perilaku kolektif

17
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada umumnya masyarakat berperilaku dengan berpedoman pada aturan norma dan perilaku yang ada dalam masyarakat. Biasanya perilaku ini sangat dominan dengan institusi yang ada dalam lingkungan sekitar, semisal di lingkungan pasar dituntut dalam institusi di bidang ekonomi, inilah yang sering disebut dengan konformitas. Akan tetapi hal ini sering diselewengkan, dan inilah yang disebut dengan penyimpangan sosial. Perilaku sosial merupakan hal terpenting dalam suatu sosialisasi kehidupan, tak sedikitpun seseorang mengelak akan keberadaan perilaku sosial di sekitar kita. Oleh karena itu, kehidupan di masyarakat sangat sarat dengan perilaku sosial, baik itu perilaku sosial yang individualis maupun kolektif. Keberadaan perilaku ini membawa dampak tersendiri bagi dunia sosial yakni penyimpangan dari perilaku sosial tersebut. Keberadaan perilaku kolektif membawa dampak besar bagi kehidupan sosial masyarakat, dan banyak perilaku- perilaku ini yang tidak sesuai dengan norma-norma institusi atau lembaga masyarakat yang berlaku di masyarakat umum. Perilaku inilah yang memberikan kontribusi terbesar dalam seleksi keberadaan perilaku- perilaku penyimpangan sosial.

Transcript of perilaku kolektif

Page 1: perilaku kolektif

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Pada umumnya masyarakat berperilaku dengan berpedoman pada aturan

norma dan perilaku yang ada dalam masyarakat. Biasanya perilaku ini sangat

dominan dengan institusi yang ada dalam lingkungan sekitar, semisal di lingkungan

pasar dituntut dalam institusi di bidang ekonomi, inilah yang sering disebut dengan

konformitas. Akan tetapi hal ini sering diselewengkan, dan inilah yang disebut dengan

penyimpangan sosial.

Perilaku sosial merupakan hal terpenting dalam suatu sosialisasi kehidupan,

tak sedikitpun seseorang mengelak akan keberadaan perilaku sosial di sekitar kita.

Oleh karena itu, kehidupan di masyarakat sangat sarat dengan perilaku sosial, baik itu

perilaku sosial yang individualis maupun kolektif. Keberadaan perilaku ini membawa

dampak tersendiri bagi dunia sosial yakni penyimpangan dari perilaku sosial tersebut.

Keberadaan perilaku kolektif membawa dampak besar bagi kehidupan sosial

masyarakat, dan banyak perilaku-perilaku ini yang tidak sesuai dengan norma-norma

institusi atau lembaga masyarakat yang berlaku di masyarakat umum. Perilaku inilah

yang memberikan kontribusi terbesar dalam seleksi keberadaan perilaku-perilaku

penyimpangan sosial.

Dalam kehidupan di Indonesia, banyak kita temukan berbagai macam bentuk

penyimpangan dari perilaku sosial kolektif ini, bahkan hal ini telah merambah hingga

ke seluruh aspek institusi di berbagai bidang.

Penyimpangan perilaku sosial kolektif inilah yang akan saya bahas dalam

makalah ini, dimana perilaku kolektif merupakan suatu perilaku yang berdampak

besar bagi sosialisasi masyarakat di kehidupan sosial.

Page 2: perilaku kolektif

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang di kaji dalam

makalah ini adalah :

1. Apa pengertian perilaku kolektif ?

2. Apa saja teori – teori yang mendasari perilaku kolekif ?

3. Apa faktor penentu perilaku kolektif ?

4. Bagaimana bentuk contoh perilaku kolektif dan penyimpangannya ?

I.3 Tujuan Makalah

Berpijak pada rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah :

1. Mengetahui pengertian tentang perilaku kolektif itu sendiri ,

2. Mengetahui dasar teori – teori perilaku kolektif ,

3. Mengetahui tentang faktor penentu perilaku kolektif ,

4. Dapat mengetahui bentuk dan contoh perilaku kolektif dan penyimpangannya .

Page 3: perilaku kolektif

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Perilaku Kolektif

Ahli sosiologi menggunakan istilah perilaku kolektif mengacu pada perilaku

sekelompok orang yang muncul secara spontan, tidak terstruktur sebagai respons

terhadap kejadian tertentu. Perilaku kolektif adalah suatu perilaku yang tidak biasa ,

sehingga perilaku kolektif dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang relatif spontan,

tidak terstruktur dan tidak stabil dari sekelompok orang, yang bertujuan untuk

menghilangkan rasa ketidakpuasan dan kecemasan. Sehingga kita dapat membedakan

antara perilaku kolektif dengan perilaku yang rutin.

Secara teoritis perilaku kolektif dapat dijelaskan dari berbagai sudut teori

antara lain teori penyebaran, teori konvergesi, teori kemunculan norma ( emergent-

norm ) dan teori value-added. Kondisi pokok yang memicu munculnya perilaku

kolektif menurut teori value-added adalah: kesesuaian struktural, ketegangan

struktural, berkembangnya kepercayaan umum dan penyebaran pandangan, faktor

yang mendahului, mobilisasi tindakan dan pelaksanaan kontrol sosial.

Horton dan Hunt berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi

berlandaskan pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial, menurut

Milgran dan Touch ialah suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak

terorganisasi serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak

terencana dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan

para pelakunya, dan senada pula dengan pendapat Robetson .

Dapat saya simpulkan dari definisi-definisi tersebut bahwa perilaku kolektif adalah

perilaku yang

(1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang

(2) bersifat spontanitas dan tidak terstruktur

(3) tidak bersifat rutin, dan

(4) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.

Page 4: perilaku kolektif

Perilaku kolektif merupakan perilaku menyimpang namun berbeda dengan

perilaku menyimpang karena perilaku kolektif merupakan tindakan bersama oleh

sejumlah besar orang, bukan tindakan individu semata-mata. Bila seseorang

melakukan pencurian di suatu toko, maka hal ini termasuk suatu perilaku

menyimpang, namun bila sejumlah besar orang secara bersama-sama menyerbu toko-

toko dan pusat-pusat perdagangan untuk melakukan pencurian atau penjarahan

(sebagaimana di sejumah kota di Pulau Jawa pada tahun 1998 dan 1999), maka hal ini

termasuk suatu perilaku kolektif. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan

(crowd) dan gerakan sosial (civil society). Rangsangan yang memicu terjadinya

perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa maupun ide.

II.2 Teori – Teori yang Mendasari Perilaku Kolektif

Teori – terori yang mendasari perilaku kolektif atau yang sering kita dengar

adalah perilaku kerumunan dimana kerumunan sendiri memiliki pengertian kumpulan

orang, yang bersifat sementara dng memberikan reaksi secara bersama terhadap suatu

rangsangan (stimuli) . Walaupun perilaku kerumunan mungkin saja bersifat spontan,

dan sama sekali tidak dapat diramalkan, namun sebagaimana yang kita simak nanti,

perilaku kerumunan bukanlah semata – mata bersifat kebetulan dan didasarkan

kepada dorongn hati saja. Perilaku kerumunan adalah bagian dari kebudayaan. Bentuk

kerumunan dapat dianalisis dan dipahami, serta sampai pada batas – batas tertentu

dapat di ramalkan dan dikendalikan.

Teori Penyebaran

Teori penyebaran menekankan pada aspek nonrasional dari perilaku kolektif,

beberapa faktor yang menunjang penyebaran sosial, antara lain anonimitas,

impersonalitas, mudahnya di pengaruhi, tekanan jiwa, dan amplifikasi interaksional.

Anonimitas, adanya suatu tanggungjawab moral bergeser ke kelompok yang

didiami. Semakin tinggi kadar anonimitas suatu kerumunan , semakin besar pula

kemungkinannya untuk menimbulkan tindakan ekstrim, karena anonimitas

kerumunan mengikis rasa individualitas para anggota kerumunan itu.

