Perekonomian Indonesia Bagian I
-
Upload
christoff-romeo-andrew -
Category
Documents
-
view
229 -
download
8
description
Transcript of Perekonomian Indonesia Bagian I
Materi Kuliah Perekonomian Indonesia Bagian I
Roos Nana Sucihati, SE Sunday, October 16, 2011
A. PENDAHULUAN
Dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara sangat ditentukan oleh banyak faktor,
baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal antara lain :
Kondisi fisik (termasuk iklim)
Lokasi geografi Jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA) Dan sumber daya manusia (SDM)
Faktor eksternal antara lain :
Perkembangan teknologi Kondisi perekonomian dan politik dunia Keamanan global
Akan tetapi, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat dari proses dan pola
pembangunan ekonomi di suatu negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya
selama kurun waktu tertentu atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu negara
dalam membangun ekonominya berbeda dengan negara lain, perlu juga diketahui
sejarah ekonomi dari negara itu sendiri. Sering dikatakan bahwa keadaan perekonomian
negara-negara berkembang (LDCs), seperti, Indonesia, india, dan malaysia, tidak lepas
dari pengaruh sistem perekonomian atau orientasi pembangunan ekonomi yang
diterapkan, pembanguna infrastruktur fisik dan sosial (seperti pendidikan dan kesehatan)
yang dilakukan, dan tngkat pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau, yakni
pada zaman penjajahan (kolonialisasi).
Pengalaman indonesia sendiri menunjukkan bahwa pada zaman pemerintahan orde
lama, rezim yang berkuasa menerapkan sistem ekonomi tertutup (inward oriented) dan
lebih mengutamakan kekuatan militer daripada kekuatan ekonomi. Ini semua
menyebabkan ekonomi nasional pada masa itu mengalami stagnasi, pembangunan
praktis tidak ada.
Dalam bab ini akan dibahas secara garis besar sejarah ekonomi Indonesia pada empat
periode, yakni pada zaman pemerintahan orde lama (1950-1966), pemerintahan orde
baru (1966-Mei 1998), pemerintahan transisi (Mei 1998-November 1999), dan
pemerintahan reformasi (2000-2001).
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html
B. PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Setelah memproklamasikan kemerdekaannya, keadaan ekonomi indonesia sangatlah
buruk, ekonomi nasional boleh dikatakan mengalami stagflasi. Defisit saldo neraca
pembayaran dan defisit keuangan pemerintah sangat besar, kegiatan produksi disektor
pertanian dan sektor industri manufaktur terhenti, tingkat inflasi sangat tinggi, hingga
mencapai lebih dari 500 % menjelang akhir periode orde lama. Semua ini disebabkan
oleh berbagai macam faktor, yang penting diantaranya adalah kependudukan jepang,
perang Dunia II, perang revolusi, dan manajemen ekonomi makro yang sangat jelek
(Tambunan, 1991, 1996). Dari tahun 1949 hingga 1956 pemerintah indonesia
menerapkan suatu sistem politik disebut demokrasi liberal. Setelah itu terjadi transisi ke
sistem politik yang disebut “demokrasi terpimpin“, yang berlangsung dari tahun 1957
hingga 1965. Akan tetapi, sejarah Indonesia menunjukkan bahwa sistem politik
demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian
nasional. Pada masa politik demokrasi itu, tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur
setiap kabinet hanya sekitar 2 tahun. Waktu yang sangat pendek ini disertai dengan
banyaknya keributan internal didalam kabinet tentu tidak memberi kesempatan maupun
waktu yang tenang bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan bersama masalah-
masalah sosial dan ekonomi yang ada pada saat itu, apalagi menyusun suatu program
pembangunan dan melaksanakannya (Feith, 1964).
Periode 1950-an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi.
Semua output nasional atau produk domestik bruto (PDB) didominasi oleh perusahaan-
perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor. Struktur ekonomi seperti yang
digambarkan tadi, yang oleh Boeke (1954) disebut dual societies. Dualisme didalam
struktur ekonomi seperti ini terjadi karena biasanya pada masa penjajahan pemerintah
yang berkuasa menerapkan diskriminasi dalam kebijakan-kebijakannya, baik bersifat
langsung maupun tidak langsung. Diskriminasi ini sengaja diterapkan untuk memuat
perbedaan dalam kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu antara
penduduk asli dan orang-orang nonpribumi/nonlokal. Buruknya perekonomian Indonesia
pada masa pemerintahan orde lama juga disebabkan oleh keterbatasan akan faktor-
faktor produksi, seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas
manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan/keterampilan yang tinggi, dana
(khusunya untuk membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industri),
teknologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi
pembangunan yang baik.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda (dan asing lainnya) yang dilakukan pada
tahun 1957 dan 1958 adalah awal dari periode “ekonomi terpimpin” (guided economy).
