Dr. an Siregar, MA. Proposal Penelitian Kolektif
-
Upload
parlindungan-siregar -
Category
Documents
-
view
365 -
download
10
description
Transcript of Dr. an Siregar, MA. Proposal Penelitian Kolektif
Proposal Penelitian Kolektif:
UNSUR-UNSUR SENI ARSITEKTUR CINAPADA MASJID-MASJID KUNO DI JAKARTA
(Sebuah Kajian Arkeologis)
Proposal Penelitian Kolektif
Diajukan Kepada Lembaga Penelitian
UIN Syahid jakarta
Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Biaya Penelitian
Oleh:
1. Parlindungan Siregar, Dr. M.Ag. NIP: 19590115 199403 100 2
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
UNSUR-UNSUR SENI ARSITEKTUR CINAPADA MASJID-MASJID KUNO DI JAKARTA
(Analisis Keaslian dan Perbandingan)
A. Latar Belakang Masalah
Pada abad kedelapan belas penduduk Jakarta baru sekitar lima puluh ribu orang,
sebagian besar beragama Islam.1 Agama Islam menyuruh pemeluknya untuk menyembah
Allah, maka suatu keharusan bagi mereka untuk membangun rumah ibadah yang di dalam
Islam sering disebut mushala, langgar, surau atau masjid; masing-masing memiliki makna
kata dan fungsinya; secara harfiah masjid berarti tempat sembahyang atau tempat sujud,
sementara fungsinya selain sebagai tempat sembahyang (fungsi keagaman) juga dijadikan
sebagai tempat membina masyarakat Islam (fungsi sosial).2
Demikianlah umat Islam di Jakarta, pada abad kedelapan belas telah mendirikan
beberapa masjid untuk kepentingan shalat mereka, baik untuk shalat infirad maupun shalat
jama’ah juga untuk membina umat. Masjid-masjid yang dibangun serta berdiri pada abad ke-
18 di Jakarta adalah: Masjid al-Mansur, 1717; Masjid Luar Batang, 1736; Masjid Kampung
Baru, Bandengan Selatan, 1748; Masjid An-Nawier, Pekojan, 1760; Masjid Angke, 1761;
Masjid Tambora, 1761; Masjid Krukut, 1785; Masjid Kebon Jeruk, 1786; dan Masjid Al-
Mukarraomah, Jalan Lodan 1789.3 Dilihat dari segi arsitektur, keaslian beberapa bagian
bangunan belum tersentuh perubahan. Jadi keaslian elemen-elemen tertentu masjid-masjid di
atas masih tetap dipertahankan. Meskipun demikian, proses renovasi sudah berkali-kali
dilakukan untuk menjaga kekokohan masjid. Bahkan dilakukan perluasan di bagian timur,
barat, utara, maupun selatan masjid untuk menampung jamaah dalam jumlah yang lebih
besar. 1Melihat angka ini Jakarta masih seperti sebuah kecamatan pinggiran saat ini. 2Juliadi. 2007. Masjid Agung Banten Nafas Sejarah dan Budaya. Yogyakarta:Ombak. Hlm. 3 dan 10.
Lihat juga Sidi Gazalba. 1962. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Djakarta:Pustaka Antara. Hlm. 112; http://id.wikipedia.org, didownload 13.43, 15 September 2010
3SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta. Jakarta:Yayasan Cipta Loka Caraka. Hlm. 29-31
Pengadopsian ragam seni arsitektur ke dalam sebuah bangunan masjid hampir terjadi
di semua masjid kuno di Jakarta sebab tidak ada aturan baku bentuk atau corak bangunan
masjid yang tercantum dalam Alqur’an dan Hadis. Dengan demikian kalangan masyarakat
Muslim Jakarta mempunyai kebebasan untuk berkreasi dan berekspresi membuat seni
bangunan masjid sekalipun mengadopsi dan mengadaptasi budaya di luar Islam,4 seperti
bentuk dan corak bengunan masjid dari berbagai bangsa di dunia sangat beragam atau
berbeda antara satu masjid dengan masjid yang lain sejalan dengan latar belakang budaya
masyarakat Muslim dimana masjid dibangun. Demikian bangunan masjid di Jakarta pada
abad kedelapan belas. Sekalipun demikian masih terdapat masjid-masjid yang dalam
beberapa bentuk atau pola pembangunannya sama. Apalagi jika memang diakui kebenaran
pendapat bahwa pengaruh pertukangan Cina sangat kuat di Pulau Jawa sebelum dan pada
abad kedelapan belas.
Jika dianalisis secara mendalam, dibangunnya Masjid-masjid kuno tidak dapat
dilepaskan dari kondisi masyarakat Muslim Jakarta. Setelah berhasil mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa, masyarakat muslim Sunda Kelapa dikomandoi oleh Falatehan mengganti
nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Kemudian VOC, pada abad ke- 17, mengubahnya
menjadi Batavia. Pada masa pemerintahan VOC di Jakarta dibangunlah masjid-masjid di
atas.
Dibanding etnis-etnis lain, pertambahan penduduk etnis Cina sangat signifikan
kecuali saat terjadinya pembantaian terhadap orang-orang Cina pada tahun 1740. Korban
orang Cina akibat pembantaian diperkirakan antara lima sampai sepuluh ribu orang Cina.
