah teratasi.

Setiap penduduk wajib menjadi peserta JKN, untuk mencapai seluruh rakyat Indonesia

menjadi peserta JKN diperkirakan waktu hingga 2019. Dengan membayar iur JKN berarti

menjalankan prinsip kegotongroyongan. Peserta yang mampu membantu yang tidak mampu,

peserta yang berisiko rendah membantu peserta yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat

membantu yang sakit, karena itu, iur JKN tidak bisa diambil oleh peserta. Lantas kemana dan

untuk apa saja dana yang terkumpul dari masyakat?

Dana JKN yang dihimpun dan dikelola oleh BPJS Kesehatan merupakan dana amanat

yang dikelola sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan bagi kepentingan peserta. Dana JKN

dikelola secara nirlaba.

Yang juga penting, adalah JKN memberikan jaminan kesehatan berkelanjutan. Meskipun

peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal, selama masih di wilayah Indonesia, tetap

mendapatkan pelayanan yang sama.

Saat ini fasilitas kesehatan yang dimiliki pemerintah otomatis melayani JKN. Sementara

fasilitas kesahatan milik swasta yang dapat melayani JKN jumlahnya terus bertambah. Hanya

tinggal sekitar 30% saja yang belum bergabung.

Walaupun sudah ada JKN, masyarakat tetap wajib menjaga kesehatannya. Selain itu,

masyarakat harus mematuhi aturan yang diterapkan dalam pelaksanaan JKN. Misalnya,

mematuhi sistem rujukan mulai dari pelayanan tingkat pertama di Puskesmas. Tidak semua

penyakit harus disembuhkan di rumah sakit.

K. Manfaat JKNAda 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat

non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien

rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS

Kesehatan.

Paket manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensive sesuai

kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat paripurna (preventif,

16

Page 17: Definisi BPJS

promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta.

Promotif dan preventif yang diberikan dalam konteks upaya kesehatan perorangan (personal

care).

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada

yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat

penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin meliputi:

1. Tidak sesuai prosedur

2. Pelayanan diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS

3. Pelayanan bertujuan kosmetik

4. General check up, pengobatan alternatif

5. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi

6. Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencana

7. Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri

Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba

L. Prinsip JKN

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip asuransi sosial sesuai dengan amanat

UU SJSN, yaitu; Nirlaba, wajib membayar iuran, gotong royong, portabilitas, equalitas dan

transparan akuntabel, effektif effisien serta dana yang dikelola sepenuhnya digunakan untuk

manfaat sebesar-besarnya bagi peserta JKN.

Kepesertaan bersifat wajib, artinya semua penduduk termasuk warga negara asing yang

bekerja dan tinggal lebih dari 6 (enam) bulan harus ikut menjadi peserta JKN. Seluruh

peserta harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu. Mereka iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta

yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Perubahan data PBI akan di

upadte setiap 6 (enam) bulan sekali.

Untuk menjadi peserta JKN, masyarakat dapat mendaftarkan diri melalui pemberi kerja

dan pekerjanya kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) atau PT Askes

terdekat. Sedangkan bagi peserta PBI, pendaftaran peserta dilakukan oleh pemerintah.

JKN di Indonesia, penerapannya melalui mekanisme asuransi sosial dengan prinsip

kendali biaya dan mutu. Yakni integrasinya pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya

yang terkendali. Keuntungan memiliki asuransi kesehatan sosial selain premi yang

17

Page 18: Definisi BPJS

terjangkau dengan manfaat komprehensif, kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang

berkelanjutan (sustainabilitas) dan dapat dilayani di seluruh wilayah Indonesia ( portabilitas).

M. Kerugian BPJS dan JKN

Beberapa hal masih menjadi tanda tanya besar jika JKN ini mulai diimplementasikan

secara bertahap per 1 Januari 2014 nanti. Apakah dengan kebijakan JKN, implementasi

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di negara kita akan semakin lebih baik atau lebih buruk?

Lalu sejauh mana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN) memberikan manfaat yang luas untuk kepentingan bangsa, terutama hak-

hak rakyat di bidang kesehatan yang telah dijamin oleh konstitusi kita? Lembaga MER-C

sebagai organisasi sosial kemanusiaan memandang sangat penting atas kebijakan JKN ini

karena menyangkut kemashalatan umat dan bangsa Indonesia. Kemashalatan di bidang

kesehatan juga harus berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan dan bebas dari

penjajahan.

