PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB...

60
PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING DAN NON-STUNTING DI KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Skripsi) Oleh : Alfia Nikmah PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

Transcript of PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING

DAN NON-STUNTING DI KECAMATAN GUNUNG SUGIH

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Skripsi)

Oleh :

Alfia Nikmah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019

Page 2: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING

DAN NON-STUNTING DI KECAMATAN GUNUNG SUGIH

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh :

Alfia Nikmah

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019

Page 3: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting
Page 4: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting
Page 5: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

ABSTRACT

DIFFERENCE OF MEAN ALBUMIN LEVELS IN STUNTING AND NON-

STUNTING CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD AT GUNUNG

SUGIH LAMPUNG TENGAH

By

ALFIA NIKMAH

Backgorund: Stunting or growth retardation is a result of chronic malnutrition.

Stunting is one condition that can affect albumin levels.

Objective: This study aims to determine the difference of mean albumin levels in

stunting and non-stunting children at Gunung Sugih District, Lampung Tengah

Regency.

Method: An observational research using cross sectional approach. Fourty seven

children aged 2-5 years old choosen by purposive sampling. Based on Height for

Age (H/A) z-score index, it consisted of 25 stunting (<-2 SD) and 22 non-stunting

(-2 to 2 SD). The independent variable is stunting and dependent variable is

albumin. Serum albumin levels were examine using Brom Cresol Green methods

with cut-off 3,5-5,0 g/dL.

Result: Mean albumin levels in this study was 4,6±0,22 g/dL with minimum 4,2

g/dL and maximum 5,3 g/dL. Data were normally distributed and analysis using

independent t test showed mean albumin levels in stunting was (4,53 g/dL) lower

than non-stunting (4,70 g/dL). P value 0,007 (p<0,05) and lower of 95% confident

intervals was -0,027 and upper -0,004.

Conclusion: There were difference of mean albumin levels in stunting and non-

stunting children, but in both group showed normal albumin levels.

Keywords: albumin, stunting.

Page 6: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

ABSTRAK

PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING

DAN NON-STUNTING DI KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN

LAMPUNG TENGAH

Oleh

ALFIA NIKMAH

Latar Belakang: Stunting atau tinggi badan pendek merupakan manifestasi dari

kurang gizi kronis. Stunting merupakan salah satu kondisi yang dapat

memengaruhi kadar albumin seseorang.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rerata kadar

albumin pada balita stunting dan non-stunting di Kecamatan Gunung Sugih

Kabupaten Lampung Tengah.

Metode: Metode yang digunakan adalah cross sectional. Sebanyak 47 responden

berusia 2-5 tahun dipilih dengan metode purposive sampling. Berdasarkan indeks

z-score TB/U, 25 balita tergolong stunting (<-2 SD) dan 25 non-stunting (-2 s/d 2

SD). Variabel bebas adalah stunting dan variabel terikat adalah albumin. Kadar

albumin serum diperiksa menggunakan metode Brom Cresol Green (BCG)

dengan cut-off albumin 3,5-5,0 g/dL.

Hasil: Rerata kadar albumin serum pada penelitian ini adalah 4,6±0,22 g/dL

dengan nilai minimum 4,2 g/dL dan maksimum 5,3 g/dL. Data terdistribusi

normal dan hasil uji independent t test menunjukkan rerata kadar albumin serum

balita stunting (4,53 g/dL ) lebih rendah dari balita non-stunting (4,70 g/dL).

Didapatkan nilai p=0,007 (p<0,05) dan 95% Confident Intervals dengan lower (-

0,027) dan upper (-0,004).

Simpulan: Terdapat perbedaan rerata kadar albumin pada balita stunting dan non-

stunting, tetapi pada kedua kelompok menunjukkan nilai albumin yang normal.

Kata kunci: albumin, stunting.

Page 7: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 29 September 1997. Penulis

merupakan putri pertama dari tiga bersaudara yang lahir dari bapak Sugiman dan

ibu Aminah.

Saat usia penulis 4 tahun, penulis menjalani pendidikan Taman Kanak-

kanak (TK) di TK Aisiyah Sridadi Kecamatan Kalirejo. Pada tahun 2003, penulis

melanjutkan pendidikan dasar di SDN 1 Poncowarno sampai tahun 2009. Penulis

melanjutkan sekolahnya di SMPN 1 Kalirejo dan lulus dari SMAN 1 Pringsewu

pada tahun 2015.

Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung, penulis telah mengikuti beberapa organisasi

baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Penulis terdaftar sebagai anggota

FSI Ibnu Sina pada tahun 2015-2017 dan anggota PMPATD Pakis Rescue Team

pada tahun 2015-2018. Organisasi nasional yang penulis ikuti adalah

Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia (PTBMMKI)

dan menjabat sebagai kepala staf Penanggulangan Bencana (PB) pada tahun 2017-

2018.

Page 8: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting
Page 9: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkat

serta karunianya mencurahkan segala kasih sayangnya dan segala keajaibannya

yang masih bisa membawa saya sampai pada titik ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

Skripsi ini berjudul “PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA

BALITA STUNTING DAN NON-STUNTING DI KECAMATAN GUNUNG

SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang selalu menuntun saya ke jalan yang terasa sulit namun

memberikan hasil yang teramat indah atas semuanya, terima kasih atas iman

yang masih Engkau berikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof.Dr.Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku rektor Universitas Lampung;

3. DR.dr. Muhartono, M.Kes.,Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteram

Universitas Lampung;

4. Dr.dr. Khairun Nisa Berawi, S.Ked.,M.Kes.,AIFO. selaku Pembimbing

Utama, yang telah membimbing saya dengan sebaik-baiknya, menuntun dan

mengajari saya dalam banyak hal yang saya belum mengerti, yang disegala

Page 10: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

kesibukannya beliau masih mau menyempatkan diri untuk membimbing saya

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini;

5. dr. Arif Yudho Prabowo, S.Ked. selaku Pembimbing Kedua, terima kasih

saya ucapkan atas kesediaan beliau memberikan bimbingan, saran, masukan,

dan nasihat saat penulisan skripsi, terima kasih banyak atas waktu dan ilmu

yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

6. dr. Dian Isti Angraini, S.Ked.,MPH. selaku Penguji Utama dan Pembahas

dalam skripsi ini. Terima kasih telah mengajarkan banyak hal yang tidak saya

ketahui, meluangkan waktunya ditengah kesibukan, menjadi pembahas yang

juga selalu memberikan bimbingan, memberikan ilmu dan arahan pada setiap

hal yang belum saya ketahui;

7. Dr.dr. Susianti, S.Ked.,M.Sc. selaku Pembimbing Akademik selama di FK

Unila atas semua bimbingan, saran, kritik, dan nasihatnya selama menempuh

pendidikan dokter;

8. Kepada Ibu, Ayah, dan Adik-adikku yang selalu memberikan dukungan baik

moral maupun materi pada setiap langkah saya, terima kasih Ibu atas doa

pada malam hari yang menjadi pelancar segala urusan saya di dunia, terima

kasih Ayah yang telah bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan

dalam perkuliahan ini. Terima kasih Adikku tercinta atas semangat dan

motivasi yang diberikan;

9. Kepada keluarga besar, terima kasih banyak untuk rasa percaya dan harapan

yang begitu tinggi yang kalian letakan pada pundak saya, terima kasih atas

segala doa dan dukungannya;

Page 11: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

10. Seluruh dosen FK Unila yang telah memberikan ilmu pengetahuan, dukungan

serta nasihat selama penulis menempuh pendidikan dokter;

11. Seluruh staf TU, administrasi, akademik FK Unila, dan seluruh staf yang

bekerja telah banyak membantu dalam proses penelitian ini;

12. Kepada seluruh responden dan orang tua/wali yang bersedia mengikuti

penelitian ini, bidan dan kader kesehatan, serta semua pihak yang membantu;

13. Kepada teman rasa keluarga, anggota grup “Teambotak” dan “Kondangan

Squad” terima kasih sudah selalu hadir dalam setiap langkah dan membantu

segala urusan dalam pengerjaan skripsi ini, terima kasih atas bantuannya,

berjuta cinta kuterima dari kalian;

14. Kepada keluarga PMPATD Pakis Rescue Team, PTBMMKI, FSI Ibnu Sina,

KKN Desa Mumbang Jaya, dan teman-teman yang memberikan banyak

senyum, pengalaman baru, kenangan, dan telah menerimaku apa adanya;

15. Kepada teman-teman satu bimbingan, Maya, Fifi, dan Ulfi terima kasih

karena sudah sering menunggu kehadiran dokter bersama, saling

menyemangati untuk menyelesaikan skripsi kita, kesana kemari bersama;

16. Seluruh rekan sejawat FK Unila angkatam 2015 yang tidak bisa disebutkan

satu persatu, atas semua doa, semangat dan kerja sama nya selama ini;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi semoga skripsi yang sederhara ini berguna dan bermanfaat bagi setiap

orang yang membacanya.