Namun, Populasi Cina, kemudian, setelah peristiwa tahun 1740, hingga tahun 1780
4Uka Tjandrasasmita. “Masjid-Masjid Di Indonesia”. Dalam Nafas Islam Kebudayaan Indonesia. Festifal Istiqlal, 1991. Hlm. 48-79
bertambah tiga kali lipat dan menyebar di berbagai wilayah di Jakarta. Pada tahun 1779,
populasi Cina mencapai 28.801 orang.5
Secara kultural, Cina dapat dibagi menjadi dua kelompok: Singkeh, orang Cina yang
lahir di Cina, dan kelompok kedua peranakan Tionghoa, orang Cina yang lahir di Indonesia
(perantauan).6 Dalam bahasa Indonesia Singkeh disebut ‘totok’, orang Cina yang lahir di
Cina serta masih mempertahankan budaya aslinya, sekalipun mereka sudah bergaul dengan
berbagai etnis lainya di Jakarta.7
Orang Cina Singkeh datang ke Pulau Jawa secara bergelombang mulai sebelum abad
ke- 17. Di negerinya mereka ditindas dan diisolasi oleh orang-orang Cina lainnya yang non-
muslim, yakni di masa Dinasti Chi’ing (1664 – 1912).8 Kemungkinan, rombongan Cina
muslim ini masuk Jakarta setelah peristiwa tahun 1740, artinya setelah peristiwa ini orang
Cina yang datang ke Jakarta semakin bertambah. Para Singkeh pada abad ke- 17 dan 18
merupakan pedagang kaya di Jakarta. Mereka sering ‘mudik’ ke kampung halaman dengan
membawa uang yang banyak. Mereka tetap memelihara adat-istiadat mereka di Jakarta
seperti; bahasa Cina. Sebagian mereka mempunyai isteri orang Cina.9
Orang-orang Cina yang datang ke Jakarta, disamping sebagai pedagang adalah
orang-orang pekerja keras dan ulet dalam bidang pertukangan/perkayuan, pertanian, dan
5Haris, Tawalinudin. 2007. Kota dan Masyarakat Jakarta Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial (Abad XVI – XVIII)… Hlm. 167. Dalam buku ini Tawal tidak membuat tabel komposisi penduduk berdasarkan agama, padahal saat ini penduduk Jakarta sudah mencakup orang-orang penganut agama Islam, Hindu, Budha, Kristen, dan lain-lain. Konflik-konflik yang berkaitan dengan SARA pun sudah terjadi di masa ini. Lihatlah peristiwa tahun 1740.
6Skinner, G. William. 1963. The Chinese Minority in Indonesia. New Heaven:Yale University.Hlm. 102. Orang Cina perantauan lahir dari hasil asimilasi perkawinan antara orang Cina dengan non-Cina atau orang Cina yang lahir di negeri yang jauh dari Tiongkok. Orang Cina yang di perantauan.
7Muhammad Ali menggunakan istilah “diaspora” bagi Cina totok ini. Lihat Ali, Muhammad. 2007. “Chinese Muslims in Colonial and Postcolonial Indonesia.” Rxplorations. Vol. 7. Nomor 2. Hlm. 2. Istilah diaspora sering dikaitkan dengan orang-orang Yahudi yang diusir dari Palestina sejak Nebuchadnesar menguasai Palestian. Jadi agak beda dengan Muslim Cina yang merantau ke Indonesia bukan karena diusir, tapi karena mendapat tekanan dari kaiasr Cina.
8Winoto, Soeryo. “The Old Mosque Was Built By Chinese Convert”. The Jakarta Post. Saturday, 22 Juni 1985.
9Milone, Pauline Dublin.1966. Queen City of the East:The Metamorposis of a Colonial Capital. (Ph.D. Thesis), University of California.Hlm. 197.