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html
Sistem politik dan ekonomi pada masa orde lama, khususnya setelah “ekonomi
terpimpin” dicanangkan, semakin dekat dengan haluan/pemikiran sosialis/ komunis.
Walaupun ideologi Indonesia adalah Pancasila, pengaruh ideologi komunis dari negara
bekas Uni Soviet dan Cina sangat kuat. Pada akhir bulan september 1965,
ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang
gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu
perubahan politik yang drastis didalam negeri, yang selanjutnya juga mengubah sistem
ekonomi yang dianut Indonesia pada masa orde lama, yakni dari pemikiran-pemikiran
sosialis ke semikapitalis (kalau tidak dapat dikatakan ke sistem kapitalis sepenuhnya).
Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 menganut
suatu sistem yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan
ideologi Pancasila.
C. PEMERINTAHAN ORDE BARU
Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru. Sejak itu perhatian
pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan orde baru menjalin kembali
hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia
juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga
dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Sebelum rencana pembangunan lewat repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah
melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi ekonomi
didalam negeri. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana
pembangunan lima tahun secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat
dihargai oleh negara-negara barat.
Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank
Pembanguna Asia) dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut inter government
group on indonesia (IGGI) yang terdiri atas sejumlah negara maju, termasuk Jepang dan
Belanda, dengan tujuan mebiayai pembangunan ekonomi di Indonesia. Tujuan jangka
panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde baru adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam
skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat
dan efektif untuk mananggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja
dan defisit neraca pembayaran. Pada bulan April 1969 Repelita I dimulai dengan
penekanan utama pada pembangunan sektor pertanian dan industri-industri yang
terkait, seperti agro industri. Strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi pada
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html
Repelita I terpusat pada pembangunan industri-industri yang dapat menghasilkan devisa
lewat ekspor dan substitusi impor, industri-industri yang memproses bahan-bahan baku
yang tersedia didalam negeri, industri-industri yang padat karya, industri-industri yang
mendukung pembangunan regional, dan juga industri-industri dasar, seperti pupuk,
semen, kimia dasar, pulp, kertas, dan tekstil.
Tujuan utama pelaksanaan Repelita I adalah untuk membuat Indonesia menjadi self
sufficient, terutama dalam kebutuhan beras. Hal ini dianggap sangat penting mengingat
penduduk indonesia Indonesia sangat besar dengan pertumbuhan rata-rata per tahun
pada saat ini 2,5 % dan stabilitas politik juga sangat tergantung pada kemampuan
pemerintah menyediakan makanan pokok bagi masyarakat. Dampak Repelita I dan
repelita-repelita berikutnya terhadap perekonomian Indonesia cukup mengagumkan,
terutama dilihat pada tingkat makro. Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia
pada masa orde baru tidak saja disebabkan oleh kemampuan kabinet-kabinet yang
dipimpin oleh Presiden Soeharto yang jauh lebih baik/ solid dibanding pada masa orde
lama dalam menyusun rencana, strategi dan kebijakan ekonomi, tetapi juga berkat
penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak, terutama pada periode krisis atau oil
boom pertama pada tahun 1973/1974.
Akan tetapi, pada tingkat meso dan mikro pembangunan selama ini boleh dikatakan
tidak terlalu berhasil, bahkan dalam banyak aspek semakin buruk. Jumah kemiskinan,
baik absolut maupun relatif, masih tinggi dan tingkat kesenjangan ekonomi semakin
besar. Bahkan, menjelang awal dekade 1990-an kesenjangan cenderung meningkat.
Sebagai reaksi pemerintah terhadap kenyataan di atas, khususnya pada Repelita IV,
orientasi kebijakan-kebijakannya mengalami perubahan dari penekanan hanya pada
pertumbuhan ke pertumbuhan dengan pemerataan. Untuk mengurangi tingkat
kesenjangan dan kemiskinan , pemerintah menjalankan berbagai macam program,
terutama di daerah pedesaan, seperti program inpres desa tertinggal (IDT), program
keluarga sejahtera, dan program-program pembinaan usaha kecil. Sebagai suatu
rangkuman, sejak masa orde lama hingga berakhirnya masa orde baru dapat dikatakan
bahwa Indonesia telah mengalami 2 orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni
dari ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman rezim Soekarno ke ekonomi
terbuka yang berorientasi kapitalis pada masa pemerintahan Soeharto. Perubahan
orientasi kebijakan ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada masa
pemerintahan orde baru menjadi jauh lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan
orde lama.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa ada beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi
terlebih dahulu agar usaha membangun ekonomi dapat berjalan lancar dengan baik.
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html
Kondisi-kondisi itu adalah sebagai berikut:
Kemauan yang kuat (Political Will) Stabilitas Politik dan Ekonomi Sumber Daya Manusia yang Lebih Baik Sistem Politik dan Ekonomi Terbuka Western Oriented Kondisi Ekonomi dan Politik Dunia yang Lebih Baik
kebijakan-kebijakan ekonomi selama masa orde baru memang telah menghasilkan suatu
proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tetapi biaya yang sangat mahal (high cost economy) dan fundamental ekonomi yang
rapuh.