Bandarlampung, 23 Januari 2019

Penulis,

Alfia Nikmah

Page 12: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 5

1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

1.4.1 Bagi Penulis .............................................................................. 6

1.4.2 Bagi Institusi Terkait ................................................................ 6

1.4.3 Bagi Masyarakat ....................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Stunting .............................................................................................. 7

2.1.1 Definisi ...................................................................................... 7

2.1.2 Klasifikasi Stunting ................................................................... 8

2.1.3 Faktor Determinan dan Beban Akibat Stunting ........................ 9

2.1.4 Epidemiologi ........................................................................... 14

2.1.5 Patogenesis Stunting ............................................................... 16

2.2 Albumin ........................................................................................... 18

2.2.1 Definisi .................................................................................... 18

2.2.2 Fungsi Albumin ...................................................................... 19

2.2.3 Nilai Normal Albumin ............................................................ 22

2.2.4 Pemeriksaan Albumin Serum ................................................. 22

2.3 Hubungan Kadar Albumin dengan Kejadian Stunting ..................... 23

2.4 Kerangka Teori ................................................................................ 25

2.5 Kerangka Konsep ............................................................................. 26

2.6 Hipotesis .......................................................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 27

3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 27

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 27

3.2.1 Tempat Penelitian .................................................................. 27

Page 13: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

ii

3.3.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 27

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 28

3.3.1 Populasi Penelitian .................................................................. 28

3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................... 28

3.4 Kriteria Penelitian ............................................................................ 29

3.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 29

3.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 29

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional................................ 29

3.5.1 Identifikasi Variabel ............................................................... 29

3.5.2 Definisi Operasional ............................................................... 29

3.6 Alat dan Bahan .................................................................................. 30

3.6.1 Alat .......................................................................................... 30

3.6.2 Bahan ...................................................................................... 30

3.7 Prosedur Penelitian .......................................................................... 31

3.7.1 Prosedur Pengambilan Data .................................................... 31

3.7.2 Prosedur Pengukuran Tinggi Badan ....................................... 32

3.7.3 Prosedur Pengambilan Darah Vena ........................................ 32

3.7.4 Prosedur Pemeriksaan Albumin Serum .................................. 33

3.7.5 Alur Penelitian ........................................................................ 34

3.8 Pengelolaan dan Analisis Data ......................................................... 35

3.8.1 Pengelolaan Data .................................................................... 35

3.8.2 Analisis Data .......................................................................... 35

3.9 Etika Penelitian ................................................................................ 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37

4.1 Gambaran Umum Penelitian ............................................................ 37

4.2 Hasil Penelitian ................................................................................ 38

4.2.1 Karakteristik Responden ......................................................... 38

4.2.2 Uji Normalitas Data ................................................................ 39

4.2.3 Analisis Univariat ................................................................... 39

4.2.3.1 Distribusi Status Gizi Balita ....................................... 39

4.2.3.2 Rerata Kadar Albumin Serum Balita .......................... 40

4.2.4 Analisis Bivariat ..................................................................... 40

4.2.4.1 Perbedaan Rerata Kadar Albumin Serum Balita ........ 40

4.3 Pembahasan...................................................................................... 41

4.3.1 Karakteristik Responden ......................................................... 41

4.3.3 Analisis Univariat ................................................................... 42

4.3.3.1 Distribusi Status Gizi Balita ....................................... 42

4.3.3.2 Rerata Kadar Albumin Serum Balita .......................... 46

4.3.4 Analisis Bivariat ..................................................................... 47

4.3.4.1 Perbedaan Rerata Kadar Albumin Serum Balita ........ 47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 51

5.1 Simpulan .......................................................................................... 51

5.2 Saran ................................................................................................ 51

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 53

Lampiran

Page 14: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi status gizi berdasarkan TB/U dan TB/BB............................... 8

2. Kecukupan konsumsi protein yang dianjurkan ....................................... 12

3. Cut-off stunting sebagai masalah kesehatan ............................................ 14

4. Prevalensi status gizi balita (TB/U) menurut Kabupaten/Kota Provinsi

Lampung 2013 ........................................................................................ 15

5. Definisi operasional ................................................................................ 30

6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ..................... 38

7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia .................................... 39

8. Uji Normalitas Data Albumin Serum Balita ........................................... 39

9. Distribusi Status Gizi Balita ................................................................... 39

10. Rerata Kadar Albumin Serum Balita ...................................................... 40

11. Perbedaan Rerata Kadar Albumin Serum ............................................... 40

Page 15: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori.......................................................................................... 23

2. Kerangka Konsep ...................................................................................... 24

3. Alur Penelitian .......................................................................................... 32

Page 16: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan Penelitian Lampiran 2. Lembar Informed Consent. Lampiran 3. Lembar Persetujuan Etik

Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 5. Tabulasi Data Responden Lampiran 6. Uji Statistik SPSS Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Page 17: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting merupakan kondisi tubuh lebih pendek dibandingkan dengan tinggi

standar untuk usianya. Stunting mengacu pada terhambatnya pertumbuhan

fisik yang irreversible disertai dengan penurunan kognitif yang dapat

berlangsung seumur hidup dan memengaruhi generasi berikutnya. Secara

global, masalah balita pendek (stunting) menjadi yang tertinggi dibandingkan

overweight dan wasting. Sebanyak 22,2% balita di dunia mengalami stunting

dan lebih dari 55% kasusnya terjadi di Asia. Stunting perlu mendapat

perhatian oleh semua pihak karena tingginya kasus tersebut. Berbagai aspek

dapat memengaruhi tingginya angka kejadian stunting, seperti aspek ekonomi,

politik, pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial, budaya, dan lingkungan

(UNICEF, WHO, dan The World Bank, 2018).

Prevalensi balita stunting di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi balita stunting terus

mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 36,8%, 2010 sebesar 35,6%,

dan 2013 menjadi 37,2% (Riskesdas, 2013). Hasil Pemantauan Status Gizi

(PSG) tahun 2017, prevalensi stunting telah mengalami penurunan menjadi

29,6% (Kemenkes RI, 2018). Meskipun mengalami penurunan, namun angka

Page 18: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

2

tersebut masih cukup tinggi, sehingga pemerintah memasukkan program

penurunan prevalensi balita stunting sebagai salah satu prioritas pembangunan

nasional periode 2015-2019 (Kemenkes RI, 2016).

Stunting merupakan salah satu bentuk malnutrisi yang paling banyak terjadi

selain underweight, wasting, dan overweight. Malnutrisi menjadi penyebab

45% kematian pada balita di dunia. Pada tahun 2015, negara-negara yang

berada dalam naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menargetkan

berakhirnya segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 dan menjadikannya

sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Masalah stunting

menjadi salah satu dari delapan target perbaikan nutrisi di dunia untuk tahun

2025, yaitu terjadi penurunan 40% kasus stunting pada balita (IFPRI, 2016).

Stunting yang terjadi pada balita akan meningkatkan mortalitas, morbiditas,

dan pengeluaran biaya kesehatan, serta menurunkan kemampuan kognitif,

motorik, dan perkembangan bahasa. Kondisi tersebut memengaruhi prestasi

belajar anak yang berakibat pada rendahnya kapasitas, produktivitas, dan

penghasilan saat dewasa. Buruknya sumber daya manusia menjadi salah satu

faktor rendahnya tingkat ekonomi dan produktifitas suatu bangsa (WHO,

2013). Stunting terjadi akibat kurangnya asupan dan penyerapan nutrisi

ditambah dengan paparan stres dari luar yang berlangsung terus-menerus

(Black dkk., 2008). Stunting dinilai berdasarkan indeks tinggi badan menurut

umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) <-2 Standar Deviasi (SD)

(Riskesdas, 2013).

Page 19: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

3

Salah satu nutrisi yang penting untuk masa pertumbuhan adalah protein.

Beberapa penelitian mengenai hubungan asupan protein dengan kejadian

stunting pada balita telah dilakukan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di

kelurahan Jangli Semarang pada tahun 2016 membuktikan bahwa adanya

hubungan antara protein dan z-score TB/U, yaitu semakin tinggi asupan

protein, maka akan semakin tinggi nilai z-score TB/U. Hal tersebut sesuai

dengan fungsi protein sebagai pembentuk jaringan baru, pengganti jaringan

yang rusak, dan menyediakan asam amino yang penting untuk metabolisme.

Ketiga fungsi tersebut akan berpengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan balita (Sundari E. dan Nuryanto, 2016).

Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma darah dan nilainya dapat

dijadikan sebagai salah satu indikator penentuan status kesehatan dan lama

rawat inap di rumah sakit (Kurdanti, 2004). Albumin berfungsi untuk

mempertahankan tekanan osmotik plasma dengan menjaga keseimbangan

distribusi air di tubuh dan membawa beberapa komponen darah seperti ion,

bilirubin, enzim, dan obat (Pedoman Interpretasi Data Klinik, 2011). Selain

keempat zat tersebut, albumin juga sebagai pengangkut kalsium, logam seperti

tembaga dan zink, metheme, steroid, dan hormon lainnya (Murray, Granner,

dan Rodwell, 2014). Salah satu faktor yang memengaruhi sintesis albumin di

hati adalah asupan protein, oleh karena itu,rendahnya konsumsi protein dapat

menurunkan sintesis albumin. Penurunan sintesis albumin akan menurunkan

transport hormon pertumbuhan (Busher, 1990).

Page 20: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

4

Penelitian di Mesir pada tahun 2013 mengenai efek asupan zat mikro dan

makro terhadap status gizi anak prasekolah menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan asupan zat mikro dan makro yang signifikan antara anak stunting

dan non-stunting. Salah satu zat makro tersebut adalah protein. Penelitian

tersebut menerapkan cut off untuk kadar albumin sebesar 3,8-5,1 g/dL, dan

hasilnya pada 100 anak yang stunting rata-rata kadar albuminnya adalah 4,27

g/dL, sedangkan 50 anak non-stunting kadar rata-rata albuminnya sebesar 5,00

g/dL. Walaupun masih termasuk normal, namun dari penelitian tersebut dapat

terlihat bahwa kadar albumin pada anak stunting lebih rendah dibandingkan

anak non-stunting (Mikhail, 2013).