sebagainya. Karenanya dari segi ekonomi, apakah oleh karena konsesi yang diberikan oleh
kompeni atau sebab usaha yang tekun, mereka berada di posisi teratas dan terkaya di antara
orang Timur Asing.10 Faktor ini membuat budaya Cina diadaptasi dan diakomodasi budaya
lain termasuk dalam bidang pertukangan. Beberapa masjid di Jakarta yang dibangun di
Jakarta diarsiteki oleh tukang-tukang Cina; bahkan tiga masjid kuno di Jakarta memiliki
elemen-elemen bangunan yang sangat dipengaruhi arsitektur budaya Cina mulai dari atap,
dinding, dan tata letaknya: Masjid Krukut, Masjid Tambora, dan Masjud Kebon Jeruk.11
Masjid memiliki tiga komponen utama yang padanya melekat elemen-elemen penting
sebagai pelengkap. Ketiga komponen ini mengandung falsafah dan paradigma hidup baik
dalam hubungannya dengan Tuhan, makrokosmos, dan mikrokosmos. Bentuk atap yang
meruncing ke atas memanifestasikan hubungan manusia kepada tuhannya. Hubungan
manusia kepada tuhannya melalui berbagai langkah atau station-station yang dilambangkan
dalam bentuk atap meru atau atap tumpang. Atap tumpang berasal dari ajaran Hindu, tetapi
diadopsi oleh umat Islam di Nusantara, termasuk di Jakarta, sehingga berdiri masjid yang
baratap tumpang dua, tiga, dan lima. Masjid-masjid kuno yang atapnya bertumpang tiga dan
lima sangat mungkin ia diadopsi dari bentuk atap bertumpang pura. Suparjo menyebutkan,:
“… Dalam tradisi Hindu yang sarat dengan kelas sosial, jumlah susunan atap setiap Pura menunjukkan orang yang membangun dan komunitas yang berhak menggunakannyaPura beratap susun sebelas adalah pura yang dibangun oleh raja besar (raja yang mempunyai daerah taklukan) dan hanya boleh digunakan untuk beribadah bagi raja dan kalangan bangsawan. Pura dengan atap bersusun tujuh menunjukkan bahwa pura tersebut dibangun oleh raja dan bangsawan. Pura dengan atap bersusun tiga adalah pura yang dibangun oleh rakyat biasa digunakan sebagai tempat beribadah. Pada model ini bisa jadi dibangun oleh raja atau bangsawan tetapi ia dipergunakan untuk ibadah rakyat jelata.”12
10Haris, Tawalinudin. 2007. Kota dan Masyarakat Jakarta Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial (Abad XVI – XVIII)… Hlm. 164
11Ihsan Tanggok dkk. 2010. Menghidupkan Kembali Jalur Sutra Baru. Cet. IJakarta: Gramedia Pustaka Utama.Hlm
12Suparjo. 2007. “Strategi Kultural Walisongo Dalam Membangun Masyarakat Muslim Indonesia (Sebuah Persepektif Sosio-Historis).”Jurnal Ilmu Dakwah. Vol. 15. Nomor 2, Oktober. Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN). Purwokerto, Hlm.204
Elemen-elemen lain dari suatu masjid dibuat untuk berbagai fungsi; untuk keindahan,
keamanan, kebersihan, menjaga kekhusu’an dalam ibadah, dan yang paling pokok adalah
simbol hubungan manusia dengan sang khalik dan makhluknya, dalam masjid sering
ditemukan ragam hias yang menggambarkan makhluk hidup berupa flora dan pauna dalam
beragam corak dan bentuknya. Elemen-elemen masjid yang dibangun pada abad kedelapan
belas yang paling pokok di antaranya adalah; pondasi/ruang utama, mihrab dan mimbar,
serambi, tempat berwudlu’, atap, mustaka, menara, bedug, pintu, jendela, tiang, ragam hias,
dan bahkan tata letak makam. Pertanyaan paling urgen dalam penelitian ini yang ingin
dijawab adalah apakah masjid-masjid kuno di Jakarta memiliki komponen-komponen dan
elemen-elemen masjid sebagai disebut di atas, sejauhmana kekunoannya, dan sejauhmana
pula pengaruh seni arsitektur Cina terhadap komponen-komponen dan elemen-elemen
masjid-masjid kuno di Jakarta yang dibangun pada abad kedelapan belas? Dengan
mengetahui komponen-komponen dan elemen-elemen masjid-masjid kuno, maka pada tahap
berikutnya adalah diperlukan analisis kekunoannya dan melakukan perbandingan atas
kekunoan dan masjid mana yang paling besar pengaruh arsitektur Cina atas bangunan masjid-
masjid tersebut.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Keberadaan masjid-masjid kuno di Jakarta digolongkan sebagai bangunan Benda
Cagar Budaya (BCB) yang dilindungi kelesatariannya berdasarkan 1) UU No. 5 dan PP No.
10 tentang Benda Cagar Budaya. 2) SK Gubernur DKI Jakarta.13 Benda Cagar Budaya di
Jakarta yang dilindungi undang-undang sebagiannya adalah masjid-masjid kuno. Rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini dalam bentuk pertanyaan dan sekaligus untuk
13 ? Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta:Dinas Museum DKI Jakarta.
dijawab adalah “Bagaimana keberadaan unsur arsitektur Cina pada komponen dan bagian-
bagian dari masjid-masjid kuno di Jakarta”.
Sebuah penelitian yang baik adalah jika penelitian ini difokuskan pada beberapa
masalah yang penting saja dan dibatasi masalahnya agar tidak melebar terlalu luas. Maka
penelian dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya masjid-masjid kuno yang dibangun pada abad
kedelapan belas di Jakarta.
2. Sejauhmana unsur-unsur arsitektur Cina pada arsitektur masjid-masjid kuno di
Jakarta yang dibangun pada abad kedelapan belas.
3. Bagaimana analisis kekunoan dan perbandingan pada arsitektur masjid-masjid
kuno di Jakarta yang dibangun pada abad kedelapan belas.
4. Bagaimana interpretasi adanya pengaruh unsur-unsur arsitektur Cina terhadap
masjid kuno di Jakarta yang dibangun pada abad kedelapan belas.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui unsur-unsur arsitektur Cina pada komponen-komponen dan elemen-
elemen masjid-masjid kuno yang dibangun di Jakarta sejak abad kedelapan belas.
2. Menambah khazanah pengetahuan tentang Masjid kuno sebagai peninggalan
warisan budaya umat Islam di jakarta dalam meningkatkan kesadaran
berkerukunan interen umat Islam.
3. Melengkapi buku-buku sejarah peradaban Islam Jakarta di perpustakan-
perpustakaan umum maupun Islam.
4. Agar Masyarakat Muslim kini dan mendatang yang bermukim di Jakarta tetap
memlihara warisan budaya masyarakat Muslim masa lalu sambil mempelajarinya
dan memaknai kandungan historisnya.