D. PEMERINTAHAN TRANSISI
Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997 nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS
mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan
“jual”. Untuk mempertahankan nilai tukar bath agar tidak jatuh terus, pemerintah
Thailand melakukan intervensi dan didukung oleh intervensi yang dilakukan oleh bank
sentral Singapura. Akan tetapi, pada hari Rabu, 2 juli 1997, bank sentral Thailand
terpaksa mengumumkan bahwa nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan dengan dolar AS.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merembet ke Indonesia dan beberapa negara
lainnya, awal dari krisis keuangan di Asia.
Sekitar bulan september 1997, nilai tukar rupiah yang semakin menurun mulai
menggoncang perekonomian nasional. Untuk mencegah keadaan agar tidak bertambah
buruk, pemerintahan orde baru mengambil beberapa langkah konkrit, diantaranya
menunda proyek-proyek senilai Rp. 39 triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan
anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah tersebut.
Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak dapat dibendung lagi dengan
kekuatan sendiri, lebih lagi karena cadangan dolar AS di BI sudah mulai menipis karena
terus digunakan untuk intervensi untuk menahan atau mendongkrak kembali nilai tukar
rupiah. Pada tanggal 8 Oktober 1997 pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara
resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF. Kepercayaan masyarakat didalam dan
luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang pada waktu itu terus merosot
membuat kesepakatan bersama antara pemerintah Indonesia dan IMF pada bulan Januari
1998. Nota kesepakatan itu terdiri dari 50 butir kebijakan, mencakup ekonomi makro
(fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural. Namun
pemerintah merasa gagal dengan kesepakatan pertama tersebut, kemudian dilakukan
lagi perundingan-perundingan baru antara pemerintah dan IMF pada bulan Maret 1998
dan dicapai lagi suatu kesepakatan baru pada bulan April 1998. Hasil-hasil perundingan
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html
dan kesepakatan itu dituangkan secara lengkap dalam satu dokumen bernama
“Memorandum Tambahan tentang Kebijakan Ekonomi Keuangan (MKTKEK)”.
Ada beberapa perubahan, di antaranya penundaan penghapusan subsidi BBM dan listrik,
dan penambahan sejumlah butir baru. Secara keseluruhan, ada lima memorandum
tambahan dalam kesepakatan yang baru ini,
yakni sebagai berikut :
Program Stabilisasi Restrukturisasi Perbankan Reformasi Struktural Penyelesaian Utang Luar Negeri (ULN) Swasta (Corporate Debt) Bantuan untuk Rakyat Kecil (Kelompok Lemah)
Krisis rupiah yang menjelma menjadi suatu krisis ekonomi akhirnya juga memunculkan
suatu krisis politik yang dapat dikatakan terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka
tahun 1945. krisis politik tersebut diawali dengan penembakan oleh tentara terhadap
empat mahasiswa Universitas Triskati, tepatnya tanggal 13 Mei 1998, yang dikenal
dengan sebutan Tragedi Trisakti. Menjelang minggu terakhir bulan Mei 1998, DPR untuk
pertama kalinya dalam sejarah indonesia dikuasai/diduduki oleh ribuan mahasiswa/siswi
dari puluhan perguruan tinggi dari Jakarta dan luar Jakarta.
Puncak dari keberhasilan gerakan mahasiswa tersebut di satu pihak dan krisis politik di
pihak lain adalah pada tanggal 21 Mei 1998, yakni Presidan Soeharto mengundurkan diri
dan diganti oleh wakilnya B.J. Habibie. Tanggal 23 Mei 1998 Presiden Habibie
membentuk kabinet baru, awal dari terbentuknya pemerintahan transisi.
Pada awalnya pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan
reformasi. Akan tetapi, setelah setahun berlalu masyarakat mulai melihat bahwa
sebenarnya pemerintahan baru ini tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya,
mereka juga orang rezim orde baru dan tidak ada perubahan yang nyata.
E. PEMERINTAHAN REFORMASI
Pada awal pemerintahan reformasi, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan
investor, termasuk investor asing, menaruh harapan besar terhadap kemampuan dan
kesanggupan pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan
menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru.
Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah terpilihnya Presiden Indonesia keempat
tidak berlangsung lama. Presiden mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan-
ucapan kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis. Sikap Presiden
tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
klimaksnya adalah dikeluarkannya peringatan resmi kepada Presiden lewat
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html
Memorandum I dan II. Selama pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satupun
masalah di dalam negeri yang dapat terselesaikan dengan baik. Berbagai kerusuhan
sosial yang bernuansa disintegrasi dan secara berlanjut.
http://warnet69.blogspot.com/2011/10/materi-kuliah-perekonomian-indonesia.html