perilaku kolektif
-
Upload
adlia-nindya-ghassani -
Category
Documents
-
view
814 -
download
3
Transcript of perilaku kolektif
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat berperilaku dengan berpedoman pada aturan
norma dan perilaku yang ada dalam masyarakat. Biasanya perilaku ini sangat
dominan dengan institusi yang ada dalam lingkungan sekitar, semisal di lingkungan
pasar dituntut dalam institusi di bidang ekonomi, inilah yang sering disebut dengan
konformitas. Akan tetapi hal ini sering diselewengkan, dan inilah yang disebut dengan
penyimpangan sosial.
Perilaku sosial merupakan hal terpenting dalam suatu sosialisasi kehidupan,
tak sedikitpun seseorang mengelak akan keberadaan perilaku sosial di sekitar kita.
Oleh karena itu, kehidupan di masyarakat sangat sarat dengan perilaku sosial, baik itu
perilaku sosial yang individualis maupun kolektif. Keberadaan perilaku ini membawa
dampak tersendiri bagi dunia sosial yakni penyimpangan dari perilaku sosial tersebut.
Keberadaan perilaku kolektif membawa dampak besar bagi kehidupan sosial
masyarakat, dan banyak perilaku-perilaku ini yang tidak sesuai dengan norma-norma
institusi atau lembaga masyarakat yang berlaku di masyarakat umum. Perilaku inilah
yang memberikan kontribusi terbesar dalam seleksi keberadaan perilaku-perilaku
penyimpangan sosial.
Dalam kehidupan di Indonesia, banyak kita temukan berbagai macam bentuk
penyimpangan dari perilaku sosial kolektif ini, bahkan hal ini telah merambah hingga
ke seluruh aspek institusi di berbagai bidang.
Penyimpangan perilaku sosial kolektif inilah yang akan saya bahas dalam
makalah ini, dimana perilaku kolektif merupakan suatu perilaku yang berdampak
besar bagi sosialisasi masyarakat di kehidupan sosial.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang di kaji dalam
makalah ini adalah :
1. Apa pengertian perilaku kolektif ?
2. Apa saja teori – teori yang mendasari perilaku kolekif ?
3. Apa faktor penentu perilaku kolektif ?
4. Bagaimana bentuk contoh perilaku kolektif dan penyimpangannya ?
I.3 Tujuan Makalah
Berpijak pada rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian tentang perilaku kolektif itu sendiri ,
2. Mengetahui dasar teori – teori perilaku kolektif ,
3. Mengetahui tentang faktor penentu perilaku kolektif ,
4. Dapat mengetahui bentuk dan contoh perilaku kolektif dan penyimpangannya .
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Perilaku Kolektif
Ahli sosiologi menggunakan istilah perilaku kolektif mengacu pada perilaku
sekelompok orang yang muncul secara spontan, tidak terstruktur sebagai respons
terhadap kejadian tertentu. Perilaku kolektif adalah suatu perilaku yang tidak biasa ,
sehingga perilaku kolektif dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang relatif spontan,
tidak terstruktur dan tidak stabil dari sekelompok orang, yang bertujuan untuk
menghilangkan rasa ketidakpuasan dan kecemasan. Sehingga kita dapat membedakan
antara perilaku kolektif dengan perilaku yang rutin.
Secara teoritis perilaku kolektif dapat dijelaskan dari berbagai sudut teori
antara lain teori penyebaran, teori konvergesi, teori kemunculan norma ( emergent-
norm ) dan teori value-added. Kondisi pokok yang memicu munculnya perilaku
kolektif menurut teori value-added adalah: kesesuaian struktural, ketegangan
struktural, berkembangnya kepercayaan umum dan penyebaran pandangan, faktor
yang mendahului, mobilisasi tindakan dan pelaksanaan kontrol sosial.
Horton dan Hunt berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi
berlandaskan pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial, menurut
Milgran dan Touch ialah suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak
terorganisasi serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak
terencana dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan
para pelakunya, dan senada pula dengan pendapat Robetson .