Stunting berdampak pada masa sekarang dan masa depan, sehingga perlu

mendapat penanganan khusus. Beberapa provinsi di Indonesia masih

tergolong masalah stunting berat dan serius. Sebagai provinsi dengan

prevalensi stunting 42,6%, Lampung termasuk kategori stunting serius.

Kabupaten Lampung Tengah adalah kabupaten dengan kejadian stunting

paling tinggi di Provinsi Lampung yaitu sebesar 52,7% (Profil Kesehatan

Provinsi Lampung, 2015). Di Lampung Tengah, terdapat 10 desa dengan

persentase balita stunting lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya yang

disebut dengan desa lokus stunting. Di antara kesepuluh desa lokus stunting,

desa dengan persentase stunting tertinggi adalah desa Buyut Udik Kecamatan

Gunung Sugih yaitu dengan persentase stunting 56,10% (Dinkes Lampung

Tengah, 2018).

Page 21: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

5

1.2 Rumusan masalah

Tingginya kejadian stunting pada balita di dunia maupun di Indonesia perlu

mendapatkan perhatian semua pihak. Kabupaten Lampung Tengah memiliki

persentase stunting paling tinggi di Lampung. Terdapat 10 desa di Kabupaten

Lampung Tengah yang menjadi lokus stunting dan di antara kesepuluh desa

tersebut, desa Buyut Udik Kecamatan Gunung Sugih adalah desa dengan

persentase tertinggi, yaitu 56,10%. Stunting dapat mengganggu perkembangan

kognitif, motorik, dan intelektual yang akan memengaruhi produktifitas dan

kapasitas anak tersebut di masa depan. Stunting terjadi akibat kurangnya

nutrisi yang berlangsung kronis dan atau penyakit kronis. Salah satu

komponen yang memengaruhi pertumbuhan adalah albumin. Fungsinya

sebagai transport berbagai komponen penting dalam darah menjadikannya

sebagai salah satu indikator status gizi. Berdasarkan uraian di atas, penulis

ingin melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan rerata kadar albumin

pada balita stunting dan non-stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten

Lampung Tengah.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan rerata kadar albumin pada balita stunting dan

non-stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung

Tengah.

Page 22: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

6

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui rerata kadar albumin pada balita stunting di Kecamatan

Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah;

b. Mengetahui rerata kadar albumin pada balita non-stunting di

Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Penulis

a. Menambah wawasan dan memperkaya referensi di bidang keilmuan;

b. Mengasah pola pikir, sikap, dan perilaku ilmiah yang benar

berlandaskan pada etika kedokteran, keilmuan, dan hukum yang

berlaku.

1.4.2 Bagi Institusi Terkait

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bacaan

terutama untuk penelitian lebih lanjut di Fakultas Kedokteran

Univeristas Lampung.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat mengenai stunting

dan pentingnya albumin dalam pertumbuhan, sehingga diharapkan

masyarakat terutama orang tua yang memiliki balita dapat

meningkatkan perhatian terhadap masalah kesehatan balita dan

memberikan gizi seimbang yang penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan anaknya.

Page 23: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.1.1 Definisi

Stunting diartikan sebagai keadaan ketidakseimbangan nutrisi yang

berlangsung kronis dan bermanifestasi pada kekurangan nutrisi.

Stunting (pendek) diukur menggunakan indeks Tinggi Badan

berdasarkan Umur (TB/U). Indeks TB/U adalah tinggi badan seseorang

pada usia tertentu yang dinilai menggunakan z-score dengan satuan

Standar Deviasi (SD), sedangkan yang dimaksud dengan z-score TB/U

adalah nilai yang didapat dari selisih tinggi badan anak dengan tinggi

badan standar dibagi standar deviasi pada tinggi badan standar. Tinggi

badan diukur dengan keadaan berdiri dan umur dinyatakan dalam bulan

(Kemenkes RI, 2018).

Status gizi pada balita dapat dinilai dengan 3 indeks, yaitu Berat Badan

berdasarkan Umur (BB/U), TB/U, dan BB/TB. Dikatakan berat kurang

(underweight) apabila nilai z-score BB/U<-2 SD, kurus (wasting)

apabila nilai z-score BB/TB <-2 SD, dan pendek (stunting) jika z-score

TB/U <-2 SD. Stunting merupakan gabungan dari pendek dan sangat

pendek yang terjadi akibat kekurangan gizi kronis seperti kelaparan,

Page 24: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

8

kemiskinan, perilaku tidak sehat, maupun penyakit infeksi yang

berlangsung lama (kronis), sedangkan wasting merupakan gabungan

dari kurus dan sangat kurus yang terjadi akibat kelaparan atau adanya

wabah penyakit di wilayah tersebut. Indikator yang terakhir adalah

underweight yang merupakan gabungan dari gizi buruk dan gizi kurang.

Underweight tidak menggambarkan masalah gizi secara kronis maupun

akut, karena kedua masalah tersebut dapat menyebabkan berat badan

rendah (Riskesdas, 2013).

2.1.2 Klasifikasi Stunting

Stunting dapat dinilai berdasarkan indikator TB/U dengan klasifikasi

sangat pendek, pendek, normal, dan tinggi. Indikator lainnya yang

merupakan gabungan dari TB/U dan BB/TB dapat menunjukkan status

gizi yang lebih spesifik dengan menunjukkan gambaran pendek-kurus,

pendek-normal, dan pendek-gemuk (Riskesdas, 2013; Trihono dkk.,

2015). Pada tabel 1 terdapat klasifikasi status gizi balita berdasarkan

indeks TB/U dan TB/U dengan BB/TB.

Tabel 1. Klasifikasi status gizi berdasarkan TB/U dan BB/TB.

Indikator Klasifikasi Z-score (SD)

TB/U Sangat pendek <-3

Pendek ≥-3 s/d <-2

Normal -2 s/d 2

Tinggi >2

TB/U dan BB/TB Pendek-kurus TB/U <-2 dan BB/TB <-2

Pendek-normal TB/U <-2 dan BB/TB -2 s/d 2

Pendek-gemuk TB/U <-2 dan BB/TB >2

(Riskesdas, 2013).

Page 25: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

9

2.1.3 Faktor Determinan dan Beban Akibat Stunting

Stunting menjadi masalah yang serius dan harus segera dituntaskan.

Stunting pada balita tidak hanya memengaruhi pertumbuhan, namun

juga memengaruhi perkembangan dan daya tahan tubuh anak di masa

yang akan datang (WHO, 2010). Stunting sangat dipengaruhi oleh 1000

Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu terhitung dari awal pembuahan

sampai usia 2 tahun. Pada usia 0-2 tahun, pertumbuhan dan

perkembangan mencapai masa emasnya, sehingga disebut dengan

“golden age”. Faktor-faktor yang memengaruhinya adalah sosio-

ekonomi, asupan nutrisi, infeksi, status nutrisi maternal, penyakit

infeksi, defisiensi mikronutrien, dan lingkungan (WHO, 2018). Terjadi

pertumbuhan yang pesat pada usia 0-2 tahun dan pertumbuhan akan

melambat pada usia 2-5 tahun, kemudian memasuki fase konstan dan

meningkat lagi pada masa pubertas (Istiany A. dan Rusilanti, 2013).

Berdasarkan Studi Diet Total (SDT) tahun 2014, sebanyak 23,6% balita

mendapatkan kecukupan protein sangat kurang (≤80% Angka

Kecukupan Protein (AKP)) dan 10,6% balita mendapat kecukupan

protein kurang (80%-<100% AKP) (Kemenkes RI, 2014). AKP yang

dianjurkan untuk balita usia 1-3 tahun adalah 25 gram dan usia 4-5

tahun sebesar 39 gram, serta diperlukan protein 1-4 g/kg tiap

penambahan jaringan tubuh (Istiany A. dan Rusilanti, 2013).

Konsumsi makanan akan memengaruhi status gizi. Status gizi baik

apabila zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik,

Page 26: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

10

perkembangan otak, kesehatan, dan produktivitas kerja yang optimal

tercukupi (Istiany A. dan Rusilanti, 2013). Kekurangan energi dan

protein maupun keduanya yang terjadi pada anak stunting dapat

memengaruhi penurunan sistem imun. Pada defisiensi protein, jumlah

protein yang sedikit tersebut akan digunakan untuk mengkompensasi

organ vital seperti otak dan jantung, sehingga akan terjadi atrofi pada

organ-organ lainnya, misalnya adalah organ limfoid primer seperti

timus dan sum-sum tulang belakang. Jika terjadi atrofi pada timus,

maka selanjutnya akan terjadi leukopenia yaitu berkurangnya jumlah

leukosit sebagai imunitas pada tubuh. Akibatnya, anak stunting lebih

mudah untuk terkena penyakit infeksi dibanding dengan anak normal

lainnya (Anggraeny, 2016).