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
1. Meningkatnya kesadaran Masyarakat Muslim Jakarta bahwa kerukunan umat
beragama dapat dilakukan melalui berbagai upaya di antara mengadopsi dan
mengadaptasi budaya masyarakat muslim dari berbagai etnis atau bahkan dari
non-muslim sekalipun.
2. Penelitian terhadap bangunan suci keagamaan misalnya terhadap Masjid-masjid
kuno sangat berguna agar generasi sekarang semakin mendekatkan diri ke Masjid
serta akan memiliki semangat membangun jiwa keagamaan yang lebih kental lagi.
3. Masjid-masjid Kuno di Jakarta dibangun di atas kearifan lokal, maka manfaat
yang dapat diambil dari penelitin ini adalah bahwa membangun masjid tidak
semata-matan berorientasi timur tengah dengan ciri kubahnya yang setengah
bundaran, tapi dapat mengadopsi budaya setempat atau budaya non-miuslim.
E. Landasan Teori dan Kerangka konseptual
Masjid bukanlah sebuah bangunan berupa material-material mati yang berdiri tepisah
dari lingkungannya. Justru ia adalah bagian integral dari masyarakat muslim. Sejak pertama
kali menginjakkan kakinya di Madinah yang pertama Nabi Muhammad lakukan adalah
membangun masjid. Beliau memandang bahwa masjid tidak semata-mata berfungsi sebagai
tempat mendekatkan diri kepada Tuhan dengan beribadah secara vertikal, tapi masjid secara
horizontal merupakan sebuah sarana dan prasarana interaksi sosial. Maka sangat wajar jika
untuk mengakrabkan jama’ah dengan masjidnya arsitektur masjid didominasi kultur
masyarakat yang membangunnya. Masjid-masjid kuno di Jakarta adalah sebuah contoh
bangunan yang seni arsitekturnya didominasi oleh kultur masyarakat setempat yang sudah
mengalami akulturasi budaya saat masjid ini dibangun. Pembuktian asumsi di atas menuntut
berbagai langkah yang harus ditempuh, mulai dari 1) observasi, 2) deskripsi, dan 3)
eksplanasi.
Ketiga kegiatan tersebut dibarengi dengan kegiatan analisis, artinya analisis di tingkat
observasi, deskripsi, dan eksplanasi. Pendekatan De Saussure yang kemudian dikembangkan
Roland Barthes (1915 – 1950) dan mempengaruhi pemikiran Foucault sangat mungkin
digunakan dalam menganalisis benda-benda dengan sebutannya sebagai analisis semiotis.
Masing-masing kegiatan tetap mengacu pada menjawab pertanyaan-pertanyan penelitian di
sekitar apa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana yang sasaran akhirnya adalah sebuah
rekonstruksi kebudayaan. Istilah rekonstruksi mula-mula dikemukakan oleh Foucault dalam
L’archeoloie du savoir (arkeologi pengetahuan). Dia menyebutkan bahwa arkeologi sebagai
ilmu monumen bisu, jejak lembam, dan benda yang ditinggalkan masa silam
berkecenderungan sejarah dan hanya berarti bila merekonstruksi suatu wacana historis
Indonesia memiliki kekakayaan budaya yang sangat besar jumlahnya yang merupakan
warisan masa lalu bangsa Indonesia; bersifat material, yaitu bangunan-bangunan yang masih
berdiri kokoh dan non-material berupa adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai luhur
yang ditinggalkan nenek moyang. Salah satu peninggalan bangsa Indonesia masa lalu adalah
bangunan masjid. Masjid-masjid kuno yang dibangun di masa lalu memiliki cirinya yang
khas Indonesia, disebut sebagai ciri khas Indonesia sebab ia tidak seutuhnya meniru corak
bangunan satu bangsa tertentu di Timur Tengah, Eropa, Asia, dan Cina. Bangunan masjid di
Indonesia, khususnya di jakarta bisa disebut sebagain sebuah akulturasi budaya. Memang
terjadi silang pendapat tentang corak arsitektur bangunan masjid di Indonesia. Disana ada
pendapat Pijper, H.J. de Graff, Soetjipto Wiryosoeparto, WF. Stuuterheim, dan Uka
Tjandrasasmita.
Soetjipto Wiryosoeparto berpendapat bahwa bangunan masjid kuno di Indonesia
mengadopsi bangunan pendopo atau mendapa, denah bujur sangkar, atap joglo dan tidak
berdinding. Pendapat ini hampir sejalan dengan Pijper yang berpendapat bahwa arsitektur
masjid di Indonesia berasal dari pulau Jawa, ciri pokoknya adalah; 1) bentuk denah dasar
persegi, 2) berdiri di atas pondasi padat yang agak tinggi, 3) mempunyai atap meruncing
terdiri dari dua sampai lima tingkat dab mengecil ke atas, 4) adanya bangunan menonjol
disisi barat laut berupa mihrab, 5) kadang-kadang memiliki serambi di kedua sisi samping
atau depan, dan 6) dikelilingi tembok dan satu atau dua gapura.14 Pendapat ini dibantah oleh
HJ. De Graaf ia bependapat bahwa pola bangunan masjid di Indonesia berasal dari Malabar,
India yang denahnya persegi panjang. Demikian juga WF. Stutterheim menolak pendapat
Pijper, ia berpendapat bahwa denah persegi panjang dan atap joglo itu berasal dari bangunan
tempat menyabung ayam di Bali yang disebut Wantilan.