Dapat saya simpulkan dari definisi-definisi tersebut bahwa perilaku kolektif adalah
perilaku yang
(1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang
(2) bersifat spontanitas dan tidak terstruktur
(3) tidak bersifat rutin, dan
(4) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Perilaku kolektif merupakan perilaku menyimpang namun berbeda dengan
perilaku menyimpang karena perilaku kolektif merupakan tindakan bersama oleh
sejumlah besar orang, bukan tindakan individu semata-mata. Bila seseorang
melakukan pencurian di suatu toko, maka hal ini termasuk suatu perilaku
menyimpang, namun bila sejumlah besar orang secara bersama-sama menyerbu toko-
toko dan pusat-pusat perdagangan untuk melakukan pencurian atau penjarahan
(sebagaimana di sejumah kota di Pulau Jawa pada tahun 1998 dan 1999), maka hal ini
termasuk suatu perilaku kolektif. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan
(crowd) dan gerakan sosial (civil society). Rangsangan yang memicu terjadinya
perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa maupun ide.
II.2 Teori – Teori yang Mendasari Perilaku Kolektif
Teori – terori yang mendasari perilaku kolektif atau yang sering kita dengar
adalah perilaku kerumunan dimana kerumunan sendiri memiliki pengertian kumpulan
orang, yang bersifat sementara dng memberikan reaksi secara bersama terhadap suatu
rangsangan (stimuli) . Walaupun perilaku kerumunan mungkin saja bersifat spontan,
dan sama sekali tidak dapat diramalkan, namun sebagaimana yang kita simak nanti,
perilaku kerumunan bukanlah semata – mata bersifat kebetulan dan didasarkan
kepada dorongn hati saja. Perilaku kerumunan adalah bagian dari kebudayaan. Bentuk
kerumunan dapat dianalisis dan dipahami, serta sampai pada batas – batas tertentu
dapat di ramalkan dan dikendalikan.
Teori Penyebaran
Teori penyebaran menekankan pada aspek nonrasional dari perilaku kolektif,
beberapa faktor yang menunjang penyebaran sosial, antara lain anonimitas,
impersonalitas, mudahnya di pengaruhi, tekanan jiwa, dan amplifikasi interaksional.
Anonimitas, adanya suatu tanggungjawab moral bergeser ke kelompok yang
didiami. Semakin tinggi kadar anonimitas suatu kerumunan , semakin besar pula
kemungkinannya untuk menimbulkan tindakan ekstrim, karena anonimitas
kerumunan mengikis rasa individualitas para anggota kerumunan itu.
Impersonalitas, ciri dari kelompok ini berinteraksi dengan kelompok lain,
interaksi yang terjadi tidak terlalu banyak memperhitungkan perasaan atau
hubungan pribadi. Impersonalitas perilaku kerumunan tampak dalam kericuhan
antar ras di mana seorang anggota ras pihak lawan di pandang sama dengan anggota
lainnya dari ras yang sama. Dan apabila suatu kelompok lain di pandang sebagai
musuh, setiap anggota kelompok tersebu secara otomatis dipandang sebagai musuh
juga.
Mudahnya Dipengaruhi, biasanya situasi ini tidak berstruktur , maka tidak dikenal
adanya pemimpin yang mapan atau pola perilaku yang dapat dipanuti oleh para
anggota kerumunan itu. Suasana yang membingungkan seperti ini orang kadangkala
bertindak tidak kritis dan menerima saran begitu saja, terutama jika saran
disampaikan dengan cara yang meyakinkan dan bersifat otoratif.
Tekanan Jiwa, bersifat situasional mendorong terjadinya penyebaran sosial.
Dengan kata lain, orang yang mengalami tekanan jiwa ( kelelahan, ketajutan,
kekecewaan, perasaan tidak aman, ketidakpastian status, kemarahan ) lebih mudah
mempercayai desas desus, melibatkan diri dalam kericuahan, atau mengambil
bagian dalam kerusuhan, histeria massal, dan gerakan sosial daripada orang yang
tenang dan damai.
Amplifikasi Interaksional, suatu proses di mana para anggota saling memberi
rangsangan dan respon satu sama lainnya, sehingga intensitas emosi dan
ketanggapan mereka mengalami peningkatan. Penyebaran emosi meningkat melalui
‘ saling pengaruh mempengaruhi yang berulang – ulang’ dan ‘ ritma ‘. Penumpukan
emosi yang saling mempengaruhi antara satu sama lain, merupakan ciri khas
dramatis dari perilaku kerumunan ( Leif Skogfors, 1982 / Woodfin Camp & Assoc.)
Teori Konvergensi
Menurut teori konvergensi, perilaku kerumunan berawal dari berkumpulnya
sejumlah orang yang memiliki kebutuhan , implus ( dorongan hati ), perasaan tidak
senang dan tujuan yang sama . Serta orang yang memiliki beberapa persamaan,
merupakan faktor utama dalam perilaku kerumunan.