Sebenarnya JKN merupakan solusi terbaik dalam mengatasi masalah pembiayaan

kesehatan bagi rakyat Indonesia. Kebijakan JKN ini menjadi suatu solusi yang memberikan

kepastian bagi masyarakat, terutama kepastian pembiayaan kesehatan bagi golongan tidak

mampu/miskin. Namun kebijakan ini harus sinergis dan terpadu dengan subsistem kesehatan

nasional lainnya, tidak berjalan sendiri, dan tidak saling bertentangan. Yang paling penting

adalah JKN harus menjadi kebijakan yang independen (merdeka), bebas dari kepentingan

apapun (apalagi kepentingan asing), kecuali hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan

rakyat Indonesia yang setinggi-tingginya.

Kebijakan JKN harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam SKN di Indonesia. Di

dalam perjalanannya kebijakan SKN ini telah mengalami perubahan yang sangat dipengaruhi

oleh situasi kondisi politik dan transisi kepemimpinan di negara kita. Di era orde baru,

kebijakan SKN diatur di dalam SK Menteri Kesehatan No. 999/1982 yang menjadi masukan

besar atas disusunnya UU No. 23/1992 tentang Kesehatan. Sedangkan di era reformasi,

kebijakan SKN harus berganti beberapa kali, mulai dari SK Menkes No.

131/Menkes/SK/II/2004, SK Menkes No. 374/Menkes/SK/V/2009, dan yang terakhir dengan

Peraturan Presiden (PerPres) No. 72/2012. Jika kita analisis, kebijakan SKN semakin jauh

dari sistem yang baik, dapat diandalkan, serta semakin dipenuhi retorika kesehatan belaka.

18

Page 19: Definisi BPJS

Walaupun SKN menyinggung masalah jaminan kesehatan, tidak serta merta kebijakan JKN

mempertimbangkan SKN.

Saat ini kebijakan SKN diatur di dalam aturan yang lebih tinggi, yakni PerPres No.

72/2012 sesuai dengan amanah UU No.36/2009 tentang Kesehatan. Sedangkan kebijakan

JKN diatur di dalam aturan yang setingkat dengan SKN, yakni PerPres No. 12/2013 sesuai

dengan amanah UU No. 40/2004 tentang SJSN dan UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS.

Pasal 13 dari UU Kesehatan mengamanahkan agar disusun tata cara penyelenggaraan SJSN

di dalam suatu peraturan perundang-undangan. Faktanya, UU SJSN sendiri sudah disahkan 5

tahun sebelum UU Kesehatan. UU BPJS sama sekali tidak menyebutkan UU Kesehatan

sebagai alasan pertimbangan hukumnya. UU BPJS disusun hanyalah atas dasar UU SJSN.

Tidak dimasukkannya UU Kesehatan sebagai pertimbangan hukum UU BPJS merupakan

bukti awal bahwa kebijakan jaminan sosial ‘mengingkari’ kebijakan kesehatan di Indonesia.

Ini menjadi tanda tanya besar dalam implementasi pembangunan jangka panjang di bidang

kesehatan.

Menurut dr. Rizky Adriansyah, Ketua Divisi Kajian MER-C Indonesia . kalau dianalisis

PerPres No.12/2013 tentang JKN tersebut juga sama sekali tidak menjadikan kebijakan SKN

sebagai dasar pertimbangan hukumnya. Padahal kebijakan SKN telah disahkan satu tahun

sebelum kebijakan JKN. Artinya, kebijakan JKN ini sudah berdiri sendiri dan terpisah dari

kebijakan SKN. Hal ini berdampak luas dalam implementasi pembangunan kesehatan di

Indonesia yang seharusnya terpadu, berkesinambungan, adil, merata, dan merdeka.

Kebijakan JKN dilaksanakan melalui suatu rencana paksa yang semakin jauh meninggalkan

pembangunan di bidang kesehatan lainnya, terutama di bidang pelayanan kesehatan dan

sumber daya kesehatan. Pemerintah kita sedang berkhayal jika kebijakan JKN ini diterapkan

sesegera mungkin, maka masalah pelayanan kesehatan dapat terselesaikan.

1. Kebijakan JKN mengingkari UUD 1945 ?

Berdasarkan pasal 28H ayat 1 UUD 1945, setiap orang berhak memperoleh pelayanan

kesehatan. Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak

mendapat perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna

mencapai persamaan dan keadilan. Pasal 28H ayat 3 menjelaskan bahwa setiap orang

berhak atas jaminan sosial. Ketiga ayat dari pasal 28H tersebut memiliki kedudukan

hukum yang sama dalam konstitusi negara kita. Pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

19

Page 20: Definisi BPJS

harus menjadi kebijakan yang saling mendukung dan terpadu, tidak berjalan sendiri, dan

bukan saling mengingkari. Kalau kita gabung ketiga ayat ini, maka kita bisa

menginterpretasikan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan dengan

perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan melalui suatu jaminan sosial.