Selain pertumbuhan, anak stunting juga mengalami keterlambatan

perkembangan (WHO, 2010). Pada balita, perkembangan dapat dinilai

dari 3 hal, yaitu secara fisik, kognitif, dan psikososial (Istiany A. dan

Rusilanti, 2013). Status gizi yang baik diperlukan untuk perkembangan

dan kematangan neuron otak (Ernawati, 2014). Stunting yang terjadi

pada balita dapat menurunkan kemampuan IQ sebesar 5-11 poin. Anak

stunting akan memiliki rasa keingintahuan yang lebih rendah dan

kelemahan motorik karena gangguan pada proses kematangan fungsi

otot. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah status gizi dan

keikutsertaan balita dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

(Solihin, 2013). Penelitian tentang hubungan status gizi lahir dengan

pertumbuhan dan perkembangan menyebutkan bahwa defisiensi nutrisi

Page 27: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

11

yang terjadi sampai usia 2 tahun dapat mengurangi sel otak sebanyak

15-20% (Sutiari dan Wulandari, 2011).

Stunting dipengaruhi oleh faktor ibu sebelum hamil sampai setelah

melahirkan. Faktor yang memengaruhi stunting pada proses sebelum

kehamilan adalah tinggi badan dan usia ibu. Anak stunting umumnya

lahir dari ibu yang pendek (tinggi <150 cm). Pada kelompok ibu yang

menikah di usia <19 tahun cenderung melahirkan anak pendek dengan

proporsi sebesar 37% dibanding dengan kelompok ibu yang menikah di

usia 20-34 tahun yaitu sebesar 31,9%. Selama kehamilan, penambahan

berat badan ibu akan memengaruhi panjang lahir bayi. Berdasarkan

studi kohort tumbuh kembang anak Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (Balitabangkes) tahun 2013, ibu yang

kenaikan berat badan selama hamil rendah akan melahirkan bayi yang

lahir pendek (panjang badan <50 cm) (Trihono dkk., 2015).

Selain penambahan berat badan, faktor lain yang memengaruhi selama

hamil adalah nutrisi. Nutrisi yang tidak adekuat selama hamil dapat

menyebabkan berat lahir rendah dan panjang lahir pendek. Bayi dengan

berat lahir rendah memiliki kemungkinan untuk mengalami gangguan

perkembangannya sebesar 35,4% lebih besar dibanding bayi dengan

berat lahir normal yang kemungkinannya hanya 25% saja. Bayi dengan

panjang lahir pendek kemungkinan untuk mengalami gangguan

pertumbuhan tiga kali lebih tinggi dibanding bayi dengan panjang lahir

normal (Trihono dkk., 2015; WHO, 2018).

Page 28: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

12

Pada fase setelah lahir, faktor yang memengaruhi stunting pada usia 0-2

tahun adalah Air Susu Ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, bayi usia 0-6 bulan yang

mendapatkan ASI eksklusif hanya sebesar 38%, dan 2 dari 3 anak usia

0-24 bulan tidak menerima makanan pengganti ASI (Trihono dkk.,

2015). Pemberian energi dan protein yang semakin baik akan

meningkatkan status gizi balita. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan

penelitian yang melibatkan anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Bogor

bahwa setiap penambahan 1% tingkat kecukupan energi pada balita,

maka z-score TB/U akan bertambah 0,032 satuan dan setiap

penambahan 1% tingkat kecukupan protein pada balita, maka z-score

TB/U akan bertambah 0,024 satuan (Solihin, 2013).

Tabel 2. Kecukupan konsumsi protein yang dianjurkan.

Grup Umur Kecukupan Protein (g/hari)

Bayi/anak 0-6 bulan 10

6-12 bulan 16

1-3 tahun 25

4-6 tahun 39

7-9 tahun 45

Laki-laki 10-12 tahun 60

13-15 tahun 65

>15 tahun 60

Perempuan 10-12 tahun 50

13-15 tahun 57

>15 tahun 50

(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004).

Kesenjangan balita stunting cukup signifikan jika ditinjau dari segi

lokasi, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan, maupun jenis kelamin.

Balita stunting lebih banyak ditemukan di pedesaan dibanding

perkotaan. Hal ini berkaitan dengan kecukupan protein. Di pedesaan

umumnya protein yang dikonsumsi adalah protein nabati (Aridiyah,

Page 29: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

13

2015). Protein hewani mengandung semua asam amino esensial,

sedangkan protein nabati (kecuali kedelai) tidak mengandung semua

asam amino esensial (Almatsier, 2009). Jika dikelompokkan

berdasarkan tingkat pendidikannya, persentase balita stunting lebih

tinggi pada pendidikan kepala keluarga SD ke bawah dibanding

pendidikan sampai SMP ke atas (Trihono dkk., 2015).

Beban stunting di masa yang akan datang meliputi pendek lintas

generasi, lambatnya perkembangan anak, morbiditas, serta resiko untuk

mengalami penyakit tidak menular. Seperti yang dijelaskan

sebelumnya, bahwa bayi dengan berat lahir rendah dan panjang lahir

pendek akan tumbuh menjadi anak yang stunting. Anak stunting pada

masa remaja dan dewasa dapat berlanjut menjadi remaja kurus-pendek

dan dewasa pendek yang akan melahirkan bayi dengan berat lahir

rendah dan panjang lahir pendek. Masalah gizi tersebut akan terus

berulang dan membentuk siklus stunting (Trihono dkk., 2015).

Terlambatnya perkembangan pada anak stunting terjadi pada hampir

semua domain perkembangan, sehingga anak stunting akan lebih

tertinggal dibanding anak normal. Selain terlambatnya perkembangan,

anak stuntingjuga lebih beresiko mengalami penyakit tidak menular

saat dewasa. Anak dengan kategori pendek tidak gemuk (IMT <23)

mempunyai resiko 1,5 kali mengalami Diabetes Melitus (DM),

sedangkan anak pendek dan gemuk mempunyai resiko mengalami DM

3,4 kali dibanding anak normal (Trihono dkk., 2015).

Page 30: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

14

2.1.4 Epidemiologi

Secara global, masalah balita pendek (stunting) menjadi masalah

kesehatan yang cukup tinggi. Sebanyak 22,2% yaitu sekitar 150,8 juta

balita di dunia mengalami stunting dan pada tahun 2017 lebih dari 55%

kasus tersebut terjadi di Asia. Meskipun demikian, kejadian

stuntingtelah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan data, 66% kasus stunting terjadi di negara dengan

pendapatan menegah ke bawah (UNICEF, WHO, dan The World Bank,

2018). Cut-off untuk persentase kejadian stunting sebagai suatu masalah

kesehatan di suatu wilayah telah dijelaskan oleh WHO pada tabel 3.

Tabel 3.Cut-off stunting sebagai masalah kesehatan.

Persentase Stunting Keterangan

<20% Rendah

20-29% Medium

30-39% Tinggi

≥40% Sangat tinggi

(WHO, 2010).

Di Asia, Indonesia menduduki urutan kelima prevalensi stunting

tertinggi tahun 2005-2011 (WHO, 2012). Berdasarkan hasil Riskesdas

tahun 2007, 2010, dan 2013 jumlah balita stunting mengalami naik

turun. Balita dengan status gizi sangat pendek persentasenya terus

mengalami penurunan, tetapi balita pendek persentasenya mengalami

fase naik turun. Prevalensi stunting secara nasional pada tahun 2007

sebesar 36,8%, kemudian menurun pada tahun 2010 menjadi 35,6%,

dan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi 37,2% (terdiri dari 18%

sangat pendek dan 19,2% pendek) (Riskesdas, 2013).

Page 31: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

15

Di Indonesia terdapat 14 provinsi yang tergolong masalah stunting berat

(prevalensinya 30-39%) dan 15 provinsi dengan kategori stunting serius

(≥40%). Lampung berada pada urutan ke-10 dari 15 provinsi dengan

masalah stunting serius yaitu dengan prevalensi sebesar 42,6% (27,%

balita sangat pendek dan 15% balita pendek) (Riskesdas, 2013; Dinkes

Provinsi Lampung, 2016). Data prevalensi stunting di Kabupaten/Kota

Provinsi Lampung sebagai berikut:

Tabel 4. Prevalensi status gizi balita (TB/U) menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Lampung 2013.

Kabupaten/Kota Kategori Status Gizi TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal

Lampung Barat 18,7 15,9 65,4

Tanggamus 20,7 19,0 60,3

Lampung Selatan 25,2 17,8 57,0

Lampung Timur 28,3 14,9 56,8

Lampung Tengah 38,6 14,1 47,3

Lampung Utara 20,9 11,6 67,6

Way Kanan 17,4 12,3 70,2

Tulang Bawang 30,5 10,4 59,0

Pesawaran 33,5 17,3 49,2

Pringsewu 24,4 12,6 63,0

Mesuji 27,5 15,9 56,6

Tulang Bawang Barat 22,9 17,2 59,9

Kota Bandar Lampung 30,3 14,3 55,4

Kota Metro 29,4 17,9 52,7

(Dinas KesehatanProvinsi Lampung, 2015).

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa prevalensi stunting tertinggi di

provinsi Lampung berada di Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebesar

52,7%. Di Lampung Tengah terdapat 10 desa lokus stunting yaitu desa

Buyut Udik (56,10%), Mataram Ilir (38,01%), Mataram Udik (29,96%),

Gunung Batin Udik (25,00%),Cabang (24,37%), Tanjung Rejo

(23,23%), Tulung Kakan (21,92%), Gedung Ratu (16,8%), Riau

Periangan (15,83%), danBandar Putih Tua (13,54%). Berdasarkan data

Page 32: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

16

tersebut, desa dengan persentase stunting tertinggi adalah desa Buyut

Udik yang berada di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung

Tengah (Dinkes Lampung Tengah, 2018). Di kecamatan Gunung Sugih

terdapat 2 puskesmas induk yaitu puskesmas Terbanggi Subing dan

puskesmas Gunung Sugih Raya, 7 puskesmas pembantu, dan 81

posyandu (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah, 2017).