Uka Tjandrasasmita berpendapat bahwa pola bangunan masjid di Indonesia
mengalami perkembangan disebabkan adanya kebebasan umat Islam untuk berkreasi dan
berekspresi membuat bangunan masjid sekalipun mengadopsi budaya dari luar Islam.15
Berangkat dari pemikiran Uka Tjandrasasmita, maka sangat mungkin bahwa bangunan-
bangunan masjid di Jakarta mendapat pengaruh dari berbagai unsur budaya di luar Islam
termasuk di antaranya unsur budaya Cina. Perkembangan arsitektur masjid mengalami
percampuran berbagai unsur mulai dari unsur-unsur pra- Islam, Jawa, India, Eropa, Timur
Tengah, dan Cina. Pada abad kedelapan belas pengaruh budaya Cina sangat kuat oleh karena
pada abad ini masyarakat Cina di Jakarta memiliki peran penting dalam bidang perdagangan
dan pertukangan. Dengan demikian terdapat garis anatara abad kelima belas dan keenam
14G.F. Pijper. 1985. Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900 – 1950. Jakarta:UI Press. Hlm. 15 -16.
15?Uka Tjandrasasmita. “Masjid-Masjid Di Indonesia”. Dalam Nafas Islam Kebudayaan Indonesia. Festifal Istiqlal, 1991. Hlm. 48-79. Lihat juga ?Uka Tjandrasasmita. “Sejarah Jakarta Ditinjau dari Perspektif Arkeologi”. Dalam Arkeologi Islam Nusantara. Buku Kenang-kenangan 80 tahun Uka Tjandrasasmita yang diterbitkan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, 2009. Hlm. 145
belas di mJawa dengan abad kedelapan belas di Jakarta yang terdapat pengaruh-pengaruh
pertukangan Cina sangatlah kuat.16
F. Metode Penelitian
Penelitian terhadap Masjid-masjid kuno di Jakarta bersifat penelitian kualitatif yang
harus dilakukan secara holistik dan bersifat deskriptik analitik dengan data artefaktual, yaitu
bangunan masjid-masjid beserta ragam-ragam hias yang melekat di dalamnya. Sedikitnya
sembilan buah masjid kuno di Jakarta yang dibangun pada abad kedelapan belas, objek
penelitian ini hanya akan difokuskan pada masjid-masjid yang dibangun oleh Cina Muslim
sebagai sempel. Pendekatan deskriptik analitik digunakan untuk menggambarkan data-data
arkeologis serta mencari bagaimana hubungan antar variabelnya. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah pengumpulan data melalui observasi lapangan dan studi kepustakaan serta
analisis data.
1. Pengumpulan Data
Pada dasarnya data-data baik primer maupun sekunder didapatkan melalui
pengumpulan data perpustakaan serta data lapangan.
1.1 Data Perpustakaan:
Data perpustakaan sangat dibutuhkan dalam penelitian ini baik yang bersifat primer atau
sekunder. Data primer berupa tulisan, gambar, foto, peta lokasi, dan manuskrip.
Sementara data-data sekunder adalah tulisan-tulisan berupa buku-buku, majalah, surat
kabar-surat kabar yang terbit masa itu atau saat ini yang mengkaji atau menelaah Masjid
Kebon Jeruk atau bangunan-bangunan tua di Jakarta. Data-data ini didapatkan di
berbagai perpustakaan di Jakarta.
16?Handinoto dan Samuel Hartono.2007. “Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan Mesjid Kuno di Jawa Abad ke- 15 – 16.” Dimensi Teknik Aristektur. Vol. 38 No. 1, Juli 2007. Hlm. 23 – 24.
1.2 Data Lapangan:
Data lapangan diperoleh melalui penjajagan dan survei. Data Lapangan berupa Masjid
Kuno yang masih berdiri kokoh. Masjid-masjid kuno telah mengalami beberapa kali
perbaikan dan penambahan. Namun bentuk bangunan dan bahan bangunan asli beserta
material yang melekat dengannyasebagian masih dipertahankan keasliannya dan berada
di berbagai sudut bangunan masjid,17 sedang data material setidaknya kini berada di
berbagai tempat. Data lapangan bisa diperoleh melalui wawancara. Peneliti akan
mewawancarai pengurus masjid untuk mendapatkan data-data yang lebih banyak.
Misalnya berkaitan dengan keberadaan benda-benda masjid yang sudah kuno.
2. Metode Analisis Data
Data-data terkumpul, baik tertulis maupun dalam bentuk material diklasifikasikan dan
dianalisis dengan pendekatan arkeologis, ditelaah, dan akhirnya diinterpretasikan. Teknik
analisis bangunan suci keagamaan dan artefak-artefak yang melekat di dalamnya dilakukan
dengan langkah-langkah berikut ini:
2.1 Analisis Morfologi:
Menganalisis bentuk, variabel-variabel yang diamati, yakni ukuran bangunan, denah
bangunan, arah hadap, bagian fondasi, tubuh, atap, dan ragam hias yang merupakan
bagian-bagian mesjid yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Bangunan masjid sudah sangat
jelas menghadap ke qiblat (arah barat). Dianalisis juga dinding, pintu, jendela, ventilasi,
tiang, atap bangunan, mustaka kubah bangunan dengan segala bentuk dan ukurannya.