Kemudian pada pasal 34 ayat 2 UUD 1945 menegaskan kewajiban negara untuk

mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat

yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pada pasal yang

sama, pasal 34 ayat 3 UUD 1945 menyatakan negara bertanggung jawab atas fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Kedua ayat pada pasal 34

tersebut juga memiliki kedudukan hukum yang sama dalam konstitusi negara kita.

Jaminan sosial harus didukung oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan

umum yang layak, tidak berjalan sendiri, dan tidak saling mengingkari. Kalau kita

gabung kedua ayat tersebut, maka kita bisa menginterpretasikan bahwa negara wajib

mengembangkan jaminan sosial dengan dukungan fasilitas pelayanan kesehatan dan

fasilitas pelayanan umum yang layak.

Program JKN sebenarnya ‘adik kandung’ dari program SKN dalam arah tujuan

pembangunan kesehatan di Indonesia. Namun sepertinya program JKN ini seperti

‘dianak-emaskan’, sedangkan Program SKN lainnya ‘dianak-tirikan’ oleh Pemerintah.

Program JKN berlari super cepat meninggalkan program pembangunan bidang kesehatan

lainnya yang berjalan merangkak. Kebijakan JKN hanyalah salah satu wujud sistem

jaminan sosial, bukan kebijakan yang khusus dan tidak lebih istimewa dari kebijakan

kesehatan lainnya yang diamanahkan oleh UUD 1945, seperti pembangunan di bidang

pelayanan kesehatan (pasal 28H) dan penyediaan fasilitas kesehatan (Pasal 34 ayat 3).

Kebijakan JKN dilaksanakan secara tersentral melalui BPJS Kesehatan, sedangkan

kebijakan SKN dilaksanakan secara desentralisasi dengan mempertimbangkan otonomi

daerah.

2. BPJS Kesehatan sebagai “Majikan Baru” bagi kesehatan rakyat Indonesia

Persoalan mendasar lainnya adalah JKN akan dikelola oleh BPJS Kesehatan yang

bersifat sentralistik melalui dukungan anggaran yang jauh lebih besar, sedangkan SKN

diselenggarakan oleh Pemerintah yang bersifat desentralistik melalui Otonomi Daerah

20

Page 21: Definisi BPJS

(Otda) dan tugas perbantuan. Ini sangat kontradiktif yang menunjukkan kebijakan JKN

sudah terlepas dari kebijakan SKN. PerPres No. 72/2012 menegaskan bahwa

penyelenggaraan SKN memerlukan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan

sinergisme yang dinamis, baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan

subsistem di luar SKN. Ini tidak akan terjadi karena dengan JKN yang sangat ‘superior’

dibandingkan kebijakan SKN.

BPJS memiliki kewenangan yang sangat besar sebagaimana diatur di dalam UU

BPJS. BPJS Kesehatan bertugas bukan hanya mengumpulkan, menerima, serta mengelola

dana dan data peserta BPJS, tapi melakukan kontrak kerja terhadap seluruh pemilik

fasilitas kesehatan (pemerintah maupun swasta). Atas dasar ketidakmerataan tenaga

kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, maka BPJS memberikan beberapa pilihan

kontrak kerja kepada pemilik kesehatan secara sepihak jika ingin melayani pasien peserta

BPJS. Begitu juga terhadap peserta bukan PBI, pilihan-pilihan skala besaran iuran akan

menempatkan BPJS sebagai “Majikan Baru” bagi kesehatan bangsa.

Pemerintah pusat sebagai pemilik fasilitas kesehatan pusat dan pemerintah daerah

sebagai pemilik fasilitas kesehatan daerah diharuskan menandatangani “kontrak kerja”

dan diwajibkan membayar iuran PBI dan non-PBI (yang selama ini ditangani PT.

ASKES) kepada BPJS Kesehatan. Sementara di sisi lain pemerintah lalai dalam

kewajibannya memenuhi pelayanan kesehatan yang adil, merata, dan merdeka bagi

rakyat Indonesia. Apalagi kebanyakan pemerintah daerah yang hanya menjadikan isu

kesehatan sebagai pencitraan politik tanpa melakukan aksi nyata bagi masyarakatnya.

Mungkin tidak satupun pemerintah daerah yang mengalokasikan APBD nya sebesar

minimal 10% untuk belanja kesehatan.