2.1.5 Patogenesis Stunting

Dalam siklus hidup manusia, pertumbuhan dan perkembangan tidak

dapat dipisahkan. Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah dan

ukuran sel dikarenakan pembentukan protein baru (Istiany A. dan

Rusilanti, 2013). Apabila selama masa pertumbuhan terjadi

ketidakseimbangan antara asupan yang dikonsumsi dengan kebutuhan

tubuh untuk melakukan metabolisme yang seharusnya, maka akan

terjadi penyesuaian secara fisiologis untuk mempertahankan kerja dari

organ-organ tubuh yang utama. Percobaan yang dilakukan pada hewan

coba menunjukkan bahwa apabila terjadi kekurangan makanan selama

masa pertumbuhan, maka terjadi perubahan pada ukuran organ seperti

jantung, ginjal, timus, dan terutama otot (Briend, 2015).

Patogenesis stunting masih belum diketahui dengan jelas. Studi

epidemiologi menyebutkan bahwa pemberian ASI dan makanan

pendamping ASI yang suboptimal, defisiensi makronutrien dan

mikronutrien, serta infeksi berulang menjadi faktor determinan pada

stunting (Prendergast dan Jean, 2014). Salah satu makronutrien yang

Page 33: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

17

menjadi prediktor stunting adalah protein. Fungsi utama dari protein

adalah sebagai zat pembangun, maka dari itu protein sangat dibutuhkan

pada masa pertumbuhan dan perkembangan pada balita (Ernawati,

2016).

Beberapa penelitian di Indonesia menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan positif antara tingkat kecukupan protein dengan status

gizi pada balita. Salah satunya adalah penelitian mengenai kaitan status

gizi, perkembangan kognitif, dan motorik pada anak usia prasekolah di

Bogor yang menyatakan bahwa setiap penambahan satu persen tingkat

kecukupan protein balita, z-score TB/U balita meningkat sebesar 0,024

satuan (Solihin, 2013). Asupan protein diketahui dapat memengaruhi

matriks protein tulang, formasi tulang, dan kadar plasma Insulin like

Growth Factor-I (IGF-I) yang berfungsi sebagai mediator hormon

pertumbuhan (Mikhail, 2013). Semakin rendah asupan protein, maka

produksi IGF-I akan terganggu dan memengaruhi pertumbuhan tulang

dengan merangsang proliferasi dan diferensiasi kondrosit di lempeng

epifisis sertamemengaruhi produksi osteoblas. Akibatnya, balita akan

mengalami gangguan pertumbuhan linear dan mengakibatkan stunting

(Adani dan Triska, 2017).

Kurangnya asupan makan menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi

dan sebaliknya, penyakit infeksi dapat menurunkan asupan makan.

Pada saat terjadi proses inflamasi, tubuh akan memproduksi C-reactive

protein yang akan melepaskan sitokin proinflamasi seiring dengan

Page 34: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

18

berkurangnya nafsu makan. Kondisi tersebut juga akan mengganggu

produksi dan kerja dari chondrocyte growth factor. Inflamasi juga

meningkatkan Interleukin-6 (IL-6) yang dapat menghambat induksi

Growth Hormone (GH) pada IGF-1 dan menghambat kerja IGF-1 pada

pertumbuhan lempeng (Owino dkk., 2016).

Ketika asupan protein kurang, terjadi lonjakan GH dan insulin yang

mengakibatkan peningkatan lipolisis dan pengurangan cadangan lemak

putih serta penurunan kadar leptin. Hipoleptinemia menyebabkan

terganggunya konversi T4 menjadi T3 yang aktif, sehingga maturasi

kondrosit terganggu (Owino dkk., 2016). Selama tidak terjadi infeksi,

penggunaan cadangan otot lebih minimal karna mengutamakan

penggunaan cadangan lemak, namun apabila terjadi bersamaan dengan

infeksi, maka penggunaan asam amino di otot semakin di tingkatkan

sebagai mekanisme untuk memproduksi protein, glutation, dan

membangun respon imun (Briend, 2015). Malnutrisi akut yang disertai

infeksi juga akan mengaktivasi adrenal di hipotalamus untuk

menstimulasi peningkatan hormon kortisol dan IGF-1 serta

menginduksi apoptosis kondrosit (Owino dkk., 2016).

Otot paling banyak terdapat pada ekstremitas. Pengurangan massa otot

di ekstremitas akan memengaruhi penurunan panjang ekstremitas yang

akan bermanifestasi pada tinggi badan pendek. Hal ini sesuai dengan

studi epidemiologi yang mengatakan bahwa stunting banyak terjadi

pada 2 tahun pertama kehidupan seseorang dimana pada fase tersebut

Page 35: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

19

sedang terjadi pertumbuhan linear yang dominan pada ekstremitas

bawah. Jadi, kekurangan nutrisi kronis dengan atau tanpa penyakit

infeksi akan menyebabkan penggunaan protein semakin meningkat

sehingga massa otot terus berkurang yang berakibat pada gangguan

pertumbuhan linear pada anak stunting (Briend, 2015).

2.2Albumin

2.2.1 Definisi

Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma dan membentuk

sekitar 60% dari total plasma manusia. Albumin berada pada plasma

(40%) dan ruang ekstraseluler (60%). Albumin disekresikan oleh hati.

Setiap hari, hati akan mensekresikan 25% dari semua sintesis protein

berupa albumin yaitu sebanyak 12 gram. Albumin mulanya berbentuk

preproprotein yaitu protein prekursor yang ketika memasuki retikulum

endoplasma kasar akan mengeluarkan peptida dan heksapeptida di

terminal amino. Ketika protein tersebut disekresikan, maka rantainya

akan diputus (Murray, Granner, dan Rodwell, 2014).

Albumin berbentuk elips sehingga viskositasnya lebih rendah dibanding

fibrinogen. Ikatan albumin terdiri dari rantai polipeptida yang

mengandung 585 asam amino dan 17 ikatan disulfida (Murray,

Granner, dan Rodwell, 2014). Kadar albumin bergantung dengan

asupan protein yang merupakan bentuk kompleks dari asam amino.

Asam amino seperti triptofan, lisin, ortinin, arginine, prolin, treonin,

dan fenilanin akan merangsang pembentukan albumin. Hormon yang

Page 36: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

20

memengaruhi sintesis albumin oleh hepar adalah hormon pertumbuhan,

insulin, korteks adrenal, dan testosteron (Busher 1990; Murray,

Granner, dan Rodwell, 2014).

2.2.2 Fungsi Albumin

Albumin berfungsi untuk membentuk jaringan baru dan mengganti

jaringan yang rusak atau mati. Albumin dapat digunakan menjadi salah

satu indikator penentuan status kesehatan dan lama rawat inap di rumah

sakit. Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kadar albumin

serum awal dengan lama rawat inap dan status pulang pasien dewasa di

rumah sakit didapatkan hasil bahwa pasien dengan albumin kurang

mempunyai kemungkinan 1,89 kali lebih lama masa rawat inapnya

dibanding dengan pasien dengan albumin normal (Kurdanti, 2004).

Albumin serum juga digunakan sebagai salah satu faktor penentu

prognosis di rumah sakit. Penurunan albumin serum akan memperburuk

prognosis penyakit seseorang karena resiko untuk mengalami penyakit

infeksi lebih tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan pada anak gizi

buruk yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo

Surabaya, membuktikan bahwa kadar albumin serum pada anak gizi

buruk dengan infeksi lebih rendah dibandingkan dengan anak gizi

buruk tanpa infeksi. Artinya, anak gizi buruk dengan kadar albumin

rendah lebih beresiko mengalami penyakit infeksi (Widjaja, 2013).

Albumin memiliki berat molekul ringan dan konsentrasi yang tinggi,

sehingga albumin dapat mengatur tekanan osmotik plasmadengan

Page 37: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

21

menjaga keseimbangan distribusi air di tubuh. Apabila kadar albumin

rendah (hipoalbuminemia), maka akan terjadi penimbunan cairan dalam

jaringan (edema) (Murray, Granner, dan Rodwell, 2014).

Hipoalbuminemia (≤2,5 g/dL) dan edema merupakan salah satu tanda

dari Sindrom Nefrotik (SN). Penelitian yang dilakukan pada 29 anak

yang terdiagnosis SN di rumah sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

membuktikan bahwa semakin rendah kadar albumin maka semakin

besar persentase edema pada anak penderita SN (Novina, 2014).

Selain menjaga tekanan osmotik, albumin juga berperan untuk

mengangkut beberapa komponen darah seperti ion, bilirubin, hormon,

enzim, obat-obatan, asam lemak bebas, vitamin, kalsium, hormon

steroid tertentu, bilirubin, tembaga, zink, dan triptofan plasma (Murray,

Granner, dan Rodwell, 2014; Pedoman Interpretasi Data Klinik, 2011).