2.2 Analisis terhadap teknologi bangunan Masjid:
Menganalisis bahan-bahan bangunan berupa bata, dan batu. Menganalisis terbuat dari
apakah atap Masjid; c) analisis gaya; dan d) analisis kontekstual.18
17PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ARKEOLOGI NASIONAL. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta:Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Cet. II, 2008. Hlm. 21-22
18PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ARKEOLOGI NASIONAL. Metode Penelitian …. Hlm. 89-92
2.3 Analisis Stilistik
Analisis stilistik berkaitan dengan variable-variabel berupa ragam hias yang menghiasi
dinding, jendela, pintu, dan lain-lain. Biasanya ragam hias semacam ini mendapat dari
pengaruh ari Eropa, Cina, atau Timur Tengah.
Berangkat dari ketiga analisis di atas, maka akan dicari bagian-bagian mana saja dari
Masjid-masjid yang merupakan pengaruh arsitektur Cina.
G. Tim Peneliti
Penelitian ini dilaksanakan secara kolektif oleh beberapa orang peneliti yang terdiri
dari:
1. Dr. Parlindungan Siregar, MA.
2. Drs. Husni Thamrin, MA. dan
3. Mahasiswa-mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam FAH. peserta mata kuliah
Arkeologi
H. Jadwal Penelitian Tahun 2011
No.Urt.
Nama Kegiatan Lokasi Kegiatan
WaktuPelaksanaan
Pelaksana Ket.
1. Penyusunan Proposal Ciputat Januari – Maret
Peneliti
2. Pengajuan Proposal Lemlit 31 Maret Peneliti
3. Seleksi Proposal Lemlit 1-18 April Lemlit
4. Presentase Proposal Lemlit 30 April Lemlit danPeneliti
5. Pengumuman hasil seleksi Lemlit 10 Mei Lemlit
6. Penandatanganan SPK Lemlit 12 Mei Lemlit dan Peneliti
7. Pencairan Dana Lemlit Mei – Juni Lemlit dan Peneliti
8. Survei Pustaka PerpustakaanUIN
16 -28 Mei Peneliti
9. Survei Lapangan Jakarta 30 Mei 30 Juli
Peneliti
10. Penyusunan Draft Laporan Ciputat 1 -29 Agus. Peneliti
11. Penyerahan Draft Laporan
Lemlit 19 Oktober Peneliti
12. Penyusunan Laporan Penelitian
Lemlit 20 – 24 Oktober
Peneliti
13. Seminar Hasil Penelitian Lemlit 25-28 Okt. Lemlit
14. Penyerahan LaporanPenelitian
Lemlit 10 Nov. Peneliti
15. Pencairan Dana Tahap II Lemlit Nov. Lemlit
I. Rencana Anggaran Penelitian
Objek Penelitian: MASJID-MASJID KUNO DI JAKARTA
No. Urt
Jenis Kegiatan/Barang Volume Harga SatuanRp
JumlahRp
I
II
Transportasi:1. Observasi Lapangan2. Observasi Perpustakaan3. Konsultan/Pembimbing4. Informan5. Museum Fatahillah6. Museum Nasional
Pemotretan
30 15 10 15 3 3
150.000 150.000 500.000 150.000 150.000 150.000
4.500.000,- 2.250.000,-
5.000.000,- 2.250.000,-
450.000,- 450.000,-
III
IV
V
VI
1. Masjid: Kubah, Mustaka, Ornamen-ornamen masjid, Bagian dalam dan luar, 4 buah tiang asli/penyangga, mimbar asli/kun, dll.
2. Makam: Batu nisan, ornament-ornamen makam
3. Pencetakan photo4. Sewa Photo Digital
Peralatan Kerja:1. Kertas2. Tinta Frinter3. Alat-alat Tulis4. Foto Copy
Seminar Draft Hasil Penelitian:10 orang peserta
Penggandaan/Penjilidan
Biaya Tak Terduga
9
1 30 1
3 4
10 1.000
2
10
1
500.000
500.000 5.000 300.000
48.000 125.000 5.000
200 2.000.000
75.000
500.000
4. 500.000,-
500.000,- 150.000,- 300.000,-
96.000,- 125.000,- 50.000,-
200.000,- 4.000.000,-
750.000,-
500.000,-
Jumlah 26.021.000,-Terbilang: #Dua Enam Juta Dua Puluh Satu Ribu Rupiah#
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2007. “Chinese Muslims in Colonial and Postcolonial Indonesia.” Rxplorations. Vol. 7. Nomor 2.
Ambary, Hasan Muarif dan Parlindungan Siregar. 2005. “Sejarah Perkembangan Kota Jakarta Sejak Awal Berdirinya Hingga Abad XIX Masehi”. Laporan Penelitian Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta
Ambary, Hasan Muarif. 1983. The Establishment of Islamic Rule in Jayakarta. Jakarta:Departemen P dan K.
Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta:Dinas Museum DKI Jakarta
Berg, LWC Van Den. 1989. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. Jakarta:INIS Book
Bolaffi, Guido dkk.(Ed.). 2003. Dictionary of Race, Ethnicity & Culture.London, Thousand Oaks, New Delhi:SAGE Publications
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Pustaka
Emot Rahmat Taendiftia dkk. Gado-gado Betawi: Masyarakat Betawi dan Ragam Budayanya.Jakarta:Grasindo.