Rakyat diberikan informasi oleh media-media (baik cetak dan elektronik) yang

seakan-akan BPJS menjadi penyelamat atas buruknya pelayanan kesehatan yang selama

ini terjadi. Kebijakan JKN diopinikan sebagai kebijakan “pengobatan gratis” yang

berlaku di seluruh Indonesia. Apakah rakyat Indonesia mengerti bahwa program JKN ini

dibiayai negara? Apakah sebagian rakyat Indonesia telah memahami bahwa untuk

terselenggaranya JKN, diperlukan sistem-sistem kesehatan lainnya? Apakah sudah ada

standar pelayanan kesehatan? Apakah tenaga kesehatan berkompeten telah mencukupi

sesuai rasio penduduk? Apakah fasilitas pelayanan kesehatan yang telah dibangun sesuai

21

Page 22: Definisi BPJS

kebutuhan masyarakat secara merata dan terjangkau? Apakah pelayanan kesehatan yang

diberikan akan adil dan bermutu?

Bagi tenaga medis yang peduli terhadap nasib kesehatan bangsanya, BPJS kesehatan

merupakan penjajah baru dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Tenaga kesehatan di

fasilitas kesehatan dasar ‘ditidurkan’ oleh informasi akan mendapat jasa yang besar jika

jumlah orang sakit yang berobat sedikit. Sedangkan tenaga kesehatan di fasilitas

kesehatan rujukan semakin ‘dihantui’ atas kekhawatiran banyaknya pasien rujukan.

Seperti candaan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, ini namanya tenaga kesehatan dibunuh

pelan-pelan. Sewaktu-waktu BPJS boleh saja memutuskan “kontrak kerja” secara sepihak

dengan tenaga kesehatan. Kontrak kerja ini sama saja seperti “penjara besar”. Tenaga

kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll) dipaksa untuk bekerja optimal dengan fasilitas

kesehatan yang masih banyak belum layak.

Tenaga medis melalui organisasi profesinya (IDI, PDGI, IBI, dan PPNI) yang

seharusnya menjadi lokomotif pelayanan kesehatan bangsa, namun peran ini ‘dikecilkan’

oleh pemerintah melalui program SJSN bidang kesehatan. Tuntutan organisasi profesi

untuk menaikkan anggaran kesehatan hanya mampu mengeluarkan sedikit ‘kotoran

telinga’ pemerintah, tapi tak mampu memberikan advokasi yang kuat untuk merubah

kebijakan pemerintah tersebut. Pemerintah tak bergeming ketika ada protes tentang

anggaran belanja kesehatan yang jauh lebih kecil dari angka 5%. Pemerintah telah me-

ninabobok-kan seluruh organisasi profesi bahwa “ibu tiri” yang bernama BPJS itu akan

mampu mengatasi masalah anggaran belanja kesehatan yang sangat rendah tersebut.

Di dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa pembangunan kesehatan

diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, keseimbangan, perlindungan penghormatan

terhadap hak dan kewajiban, keadilan, perikemanusiaan, gender, dan nondiskriminatif.

Kemudian hak rakyat atas kesehatan yang telah diatur di dalam UUD 1945 tersebut,

dipertegas di dalam UU Kesehatan.

1. Hak atas kesehatan (pasal 4)

2. Hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan (pasal 5

ayat 1)

22

Page 23: Definisi BPJS

3. Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau (pasal 5 ayat

2)

4. Hak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang

diperlukan bagi dirinya (pasal 5 ayat 3)

5. Hak untuk mendapat lingkungan yang sehat (pasal 6)

6. Hak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan

bertanggung jawab (pasal 7)

7. Hak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya (pasal 8)

Faktanya di dalam PerPres No. 12/2013 tentang JKN, beberapa pasal bersifat

diskriminatif, tidak menghormati hak-hak kesehatan rakyat terutama masyarakat miskin,

serta tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia

saat ini.

1. Manfaat jaminan kesehatan yang tidak terikat dengan besaran iuran, hanyalah manfaat

medis. Sedangkan manfaat non medis, yakni akomodasi dan ambulans, ditentukan

berdasarkan skala besaran iuran yang dibayar (pasal 20).

Ini artinya, kebijakan ambulans sebagai bagian dari sumber daya kesehatan / fasilitas

pelayanan kesehatan bertentangan dengan asas nondiskriminatif, keseimbangan, dan

keadilan. Kebijakan ambulans ini bertentangan dengan pasal 28H dan pasal 34 ayat 2

UUD 1945, serta Pasal 54 UU No.36/2009 tentang Kesehatan. Ada beberapa

kekhawatiran atas kebijakan ambulans ini, yakni:

a. Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia tidak merata dan tidak semuanya memiliki

ambulans terutama di daerah pelosok negeri, apalagi jika digunakan kriteria ambulans

yang layak, bermutu, dan terstandar. Dampaknya, masyarakat tidak memperoleh hak

yang sama atas akses ambulans sebagai bagian dari sumber daya kesehatan,

sebagaimana pasal 5 ayat 1 UU No.36/2009 tentang Kesehatan. Lalu dimana

tanggung jawab pemerintah atas ketersediaan ambulans yang adil dan merata, seperti

yang dimaksud pasal 15 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan?

b. Fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta akan

memberikan beban kepada pasien atas biaya ambulans tersebut yang tidak ditanggung

di dalam jaminan kesehatan. Kebijakan ini rawan terhadap praktek mafia bisnis

ambulans yang sampai saat ini sering terjadi di rumah sakit. Masyarakat miskinlah

23

Page 24: Definisi BPJS

yang paling terkorbankan atas kebijakan ini. Walaupun beberapa partai politik dan

organisasi kemasyarakatan banyak memberikan jasa ambulans gratis sebagai bagian

‘pencitraan’, namun kebijakan ini merupakan bentuk kurangnya tangggung jawab

pemerintah.

c. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan

kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Hal ini berarti pemerintah

menambah kewenangan BPJS Kesehatan yang sudah terlalu besar itu sebagaimana

telah diatur oleh UU No. 24/2011 tentang BPJS. Jika kebijakan rujukan ini juga

ditetapkan oleh BPJS Kesehatan, apa fungsi regulator dari Pemerintah khususnya

Kementerian Kesehatan?

Manfaat akomodasi yang ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan

seperti dimaksud pasal 20 ayat 5 tersebut adalah layanan rawat inap. Ini pengklasifikasian

yang aneh. Bagaimana mungkin layanan rawat inap dikategorikan sebagai akomodasi dan

bagian dari manfaat non-medis? Ini kebijakan ‘akal-akalan’ untuk menyiasati sistem

kapitasi yang akan diberlakukan dalam SJSN, di tengah-tengah ketidakmerataan tenaga

kesehatan dan fasilitas kesehatan. Dampak buruknya adalah hak-hak kesehatan rakyat

miskin akan semakin terkorbankan. Pelayanan kesehatan di Indonesia akan menjadi

semakin tidak adil, tidak merata, dan terjajah.

Pasal 23 juga semakin menegaskan sistem pelayanan kesehatan yang selama ini

sudah diskriminatif. Masyarakat miskin yang ditetapkan sebagai Penerima Bantuan Iuran

(PBI) harus rela dirawat di ruang kelas III, itupun kalau ada tempat tidur. Jika tak ada

tempat tidur, bersiap-siaplah masyarakat miskin akan dirawat di lorong-lorong rumah

sakit. Hal ini sudah terlihat di Ibukota dengan program KJS (Kartu Jakarta Sehat) yang

sebagian kalangan menganggap program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini sebagai

miniatur program JKN. Belum adanya kebijakan sistem rujukan yang baik menambah

rumitnya masalah pelayanan kesehatan di Indonesia yang sudah semrawut.

2. Bagi pasien yang menginginkan perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat

meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar

selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan (Pasal 24). Kemudian di pasal

yang lain, BPJS Kesehatan dan penyelenggara asuransi kesehatan tambahan dapat

24

Page 25: Definisi BPJS

melakukan koordinasi dalam memberikan manfaat atas hak perlindungan program

asuransi kesehatan tambahan (Pasal 27 ayat 2).

Pasal ini memberikan peluang yang sangat besar bagi bisnis asuransi kesehatan

swasta yang selama ini telah menjamur di Indonesia. Kebijakan JKN yang digembar-

gemborkan akan menghambat bisnis asuransi kesehatan swasta hanyalah omong kosong

belaka. Yang terjadi adalah pemerintah membiarkan terjadinya liberalisasi pelayanan

kesehatan di Indonesia. Kita bisa melihat fakta-faktanya dalam 10 tahun terakhir ini.

Asuransi kesehatan swasta tumbuh subur, rumah sakit berbasis bisnis yang dimiliki para

konglomerat beroperasi sangat cepat di beberapa kota besar Indonesia, bisnis farmasi

dengan praktek-praktek mafia dan kolusinya, komersialisasi pendidikan kedokteran dan

tenaga kesehatan lainnya, serta masih banyak lagi.

UU Kesehatan memang tidak menjelaskan secara khusus tentang jaminan kesehatan,

hanya disinggung tentang pembiayaan kesehatan. Pemerintah diwajibkan untuk

mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal 10% APBD untuk kesehatan (diluar gaji

tenaga kesehatan). Sekurang-kurangnya 2/3 anggaran tersebut dipiroritaskan untuk

kepentingan pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan

anak terlantar. Faktanya sejak diundang-undangkannya tahun 2009 sampai saat ini,

pemerintah dan pemerintah daerah terus membohongi rakyat Indonesia. Anggaran kesehatan

tidak pernah mencapai 5% (apalagi 10%) dan tetap diingkari di dalam RAPBN 2014 yang

baru saja ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Jika volume belanja negara tahun 2014 ditargetkan sebesar Rp 1230,3 triliun, maka

seharusnya minimal 5% (Rp 61,5 triliun) seharusnya dibelanjakan untuk kesehatan oleh

pemerintah pusat. Tapi itu tidak pernah dan tidak akan terjadi. Faktanya, pemerintah hanya

merencanakan anggaran belanja kesehatan sebesar Rp 12,2 triliun atau tidak mencapai 1%.