Kadar albumin serum juga akan memengaruhi kalsium serum. Setiap

penurunan 1 g/dL konsentrasi albumin serum, maka konsentrasi serum

total kalsium akan mengalami penurunan sebanyak 0,8 mEq/dL

(Pedoman Interpretasi Data Klinik, 2011). Penelitian tentang hubungan

antara kadar albumin dan kalsium serum pada sindrom nefrotik anak

membuktikan adanya hubungan linear positif yang artinya semakin

rendah kadar albumin serum, maka semakin rendah juga kadar kalsium

serumnya (Garniasih, 2008).

Page 38: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

22

2.2.3 Nilai Normal Albumin

Nilai rujukan untuk kadar albumin normal adalah 3,5-5,0 g/dL

(Pedoman Interpretasi Data Klinik, 2011). Kadar albumin akan

mengalami peningkatan pada kondisi dehidrasi. Sebaliknya, kadar

albumin akan menurun pada kondisi-kondisi klinis seperti stadium

akhir pada penyakit hati, sindroma malabsorbsi, hipertiroid, kehamilan,

infeksi kronik, luka bakar, asites, sirosis, sindrom nefrotik, perdarahan

dan malnutrisi (Busher, 1990; Pedoman Interpretasi Data Klinik, 2011).

Secara garis besar penyebab rendahnya kadar albumin ada tiga, pertama

karena berkurangnya sintesis albumin akibat malnutrisi dan gangguan

sintesis pada penyakit hati, kedua yaitu berkurangnya absorbsi albumin

akibat sindrom malabsorbsi, dan terakhir karena peningkatan ekskresi

albumin dari tubuh seperti pada sindroma nefrotik dan luka bakar

(Busher, 1990).

2.2.4 Pemeriksaan Albumin Serum

Pemeriksaan albumin menggunakan serum lebih disarankan karena

tidak melibatkan protein plasma seperti fibrinogen. Protein plasma lebih

mudah dipengaruhi kadarnya oleh beberapa kondisi, seperti pada

konstriksi vena dan posisi berbaring yang berlangsung lama. Konstriksi

vena yang berlangsung lama akan menyebabkan darah terkumpul

sehingga protein plasma dapat meningkat 10-15%, sedangkan berbaring

yang lama akan menurunkan protein plasma 10% (Baron, 1990).

Page 39: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

23

Sebagian besar laboratorium klinik menggunakan metode penguat

warna (dye-binding method) dengan Brom Cresol Green (BCG) pada

pengukuran albumin serum. Albumin akan berikatan dengan BCG

untuk membentuk senyawa BCG albumin biru pada 600 nm. Albumin

dalam serum dapat tetap stabil dalam 2 minggu pada penyimpanan suhu

2-8 oC dan masih dapat bertahan sampai 4 bulan pada penyimpanan

suhu -20oC (Supariasa, 2012). Pemeriksaan albumin juga dapat

dilakukan menggunakan metode lain, seperti metode presipitasi,

elektroforesis, ultrasentrifugasi, dan imunologik. Metode presipitasi

kurang efektif karena biasanya digunakan untuk pemeriksaan fungsi

hati, metode ultrasentrifugasi lebih dikhususkan untuk memeriksa

kemurnian fraksi protein, metode elektroforesis membutuhkan waktu

yang lama serta biaya yang mahal dan metode imunologik lebih

dikhususkan untuk memeriksa imunoglobulin (Baron, 1990; Supariasa,

2012).

2.3 Hubungan Kadar Albumin dengan Kejadian Stunting

Penelitian mengenai hubungan kadar albumin dengan kejadian stunting di

Mesir memperoleh hasil bahwa pada anak stunting kadar albuminnya lebih

rendah dibanding anak non-stunting (Mikhail, 2013). Penelitian lainnya

dilakukan terpisah yaitu mengenai hubungan asupan protein dengan kadar

albumin serum dan hubungan asupan protein dengan kejadian stunting pada

balita. Penelitian mengenai hubungan asupan protein dan albumin terhadap

status gizi pasien kanker serviks stadium III menunjukkan adanya hubungan

Page 40: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

24

yang signifikan antara asupan protein dengan kadar albumin serum (p<0,05)

(Erikawati, 2017). Semakin tinggi asupan protein, maka kadar albumin serum

juga akan meningkat (Kusuma, 2014). Penelitian pada 49 anak dengan

malnutrisi protein dan energi (23 marasmus, 17 marasmus-kwashiorkor, dan

9 kwashiorkor) didapatkan hasil bahwa pada anak dengan malnutrisi protein

dan energi, kadar albumin plasmanya signifikan lebih rendah dibandingkan

kelompok kontrol (p<0,01) dan kelompok kwashiorkor kadar albuminnya

paling rendah dibandingkan marasmus dan marasmus-kwashiorkor (Suliman,

2011).

Hubungan antara asupan protein dengan stunting telah banyak dijelaskan.

Salah satunya adalah penelitian tantang hubungan asupan protein dengan z-

score TB/U pada balita yang membuktikan bahwa semakin tinggi asupan

protein, maka nilai z-score juga semakin tinggi (Sundari E. dan Nuryanto,

2016). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

menyebutkan bahwa setiap penambahan 1% kecukupan protein dapat

menambah z-score TB/U balita sebesar 0,024 satuan (Solihin, 2013).

Page 41: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

25

2.4 Kerangka Teori

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Memengaruhi

: Saling memengaruhi

Gambar 1. Kerangka Teori Dikembangkan dari WHO (2013), Trihono (2015),

Solihin (2013), dan Busher (1990) dengan Modifikasi.

Sosial dan kominitas

1. Politik

2. Fasilitas kesehatan

3. Pendidikan

4. Sosial dan budaya

5. Ketersediaan pangan

6. Sanitasi air dan lingkungan

Maternal

1. Kurang nutrisi saat

sebelum hamil, saat

hamil , dan menyusui

2. Penyakit infeksi

3. Usia ibu (<20 tahun)

4. BBLR (<2500 g)

5. Panjang lahir <50 cm

Asupan makanan

1. Protein (terutama

protein hewani)

2. Energi

3. Mikronutrien

Genetik

Infeksi

1. Pencernaan

2. Penurunan respon imun

Albumin

Balita stunting

(TB/U <-2 SD)

Pendek lintas

generasi

Perkembangan

tertinggal

Morbiditas

Penyakit tidak

menular

Faktor Penyebab Dampak

Balita

1. Sindrom Nefrotik

2. Penyakit hepar

3. Dehidrasi

Page 42: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

26

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

Ho: Tidak terdapat perbedaan rerata kadar albumin pada balita stunting dan

non-stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

Ha: Terdapat perbedaan rerata kadar albumin pada balita stunting dan non-

stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.

Variabel Bebas

Stunting Albumin Serum

Variabel Terikat

Page 43: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti ingin menganalisis perbedaan rerata kadar

albumin serum pada balita stunting dan non-stunting di Kecamatan Gunung

Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini merupakan suatu bentuk

studi observasional (non-eksperimental) dengan satu kali pengukuran pada

satu waktu (cross sectional). Maksudnya adalah pengukuran terhadap

variabel bebas (status gizi stunting dan non-stunting) dan variabel terikat

(kadar albumin) hanya dilakukan satu kali dalam waktu yang bersamaan. Dari

pengukuran tersebut, maka dapat diketahui kadar albumin baik pada balita

stunting dan non-stunting.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung

Tengah dan pemeriksaan albumin serum akan dilakukan di

Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan

November 2018.

Page 44: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

28

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir

penerapan hasil penelitian, sedangkan populasi terjangkau adalah

bagian dari populasi target yang dapat di jangkau oleh peneliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi target pada penelitian ini adalah balita

stunting dan non-stunting di Provinsi Lampung dan populasi

terjangkaunya adalah balita stunting dan non-stunting di Kecamatan

Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Perhitungan sampel pada

penelitian ini menggunakan rumus analitik komparatif numerik tidak

berpasangan sebagai berikut :

(

( 1 2)

Keterangan:

n = Besar sampel minimal

= Deviat baku alfa 1,96 dengan 5% atau 0,05

Z = Deviat baku beta = 0,84 dengan = 20%

x1-x2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna,

ditetapkan sebesar 0,25

Page 45: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

29

S = Simpangan baku kadar albumin pada penelitian Mikhail

(2013) yaitu 0,43

n 2 (1,96 0,84)0,43

n 2 (2,8)0,43

n 2 4,816

n 2 23,19

n 46,38 (47)

Dari hasil perhitungan menggunakan rumus, maka sampel minimal

dalam penelitian ini adalah 47 sampel. Pada penelitian ini peneliti

menggunakan metode purposive sampling dalam pemilihan sampel,

dimana setiap responden yang memenuhi kriteria penelitian

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Balita usia 2-5 tahun;

b. Balita stunting dan non-stunting berdasarkan hasil pengukuran TB/U;

c. Persetujuan orang tua dalam informed consent.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Balita stunting dengan penyakit ginjal, penyakit hati, maupun

dehidrasi;

b. Balita stunting yang vegetarian atau sedang mengonsumsi suplemen

albumin.

Page 46: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

30

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas (independent) pada penelitian ini adalah status balita

stunting yang diukur dengan antropometri TB/U, sedangkan variabel

terikat (dependent) pada penelitian ini adalah kadar albumin serum.

3.5.2 Definisi Operasional

Tabel 5. Definisi operasional.

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala

Stunting Kondisi tubuh

lebih pendek

dibanding tinggi

badan standar

untuk usianya

(UNICEF, WHO,

dan The World

Bank, 2018).

Microtoise

(TB/U).