Teori Kemunculan Norma
Kerumunan tidak selamanya semata - mata bersifat membabibuta. Para
penganut teori kemunculan norma menuduh teori penyebaran dengan menyatakan
teori tersebut terlalu melebih – lebihkan segi irrasional dan segi ketiadaan tujuan dari
perilaku kerumunan. Teori kemunculan norma memaknai ini merupakan protes keras
terhadap suatu masalah yang dipandang sebagai suatu kesalahan dan ketidakadilan.
II.3 Faktor Penentu Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif bisa terjadi dimasyarakat mana saja, baik masyarakat yang
sederhana maupun yang kompleks. Menurut teori Le Bon perilaku kolektif dapan
ditentukan oleh 6 faktor berikut ini :
1. Kesesuaian Struktural
Struktur masyarakat dapat saja menunjang atau menghalangi munculnya
perilaku kolektif. Masyarakat tradisional yang sederhana lebih sulit melahirkan
perilaku kolektif dibandingkan dengan masyarakat modern.
2. Ketegangan Struktural
Adanya perbedaan atau kesenjangan disuatu wilayah akan menimbulkan
ketegangan yang dapat menimbulkan bentrok ketidakpahaman. Pencabutan hak
dan kekhawatiran akan hilangnya sesuatu merupakan akar penyebab timbulnya
perilaku kolektif. Perasaan adanya ketidakadilan mendorong banyak orang untuk
melakukan tindakan ekstrim. Kelas sosial bawah, kelompok minoritas tertekan,
dan kelompok yang hasil jerih payahnya terancam serta kelompok sosial yang
khawatir akan kehilangan hak – hak istimewanya, merupakan kelompok manusia
yang berkemungkinan melahirkan perilaku kolektif.
3. Berkembangnya suatu kepercayaan umum dan penyebaran pandangan
Sebelum suatu perilaku kolektif muncul, para pelaku perilaku kolektif harus
memiliki pandangan yang sama mengenai sumber ancaman, jalan keluar, dan cara
pencapaian jalan keluar tersebut.
Misalnya : berkembangnya isu-isu tentang pelecehan suatu agama atau
penindasan suatu kelompok yang dapat menyinggung kelompok lain.
4. Faktor yang mendahului
Suatu peristiwa dramatisasi atau desas desus mempercepat munculnya
perilaku kolektif. Teriakan ‘ polisi kejam ! ‘ pada masyarakat yang kebencian
rasialnya tinggi, dapat menimbulkan kerusuhan. Seseorang yang tiba – tiba saja
berlari juga dapat mengawali timbulnya kericuhan. Dan ada actor-faktor
penunjang kecemasan dan kecurigaan yang dikandung masyarakat. Misalnya
desas-desus isu kenaikan harga BBM, yang diperkuat dengan pencabutan subsidi
BBM, hal ini dapat memicu kuat sekelompok orang untuk protes.
5. Mobilitas tindakan
Perilaku kolektif akan terwujud apabila khalayak ramai
dikomando/dimobilisasikan oleh pimpinannya. Para pemimpin memulai,
menyarankan, dan mengarahkan suatu kegiatan.
6. Pelaksanaan Kontrol Sosial
Merupakan hal penentu yang dapat menghambat, menunda bahkan mencegah
ke 5 faktor diatas, misalnya : pengendalian polisi dan aparat penegak hukum
lainnya.
Dari keenam factor penentu tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat
menyebebkan terjadinya suatu perilaku kolektif.
II. 4 Bentuk dan Contoh Perilaku Kolektif
Bentuk penyimpangan sosial tersebut dapat dihasilkan dari adanya pergaulan
atau pertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya
sehingga mau tidak mau terkadang harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan
kelompok.
Bentuk perilaku kolektif :
1. Hadirin (Audience)
Merupakan suatu kerumunan yang perhatiannya terpusat pada rangsangan
yang berasal dari luar. Rangsangan itu terutama berwujud satu arah. Contoh :
Penonton bioskop, pendengar radio, pemirsa televisi sepenuhnya berwujud satu
arah.