Pemerintah menyatakan anggaran belanja negara terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya, namun faktanya anggaran belanja untuk kesehatan sangat menurun dibandingkan

tahun 2013 (Rp 17,5 triliun). Buat rakyat Indonesia, jangan bermimpi anggaran belanja

kesehatan akan mencapai minimal 5%. Anggaran belanja kesehatan masih jauh lebih kecil

dibandingkan untuk membayar bunga utang negara sebesar Rp 113 triliun atau sekitar 6,5%

dari total belanja negara tahun 2013. Ini juga memprihatinkan bahwa APBN hanya mampu

25

Page 26: Definisi BPJS

membayar bunga utang negara dan sepertinya belum ada niat untuk melunasi utang itu

sendiri.

Pada APBN 2013, pemerintah hanya mengeluarkan belanja negara di bidang kesehatan

sebesar Rp 17,5 triliun atau hanya sekitar 1,51%. Anggaran belanja negara semakin

meningkat tajam, tapi persentase anggaran kesehatan semakin menurun. Jika dilihat 5 tahun

terakhir, anggaran kesehatan sebesar 2,0% (2008), 2,5% (2009), 2,7% (2010), 1,6% (2011),

dan 1,5% (2012). Pemerintah mengaburkan angka ini dengan menyatakan anggaran belanja

kesehatan mengalami pertumbuhan rerata sebesar 4,5% per tahun, sejak 2008 – 2013. Fakta

yang sebenarnya adalah anggaran belanja kesehatan meningkat setiap tahunnya, tapi jika

dibandingkan persentase dari total anggaran belanja setiap tahunnya, nilainya justru

mengalami penurunan. Inilah pengingkaran pemerintah terbesar terhadap amanah Pasal 171

UU No.36/2009 tentang Kesehatan.

Bagaimana dengan program jaminan kesehatan selama ini? Pada tahun 2013, pemerintah

hanya mengalokasikan anggaran Rp 1 triliun untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas

dan Rp 7,1 triliun untuk pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit dengan sasaran

86,4 juta masyarakat miskin melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Di samping itu juga ada Program Keluarga Harapan (PKH) di bawah koordinasi kementerian

sosial sebesar Rp 3,6 triliun. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan program bantuan sosial

lainnya, seperti bantuan pendidikan melalui program pendidikan BOS, BOMM, dan BSM

(Rp 19,2 triliun), PNPM Mandiri (Rp 11,5 triliun), dan BLSM (Rp 9,3 triliun).

Pada tahun 2014, pemerintah menempatkan pelaksanaan SJSN bidang kesehatan sebagai

prioritas utama, jauh mengalahkan program-program kesehatan lainnya. Sasaran yang ingin

dicapai dengan implementasi SJSN tersebut adalah meningkatnya jumlah penduduk yang

mendapat subsidi bantuan iuran jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta jiwa. Angka ini

sebenarnya tidak berubah dibandingkan sasaran program jamkesmas yang berakhir tahun

2013. Pelaksanaan SJSN bidang kesehatan menjadi program ‘primadona’ sedang dikemas

sedemikian rupa seakan-akan program ini mampu meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan dan pemerataan fasilitas kesehatan. Padahal SJSN hanyalah satu subsistem yang

tidak boleh berdiri lebih tinggi dibandingkan subsistem kesehatan lainnya.

26

Page 27: Definisi BPJS

Beberapa hal lainnya di dalam APBN 2014 yang sangat menyakitkan hati tenaga

kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll) di Indonesia adalah pemerintah menyampaikan

beberapa indikator kinerja :

1. Tercapainya puskesmas yang menjadi puskesmas perawatan di perbatasan dan pulau-

pulau kecil terluar berpenduduk sebesar 96% dan persentase rumah sakit kabupaten/kota

yang mampu melaksanakan obstetrik neonatal emergensi komprehensif (PONEK)

sebesar 100%. Fakta yang tidak dijelaskan adalah hanya 7,4% dari 9000 lebih puskesmas

di seluruh Indonesia yang mempunyai dokter. Ada 746 RSU pemerintah, 126 RS tak

memiliki dokter SpPD, 139 RS tak miliki dokter SpB, 167 RS tak miliki dokter SpA, dan