Impersonalitas, ciri dari kelompok ini berinteraksi dengan kelompok lain,

interaksi yang terjadi tidak terlalu banyak memperhitungkan perasaan atau

hubungan pribadi. Impersonalitas perilaku kerumunan tampak dalam kericuhan

Page 5: perilaku kolektif

antar ras di mana seorang anggota ras pihak lawan di pandang sama dengan anggota

lainnya dari ras yang sama. Dan apabila suatu kelompok lain di pandang sebagai

musuh, setiap anggota kelompok tersebu secara otomatis dipandang sebagai musuh

juga.

Mudahnya Dipengaruhi, biasanya situasi ini tidak berstruktur , maka tidak dikenal

adanya pemimpin yang mapan atau pola perilaku yang dapat dipanuti oleh para

anggota kerumunan itu. Suasana yang membingungkan seperti ini orang kadangkala

bertindak tidak kritis dan menerima saran begitu saja, terutama jika saran

disampaikan dengan cara yang meyakinkan dan bersifat otoratif.

Tekanan Jiwa, bersifat situasional mendorong terjadinya penyebaran sosial.

Dengan kata lain, orang yang mengalami tekanan jiwa ( kelelahan, ketajutan,

kekecewaan, perasaan tidak aman, ketidakpastian status, kemarahan ) lebih mudah

mempercayai desas desus, melibatkan diri dalam kericuahan, atau mengambil

bagian dalam kerusuhan, histeria massal, dan gerakan sosial daripada orang yang

tenang dan damai.

Amplifikasi Interaksional, suatu proses di mana para anggota saling memberi

rangsangan dan respon satu sama lainnya, sehingga intensitas emosi dan

ketanggapan mereka mengalami peningkatan. Penyebaran emosi meningkat melalui

‘ saling pengaruh mempengaruhi yang berulang – ulang’ dan ‘ ritma ‘. Penumpukan

emosi yang saling mempengaruhi antara satu sama lain, merupakan ciri khas

dramatis dari perilaku kerumunan ( Leif Skogfors, 1982 / Woodfin Camp & Assoc.)

Teori Konvergensi

Menurut teori konvergensi, perilaku kerumunan berawal dari berkumpulnya

sejumlah orang yang memiliki kebutuhan , implus ( dorongan hati ), perasaan tidak

senang dan tujuan yang sama . Serta orang yang memiliki beberapa persamaan,

merupakan faktor utama dalam perilaku kerumunan.

Teori Kemunculan Norma

Kerumunan tidak selamanya semata - mata bersifat membabibuta. Para

penganut teori kemunculan norma menuduh teori penyebaran dengan menyatakan

Page 6: perilaku kolektif

teori tersebut terlalu melebih – lebihkan segi irrasional dan segi ketiadaan tujuan dari

perilaku kerumunan. Teori kemunculan norma memaknai ini merupakan protes keras

terhadap suatu masalah yang dipandang sebagai suatu kesalahan dan ketidakadilan.

II.3 Faktor Penentu Perilaku Kolektif

Perilaku kolektif bisa terjadi dimasyarakat mana saja, baik masyarakat yang

sederhana maupun yang kompleks. Menurut teori Le Bon perilaku kolektif dapan

ditentukan oleh 6 faktor berikut ini :

1. Kesesuaian Struktural

Struktur masyarakat dapat saja menunjang atau menghalangi munculnya

perilaku kolektif. Masyarakat tradisional yang sederhana lebih sulit melahirkan

perilaku kolektif dibandingkan dengan masyarakat modern.