1. Non-stunting,

jika hasil

TB/U -2 s/d 2

SD;

2. Stunting, jika

hasil TB/U

<-2 SD

(Kemenkes

RI, 2018).

Kategorik

Albumin

serum

Kadar

albumindalam

serum total

(Supariasa, 2012).

Pemeriksaan

Laboratorium

dengan

metode Brom

Cresol Green

(BCG).

gram/dL Numerik

3.6 Alat dan Bahan

3.6.1 Alat

a. Lembar informed consent;

b. Alat tulis;

c. Microtoise;

d. Kapas Alkohol;

e. Spuit 3 cc;

f. Tourniquet;

Page 47: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

31

g. Kapas dan plester;

h. Tabung SST (Serum Separator Tube);

i. Pipet pasteur;

j. Sample cup blue;

k. Sentrifus;

l. Clinic analyzer (ABX Pentra 400).

3.6.2 Bahan

a. Darah vena 3 cc;

b. Brom Cresol Green (BCG).

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Prosedur Pengumpulan Data

a. Tentukan populasi target yaitu balita stunting dan non-stunting di

Provinsi Lampung;

b. Mengurus surat perizinan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol) dan Dinas Kesehatan Lampung Tengah untuk

mendapatkan data jumlah balita stunting pada masing-masing

wilayah kerja puskesmas di Lampung Tengah;

c. Tentukan populasi terjangkau dari penelitian yaitu balita stunting

dan non-stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung

Tengah;

d. Bekerja sama dengan pihak puskesmas Gunung Sugih dan kader

kesehatan untuk mengumumkan dan mengumpulkan balita stunting

dan non-stunting pada waktu dan tempat yang disepakati.

Page 48: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

32

3.7.2 Prosedur Pengukuran Tinggi Badan

a. Sewaktu diukur, anak tidak memakai alas kaki dan penutup kepala;

b. Anak berdiri membelakangi dinding dengan microtoise berada di

tengah bagian kepala dan anak tegak bebas;

c. Tangan dibiarkan tergantung bebas mencapai ke badan;

d. Tumit rapat, tetapi ibu jari kaki tidak rapat;

e. Kepala, tulang belikat, pinggul, dan tumit menempel di dinding;

f. Anak menghadap dengan pandangan lurus ke depan;

g. Baca hasil pengukuran dan catat hasilnya (Supariasa, 2012).

3.7.3 Prosedur Pengambilan Darah Vena

a. Informed consent;

b. Minta anak untuk meluruskan lengannya dan pilih lengan yang

banyak melakukan aktivitas;

c. Minta anak mengepalkan tangannya;

d. Memasang tourniquet (tali pembendung) diatas lipat siku kira-kira

10 cm;

e. Lakukan perabaan untuk memastikan posisi vena, pilih bagian vena

median cubital atau cephalic;

f. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil menggunakan kapas

alkohol 70% dengan gerakan memutar dari tengah ke tepi lalu

diamkan sampai kering;

g. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap keatas;

h. Lepaskan tourniquet setelah volume darah dianggap cukup, lalu

buka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil yaitu 3 cc;

Page 49: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

33

i. Letakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan jarum, tekan

kapas beberapa saat lalu pasang plester;

j. Berikan identitas pada masing-masing tabung (Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung, 2016).

3.7.4 Prosedur Pemeriksaan Albumin Serum

a. Siapkan sentrifus dan kalibrasi ABX Pentra 400;

b. Lakukan pemeriksaa N-kontrol dan P-kontrol;

c. Sentrifus sampel pada tabung SSTdengan kecepatan 3000 rpm

selama 5-10 menit untuk memisahkan serum dan sel darah;

d. Pisahkan serum dan masukkan ke sample cup blue;

e. Beri identitas pada sample cup blue menggunakan spidol permanen;

f. Masukkan sample cup blue yang sudah diberi identitas ke dalam rak

sampel ABX Pentra 400;

g. Tekan menu utama, pilih worklist, kemudian pilih patient. Tekan

tanda (+);

h. Berikan keterangan data sample characteristics, kemudian beri

tanda checklist pada parameter albumin dan tekan tombol OK;

i. Tekan tombol start maka alat akan otomatis bekerja;

j. Tekan result validation untuk melihat hasil;

k. Albumin dengan BCG akan membentuk kompleks warna hijau biru

dan intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi

albumin dalam sampel (Proline, 2016).

Page 50: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

34

3.7.5 Alur Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian

Penentuan subjek penelitian

Pengisian lembar Informed consent

Pengukuran tinggi badan (TB/U)

Pengambilan darah vena

Pembuatan proposal dan perizinan

Pengumpulan data balita stunting

dan non-stunting

Publikasi hasil penelitian

Penentuan subjek penelitian

Pengisian lembar Informed consent

Pengukuran tinggi badan (TB/U)

Pengambilan darah vena

Pemeriksaan kadar albumin serum

dan memberitahukan hasilnya ke

orang tua/wali responden

Penginputan dan analisis data

Penulisan hasil dan pembahasan

Pembuatan proposal dan perizinan

Pengumpulan data balita stunting

dan non-stunting

Page 51: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

35

3.8 Pengelolaan dan Analisis Data

3.8.1 Pengelolaan Data

Data yang telah diperoleh akan diolah di komputer dengan bantuan

software SPSS versi 23 untuk menilai apakah data terdistribusi normal

atau tidak. Tahapannya sebagai berikut:

a. Editing

Mengoreksi data yang tidak jelas, apabila terjadi kekurangan atau

kesalahan data dapat dengan mudah terlihat dan segera dilakukan

perbaikan.

b. Koding

Kegiatan pemberian kode numerik (angka) atau mengkonversikan

data yang dikumpulkan selama penelitian.

c. Entri Data

Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam

software.

d. Output Komputer

Hasil data yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.8.2 Analisis Data

Analisis statistik dengan menggunakan program komputer untuk

mengolah data yang diperoleh, lalu akan dilakukan dua macam analisis

data, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun

Page 52: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

36

variabel terikat. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan perhitungan statistik sederhana yaitu

persentase atau proporsi. Uji normalitas data menggunakan uji

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel dalam penelitian <50 sampel.

Jika didapatkan nilai p>0,05 maka dinyatakan bahwa data

terdistribusi normal dan apabila p<0,05 maka normalitas data

dilanjutkan dengan menggunakan logaritma (Notoatmodjo, 2010).

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat yang digunakan untuk melihat perbedaan kadar

albuminserum pada anak stunting dan non-stunting menggunakan uji

analisis statistik independent t test tidak berpasangan dengan interval

kepercayaan 95% ( 5%). Jika didapatkan nilai p<0,05 maka Ho

ditolak dengan kesimpulan terdapat perbedaan rerata kadar albumin

pada dua kelompok. Sebelum dilakukannya uji statistik independent

t test dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Jika dalam uji

normalitas sebelumya data tidak terdistribusi normal bahkan setelah

dilakukan metode logaritma maka uji bivariat alternatif yang

digunakan adalah uji Mann-Whitney (Notoatmodjo, 2010).

3.9 Etika Penelitian

Peneliti telah mendapat surat izin etika penelitian oleh Komisi Etik Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor

5066/UN26.18/PP.05.02.00/2018.

Page 53: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan rerata kadar albumin pada

balita stunting dan non-stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten

Lampung Tengah, didapatkan simpulan sebagai berikut.

a. Rerata kadar albumin serum pada balita di Kecamatan Gunung Sugih

Kabupaten Lampung Tengah adalah 4,6 g/dL, dengan nilai minimum 4,2

g/dL dan nilai maksimum 5,3 g/dL;

b. Rerata kadar albumin serum pada balita stunting lebih rendah yaitu 4,53

g/dL dibanding rerata kadar albumin serum pada balita non-stunting yaitu

4,70g/dL;

c. Terdapat perbedaan rerata kadar albumin pada balita stunting dan non-

stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah yang

signifikan dan bermakna secara statistik dengan nilai p=0,007 (<0,05).

5.2 Saran

a. Bagi peneliti selanjutnya:

1) Perlu dilakukan perekaman data mengenai diet responden dan faktor

lainnya yang dapat memengaruhi kadar albumin serum pada balita;

Page 54: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

52

2) Perlu penelitian lebih lanjut pada kelompok usia yang berbeda baik

dengan menambahkan variabel lain atau menggunakan metode

pemilihan sampel yang berbeda.

b. Bagi puskesmas:

1) Perlu meningkatkan deteksi dini pada kasus baru stunting secara

berkala dan melakukan intervensi semaksimal mungkin pada balita

stunting, sehingga tumbuh kejar dapat tercapai dan mencegah dampak

jangka pendek maupun jangka panjang dari stunting;

2) Lebih mengaktifkan kader kesehatan untuk meningkatkan kunjungan

balita ke posyandu, sehingga pelayanan standar untuk balita dapat

tercapai.

c. Bagi masyarakat, khususnya orang tua yang memiliki balita agar rutin

memeriksakan pertumbuhan dan perkembangan anaknya di posyandu,

serta meningkatkan pengetahuan dan perhatian terhadap masalah

kesehatan balita.

Page 55: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah SM, Yakubu AM, Bugaje MA, dan Akuyam SM. 2018. Serum total

proteins and albumin levels among malnourished children aged 6-59 months

in Zaria. Niger Journal of Paediatric. 45(1):15-18.

Academy of Nutrition and Dietetics. 2016. Pocket guide to nutrition assesment 3rd

edition. Chicago: Academy of Nutrition and Dietetics.