117 RS tak miliki dokterr SpOG.

2. Tercapainya persentase tenaga kesehatan yang profesional dan memenuhi standar

kompetensi sebesar 90% dan jumlah tenaga kesehatan yang mengikuti internship

sebanyak 4000 orang. Fakta yang tidak dijelaskan adalah tenaga kesehatan tersebut

tersebar sangat tidak merata di seluruh Indonesia dan dokter Internship sebesar 4000

orang (apakah ini benar?) tersebut hanya digaji 1,2juta per bulan. Sungguh kebijakan

internship ini adalah bagian dari perbudakan yang diselubungi istilah ‘magang’ dan

sangat tidak berperikemanusiaan.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, mari kita tolak pelaksanaan SJSN bidang kesehatan

pada 1 Januari 2014. Kita siap menerima dan mensukseskan implementasi SJSN bidang

kesehatan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi:

1. Alokasi anggaran belanja kesehatan harus sebesar minimal 5% sebagaimana amanah UU

No.36/2009 tentang Kesehatan.

2. Seluruh perangkat (pemerintah dan pemerintah daerah) dan sistem yang berperan dalam

pembangunan kesehatan harus berjalan secara sinergis, terpadu, dan berkesinambungan

dalam upaya untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Kebijakan JKN harus berjalan ‘satu irama’ dengan kebijakan-kebijakan prioritas

kesehatan lainnya.

3. Prioritas pembangunan kesehatan diutamakan kepada pemerataan sumber daya kesehatan

(fasilitas dan tenaga kesehatan) sesuai dengan tingkat keterjangkauan masyarakat serta

mendukung sistem rujukan yang baik.

27

Page 28: Definisi BPJS

4. Penghapusan kerja paksa terhadap dokter Internship. Para dokter Internship harus

diberikan gaji yang manusiawi yang memiliki hak yang sama dengan dokter-dokter

lainnya. Masalah kompetensi dokter Internship adalah tanggung jawab institusi

pendidikan kedokteran dan organisasi profesi.

5. Pemerintah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi tenaga kesehatan dalam

program PTT (pegawai tidak tetap), tidak menggunakan sistem antrian yang terjadi dalam

beberapa tahun belakangan ini. Langkah ini tetap diupayakan sebagai upaya pemerataan

tenaga kesehatan ke seluruh pelosok.

6. Pemerintah bersama organisasi profesi sesegera mungkin untuk menyelesaikan

penyusunan Panduan Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) sebagai acuan bagi seluruh

fasilitas dan tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.

7. Presiden harus membuat PerPres tentang pembentukan Badan Pertimbangan Kesehatan

Nasional (BPKN) baik ditingkat pusat maupun di provinsi dan kabupaten/kota (BPKD)

guna membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan kesehatan

sebagaimana amanah UU Kesehatan.

8. Selama penundaan implementasi SJSN dan BPJS, pemerintah wajib untuk terus

komitmen dalam melaksanakan program Jamkesmas, ASKES, dan Jamsostek, serta

Jamkesda bagi pemerintah daerah.

Kebijakan SJSN dan BPJS Dibiayai Hutang Luar Negeri

Bukan mustahil bahwa BPJS akan bekerja sesuai pesanan ataupun kepentingan asing. Ini

berdasarkan dugaan kuat bahwa lahirnya kebijakan JKN ini dibiayai oleh utang dari lembaga

internasional yang bernama Asian Development Bank (ADB). Lembaga ini menyetujui

pinjaman sebesar 1,4 Milyar US Dollar yang digelontorkan dalam 2 tahap untuk Program

Tata Kelola Keuangan dan Reformasi Jaminan Sosial (Financial Governance and Social

Security Program/FGSSR). Tahap I sebesar 250 juta USD diberikan pada periode 2002 -

2003, sebagaimana tercatat di dalam dokumen ADB bernomor 33399 tahun 2001. Sebagian

utang ini diperuntukkan untuk mendukung penyusunan UU SJSN. Jika kita anggap 1 USD =

Rp 10 ribu maka utang kepada ADB adalah Rp 2500 triliun, jumlah ini 2 kali lipat dari

APBN 2014. Belum lagi sisanya dalam tahap II yang memang diperuntukkan untuk

restrukturisasi jaminan sosial.

28

Page 29: Definisi BPJS

Indonesia diwajibkan membayar bunga dengan biaya komitmen sebesar 0,75% per

tahun dan front end fee sebesar 1%. Di dalam kesepakatannya, ADB berhak melakukan

audit terhadap penggunaan utang dan melakukan validasi serta verifikasi terhadap

kebijakan perizinan di Indonesia. Sebagai pelaksana penggunaan anggaran ini adalah

kementerian keuangan yang saat itu dijabat Boediono. ADB menyetujui utang ini setelah

menerima Surat Permohonan yang ditandatangani Surat Menteri Keuangan No.