Fijper, G.F. 1992. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900 – 1950. Terjemahan Tudjimah dan Yessy Augusdin. Jakarta:UI-Press
Gazalba, Sidi. 1962. Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Djakarta:Pustaka Antara
Haris, Tawalinuddin. “Masjid-masjid di Dunia Melayu – Nusantara.” Makalah disampaikan pada Diklat Arkeologi Keagamaan PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS KEAGAMAAN BADAN LITABANG DAN DIKLAT KEMENAG RI. Ciputat, 2 Juni 2010
------------. 2007. .Kota dan Masyarakat Jakarta Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial (Abad XVI – XVIII). Jakarta:Wedatama Widya Sastra
Hidayatin, Titin. 1997. “Unsur-Unsur Cina Pada Masjid Kebon Jeruk”. Skripsi Sarjana Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Juliadi. 2007. Masjid Agung Banten Nafas Sejarah dan Budaya. Yogyakarta:Ombak
Milone, Pauline Dublin.1966. Queen City of the East:The Metamorposis of a Colonial Capital. (Ph.D. Thesis), University of California
Nasution, Isman Pratama. “Studi Arkeologi tentang Makam.” Makalah disampaikan pada Diklat Arkeologi Keagamaan PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS KEAGAMAAN BADAN LITABANG DAN DIKLAT KEMENAG RI. Ciputat
Satari, Sri Soejatmi. “The Role of Naga in The Indonesian Culture”. Dalam PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ARKEOLOGI NASIONAL.2008. Untuk Bapak Guru. Jakarta:Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
Shahab, Alwi. 2004. Saudagar Baghdad dari Betawi.. Jakarta:Republika.
SJ, A. Heuken. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta. Jakarta:Yayasan Cipta Loka Caraka.
Skinner, G. William. 1963. The Chinese Minority in Indonesia. New Heaven:Yale University
Soekmono, R. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.Jakarta:Kanisius.
Tanggok, Ihsan dkk. 2010. Menghidupkan Kembali Jalur Sutra Baru. Cet. IJakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tjandrasasmita, Uka.2009.Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:Gramedia
Winoto, Soeryo. “The Old Mosque Was Built By Chinese Convert”. The Jakarta Post. Saturday, 22 Juni 1985.
Wiryoprawiro, M. Zein. 1985. Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur. Surabaya:Bina Ilmu.
Zein, Abdul Baqir.1999. Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia”. Jakarta:Gema Insani Press
Surat Kabar/Jurnal:
Kompas.
Jurnal Ilmu Dakwah
Dimensi Teknik Arsitektur
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Kelahiran, Pendidikan, dan Keluarga:
Dr. Drs. Parlindungan Siregar, MA. lahir di sebuah desa lebih kurang dua kilometer dari desa kelahiran Prof. Toha Yahya Oemar, mantan Rektor IAIN Syahid Jakarta 1970 – 1973, tepatnya di Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, 15 Januari 1959. Anak keenam dari sebelas bersaudara, ayah Muara Tagor Siregar (alm.) dan
Ibu Gondoria (alm.), enam di antaranya telah lebih dulu kembali ke rahmatullah, empat lainnya adalah Ibrahim, Ghozali, Ali Arsyad, dan Darwin Siregar.
Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, berpindah-pindah sekolah dari satu kota ke kota lain, terakhir belajar di SDN 2 yang dikepalai oleh Bapak Supomo di Rantau Prapat dan tamat tahun 1972. Kemudian melanjutkan studi di Pesantren At-Thayyibah Indonesia (PAI) yang dibina oleh Bapak H. Adnan Lubis (alm.) di KM 13 Rantau Prapat, tamat tahun 1979. Pada tahun ini merantau ke Jakarta bukan untuk tujuan kuliah di Jakarta. Namun Allah menghendaki lain, melalui seorang teman di PAI yang lebih dulu ke Jakarta, Patmansyah, Allah menunjukkan jalan untuk kuliah di IAIN Syahid Jakarta yang dimulai pertengahan tahun 1980 dan selesai awal tahun 1989 ketika Bapak Drs. H. Abdul Muthalib Sulaiman (alm.) menjadi Dekan Fakultas Adab. Enam tahun berikutnya (1995) mengikuti kuliah Program Pascasarjana UIN Jakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. Harun Nasution (alm.) selesai tahun 1997 (M. Ag.) dan pada tahun ini pula masuk di Program Stata Tiga (S3), NIM: 397-KI-015 (97.3.00.1.09.01. 0163), selesai tahun 2008.
Alamat Rumah Jl. Delima Jaya I Rt. 08/02 N0. 17 Gang Kaimin Kelurahan Rempoa Kec. Ciputat Timur Kab Tangerang 15412.Telp. Rumah -, HP. 0815 1930 6611, E. Mail: [email protected].