Academy of Nutrition and Dietetics Evidence Analysis Library. 2009. Nutrition

screening adults (NSA): serum proteins albumin and prealbumin. Tersedia

dari: http://www.andeal.org/topic.cfm?menu=3584&cat=4302

Adani FY dan Triska SN. 2017. Perbedaan asupan energi, protein, zink, dan

perkembangan pada balita stunting dan non stunting. Amerta Nutrition.1(2):

46-51.

Akirov A, Hiba M, Alaa A, dan Ilan S. 2017. Low albumin levels are associated

with mortality risk in hospitalized patients. The American Journal

ofMedicine. 130(12):11-19.

Almatsier S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Anggraeny O, Chardina D, Ekanti NP, Minarty S, dan Ratih SD. 2016. Korelasi

pemberian diet rendah protein terhadap status protein, imunitas,

hemoglobin, dan nafsu makan tikus wistar jantan. Indonesian Journal of

Human Nutrition. 3(2):105-122.

Aridiyah FO, Ninna R, dan Mury R. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan. e-

Jurnal Pustaka Kesehatan. 3(1):163-170.

Page 56: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

54

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). 2013. Riset

kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. 2017. Kecamatan Gunung

Sugih dalam angka 2017. Gunung Sugih: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Lampung Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. 2019. Jumlah penduduk

menurut kelompok umur sasaran program di Kabupaten Lampung Tengah

tahun 2014. Tersedia dari: https://lampungtengahkab.bps.go.id.

Baron DN. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Black RE, Lindsay HA, Zulfiqar AB, Laura EC, Majid E, Colin M, dkk. 2008.

Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health

consequences.

Briend A, Tanya K, dan Carmel D. 2015. Wasting and stunting-similarities and

differences: policy and programmatic implication. Food and Nutritional

Bulletin. 36(1):15-23.

Busher JT. 1990. Serum albumin and globulin. Chapter 101. 3th ed. Tersedia dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK204/#_NBK204_pubdet_

Dinas Kesehatan Lampung Tengah. 2018. Data 10 lokus desa stunting Kabupaten

Lampung Tengah. Gunung Sugih: Dinas Kesehatan Lampung Tengah.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil kesehatan provinsi lampung

tahun 2015. Bandar Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Ernawati F, Sri M, Made DS, dan Amalia S. 2014. Hubungan panjang badan lahir

terhadap perkembangan anak usia 12 bulan. 37(2):109-118.

Erikawati Y. 2017. Hubungan asupan protein dan serum albumin terhadap status

gizi pasien kanker serviks stadium III hemoradiasi RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang [tesis]. Malang: Universitas Brawijaya.

Page 57: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

55

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2016. Buku panduan clinical skill

laboratory. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Garniasih D, Julistio TB, dan Herry G. 2008. Hubungan antara kadar albumin dan

kalsium serum pada sindrom nefrotik anak. Sari Pediatrik. 10(2):100-105.

Illahi RK dan Lailatul M. 2016. Gambaran sosial budaya gizi etnik madura dan

kejadian stunting balita usia 24-59 bulan di Bangkalan. Media Gizi

Indonesia. 11(2):135-143.

International Food Policy Research Institute (IFPRI). 2016. Global nutrition

report 2016: from promise to impact: ending malnutrition by 2030.

Washington DC: IFPRI.

Istiany A dan Rusilanti. 2013. Gizi terapan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman interpretasi data

klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Buku studi diet total: survei

konsumsi makanan individu Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Situasi balita pendek. Jakarta:

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta:

Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Buku saku pemantauan status

gizi tahun 2017. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Kurdanti W, Haman H, dan Juffrie. 2004. Hubungan antara kadar serum albumin

awal dengan lama rawat inap dan status pulang pasien dewasa di rumah

sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 1(1):19-25.

Page 58: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

56

Kusuma H, Maghfiroh, dan Bintanah S. 2014. Hubungan asupan protein dan

kadar albumin pada pasien kanker di rumah sakit Roemani Muhammadiyah

Semarang. Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. 3(2):43-52.

Mikhail WZA, Hassan MS, Hanaa HE,Sahar AK, Hend YH, dan Maysa AS.

2013. Effect of nutrition status on growth pattern of stunted preschool

children in Egypt. Acad J. Nutr. 2(1):1-9.

Murray RK, Granner DK, dan Rodwell VW. 2009. Biokimia harper. 27th ed.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novina, Dida AG, dan Nanan S. 2014. Korelasi kadar albumin serum dengan

persentase edema pada anak penderita sindrom nefrotik dalam serangan.

Majalah Kedokteran Bandung. 47(1):55-59.

Owino V, Tahmeed A, Michael F, Paul K, Alexander L, Mark M, dkk. 2016.

Environmental enteric dysfunction and growth failure/stunting in global

child health. Pediatrics. 138(8):1-10.

Prendergast AJ dan Jean HH. 2014. The stunting syndrome in developing

countries. Paediatrics and International Child Health. 34(4):250-265.

Pongsibidang FAK, Murniati T, dan Stefana. 2016. Gambaran kadar albumin

serum pada vegetarian lacto-ovo. Jurnal e-Biomedik. 4(1):1-6.

Proline. 2016. Albumin FS: reagen diagnostik untuk pemeriksaan in vitro secara

kuantitatif terhadap albumin pada serum atau plasma dengan sistem

fotometrik. Tersedia di: https://proline1.prodiathecro.co.id.

Rukmana E, Dodik B, dan Ikeu E. 2016. Faktor resiko stunting pada anak usia 6-

24 bulan di kota Bogor. Jurnal MKMI. 12(3):192-199.

Solihin RDM, Faisal A, dan Dadang S. 2013. Kaitan antara status gizi,

perkembangan kognitif, dan perkembangan motorik pada anak usia

prasekolah. Penelitian Gizi dan Makanan. 36(1):62-72.

Page 59: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

57

Suliman OS, Mustafa AM, Zein AK, Abdelrahim OM, dan Chrestover H. 2011.

Acute phase reactants in Sudanese children with severe protein-energy

malnutrition. Sudanese Journal Of Paedriatrics. 11(1):48-59.

Sundari E dan Nuryanto. 2016. Hubungan asupan protein, seng, zat besi, dan

riwayat penyakit infeksi dengan z-score TB/U pada balita. Journal of

Nutrition College. 4(5):520-529.

Supariasa I, Bakri B, dan Fajar I. 2012. Penilaian status gizi. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Sutiari NK dan Wulandari D. 2011. Hubungan status gizi waktu lahir dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah di Desa Peguyangan

Kota Denpasar. Jurnal Ilmu Gizi. 2(2):109-117.

Taguri AE, Ibrahim B, Salah MM, Ahmed AM, Olivier G, Pilar G, dkk. 2009.

Risk factors for stunting among under-fives in Libya. Public Health

Nutrition. 12(8):1141-1149.

Throop JL, Marie EK, dan Leah AC. 2004. Albumin in health and disease: cause

and threatment of hypoalbuminemia. Compendium: 940-949.

Trihono, Atmarita, Dwi HT, Anies I, Nur H, Teti T, dkk. 2015. Pendek (stunting)

di Indonesia, masalah dan solusinya. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan.

Uliyanti, Didik GT, Sapja A. 2017. Faktor yang berhubungan dengan kejadian

stunting pada balita usia 24-59 bulan. Jurnal Vokasi Kesehatan. 3(2):67-77.

UNICEF, WHO, dan World Bank Group. 2018. Levels and trends in child

malnutrition: key findings of the 2018 edition of the joint child malnutririon

estimates. Geneva: World Health Organization.

White JV, Peggi G, Gordon J, Ainsley M, dan Marsha S. 2012. Consensus

statement of the academy of nutrition and dietetics/american society for

parenteral and enteral nutrition: characteristics recommended for the

identification and documentation of adult malnutrition (undernutrition).

Journal of The Academy of Nutrition and Dietetics. 112(5):730-738.

Page 60: PERBEDAAN RERATA KADAR ALBUMIN PADA BALITA STUNTING …digilib.unila.ac.id/55411/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · abstract difference of mean albumin levels in stunting and non-stunting

58

Widjaja NA, Siti NH, dan Roedi I. 2013. Pengaruh penyakit infeksi terhadap

kadar albumin anak gizi buruk. Sari Pediatri. 15(1):46-50.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan pangan dan gizi di era

otonomi daerah dan globalisasi: program dan abstrak. Jakarta: LIPI.

World Health Organization. 2010. Nutrition landscape information system (NLIS)

country profile indicators: interpretation guide. Geneva: World Health

Organization.

World Health Organization. 2013. Childhood stunting: contex, causes, and

consequences-WHO conceptual framework for stunting. Tersedia di:

http://www.who.int/nutrition/events/2013_childhoodstunting_colloquium_1

4Oct_conceptualFramework_colour.pdf.

World Health Organization. 2012. World health statistics 2012. Tersedia dari:

http://www.who.int/gho/publication/world_health_statistics/EN_WHS2012

_Full.pdf.

World Health Organization. 2018. Reducing stunting in children: equity

consideration for achiefing the global nutrition targets 2025. Tersedia dari:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/260202/1/9789241513647-eng.pdf.

Zhang Z, Suzette LP, Menghua L, dan Eric MM. 2017. Evaluation of blood

biomarkers associated with risk of malnutrition in older adults: a systematic

review and meta-analysis. Nutrients. 829(9):1-20.