S-370/MK.06/2002 tanggal 14 Nov 2002. Kemudian pada tanggal 10 Desember 2002,

ADB menyetujui permohonan utang tersebut. Menteri yang sudah menjabat sebagai

Wapres ini pun terus mengupayakan agar maksud dan tujuan utang ini terealisasi.

Implikasi besar dalam jangka pangang dari program JKN dibiayai oleh utang adalah

pelayanan kesehatan kita belum merdeka. Kemerdekaan hanya baru secara fisik yang

telah diraih pada tanggal 17 Agustus 1945. Aspek pembangunan untuk mengisi

kemerdekaan tersebut, kenyataannya masih terjajah tanpa kecuali pembangunan di

bidang kesehatan. Memang sangat menyedihkan bahwa negara ini dipimpin oleh orang-

orang yang memperbanyak utang. Program JKN yang sangat baik harus kita hadapi

dengan buah simalakama. Kita tolak secara keseluruhan, berarti membiarkan masyarakat

miskin tidak mendapatkan haknya atas pelayanan kesehatan. Kita terima, berarti ikut

serta mensukseskan berjalannya utang negara yang sangat mencekik.

Atas dasar ini semua, dr.Rizky Adriansyah lebih menawarkan opsi untuk menunda

implementasi BPJS Kesehatan. Kebijakan JKN baru bisa dilaksanakan secara

keseluruhan, apabila pemerintah konsisten dan komitmen dengan amanah UU Kesehatan

yang mengharuskan minimal 5% anggaran belanja untuk pembangunan kesehatan. Jika

APBN 2014 sulit untuk dirubah maka setidaknya implementasi JKN dilaksanakan pada

awal 2016, setelah pemerintah merealisasikan anggaran belanja untuk kesehatan sebesar

5% dari total APBN. Setahap demi setahap, pemerintah daerah juga didorong untuk

berkomitmen dengan anggaran kesehatan sebesar 10% dari total APBD. dr. Rizky

Adriansyah yakin, universal health coverage tetap akan mampu tercapai di tahun 2019.

29

Page 30: Definisi BPJS

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN , Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) adalah:

4. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1

angka 6)

5. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)

6. Pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah

badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

Ada 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat

non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien

rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS

Kesehatan.

Paket manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensive sesuai

kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat paripurna (preventif,

promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta.

Promotif dan preventif yang diberikan dalam konteks upaya kesehatan perorangan (personal

care).

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada

yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat

penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin meliputi:

8. Tidak sesuai prosedur

9. Pelayanan diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS

10. Pelayanan bertujuan kosmetik

11. General check up, pengobatan alternatif

12. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi

30

Page 31: Definisi BPJS

13. Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencana

14. Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri

Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba

Disamping beberapa manfaat diatas, masih banyak timbul kontra dari beberapa pihak

mengenai BPJS dan program JKN, salah satunya adalah UU Kesehatan memang tidak

menjelaskan secara khusus tentang jaminan kesehatan, hanya disinggung tentang pembiayaan

kesehatan. Pemerintah diwajibkan untuk mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal

10% APBD untuk kesehatan (diluar gaji tenaga kesehatan). Sekurang-kurangnya 2/3

anggaran tersebut dipiroritaskan untuk kepentingan pelayanan publik, terutama bagi

penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar. Faktanya sejak diundang-

undangkannya tahun 2009 sampai saat ini, pemerintah dan pemerintah daerah terus

membohongi rakyat Indonesia. Anggaran kesehatan tidak pernah mencapai 5% (apalagi

10%) dan tetap diingkari di dalam RAPBN 2014 yang baru saja ditandatangani oleh Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono.

B. Saran

Kita yang menjadi tenaga kesehatan, seharusnya lebih kritis dalam menilai kebijakan-

kebijakan pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan ranah kesehatan. Karena

bagaimanapun kita adalah motor penggerak dari kebijakan-kebijakan atau program tersebut.

31

Page 32: Definisi BPJS

Daftra Pustaka

http://birokrasi.kompasiana.com/2013/11/25/bpjs-sebagai-badan-penjara-jaminan-sosial-bagi-

kesehatan-bangsa-613832.html (diakses tanggal 29 Desember 2013)

http://www.jamsosindonesia.com (diakses tanggal 29 Desember 2013)

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=ants_1309000001 (diakses tanggal 29 Desember

2013)

http://www.ptaskes.com/read/askes-road-to-bpjs (diakses tanggal 29 Desember 2013)

32