2. Kerusuhan ( Riot )
Merupakan tindakan agresif yang dilakukan secara keras oleh kerumunan
destruktif. Kerusuhan juga bisa saja bersifat agamis ( religius ), sebagaimana yang
terjadi antara orang hindu dengan orang muslim di India pada tahun 1947
( Duncan, 1947;McGinty,1947 ). Kerusuhan bisa pula berwujud kerusuhan
antarbangsa, sebagaimana yang terjadi pada petugas Amerika dengan orang
Meksiko di Los Angeles tahun 1943 ( kerusuhan ‘zoot-suiit ‘), (Turner dan
Surace,1956 ). Apapun penyebabnya ras, agama, atau kebangsaan , perilaku
kerumunan tetap sama saja.
3. Orgi ( Pesta Pora )
Kerumunan yang kesukaannya melewati batas adat kebiasaan disebut orgi.
Bila aksi kerumunan lain lupa daratan karena kemarahan, orgi justru
kebalikannya. Orgi lupa daratan karena kegembiraan. Contoh : Pesta acara minum
– minum , tari orgiastik dan pelonggaran beberapa tabu seks merupakan ciri – ciri
pesta primitif. Perayaan kemenangan tim sepak bola dan pesta Hari Natal,
menunjukan secara halus adanya unsur – iunsur orgi yang dilembagakan.
4. Kepanikan
Kepanikan sering didefinisikan sebagai suatu kondisi emosi yang diwarnai
oleh keputusaasaan dan ketakutan yang tidak terkendali ( Cantril, 1943;
Janis,1951 ) . Definisi yang paling banyak dikutip dikemukakan oleh Smelser ,
yang menyatakan kepanikan sebagai “penyelamatan diri kolektif” yang didasari
oleh anggapan histeris (1963, hal.13)
Bentuk penyimpangan kolektif :
1. Tindak Kenakalan
Suatu kelompok yang didonimasi oleh orang-orang yang nakal umumnya suka
melakukan sesuatu hal yang dianggap berani dan keren walaupun bagi masyarakat
umum tindakan trsebut adalah bodoh, tidak berguna dan mengganggu.
Contoh penyimpangan kenakalan bersama yaitu seperti aksi kebut-kebutan di jalan,
mendirikan genk yang suka onar, mengoda dan mengganggu cewek yang melintas,
corat-coret tembok orang dan lain sebagainya.
2. Tawuran / Perkelahian Antar Kelompok
Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau kurang
berpendidikan mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di tempat umum
sehingga orang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban. Contoh: tawuran
anak sma 70 dengan anak sma 6, tawuran penduduk berlan dan matraman, dan
sebagainya.
3. Tindak Kejahatan Berkelompok / Komplotan
Kelompok jenis ini suka melakukan tindak kejahatan baik secara sembunyi-
sembunyi maupun secara terbuka. Jenis penyimpangan ini bisa bertindak sadis dalam
melakukan tindak kejahatannya dengan tidak segan melukai hingga membunuh
korbannya.
Contoh : Perampok, perompak, bajing loncat, penjajah, grup koruptor, dll.
4. Penyimpangan Budaya
Penyimpangan kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang
menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di
masyarakat. Contoh : merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat
tinggal sekitar sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab
antara laki-laki dengan wanita pada acara resepsi pernikahan, dsb.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial.
Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah
norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali
dijumpai ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat
berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori
ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang menghubungkan antara hubungan
antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan perubahan sosial.
Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan
sosial yang dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau
kekerasan. Kompetisi atau konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan
melalui aksi sosial bersama untuk merubah norma dan nilai.
Dapat penulis simpulkan dari definisi - definisi tersebut bahwa perilaku kolektif
adalah perilaku yang
(1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang
(2) bersifat spontanitas dan tidak terstruktur
(3) tidak bersifat rutin, dan
(4) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Adapun ciri-ciri perilaku kolektif adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan bersama oleh sejumlah orang.
2. Tidak bersifat rutin / hanya insidential.
3. Dipacu oleh beberapa rangsangan masalah.
Daftar Pustaka
1) http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/definisi-perubahan-sosial-
dan-tipe-tipe-perubahan-sosial/
2) http://manshurzikri.wordpress.com/2010/11/25/perkuat-integrasi-dengan-
flashmob/
3) http://pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../94014-7-244751677955.doc/
Buku
1) Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi (terjemahan) edisi keenam.
Jakarta : Penerbit Erlangga , 1990.
MAKALAH PENGANTAR ILMU SOSIOLOGI
PERILAKU KOLEKTIF DAN PENYIMPANGANNYA
Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester gasal mata kuliah Pengantar Ilmu
Sosiologi
Dosen Pengampu
Sotyania W, M.Kes
Adlia Nindya Ghassani
F1C011066
Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
DESEMBER 2011