2. Ketegangan Struktural

Adanya perbedaan atau kesenjangan disuatu wilayah akan menimbulkan

ketegangan yang dapat menimbulkan bentrok ketidakpahaman. Pencabutan hak

dan kekhawatiran akan hilangnya sesuatu merupakan akar penyebab timbulnya

perilaku kolektif. Perasaan adanya ketidakadilan mendorong banyak orang untuk

melakukan tindakan ekstrim. Kelas sosial bawah, kelompok minoritas tertekan,

dan kelompok yang hasil jerih payahnya terancam serta kelompok sosial yang

khawatir akan kehilangan hak – hak istimewanya, merupakan kelompok manusia

yang berkemungkinan melahirkan perilaku kolektif.

3. Berkembangnya suatu kepercayaan umum dan penyebaran pandangan

Sebelum suatu perilaku kolektif muncul, para pelaku perilaku kolektif harus

memiliki pandangan yang sama mengenai sumber ancaman, jalan keluar, dan cara

pencapaian jalan keluar tersebut.

Misalnya : berkembangnya isu-isu tentang pelecehan suatu agama atau

penindasan suatu kelompok yang dapat menyinggung kelompok lain.

Page 7: perilaku kolektif

4. Faktor yang mendahului

Suatu peristiwa dramatisasi atau desas desus mempercepat munculnya

perilaku kolektif. Teriakan ‘ polisi kejam ! ‘ pada masyarakat yang kebencian

rasialnya tinggi, dapat menimbulkan kerusuhan. Seseorang yang tiba – tiba saja

berlari juga dapat mengawali timbulnya kericuhan. Dan ada actor-faktor

penunjang kecemasan dan kecurigaan yang dikandung masyarakat. Misalnya

desas-desus isu kenaikan harga BBM, yang diperkuat dengan pencabutan subsidi

BBM, hal ini dapat memicu kuat sekelompok orang untuk protes.

5. Mobilitas tindakan

Perilaku kolektif akan terwujud apabila khalayak ramai

dikomando/dimobilisasikan oleh pimpinannya. Para pemimpin memulai,

menyarankan, dan mengarahkan suatu kegiatan.

6. Pelaksanaan Kontrol Sosial

Merupakan hal penentu yang dapat menghambat, menunda bahkan mencegah

ke 5 faktor diatas, misalnya : pengendalian polisi dan aparat penegak hukum

lainnya.

Dari keenam factor penentu tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat

menyebebkan terjadinya suatu perilaku kolektif.

II. 4 Bentuk dan Contoh Perilaku Kolektif

Bentuk penyimpangan sosial tersebut dapat dihasilkan dari adanya pergaulan

atau pertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya

sehingga mau tidak mau terkadang harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan

kelompok.

Bentuk perilaku kolektif :

1. Hadirin (Audience)

Page 8: perilaku kolektif

Merupakan suatu kerumunan yang perhatiannya terpusat pada rangsangan

yang berasal dari luar. Rangsangan itu terutama berwujud satu arah. Contoh :

Penonton bioskop, pendengar radio, pemirsa televisi sepenuhnya berwujud satu

arah.

2. Kerusuhan ( Riot )

Merupakan tindakan agresif yang dilakukan secara keras oleh kerumunan

destruktif. Kerusuhan juga bisa saja bersifat agamis ( religius ), sebagaimana yang

terjadi antara orang hindu dengan orang muslim di India pada tahun 1947

( Duncan, 1947;McGinty,1947 ). Kerusuhan bisa pula berwujud kerusuhan

antarbangsa, sebagaimana yang terjadi pada petugas Amerika dengan orang

Meksiko di Los Angeles tahun 1943 ( kerusuhan ‘zoot-suiit ‘), (Turner dan

Surace,1956 ). Apapun penyebabnya ras, agama, atau kebangsaan , perilaku

kerumunan tetap sama saja.

3. Orgi ( Pesta Pora )

Kerumunan yang kesukaannya melewati batas adat kebiasaan disebut orgi.