2. Aktifitas:
Organisasi/LSM: 1974 – 1979 Ketua OSIS (Dewan Pelajar) Pesantren At-Thayyibah Indonesia Pinang Lombang KM. 13 Rantau Prapat, Sumatera Utara; 1983 – 1985 Ketua I Senat Mahasiswa Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1985 Ketua Komisariat IMM Fakultas Adab; 1985 – 1986 Ketua Bidang Keilmuan IMM Cabang Ciputat; 2003 – 2006 Ketua Majlis Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ciputat; 2006 – 2011 Ketua Bidang ISMUBA Majlis Dikdasmen PDM Kab. Tangerang. Anggota Bidang Keilmuan IKLAB (Ikatan Keluarga Labuhan Batu); 2005 – 2008 Wakil Ketua Korp Muballigh Dewan Da’wah Perwakilan Jakarta Raya. Melalui lembaga ini mengisi khutbah Jumat hampir sepanjang tahun dan pengajian-pengajian serta antara 1989 -1998 sering berdialog dengan Mohamad Natsir, Yunan Nasution, Anwar Haryono, Husein Umar, dan lain-lain. Pendiri dan Ketua Yayasan Prof. Dr. Harun Nasution (Harun Nasution Foundation).
Pekerjaan: 1979 -1980 guru Sekolah Dasar Yayasan Qaryah Thayyibah pimpinan Yunan Helmy Nasution (alm.) di Srengseng, Jakarta Barat; 1980 – 1989 guru pelajaran Bahasa Inggeris Sekolah Tehnik (ST) dan Sekolah Tehnik Menengah (STM) Cendrawasih Kebun Jeruk Jakarta Barat; 1989 guru di Pesantren At-Thayyibah Indonesia Pinang Lombang (3,5 bulan); 1990 – 1992 dosen Universitas Dwi Putra (sekarang sudah ditutup); 1990 – 1993 mengadakan bimbingan turorial bagi mahasiswa Universitas Terbuka (UT) di Legoso dan Teluk Gong; 1989 – sekarang dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta dengan
Pangkat Penata Tk. I (III/d) Lektor sejak 1 April 2005 dalam mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam (SKI); 1997 – 2001 Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta; 2006 – sekarang dosen luar biasa di FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA). Sebagai membimbing skripsi untuk menyelesaikan studi S1 Prodi Sejarah FKIP UHAMKA.
Seminar, Workshop, Raker, dan Pelatihan: 2004 menjadi peserta Seminar Nasional “Mengembangkan Akselerasi Perwujudan Masyarakat Multikulturalisme dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Jangka Menengah di Indonesia”, Wisma Syahida UIN Syahid Jakarta; 2004 Ketua Panitia workshop Metodologi Pembelajaran berbasis Kompetensi bagi dosen Fakultas Adab dan Humaniora; 2004 Peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah; 2006 Peserta Konferensi “Reformasi Pemikiran dan Pendidikan dalam Dunia Islam”, Syahid Jaya Hotel Jakarta; 2006 Peserta Workshop Penyegaran Pembelajaran AIK/Ilmu Pendidikan, UHAMKA Jakarta; 2007 Peserta Workshop Al-Islam/Kemuhammadiyahan, UHAMKA Jakarta; 2008 peserta workshop AIKA/Ilmu Pendidikan, UHAMKA Jakarta.
3. Karya Tulis:
1. Pembinaan Anak Dalam Keluarga (Paper Pesant.tahun 1979 )2. اإلسالم في (Risalah (Paper) Sarjana Muda tahun 1984)ظهورالفلسفة3. Aplikasi Piagam Madinah terhadap Heterogenita Sosial di Madina Pada
Zaman Muhammad (Skripsi Sarjana Lengkap, 1989)4. Perkembangan Aliran Kepercayaan/Kebatinan di Indonesia 1945-1985 dan
Respons Umat Islam. Disertasi Doktoral UIN Jakarta, Agustus 20085. " " : وإهميته ظهوره اإلسالمى سياقية: جوهر(التأريخ إسالمية فكرية مجلة
الحكومية اإلسالمية هدايةالله شريف جامعة العليا الدراسة مدرسة)٢٠٠٣جاكرتا،يونيو
6. " " " " اآلداب كلية التراث مجلة عمبري معرف حسن األستاذ ١٩٩٥شخصية7. “Kesenian Islam”. Majallah Akrab, 1996.8. “Kalender Hijriyah: Sebuah Peradaban Islam”. Majalah al-Turats Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Jakarta. 2004.9. Buku Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan al-Qur’an & Hadis Untuk
Madrasah Ibtidaiyah. (600.000 ex.) Proyek Departemen Agama Pusat 1996.
10.Bani Abbas:Tantangan dari Qaramithah dan Hasysyisyin (Makalah diskusi dosen). 1996
11.Relevansi Fitrah dengan Kebangkitan Umat Islam. Makalah Khutbah Idul Fitri (1000 ex.), RS. Mohammad Hoesin Palembang, 2003.
12.Aktualisasi Qurban. Makalah Khutbah Idul Adha Komplek Polri Bekasi. 2000.
13.Muhammad Ali Jinnah: Two Nations Theory. (Makalah diskusi dosen). 2002
14.Muhammad Ali:Pengambilalihan Kekuasaan dan Usaha-Usaha Pembaharuan di Mesir. (Makalah diskusi dosen). 2002
15.Sejarah Dunia. (Diktat Mata Kuliah Sejarah Dunia I, II, dan III Fakultas Adab dan Humaniora)
16.Pembentukan dan Perkembangan Mistiko Filosofis di Nusantara (Makalah diskusi dosen)
17.Daulah Fathimiyah di Mesir (Makalah diskusi dosen)