Bila aksi kerumunan lain lupa daratan karena kemarahan, orgi justru

kebalikannya. Orgi lupa daratan karena kegembiraan. Contoh : Pesta acara minum

– minum , tari orgiastik dan pelonggaran beberapa tabu seks merupakan ciri – ciri

pesta primitif. Perayaan kemenangan tim sepak bola dan pesta Hari Natal,

menunjukan secara halus adanya unsur – iunsur orgi yang dilembagakan.

4. Kepanikan

Kepanikan sering didefinisikan sebagai suatu kondisi emosi yang diwarnai

oleh keputusaasaan dan ketakutan yang tidak terkendali ( Cantril, 1943;

Janis,1951 ) . Definisi yang paling banyak dikutip dikemukakan oleh Smelser ,

yang menyatakan kepanikan sebagai “penyelamatan diri kolektif” yang didasari

oleh anggapan histeris (1963, hal.13)

Page 9: perilaku kolektif

Bentuk penyimpangan kolektif :

1. Tindak Kenakalan

Suatu kelompok yang didonimasi oleh orang-orang yang nakal umumnya suka

melakukan sesuatu hal yang dianggap berani dan keren walaupun bagi masyarakat

umum tindakan trsebut adalah bodoh, tidak berguna dan mengganggu.

Contoh penyimpangan kenakalan bersama yaitu seperti aksi kebut-kebutan di jalan,

mendirikan genk yang suka onar, mengoda dan mengganggu cewek yang melintas,

corat-coret tembok orang dan lain sebagainya.

2. Tawuran / Perkelahian Antar Kelompok

Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau kurang

berpendidikan mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di tempat umum

sehingga orang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban. Contoh: tawuran

anak sma 70 dengan anak sma 6, tawuran penduduk berlan dan matraman, dan

sebagainya.

3. Tindak Kejahatan Berkelompok / Komplotan

Kelompok jenis ini suka melakukan tindak kejahatan baik secara sembunyi-

sembunyi maupun secara terbuka. Jenis penyimpangan ini bisa bertindak sadis dalam

melakukan tindak kejahatannya dengan tidak segan melukai hingga membunuh

korbannya.

Contoh : Perampok, perompak, bajing loncat, penjajah, grup koruptor, dll.

4. Penyimpangan Budaya

Penyimpangan kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang

menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di

masyarakat. Contoh : merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat

tinggal sekitar sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab

antara laki-laki dengan wanita pada acara resepsi pernikahan, dsb.

Page 10: perilaku kolektif

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial.

Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah

norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali

dijumpai ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat

berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori

ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang menghubungkan antara hubungan

antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan perubahan sosial.

Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan

sosial yang dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau

kekerasan. Kompetisi atau konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan

melalui aksi sosial bersama untuk merubah norma dan nilai.

Dapat penulis simpulkan dari definisi - definisi tersebut bahwa perilaku kolektif

adalah perilaku yang

(1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang

(2) bersifat spontanitas dan tidak terstruktur

(3) tidak bersifat rutin, dan

(4) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.

Adapun ciri-ciri  perilaku kolektif adalah sebagai berikut :

1. Dilakukan bersama oleh sejumlah orang.

2. Tidak bersifat rutin / hanya insidential.

3. Dipacu oleh beberapa rangsangan masalah.

Daftar Pustaka

Page 11: perilaku kolektif

1) http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/definisi-perubahan-sosial-

dan-tipe-tipe-perubahan-sosial/

2) http://manshurzikri.wordpress.com/2010/11/25/perkuat-integrasi-dengan-

flashmob/

3) http://pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../94014-7-244751677955.doc/

Buku

1) Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi (terjemahan) edisi keenam.

Jakarta : Penerbit Erlangga , 1990.

MAKALAH PENGANTAR ILMU SOSIOLOGI

PERILAKU KOLEKTIF DAN PENYIMPANGANNYA

Page 12: perilaku kolektif

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester gasal mata kuliah Pengantar Ilmu

Sosiologi

Dosen Pengampu

Sotyania W, M.Kes

Adlia Nindya Ghassani

F1C011066

Ilmu Komunikasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN

DESEMBER 2011